Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A.           DEFINISI SKRINING DAN TRANSISI


Menurut WHO pengertian skrining adalah upaya pengenalan penyakit at
au kelainan yangbelum diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau pro
sedur lain yang dapat secara cepat membedakan orang yang tampak sehat benar-
benar sehat dengan orang yangtampak sehat tetapi sesungguhnya
menderita kelainan. Skrining adalah pemeriksaan orang-orang asimptometiuntuk   
mengklasifikasikan   mereka   dalam   kategori   yang   diperkirakanmengidap  ata
u  diperkirakan  tidak  mengidap  penyakit  yang  menjadi  objek
skrining (Sulistiani, 2012).
Sumber yang lain menyatakan bahwa penyaringan adalah suatu usaha
mendeteksi atau menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala
(tidak  tampak)  dalam  suatu  masyarakat  atau  penduduk  tertentu  melalui  tes ata
u pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan
mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar
menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis pasti dan pengobatan
(Noor, 2008).

B.            TUJUAN SKRINING

Menurut Morton (2009), tujuan skrining adalah mencegah penyakit atau aki
bat penyakit dengan mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik
dalam   riwayat   alamiah   ketika   proses   penyakit   dapat   diubah   melalui
intervensi. Bustan (2006) memiliki pendapat yang berbeda mengenai tujuan
dilakukannya skrining yaitu :
1.             Mendapatkan mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat dengan
segera memperoleh pengobatan,
2.             Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat,
3.             Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini
mungkin,
4.             Mendidik dan memberikan  gambaran  kepada petugas  kesehatan  tentang
sifat penyakit dan selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini,
5.             Mendapatkan  keterangan  epidemiologis  yang  berguna  bagi  klinisi  dan
peneliti.

C.           SYARAT – SYARAT SKRINING
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi
beberapa  kriteria  atau  ketentuan-ketentuan  khusus  yang  merupakan
persyaratan  suatu  tes  penyaringan,  berikut  ini  merupakan  syarat-syarat
skrining menurut Noor (2008).
1.             Penyakit  yang  dituju  harus  merupakan  masalah  kesehatan  yang  berarti
dalam  masyarakat  dan  dapat  mengancam  derajat  kesehatan  masyarakat
tersebut,
2.             Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan
penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat
atau kekuatan
3.             Tersedianya  fasilitas  dan  biaya  untuk  diagnosis  pasti  bagi  mereka  yang
dinyatakan positif serta tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan positif melalui diagnosis klinis,
4.             Tes  penyaringan  terutama  ditujukan  pada  penyakit  yang  masa  latennya cu
kup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
5.             Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standar
untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining berkurang atau
malah bertambah frekuensi endemiknya,
6.             Semua  bentuk  atau  teknis  dan  cara  pemeriksaan  dalam  tes  penyaringan
harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum,
7.             Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan
pasti,
8.             Adanya suatu nilai standar  yang telah disepakati bersama tentang mereka ya
ng dinyatakan menderita penyakit tersebut,
9.             Biaya  yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada
titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa
melakukan tes tersebut,
10.         Harus  dimungkinkan  untuk  diadakan  pemantauan  (follow  up)  terhadap
penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.
Keberhasilan  suatu  tes  skrining  berhubungan  dengan  tujuan  skrining.

Wilson  dan  Junger  menganjurkan  untuk  memperhatikan  persyaratan  unt


uk keberhasilan skrining sebagai berikut:
1.             Seharusnya  ada  pengobatan  yang  sesuai  dan  dapat  diterima  bila  hasil
pemeriksaan positif,
2.             Fasilitas pengobatan dan diagnosis harus tersedia,
3.             Mengenal kelainan yang timbul tahap dini suatu penyakit,
4.             Harus ada tes atau pemeriksaan yang sesuai,
5.             Tes atau pemeriksaan harus diterima masyarakat,
6.             Riwayat alamiah yang di skrining harus dimengerti secara baik,
7.             Harus  ada  kebijakan  yang  disetujui  untuk  mengobati  bila  pasien  positif
terkena penyakit,
8.             Biaya harus seimbang secara keseluruhan,
9.             Penemuan   kasus   harus   merupakan   proses   berkelanjutan,   tidak   hanya
berdasarkan proyek,
10.         Test cukup sensitif dan spesifik,
11.         Penyakit  atau  masalah  yang  akan  di  skrining  merupakan  masalah  yang cuk
up serius, prevalensinya tinggi, merupakan masalah kesehatan masyarakat,
12.         Kebijakan   intervensi   atau   pengobatan   yang   akan   dilakukan   setelah
dilaksanakannya skrining harus jelas.

