PEMBAHASAN
B. TUJUAN SKRINING
Menurut Morton (2009), tujuan skrining adalah mencegah penyakit atau aki
bat penyakit dengan mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik
dalam riwayat alamiah ketika proses penyakit dapat diubah melalui
intervensi. Bustan (2006) memiliki pendapat yang berbeda mengenai tujuan
dilakukannya skrining yaitu :
1. Mendapatkan mereka yang menderita sedini mungkin sehingga dapat dengan
segera memperoleh pengobatan,
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat,
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini
mungkin,
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang
sifat penyakit dan selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini,
5. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinisi dan
peneliti.
C. SYARAT – SYARAT SKRINING
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi
beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan
persyaratan suatu tes penyaringan, berikut ini merupakan syarat-syarat
skrining menurut Noor (2008).
1. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti
dalam masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat
tersebut,
2. Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan
penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat
atau kekuatan
3. Tersedianya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang
dinyatakan positif serta tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan positif melalui diagnosis klinis,
4. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cu
kup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
5. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standar
untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining berkurang atau
malah bertambah frekuensi endemiknya,
6. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan
harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum,
7. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan
pasti,
8. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka ya
ng dinyatakan menderita penyakit tersebut,
9. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada
titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa
melakukan tes tersebut,
10. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap
penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.
Keberhasilan suatu tes skrining berhubungan dengan tujuan skrining.
D. MACAM – MACAM SKRINING
Macam skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan d
i skrining yaitu sebagai berikut.
1. Mass screening
Skrining yang dilakukan pada seluruh populasi. Misalnya, mass X-ray
survey atau blood pressure skrining pada seluruh masyarakat yang
berkunjung pada pelayanan kesehatan.
2. Selective screening
Populasi tertentu menjadi sasaran dari jenis skrining ini, dengan target
populasi berdasarkan pada risiko tertentu. Tujuan selective screening pada
kelompok risiko tinggi untuk mengurangi dampak negatif dari skrining.
Contohnya, Pap’s smear skrining pada wanita usia > 40 tahun untuk
mendeteksi Ca Cervix, atau mammography skrining untuk wanita yang
punya riwayat keluarga menderita Ca.
3. Single disease screening
5. Multiphasic screening
Pemeriksaan skrining untuk beberapa penyakit pada satu kunjungan waktu
tertentu. Jenis skrining ini sangat sederhana, mudah dan murah serta
diterima secara luas dengan berbagai tujuan seperti pada evaluasi
kesehatan dan asuransi. Sebagai contoh adalah pemeriksaan kanker disertai
dengan pemeriksaan tekanan darah, gula darah dan kolesterol.
E. TES SKRINING
Tes ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam epidemiologi
untuk mengetahui prevelensi suatu penyakit yang tidak dapat di diagnosis ata
u keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada suatu individu atau
masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang
memerlukan penanganan segara. Namun dengan demikian masih harus
dilengkapi dengan pemeriksaaan lain untuk menentukan
diagnosis definit (Chandra, 2009).
1. Karakteristik tes skrining
Untuk keberhasilan suatu program skrining, ketersediaan tes skrining
juga diperlukan selain juga harus memiliki kriteria penyakit yang cocok
untuk di skrining. Tes skrining seharusnya juga tidak mahal, mudah
dilaksanakan dan memberikan ketidaknyamanan yang minimal pada
pasien. Dan juga hasil skrining haruslah valid dan konsisten (Sarwani, 2007).
a. Validitas
Validitas adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur
apa yang hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin Azwar
(2014) bahwa validitas mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau
skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Sedangkan validitas
dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan antara oran
g yang sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas mempunyai
dua komponen yaitu :
1) Sensitivitas
Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk
menunjukan secara tepat individu-individu yang menderita
penyakit atau besarnya probabilitas seseorang yang sakit akan
memberikan hasil tes positif pada
tes diagnostik tersebut. Sensitivitas merupakan true positive rate (TPR)
dari suatu tes diagnostik.
2) Spesifisitas
Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk menunjukan secara
tepat individu-individu yang tidak menderita
sakit. Besarnya probabilitas seseorang yang
tidak sakit atau sehat akan memberikan hasil tes negatif pada tes diagnostik. S
ensitivitas merupakan true negative rate (TNR) dari suatu tes diagnostik.
Sensitivitas dan spesifisitas merupakan komponen ukuran dalam
validitas, selain itu terdapat pula ukuran-ukuran lain dalam validitas yaitu :
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar- benar
menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang
sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak
sakit dengan hasil test yang negatif pula.
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang
sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil test negatif.
