Anda di halaman 1dari 44

SKRINING DAN UJI

DIAGNOSTIK
Sabrina Daniswara, SKM
30000223410008
S2 Pascasarjana - Epidemiologi
01
Screening
Screening
Pengertian (Wilson & Jungner)
Skrining adalah identifikasi dugaan penyakit atau
cacat yang tidak diketahui melalui penerapan tes,
pemeriksaan, atau prosedur lain yang dapat
diterapkan dengan cepat.

Tujuan Skrining
Untuk mengidentifikasi orang-orang dalam populasi yang
tampaknya sehat yang berisiko lebih tinggi terhadap suatu
masalah atau kondisi kesehatan, sehingga pengobatan atau
intervensi dini dapat ditawarkan.
Iceberg Phenomenon of Disease

Tip of the Iceberg


Clinical Disease

Submerged Portion
Hidden Burden of Disease
Tujuan Spesifik
• untuk mengurangi angka kematian melalui deteksi dini dan
pengobatan dini terhadap suatu kondisi
• untuk mengurangi kejadian suatu kondisi dengan mengidentifikasi dan
mengobati faktor pemicunya
• untuk mengurangi keparahan suatu kondisi dengan mengidentifikasi
orang-orang yang mengidap kondisi tersebut dan menawarkan
pengobatan yang efektif
• untuk meningkatkan pilihan dengan mengidentifikasi kondisi atau
faktor risiko pada tahap awal jalan hidup ketika lebih banyak pilihan
tersedia.
10 Prinsip Skrining
1. Kondisi tersebut seharusnya merupakan masalah 7. Riwayat alamiah suatu kondisi, termasuk
kesehatan yang penting. perkembangan dari penyakit laten hingga penyakit
2. Harus ada pengobatan yang dapat diterima untuk yang dinyatakan, harus dipahami secara memadai.
pasien dengan penyakit yang sudah diketahui. 8. Harus ada kebijakan yang disepakati mengenai siapa
3. Fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan harus yang harus dirawat sebagai pasien.
tersedia. 9. Biaya penemuan kasus (termasuk diagnosis dan
4. Harus ada fase laten atau gejala awal yang dapat pengobatan pasien yang didiagnosis) harus seimbang
dikenali. secara ekonomi dibandingkan dengan kemungkinan
5. Harus ada tes atau pemeriksaan yang sesuai. pengeluaran untuk perawatan medis secara
6. Tes tersebut harus dapat diterima oleh masyarakat. keseluruhan.
10. Pencarian kasus harus menjadi proses yang
berkesinambungan dan bukan proyek yang “sekali dan
untuk selamanya”.
LANGKAH SEDERHANA
SKRINING
Identifikasi
Intervensi,
populasi yang
perawatan, dan Melaporkan hasil
memenuhi syarat
follow up
untuk skrining

Undangan dan
Diagnosis
Informasi

Rujukan hasil
Pengujian skrining positif
dan negatif
Bentuk Pelaksanaan Penyaringan

Suatu penyakit
Selektif atau
Massal atau serentak
random
lebih dari satu

Waktu Skrining yang Tepat


Penyakit serius Penyakit dengan
Perawatan paling
dengan Prevalensi detectable
efektif sebelum
konsekuensi penyakit tinggi preclinical phase
muncul gejala
berat yang lama
Detectable PreClinical Phase (DPCP)

DPCP adalah Interval waktu antara kemungkinan deteksi dengan


skrining dan deteksi selanjutnya setelah gejala
SCREENING ≠ EARLY DIAGNOSIS

Skrining tidak sama dengan diagnosis dini. Skrining mengajak


orang yang tifak memiliki gejala untuk menjalani pemeriksaan.
Diagnosis dini dimaksudkan untuk mendeteksi kondisi sedini
mungkin pada orang yang memiliki gejala
Contoh Skrining
02
Uji Diagnostik
Uji Diagnostik
Pengertian
Sebuah cara (alat) untuk menentukan apakah seseorang
menderita penyakit atau tidak, berdasar adanya tanda
dan gejala pada orang tersebut. Uji diagnostik dilakukan
setelah seseorang dinyatakan positif pada test skrining
untuk menegakkan diagnsosis secara lebih pasti.
Tujuan Uji Diagnostik
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan digunakan untuk keperluan


skrining.

Pemantauan keberhasilan pengobatan.

Pengembangan studi epidemiologi.


