EPIDEMIOLOGI INTERMEDIET
SKRINING
Disusun oleh:
Kelompok D
UNIVERSITAS INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan
tugas penulisan makalah dengan topik diskusi “Skrining” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Epidemiologi Intermediet.
Makalah ini kami buat dengan referensi berupa buku, jurnal, maupun website yang
berkaitan dengan materi yang dikaji. Kami sadar bahwa pada makalah kami ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan pembaca.
13 Oktober 2023
Tim Penulis
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Epidemiologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari distribusi dan determinan
penyakit dalam populasi serta upaya untuk mencegah dan mengendalikan penyakit. Salah satu
aspek penting dalam epidemiologi adalah skrining epidemiologi, yang merupakan metode
penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.
Skrining epidemiologi adalah proses sistematis untuk mendeteksi penyakit atau kondisi
kesehatan tertentu dalam populasi yang tampaknya sehat atau memiliki risiko rendah.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kasus dini penyakit atau kondisi tersebut sehingga
intervensi medis atau tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih awal, dengan harapan
meningkatkan prognosis dan kualitas hidup pasien.
Materi skrining epidemiologi mencakup berbagai aspek yang sangat penting dalam
pemahaman dan pelaksanaan skrining kesehatan. Ini mencakup penilaian efektivitas skrining,
perbedaan antara skrining primer dan skrining sekunder, pertimbangan etika dalam skrining,
serta statistik dan analisis data yang terkait dengan evaluasi hasil skrining.
Dalam materi ini, kita akan menjelajahi konsep dasar skrining epidemiologi, alasan
pentingnya, bagaimana mengidentifikasi populasi target, alat dan tes yang digunakan dalam
skrining, serta evaluasi hasil skrining. Selain itu, kita akan memahami peran penting perbedaan
jenis skrining dalam deteksi dini penyakit seperti kanker, penyakit jantung, dan penyakit
menular. Materi ini juga akan memberikan wawasan tentang bagaimana merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program skrining kesehatan yang efektif dalam masyarakat.
Dengan pemahaman yang baik tentang materi skrining epidemiologi, kita dapat berperan
aktif dalam upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Skrining mengacu pada penggunaan tes sederhana pada populasi yang tampaknya sehat
untuk mengidentifikasi individu yang memiliki faktor risiko atau tahap awal penyakit,
tetapi belum memiliki gejala (WHO).
Skrining adalah proses mengidentifikasi orang sehat yang mungkin memiliki risiko
lebih tinggi terhadap suatu penyakit atau kondisi. Penyedia skrining kemudian menawarkan
informasi, tes lebih lanjut, dan pengobatan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko atau
komplikasi yang mungkin terjadi. (Komite Skrining Nasional Inggris
https://www.gov.uk/guidance/nhs-population-screening-explained).
3
C. Pengembangan Kriteria Skrining:
Memilih metode skrining yang sesuai adalah langkah penting. Metode skrining
dapat mencakup tes laboratorium, pemeriksaan fisik, kuesioner, atau kombinasi dari
berbagai pendekatan.
E. Implementasi Skrining:
F. Pengumpulan Data:
Data dari hasil skrining harus dikumpulkan dan dianalisis. Ini termasuk hasil tes,
informasi demografis, geografis, dan faktor-faktor lain yang relevan.
G. Interpretasi Hasil:
H. Pemberian Hasil:
Hasil skrining harus diberikan kepada individu atau populasi yang telah diskrining.
Jika hasil positif, tindakan lebih lanjut seperti konfirmasi diagnosis atau perawatan
dapat direkomendasikan.
4
I. Tindak Lanjut dan Manajemen Kasus:
Jika hasil skrining positif, individu atau populasi tersebut mungkin perlu menjalani
tindak lanjut yang lebih intensif, termasuk diagnosis lebih lanjut, pengobatan,
isolasi, atau karantina.
J. Evaluasi Skrining:
Tes dalam proses skrining merupakan komponen penting untuk mengidentifikasi individu
atau populasi yang mungkin memiliki risiko tertentu terhadap suatu penyakit atau kondisi.
