Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN INFORMAL SEBAGAI FONDASI

KEPRIBADIAN ANAK

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UJIAN TENGAH SEMESTER Mata Kuliah
Sosiologi Pendidikan Dosen Pengampu Dr. Ahmad Herman, S.Sos, MM.

Oleh:

Reza Mahlufi
NIM: 20010247

PROGRAM STUDI MANAJAMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
SYEKH MUHAMMAD NAFIS
TABALONG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Permasalahan ......................................................................................... 5
C. Tujuan Penulian .................................................................................... 5
BAB II PRMBAHASAN .................................................................................. 6
A. Aspek Pendidikan Informal dan Kepribadian ........................................ 6
1. Konsep Pendidikan .......................................................................... 6
2. Konsep Pendidikan Informal ............................................................ 8
3. Konsep Kepribadian ......................................................................... 9
B. Peran Pendidikan Informal dalam Membentuk Kepribadian Anak ..... 10
1. Peran Keluarga dalam Membentuk Kepribadian Anak ................. 10
2. Peran Masyarakat dalam Membentuk Kepribadian Anak ............. 11
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 13
A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Rekomendasi ........................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian penting dari hidup dan kehidupan
manusia, dan mestinya sejalan dengan perkembangan tuntunan masyarakat.
Ini berarti bahwa pendidikan adalah sebagai pelestari tata sosial dan tata nilai
yang ada dan berkembang dalam masyarakat sekaligus agen pembaharuan.
Pendidikan dalam Islam dipahami sebagai sebuah proses transformasi
dan internalisasi nilai-nilai ajaran Islam terhadap peserta didik. Ini dilakukan
melalui proses pengembangan fitrah, agar memperoleh keseimbangan hidup
dalam semua aspeknya. Dengan demikian, fungsi pendidikan Islam pada
hakikatnya adalah wadah pewarisan nilai-nilai budaya Islam baru sebagai
hasil interaksi potensi dengan lingkungan dan konteks zamannya. Kunci
keberhasilan umat Islam agar mampu menangkap ruh ajaran Islam yang
sesungguhnya dan sesuai dengan konteks kehidupan, tidak ada cara lain,
selain dengan proses pendidikan.
Pendidikan dalam Islam memperoleh tempat dan posisi yang sangat
tinggi, karena melalui pendidikan orang dapat memperoleh ilmu. Dengan
ilmu, seseorang dapat mengenal Tuhannya. Peribadatan seseorang juga akan
hampa jika tidak disertai dengan ilmu. Demikian juga tinggi rendahnya
derajat seseorang di samping iman, juga sangat ditentukan oleh kualitas
keilmuan seseorang. Karena ilmu sangat menentukan, pendidikan sebagai
sebuah proses perolehan ilmu menjadi sangat penting. Oleh sebab itu, proses
pencarian ilmu harus terus-menerus dilakukan, di mana pun dan kapan pun.
Pendidikan pada hakikatnya adalah serangkaian pengalaman panjang
manusia dalam kegiatan pendidikan sepanjang sejarah yang disusun secara
sistematis, sehingga mudah dipahami, diujicobakan, diterapkan, dan
kemudian dikembangkan oleh generasi ke generasi. Dengan demikian,
konsep-konsep maupun teori-teori pendidikan yang ada sekarang maupun