LANGKAH UJI DIAGNOSTIK
Menentukan
alasan mengapa Melakukan
diperlukan uji analisis
diagnostik baru

Menetapkan
Melaksanakan
tujuan utama uji
pengukuran
diagnostik

Menetapkan Menetapkan
subyek penelitian baku emas
Perbedaan Skrining – Uji Diagnostik
Skrining Tes Diagnostik

Tujuan Untuk mendeteksi indicator penyakit potensial Untuk menentukan ada/tidaknya penyakit

Menegakkan diagosis individu yang bergejala atau


Sejumlah besar individu tanpa gejala, namun
Populasi Target individu tanpa gejala dengan hasil tes skrining yang
berpotensi atau berisiko
positif
Invasif, mahal tetapi dapat dibenarkan jika diperlukan
Metode Pengujian Sederhana, dapat diterima oleh pasien dan staf
untuk menegakkan diagnosis

Umumnya dipilih ke arah sensitivitas tinggi agar tidak Dipilih menuju spesifisitas tinggi (negatif
Ambang Batas Hasil
melewatkan potensi penyakit sebenarnya). Lebih banyak bobot yang diberikan
Positif
pada akurasi dan presisi daripada penerimaan pasien

Pada dasarnya menunjukkan kecurigaan terhadap


Hasil positif penyakit (sering digunakan bersamaan dengan Hasilnya memberikan diagnosis pasti
faktor risiko lain) yang memerlukan konfirmasi

Murah, manfaatnya harus sebanding dengan biaya


Biaya yang lebih tinggi terkait dengan tes diagnostik
yang dikeluarkan karena sejumlah besar orang perlu
Biaya mungkin dapat dibenarkan untuk menegakkan
diskrining untuk mengidentifikasi sejumlah kecil
diagnosis.
kasus potensial
Menentukan “Gold Standard”
Pengertian
Baku Emas merupakan sarana diagnostik terbaik untuk pembuktian
ada atau tidaknya penyakit tertentu.

Syarat
1. Baku emas yang dipakai sebagai pembanding tidak boleh
mengandung unsur atau komponen yang diuji.
2. Pemeriksaan harus bersifat independen sehingga tidak ada
kecenderungan menyamakan hasil.
3. Baku emas harus memiliki sensitivitas atau spesifisitas yang
lebih tinggi daripada uji diagnostik yang sedang diuji.
Ukuran
03 Tes Skrining
Uji Diagnostik
dan Skrining

Validitas Realibilitas

Bias
Sensitivitas
Interobserver

Bias
Spesifitas
Intraobserver
Validitas dan Realibilitas
A Validitas
Validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu
alat untuk membedakan antara orang yang sakit dan
orang yang tidak sakit. Validitas merupakan petunjuk
tentang kemampuan suatu alat ukur (test) untuk
mengukur secara benar dan tepat pada yang akan
diukur.
Mengukur Validitas Skrining
Status Penyakit Sebenarnya

Hasil Screening Total


Sakit (D+) Tidak Sakit (D-)

Positif (T+) A (True Positive) B (False Positive) A+B

Negatif (T-) C (False Negative) D (True Negative) C+D

Total A+C B+D A+B+C+D


Indikator Uji Skrining/Diagnostik
Indikator Uji Skrining/Diagnostik
e. False Positive Rate (FPR): proporsi mereka f. False Negative Rate (FNR): proporsi mereka
yang tes nya positif terhadap seluruh populasi yang tesnya negative terhadap seluruh
yang tidak berpenyakitt populasi yang berpenyakit

False Positive Rate (FPR) = x 100% False Positive Rate (FPR) = x 100%
Indikator Uji Skrining/Diagnostik
Indikator Uji Skrining/Diagnostik
j. Likelihood Ratio Positive (LR+): k. Likelihood Ratio Negative (LR-):
Kemungkinan hasil tes positif pada seseorang Kemungkinan hasil tes negatif pada
dengan penyakit tersebut dibagi dengan seseorang dengan penyakit tersebut dibagi
probabilitas hasil tes positif pada orang tanpa dengan probabilitas hasil tes negatif pada
penyakit. orang tanpa
LR+ = penyakit.
LR - =

LR (+) LR (-) Impact on


likelihood
10 0,1 Excellent
6 0,2 Very Good
2 0,5 Fair
1 1 Useless
Contoh Soal 1
Skenario I
Skrining pada donor darah perempuan yang prevalensi
HIV (+) adalah 0,01% (hanya 10 HIV positif dari 100.000
donor perempuan). Test skrining memiliki sensitivitas
100% dan spesifisitas 95%. Berapa PPV nya?
Jawab:

Nilai Prediksi Positif (PPV) = x 100%

PPV = x 100% = 1,92%


Contoh Soal 1
Skenario II
Skrining dilakukan pada laki-laki yang datang di klinik
penyakit menular seksual yang prevalensi HIV (+) adalah
4 %. Tes skrining memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang sama yakni masing-masing 100% dan 95%. Berapa
PPV nya?
Jawab:

Nilai Prediksi Positif (PPV) = x 100%

PPV = x 100% = 89%


Contoh Soal 1
Skenario III
Skrining dilakukan pada pengguna obat suntik intravena
yang prevalensi HIV (+) nya adalah 20%. Berapa PPV
nya?