Jenis tes yang digunakan dalam skrining dapat bervariasi tergantung pada tujuan skrining
dan jenis penyakit yang ditargetkan. Berikut adalah beberapa jenis tes yang biasanya
digunakan dalam proses skrining:
A. Tes Laboratorium:
Ini termasuk pemeriksaan darah, urin, atau cairan tubuh lainnya. Contohnya adalah tes
darah untuk mendeteksi kadar gula darah tinggi dalam skrining diabetes atau tes darah
untuk mendeteksi antibodi tertentu dalam skrining penyakit menular seperti HIV atau
hepatitis.
B. Pemeriksaan Fisik:
5
Pemeriksaan fisik melibatkan evaluasi fisik oleh seorang profesional medis. Ini bisa
mencakup pemeriksaan fisik rutin oleh dokter, pemeriksaan mata oleh optometris, atau
pemeriksaan payudara oleh ahli mammografi.
C. Pemeriksaan Radiologi:
Pemeriksaan radiologi seperti sinar-X, mamografi, atau CT scan dapat digunakan dalam
skrining untuk melihat kondisi internal tubuh, seperti kanker atau penyakit paru-paru.
D. Ultrasonografi:
E. Pemeriksaan Genetik:
Pemeriksaan genetik atau tes DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko
genetik terhadap penyakit tertentu, seperti tes BRCA untuk risiko kanker payudara atau
tes kariotipe prenatal untuk cacat genetik.
F. Tes Kuesioner:
Tes kuesioner atau wawancara dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi dari
individu atau populasi yang akan diskrining. Contohnya adalah kuesioner yang
digunakan untuk menilai gejala depresi atau kebiasaan merokok.
Tes visual seperti pemeriksaan mata untuk melihat kemampuan penglihatan atau tes
pendengaran untuk mendeteksi gangguan pendengaran.
Tes kebugaran fisik dapat digunakan dalam skrining untuk mengukur tingkat kebugaran
seseorang atau menilai risiko penyakit kardiovaskular.
6
I. Tes Psikologi atau Psikiatri:
Tes psikologi atau psikiatri dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental dan
mengidentifikasi masalah seperti gangguan kecemasan atau depresi.
Penting untuk dicatat bahwa hasil positif dari tes skrining belum tentu berarti
seseorang pasti memiliki penyakit tersebut. Tes skrining biasanya memiliki tingkat
sensitivitas dan spesifisitas tertentu, yang berarti ada kemungkinan hasil palsu positif
atau palsu negatif. Oleh karena itu, jika hasil tes skrining positif, biasanya diperlukan
tes konfirmasi lebih lanjut untuk diagnosis yang lebih akurat.
Selain itu, pemilihan tes dan kriteria skrining harus didasarkan pada bukti
ilmiah dan panduan medis yang terbaru untuk memastikan bahwa skrining efektif
dalam mengidentifikasi risiko penyakit tanpa memberikan tekanan berlebihan pada
individu atau populasi yang diskrining.
Diagnosis dan skrining adalah dua konsep yang berbeda dalam konteks medis
dan kesehatan. Berikut adalah perbedaan utama antara diagnosis dan skrining:
A. Definisi:
a. Diagnosis: Diagnosis adalah proses identifikasi penyakit atau kondisi medis
tertentu pada individu berdasarkan gejala, tanda-tanda, pemeriksaan fisik, dan
tes medis. Tujuan utama diagnosis adalah untuk mengidentifikasi penyebab
konkret dari masalah kesehatan yang dialami oleh individu dan menetapkan
nama penyakit atau kondisi tersebut.
b. Skrining: Skrining adalah proses pengujian atau pemeriksaan awal pada
individu atau populasi yang tidak memiliki gejala klinis tertentu untuk
mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi atau yang mungkin memiliki
penyakit tertentu pada tahap awal. Skrining bertujuan untuk mendeteksi
penyakit atau risiko kesehatan sebelum gejala muncul.