1
2

yang akan dikembangkan di masa yang akan datang oleh para ahli pada
hakikatnya merupakan upaya meneruskan berbagai pemikiran, pengalaman
maupun bangunan kebudayaan yang sudah dikembangkan oleh generasi
sebelumnya.
Di Indonesia, pendidikan tidak hanya terbatas pada pendidikan bentuk
formal seperti di sekolah. Sistem pendidikan di Indonesia terdapat tiga jalur
pendidikan yaitu pendidikan formal, non formal dan informal. Pendidikan
formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi,
seperti sekolah formal. Jalur pendidikan non formal adalah jalur pendidikan
di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Sedangkan pendidikan informal merupakan jalur pendidikan yang
diberikan oleh keluarga dan lingkungan peserta didik yang bersangkutan.
Keluarga khususnya orang tua, mempunyai peranan yang sangat penting
dalam memberikan pendidikan bagi anaknya. Keluarga merupakan
lingkungan pertama bagi anak, sehingga keluarga merupakan pendidikan
tertua yang bersifat informal dan kodrati. Oleh karena itu, keluarga
mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk pola kepribadian
anak dalam membentuk budi pekerti yang luhur, karena keluarga adalah
tempat anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.
Pendidikan Informal atau biasa dikenal dengan sebutan Pendidikan Luar
Sekolah memiliki beberapa peranan penting salah satunya dalam membentuk
kepribadian seorang anak agar anak tersebut mampu menjadi individu atau
pribadi yang memiliki kepribadian yang baik di masa depannya. Pendidikan
Informal pada pembentukan kepribadian anak sangat dibutuhkan di
lingkungan masyarakat sehingga Pendidikan ini selalu menjadi tren yang
sedang dibicarakan. Oleh karena itu, banyak orang tua yang menginginkan
anaknya agar mendapat pendidikan formal maupun informal karena di dalam
pendidikan informal terdapat banyak sekali poin yang sangat dibutuhkan oleh
anak dalam membangun kepribadiannya. Poin tersebut dapat berupa program,
3

kegiatan, ataupun jadwal yang telah dirancang sehingga membuat anak


menjadi senang saat belajar mengenai pendidikan informal.
Selain keluarga, Lingkungan juga merupakan bagian penting dalam
pendidikan kepribadian, hal ini karena pembentukan kepribadian anak
tidak terlepas dari lingkungan sosialnya. Kondisi psikologis ibu saat
mengandung juga ikut mempengaruhi perkembangan anak (Tim Pustaka
Familia, 2006), dalam (Shofiyatuz, (2020: 2). Ibu yang sedang
mengandung harus menjaga kestabilan psikologis dan kesehatan fisiknya,
agar anak mendapatkan nutrisi yang baik. Sedangkan menurut (Khasinah,
2013), dalam (Shofiyatuz, (2020: 2). Anak sebagai makhluk sosial akan
terus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya untuk keberlangsungan
hidupnya.
Anak mengamati dan kemudian meniru perilaku-perilaku yang
tampak di hadapannya (Mussen, 1984). Karena anak memiliki rasa ingin
tahu yang sangat tinggi, yang kemudian disebut sebagai masa peka oleh
Montessori (Suyadi, 2016), masa peka ini merupakan suatu masa dimana
anak sangat memiliki ketertarikan kepada setiap hal, baik yang dia lihat
maupun yang dia dengar. Sehingga, masa peka ini harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya karena akan mempengaruhi perkembangan anak
selanjutnya.
Masa peka yang dimiliki anak berbeda-beda, ada yang panjang dan
ada yang pendek tergantung pada faktor keturunan dan stimulasi yang
diterima oleh anak (Hasan, 2010). Pada tahun-tahun pertama, keluarga
khususnya orang tua menjadi bagian penting dalam perkembangan anak
usia dini. Orang tua harus mengetahui secara mendalam terkait
perkembangan anak, sehingga orang tua mampu memberikan stimulus
yang mampu mendorong perkembangan anak menjadi lebih baik.
Setiap anak memiliki hak untuk mengembangkan potensi-potensi
yang adalah di dalam dirinya, walaupun setiap anak mengalami proses
perkembangan yang berbeda, sangat cepat, wajar dan ada pula yang
4