Jawab:

Nilai Prediksi Positif (PPV) = x 100%

PPV = x 100% = 98%


Contoh Soal 1

Berdasarkan Skenario I-III


Jika mempunyai sumber daya yang terbatas untuk
melakukan skrining dan ingin mendapatkan hasil yang
maksimal maka yang harus dilakukan adalah
perbanyak sasaran kelompok populasi yang prevalensi
penyakitnya tinggi, bukan pada kelompok yang
memungkinkan timbulnya penyakit (prevalensi)
rendah.
Contoh Soal 2
Seorang peneliti ingin meneliti kemampuan pemeriksaan
Ultrasonografi untuk mendeteksi keganasan pembesaran
massa tiroid. Berikut adalah hasil pemeriksaan USG dan
PA.
Pasien No. Hasil USG Hasil PA Patologi Anatomi

1 Ganas Ganas Positif Negatif Jumlah

2 Jinak Jinak Positif 54 12 66


USG
3 Jinak Ganas Negatif 17 51 68

4 Ganas Jinak Jumlah 71 63 134

5 Ganas Ganas

134 Ganas Jinak


Contoh Soal 2
Patologi Anatomi

Positif Negatif Jumlah

Positif 54 12 66
USG
Negatif 17 51 68

Jawab: Jumlah 71 63 134

a. Sensitivitas = 54/71 x 100% = 76,1%


b. Spesifisitas = 51/63 x 100% = 81,5%
c. PPV = 54/66 x 100% = 81,8%
d. NPV = 51/68 = 75,0%
e. LR+ = 76,1% / (1 – 81,5%) = 4,1
f. LR- = (1 – 76,1%) / 81,5% = 0,17
g. Prevalensi = 71/134 = 53,0%
Contoh Soal 2
Jawab:

Jawab: Sensitivitas USG, artinya terdapat 76,1% untuk


a. Sensitivitas = 54/71 x 100% = 76,1%
mendapatkan hasil positif keganasan tiroid di
b. Spesifisitas = 51/63 x 100% = 81,5% antara pasien dengan massa tiroid.
c. PPV = 54/66 x 100% = 81,8%
d. NPV = 51/68 = 75,0%
e. LR+ = 76,1% / (1 – 81,5%) = 4,1 Spesifisitas sebesar 81,5%, artinya terdapat 81,5%
f. LR- = (1 – 76,1%) / 81,5% = 0,17
g. Prevalensi = 71/134 = 53,0%
untuk mendapatkan hasil negative keganasan tiroid
di antara pasien yang tidak memiliki massa tiroid
atau di antara 100 pasien dengan tidak ada
keganasan tiroid, 82 pasien dinyatakan negatif oleh
pemeriksaan USG sedangkan sisanya positif
palsu.
Contoh Soal 2
Jawab:

Jawab: Dengan prevalensi 53% dan PPV 81,8% artinya


pasien yang positif keganasan tiroid pada USG
a. Sensitivitas = 54/71 x 100% = 76,1%
b. Spesifisitas = 51/63 x 100% = 81,5% memiliki kemungkinan 81,8% benar memiliki
c. PPV = 54/66 x 100% = 81,8% keganasan tiroid atau setiap 100 pasien di populasi
d. NPV = 51/68 = 75,0%
e. LR+ = 76,1% / (1 – 81,5%) = 4,1 studi ini yang dinyatakan positif USG maka akan
f. LR- = (1 – 76,1%) / 81,5% = 0,17 didapatkan 82 (dibulatkan) orang benar mengalami
g. Prevalensi = 71/134 = 53,0%
keganasan tiroid.
Contoh Soal 2
Jawab: Jawab:

a. Sensitivitas = 54/71 x 100% = 76,1%


b. Spesifisitas = 51/63 x 100% = 81,5%
Hasil perhitungan LR+ pada USG adalah 4,1, c. PPV = 54/66 x 100% = 81,8%
artinya setiap 1 hasil positif semu USG akan d. NPV = 51/68 = 75,0%
e. LR+ = 76,1% / (1 – 81,5%) = 4,1
didapatkan 4 hasil positif benar USG. Nilai LR+ f. LR- = (1 – 76,1%) / 81,5% = 0,17
yang tinggi artinya semakin baik kemampuan suatu g. Prevalensi = 71/134 = 53,0%
test untuk mendeteksi penyakit tersebut.
Kesimpulan
Hasil LR- pada USG adalah 0,17, artinya setiap 2
(dibulatkan) hasil negatif semu akan didapatkan 10 maka USG dinilai
hasil negatif benar pada USG. Hasil LR+ baik untuk
pemeriksaan USG terhadap keganasan tiroid mendeteksi suatu
termasuk tinggi, sedangkan LR- termasuk rendah penyakit
Hal yang harus diperhatikan
False Positive False Negative