D.           MACAM – MACAM SKRINING
Macam  skrining  dibagi  berdasarkan  sasaran  atau  populasi  yang  akan  d
i skrining yaitu sebagai berikut.
1.             Mass screening
Skrining  yang  dilakukan  pada  seluruh  populasi.  Misalnya,  mass  X-ray
survey  atau blood  pressure  skrining pada seluruh masyarakat yang
berkunjung pada pelayanan kesehatan.

2.             Selective screening

Populasi tertentu menjadi sasaran dari jenis skrining ini, dengan target
populasi berdasarkan pada risiko tertentu. Tujuan selective  screening  pada
kelompok risiko tinggi untuk mengurangi dampak negatif dari skrining.
Contohnya, Pap’s smear skrining pada wanita usia > 40 tahun untuk
mendeteksi Ca Cervix, atau mammography skrining untuk wanita yang
punya riwayat keluarga menderita Ca.

3.             Single disease screening

Jenis skrining yang hanya dilakukan untuk satu penyakit. Misalnya,


skrining  terhadap  penderita  penyakit  TBC,  jadi  lebih  tertuju  pada  satu jenis
penyakit.

4.             Case finding  screening


Case   finding   adalah   upaya   dokter   atau   tenagga   kesehatan   untuk
menyelidiki suatu kelainan yang tidak berhubungan dengan kelompok
pasien yang datang
untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Penderita yang datang
dengan keluhan diare kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap
mamografi atau rongen torax.

5.             Multiphasic  screening
Pemeriksaan skrining untuk beberapa penyakit pada satu kunjungan waktu
tertentu. Jenis skrining ini sangat sederhana, mudah dan murah serta
diterima   secara   luas   dengan   berbagai   tujuan   seperti   pada   evaluasi
kesehatan  dan  asuransi.  Sebagai  contoh  adalah  pemeriksaan  kanker disertai
dengan pemeriksaan tekanan darah, gula darah dan kolesterol.

E.            TES SKRINING
Tes ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam epidemiologi
untuk  mengetahui  prevelensi  suatu  penyakit  yang  tidak  dapat  di  diagnosis ata
u keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada suatu individu atau
masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang
memerlukan penanganan segara. Namun dengan demikian masih harus
dilengkapi dengan pemeriksaaan lain untuk menentukan
diagnosis definit (Chandra, 2009).

1.             Karakteristik tes skrining
Untuk keberhasilan suatu program skrining, ketersediaan tes skrining
juga diperlukan selain juga harus memiliki kriteria penyakit yang cocok
untuk di skrining. Tes skrining seharusnya juga tidak mahal, mudah
dilaksanakan  dan memberikan  ketidaknyamanan  yang  minimal  pada
pasien.  Dan  juga  hasil  skrining  haruslah  valid  dan  konsisten  (Sarwani, 2007).

a.             Validitas
Validitas  adalah  derajat  yang  menunjukkan  dimana  suatu  tes  mengukur 
apa yang hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin Azwar
(2014) bahwa validitas mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau
skala  dalam  menjalankan  fungsi  pengukurannya.  Sedangkan  validitas
dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan antara oran
g yang sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas mempunyai
dua komponen yaitu :
1)             Sensitivitas
Kemampuan  yang  dimiliki  oleh  alat  ukur  untuk
menunjukan   secara   tepat   individu-individu   yang   menderita
penyakit atau besarnya probabilitas seseorang yang sakit akan
memberikan hasil tes positif pada
tes diagnostik tersebut. Sensitivitas merupakan true positive rate (TPR)
dari suatu tes diagnostik.

