Anda di halaman 1dari 60

O H

N T
CO PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJA SAMA MELALUI METODE


PROYEK PADA ANAK KELOMPOK B DI TK MEKAR MELATI
KECAMATAN MLATI KABUPATEN SLEMAN

LOGGO

O H
NT
CO
i
O H
NT
CO
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Diagnosis Permasalahan Kelas .................................................................. 10
C. Fokus Masalah ........................................................................................... 10
D. Rumusan Masalah ...................................................................................... 11
E. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 11
F. Manfaat Hasil Penelitian ............................................................................ 11

BAB II LANDASAN PUSTAKA ....................................................................... 13


A. Kajian Pustaka ............................................................................................ 13
1. Kemampuan Kerja Sama Anak Usia Dini .............................................. 13
2. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak Usia 5-6 tahun ..................... 21
3. Metode Proyek........................................................................................ 24
B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................................... 37
C. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 39
D. Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 41

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 42


A. Desain Penelitian Tindakan........................................................................ 42
B. Waktu Penelitian ........................................................................................ 44
C. Deskripsi Tempat Penelitian ...................................................................... 44
D. Subjek dan Karakteristiknya ...................................................................... 44
E. Skenario Tindakan ..................................................................................... 44
F. Definisi Operasional................................................................................... 47
G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ................................................. 48
H. Kriteria Keberhasilan Tindakan ................................................................. 53
I. Teknik Analisis Data .................................................................................. 53

x
O H
NT
CO
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak usia dini menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat

6 merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Usia dini atau usia

prasekolah merupakan usia strategis untuk mengoptimalkan segala aspek

perkembangan karena pada usia itu anak mengalami tumbuh kembang yang pesat

di berbagai aspek perkembangannya. Anak usia dini berada pada periode sensitif

atau tahap absorbent mind dimana anak akan menyerap kesan-kesan dan

informasi-informasi inderawi dari lingkungan sekitar anak melalui eksplorasi-

eksplorasi (Montessori, 2013: 79-80). Anak menerima dengan baik apa yang

mereka pelajari melalui melihat, mendengar, mencermati dan merasakan, serta

mudah menerima stimulasi-stimulasi tertentu. Sebaliknya, masa ini disebut masa

kritis apabila mengalami anak gangguan maka akan berdampak serius dan

panjang. Lebih lanjut, Vinayastri (2015: 36) menjelaskan bahwa 80%

perkembangan mental dan kecerdasan anak berlangsung pada kurun waktu usia

ini. Oleh karena itu, masa ini harus dioptimalkan sebaik mungkin dengan

mengkondisikan anak dalam situasi pembelajaran yang efektif dan disesuaikan

dengan dunia anak.

Upaya mengoptimalkan perkembangan anak salah satunya melalui

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan RI Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan

Anak Usia Dini menegaskan:


1
“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsang pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.”
PAUD pada dasarnya meliputi seluruh usaha dan tindakan yang dilakukan

pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada

anak dengan menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan potensi serta

kecerdasan anak. Secara umum, tujuan PAUD adalah untuk mengembangkan

potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan

diri dengan lingkungannya (Latif, Zukhairina & Zubaidah, 2013:23). Melalui

PAUD, anak distimulasi untuk mengembangkan enam aspek perkembangan yang

meliputi aspek kognitif, bahasa, sosial emosional, nilai agama dan moral, fisik

motorik, dan seni. Stimulasi diberikan agar anak dapat berkembang secara optimal

sesuai tipe kecerdasannya.

Perkembangan sosial anak merupakan aspek yang penting untuk

dikembangkan sejak usia dini. Perkembangan sosial anak adalah area yang

mencakup perasaan dan mengacu pada perilaku dan respon individu terhadap

hubungan mereka dengan individu lain (Allen dan Marotz, 2010: 31).

Perkembangan sosial anak juga merupakan pencapaian kematangan anak dalam

hubungan sosialnya. Perkembangan sosial yang baik dapat dicapai dan didukung

bila anak memiliki keterampilan sosial. Pujiati (2013:226) menjelaskan bahwa

keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan

orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang dapat diterima dan

menghindari perilaku yang ditolak oleh lingkungan serta dapat menguntungkan

2
individu atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain.

Keterampilan sosial merupakan salah satu keterampilan hidup (life skill) yang

perlu dilatih kepada anak sejak dini karena berkaitan dengan hubungan antar anak.

Anak yang memiliki keterampilan sosial yang baik dapat membina hubungan baik

diantara teman-temannya maupun orang-orang disekitarnya (Listyaningrum,

2016: 3). Hurlock dalam Luqman (2016: 125) mengemukakan bahwa pada masa

kanak-kanak awal pola keterampilan sosial anak usia 5-6 tahun yaitu kerja sama,

persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati,

ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, dan

perilaku kelekatan atau attachment behaviour. Disinilah peran guru sebagai

tenaga pendidik anak usia dini untuk memberikan latihan keterampilan sosial.

Anak usia dini dibiasakan untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya,

agar kemampuan seperti komunikasi, simpati, empati, tolong-menolong, berbagi,

dan kerja sama dapat terjalin. Dengan demikian, anak lebih mudah menyesuaikan

diri dengan lingkungan dan situasi baru yang akan dihadapinya, baik dalam

lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, maupun lingkungan sekolah.

Kerja sama merupakan keterampilan sosial yang penting untuk dilatihkan

sejak dini. Kerja sama menurut Jasmie (2012: 26) yaitu kemampuan sosial yang

dimiliki anak dan ditampakkan pada perasaan senang, antusias dan menikmati

ketika belajar bersama. Dilengkapi oleh pendapat Wiyani (2014: 111), kerja sama

merupakan kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhan sendiri dengan

kebutuhan orang lain dalam kegiatan kelompok. Kemampuan kerja sama penting

untuk menciptakan mental penuh percaya diri agar anak mudah beradaptasi di
3
lingkungan baru dalam dunia yang terus berubah dan akan terus berkembang.

Semakin banyak kesempatan anak melakukan suatu hal bersama-sama, maka akan

semakin cepat mereka belajar dan meningkatkan kemampuan mereka untuk

menjalin hubungan baik dengan orang lain. Pengembangan kemampuan kerja

sama di dalam proses pembelajaran hendaknya dilakukan melalui pemberian

pengalaman langsung kepada diri anak, tidak hanya sebatas melalui kegiatan

tanya jawab, penugasan, percakapan maupun bercerita. Melalui pemberian

pengalaman langsung, anak akan mengkonstruksi pengetahuan baru berdasarkan

pengalaman yang dilaluinya.

Untuk menumbuhkan sikap kerja sama perlu ditentukan indikator kerja

sama secara rinci. Indikator kerja sama menurut Jhonson, dkk (2010: 8-10) yakni;

a) ketergantungan yang positif, b) interaksi yang mendorong, c) tanggung jawab

individual, d) keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, dan e) pemrosesan

kelompok. Lebih lanjut Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (2013:

28), pencapaian anak usia 5-6 tahun meliputi: a) saling membantu, b) sikap

kooperatif dengan teman, c) menunjukkan sikap toleransi, d) berbagi dengan

orang lain, dan e) menghargai hak/pendapat/karya orang lain. Dari indikator

tersebut dapat disimpulkan bahwa pada anak usia 5-6 tahun sudah seharusnya

mengenal berbagai perilaku sosial yang berwujud dalam kerja sama seperti saling

membantu, saling menghargai, berdiskusi dan bertanggung jawab, mengingat

kerja sama menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dalam perkembangan

sosial.

4
Gambaran ideal mengenai kemampuan kerja sama anak usia 5-6 tahun

sering tidak sejalan dengan kenyataan bahwa anak memiliki berbagai

karakteristik. Salah satu karakteristik yang sering menonjol pada anak usia dini

adalah sifat egosentris dimana anak menjadikan diri sendiri sebagai titik pusat

pemikirannya. Anak pada sifat egosentris mengalami pra prespektif yang berbeda

dengan orang lain sehingga muncul istilah nakal atau suka membantah dan banyak

bertanya (Sujiono, 2005: 30). Anak usia 5-6 tahun berada pada tahapan bermain

bersama sehingga sifat egosentris tersebut perlu dibina melalui berbagai stimulasi

dengan kegiatan yang melatih kerja sama agar secara bertahap dapat mengurangi

sifat egosentris anak.

Berdasarkan hasil observasi pada 14 anak kelompok B1 di TK Mekar Melati

Kabupaten Sleman, anak-anak kurang menunjukkan kemampuan kerja sama. Sifat

egosentris sebagian besar anak sering muncul seperti saat akan masuk ke kelas, 10

anak masih saling berebut barisan tidak mau mengalah meski sudah di arahkan

oleh guru. Anak hanya terpaku pada pekerjaan masing-masing dan kurang

memperdulikan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh teman

disekelilingnya. Sebagian besar anak belum menunjukkan sikap saling membantu.

Terlihat pada saat kegiatan mewarnai LKA, terdapat salah satu anak tidak

membawa crayon. Anak-anak belum memiliki inisiatif untuk meminjamkan

crayonnya. Saat ditawari oleh guru siapa yang hendak memberi bantuan kepada

teman yang tidak membawa crayon, dari 14 anak hanya 4 anak yang bersedia

meminjamkan crayonnya. Anak-anak yang lain belum mau meminjami karena

merasa crayon itu miliknya dan takut jika crayon tersebut rusak. Hal tersebut juga
5
terlihat di akhir pembelajaran saat guru meminta bekerjasama membereskan

peralatan, hanya ada 5 anak yang bertanggungjawab dan saling membantu

membereskan alat-alat yang dipakai. Anak-anak yang lain meninggalkan kelas

begitu saja meski sudah diminta temannya untuk membantu. Sikap ramah pada

anak belum terlihat. Terdapat 8 anak yang sering kesal atau marah ketika di

ingatkan oleh teman lain ataupun guru.

Pengamatan lain, saat diberi kegiatan kelompok 3M (Mewarnai,

menggunting, dan menempel) anak dibagi menjadi 2 kelompok. Dari 14 anak

hanya ada 6 anak yang terlihat berdiskusi menyelesaikan tugasnya didalam

kelompok. 9 anak yang lain terlihat sibuk bermain sendiri dan berlarian

mengganggu teman yang bekerja. Dalam kerja kelompok anak hanya mau bekerja

sama dengan teman dekatnya saja sehingga komunikasi yang terjadi tidak optimal.

Saat sesi menampilkan hasil karya, sebagian besar anak belum dapat menghargai

hasil karya milik temannya. Anak-anak saling mengejek dan merasa karya

miliknya lebih bagus dari karya milik temannya. Dari 14 anak, hanya ada 4 anak

yang terlihat memberi penghargaan terhadap hasil karya temannya dengan kalimat

pujian. Saat observasi, di temui 4 anak yang berkata kasar bahkan menyakiti

teman secara fisik dengan memukul dan menendang. Rasa empati anak terhadap

teman juga belum muncul terlihat ketika ada salah satu teman yang jatuh, terdapat

9 anak yang justru mengejek dan menertawakan. Peneliti mengamati rata-rata

anak yang sadar akan sikap menghargai teman, bertanggung jawab, saling

membantu dan memiliki kemampuan kerja sama hanya 5 anak. Maka didapati

35,71% yang memiliki kemampuan kerja sama yang baik.