sangat lambat (Hidayah, 2009). Proses perkembangan yang dilalui anak


tentu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal berupa motivasi, setiap anak memiliki motivasi yang
berbeda-beda dalam dirinya untuk tetep bersemangat dalam menjalani
kehidupan ini. Misalnya, anak melakukan manipulasi perilaku dalam
interaksi sosialnya untuk memperoleh motivasi, anak memiliki rasa ingin
tahu yang sangat besar terhada sesuatu hal, seingga anak akan terus
mencari jawabannya hingga dirinya merasa puas (Ostroff, 2013).
Sedangkan faktor eksternal bisa berupa lingkungan sosial tempat tinggal
anak. Bagaimana anak berinteraksi dalam lingkungan sosialnya, apakah
mereka lebih banyak mendapatkan energi-energi positif yang akan
mendoronganya menjadi lebih baik ataukah mereka lebih banyak
mendapatkan energi negatif.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya seringkali kepribadian itu
menemukan suatu permasalahan dalam proses pembentukannya. Terdapat
faktor-faktor yang selalu mempengaruhi perkembangan yang terjadi
dalam pembentukan kepribadian seorang manusia. Oleh sebab itu,
kepribadian seharusnya menjadi hal yang tidak mutlak. Kepribadian
dapat dibentuk dan diusahakan terwujud sesuai dengan bentuk kepribadian
yang normal dan adaptif (Daviq, (2012: 2).
Oleh sebab itu, kepribadian memiliki sifat dinamis sehingga pada diri
seseorang sering mengalami masalah kepribadian. Masalah kepribadian
bisa berupa gangguan dalam pencapaian hubungan yang harmonis dengan
orang lain atau dengan lingkungannya. Sebagai sesuatu yang memiliki
sifat kedinamisan, maka kepribadian seseorang dapat berubah dan
berkembang sampai batas kematangan tertentu. Perkembangannya sejalan
dengan perkembangan kemampuan cara berpikir seseorang. Perkembangan
kemampuan cara berpikir ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar
seseorang yang mengkristal sebagai pengalaman dan hasil belajar. Hasil
belajar dan pengalaman inilah yang memberikan warna pada kehidupan
seseorang nantinya (Jenny, 2006), dalam (Daviq, (2012: 2).
5

Pengembangan kepribadian anak tidak sekejap muncul. Kepribadian


perlu dibentuk dan dikembangkan sejak anak usia dini. Goleman (2003)
mencatat bahwa kegagalan penanaman kepribadian pada masa ini akan
membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasa kelak. Keberhasilan
seseorang di masyarakat ditentukan 80% oleh kecerdasan emosi (EQ)
dan 20% oleh kecerdasan intelektual lainnya (IQ). Orang yang mempunyai
kecerdasan emosi tinggi adalah orang yang berkepribadian baik. Bila
kepribadian anak dibentuk dengan baik, kelak ia akan memiliki
kepribadian yang baik di masa depannya. Demikian pula, jika
kepribadian anak tidak dibentuk dengan baik, kelak ia-pun dapat
memiliki kepribadian yang tidak baik pula (Jaka, (2015: 98).
Menurut Megawangi (2004), dalam (Jaka, (2015: 98). anak-anak akan
tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada
lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan
suci dapat berkembang secara optimal. Mengingat lingkungan anak bukan
saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka pihak keluarga,
lingkungan, media massa, komunitas, dan sebagainya mempengaruhi
dalam perkembangan kepribadian anak.
Dari paparan diatas maka penulis tertarik mengkaji masalah tentang
hubungan pendidikan informal dalam membentuk kepribadian seorang anak.
B. Permasalahan
Sesuai latar belakang masalah, maka permasalahan dalam makalah ini
dirumuskan:
1. Bagaimana kaitannya hubungan pendidikan informal dengan kepribadian
anak?
2. Sejauh mana pendidikan informal mempengaruhi kepribadian anak?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui, mempelajari, dan
mendapatkan informasi tentang peran pendidikan informal dalam kepribadian
anak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aspek Pendidikan Informal dan Kepribadian


1. Konsep Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata pedagogik
yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi menyebut pendidikan
sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan
merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di
dunia. Bangsa Jerman menyebut pendidikan sebagai Erziehung
yang setara dengan educare, yakni: membangkitkan kekuatan
terpendam atau bisa juga diartikan mengaktifkan kekuatan atau
potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan disebut
panggulawentah (pengolahan), yang bermakna mengolah,
mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan
watak, yang makna intinya adalah mengubah kepribadian sang anak
(Nurkholis, (2013:25).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan
berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan
memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian:
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik
(Nurkholis, (2013: 26)
Berdasarkan paparan tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya
yang dilakukan untuk mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan
pengajaran. Meskipun begitu, makna pendidikan mendapat
keberagaman pendapat terutama dari para ahi, yakni seperti yang
diungkapkan Edward Humrey: “… education mean increase of
skill of develofment of knowlodge and undertanding as a result

6
7

of training, study or experience…” (Pendidikan adalah sebuah


penambahan ketrampilan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
pemahaman sebagai hasil latihan, studi atau pengalaman…). Dalam
dari pada itu, Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa “Pendidikan
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar
mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”. Kemudian,
menurut Driyarkara “Pendidikan adalah upaya memanusiakan
manusia muda” (Munir Yusuf, (2018: 8-9).
Definisi dari para ahli tersebut, menunjukan kejelasan dari makna
pendidikan yakni sebagai bentuk usaha sistematis yang bertujuan agar
setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu didalam kehidupannya,
yaitu tercapainya kebahagian lahir maupun batin.
Jika pendidikan digambarkan sebagai tempat bagi manusia untuk
mencapai tujuan yakni terwujudnya kepribadian dan kehidupan yang
sempurna, maka yang patut dipertanyakan adalah benar tidaknya
pendidikan dapat mencapai hal tersebut? Apa yang melatar belakangi
sehingga terbukti bahwa manusia dapat dididik dan mencapai
keparipurnaan.
Pada hakikatnya pendidikan hanyalah kebutuhan dasar yang
mutlak hanya dapat dilakukan oleh dan untuk manusia. Makhluk
selain manusia kecil kemungkinan dapat dididik. Manusialah satu-
satunya makhluk yang dapat dididik. Penyebab utamanya ialah adanya
potensi insaniah pada diri manusia, yaitu sebuah potensi yang
menjadikan manusia unik sekaligus berbeda dengan makhluk lainnya.
Potensi yang dimaksud tidak lain adalah potensi “fitrah”.
Setiap manusia memiliki Fitrah yakni potensi yang ada pada diri
manusia sejak lahir. Potensi tersebut memungkinkan manusia untuk
terus berkembang dengan cara menyerap berbagai nuansa pendidikan
yang ada di sekelilingnya sejak ia masih kecil atau bahkan dalam
kandungan (Munir Yusuf, (2018:12).
8

2. Konsep Pendidikan Informal


Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. No.
20 Tahun 2003. Bab I pasal 1 ayat 13 menuturkan bahwa
pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Dari
pengertian tersebut ada dua hal yang menjadi ruang lingkup
pendidikan informal, pertama ialah keluarga, kedua lingkungan
tempat anak itu tumbuh dan berkembang. Dengan deskrifsi diatas
masih sangat umum sehingga memerlukan penjelasan lanjutan.
Salah satu ahli yakni Rohman (2009:171), dalam (Kurnia, (2016:
13-14) menjelaskan bahwa pendidikan informal adalah jenis
pendidikan yang memiliki ciri tidak terorganisir secara struktural,
tidak terdapat penjenjangan kronologis, tidak mengenal adanya
kredensial, lebih ke arah hasil pengalaman belajar individu
mandiri.
Menurut Joesoef (2004:65-67), dalam (Kurnia, (2016: 13)
pendidian informal selain bentuk pendidikan yang paling tua juga
merupakan bentuk pendidikan yang paling banyak kegiatannya dan
paling luas jangkauannya. Sasarannya tidak terbatas pada kategori
sosial dari kelompok usia tertentu saja, melainkan semua
kelompok usia. Berlangsung kapan saja dan dimana saja.
Pendidikaan informal dapat menyampaikan berbagai hal yang
berhubungan dengan masalah kehidupan.
Berdasarkan paparan diatas maka bisa disimpulkan bahwa
pendidikan informal adalah pendidikan yang terselenggara secara
mandiri yang bersifat alamiah dengan ataupun tidak menggunakan
kesadaran yang berlangsung dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat tempat seseorang itu mendapatkan pengetahuan.
Elisabeth E. Bennett (2012), dalam (Ferdinanda, dkk. (2017:
1247). Memaparkan bahwa pendidikan informal terbagi dalam
empat kategori, yaitu self-directed (conscious and intentional),
9

incidental (conscious and unintentional), integrative (nonconscious


and intentional) dan tacit (nonconscious and unintentional) yang
diadaptasi dari Schugurensky (2000). Hal ini bervariasi
tergantung pada motivasi seseorang dalam mencari pengetahuan.
1. self-directed (pembelajaran mandiri) terjadi ketika peserta
didik secara aktif mencari pengetahuan dan sadar akan
proses pembelajaran.
2. Pembelajaran incidental terjadi saat peserta didik tidak
sengaja mencari pengetahuan tetapi menyadari bahwa telah
terjadi.
3. Pembelajaran integrative terjadi saat peserta didik sengaja
mencari pengetahuan, tetapi tidak sadar bahwa telah terjadi
proses pembelajaran.
4. Pembelajaran tacit terjadi saat peserta didik tidak mencari
pengetahuan atau tidak sengaja dan tidak sadar bahwa
proses pembelajaran telah berlangsung.
3. Konsep Kepribadian
Istilah kepribadian berasal dari bahasa Latin “persona”, atau
topeng yang dipakai orang untuk menampilkan dirinya pada dunia
luar. Dalam sejarah pengguanaan kata Persona biasanya dipakai oleh
para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan satu
bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu. Jadi persona itu
bukan pribadi pemain itu sendiri, tetapi gambaran pribadi dari
tipe manusia tertentu dengan melalui kedok (tiruan muka/topeng)
yang dipakainya.
Menurut seorang psikolog yakni Fillmore H.Sandfprd, dalam
(Galih, (2020: 2) menyebutkan bahwa kepribadian adalah sesuatu
yang unik dari sifat-sifat seseorang yang berlangsung lama.
Dari paparan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepribadian
merupakan suatu sifat yang menjadikan seseorang memiliki ciri
10

tersendiri dari orang lain yang tercerminkan dari tingkah laku, cara
berbicara, cara berfikir yang menjadi kebiasaan serta melekat pada
dirinya. Kepribadian juga dapat disebut dengan watak atau karakter
yang melekat pada diri seseorang.
Aspek-aspek kepribadian Menurut Freud yang dikutip oleh
Sumadi Suryarata, dalam (Zuyyina, (2019:47). kepribadian terdiri
atas tiga aspek, yaitu: 1. Das Es (the id), yaitu aspek biologis; 2.
Das ich (the ego), yaitu aspek pskologis; 3. Das ueber ich (the
superego), yaitu aspek sosiologis. Sejalan dengan itu, Ahmad D.
Marimba dalam (Zuyyina, (2019:47) membagi aspek-aspek
kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu aspek jasmaniah, aspek
kejiwaan, dan aspek kerohanian yang luhur.

B. Peran Pendidikan Informal dalam Membentuk Kepribadian Anak


1. Peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak
Menurut Anshari (1983: 104), dalam (Mesiono, (2017: 18).
Mendefinisikan bahwa keluarga merupakan madrasah pertama bagi
anak-anak, maka seharusnya dimanfaatkan semaksimal mungkin
untuk menanamkan kebaikan kepada anak sebagai bekal
selanjutnya diluar keluarga. Peranan orang tua mendidik dalam
rumah tangga sangat penting karena dalam keluarga seorang anak
mula-mula memperoleh bimbingan dan pendidikan dari orang
tuanya. Mengabaikan pendidikan dalam keluarga sama artinya
menghilangkan sebagian potensi terbaik anak untuk
mengembangkan dirinya.
Dalam Al-Qur’an diisyaratkan bahwa tanggung jawab
pendidikan sangat besar dalam keluarga. Dikutip dalam surah At-
Tahrim ayat 6:

ٌ‫علَ ْي َها َم ٰٰۤل ِٕى َكة‬ َ ‫اس َو ْال ِح َج‬


َ ُ ‫ارة‬ ُ َّ‫َارا َّوقُ ْىدُهَا الن‬ ً ‫س ُك ْم َوا َ ْه ِل ْي ُك ْم ن‬ َ ُ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْىا قُ ْٰٓىا ا َ ْنف‬
َ‫ّٰللاَ َما ٰٓ ا َ َم َز ُه ْم َويَ ْف َعلُ ْىنَ َما يُؤْ َم ُز ْون‬
‫ص ْىنَ ه‬ ُ ‫ظ ِشدَادٌ ََّّل يَ ْع‬ ٌ ‫ِغ ََل‬
11

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Syihabudin al-Alusi (2001: 101) dalam (Mesiono, (2017: 87).
menjelaskan menjaga keluarga dari neraka adalah menasehati dan
mendidik mereka agar mengerjakan ketaatan dan meninggalkan
kemaksiatan. Dengan mengutip sebuah riwayat terkait ayat diatas,
disebutkan bahwa Umar bin Khattab bertanya kepada rasul, “ya
rasul kami akan menjaga diri kami, lantas bagaimana kami
menjaga keluarga kami?” Rasul menjawab: “ larang mereka untuk
mengerjakan yang dilarang Allah, dan perintahkan mereka untuk
mengerjakan yang telah diperintahkan Allah, dengan begitu akan
menjaga mereka dari neraka”.
Uraian tersebut memberikan pemahaman bahwa pengajaran,
pendidikan dan bimbingan dari keluarga merupakan fondasi untuk
pendidikan selanjutnya diluar keluarga. Membekali anak dengan baik
di dalam keluarga besar kemungkinan akan menciptakan pribadi yang
baik pula. Dalam keluarga, yang memiliki tugas utama ini adalah
suami dan istri atau ayah dan ibu dari si anak dengan bekerja sama
satu sama lain sesuai posisinya dalam keluarga tersebut.
2. Peran Masyarakat dalam Membentuk Kepribadian Anak
Masyarakat tidak kalah penting dalam pembentukan kepribadian
seorang anak. Yang dimasud dengan masyarakat disini ialah setiap
manusia baik itu dikenal ataupun tidak, memiliki ikatan keluarga
maupun tidak, akan tetapi berada disekitar anak itu ketika dia tumbuh
dan berkembang. Manusia-manusia inilah yang dapat memberikan
12

contoh, mengajak, ataupun melarang anak dalam melakukan sesuatu


sehingga mempengaruhi pola pikir anak tersebut.
Pendidikan yang dialami seseorang dalam lingkungan
masyarakat begitu beragam. yakni, meliputi pembentukan
pemahaman, kebiasaan-kebiasaan, sikap dan minat, maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Masyarakat secara tidak
langsung merupakan lembaga pendidikan informal yang memiliki
peran ganda dalam ikut membentuk kepribadian anak lewat
kebiasaan-kebiasaan dan pengalaman langsung yang terjadi dalam
lingkungan masyarakatnya (Zuyyina, (2019: 56).
Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar
terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika
untuk pembentukan kepribadian. Dari perspektif Islam, menurut
Shihab (1996: 321), dalam (Jito, (2013: 349) situasi kemasyarakatan
dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara
pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan
pandangan mereka terbatas pada “kini dan di sini”, maka upaya
dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini pula.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa Pendidikan adalah bentuk usaha sistematis yang bertujuan agar
setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu didalam kehidupannya,
yaitu tercapainya kebahagian lahir maupun batin. Pada hakikatnya
pendidikan hanyalah kebutuhan dasar yang mutlak hanya dapat dilakukan
oleh dan untuk manusia. Penyebab utamanya ialah adanya potensi Fitrah
Pada diri Manusia. Potensi tersebut memungkinkan manusia untuk terus
berkembang dengan cara menyerap berbagai nuansa pendidikan yang ada
di sekelilingnya
Pendidikan informal adalah pendidikan yang terselenggara secara
mandiri yang bersifat alamiah dengan ataupun tidak menggunakan
kesadaran yang berlangsung dalam lingkungan keluarga dan masyarakat
tempat seseorang itu mendapatkan pengetahuan.
Ruang lingkup pendidikan informal berdasarkan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional. No. 20 Tahun 2003. Bab I pasal 1 ayat
13 yaitu, pertama ialah keluarga, kedua lingkungan tempat anak itu
tumbuh dan berkembang.
pendidikan informal terbagi dalam empat kategori, yaitu self-
directed (conscious and intentional), incidental (conscious and
unintentional), integrative (nonconscious and intentional) dan tacit
(nonconscious and unintentional)
kepribadian merupakan suatu sifat yang menjadikan seseorang
memiliki ciri tersendiri dari orang lain yang tercerminkan dari tingkah
laku, cara berbicara, cara berfikir yang menjadi kebiasaan serta melekat
pada dirinya. Kepribadian juga dapat disebut dengan watak atau karakter
yang melekat pada diri seseorang.

13
14

Aspek-aspek kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu aspek


biologis (jasmaniah), aspek psikologis (kejiwaan), dan aspek sosiologis
(kerohanian).
Pendidikan informal tidak lepas dengan pendidikan yang berasal dari
keluaraga. Mengabaikan pendidikan dalam keluarga sama artinya
menghilangkan sebagian potensi terbaik anak untuk mengembangkan
dirinya
Pengajaran, pendidikan dan bimbingan dari keluarga merupakan
pondasi untuk pendidikan selanjutnya diluar keluarga. Membekali anak
dengan baik di dalam keluarga besar kemungkinan akan menciptakan
pribadi yang baik pula. Dalam keluarga, yang memiliki tugas utama ini
adalah suami dan istri atau ayah dan ibu dari si anak dengan bekerja sama
satu sama lain sesuai posisinya dalam keluarga tersebut.
Kemudian, disamping keluarga, lingkungan masyarakat juga
berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Lingkungan masyarakat
secara tidak langsung merupakan lembaga pendidikan informal yang
memiliki peran ganda dalam ikut membentuk kepribadian anak lewat
kebiasaan-kebiasaan dan pengalaman langsung yang terjadi dalam
lingkungan masyarakatnya.
B. Rekomendasi
Dari hasil pembahasan dan kesimpulan, penulis memberikan
beberapa rekomendasi berikut:
1. Pendidikan informal yang berlangsung dalam keluarga dianggap
positif mempengaruhi kepribadian anak. Oleh sebab itu, kepada
pihak orang-tua maupun yang akan berumah-tangga dapat mencari
tahu cara mendidik anak yang benar sesuai tuntunan agama yang
dianut.
2. Pendidikan Informal yang diselenggarakan oleh masyarakat
dipandang positif mempengaruhi kepribadian anak. Sehingga,
diharapkan Masyarakat dapat menjaga etika, budaya dan moral yang
dipandang baik untuk generasi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Chairilsyah, Daviq. 2012. Pembentukan Kepribadian Positif Anak Sejak Usia


Dini: Jurnal Educhild. 1(1): 1-7.
Framanta, Galih Mairefa. 2020. Pengaruh Lingkungan Keluarga Terhadap
Kepribadian Anak: Jurnal Pendidikan dan Konseling. 2(1): 126-129.
Kirana, Zuyyina Chandra. 2019. Pentingnya Gen dalam Membentuk Kepribadian
anak (Perspektif Pendidikan Islam): Jurnal Dirasah. 2(2): 45-64.
Nurkholis. 2013. Pendidikan dalam Upaya Memajukan Teknologi: Jurnal
Kependidikan. 1(1): 24-44.
Mesiono. 2017. Hakikat Pendidikan Islam: Telaah Antara Hubungan Pendidikan
Informal, Non Formal dan Formal: Jurnal Tarbiyah. 24(1):84-103.
Noya, Ferdinanda Sherly, Supriyono, Sri Wahyuni. 2017. Strategi Pembelajaran
Pendidikan Informal Transfer Pengetahuan Kecakapan Ketog Magic:
Jurnal Pendidikan. 2(9):1244-1248.
Siswanta, Jaka. 2017. Pengembangan Karakter Kepribadian Anak Usia Dini
(Studi Pada PAUD Islam Terpadu di Kabupaten Magelang Tahun 2015):
Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. 11(1): 97-118.
Subianto, Jito. 2013. Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam
Pembentukan Karakter Berkualitas: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam.
8(2): 331-354.
Wibowo, Kurnia Adi. 2016. Peran Lingkungan Pendidikan dalam Perkembangan
Nilai Sosial Remaja Putus Sekolah di Dusun Suarakan, Kelurahan
Sidorejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Skripsi. Semarang:
UNNES.
Yusuf, Munir. 2018. Pengantar Ilmu Pendidikan. Palopo: IAIN Palopo.
Zahroh, Shofiyatuz. 2020. Peran Lingkungan Sosial Terhadap Pembentukan
Karakter Anak Usia Dini di Jogja Green School: Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Anak Usia Dini. 7(1): 1-9.

15

Anda mungkin juga menyukai