2)             Spesifisitas

Kemampuan  yang  dimiliki  oleh  alat  ukur  untuk menunjukan secara
tepat individu-individu yang tidak menderita
sakit. Besarnya probabilitas seseorang yang
tidak sakit atau sehat akan memberikan hasil tes negatif    pada tes    diagnostik. S
ensitivitas  merupakan  true  negative  rate  (TNR)  dari  suatu  tes diagnostik.
Sensitivitas   dan   spesifisitas   merupakan   komponen   ukuran   dalam
validitas, selain itu terdapat pula ukuran-ukuran lain dalam validitas yaitu :
a.              True  positive,  yang  menunjuk  pada  banyaknya  kasus  yang  benar- benar
menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b.             False   positive,  yang  menunjukkan  pada  banyaknya  kasus  yang
sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c.              True   negative,  menunjukkan  pada  banyaknya  kasus  yang  tidak
sakit dengan hasil test yang negatif pula.
d.             False   negative,   yang   menunjuk   pada   banyaknya   kasus   yang
sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil test negatif.

Perbandingan hasil alat ukur dengan status penyakit

Penduduk
Hasil uji Dengan penyakit Tanpa penyakit
Mempunyai  penyakit  dan  alat Tidak            mempunyai

Positif uji positif = True Positif = TP penyakit    tapi    alat    uji


positif
Mempunyai  penyakit,  tapialat Tidak            mempunyai

uji  negatif =  False  negative  = F penyakit dan alat uji


Negatif N negatif  =  True  negatif=
TN
Sensitivitas=TP/TP+FN Spesifitasnya

TN/TN+FP

Distribusi penyakit berdasarkan status kesehatan


Diagnosis pasti
Tes Skrining Sakit Tidak sakit Total

Positif A B A+B
Negatif C D C+D
Total A+C B+D A+B+C+D

Rumus Sensitivitas                                               = 
Negatif Palsu (false negative rate)                       =
Spesifitas                                                              =
Positif palsu (false positive rate)                          =

Rumus nilai prediksi


Nilai prediksi tes (Predict velue positif) (+)         =   
Nilai prediksi tes (predict velue negatif) (-)         = 

Keterangan :
a =  true positif  individu dengan test skrining positif dan benar salah
b = false positif  individu dengan test  positif dan sebenarnya tidak sakit
c = false negatif individu dengan test skrining negatif tapi sebenarnya sakit
d = true negatif  individu dengan test skrining ndgatif dan benar tidak sakit

Contoh :

Pada tabel di bawah ini di tunjukan 100 orang yang menderita penyakit, 80
orang didefinisikan positif menderita sakit oleh alat uji dan 20
orang   dinyatakan negatif menderita sakit oleh alat uji,dari datainidapat
dihitung  bahwa sensitivitas nya adalah 80/100*100%  =80%
Dari 900 orang yang tidak mengalami sakit, alat uji mengidentifikasi 800
orang negatif menderita sakit. Jadi spesifikasinya adalah 800/900*100% =
89%

Konsep sensitivitas dan spesifikasinya

Hasil skrining Apa yang sebenarnya terjadi Total


Penyakit - Penyakit +
Positif 80 100 180
Negatif 20 800 820
Total 100 900 1000

Didefinisikan  menderita  sakit  oleh  alat  uji  dari  data  inidapat  di


hitung sensitivitanya adalah 80/100*100%= 80%
Dari  900  orang  yangtidakmenderita  sakit  ,  alat  uji  mengidentifikasi  80
orang  negatif  menderita  sakit.jadisensitifitas  adalah  800/900*  100%  =
89%.
2.             Reliabilitas
Groth-Marnat (2008) mendefinisikan reliabilitas suatu test merujuk pada
derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi. Ia melihat
seberapa skor yang diperoleh seseorang itu akan menjadi sama jika orang
itu  diperiksa  ulang  dengan  tes  yang  sama  pada  kesempatan  berbeda.
Reliabilitas skrining adalah ukuran konsistensi berdasarkan orang dan
waktu.   Menurut   Budiarto   (2003)   reliabilitas   ini   dipengaruhi   oleh
beberapa faktor berikut.