Penduduk
Hasil uji Dengan penyakit Tanpa penyakit
Mempunyai penyakit dan alat Tidak mempunyai
TN/TN+FP
Positif A B A+B
Negatif C D C+D
Total A+C B+D A+B+C+D
Rumus Sensitivitas =
Negatif Palsu (false negative rate) =
Spesifitas =
Positif palsu (false positive rate) =
Keterangan :
a = true positif individu dengan test skrining positif dan benar salah
b = false positif individu dengan test positif dan sebenarnya tidak sakit
c = false negatif individu dengan test skrining negatif tapi sebenarnya sakit
d = true negatif individu dengan test skrining ndgatif dan benar tidak sakit
Contoh :
Pada tabel di bawah ini di tunjukan 100 orang yang menderita penyakit, 80
orang didefinisikan positif menderita sakit oleh alat uji dan 20
orang dinyatakan negatif menderita sakit oleh alat uji,dari datainidapat
dihitung bahwa sensitivitas nya adalah 80/100*100% =80%
Dari 900 orang yang tidak mengalami sakit, alat uji mengidentifikasi 800
orang negatif menderita sakit. Jadi spesifikasinya adalah 800/900*100% =
89%
b. Reliabilitas orang yang diperiksa.
Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit atau penyakit dalam masa tunas.
Misalnya lelah, kurang tidur, marah, sedih, gembira, penyakit yang berat,
penyakit dalam masa tunas. Umumnya, variasi ini sulit diukur terutama faktor
psikis.
F. CONTOH SKRINING
1. Mammografi untuk Ca mammae
Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kanker yang paling
banyak menyebabkan kematian pada penderitanya. Di Indonesia, kanker
payudara menempati urutan kedua penyebab kematian tertinggi
perempuan Indonesia (Primartha dan Fathiyah, 2013).
Salah satu metode pemeriksaan kanker
payudara adalah mammografi. Mammografi merupakan metode skrining kanker p
ayudara yang dapat mengidentifikasi kanker beberapa tahun sebelum gejala-
gejala fisik penyakit tersebut muncul (Keles dan Yafuz,
2011). Mammografi adalah pemeriksaan radiologi khusus menggunakan sinar- X
dosis rendah untuk mendeteksi kelainan pada payudara seperti benjolan yang
dapat dirasakan (Putra, et al., 2009).
3. VCT untuk HIV/AIDS
Salah satu pintu masuk untuk mendeteksi infeksi HIV adalah melalui
kegiatan konseling dan tes HIV. Kegiatan ini terbukti sangatlah bernilai
tinggi dalam pelayanan kesehatan dan dukungan yang dibutuhkan dan
memungkinkan intervensi yang aman dan efektif terutama dalam pencegahan
penularan dari ibu ke anak (Anonim, 2012).
Konseling dan tes HIV tersedia dalam berbagai situasi dengan
menggunakan pendekatan sukarela (VCT= Voluntary Counseling Test). Sasar
an kegiatan VCT adalah masyarakat yang
ingin mengetahui status HIV/AIDS dan mencegah penularan, masyarakat yang
berperilaku risiko
tinggi seperti sering berganti pasangan dan pengguna narkoba jarum
suntik. Kegiatan VCT didahului oleh konseling pra tes dan diakhiri
konseling pasca tes (WHO-UNAIDS, 2009).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Skrining merupakan upaya pengenalan penyakit atau kelainan yang belum
diketahui dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang
dapat secara cepat membedakan orang yang tampak sehat benar-benar
sehat dengan orang yang tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita
kelainan.
2. Skrining bertujuan untuk medeteksi penyakit sedini mungkin sehingga
dapat menurunkan angka kesakitan, dan kematian, serta meningkatkan kulaitas
hidup.
3. Syarat skrining antara lain, masalah kesehatan tersebut merupakan
masalah kesehatan yang berarti dengan kata lain mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat secara luas, tersedianya obat yang potensial untuk
menyembuhkan penyakit tersebut, tersedia fasilitas dan biaya untuk
diagnosis pasti, adanya standar yang telah disepakati, dimungkinkan untuk
dilakukan pemantauan kepada individu yang positif terkena suatu
penyakit.
4. Macam skrining dibagi berdasarkan sasaran atau populasi yang akan di
skrining.
5. Validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk
membedakan antara orang yang sakit dan orang yang
tidak sakit. Sedangkan reabilitas dalam skrining merupakan ukuran konsistensi
berdasarkan orang dan waktu.
B. SARAN
Bagi para pembaca di harapkan untuk memberikan saran yang bersifat
mendukung demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Anti Kanker. Jakarta: Pe
nebar Swadya.
Hackl, Franz., Martin Halla, Michael Hummer, Gerald J. Pruckner. 2012. “The
Effectiveness of Health Screening”. IZA Discussion Paper, No. 6310.
Kusuma H. W. 2004. Atasi Kanker Dengan Tanaman Obat. Jakarta : PT Niaga Sw
adaya. Metodologi Penelitian Kebidanan: Panduan Penulisan Protokol
dan Laporan Prof. Dr. Buchari Lapau, dr. MPH.2015
Primartha, R dan Fathiyah, N. 2013. “Sistem Pakar Fuzzy untuk Diagnosis
Kanker Payudara Menggunakan Metode Madani”. Jurnal Generik, Vol. 8, No 1,
pp 190- 197.
Verani MS. (2000) "Exercise Perfusion Testing in The Diagnosis of Coronary
Heart Disease". http//www.uptodate.com. 8: 3