B. Tujuan:
7
a. Diagnosis: Tujuan diagnosis adalah untuk mengonfirmasi keberadaan suatu
penyakit atau kondisi pada individu yang mengalami gejala atau masalah
kesehatan tertentu. Diagnosis membantu dalam perawatan dan pengelolaan
penyakit.
b. Skrining: Tujuan skrining adalah untuk mendeteksi risiko atau penyakit pada
tahap awal, bahkan sebelum gejala muncul. Hal ini membantu dalam
mengidentifikasi populasi berisiko tinggi yang memerlukan tindak lanjut lebih
lanjut.
C. Penggunaan Tes:
a. Diagnosis: Diagnosis melibatkan penggunaan tes medis dan pemeriksaan yang
lebih spesifik dan terfokus untuk mengkonfirmasi keberadaan penyakit
tertentu. Tes ini sering lebih detail dan mahal.
b. Skrining: Skrining menggunakan tes yang lebih umum dan luas untuk
mengidentifikasi individu atau populasi yang mungkin memiliki risiko. Tes
skrining biasanya lebih sederhana dan kurang invasif.
D. Sasaran Individu:
a. Diagnosis: Diagnosis ditujukan kepada individu yang telah mengalami gejala
atau masalah kesehatan tertentu dan mencari bantuan medis.
b. Skrining: Skrining ditujukan kepada individu atau populasi yang tidak
memiliki gejala klinis tertentu, tetapi berisiko terkena penyakit atau kondisi
tertentu berdasarkan faktor-faktor tertentu seperti usia, riwayat keluarga, atau
faktor risiko lainnya.
E. Waktu:
a. Diagnosis: Diagnosis biasanya dilakukan setelah munculnya gejala klinis dan
individu mencari perawatan medis.
b. Skrining: Skrining dilakukan sebelum munculnya gejala atau pada tahap awal
penyakit untuk mendeteksi risiko atau penyakit sebelum gejala berkembang.
F. Contoh:
a. Diagnosis: Misalnya, seorang individu yang mengalami gejala demam, batuk,
dan sesak napas menjalani tes COVID-19 untuk mengkonfirmasi diagnosis jika
hasil tes positif.
8
b. Skrining: Sebagai contoh, skrining mamografi rutin digunakan pada wanita
dalam kelompok usia tertentu untuk mendeteksi kanker payudara pada tahap
awal, bahkan jika mereka tidak memiliki gejala.
Pemilihan jenis penyakit yang tepat untuk dilakukan skrining bergantung pada beberapa
faktor, termasuk prevalensi penyakit, efektivitas tes skrining, kelayakan ekonomis, dan
dampak sosial dan klinis penyakit tersebut. Beberapa jenis penyakit yang sering kali
menjadi kandidat untuk skrining termasuk:
a. Kanker: Skrining kanker adalah yang paling umum dan termasuk kanker payudara,
kanker usus besar (kolorektal), kanker serviks (leher rahim), dan kanker paru-paru.
Skrining kanker bertujuan untuk mendeteksi kanker pada tahap awal ketika pengobatan
lebih efektif.
b. Penyakit Jantung: Skrining penyakit jantung melibatkan pemeriksaan faktor risiko
seperti tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan diabetes. Ini membantu dalam
mengidentifikasi individu dengan risiko tinggi penyakit jantung.
c. Penyakit Menular: Skrining penyakit menular seperti HIV, hepatitis B, dan sifilis
digunakan untuk mendeteksi infeksi pada individu yang mungkin tidak memiliki gejala,
tetapi berisiko tertular.
d. Penyakit Genetik: Skrining genetik dapat digunakan untuk mendeteksi risiko kelahiran
bayi dengan cacat genetik atau penyakit genetik seperti sindrom Down.
e. Penyakit Mata: Skrining mata termasuk pemeriksaan penglihatan untuk anak-anak dan
orang dewasa, serta tes glukosa dalam cairan mata untuk mendeteksi diabetes.
f. Penyakit Mental: Skrining kesehatan mental dapat digunakan untuk mengidentifikasi
masalah seperti depresi, kecemasan, atau gangguan bipolar.
