Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FINAL

EPIDEMIOLOGI KLINIK

Nama : Rahmat Subarkah


Nim : B1B119061
Jurusan : S1 Administrasi Rumah Sakit (Kelas B)
Dosen Pengampuh : Mega Marindrawati Rochka SKM., M.Kes

Pertemuan 1 : Ruang Lingkup Epidemiologi Klinik


Epidemiologi yaitu ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan
dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat
dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah. epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari distribusi dan frekuensi penyakit yang menimpa masyarakat berdasarkan karakteristik
orang (person), tempat (place) dan waktu (time) yang disebut sebagai epidemiologi deskriptif serta
mempelajari hubungan antara masalah-masalah kesehatan dengan distrubusi dan frekuensi penyakit
yang diderita masyarakat.

Dalam bidang kesehatan masyarakat, epidemiologi mempunyai peran yang sangat besar karena
hasil studi epidemiologi dapat digunakan untuk:

1. Mengadakan analisis perjalanan penyakit di masyarakat serta perubahan perubahan yang terjadi
akibat intervensi alam atau manusia.

2. Mendeskripsi pola penyakit pada berbagai kelompok masyarakat.

3. Mendeskripsi hubungan antara dinamika penduduk dengan penyebaran penyakit.

Terdapat tujuh manfaat epidemiologi dalam bidang kesehatan masyarakat, diantaranya :

1. Mempelajari riwayat status kesehatan atau jenis penyakit yang sering berjangkit pula sekelompok
masyarakat dari waktu ke waktu, studi ini digunakan untuk keperluan proyeksi dimasa yang akan
dating.

2. Mendiagnosa status kesehatan dari masyarakat dengan cara mengukur frekuensi penyakit, yang
meliputi angka kematian dan angka penyakit yang terjadi dimasyarakat

3. Mempelajari mekanisme kerja suatu pelayanan kesehatan untuk keperluan evaluasi kebutuhan
efektivitas pelayanan kesehatan yang ada.

4. Mengestimasi faktor resiko yang memungkinkan dapat menimbulkan suatu penyakit pada individu
dan masyarakat.
5. Melengkapi gambaran klinik penyakit kronik yang ada pada masyarakat agar dapat memberikan
informasi secara jelas mengenai perjalanan penyakit.

6. Surveilans dan monitoring terhadap penyakit yang menular dan berbahaya untuk keperluan
preventif agar tidak menular luas di masyarakat.

7. Mengidentifikasi gejala-gejala penyakit yang belum jelas di masyarakat.

Pertemuan 2 : Kelainan / Abnormalitas

Normal merupakan segala sesuatu atau keadaan yang biasanya terjadi dan sering terjadi. Arti kata
normal yaitu menurut aturan atau menurut pola yang umum. Sedangkan Abnormal merupakan hal-
hal yang tidak lazim atau tidak sering terjadi atau dengan kata lain abnormal ini merupakan hal-hal
yang tidak sesuai dengan keadaan yang biasa, mempunyai kelainan dan tidak normal. Abnormal
bukan suatu nama penyakit tetapi abnormal merupakan istilah medis yang artinya tidak normal.
Kata abnormal ini bias dipadankan dengan berbagai istilah misalnya “hasil pemeriksaan pap smear
abnormar” artinya hasil pemeriksaan pap smear tidak normal.

Adapun tujuan mempelajari Penyakit Normal dan Abnormal yaitu:

1. Tujuan membedakan antara normal dan abnormal adalah untuk memisahkan observasi-
observasi yang dianggap perlu tindakan dan yang bisa dikesampingkan.
2. Observasi yang dianggap normal biasanya dinyatakan dalam batas-batas normal, “tidak
menonjol” atau “tidak berperanan” dan terkubur dalam riwayat medis.
3. Hasil-hasil yang abnormal dimasukkan dalam sebuah daftar “kesan” atau “diagnosis” dan
kemudian dipakai sebagai dasar tindakan selanjutnya.