a.              Reliabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:


1)             Stabilitas reagen
2)             Stabilitas alat ukur yang digunakan
Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen
dan alat ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan. Oleh karena itu,
sebelum digunakan hendaknya kedua hasil tersebut ditera atau diuji ulang
ketepatannya.

b.             Reliabilitas orang yang diperiksa.
Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit atau penyakit dalam masa tunas.
Misalnya lelah, kurang tidur, marah, sedih, gembira, penyakit yang berat,
penyakit dalam masa tunas. Umumnya, variasi ini sulit diukur terutama faktor
psikis.

c.              Reliabilitas pemeriksa. Variasi pemeriksa dapat berupa :


1)             Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan yang
dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama.
2)             Variasi  eksterna,  merupakan  variasi  yang  terjadi  bila  satu
sediaan dilakukan pemeriksaan oleh beberapa orang. Upaya
untuk mengurangi berbagai variasi diatas dapat dilakukan dengan mengadakan:
a)             Standarisasi reagen dan alat ukur.
b)             Latihan intensif pemeriksa.
c)             Penentuan kriteria yang jelas
d)            Penerangan kepada orang yang diperiksa.
e)             Pemeriksaan dilakukan dengan cepat.

Pengukuran  yang  telah  dilakukan  memiliki  empat  kemungkinan


pada  hasil pengukurannya yaitu:
1.             Tepat & teliti (valid – reliabel): good precision & good accuracy.
2.             Teliti tapi tidak tepat (valid tapi tidak reliabel): good  accuracy  &  poor
precision.
3.             Tidak teliti tapi tepat (tidak valid tapi reliabel): poor  accuracy  &  good
precision.
4.             Tidak teliti & tidak tepat (tidak valid & tidak reliabel): poor  accuracy
& poor  precision.
Tidak teliti = tidak valid = Bias.

F.            CONTOH SKRINING
1.             Mammografi untuk Ca mammae
Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker yang paling
banyak menyebabkan kematian pada penderitanya. Di Indonesia, kanker
payudara  menempati  urutan  kedua  penyebab  kematian  tertinggi
perempuan Indonesia (Primartha dan Fathiyah, 2013).
Salah satu metode pemeriksaan kanker
payudara adalah mammografi. Mammografi  merupakan metode skrining kanker p
ayudara yang dapat mengidentifikasi kanker beberapa tahun sebelum gejala-
gejala fisik penyakit tersebut muncul (Keles dan Yafuz,
2011). Mammografi  adalah pemeriksaan radiologi khusus menggunakan sinar- X
dosis rendah untuk mendeteksi kelainan pada payudara seperti benjolan yang
dapat dirasakan (Putra, et al., 2009).

2.             Pap Smear  untuk Ca cervix


Kanker leher rahim (kanker serviks) merupakan
penyakit keganasan ginekologik   yang  menimbulkan  masalah  dalam  kesehatan 
kaum  wanita terutama di negara berkembang. Kanker ini mulai ditemukan di
usia 25- 34
tahun   dan   puncaknya   pada   usia   45-   54   tahun   (Kusuma,   2004). Pemerik
saan   pap   smear   dilakukan   untuk   mendeteksi   perubahan–
perubahan  prakanker  yang  mungkin  terjadi  pada  serviks.  Uji  ini  bisa
dilakukan pada semua wanita yang berusia antara 20- 64 tahun (Indrawati, 2009).
Tes pap smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio
untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau
porsio (displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker
(Rasjidi, Irwanto, Sulistyanto, 2008).
Pap smear merupakan metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari
leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear
merupakan tes yang aman dan murah serta telah di pakai bertahun-tahun
lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel leher
rahim  (Diananda,  2009).  Menurut  Dalimartha  2004,  pemeriksaan  ini
mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit, serta bisa dilakukan setiap saat,
kecuali pada saat haid.