9
g. Penyakit Autoimun: Skrining penyakit autoimun seperti lupus atau penyakit tiroid
autoimun dapat membantu dalam diagnosis dini dan pengelolaan penyakit.
h. Penyakit Pernapasan: Skrining penyakit pernapasan seperti sleep apnea atau penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) dapat membantu dalam diagnosis dan manajemen
kondisi ini.
i. Penyakit Menular dan Vaksinasi: Skrining dan vaksinasi umumnya digunakan untuk
melawan penyakit menular seperti influenza, pneumonia, dan penyakit lainnya.
j. Osteoporosis: Skrining untuk osteoporosis melibatkan pengukuran kepadatan tulang
dan digunakan untuk mendeteksi risiko patah tulang.
Pemilihan penyakit untuk skrining harus didasarkan pada bukti ilmiah yang kuat,
dan penting untuk mempertimbangkan manfaat serta risiko skrining. Skrining yang efektif
dapat mengidentifikasi penyakit pada tahap awal, yang sering kali memungkinkan
intervensi dan perawatan yang lebih efektif. Namun, skrining yang tidak efektif atau tidak
tepat dapat mengarah pada hasil palsu dan biaya yang tidak perlu. Oleh karena itu,
keputusan mengenai jenis penyakit yang akan diskrining harus dibuat berdasarkan
pedoman medis dan kesehatan masyarakat yang relevan.
Syarat-syarat untuk melakukan skrining dapat bervariasi tergantung pada jenis penyakit
yang akan diskrining, populasi yang ditargetkan, dan panduan medis yang berlaku. Namun,
ada beberapa prinsip umum yang sering menjadi pertimbangan dalam menentukan apakah
suatu skrining harus dilakukan. Berikut adalah beberapa syarat umum yang biasanya harus
dipertimbangkan:
a. Terdapat Penyakit atau Kondisi yang Dapat Dideteksi Secara Dini: Skrining biasanya
hanya bermanfaat jika ada penyakit atau kondisi yang dapat dideteksi pada tahap awal,
sebelum gejala klinis muncul. Contohnya adalah skrining kanker payudara yang dapat
mendeteksi tumor sebelum terasa sebagai benjolan.
b. Terdapat Bukti Efektivitas Skrining: Skrining harus didasarkan pada bukti ilmiah yang
kuat yang menunjukkan bahwa tes atau metode skrining tertentu efektif dalam
10
mendeteksi penyakit atau kondisi pada tahap awal dan bahwa manfaatnya lebih besar
daripada risikonya.
c. Penyakit atau Kondisi Memiliki Dampak yang Signifikan: Skrining sering lebih
bermanfaat jika penyakit atau kondisi yang ditargetkan memiliki dampak yang
signifikan pada kesehatan individu atau populasi yang bersangkutan. Dalam kasus
yang ekstrem, penyakit tersebut dapat mengancam jiwa.
d. Terdapat Perawatan yang Tersedia: Skrining harus diikuti oleh tindakan lebih lanjut
jika hasilnya positif. Jika tidak ada perawatan yang efektif atau tindak lanjut yang
tepat, skrining mungkin tidak bermanfaat.
e. Tes Skrining yang Tersedia dan Praktis: Tes atau metode skrining harus tersedia secara
luas dan praktis untuk diterapkan pada populasi yang ditargetkan. Ini termasuk
pertimbangan biaya, aksesibilitas, dan ketersediaan fasilitas medis.
f. Kriteria untuk Risiko atau Populasi Sasaran: Skrining harus ditujukan kepada populasi
atau individu yang memiliki risiko tertentu terhadap penyakit atau kondisi tersebut. Ini
dapat berdasarkan usia, faktor risiko, riwayat keluarga, atau kriteria lainnya.