6
Kegiatan belajar di kelompok B1 TK Mekar Melati bersifat teacher center

yang membuat pembelajaran berjalan satu arah. Selama kegiatan belajar guru

banyak berkomunikasi tanpa mendapat perhatiandan respon dari anak. Hal

tersebut di perkuat oleh pernyataan guru kelas yang mengungkapkan bahwa anak-

anak sulit untuk di ajak berdiskusi. Saat guru menjelaskan kegiatan yang akan

dilakukan, anak sibuk bermain sendiri dan kurang menghargai guru atau teman

lain yang sedang berbicara sehingga harus selalu diingatkan oleh guru.

Hasil wawancara dengan guru kelas kelompok B1 di TK Mekar

Melati,kelompok B1 dikhususkan untuk anak-anak yang keterampilan sosialnya

masih rendah. Kegiatan yang diberikan pada anak lebih banyak bersifat

individual meskipun sekolah tersebut menerapkan model pembelajaran kelompok.

Guru yang terbatas dan harus membagi waktu mengurus administrasi sekolah

merasa sulit mengkondisikan dan mengawasi anak apabila anak di ajak untuk

melakukan kegiatan yang sifatnya berkelompok. Selain itu, kurangnya partisipasi

dan respon anak menjadi faktor pembelajaran banyak menggunakan LKA yang di

anggap lebih praktis dan tidak banyak memakan biaya. Guru juga merasa lebih

mudah dalam melakukan penilaian jika aktivitas yang dilakukan anak secara

individu. Guru telah berusaha menstimulasi kemampuan kerja sama dengan

bercerita yang mengandung nasehat untuk saling membantu dan bekerja sama

dengan teman. Selain itu juga dengan kegiatan ekstrakulikuler seperti drum band

dan angklung, namun hal tersebut belum meningkatkan kemampuan kerja sama

pada anak kelompok B1. Selanjutnya, guru sangat jarang menerapkan model

7
pembelajaran dengan proyek karena merasa sulit dilakukan, memakan waktu yang

lama, dan sulit dalam mengembangkan tema.

Metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan kerja sama

adalah metode proyek. Metode proyek atau project based learning merupakan

gagasan dari John Dewey mengenai konsep learning by doing (belajar sambil

melakukan) kemudian dikembangkan oleh William H. Kilpatrick. Kilpatrick

(Widayanti: 2018:34) mengemukakan bahwa metode proyek merupakan aktivitas

yang dilakukan dalam lingkungan dan memiliki tujuan. Metode proyek

menggunakan prinsip dari Teori Belajar Konstruktivistik dimana yang berperan

dalam pembelajaran adalah anak itu sendiri sedangkan guru dalam metode proyek

bertindak sebagai fasilitator. Anak akan membangun (mengkonstruksi)

pengetahuannya sendiri melalui lingkungan dan fasilitas yang ada baik dengan

media, bahan, atau perlengkapan yang telah tersedia (Siregar dan Nara, 2011: 41).

Anak dalam metode proyek belajar dengan melakukan sesuatu, maka anak akan

dapat membangun pemahaman yang mendalam serta mengingat dari apa yang

telah dilakukannya.

Metode proyek memberikan manfaat nyata bagi anak. Anak pada metode

proyek dihadapkan oleh persoalan-persoalan yang harus dipecahkan secara

berkelompok. Disitu pula, metode proyek diharapkan dapat menjadi wahana untuk

menggerakkan kemampuan kerja sama dengan sepenuh hati, meningkatkan

keterampian, dan menumbuhkan minat memecahkan masalah tertentu secara aktif

dan kreatif. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Hallerman, Larmer, dan

Mergendoller (Widayanti, 2018:45), metode proyek mampu mengembangkan


8
kemampuan berpikir kritis, kerja sama, dan komunikasi pada anak dengan anak

yang lain didalam kelompok. Saat melaksanakan sebuah proyek anak

mendapatkan pengalaman dalam mengatur dan mendistribusikan kegiatan,

bertanggung jawab terhadap pekerjaan masing-masing, bekerja sama antar anak,

mengembangkan sikap dan kebiasaan melaksanakan pekerjaan dengan cermat,

mengeksplorasi bakat, minat dan kemampuan anak, serta memberi peluang untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya (Rachmawati & Kurniati, 2020: 61-

62). Metode proyek dapat membina anak dengan kebiasaan menerapkan

pengetahuan, sikap, keterampilan dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan

rumah, sekolah, atau masyarakat secara terpadu. Selain itu, metode proyek

memberi kesan yang menarik bagi anak karena dilakukan sesuai dengan minatnya.

Hal tersebut memberikan peluang bagi anak untuk meningkatkan keterampilan

yang dikuasai secara perseorangan atau kelompok kecil, mengembangkan ide dan

kreatifitas anak, bekerja secara tuntas, dan bertanggungjawab atas keberhasilan

tujuan kelompoknya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, perlu dilakukan penelitian

meningkatkan kemampuan kerja sama pada anak kelompok B di TK Mekar

Melati. Peneliti berkolaborasi dengan guru untuk memperbaiki model

pembelajaran dan mencari solusi dalam peningkatan kemampuan kerja sama

melalui penerapan metode proyek. Selanjutnya, peneliti mengambil judul

“Meningkatkan Kemampuan Kerja sama Melalui Metode Proyek pada Anak

Kelompok B di TK Mekar Melati Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman”.

9
B. Diagnosis Permasalahan Kelas

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa

masalah yaitu:

1. Terdapat 9 dari 14 anak kelompok di B TK Mekar Melati yang kemampuan

kerja samanya belum berkembang secara optimal.

2. Ada 10 anak kelompok B menunjukkan sikap mementingkan diri sendiri yang

masih tinggi.

3. Rasa empati pada anak Kelompok B belum muncul terlihat saat terdapat salah

satu anak yang jatuh, terdapat 9 anak yang mengejek dan menertawakan.

4. Sikap ramah pada anak Kelompok B belum muncul terlihat dari 8 anak yang

sering kesal dan marah saat diingatkan, serta terdapat 4 anak berbuat kasar

dengan memukul dan menendang teman.

5. Pembelajaran yang diberikan guru didominasi oleh kegiatan yang bersifat

individual dengan Lembar Kerja Anak (LKA) sehingga kurang melatih

kemampuan kerja sama anak dan kurang bervariasi.

6. Metode bercerita dan kegiatan ekstrakulikuler belum mampu meningkatkan

kemampuan kerja sama pada anak kelompok B.

7. Metode proyek sangat jarang di terapkan dalam upaya meningkatkan

kemampuan kerja sama anak.

C. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang dan diagnosis permasalahan kelas, maka perlu

adanya pembatasan masalah agar penelitian lebih terfokus. Peneliti membatasi

10
penelitian ini pada masalah nomor satu yaitu belum optimalnya kemampuan kerja

sama pada anak kelompok B di TK Mekar Melati Kecamatan Mlati Kabupaten

Sleman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan kemampuan kerja sama melalui

penerapan metode proyek pada anak kelompok B di TK Mekar Melati?”.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah

meningkatkan kemampuan kerja sama melalui penerapan metode proyek pada

anak kelompok B di TK Mekar Melati.

F. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam

bidang Pendidikan Anak Usia Dini terutama dalam meningkatkan kemampuan

kerja sama di kelompok B TK Mekar Melati.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Anak

H
Meningkatkan kemampuan kerja sama pada anak dalam kegiatan

pembelajaran melalui penerapan metode proyek.

NT O
CO
b. Bagi Guru

11
Penerapan metode proyek menjadi alternatif model pembelajaran yang bisa

digunakan guru untuk meningkatkan kemampuan kerja sama anak usia dini. Serta

meningkatkan keterampilan guru dalam mengembangkan dan melaksanakan

proses pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan.

c. Bagi Kepala Sekolah

Sebagai masukan untuk sekolah agar menerapkan metode proyek dalam

proses pembelajaran agar lebih inovatif, efisien, dan efektif dalam meningkatkan

kemampuan kerja sama anak.

O H
NT
CO

12
O H
NT
CO
BAB II
LANDASAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Kemampuan Kerja Sama Anak Usia Dini

a. Pengertian Kemampuan Kerja Sama pada Anak Usia Dini


Kerja sama merupakan satu hal penting untuk anak usia dini dalam

mengembangkan kemampuan sosialnya. Kerja sama perlu diterapkan dalam

pembelajaran karena anak dalam kesehariannya akan sering melakukan kegiatan

bersama orang lain baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Kerja sama

yaitu suatu kemampuan sosial yang dimiliki oleh anak, kemampuan kerja sama

ditampakkan pada perasaan senang, antusias, dan menikmati ketika belajar

bersama (Jasmine, 2012: 26). Saat melakukan kerja sama dengan orang lain, anak

menekan kepribadian individual dan mengutamakan kepentingan kelompok

sehingga anak memiliki sikap dalam melakukan kegiatan bersama teman

sebayanya. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Wiyani (2014: 111) bahwa kerja

sama merupakan kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhan sendiri dengan

kebutuhan orang lain dalam kegiatan kelompok.

Kerja sama merupakan suatu perilaku yang tercipta apabila ada tujuan atau

bentuk kepentingan yang sama. Kerja sama disebut dengan istilah kemitraan

berarti suatu strategi kegiatan yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih

dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip

saling membutuhkan dan membesarkan (Hadipin, 2013: 11). Senada dengan

Hadipin, Yusuf (2007: 125) mengemukakan bahwa kerja sama (corporation) yaitu

13
sikap mau bekerja sama dengan kelompok yang dapat diajak dalam

menyelesaikan sesuatu (kegiatan) secara bersama. Kerja sama dilakukan oleh

suatu kelompok sehingga terdapat hubungan erat antar tugas pekerjaan anggota

kelompok lain. Berdasarkan artikel jurnal dari Rochmawati (2017: 150),

kemampuan kerja sama anak akan menciptakan sikap toleransi, tindakan

menghargai pendapat, sikap atau tindakan lain yang berbeda dengan dirinya.

Kerja sama anak juga akan membangun interaksi. Ketika anak-anak berinteraksi

dengan orang lain maka akan membangun keterampilan kooperatif dan

meningkatkan kemampuan anak dalam berhubungan baik dengan orang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kerja

sama merupakan suatu ksanggupan/kecakapan yang dimiliki anak dalam

menyelesaikan suatu kegiatan bersama-sama secara berkelompok untuk mencapai

suatu tujuan yang sama, serta menciptakan keterampilan kooperatif melalui

interaksi yang terjadi didalamnya. Dalam penelitian ini kerja sama adalah

kemampuan anak yang ditunjukkan dengan berkomunikasi, bertanggung jawab,

saling membantu, dan saling menghargai dalam menyelesaikan kegiatan secara

bersama-sama dengan teman kelompok karena adanya tujuan yang sama.

b. Indikator Kemampuan Kerja Sama pada Anak Usia Dini

Pencapaian sebuah kemampuan kerja sama yang baik dapat dinilai dari

berlangsungnya kerja sama. Kerja sama memiliki indikator didalamnya yang

dapat menjadi penanda bahwa anak sudah dapat melakukan kerja sama. Direktorat

Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (2012: 23) menyebutkan beberapa

indikator kerja sama yang merupakan acuan untuk dapat dikembangkan oleh
14
pendidik yaitu: a) senang bekerja sama dengan teman, b) senang menolong dan

membantu teman, c) suka menenangkan teman yang merasa sedih atau takut, dan

d) senang memberi dukungan pada teman yang sedang bekerja. Hal tersebut

sangat penting dibiasakan sejak dini agar anak dapat menyesuaikan diri dalam

kehidupan sosialnya.