3.             VCT untuk HIV/AIDS
Salah satu pintu masuk untuk mendeteksi infeksi HIV adalah melalui
kegiatan konseling dan tes HIV. Kegiatan ini terbukti sangatlah bernilai
tinggi dalam pelayanan kesehatan dan dukungan yang dibutuhkan dan
memungkinkan intervensi yang aman dan efektif terutama dalam pencegahan
penularan dari ibu ke anak (Anonim, 2012).
Konseling dan tes HIV tersedia dalam berbagai situasi dengan
menggunakan  pendekatan  sukarela  (VCT=  Voluntary  Counseling  Test). Sasar
an kegiatan VCT adalah masyarakat yang
ingin mengetahui status HIV/AIDS dan mencegah penularan, masyarakat yang
berperilaku risiko
tinggi  seperti  sering  berganti  pasangan  dan  pengguna  narkoba  jarum
suntik. Kegiatan VCT didahului oleh konseling pra tes dan diakhiri
konseling pasca tes (WHO-UNAIDS, 2009).

4.             Uji latih jantung  untuk mendeteksi penyakit jantung koroner


Uji latih jantung merupakan suatu uji latihan fisik yang dipergunakan
untuk mengukur kondisi kardiovaskuler dengan mendeteksi perubahan
hemodimamika, iskemia, dan gangguan irama jantung yang berhubungan
dengan aktivitas fisik tersebut. Uji latih jantung merupakan suatu uji stres
fisiologis  yang  bertujuan  memunculkan  ketidaknormalan  kerja  jantung yang  
bersifat  laten  atau  yang  tidak  terjadi  pada  saat  istirahat.  (Heger, 1995).
Sebelum   dilakukan   uji   latih   jantung   terhadap   penderita,   perlu
dilakukan persiapan khusus antara lain penderita tidak diperbolehkan
makan atau merokok paling sedikit 2-3 jam sebelum uji latih dilaksanakan serta
tidak melakukan pekerjaan berat selama 12 jam sebelumnya. Pemakaian  obat  ya
ng  dapat  mengganggu  respons  latihan  serta
menimbulkan keraguan interpretasi terhadap uji latih juga harus dihentikan
dalam 24 jam sebelum dilakukan uji latih. Hal yang penting untuk
dilakukan adalah anamnesis serta pemeriksaan fisik untuk menghindari
kemungkinan   adanya   kontraindikasi,   penjelasan   mengenai   prosedur
latihan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi serta dilakukannya E
K G standar 12 sadapan (kad) ketika istirahat sebelum latihan dimulai
(Verani, 2000). Peralatan yang paling sering digunakan adalah treadmill  dan
sepeda ergometer.
Pemantauan keadaan jantung pada uji latih jantung dapat dilakukan dengan
memakai elektrokardiografi, ekokardiografi, atau perfusion
imaging.    Pemantauan   keadaan   jantung   pada   saat   uji   latih   jantung
dilakukan  untuk  menentukan  diagnosis  bagi  penderita.  Informasi  dasar yang  
diperlukan  meliputi  data  sebelum,  selama  dan  sesudah  uji  latih jantung
dilakukan. Sebuah perangkat elektrokardiograf yang penampil outputnya
berupa plotter akan menampilkan hasil perekaman pada sebuah kertas grafik
millimeter blok seperti pada gambar berikut:

BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
1.             Skrining merupakan upaya pengenalan penyakit atau kelainan yang belum
diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang
dapat  secara  cepat  membedakan  orang  yang  tampak  sehat  benar-benar
sehat  dengan  orang  yang  tampak  sehat  tetapi  sesungguhnya  menderita
kelainan.
2.             Skrining  bertujuan  untuk  medeteksi  penyakit  sedini  mungkin  sehingga
dapat menurunkan angka kesakitan, dan kematian, serta meningkatkan kulaitas
hidup.
3.             Syarat   skrining   antara   lain,   masalah   kesehatan   tersebut   merupakan
masalah kesehatan yang berarti dengan kata lain mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat secara luas, tersedianya obat yang potensial untuk
menyembuhkan penyakit tersebut, tersedia fasilitas dan biaya untuk
diagnosis pasti, adanya standar yang telah disepakati, dimungkinkan untuk
dilakukan   pemantauan   kepada   individu   yang   positif   terkena   suatu
penyakit.
4.             Macam  skrining  dibagi  berdasarkan  sasaran  atau  populasi  yang  akan  di
skrining.
5.             Validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk
membedakan antara orang yang sakit dan orang yang
tidak sakit. Sedangkan    reabilitas dalam skrining merupakan ukuran konsistensi
berdasarkan orang dan waktu.