g. Persetujuan dan Informasi: Individu yang akan diskrining harus diberikan informasi
yang memadai tentang manfaat, risiko, dan konsekuensi dari skrining. Pemahaman dan
persetujuan dari individu tersebut biasanya diperlukan.
h. Keamanan dan Etika: Proses skrining harus mematuhi prinsip-prinsip etika medis dan
harus dilakukan dengan aman, tanpa merugikan individu yang diskrining.
i. Pelacakan dan Manajemen Kasus Positif: Skrining harus diikuti oleh prosedur untuk
memantau dan mengelola kasus positif. Ini termasuk diagnosis lebih lanjut,
pengobatan, pemantauan, dan tindak lanjut yang sesuai.
j. Evaluasi dan Peningkatan Skrining: Skrining harus dievaluasi secara berkala untuk
memastikan efektivitasnya dan diperbaiki jika diperlukan.
Pemilihan syarat-syarat untuk skrining harus didasarkan pada panduan medis yang
diterima dan pertimbangan yang cermat terkait manfaat, risiko, dan etika skrining tersebut.
Keputusan untuk melakukan skrining biasanya melibatkan pertimbangan multidisiplin dan
pihak yang berwenang di bidang kesehatan masyarakat dan kedokteran.
11
Mass screening, atau skrining massal, adalah suatu pendekatan dalam kesehatan
masyarakat yang melibatkan pengujian atau pemeriksaan secara terorganisasi pada
sejumlah besar individu atau populasi yang tampaknya sehat atau tidak memiliki gejala
klinis tertentu. Tujuan utama dari mass screening adalah untuk mendeteksi penyakit atau
kondisi medis pada tahap awal, bahkan sebelum gejala muncul, dengan harapan bahwa
tindakan lebih lanjut dapat diambil untuk mencegah atau mengobati penyakit tersebut.
Pendekatan ini dapat digunakan untuk berbagai jenis penyakit dan kondisi kesehatan.
Single disease screening merupakan penyaringan yang hanya ditujukan pada satu jenis
penyakit. Misalnya, skrining terhadap penderita penyakit TBC, jadi lebih tertuju pada satu jenis
penyakit.
Case finding screening merupakan upaya dokter atau tenaga kesehatan untuk
menyelidiki suatu kelainan yang tidak berhubungan dengan kelompok pasien yang datang
untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Penderita yang datang dengan keluhan diare
kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap mamografi atau rontgen thorax.
12
evaluasi kesehatan dan asuransi. Contoh screening ini adalah pemeriksaan kanker disertai
dengan pemeriksaan tekanan darah, gula darah dan kolesterol.
Validitas merupakan derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang
hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin Azwar (2014) bahwa validitas
mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya.
Sedangkan validitas dalam skrining adalah kemampuan dari suatu alat untuk membedakan
antara orang yang sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas merupakan petunjuk tentang
kemampuan suatu alat ukur (test) untuk mengukur secara benar dan tepat pada yang akan
diukur. Validitas mempunyai dua komponen yaitu sensitivitas dan spesifisitas. Sebuah tes
skrining yang ideal adalah yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi yang berarti
validitasnya juga tinggi. Validitas sebuah tes skrining didasarkan atas akurasinya dalam
mengidentifikasi individu ke dalam sakit dan tidak sakit. Untuk tujuan ini sebuah tes skrining
harus dibandingkan dengan sebuah atau beberapa gold standard test yang menyatakan bahwa
seseorang adalah benar-benar sakit atau tidak sakit. Sayangnya gold standard test adalah
sebuah alat diagnostik yang sering kali kurang nyaman, mahal dan invasif. Besarnya nilai
sensitivitas dan spesifisitas tentunya ditentukan dengan alat diagnostic diluar tes skrining.
Kedua nilai tersebut saling mempengaruhi satu dengan lainnya, yakni bila sensitivitas
meningkat maka spesifisitas menurun, begitu juga sebaliknya. Untuk menentukan batas standar
yang digunakan dalam tes skrining, harus ditentukan tujuan skrining, apakah mengutamakan
tujuan skrining, apakah mengutamakan semua penderita terjaring termasuk yang tidak
menderita, atau mengarah pada mereka yang betul-betul sehat.