Selain itu Jhonson, dkk (2010: 8-10) menyatakan indikator dalam kerja

sama yakni sebagai berikut:

a) Saling ketergantungan yang positif

Saling ketergantungan akan dapat terstruktur dengan baik bila setiap

anggota kelompok memandang bahwa mereka terhubung satu sama lain, sehingga

seseorang tidak akan berhasil kecuali semua orang berhasil. Kepedulian pribadi

setiap anak terhadap pencapaian anak lain akan membuat mereka saling berbagi

sumber daya, saling membantu dan mendukung usaha satu sama lain untuk

belajar, dan selebrasi atas kesuksesan bersama. Saling ketergantungan yang positif

pada anak dalam penelitian ini yakni dengan saling membantu teman.

b) Interaksi yang mendorong

Setelah berhasil membangun ketergantungan yang positif, maka perlu

melanjutkan dengan memaksimalkan kesempatan saling mendorong satu sama

lain untuk mencapai sukses dengan saling membantu, mendukung,

menyemangati, dan saling menghargai usaha satu sama lain untuk belajar.

Interaksi yang mendorong pada anak dalam penelitian ini yakni dengan saling

menghargai teman.

c) Tanggung jawab individual


15
Tujuan dari adanya kerja sama adalah agar masing-masing anggota

kelompok menjadi seorang individu yang lebih kuat. Tanggung jawab individual

akan lahir ketika kinerja dari masing-masing anggota kelompok dinilai dan hasil

penilaian tersebut dikembalikan kepada kelompok dan individu yang

bersangkutan. Tanggung jawab individual pada anak dalam penelitian ini yakni

tanggung jawab menyelesaikan tugas.

d) Skill-skill interpersonal dan kelompok kecil

Anak dituntut untuk mempelajari pelajaran akademik dan juga skill-skill

interpersonal dan kelompok kecil yang dibutuhkan agar dapat berfungsi sebagai

bagian dari sebuah tim. Skill-skill seperti kepemimpinan,, pengambilan

keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan manajemen konflik harus

diajarkan dengan sama tujuannya dan sama tepatnya dengan skill-skill akademis.

Skill-skill interpersonal dan kelompok kecil pada anak dalam penelitian ini yakni

komunikasi.

e) Pemrosesan kelompok

Pemrosesan kelompok terjadi ketika anggota kelompok merenungkan

mengenai seberapa baik mereka telah mencapai tujuan masing-masing dan

seberapa baik mereka memelihara hubungan kerja yang efektif. Kelompok perlu

menggambarkan tindakan anggota manakah yang telah sangat membantu dan

tidak membantu dan membuat keputusan tentang sikap mana sajakah yang perlu

dilanjutkan atau diubah.

Selanjutnya, Widianingsih (2013: 5) mengemukakan indikator kerja sama

yang tampak pada anak usia dini adalah kerukunan yang mencakup sikap tolong
16
menolong dan gotong royong. Isjoni (2010: 65) dalam pembelajaran yang

menekankan prinsip kerja sama anak harus memiliki keterampilan khusus.

Keterampilan tersebut disebut dengan keterampilan kooperatif. Lebih lanjut,

Lungdren dalam Isjoni (2010: 65-66) mengemukakan keterampilan kooperatif

tersebut antara lain: a) menyamakan pendapat, b) menghargai kontribusi setiap

anggota, c) mengambil giliran dan berbagi tugas, d) berada dalam kelompok

selama kegiatan berlangsung, e) mengerjakan tugas yang menjadi tanggung

jawab, f) mendorong anggota lain berpartisipasi, g) menyelesaikan tugas tepat

waktu, dan h) menghormati perbedaan individu.Pencapaian kerja sama menuntut

persyaratan tertentu yang harus dipenuhi antara lain: a) kepentingan yang sama, b)

keadilan, c) saling mengerti, d) tujuan yang sama, e) saling membantu, f) saling

melayani, g) tanggung jawab, h) penghargaan, dan i) kompromi (Saputra dan

Rudyanto, 2005: 40-41).

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai indikator kerja sama diatas,

penelitian ini mengembangkan indikator kerja sama dari pendapat Jhonson, dkk

(2010: 8-10) sebagai berikut: a) Saling ketergantungan yang positif dalam hal ini

saling membantu teman, b) Interaksi yang mendorong dalam hal ini saling

menghargai teman, c) Tanggung jawab individual dalam hal ini tanggung jawab

menyelesaikan tugas, dan d) Skill-skill interpersonal dan kelompok kecil dalam

hal ini komunikasi. Indikator kerja sama dalam penelitian ini yaitu 1) Saling

membantu teman, 2) Saling menghargai teman (dengan perkataan/perbuatan

baik), 3) Tanggung jawab menyelesaikan tugas, dan 4) Komunikasi

(menyampaikan pendapat). Hal tersebut untuk menilai kemampuan kerja sama


17
melalui metode proyek anak kelompok B di TK Mekar Melati sesuai dengan usia

perkembangan.

c. Tujuan Kerja Sama pada Anak Usia Dini

Kerja sama memiliki beberapa tujuan yang baik untuk anak. Roestiyah

(2012: 17) menjelaskan tujuan kerja sama yaitu untuk menyiapkan anak didik

dengan berbagai keterampilan seperti berkomunikasi, berinteraksi, bersosialisasi,

bekerja sama, memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan semua

aspek perkembangan salah satunya aspek hubungan sosial, menambah wawasan

dan pengetahuan anak mengenai konsep benda-benda atau peristiwa yang ada

dilingkungannya, serta meningkatkan kemampuan hubungan sosial. Selanjutnya

Maqasary (2014), tujuan kemampuan kerja sama adalah mengembangkan

kreativitas anak dalam berkelompok atau bermain bersama temna-temannya,

mengajak anak agar dapat saling tolong-menolong, menciptakan mental penuh

percaya diri agar mudah beradaptasi di lingkungan baru, dan meningkatkan

sosialisasi anak terhadap lingkungan.

Tujuan kerja sama menurut Saputra dan Rudyanto (2005: 54) yaitu: 1)

menyiapkan anak didik dengan berbagai keterampilan baru agar dapat

berpartisipasi dalam dunia yang terus berubah berkembang, 2) membentuk

kepribadian anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan komunikasi dan

bekerja sama dengan orang lain di berbagai situasi sosial, 3) mengajak anak

membangun pengetahuan secara aktif karena dalam pembelajaran kerja sama

(kooperatif), serta anak Taman Kanak-kanak tidak hanya menerima pengetahuan

dari pendidik begitu saja tetapi anak menyusun pengetahuan yang terus menerus
18
sehingga menempatkan anak sebagai pihak aktif, dan 4) memantapkan interaksi

pribadi diantara pendidik dengan anak didik.

Tujuan dari kerja sama menurut Hafsah (Hidayati, 2017: 24) adalah dalam

kerja sama harus menimbulkan kesadaran saling menguntungkan bagi kedua belah

pihak. Kedua pihak sama-sama memberikontribusi atau peran yang sesuai dengan

kekuatan dan potensi masing-masing sehingga keuntungan atau kerugian yang

dicapai atau diderita kedua pihak bersifat proporsional. Adapun tujuan

pengembangan kerja sama menurut (Depdiknas, 2008) yaitu: (a) meningkatkan

hasil akademik (b) memberi peluang agar anak dapat menerima teman-temannya

yang mempunyai perbedaan latar belakang suku, agama, kemampuan akademik,

dan tingkat sosial, dan (c) mengembangkan keterampilan sosial anak seperti

berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman

untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok.

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan

kerja sama pada anak usia dini adalah menyiapkan anak dengan berbagai

keterampilan baru untuk mengembangkan aspek hubungan sosialnya. Dalam

penelitian ini tujuan kerja sama adalah untuk membentuk pribadi anak dengan

keterampilan baru seperti tolong-menolong, komunikasi, saling menghargai,

tanggung jawab,memunculkan kreativitas, membangun pengetahuan serta percaya

diri untuk meningkatkan kemampuan hubungan sosial anak dalam dunia yang

terus berubah dan berkembang.

19
d. Manfaat Kerja Sama pada Anak Usia Dini

Kerja sama mempunyai manfaat besar bila anak memiliki kemampuan dan

mampu melakukannya. Kerja sama mampu meningkatkan pengetahuan, kinerja,

dan pemahaman anak dalam berbagai tugas dan konteks. Elfindri, Wello,

Hendmaidi, Indra (2012: 130) menyatakan bahwa kerja sama yang baik akan

memunculkan kekuatan yang semakin besar untuk mencapai tujuan, karena

masing-masing kekuatan individu bergabung. Melalui kerja sama, anak juga

mampu menyediakan suatu sumber perbandingan tentang dunia luar keluarga

(Jahja, 2013:195). Selain itu, dengan melakukan kerja sama anak akan

mendapatkan pengalaman dalam melakukan penyelesaian masalah dan mereka

akan lebih mampu dalam menanggapi aksi orang lain serta merefleksi perilaku

mereka. Anak-anak menerima umpan balik tentang kemampuan mereka dari

kelompok teman sebaya. Proses perbandingan sosial ini merupakan dasar bagi

pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri anak.

Pada saat melakukan kerja sama dengan kelompok masing-masing anak

bukan hanya memiliki perhatian yang sama untuk menyelesaikan tujuan, tetapi

masing-masing anak memiliki pandangan tentang bagaimana sesuatu akan

dilaksanakan. Dari perbedaan pandangan tersebut, anak dapat belajar tentang

bagaimana cara orang lain berfikir dan belajar untuk menanggapi sebuah

permasalahan. Selain itu, adanya pertukaran informasi, pengembangan, dan

proses, membuat anggota kelompok bekerja lebih cepat. Dengan adanya kerja

sama, membuat anak belajar lebih cepat dibandingkan dengan belajar sendiri.

20
Selain itu, manfaat yang dapat dihasilkan melalui pembelajaran kerja sama

adalah sebagai berikut:

1) Anak akan bertambah sikap dan tanggung jawabnya terhadap dirinya sendiri

maupun anggota kelompoknya

2) Anak akan bangkit sikap solidaritasnya dengan membantu teman yang

memerlukan bantuan

3) Anak akan merasakan perlunya kehadiran teman dalam menjalani hidupnya

4) Anak dapat mewujudkan sikap kerja sama dalam kelompok dan

merefleksikannya dalam kehidupan

5) Anak mampu bersikap jujur dengan mengatakan apa adanya kepada teman

dalam kelompoknya (Saputra dan Rudyanto, 2005: 51).

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat kerja sama

pada anak usia dini yaitu mempercepat proses belajar pada anak. Dalam penelitian

ini manfaat kerja sama adalah menambah pemahaman anak dalam berbagai tugas

dan konteks, melakukan perbandingan sosial, dan memunculkan semangat untuk

mencapai tujuan dalam sebuah kegiatan.

2. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak Usia 5-6 tahun

Anak di Kelompok B berada pada rentang usia 5-6 tahun. Anak yang

memasuki usia kelompok B atau pada usia 5-6 tahun sudah mulai berinteraksi

secara luas dengan lingkungan baik teman sebaya ataupun guru. Erikson (George,

2012: 254) mengungkapkan bahwa anak TK usia lima sampai enam tahun berada

dalam tahap kerja keras melawan rendah diri dalam perkembangan

21
psikososialnya. Pada tahap ini, anak TK terus belajar untuk mengatur emosi dan

interaksi sosialnya. George (2012: 254-255) menambahkan sebagian besar anak

juga sangat percaya diri, ingin ikut serta, dan ingin dapat menerima tanggung

jawab. Anak-anak senang mengunjungi tempat-tempat dan melakukan banyak hal,

seperti mengerjakan proyek, melakukan percobaan, dan bekerja sama dengan

orang lain.

Pada usia ini dorongan yang perlu diberikan pada anak menjadi amat

penting. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Vygotsky (Susanto, 2017: 11) yang

menekankan pentingnya konteks sosial dalam proses belajar anak dan pengalaman

interaksi sosial dalam kemampun berpikir anak. Pemerolehan pengalaman lebih

mudah diperoleh anak karena anak usia 5-6 tahun berada pada masa peka.

Selanjutnya Rachmatunnisa (Sujiono, 2005: 79) menjelaskan bahwa masa peka

dalam perkembangan sosial dapat diamati melalui kegiatan seorang anak dengan

anak lainnya. Adapun kegiatan tersebut diantaranya: a) adanya minat melihat anak

yang lain dan mengadakan kontak sosial dengan baik, b) mulai bermain dengan

anak yang lain, c) mencoba bergabung dan bekerja sama dalam bermain, serta d)

lebih menyukai bekerja dengan dua atau tiga anak yang dipilihnya sendiri.

Rachmatunnisa (Sujiono, 2005: 80) juga menambahkan bahwa, karakteristik

perkembangan sosial anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut: a) dapat bergaul

dengan semua teman, b) merasa puas dengan prestasi yang dicapai, c) tenggang

rasa terhadap keadaan orang lain, dan d) dapat mengendalikan emosi. Oleh karena

itu, perkembangan sosial akan lebih banyak muncul dengan adanya interaksi

22
dengan orang serta pengalaman yang diperoleh di sekitar anak karena anak berada

dalam usia golden age.

Tahap perkembangan sosial anak juga dapat dilihat dari Standar Tingkat

Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA), dimana perkembangan sosial

emosional anak usia 5-6 tahun meliputi kesadaran diri, rasa tanggung jawab untuk

diri sendiri dan orang lain, serta perilaku prososial. Adapun indikator dari perilaku

di uraikan sebagai berikut:

a). Kesadaran diri anak memiliki sikap diantaranya:

1) Mampu memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan dengan

situasi.

2) Mampu memperlihatkan kehati-hatian kepada orang yang belum dikenal.

3) Mengenal perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar.

b). Rasa tanggung jawab memiliki sikap diantaranya:

1) Tahu akan haknya.

2) Menaati aturan kelas.

3) Mengatur diri sendiri.

4) Bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri.

c). Perilaku prososial memiliki sikap diantaranya:

1) Bermain dengan teman sebaya.

2) Mengetahui perasaan perasaan temannya dan merespon secara wajar.

3) Berbagi dengan orang lain; menghargai hak orang lain.

4) Menggunakan cara yang diterima secara sosial dalam meyelesaikan

masalah.

O H
N T
23

C O
5) Bersikap kooperatif dengan teman.

6) Mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada.

7) Mengenal tata karma dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya

setempat.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

perkembangan sosial anak usia 5-6 tahun adalah anak mulai berinteraksi secara

luas dengan lingkungan dan menunjukkan perilaku prososial seperti bermain

dengan teman sebaya, berbagi dengan orang lain, bersikap kooperatif, dan

mengenal tata krama serta sopan santun. Karakteristik perkembangan sosial anak

usia 5-6 tahun dalam penelitian ini adalah menunjukkan perilaku prososial

bersikap kooperatif dengan teman.

3. Metode Proyek

a. Pengertian Metode Proyek


Metode proyek merupakan salah satu jenis metode pembelajaran dalam

pendidikan anak usia dini. Metode proyek atau project based learning merupakan

gagasan dari John Dewey mengenai konsep learning by doing (belajar sambil

melakukan) yang kemudian dikembangkan oleh William H. Kilpatrick. Kilpatrick

(Widayanti, 43: 2018) telah mendefinisikan metode proyek sebagai: “A whole-

hearted purposeful activity proceeding in a social environtment, of more briefly,

in the unit element of such activity, the hearty pusposeful act.” Berdasarkan

definisi tersebut terlihat bahwa metode proyek merupakan aktivitas yang

dilakukan dalam lingkungan sosial yang memiliki tujuan. Semua aktivitas dapat

24
menjadi proyek selama anak mendapatkan pengalaman dan aktivitas tersebut

memiliki tujuan yang jelas. Namun, tujuan dari pembelajaran dengan metode

proyek bukan untuk menemukan jawaban yang tepat atas sebuah topik, melainkan

belajar lebih banyak mengenai topik tertentu.

Metode proyek merupakan model pembelajaran yang menggunakan

landasan teori belajar konstruktivistik dimana yang berperan dalam proses

pembelajaran adalah anak itu sendiri. Siregar dan Nara (2011:41) menjelaskan

prinsip dari teori belajar konstruktivistik adalah anak membangun

(mengonstruksi) pengetahuannya sendiri melalui lingkungan dan fasilitas yang

ada baik dengan media, bahan, atau perlengkapan yang telah tersedia. Peran guru

di dalam teori belajar konstruktivistik adalah sebagai fasilitator, pelatih,

penasehat, dan perantara agar anak mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan

daya imajinasi, inovasi, dan kreasi (Mulyasa, 2017: 187). Hal yang senada

disampaikan oleh Krajcik dan Blumenfeld (Widayati, 2016: 35) bahwa metode

proyek sebagai pembelajaran yang didasari oleh penemuan konstruktivis saat anak

secara aktif mengkonstruk pemahamannya melalui bekerja sama dan menerapkan

ide.

Metode proyek memberikan kebebasan untuk melakukan pendalaman

tentang satu topik pembelajaran sesuai dengan minat anak. Lilian G. Katz

(Rachmawati dan Kurniawati, 2010: 61) menjelaskan metode proyek merupakan

metode pembelajaran yang dilakukan anak untuk melakukan pendalaman tentang

satu topik pembelajaran yang diminati oleh satu atau beberapa anak. Lebih lanjut,

metode proyek pada anak usia dini adalah belajar yang mendalam dimana anak
25
dapat mengambil beberapa kepemilikan pekerjaan dari pilihan pekerjaan yang

dipilih bersama atas kesepakatan bersama serta disesuaikan dengan kebutuhan

belajar dan minat masing-masing anak. Topik pembelajaran yang dipilih

berdasarkan minat dapat meningkatkan semangat dan antusias anak dalam diri

anak. Selain itu, metode proyek untuk anak usia dini juga sebagai peluang untuk

anak meningkatkan berbagai keterampilan sosial karena dalam metode proyek

anak dihadapkan oleh persoalan-persoalan yang harus dipecahkan secara

kelompok. Di dalam kelompok anak belajar mengatur dirinya sendiri agar dapat

membina persahabatan, berperan serta memecahkan masalah yang dihadapi

kelompok dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Penjelasan di atas merupakan beberapa pendapat mengenai pengertian

metode proyek, maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa metode proyek

adalah strategi yang memberikan kesempatan pada anak untuk membangun

pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman dan praktik langsung dalam

memecahkan persoalan yang dilakukan secara kelompok sebagai proses belajar

dalam waktu tertentu. Dalam penelitian ini, metode proyek adalah strategi yang

memberikan kesempatan anak untuk melakukan pendalaman mengenai topik

pembelajaran melalui pemecahan masalah yang dilakukan secara kerja sama

dalam kelompok.

b. Tujuan Metode Proyek bagi Anak Usia Dini

Terdapat empat tujuan pembelajaran dengan metode proyek menurut Jaipul

dan James (2015: 309-311) yaitu membangun pengetahuan yang lebih mendalam

dari pengalaman mereka, keterampilan dan kreativitas, pembawaan atau


26
kegigihan, dan perasaan yang terbangun dari pengalaman. Sejalan dengan

pendapat Jaipul dan James, Widiastuti (2012: 62) menjelaskan metode proyek

memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan pemahaman

melalui pengalaman belajar. Pengalaman belajar tersebut dapat mendorong anak

untuk memecahkan masalah dalam kegiatan sehari-hari dengan mandiri.

Metode proyek memberikan pembelajaran yang berpusat pada anak.

Moeslichatoen (2004: 144) menjelaskan bahwa metode proyek memberikan

kebebasan anak untuk memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan

kemampuan berpikir dan penalaran anak. Anak dibebaskan memilih topik atau

kegiatan pembelajaran sehingga sesuai dengan kemampuan, keterampilan,

kebutuhan, dan minat dari dirinya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana

pembelajaran yang berpusat pada anak. Lebih lanjut lagi tujuan metode proyek

oleh Moeslichatoen (2004: 146) yaitu memecahkan masalah yang dihadapi dalam

kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga atau sekolah, mampu

menyelesaikan pekerjaan kelompok dengan tuntas, mampu bekerja sama dengan

anak lain, dan mampu menyelesaikan dengan kreatif. Pada tujuan pembelajaran

proyek ini, anak-anak dilatih menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari

dengan pekerjaan yang dilakukan secara berkelompok, anak-anak dilatih untuk

kerja sama dengan anak lain secara baik dan kreatif.

Berdasarkan uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa tujuan metode

proyek adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir melalui pengalaman

belajar sesuai dengan minatnya. Dalam penelitian ini tujuan metode proyek juga

untuk mendorong sikap gigih, melatih tanggung jawab, serta meningkatkan


27
kemampuan kerja sama anak dalam menyelesaikan persoalan sehari-hari yang

dihadapi baik secara mandiri maupun kelompok.

c. Manfaat Metode Proyek

Setiap metode pembelajaran memiliki manfaat yang dapat dipetik setelah

pembelajaran dilaksanakan. Manfaat-manfaat tersebut akan berguna dalam proses

perkembangan anak maupun pembelajaran selanjutnya pada pendidikan anak usia

dini. Moursund (Made Wena, 2011: 147) menjelaskan manfaat metode proyek

yakni mampu meningkatkan motivasi belajar anak, memecahkan masalah,

menumbuhkan keterampilan untuk mendapatkan informasi, meningkatkan

keterampilan komunikasi, dan mengatur sesuai dengan minat anak. Saat

melaksanakan sebuah proyek anak belajar untuk memberikan bantuan kepada

teman satu kelompok, mengembangkan kemampuan berpikir secara mandiri,

membuat asumsi, memberikan respon atas pemikiran orang lain, dan memiliki

kemampuan berpikir kreatif.