B.            SARAN
Bagi para pembaca di harapkan untuk memberikan saran yang bersifat
mendukung demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

A.Keles & U. Yafuz. 2011. “Expert system based on neuro-fuzzyrules for diagnosis


breast cancer”. Expert  system  with  Application, 38 (5), pp. 5719-5726.

Anonim. 2012. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.


Available at : http:
//spriritia.or.id/Stats/Stat..curr.pdf  diakses  pada  tanggal  26  Oktober 2016.

Azwar S. 2014. Psikologi Inteligensi.


Yogyakarta Badan  Penelitian  dan  Pengembangan  Kesehatan.  2007.  Riset  Kes
ehatan  Dasar 2007. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Badan  Penelitian  dan  Pengembangan  Kesehatan.  2013.  Riset  Kesehatan  Dasar 201


3. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Budiarto dan Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta : EGC Bustan,


M.N.2006 . Pengantar Epidemiologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Chandra,  Budiman.  2009.  Ilmu   Pencegahan   Kedokteran    Komunitas.  Jakarta  :
EGC

Dalimartha  S.  2004.  Deteksi  Dini  Kanker  dan  Simplisia  Anti  Kanker.  Jakarta: Pe
nebar Swadya.

Gary Growth, Marnat. 2009. Handbook  of  Psychological  Assessment. Yogyakarta : Pu


stakaPelajar

Hackl,  Franz.,  Martin  Halla,  Michael  Hummer,  Gerald  J.  Pruckner.  2012.  “The
Effectiveness of Health Screening”. IZA Discussion Paper, No. 6310.

Indrawati  M.  2009.  Bahaya  Kanker  bagi  Wanita  dan  Pria  Cetakan  Pertama. Ja


karta : Pendidikan Untuk Kehidupan.

Kusuma  H.  W.  2004.  Atasi  Kanker  Dengan  Tanaman  Obat.  Jakarta  :  PT  Niaga Sw
adaya. Metodologi Penelitian Kebidanan: Panduan Penulisan Protokol
dan Laporan  Prof. Dr. Buchari Lapau, dr. MPH.2015

Morton,  Richard.  2009.  Panduan  Studi  Epidemiologi  dan  Biostatistik.  Jakarta:


EGC. Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Primartha,  R  dan  Fathiyah,  N.  2013.  “Sistem  Pakar  Fuzzy  untuk  Diagnosis
Kanker Payudara Menggunakan Metode Madani”. Jurnal  Generik, Vol. 8, No 1,
pp 190- 197.

Putra. D K, Santoso. I, Zahra A.A. 2009. Identifikasi Kanker Pada


Citra Mammografi  Menggunakan Metode  Wavelet Haar. Jurusan
Teknik elektro : Universitas Diponegoro

Rasjidi,  I.Irwanto,  Y.   Sulistyanto,  H.  2008.   Modalitas   Deteksi   Dini   Kanker Se


rviks. Jakarta : Sagung Seto.

Riani, Emy, Agus Triwinarto dan Rasumawati. 2009. Buku Ajar Epidemiologi dalam


Kebidanan. Jakarta : CV. Trans Info Media

Sarwani, Dwi. 2007. Dasar Epidemiologi. Purwokerto: UNSOED PRESS. Sukardi,


2009. Metodologi penelitian pendidikan: kompetensi dan praktiknya
Sulistiani,  Karlina  dkk.  2012.  Pelaksanaan  Kegiatan   Skrinning/Deteksi  Aktif
Kasus PTM  yang  Dilakukan oleh
Dinas  Kesehatan Kota Bogor. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Verani  MS.  (2000)  "Exercise  Perfusion  Testing  in  The  Diagnosis  of  Coronary
Heart Disease". http//www.uptodate.com. 8: 3

Anda mungkin juga menyukai