13
a. Reliabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh: Stabilitas reagen Stabilitas alat ukur
yang digunakan Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen dan
alat ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, sebelum digunakan hendaknya
kedua hasil tersebut diterima atau diuji ulang ketepatannya.
b. Reliabilitas orang yang diperiksa. Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit atau
penyakit dalam masa tunas. Misalnya lelah, kurang tidur, marah, sedih, gembira, penyakit yang
berat, penyakit dalam masa tunas. Umumnya, variasi ini sulit diukur terutama faktor psikis.
Pengertian efektivitas secara umum dapat diartikan seberapa jauh tercapainya suatu tujuan
yang terlebih dahulu ditentukan. Dimana kata efektivitas lebih mengacu pada tujuan yang telah
ditargetkan sebelumnya. Efektivitas ini sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan suatu
model pembelajaran yang digunakan. Menurut Mahmudi (2010), efektivitas adalah sejauh
14
mana unit yang dikeluarkan mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Nana Sudjana,
efektivitas dapat diartikan sebagai tindakan keberhasilan untuk mencapai tujuan tertentu yang
dapat membawa hasil belajar secara maksimal. Keefektifan pembelajaran berkenaan dengan
jalan dan upaya teknik ataupun strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan secara cepat
dan tepat.
Sensitivitas atau kepekaan adalah proporsi orang-orang yang benar-benar sakit yang ada dalam
populasi yang disaring. Sensitivitas mengacu pada kemampuan tes untuk mengidentifikasi
seseorang yang mengidap penyakit sebagai positif. Tes yang dengan sensitivitas tinggi berarti
hanya terdapat sedikit hasil negatif palsu, sehingga lebih sedikit kasus penyakit yang terlewat.
True positive adalah hasil yang secara akurat menentukan adanya penyakit dengan kata lain
pasien mengidap penyakit tersebut dan hasil tesnya positif.
True negatif adalah hasil yang secara akurat menentukan bahwa sebuah penyakit tidak ada atau
pasien tidak mengidap penyakit tersebut dan hasil tesnya negatif.
False positif adalah hasil dimana pasien tidak mengidap penyakit tersebut tetapi hasil tesnya
positif.
False negative adalah hasil dimana pasien mengidap penyakit tersebut tetapi hasil tesnya
negatif.
15
Bias adalah deviasi dari kebenaran. Perbedaan secara sistematis dari nilai sebenarnya terjadi
dalam bias, bias dikenal juga dengan systematic error. Bias dapat terjadi pada semua jenis
penelitian dan ini terjadi karena kesalahan di dalam perencanaan dan bagaimana penelitian
dilakukan. Bias dapat mengakibatkan hasil dari suatu penelitian dapat tidak dipercaya
(mempengaruhi akurasi dari hasil penelitian). Akurasi ini tidak dipengaruhi jumlah sampel
penelitian sehingga bias di dalam penelitian tidak dapat dikurangi dengan menambahkan
sampel dan tidak dapat diatasi dengan statistik.
Merupakan perbedaan hasil ukur oleh observer yang sama pada waktu yang berbeda pada
subjek yang sama.
Percent agreement adalah proporsi jumlah hasil penilaian yang sama antar observer diantara
semua yang dinilai dalam persen. Hasil penilaian antar observer maupun intra observer dapat
disajikan dalam tabulasi silang sebagai berikut:
Observer B
Observer A
+ -
+ a b a+b
- c d c+d
16
+ -
+ a b a+b
- c d c+d
Untuk meningkatkan reliabilitas suatu tes yang berskala data kategorikal dapat
dilakukan dengan cara menyederhanakan kategori. Contohnya hasil penilaian yang sebelumnya
5 kategori kemudian disederhanakan menjadi 2 kategori saja maka hasil perhitungan precent
agreement dan koefisien kappa akan menjadi lebih tinggi. Hal ini akan dibuktikan nanti pada
saat latihan menggunakan Stata.