• yakni mereka yang tesnya positif • yakni mereka yang tesnya


tetapi sebenarnya tidak negatif padahal sebenarnya
berpenyakit. mereka berpenyakit.
• pasien merasa takut yang • Pasien akan merasa aman-aman
berlebihan sampai kepada cara saja, padahal ia sebenarnya
diagnosis yang mahal dan invasif mempunyai penyakit. Akibatnya
atau bahkan pengobatan yang diagnosis menjadi terlambat dan
tidak perlu (over treatment) pengobatan yang seharusnya
dilakukan menjadi tidak
dilakukan sehingga morbiditas
dan mortalitas pun dan akhirnya
biaya yang dibutuhkan juga
meningkat.
Validitas dan Realibilitas

Reliabilitas B
Reliabilitas suatu test menunjukkan konsistensi (kesamaan)
hasil ukur bila dikerjakan lebih dari sekali terhadap pasien
(subjek pengamatan) yang samapada kondisi yang sama pula.
Bias interobserver adalah perbedaan hasil ukur antar observer,
sebaliknya bias intra observer adalah perbedaan hasil ukur
oleh observer yang sama pada waktu yang berbeda pada
subjek yang sama.
04
Reciever operating
characteristic (ROC)
Reciever operating characteristic
(ROC)

Pengertian
Analisis ROC adalah analisis yang digunakan untuk
menilai kemampuan suatu test diagnositik yang hasil
pengukurannya berskala kontinyu untuk mendeteksi
adanya suatu penyakit menggunakan kurva yang disebut
kurva ROC
Contoh Kurva ROC
Penilaian terhadap kemampuan suatu
test dilakukan dengan menggunakan
luas area under the curve (AUC).

Nilai AUC berkisar dari 0 – 1, semakin


luas AUC maka semakin baik
kemampuan suatu test untuk
mendeteksi suatu penyakit.
Nilai AUC Keterangan
>0,9 – 1 Luar Biasa
>0,8 – 0,9 Sangat Baik
>0,7 – 0,8 Baik
>0,6 – 0,7 Cukup Baik
0,5 – 0,6 Tidak Baik
Penentuan Titik Potong
Penentuan titik potong merupakan bagian yang
sangat penting untuk penelitian uji diagnostik dan
screening karena akan menentukan nilai sensitifitas
dan spesifisitas yang dihasilkan.

Terdapat area yang overlapping antara sebaran hasil


pengukuran tekanan intra okular (TIO) antara orang-
orang yang glaukoma dengan yang tidak galukoma.
Hal ini memerlukan kecermatan peneliti dalam
menentukan titik potong karena pergesaran titik
potong baik ke kanan maupun ke kiri akan berakibat
pada sensitifitas dan spesifisitas test tersebut.
Pergeseran Titik Potong terhadap Sensitivitas
dan Spesifisitas
Pergseran titik potong ke kiri (ke nilai yang
lebih kecil) akan mengakibat peningkatan
jumlah false positive tetapi disisi lain
terjadi penurunan jumlah false negatif. Hal
ini akan menyebabkan sensitifitas menjadi
lebih tinggi tetapi spesifisitas menjadi
lebih rendah.

Bila titik potong digeser ke kanan (ke nilai


yang lebih besar) maka akan
mengakibatkan penurunan jumlah false
positive tetapi di sisi lain terjadi
peningkatan jumlah false negatif. Hal ini
akan menyebabkan sensitifitas menjadi
lebih rendah tetapi spesifisitas menjadi
lebih tinggi.
Penentuan Titik Potong

3 hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam Pada contoh diatas, dilihat dari nilai sensitifitas dan
menentukan titik potong spesifisitas yang dihasilkan tiap titik potong maka
1. Nilai sensitivitas dan spesifisitas yang ada titik potong.
dihasilkan 1. 2 titik potong yang bisa digunakan untuk
2. Nilai correctly classified dan ratio LR+/LR- menyatakan postif, yaitu ≥8 atau ≥9.
3. Tujuan penggunaan uji diagnostik 2. nilai correctly classified tertinggi dan ratio
LR+/LR- tertinggi maka ≥8 akan menjadi
pilihan.
3. empertimbangkan tujuan supaya hasil
diagnosis lebih efektif dengan kata lain
supaya menghasilkan sedikit positif palsu
maka titik potong ≥9 menjadi pilihan.
Thanks!
Do you have any questions?
sabrinadaniswara@students.undip.ac.id

+62 822 2778 5324

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, and includes icons by Flaticon and infographics
& images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai