Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KONSEP LANJUT USIA DAN MASALAH LANSIA

DI INDONESIA

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun oleh:

1. Mohamad Fauzan P1337420617016

2. Sheilla Ratu Bagasandra Huntoro P1337420617075

PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan dari bayi sampai menjadi tua. Masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada manusia seseorang
mengalami kemunduruan fisik, mental dan social sedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Lansia
banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penangan
segera dan terintegrasi.
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah
mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi. Selain itu, lansia juga
masa dimana seseorang akan mengalami kemunduran dengan
sejalannya waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia seorang
dianggap memasuki masa lansia, yaitu ada yang menetapkan pada
umur 60 tahun, 65 tahun, dan ada juga yang 70 tahun. Tetapi Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa umur 65 tahun, sebagai
usia yang menunjukkan seseorang telah mengalami proses menua yang
berlangsung secara nyata dan seseorang itu telah disebut lansia.
Secara umum orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat
dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima
dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang
kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung
menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas
yang ada.
Keperawatan gerontik secara holistik menggabungkan aspek
pengetahuan dan ketrampilan dari berbagai macam disiplin ilmu dalam
mempertahankan kondisi kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual
lansia. Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi lansia ke arah
perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan
pada pemulihan kesehatan, memaksimalkan kualitas hidup lansia baik
dalam kondisi sehat, sakit maupun kelemahan serta memberikan rasa
aman, nyaman, terutama dalam menghadapi kematian. pengkajian
keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan
komunikasi data tentang klien. Proses keperawatan ini mencakup dua
langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber
skunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar
untuk diagnosa keperawatan. ( Potter & Perry, 2005 )

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diambil rumusan-rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah skrining pada lansia?
2. Apa saja tujuan dari skrining pada lansia?
3. Apa yang dimaksud skrining menggunakan indeks katz, indeks barthel,
pengkajian posisi dan keseimbangan serta pengkajian status kognitif?

C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan agar pembaca :
1. Mengetahui dan memahami pengertian skrining pada lansia
2. Mengetahui dan memahami tujuan dari skrining lansia
3. Mengetahui dan memahami skrining menggunakan indeks katz, indeks
barthel, pengkajian posisi dan keseimbangan serta pengkajian status
kognitif?

BAB II

ISI

A. Pengertian Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu
atau sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam
kategori yang diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit
(Rajab, 2009). Tes skrining merupakan salah satu cara yang
dipergunakan pada epidemiologi untuk mengetahui prevalensi suatu
penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan ketika angka
kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat berisiko
tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan
penanganan segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi dengan
pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif (Chandra, 2009).
Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk
menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya
secara tepat untuk tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan
tersebut dilaporkan dalam bentuk deskriptif ( Yang dan Embretson,
2007). Skrining bukanlah diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-
betul hanya didasarkan pada hasil pemeriksaan tes skrining tertentu,
sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan kemudian secara
terpisah, jika hasil dari skrining tersebut menunjukkan hasil yang positif
(Noor, 2008).
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk
menghambat proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah
“penyakit” untuk menyebut setiap peristiwa dalam proses penyakit,
termasuk perkembangannya atau setiap komplikasinya. Pada
umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat terpenuhi, yakni
penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan,
terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk
mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat
dimodifikasi, dan terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk
mencegah penyakit atau akibat-akibat penyakit (Morton, 2008).

Tujuan skrining :
Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009):
1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini
mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini
mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang
sifat penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap
gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan
peneliti.

Manfaat skrining :

Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya


yang dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif,
selain itu melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan
tentang sifat dan situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha
penanggulangan penyakit yang akan timbul. Skrining juga dapat
mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala ditemukan
sedangkan pengobatan lebih efektif ketika penyakit tersebut sudah
terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009).

B. Skrining pada lansia

Skrining pada lansia adalah mengidentifikasi ada tidaknya


penyakit atau kelainan yang sebelumnya tidak diketahui pada lansia
dengan menggunakan berbagai tes pemeriksaan fisik dan prosedur
lainnya, agar dapat memilah dari sekelompok lansia, mana yang
tergolong mengalami kelainan.Ciri-ciri skrining kesehatan usia lanjut
berdasarkan pengalaman sebaiknya diselenggarakan selaku kegiatan
kelompok, bersifat office-base (yaitu dilakukan di institusi misalnya di
puskesmas) dan mengingat tingkatannya yang sederhana, cukup bila
ditangani oleh kader terlatih (tidak mesti oleh petugas kesehatan
profesional). Jenis-jenis skrining secara sederhana tersebut dapat
digolongkan dalam:
a. Pengkajian faktor lingkungan (dapat dilakukan oleh petugas sosiomedis).
b. Skrining fisik (dapat dilakukan oleh dokter maupun perawat)
c. Skrining kejiwaan (dapat dilakukan oleh dokter/perawat)
d. Skrining ADL (dapat dilakukan oleh dokter/perawat)

Skrining seperti ini pada dasarnya selain bertujuan untuk dapat


menegakkan diagnosis, baik dari segi fisik maupun kejiwaan juga agar
dimungkinkan untuk melakukan tindak lanjut atas temuan yang didapat.
Selain itu, juga memungkinkan untuk dilakukannya tindakan rujukan
secara tepat (kolaborasi).Di negara maju, skrining pada umumnya
ditujukan pada penyakit kardiovaskuler, keganasan dan cerebravaskular
accident (CVA) seperti yang dijelaskan berikut :

a. Penyakit Hipertensi
Tindakan skrining sangat bermanfaat, baik terhadap hipertensi
sistolik maupun diastolik. Pencegahan akan dapat mengurangi resiko
timbulnya stroke, penyakit jantung, bahkan kematian. Dari hasil studi,
ditemukan bahwa bila 40 orang diobati dalam waktu 5 tahun akan dapat
mencegah satu kejadian stroke, pada hipertensi dilakukan pengkajian
secara lengkap (anamnesa dan pemeriksaan fisik) , skrining atau tes
saringan. Penyakit Jantung

Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan


fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan kelainan
jantung antara lain pemeriksaan EKG, treadmill, dan foto thoraks.

b. Penyakit Ginjal
Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan kelainan
ginjal adalah pemeriksaan laboratorium tes fungsi ginjal dan foto IVP.
c. Diabetes Melitus
Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan diabetes
antara lain pemeriksaan reduksi urine, pemeriksaan kadar gula darah,
dan funduskopi.
d. Gangguan Mental
Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan
gangguan mental antara lain pemeriksaan status mental dan tes fungsi
kognitif. Biasanya telah dapat dibedakan apakah terdapat kelainan mental
seperti depresi, delirium, atau demensia.

C. Indeks Katz
Menurut Martono, hadi & kris pranarka. 2009, Indeks katz
merupakan instrument sederhana yang digunakan untuk menilai
kemampuan fungsional AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari-hari), dapat juga
untuk meramalkan prognosis dari berbagai macam penyakit pada lansia.
Adapun aktivitas yang dinilai adalah Bathing, Dressing, Toileting,
transferring, continence dan feeding, dengan penilaian sebagai berikut :

1.Bathing

Mandiri: memerlukan bantuan hanya pada satu bagian tubuh atau dapat
melakukan seluruhnya sendiri.

Tergantung:memerlukan bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh atau


tidak dapat mandi sendiri

2. Dressing

Mandiri: menaruh, mengambil, memakai dan menanggalkan pakaian


sendri serta menalikan sepatu sendiri.

Tergantung: tidak dapat berpakaian sebagian.

3. Toileting

Mandiri: pergi ke toilet, duduk sendiri di kloset, memakai pakaian dalam,


membersihkan kotoran.

Tergantung: mendapat bantuan orang lain

4. transferring
mandiri: berpindah dari dan ke tempat tidur, dari dank e tempat
duduk(memakai/tidak memakai alat Bantu)

tergantung: tidak dapat melakuakan sendiri dengan /bantuan

5. continence

mandiri: dapat mengontrol BAB/BAK

tergantung: tidak dapat mengontrol sebagian atau seluruhnya dengan


bantuan manual atau kateter

6. feeding

Mandiri: mengambil makanan dari piring atau yang lainnya dan


mmasukkan ke dalam mulut (tidak termasuk kemampuan memotong
daging dan menyiapkan makanan seperti mengoleskan mentega pada
roti)

Tergantung: memelukan bantuan untuk makan atau tidak dapat makan


sendiri secara parenteral.

Dari kemampuan melaksanakan 6 aktivitas dasar tersebut,


kemudian di klasifikasikan menjadi 7 tahapan, dan disebut sesuai
dengan aktivitas yng bias dikerjakan sendiri. Tahapan aktivitas diatas
kemudian disebut dengan Indeks Katz secara berurutan adalah sbb:

Indeks Katz A : mandiri untuk 6 aktivitas

Indeks Katz B : mandiri untuk 5 aktivitas

Indeks Katz C : mandiri, kecuali bathing dan satu fungsi lain

Indeks Katz D : mandiri, kecuali bathing, dressing dan 1 fungsi lain

Indeks Katz E : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting dan satu


fungsi lain
Indeks Katz F : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting, transferring
dan satu fungsi lain

Indeks Katz G : tergantung pada orang lain untuk 6 aktivitas

Martono, hadi & kris pranarka. 2009. Buku Ajar Geriatri (ilmu kesehatan usia
lanjut). Jakarta : FK UI

Tabel Aktivitas Dasar Lansia menurut Indeks Katz

Kemampuan

No Mandiri Tergantung
Aktivitas

Mandi di kamar mandi (menggosok,


1.
membersihkan, dan mengeringkan badan)

Menyiapkan pakaian, membuka, ddan


2.
mengenakannya.

3. Memakan makanan yang telah disiapkan

Memelihara kebersihan diri untuk penampilan


4. diri (menyisir rambut, mencuci rambut,
menggosok gigi, mencukur kumis)

Buang air besar di WC (membersihkan dan


5.
mengeringkan daerah bokong)

6. Dapat mengontrol pengeluaran feses (tinja)

Buang air kecil di kamar mandi (membersihkan


7.
dan mengeringkan daerah kemaluan)

8. Dapat mengontrol pengelauaran air kemih

Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau ke


9.
luar ruanggan tanpa alat bantu, seperti tongkat.

10 Menjalankan ibadah sesuia agama dan


kepercayaan yang dianut

Melakukan pekerjaan rumah, seperti :


11 merapikan tempat tidur, mencuci pakaian,
memasak, dan membersihkan ruanggan

Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau


12
kebutuhan keluarga

Mengelolah keuangan (menyimpan dan


13
menggunakan uang sendiri)

Menggunakan sarana transformasi untuk


14
berpergian.

Menyiapkan obat dan minum obat sesuai


15 dengan aturan (takaran obat dan waktu minum
obat tepat)

Merencanakan dan mengambil keputusan


untuk kepentingan keluarga dalam hal
16 penggunaan uang, aktivitas sosial yang
dilakukan dan kebutuuhan akan pelayanan
kesehatan.

Melakukan aktivitas di waktu luang ( kegiatan


17 keagamaan, social, rekreasi, olah raga, dan
menyalurkan hobi)

Jumlah

Keterangan :

Point : 13 – 17 Mandiri ( mampu melakukan aktivitas dasar)

Point : 0– 12 Ketergantungan (kurang mampu melakukan aktivitas)

D. Barthel Indeks
Indeks Barthel sering digunakan untuk mengkaji kemampuan
pasien merawat diri mereka sendiri, namun pokok-pokoknya ditekankan
untuk jumlah bantuan fisik yang akan diperlukan bila pasien tak mampu
melakukan fungsi yang diberikan (Gallo dkk, 2004).

Tabel Aktivitas Dasar Lansia menurut Bartel Indeks

DENGAN
NO KRITERIA MANDIRI KETERANGAN
BANTUAN

1. Makan 5 10

2. Minum 5 10

3. Berpindah dari kursi roda ke 5 - 10 15


tempat tidur, sebaliknya

4. Personal toilet ( cuci muka, 0 5


menyisir rambut, gosok gigi)

5. Keluar masuk toilet (mencuci 5 10


pakaian, menyeka tubuh,
menyiram)

6. Mandi 5 15

7. Jalan di permukaan datar 0 5

8. Naik turun tangga 5 10

9. Mengenakan pakaian 5 10

10. Kontrol Bowel (BAB) 5 10

11. Kontrol Blader (BAK) 5 10

12. Olah Raga 5 10

13. Rekreasi/ pemanfaatan waktu 5 10

Keteranagan : a. 130 : Mandiri


b. 65- 125 : Ketergantungan sebagian

c. 60 : Ketergantungan Total

E. Tes Keseimbangan Pada Lansia

Gangguan keseimbangan yang terjadi pada lansia disebabkan


oleh adanya perubahan perubahan sistem neurologis atau saraf pusat,
sistem sensoris terutama sistem visual, propioseptif dan perubahan
pada sistem vestibuler serta sistem musculoskeletal (Miller, 2004).
Keseimbangan lansia dapat dipengaruhi oleh faktor internal (usia, jenis
kelamin, pekerjaan, riwayat jatuh, aktivitas fisik, status nutrisi, hipotensi
ortostatik dan takut jatuh ) dan faktor eksternal (lingkungan dan
penggunaan alas kaki) (Achmanagara, 2012).

Pengukuran Keseimbangan Tubuh Alat ukur tes keseimbangan


postural sebagai berikut :

a. TUGT (Time Up and Go Test) Mengukur kecepatan terhadap aktivitas


yang mungkin menyebabkan gangguan keseimbangan.

Alat yang dibutuhkan : Kursi dengan sandaran dan penyangga lengan,


stopwatch, dinding. Waktu tes: 10 detik – 3 menit.

b. The stand on one leg test Manula dipersilahkan berdiri dengan


menggunakan 1 kaki dengan mata tertutup atau terbuka selama 30 detik
maka dikatakan aman. Keterbatasan hanya dilakukan pada saat
keseimbangan statis.
c. Berg Balance scale (BBS)

Pengertian Tindakan Berg Balance Scale Tes klinis yang banyak


digunakan untuk mengukur kemampuan keseimbangan statis dan
dinamis seseorang yang terdiri dari 14 perintah yang dinilai dengan
menggunakan skala ordinal (Langley & Mackintosh, 2007).

F. Pengkajian Status Kognitif Pada Lansia


Standarisasi tes pemeriksaan suatu variasi tentang fungsi kognitif,
membantu mengidentifikasi deficit-defisit yang berdampak pada seluruh
kemampuan fungsi. Tes formal dan sistemil dari status mental dapat
membantu perawat menentukan prilaku mana terganggu dan
memmerlukan intervensi. Short portable mental status questionnaire
(SPMSQ), digunakan untuk mendeteksi adanya dan tinglkat kerusakan
intelektual, terdiri dari 10 hal yang mengetes orientasi, memori dalam
hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh, dan
kemampuan matematis (Pfeiffer, 1975). Metode penentuan skors
sederhana merentangkan tingkat fungsi intelektual, yang membantu
dalam membuat keputusan yang kusus mengenai kapasitas perawatan
diri.

Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Instruksi : ajukan pertanyaan 1 sampai 10 pada daftar ini, dan catat


semua jawaban. Ajukan pertanyaan 4A hanya jika klien tidak mempunyai
telpn. Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan.

+ - NO

1 Tanggal berapa hari ini?

2 Hari apa sekarang?

3 Apa nama tempat ini?

4 Berapa nomor telpon anda?

4A Dimana alamat anda? (tanyakan bila klien tidak mempunyai


hp)

5 Berapa umur anda?

6 Kapan anda lahir?

7 Siapa presiden Indonesia sekarang?

8 Siapa presiden sebelumnya?


9 Siapa nama kecil ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap


angka baru, semua secara menurun?

Jumlah kesalahan
total

Dilengkapi oleh wawancara

Nama pasien :

Jenis kelamin :

Tahun pendidikan :

Tanggal :

Suku :

Nama pewawancara :

Intruksi untuk melengkapi Short portable mental status questionnaire


(SPMSQ)

Semua respon-respon yang dinilai benar harus diberikan oleh subjek


tanpa reverensi kalender, surat kabar, sertivikat kelahiran, atau bantuan
lain untuk mengingat.

Pertanyaan 1 hanya dinilai benar hanya pada waktu bulan yang tepat,
tanggal yang tepat, tahun yang diberikan secra benar.

Pertanyaan 2 penjelasan sendiri

Pertanyaan 3 hal dinilai sebagai benar bila diberikan gambaran yang


benar dari lokasi.
“rumah saya” nama yang benar dari kota atau daerah tempat tinggal, atau
nama rumah sakit atau institusi bila subjek yang diinstitualisasi semua
dapat diterima.

Pertanyaan 4 harus dinilai sebagai benar bila nomor telpn benar dapat
dipastikan, atau bila subjek dapat mengulang nomor yang sama pada
bentuk pertanyaan yang lain.

Pertanyaan 5 harus dinilai sebagai benar bila pernyataan usia


koresponden pada tanggal lahir

Pertanyaan 6 harus dinilai benar hanya bila bulan tanggal pasti dan
tahun semua diberikan.

Pertanyaan 7 memerlukan hanya nama terakhir dari nama presiden

Pertanyaan 8 memerlukan hanya nama terakhir presiden sebelumnya

Pertanyaan 9 tidak perlu diperiksa. Ini dinilai sebagai benar, jika diberikan
pertama wanita ditambah dengan nama akhir dari pada nama aktif subjek.

Pertanyaan 10 memerlukan seluruh seri yang harus dilakukan dengan


benar supaya dinilai sebagai benar. Adanya kesalahan pada seri atau
ketidak inginan untuk mengupayakan seri dinalai sebagai benar.

Data menunjukan bahwa pendidikan dan suku mempengaruhi


kinerja pada kuestioner status mental dan ini harus dengan sesuai
dilakukan dalam mengevaluasi nilai yang dicapai individu.

Untuk tujuan penilaian, tiga tingkat pendidikan telah ditegakkan:


(a) seseorang yang telah mengalami hanya suatu tingkat pendidikan
sekolah dasar; (b) seseorang yang telah mengalami beberapa pendidikan
sekolah menengah atau yang telah menyelesaikan sekolah menengah
atas, termasuk akademik, sekolah tinggi, atau sekolah bisnis.
Untuk subjek-subjek kulit putih dengan sedikitnya berpendidikan
sekolah menengah atas, tetapi tidak lebih dari sekolah menengah atas,
kriteria berikut telah dibuat:

kesalahan 0-2 fungsi intelektual utuh

kesalahan 3-4 kerusakan intelektual ringan

kesalahan 5-7 kerusakan intelektual sedang

kesalahan 8-10 kerusakan intelektual berat

Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 kesalahan bila subjek hanya


berpendidikan sekolah dasar.

Bisa dimaklumi bila kurang dari 1 kesalahan bila subjek mempunyai


pendidikan diatas sekolah menengah atas.

Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 kesalahan untuk subjek kulit hitam,
dengan menggunakan kriteria pendidikan yang sama.

Mini-Mental State Exam (MMSE)

Mini-mental state exam(MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi


mental: orientasi,regristrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali,
dan bahasa. Nilai kemungkinan adalah 30, dengan nilai 21 atau kurang
biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan lanjut. Pemeriksaan memerlukan hanya beberapa menit
untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai, tetapi tidak dapat digunakan
sendiri untuk tujuan dianostik . karena pemeriksaan mini mental
mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan
perubahan kognitif pada waktu dan dengan tindakan, ini suatu alat yang
berguna untuk mengkaji kemajuan klien yang berhibungan dengan
intervensi. Alat pengukur status afektif digunakan untuk membedakan
jenis depresi serius yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati
rendah umum pada banyak orang.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau


sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes skrining
merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk
mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan
ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat berisiko
tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan
segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk
menentukan diagnosis definitif (Chandra, 2009).

Skrining bukanlah diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul


hanya didasarkan pada hasil pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan
kepastian diagnosis klinis dilakukan kemudian secara terpisah, jika hasil dari
skrining tersebut menunjukkan hasil yang positif (Noor, 2008).

Jadi, screening adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu


populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala
penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari
penderita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu
masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan yang
secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap
mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui
diagnosis dan pengobatan. Pada skrining lansia dapat menggunakan indeks
katz, indeks barthel, pengkajian posisi dan keseimbangan serta pengkajian
status kognitif.

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yang dan Embretson. 2007. Construct Validity and Cognitive Diagnostic
Assessment: Theory and Applications. New York: Cambridge University
Press.
Haditono, S. R 1988. Kebutuhan dan Citra Diri Orang Lanjut Usia. Laporan
penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM

Anda mungkin juga menyukai