17
25. Kappa berikan contoh perhitungannya dan interpretasi hasilnya
Merupakan ukuran yang menyatakan konsistensi pengukuran yang dilakukan dua orang
penilai (Rater) atau konsistensi antar dua metode pengukuran atau dapat juga mengukur
konsistensi antar dua alat pengukuran. Koefiseien Cohen’s kappa hanya diterapkan pada hasil
pengukuran data kualitatif (Kategorik).
Dimana :
Contoh :
Ada 50 orang yang melamar untuk mengajukan kridit perumahan. Ada dua orang penilai yang
menyatakan apakah seseorang layah mendapatkan kridit atau tidak. Hasil penilaian kelayakan
oleh dua orang penilai tampak pada tabel berikut:
18
Perubahan kemungkinan hasil pengukuran Layak = 50% x 60% = 30%
Positive predictive value (PPV) atau nilai ramal positif (NRP). Adalah proporsi pasien
yang tes nya positif dan betul menderita sakit. Dengan kata lain “Jika tes seseorang positif,
berapa probabilitas dia betul-betul menderita penyakit?” Rumus: PPV = a/(a+b).
Makin tinggi prevalensi penyakit dalam populasi, makin tinggi pula PPV. Dengan
demikian cara utama untuk menaikkan hasil dalam sebuah skrining adalah dengan
menargetkan tes pada kelompok orang yang berisiko tinggi menderita penyakit.
Contoh :
Skrining pada donor darah perempuan yang prevalensi HIV (+) adalah 0,01% (hanya 10 HIV
positif dari 100.000 donor perempuan). Test skrining memiliki sensitivitas 100% dan
spesifisitas 95%. Berapa PPV nya? Perhatikan tabel berikut:
19
Jadi, jika test seseorang positif:
● Probabilitas dia menderita penyakit (PPV) tergantung pada prevalensi penyakit pada
populasi di mana tes dilakukan, tetapi juga pada validitas tes (yakni sensitivitas dan
spesifisitas).
● Secara umum spesifisitas mempunyai pengaruh lebih besar terhadap nilai prediktif.
Predictive value negatif atau nilai ramal negatif (NRN). Adalah proporsi pasien yang
tes nya negatif dan betul-betul tidak menderita sakit. Bisa juga dikatakan “Jika tes seseorang
negatif, berapa probabilitas dia betul-betul tidak menderita penyakit?” Rumus: NPV = d/(c+d).
20
Predictive value negatif (NPV) = d/(c+d) = 20/820 = 2,44%
Predictive value dipengaruhi oleh prevalensi penyakit, sebagaimana terlihat dalam tabel
berikut:
21
Ada dua hal yang harus diperhatikan yakni: false positive (positif palsu) dan false negative
(negatif palsu).
● False positives, yakni mereka yang tesnya positif tetapi sebenarnya tidak berpenyakit.
● False negatives, yakni mereka yang tesnya negatif padahal sebenarnya mereka
berpenyakit.
22
BAB III
KESIMPULAN
Skrining epidemiologi adalah alat penting dalam bidang kesehatan masyarakat yang
digunakan untuk mendeteksi penyakit atau kondisi kesehatan tertentu secara dini dalam
populasi yang tampaknya sehat atau berisiko rendah. Dalam mengevaluasi peran dan manfaat
skrining epidemiologi, beberapa poin kunci dapat diambil sebagai kesimpulan:
23
Dengan kesadaran tentang manfaat, risiko, dan kendala yang terkait dengan skrining
epidemiologi, masyarakat dan profesional kesehatan dapat membuat keputusan yang lebih baik
tentang implementasi skrining dan berkontribusi pada peningkatan kesehatan populasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko & Anggraeni, Dewi. 2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC
CDC. 2012. Principles of Epidemiology in Public.
Najmah. 2019. Epidemiologi untuk Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Depok: Rajawali
PersSutrisna,Bambang : Pengantar Epidemiologi, PT Dian Rakyat, 1986
25