Selanjutnya, Rachmawati & Kurniati (2010: 61-62) menjelaskan jika

ditinjau dari pribadi, sosial, dan intelektual maupun kreativitas, metode proyek

memberikan manfaat berupa pengalaman kepada anak dalam mengatur dan

mendistribusikan kegiatan, bertanggung jawab terhadap pekerjaan masing-

masing, meningkatkan kerja sama antar anak, mengembangkan sikap dan

kebiasaan melaksanakan pekerjaan dengan cermat, mampu mengeksplorasi bakat,

minat, dan kemampuan anak, serta memberikan peluang kepada anak untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya.

O H
N T
C O
28
Katz dan Chard (Roopnarine & Jhonson, 2015: 307) menjabarkan manfaat

metode proyek bagi anak usia dini antara lain: 1) Dapat mengumpulkan informasi

melalui pengalaman langsung, 2) Dapat melakukan percobaan yang terkait dengan

subtopik yang diamati, 3) Anak didorong untuk bertanggung jawab berkontribusi

dalam menggali subtopik khususnya yang menarik minat.

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat metode proyek

pada anak usia dini adalah memperoleh informasi mendalam terkait tema yang

dipelajari melalui pengalaman langsung. Dalam penelitian ini manfaat proyek

adalah mengembangkan potensi dan kreativitas pada saat melakukan kegiatan

yang menjadi bagian proyek, juga melatih kemampuan kerja sama dalam

menyelesaikan proyek.

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Proyek

Menerapkan metode proyek dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak

tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Pertimbangan dalam melaksanakan

juga perlu untuk dipikirkan dan dipersiapkan lebih awal.

1) Kelebihan Metode Proyek

Djamarah (2010: 234) menjelaskan kelebihan metode proyek adalah sebagai

berikut:

a) Memperluas pola pikir anak didik dalam memandang dan memecahkan

masalah yang dihadapi dalam kehidupan.

b) Dapat membina anak didik menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan

dengan terpadu dan berguna dalam kehidupan sehari-hari secara terpadu.

29
c) Dapat menarik perhatian anak untuk memiliki motivasi yang tinggi agar

terlibat secara aktif dalam pemecahan masalah.

Selain itu, menurut Mulyasa (2017: 185) kelebihan metode proyek antara

lain:

a) Mendorong dan membiasakan peserta didik untuk menemukan sendiri,

melakukan penelitian/pengkajian, menerapkan keterampilan dalam

merencanakan, berpikir kritis, dan menyelesaikan masalah

b) Mendorong peserta didik untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan

sikap tertentu ke dalam berbagai konteks

c) Memberikan peluang kepada peserta didik untuk menerapkan keterampian

interpersonal dan berkolaborasi dalam sebuah tim

d) Memberi kesempatan peserta didik menggali materi melalui berbagai cara yang

bermakna bagi dirinya.

Moeslichatoen (2004: 141) mengatakan kelebihan metode proyek yaitu:

a) Terletak pada kesanggupan hati anak untuk mencurahkan tenaga dan

kemampuannya dalam tujuan yang sama.

b) Memberi peluang anak untuk meningkatkan keterampilan yang ada baik secara

individu atau kelompok kecil.

c) Menimbulkan minat apa yang anak lakukan di dalam kegiatan proyek.

d) Peluang bagi anak untuk mewujudkan daya kreativitasnya.

e) Bekerja secara tuntas dan bertanggung jawab atas keberhasilan tujuan

kelompok.

2) Kekurangan Metode Proyek


30
Djamarah (2010: 234), kelemahan metode proyek diantaranya:

a) Kurikulum yang berlaku di negara Indonesia saat ini, baik secara vertikal atau

horizontal belum menunjang pelaksanaan metode ini.

b) Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode proyek

sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan guru belum

mampu mempersiapkan.

c) Memilih topik yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak, cukup fasilitas, dan

memiliki sumber belajar yang diperlukan.

d) Bahan pelajaran menjadi luas sehingga sering menghamburkan pokok unit

dibahas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, terdapat kelebihan dan kekurangan

yang dirasakan saat menerapkan metode proyek pada penelitian ini. Adapun

kelebihan dari metode proyek pada penelitian ini antara lain: 1) menarik minat

dan perhatian anak untuk terlibat aktif dalam memecahkan masalah secara

bersama-sama, 2) memberi peluang anak untuk menerapkan kemampuan

kerjasama baik secara individu maupun kelompok, 3) mendorong kemampuan

berpikir, keterampilan, serta kreativitas anak dalam menyelesaikan proyek.

Namun, terdapat kendala yang dihadapi pada penelitian ini antara lain: 1)

memerlukan alat bahan/sumber belajar yang banyak sehingga memerlukan biaya

lebih, 2) memerlukan waktu dan tenaga guru untuk mengorganisir anak secara

baik, dan 3) kurikulum sekolah yang sedikit sulit untuk dipadukan dengan metode

proyek karena terdapat pencapaian yang harus dicapai anak.

31
e. Langkah-langkah Pembelajaran Melalui Metode Proyek

Penerapan metode proyek bagi pembelajaran anak usia dini ada beberapa

tahap-tahap yang harus dilakukan. Tahapan pelaksanaan metode proyek menurut

Moeslichatoen (2004: 145) adalah sebagai berikut:

a) Tahap Persiapan / Perencanaan

Langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap ini adalah pertama

menetapkan tujuan dan tema kegiatan pengajaran. Pemberian pengalaman belajar

dengan metode proyek menekankan tanggungjawab anak, maka idealnya

penetapan tema dan tujuan proyek ditentukan sendiri oleh anak. Guru berperan

sebagai fasilitator dan mengarahkan anak dalam pelaksanaan proyek. Guru

mendampingi anak dalam berdiskusi menentukan tema kegiatan yang akan

dilakukan. Guru dapat memberikan gambaran dalam menentukan tema misalnya

yang sesuai dan dekat dengan kehidupan anak. Setelah berdiskusi dan

menyepakati tema yang akan digunakan maka anak di dampingi guru menentukan

topik kegiatan dan tujuan dari proyek yang akan dilaksanakan.

Kedua, menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan proyek.

Dari tema dan topik proyek yang akan dilakukan maka anak dan guru dapat

menentukan rancangan alat dan bahan yang perlu dipersiapkan. Penyediaan alat

dan bahan harus sesuai dengan kebutuhan dan hanya dapat digunakan masing-

masing kelompok. Hal ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang dapat

menyebabkan terhambatnya kegiatan proyek.

Ketiga, menetapkan rancangan pengelompokkan anak untuk melaksanakan

proyek. Untuk menetapkan rancangan pengelompokkan anak saat kegiatan


32
proyek, guru perlu memperhatikan beebrapa hal antara lain: disesuaikan dengan

keterampilan dan kemampuan yang sudah dikuasai, disesuaikan dengan

kebutuhan anak dalam bekerja sama, pengelompokkan anak harus memberikan

kesempatan masing-masing anak untuk menumbuhkan minatnya dalam kegiatan

yang dilakukan, dan memberi kesempatan masing-masing anak untuk melatih

tanggung jawab dan kerja sama secara tuntas.

Keempat, menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan sesuai dengan

tujuan yang akan dicapai. Kegiatan merancang langkah-langkah kegiatan proyek

harus rinci karena keberhasilan kegiatan proyek yang dilakukan tergantung pada

langkah-langkah yang direncanakan. Walaupun kegiatan proyek menekankan

pada tanggung jawab dan kerja sama anak, namun bimbingan dan pengarahann

guru dibutuhkan anak untuk membuat langkah-langkah kegiatan dan

menyelesaikan pekerjaannya secara tuntas.

b) Tahap Pelaksanaan

Kegiatan proyek ada 3 tahap yang harus dilakukan guru yaitu pertama, tahap

kegiatan pra pengembangan. Tahap ini merupakan persiapan yang harus

dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan proyek yang meliputi kegiatan

penyiapan alat dan bahan yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan proyek

sesuai tema dan tujuan, kegiatan penyiapan pengelompokkan anak sesuai dengan

criteria yang telah ditetapkan, menyusun deskripsi pekerjaan masing-masing

kelompok, dan kegiatan penyiapan anak untuk mengikuti kegiatan proyek.

Kedua, tahap kegiatan pengembangan. Pada kegiatan ini guru melakukan

apersepsi yang mengarah pada tema kegiatan yang dilakukan. Guru dan anak
33
berdiskusi tentang kegiatan yang akan dilakukan pada masing-masing kelompok.

Selanjutnya, guru membimbing dan mengarahkan masing-masing kelompok

untuk berkreasi dan anak-anak diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan

proyek sesuai dengan tugasnya.

Ketiga, tahap kegiatan penutup. Setelah kegiatan proyek diselesaikan oleh

masing-masing kelompok maka hasil proyek dipasang dan kegiatan proyek

diakhiri dengan merapikan dan membersihkan tempat kerja yang digunakan.

c) Tahap Penilaian

Guru dan anak melakukan relfeksi tentang hasil proyek yang telah

idkerjakan. Anak diminta mempresentasikan hasil proyek yang telah mereka buat.

Guru memberikan penilaian terhadap hasil kerja anak agar guru mengetahui

secara rinci tujuan pengajaran yang ingin dicapai melalui metode proyek dicapai

secara memadai atau tidak.

Lilian G. Katz & Sylvia C. Chard dalam Jaipul & James (2011: 317)

menjabarkan fase kerja dalam metode proyek yang terdiri dari tiga fase, sebagai

berikut:

a) Fase 1: Memulai Proyek

Fase pertama proyek, guru dan anak menentukan bersama tentang topik

yang akan dipilih berkaitan dengan fenomena yang bisa diamati langsung dalam

lingkungan anak, berada di dalam pengalaman anak, memungkingkan dilakukan

penelitian langsung, sesuai dengan budaya lokal, terkait dengan tujuan sekolah,

memberi cukup kesempatan untuk menerapkan keterampilan dasar yang sesuai

dengan anak, topik yang dipilih tidak terlalu luas. Setelah topik ditentukan, guru
34
mendorong anak untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang topik yang

mereka pilih. Pada fase ini anak-anak mengajukan pertanyaan tentang topik yang

bisa menunjukkan kesenjangan pengetahuan atau kesalah pahaman yang bisa

membentuk dasar bagi perencanaan fase kedua. Guru dan anak secara bersama

membuat daftar pertanyaan yang akan menjadi dasar proyek mereka.

b) Fase 2: Mengembangkan Proyek yang terkait topik

Tujuan utama fase kedua adalah memperoleh informasi baru, khususnya

melalui pengalaman langsung dan dari dunia nyata. Pada fase ini anak mencari

informasi yang diperoleh melalui kunjungan ke tempat sesuai topik, melalui

wawancara kepada pihak yang memiliki pengalaman langsung yang terkait topik,

atau bisa juga melalui buku, televisi, atau internet. Setelah kerja lapangan dan

memperoleh data dari wawancara, kunjungan, atau sumber lain, anak-anak bisa

mengingat kembali banyak hal dan meninjau informasi yang dikumpulkan dari

wawancara. Pada fase ini anak menerapkan keterampilan berbicara, menggambar,

menulis, membuat bagan, dan membuat proyek sesuai dengan topik dan hasil

penelitian. Pada fase ini anak akan terlibat langsung dalam merencanakan proyek

apa yang akan dipamerkan.

c) Fase 3: Menyelesaikan Proyek

Tujuan utama fase terakhir proyek adalah menyelesaikan pekerjaan

perorangan dan kelompok. Pada fase ini guru mengajak anak untuk

mendiskusikan tentang hasil proyek yang berhasil mereka kerjakan dan mengajak

anak untuk menata hasil proyek yang akan dipamerkan pada pengunjung. Pada

35
fase ini anak-anak juga di ajak untuk mengevaluasi pekerjaan mereka sendiri,

membandingkan hasil temuan dengan pertanyaan yang mereka buat di fase 1.

Dari penjelasan di atas, tahapan kerja metode proyek pada anak usia dini

dapat disimpulkan terdiri dari 3 tahapan atau fase yaitu: a) tahap 1 persiapan atau

memulai proyek, b) tahap 2 menggali informasi atau mengembangkan proyek, dan

c) tahap 3 evaluasi atau menyelesaikan proyek. Dalam penelitian ini langkah-

langkah pembelajaran proyek dilaksanakan dengan mengacu tahapan/fase yang di

kemukakan oleh Lilian G. Katz & Sylvia C dalam Jaipul dan James (2011: 317)

yang terdiri dari a) Fase 1: memulai proyek, b) Fase 2: mengembangkan proyek,

dan c) Fase 3: menyelesaikan proyek.

Fase 1 (Memulai proyek), pada fase ini guru dan anak menentukan bersama

mengenai topik kegiatan proyek yang akan dilakukan berkaitan dengan

fenomena/hal-hal yang diamati. Guru mendorong anak untuk berbagi pengetahuan

dan pengalaman melalui diskusi mengenai topik yang telah ditentukan.

Kemudian, guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam membuat

proyek.

Fase 2 (Mengembangkan proyek), pada fase ini anak memperoleh informasi

baru melalui pengalaman langsung dan menerapkan keterampilan membuat

proyek sesuai dengan topik. Guru membagi anak ke dalam beberapa kelompok

sesuai dengan kemampuan anak dan menjelaskan aturan serta langkah-langkah

dalam kegiatan proyek. Selanjutnya, anak dapat berkelompok. Guru membagi alat

dan bahan yang diperlukan pada setiap kelompok. Anak membuat proyek dengan

kerja sama antar anggota kelompok.


36
Fase 3 ( Menyelesaikan proyek). Pada fase ini anak menyelesaikan proyek

yang sedang dibuat secara berkelompok kemudian mengumpulkan hasil proyek

mereka. Anak-anak bergantian mempresentasikan hasil proyek yang mereka buat.

Di akhir kegiatan, guru menyampaikan evaluasi mengenai pelaksanaan kegiatan

proyek yang telah dilaksanakan.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan mengenai peningkatan

kemampuan kerja sama melalui metode proyek, yaitu:

1. Siti Nur Khasanah pada tahun 2013 melakukan penelitian tentang peningkatan

kemampuan kerja sama yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan

Kerja sama Melalui Metode Proyek pada Anak Kelompok B di KB Al Hidayah

Tanggalan Sringin Jumantono Kabupaten Karanganyar”. Penelitian tindakan

kelas ini dilakukan mulai dari siklus I hingga Siklus III. Rata-rata pencapaian

presentase dari peningkatan kemampuan kerja sama mengalami peningkatan

yang signifikan dan berturut-turut pada setiap siklusnya.

2. Tutik Alfiana pada tahun 2015 melakukan penelitian mengenai peningkatan

kemampuan kerja sama yang berjudul “Penerapan Metode Proyek untuk

Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak dalam Bekerja sama pada Anak didik

Kelompok B2 di TK Kreatif Zaid Bin Tsabit Kecamatan Nglegok Kabupaten

Blitar”. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan mulai Siklus I hingga Siklus III.

Berdasarkan hasil penelitian ini keterampilan sosial dalam bekerja sama pada

anak dapat meningkat setelah dilakukannya penerapan metode proyek,

37
khususnya dalam hal memberi salam pada guru, menawarkan bantuan pada

teman yang membutuhkan, mengucapkan terimakasih, meminta maaf, mau

berbagi, serta membantu melaksanakan tugas kelompok dengan baik.

3. Partini pada tahun 2015 melakukan penelitian tentang peningkatan kemampuan

kerja sama yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Kerja sama

Melalui Metode Proyek Pada Anak Kelompok B di TK Sambirejo I Jumantono

Kabupaten Karanganyar”. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan mulai dari

Siklus I hingga Siklus III. Rata-rata presentase yang dicapai pada peningkatan

kemampuan kerja sama melalui metode proyek mengalami peningkatan secara

berturut-turut.

Tiga penelitian terdahulu memiliki persamaan dan perbedaan dengan

penelitian ini. Persamaannya adalah penelitian berfokus pada peningkatan

kemampuan kerja sama pada anak usia dini. Metode yang digunakan dalam

peningkatan kemampuan kerja sama pada anak usia dini menggunakan metode

proyek dalam proses pembelajaran. Perbedaannya adalah pada indikator

kemampuan kerja sama yang ditingkatkan dan menjadi fokus dalam penelitian.

Penelitian Siti Nur Khasanah (2015) fokus pada kemampuan kerja sama pada

anak dan pelaksanaan proses pembelajaran melalui metode proyek, Tutik Alfiana

(2015) fokus penelitian dalam penelitian adalah anak mau memberi salam kepada

guru, anak mau meminta maaf kepada teman, serta mau membantu dalam

melaksanakan tugas kelompok. Penelitian Partini (2015) fokus dalam penelitian

adalah kemampuan kerja sama anak dalam menunjukkan antusiasme dalam

melakukan permainan secara positif, menunjukkan rasa kepedulian dan kerja


38
sama, berkomunikasi dengan teman. Sedangkan dalam penelitian ini fokus dan

indikator yang akan diamati mengenai kemampuan kerja sama pada anak adalah

kemampuan komunikasi, tanggung jawab menyelesaikan tugas, saling membantu

teman, dan saling menghargai teman.

C. Kerangka Berpikir

Usia dini merupakan masa yang tepat untuk mengoptimalkan setiap aspek

perkembangan yang terdapat dalam diri anak. Perkembangan sosial seperti

kemampuan kerja sama merupakan salah satu aspek yang perlu ditingkatkan.

Kerja sama merupakan salah satu pola perilaku sosial, dapat diartikan sebagai

kesanggupan atau kecakan yang dimiliki seorang individu dalam menyelesaikan

suatu tindakan dengan kesepakatan bersama pada suatu kelompok karena adanya

tujuan atau kepentingan yang sama. Anak-anak yang memasuki usia 5-6 tahun

memasuki masa bermain dan berbagi bersama teman. Hal tersebut menunjukkan

pentingnya kemampuan kerja sama anak untuk bersosialisasi agar diterima oleh

lingkungannya. Mengoptimalkan kemampuan kerja sama pada anak sejak dini

berarti menyiapkan anak dengan berbagai keterampilan baru agar dapat

berpartisipasi dalam dunia yang terus berubah dan berkembang.

Peneliti mengamati rata-rata anak kelompok B di TK Mekar Melati yang

memiliki sikap saling membantu, menghargai dan bekerja sama hanya 5 anak.

Didapati hanya 35 % anak yang memiliki kemampuan kerja sama yang baik. Hal

tersebut menunjukkan bahwa anak kelompok B di TK Mekar Melati memiliki

kemampuan kerja sama yang belum terlihat. Maka diperlukan upaya untuk

39
meningkatkan kemampuan kerja sama. Peningkatan kemampuan kerja sama pada

anak kelompok B di TK Mekar Melati ini menggunakan metode proyek.

Metode proyek merupakan salah satu metode pembelajaran yang

menggunakan prinsip dari teori kinstruktivistik dimana yang berperan dalam

proses pembelajaran adalah anak itu sendiri. Anak membangun pengetahuannya

sendiri melalui praktik langsung dengan fasilitas yang ada. Alasan peneliti

memilih metode proyek adalah dapat menjadi perantara untuk menumbuhkan dan

meningkatkan keterampilan sosial khususnya kerja sama karena dalam

pelaksanaan metode proyek dilakukan secara berkelompok. Hal tersebut didukung

oleh pendapat Roopnarine dan Jhonson (2015: 307) bahwa penyelidikan yang

dilakukan dalam proyek melibatkan pembuatan berbagai kecerdasan dan sosial,

serta akademik.

Melalui metode proyek anak akan dibagi menjadi beberapa kelompok kecil

maupun besar yang bertujuan agar anak berbaur dan bekerja sama dengan semua

teman yang ada di dalam kelas. Selain itu, dalam metode proyek juga terdapat

beberapa pembagian tugas yang harus diatur oleh seluruh anggota kelompok.

Anak akan terdorong untuk membantu teman yang kesulitan, menciptakan

komunikasi, memahami teman sekelompok, untuk memikirkan tujuan yang sama

yaitu menyelesaikan tugas yang diberikan. Pelaksanaan kegiatan proyek membuat

anak lebih bersemangat untuk berinisiatif dalam melakukansebuah kegiatan

karena tidak ada sebuah pemaksaan. Metode proyek memberikan dan

memperhatikan kebebasan pada anak untuk melakukan kegiatan berdasarkan

40
minat anak. Guru dalam pembelajaran dapat mengarahkan pada kegiatan yang

kreatif dan menyenangkan.

Oleh karena itu peneliti menggunakan penerapan metode proyek dalam

pembelajaran di TK diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk

meningkatkan kemampuan kerja sama pada anak kelompok B di TK Mekar

Melati. Berdasarkan uraian di atas, apabila digambarkan dalam sebuh skema

adalah sebagai berikut:

Anak kelompok B di TK Mekar Melati memiliki kemampuan


kerja sama yang belum optimal.

Menerapkan metode proyek dalam proses pembelajaran

Kemampuan kerja sama anak kelompok B di TK Mekar Melati


meningkat

Gambar 1. Kerangka berpikir.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka

hipotesis dalam tindakan ini adalah “Kemampuan kerja sama pada anak kelompok

B di TK Mekar Melati dapat ditingkatkan melalui metode proyek.”

41
O H
NT
BAB III
METODE PENELITIAN CO
A. Desain Penelitian Tindakan

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom

Action Research). Sanjaya (2011: 26) menyatakan bahwa penelitian tindakan

kelas merupakan proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui

refleksi diri dalam upaya memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan

berbagai tindakan yang terencana dalam situasi yang nyata serta menganalisis

setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.

Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif artinya peneliti tidak melakukan

sendiri namun melakukan kolaborasi atau bekerja sama dengan guru kelompok B

di TK Mekar Melati. Guru dan peneliti berdiskuasi untuk menyamakan

pemahaman tentang permasalahan yang terjadi, pengambilan keputusan, dan

menghasilkan kesamaan tindakan untuk meningkatkan kerja sama anak. Hal ini

sebagai bentuk kolaborasi antara peneliti dengan guru sesuai dengan penjelasan

Arikunto, Suhardjono & Supardi (2015: 150), yang mengungkapkan adanya

keharusan kolaborasi atau kerja sama antara peneliti (dalam hal ini adalah

mahasiswa) dengan praktisi (guru) dalam penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini mengacu pada model Kemmis

dan Mc Taggart. Model yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart pada

hakekatnya terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan (planning), tindakan

(acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Akan tetapi,

komponen tindakan (acting) dan pengamatan (observing) dijadikan sebagai satu


42
kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan adanya kenyataan

bahwa antara penerapan tindakan dan pengamatan merupakan dua kegiatan yang

tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan harus dilakukan dalam satu

kesatuan waktu (Kusumah, 2010: 20). Keempat komponen tersebut memiliki

hubungan yang saling berkaitan antara tahapan satu dengan tahapan berikutnya

yang menunjukkan sebuah siklus atau kegiatan berulang. Tahapan-tahapan

tersebut dapat digambarkan seperti berikut:

Gambar 2. Desain Penelitian Model Spiral dari Kemmis dan Mc Taggart


(Kusumah, 2011:21)

Keterangan:

1. Plan (perencanaan)

O H
NT
2. Act and Observe (tindakan dan observasi)

CO
3. Reflect (refleksi)

43
B. Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester satu (ganjil) tahun

ajaran 2019/2020, dengan tindakan dilakukan pada bulan Januari sampai dengan

Februari. Waktu pengambilan data kurang lebih satu bulan.

C. Deskripsi Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK Mekar Melati yang beralamat di Dusun

Tegalsari Nambongan, Desa Tlogoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Subjek dan Karakteristiknya

Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok B1 TK Mekar Melati

Tahun ajaran 2019/2020. Anak didik berjumlah 14 anak yang terdiri dari 5 anak

perempuan dan 9 anak laki-laki yang berada pada rentang usia 5-6 tahun.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan, kemampuan

kerja sama anak-anak pada kelompok B1 tergolong rendah sehingga perlu adanya

tindakan agar kemampuan kerja sama anak dapat berkembang optimal.

E. Skenario Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu

perencaaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi, dimana tahapan tindakan dan

pengamatan dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Keempat tahapan tersebut

memiliki hubungan yang saling berkaitan antara langkah satu dengan langkah

berikutnya yang menunjukkan adanya sebuah siklus atau kegiatan berulang.

Dalam penelitian ini satu siklus terdiri dari tiga kali pertemuan tindakan seperti
44
yang dijelaskan (Arikunto, Suhardjono & Supardi, 2015: 42) bahwa pengulangan

dilakukan minimal tiga kali agar hal yang diteliti teramati dengan baik. Berikut

uraian skenario tindakan penelitian:

1. Perencanaan (Planning)

Tahap perencanaan merupakan kegiatan merancang secara rinci apa dan

bagaimana tindakan yang akan di lakukan (Arikunto, Suhardjono & Supardi,

2015: 143). Sanjaya (2011: 78) menyatakan dalam tahap perencanaan disusun

perencanaan pembelajaran untuk memperbaiki proses pembelajaran. Rencana

tindakan umumnya bersifat fleksibel, artinya tidak menuntup kemungkinan

rencana penelitian yang telah tersusun dan terencana mengalami perubahan

sesuaii dengan keadaan yang terjadi.

Perencanaan dalam penelitian ini meliputi:

a. Peneliti bersama dengan guru menyusun skenario pembelajaran dan perangkat

pembelajaran seperti RPPH sesuai tema.

b. Peneliti mempersiapkan sumber dan media pembelajaran, seperti peralatan dan

bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan metode proyek.

c. Peneliti menyiapkan instrumen pengamatan dalam bentuk lembar observasi

dan alat dokumentasi.

2. Tindakan (Action) dan Pengamatan (Observing)

Tahap ini merupakan pelaksaan tindakan sekaligus pengamatan terhadap

tindakan yang dilaksanakan. Guru di kelas B1 TK Mekar Melati adalah pelaksana

tindakan, sedangkan peneliti sebagai observer ketika pendidik melaksanakan

kegiatan pembelajaran dengan penerapan metode proyek. Agar terdapat pemikiran


45
yang sama dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, maka pelaksanaan

kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPPH yang telah disepakati oleh guru dan

peneliti. Langkah-langkah tindakan penerapan metode proyek yang dilaksanakan

terdiri dari:

a. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada hari itu sesuai dengan

RPPH.

b. Guru sebagai fasilitator dan pengarah bagi anak dalam kegiatan. Guru dan

peneliti bersama-sama menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam

kegiatan bermain pada masing-masing kelompok.

c. Pengelompokkan dilakukan oleh guru dan disesuaikan dengan kebutuhan anak

dalam bekerja sama serta memberikan kesempatan yang sama bagi masing-

masing anak.

d. Guru menyampaikan tugas, langkah-langkah kegiatan, dan tujuan kegiatan

secara jelas kepada seluruh anak.

e. Guru mengevaluasi dan mengkondisikan anak.

Pengamatan atau observasi merupakan tindakan pengumpulan informasi

yang akan dipakai untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan telah

berjalan sesuai dengan rencana yang diharapkan (Arikunto, Suhardjono, &

Supardi, 2015: 144). Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati

secara langsung aspek-aspek kemampuan kerja sama yang ada pada anak

kelompok B1 melalui partisipasi dan aktivitas selama pembelajaran berlangsung

serta perubahan apa yang terjadi berdasarkan pedoman observasi yang telah

46
dibuat. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti dibantu observer untuk

mengumpulkan data-data dari 14 anak yang diamati.

3. Refleksi (Reflecting)

Refeleksi merupakan kegiatan evaluasi untuk mengetahui apa yang kurang

pada pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan untuk selanjutnya hasil refleksi

digunakan sebagai bahan perbaikan pada tahapan atau siklus berikutnya

(Arikunto, Suhardjono & Supardi, 2015: 144). Dalam penelitian ini, refleksi

dilakukan menggunakan teknik kolaborasi antara guru dan peneliti untuk

mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hasil refleksi pada

observasi siklus I direnungkan dan dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan

tindakan selanjutnya di siklus II. Banyaknya siklus dalam penelitian tindakan

kelas tergantung pada hasil tindakannya. Apabila hasil dari tindakan menunjukkan

adanya peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran sudah mencapai

standar yang diinginkan, maka penelitian sudah dapat diakhiri.

F. Definisi Operasional

1. Anak Kelompok B TK Mekar Melati

Anak kelompok B yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak-anak di

kelompok B1 yang berjumlah 14 anak terdiri dari 5 anak perempuan dan 9 anak

laki-laki berada dalam rentang usia 5-6 tahun.

2. Kerja Sama

Kerja sama merupakan suatu kemampuan yang dimiliki anak dalam

melakukan suatu kegiatan bersama-sama secara berkelompok untuk mencapai

47
suatu tujuan yang sama, serta menciptakan keterampilan kooperatif anak melalui

interaksi yang terjadi didalamnya. Indikator kerja sama dalam penelitian ini yaitu:

(1) komunikasi (menyampaikan pendapat), (2) tanggung jawab menyelesaikan

tugas, (3) saling membantu teman, dan (4) saling menghargai (dengan

perkataan/perbuatan baik).

3. Metode Proyek

Pengertian metode proyek adalah strategi yang memberikan kesempatan

anak untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman dan

praktik langsung dalam memecahkan persoalan yang dilakukan secara kelompok.

Metode proyek mengacu pada teori belajar konstruktivistik dimana yang berperan

dalam proses pembelajaran adalah anak itu sendiri.

G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat digunakan untuk

memperoleh atau mengumpulkan data (Arikunto, 2010: 192). Macam-macam

teknik pengumpulan data tersebut diantaranya wawancara, observasi, angket atau

kuisioner, tes, dan dokumentasi. Terkait dengan penelitian yang dilakukan, maka

metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati

setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatat dengan alat observasi yang

diamati (Sanjaya, 2011:86). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap

48
kemampuan kerja sama anak kelompok B melalui pembelajaran dengan metode

proyek. Menurut Kusumah (2010: 66) tipe-tipe observasi yaitu observasi

berstruktur dan observasi tidak berstruktur. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan observasi terstruktur yang dilakukan dengan menggunakan

pedoman observasi untuk memudahkan peneliti dalam melakukan observasi.Pada

proses observasi, peneliti dibantu oleh observer dalam mengamati pelaksanaan

kegiatan pembelajaran menggunakan metode proyek sesuai dengan pedoman

observasi yang telah disusun. Sebagai bukti pelaksanaan kegiatan penelitian

tindakan kelas, maka peneliti menambahkan foto-foto selama kegiatan

berlangsung sebagai alat penunjang observasi.

b. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengetahui bagaimana aktivitas dan

kreativitas guru, yang berasal dari berbagai sumber untuk menyusun rencana

pembelajaran (Arikunto, 2010: 177). Dalam penelitian ini, dokumentasi yang

digunakan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) yang di

terapkan guru selama proses penelitian.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data atau instrumen penelitian adalah alat yang

dapat digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pengerjaan

penelitian lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap,

dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010: 203). Instrumen

penelitian dapat berupa angket, check list, pedoman wawancara, pedoman

pengamatan, dan lain sebagainya. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa


49
lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mencatat hasil pengamatan

yang mencakup beberapa aspek yang menjadi fokus untuk diamati oleh peneliti

selama siklus berlangsung. Pengisian dalam instrumen ini dengan membubuhkan

tanda check list jika hal yang diamati telah muncul.

Kisi-kisi intrumen observasi kemampuan kerja sama anak usia 5-6 tahun di

TK Mekar Melati terdapat pada Tabel 1 di halaman selanjutnya.

O H
NT
CO

50
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Observasi Kemampuan Kerja sama Anak
Aspek Indikator Deskriptor
Kemampuan Komunikasi Anak belum mau menyampaikan
Kerja sama (menyampaikan pendapat meski dengan dorongan guru
pendapat) Anak mau menyampaikan pendapat
dengan dorongan guru
Anak mampu menyampaikan pendapat
atas inisiatif sendiri
Anak terbiasa menyampaikan pendapat
& memberi masukan terhadap teman
satu kelompok
Tanggung jawab Anak belum mau menyelesaikan
menyelesaikan tugasnya dalam kelompok meski
tugas dengan dorongan guru/teman
Anak mau menyelesaikan tugasnya
dalam kelompok atas dorongan guru/
teman
Anak mampu menyelesaikan tugasnya
dalam kelompok atas inisiatif sendiri
Anak terbiasa menyelesaikan tugasnya
dalam kelompok dan mengingatkan
teman yang lain untuk menyelesaikan
tugas
Saling Anak belum mau membantu teman
membantu meski dengan dorongan guru
teman Anak mau membantu teman dengan
dorongan guru
Anak mampu membantu teman

Anak terbiasa membantu teman dan


mengingatkan teman untuk saling
membantu
Saling Anak belum mau bersikap menghargai
menghargai teman meski dengan dorongan guru
teman (dengan Anak mau bersikap menghargai teman
perkataan/ dengan dorongan guru
perbuatan baik) Anak mampu bersikap menghargai
teman atas inisiatif sendiri
Anak terbiasa bersikap menghargai
teman dan menegur teman yang
mengejek

51
Tabel 2. Rubrik Penilaian Kemampuan Kerja sama Anak
Indikator Deskriptor Skor
Komunikasi Anak belum mau menyampaikan pendapat 1
(Menyampaikan meski dengan dorongan guru
pendapat) Anak mau menyampaikan pendapat 2
dengan dorongan guru
Anak mampu menyampaikan pendapat 3
atas inisiatif sendiri
Anak terbiasa menyampaikan pendapat & 4
memberi masukan terhadap teman satu
kelompok
Tanggung jawab Anak belum mau menyelesaikan tugasnya 1
menyelesaikan dalam kelompok meski dengan dorongan
tugas guru/teman
Anak mau menyelesaikan tugasnya dalam 2
kelompok atas dorongan guru/teman
Anak mampu menyelesaikan tugasnya 3
dalam kelompok atas inisiatif sendiri
Anak terbiasa menyelesaikan tugasnya 4
dalam kelompok dan mengingatkan teman
yang lain untuk menyelesaikan tugas
Saling membantu Anak belum mau membantu teman meski 1
teman dengan dorongan guru
Anak mau membantu teman dengan 2
dorongan guru
Anak mampu membantu teman 3
Anak terbiasa membantu teman dan 4
mengingatkan teman yang lain untuk
saling membantu
Saling menghargai Anak belum mau bersikap menghargai 1
teman (dengan teman meski dengan dorongan guru
perkataan/perbuatan Anak mau bersikap menghargai teman 2
baik) dengan dorongan guru
Anak mampu bersikap menghargai teman 3
atas inisiatif sendiri
Anak terbiasa bersikap menghargai teman 4
dan menegur teman yang mengejek

52
H. Kriteria Keberhasilan Tindakan

Sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas, dalam penelitian ini

dinyatakan berhasil apabila ada perubahan atau peningkatan terhadap hasil belajar

yang diperoleh anak setelah diberikan tindakan. Penelitian ini dikatakan berhasil

dan baik jika 76% anak atau 10 anak berada pada kriteria Berkembangan Sangat

Baik (BSB).

I. Teknik Analisis Data

Penelitian tindakan adalah penelitian kualitatif karena objeknya adalah

proses pembelajaran, namun tidak menutup kemungkinan penelitian juga

menggunakan analisis data kuantitatif (Arikunto, Suhardjono & Supardi,

2015:95). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teknik analisis data

deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif yaitu menggambarkan data

menggunakan kalimat untuk memperoleh keterangan yang jelas dan terperinci,

sedangkan kuantitatif yaitu data yang berupa bilangan, nilainya dapat berubah-

ubah atau bersifat variatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisa hasil

observasi dan membuat narasi terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan

oleh guru dan anak di kelas.

Data yang dianalisis yaitu data hasil yang diperoleh pada pelaksanaan

pembelajaran melalui penerapan metode proyek untuk meningkatkan kemampuan

kerja sama pada anak. Peneliti membuat perbandingan persentase kemampuan

anak sebelum tindakan dan sesudah tindakan dengan metode proyek untuk

meningkatkan kemampuan kerja sama. Rumus perhitungan yang digunakan untuk

53
mencari persentase dalam penelitian ini menggunakan rumus perhitungan menurut

Sudijono (2011: 43),sebagai berikut:

P=

Keterangan:

P = Angka presentase

F = Frekuensi yang sedang dicari frekuensinya

N = Jumlah frekuensi

Selanjutnya, data tersebut dinterpretasikan ke dalam empat tingkatan

penilaian menurut Yoni (2010: 175), yaitu:

1. Kriteria sangat baik jika anak memperoleh nilai 76%-100%.

2. Kriteria baik jika anak memperoleh 51%-75%.

3. Kriteria cukup jika anak memperoleh nilai 26%-50%.

4. Kriteria kurang jika anak memperoleh 0%-25%.

Dari presentase di atas, peneliti memodifikasi kriteria penilaian sesuai

dengan prosedur penilaian di Taman Kanak-kanak sebagai berikut:

1. Kriteria Berkembang Sangat Baik (BSB) jika anak memperoleh nilai 76%-

100%.

2. Kriteria Berkembang Sesuai Harapan (BSH) jika anak memperoleh nilai 51%-

75%.

3. Kriteria Mulai Berkembang (MB) jika anak memperoleh nilai 26%-50%.

4. Kriteria Belum Berkembang (BB) jika anak memperoleh nilai 0%-25%.

54
DAFTAR PUSTAKA

Alfiana, T. (2015). Penerapan metode proyek untuk meningkatkan keterampilan


sosial anak dalam bekerja sama pada anak didik kelompok B2 di TK Kreatif
Zaid Bin Tsabit Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar. Jurnal PINUS, 1(3),
199-206.

Allen. K.E., & Marotz, L. (2010). Profil perkembangan anak. (Terjemahan


Valentino). Jakarta: PT Indeks.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Arikunto, S., Suhardjono, & Supardi. (2015). Penelitian tindakan kelas. Jakarta:
Bumi Aksara.

Depdikbud. (2014). Undang-undang Nomor 137 Tahun 2014, tentang Standar


Nasional PAUD. Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas. (2012). Pedoman pendidikan karakter pada Pendidikan Anak Usia


Dini. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Bahri, S., & Zain, A. (2010). Strategi belajar mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.

Elfindri, L.H., dkk. (2012). Pendidikan karakter: kerangka, metode dan aplikasi
untuk pendidik dan profesional. Jakarta: Baduose Media.

George, S.M. (2012). Dasar-dasar pendidikan anak usia dini. Jakarta: Indeks

Hapidin, dkk. (2013). Manajemen pendidikan TK. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka.

Hidayati, S. (2017). Peningkatan kerja sama anak melalui metode proyek


menghias kelas pada siswa kelompok b ra az-zahra jombor kec. Tuntang,
kab. Semarang tahun pelajaran 2016/2017. Skripsi. Salatiga: Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Diakses dari http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1845/1/skripsi%20sania.pdf, pada
tanggal 28 Oktober 2019.

Isjoni. (2010). Pembelajaran kooperatif meningkatkan kecerdasan komunikasi


antar peserta didik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Jahja, Y. (2013). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media


Grup.
Jaipul L.R., & James E.J. (2015). Pendidikan anak usia dini dalam berbagai
pendekatan. Jakarta: Prenada Group.

Jasmine, J. (2012). Metode mengajar multiple intelegences. (Terjemahan


Purwanto). Bandung: Nuansa Cendekia.

Johnson. D.W., Johnson. R.T., & Holubec. E.J. (2010). Colaborating learning
strategi pembelajaran untuk sukses bersama. (Terjemahan Narulita
Yusron). Bandung: Nusa Media.

Khasanah, S.N. (2013). Upaya meningkatkan kemampuan kerjasama melalui


metode proyek pada anak kelompok B di KB Al Hidayah Kabupaten
Karanganyar. Skripsi. Diakses dari
https://www.academia.edu/34987489/upaya_meningkatkan_kemampuan_ke
rja_sama_melalui_metode_proyek_pada_anak_kelompok_B_di_KB_ pada
tanggal 26 Oktober 2019.

Kusumah, W., & Dwitagama, D. (2010). Mengenal penelitian tindakan kelas.


Jakarta: Indeks.

Latif, M., Zhukhirina, & Zubaidah, R. (2013). Orientasi baru pendidikan anak
usia dini teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana.

Listyaningrum. (2016). Peningkatan keterampilan sosial melalui strategi thomas


amstrong. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Luqman, F. (2016). Perilaku sosial anak usia dini di lingkungan lokalisasi


guyangan 2016. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1 (10).

Made Wena. (2011). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer. Jakarta: PT


Bumi Aksara

Maqasary, A.A. (2014). Kemampuan kerja sama anak usia dini. Diakses dari
http://www.e-journal.com/2014/02/kemampuan-kerjasama-anak-usia-
dini.html, pada tanggal 26 Oktober 2019.

Masitoh, Setiasih, O., & Djoehaeni, H. (2005). Pendekatan belajar aktif di taman
kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Perguruan
Tinggi Derektor Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Moeslichatoen. (2004). Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta:


Rineka Cipta.
Moleong, L.J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Montessori, A. (2013). Metode montessori (Rev. ed). (Terjemahan Ahmad


Lintang). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Edisi asli ditrbitkan oleh Rowman
& Littlefield Publisher Inc. Lanham Maryland USA).

Mulyasa, E. (2017). Strategi pembelajaran PAUD. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Partini. (2015). Upaya Meningkatkan kemampuan kerja sama pada anak


kelompok B di TK Sambirejo Jumantono Kabupaten Karanganyar tahun
ajaran 2012/2016. Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Anak.. 2 (1). Diakses dari
http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/jpaud/article/view/1480 pada tanggal 27
Oktober 2019.

Pujiati, D. (2013). Peningkatan keterampilan sosial melalui bermain peran. Jurnal


Pendidikan Anak Usia Dini, 7 (2).

Rachmawati, Y., & Kurniati, E. (2010). Strategi pengembangan kreativitas pada


anak usia taman kanak-kanak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rochmawati, I., Sutarto, J., & Anni, T.S. (2017). Pengembangan model
cooperative learning games untuk meningkatkan kemampuan kerja sama
anak usia 5-6 tahun. Journal of Primary Education, 6 (2), 147-158.

Roestiyah, N.K. (2012). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Roopnarine, J.L., & Jhonson, J.E. (2015). Pendidikan anak usia dini dalam
berbagai pendekatan (Rev. ed). (Terjemahan Sari Narulita). Jakarta:
Kencana. (Edisi asli diterbitkan tahun 2005 oleh Pearson Education, Inc).

Sanjaya, W. (2011). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Kencana Perdana Media


Group.

Saputra, Y.M., & Rudyanto. (2005). Pembelajaran kooperatif untuk


meningkatkan keterampilan kerja sama anak TK. Jakarta: Depdiknas.

Siregar, E., & Nara, H. (2011). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia
Indonesia.

Sudijono, A. (2011). Pengantar statistik pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Sujiono, Y.N. (2005). Metode pengembangan kognitif. Jakarta: UT.


Sukmadinata, N.S. (2013). Metode penelitian tindakan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Susanto, A. (2017). Perkembangan anak usia dini. Jakarta: Kencana.

Suyanto, S. (2005). Dasar-dasar pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: Hikayat


Publishing.

Vinayastri, A. (2015). Pengaruh pola asuh (parenting) orang tua terhadap


perkembangan otak anak usia dini. Diakses dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/isi_Artikel_
215651583993.pdf, pada tanggal 25 Oktober 2019.

Widayanti, M.D. (2018). Pengembangan buku panduan pembelajaran metode


proyek untuk guru dalam meningkatkan kemampuan kerja sama anak usia
5-6 tahun. Tesis, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.

Widiastuti, S. (2012). Pembelajaran proyek berbasis budaya lokal untuk


menstimulasi kecerdasan majemuk AUD. Jurnal Pendidikan Anak. 1 (1),
59-71.

Widianingsih, S., Marmawi, & Lestari, S. (2013). Pembelajaran proyek dalam


mengembangkan kerja sama melalui permainan balok pada anak usia 5-6
tahun. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa. 2 (9).

Wiyani A.N. (2014). Mengelola & mengembangkan kecerdasan sosial &


emosional anak usia dini. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Yoni, A. (2010). Menyusun penelitian tindakan kelas. Yogyakarta: Familia.

Yusuf, S. (2007). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

O H
N T
CO

Anda mungkin juga menyukai