Pengukuran

Adapun pengukuran ini dilakukan untuk membedakan apakah suatu hal yang terjadi itu normal
atau abnormal, dengan melakukan pengukuran terhadap fenomena biologis. Pengukuran meliputi:
Pengukuran Klinis, Pengukuran yang “Keras dan Lunak”, Validitas dan Reabilitas, Variasi, dan
Distribusi.

a. Pengukuran Klinis Memiliki 3 skala utama untuk mengukur fenomena klinik :

1) Data Nominal : Data yg hanya bisa ditempatkan ke dlm kategori, tanpa aturan tertentu
(contohnya seperti jenis kelamin, kelainan metabolisme bawaan, dll)

2) Data Ordinal : Data klinik yg mengandung beberapa tingkatan atau ranking kecil ke besar , baik
sampai buruk, dll, tetapi besar intervalnya tdk bisa dispesifikasikan (contohnya seperti dispnea
ringan – sedang, dll)

3) Data Interval : Mempunyai tingkatan yang beraturan dan perbedaan antara nilai-nilai yang
berurutan itu selalu sama, disebut juga data numerik/data dimensional (contohnya seperti Berat
badan, tekanan darah, suhu badan, dll).

b. Pengukuran yang “Keras dan Lunak”, Istilah “keras” biasanya digunakan untuk data yg andal dan
dimensional misalnya data laboratorium, data demografi, dan biaya finansial, juga Kemampuan
klinik, kenyamanan, antisipasi dan data keluarga adlalah ukuran yg “lunak”. Semuanya tergantung
pada pernyataan subyektif, yang biasanya, oleh orang yang mengamati atau yg diamati, dinyatakan
dalam kata-kata dan bukan atas bilangan.

c. Validitas dan Reabilitas, Validitas (akurasi), merupakan tingkatan hasil-hasil pengukuran yang
sesuai degan keadaan yang sebenarnya dari fenomena yg sedang diukur yang akan dibandingkan
degan berbagai standar yang telah baku. Pengukuran klinik sprti nyeri, nause, kecemasan dan
ketakutan, tidak memiliki standar fisik dan validitas yang nampak jadi untuk mengetahui gejala ini,
dilakukan degan wawancara menggunakan kuesioner kemudian respon terhadap isi dari kuesioner
diubah dalam angka-angka dan dikelompokkan menjadi sebuah skala.

Ada 3 jenis validitas pengukuran, yakni:

1. Validitas Isi: Validasi isi merupakan sejauh mana metode pengukuran tertentu itu meliputi semua
dimensi susunan yang sedang diukur. (contohnya skala untuk pengukuran nyeri seperti sakit,
berdenyut, rs terbakar, rasa tersengat)

2. Validitas Susunan: Diperkuat apabila hasil dari skalanya bervariasi menurut adanya indikator lain
(contoh nyeri ringan karena luka sedikit, nyeri sedang karena nyeri kepala biasa dan sakit berat
karena kolik ginjal)

3. Validitas Kriteria : Dipastikan dengan pengukuran yang dapat langsung meramal fenomena yang
terlihat (contohnya : observasi nyeri dada seperti infark miokard akut yang bisa dipastikan bila ada
bukti-bukti infark yang dapat secara langsung ditelusuri)

Reabilitas (reprodusibilitas & presisi) adalah sebuah tingkatan dimana pengukuran fenomena yang
relatif stabil diulang-ulang dan hasilnya bisa berdekatan.

Variasi

Keadaan yang menentukan variasi meliputi tindakan pengukuran, perbedaan biologis secara
individual dari waktu ke waktu, dan perbedaan biologis antar individu.

Semua observasi dipengaruhi oleh variasi akibat pengukuran, karena daya guna instrumen dan
peneliti-penelitinya yang terlibat dalm pengukuran. Untuk mengurangi variasi, dapat dilakukan
dengan melakukan pengukuran yang sangat hati-hati dan mengikuti cara-cara sesuai standar, tetapi
apabila pengukuran melibatkan manusianya dan bukan mesinnya, maka variasi bisa sangat besar
dan sulit diatasi

Distribusi

Distribusi merupakan data yang diukur dengan skala interval seringkali digambarkan sebagai
“distribusi frekuensi”, yaitu jumlah atau proporsi dari kelompok-kelompok orang tertentu yang
menunjukkan hasil pengukuran yang berlainan. Dua sifat dasar distribusi, kecenderungan sentral
(bagian tengah distribusi) dan dispersi (penyebaran dari nilai).

Distribusi dari berbagai pemeriksaan laboratorium dapat berubah sesuai dengan karateristik
penderita, misalnya umur, jenis kelamin, ras, dan nutrisi.
Pertemuan 3 : Diagnosis

Para klinis memerlukan waktu untuk menentukan diagnosis terhadap keluhan atau kelainan yang
terdapat pada pasien. Tenaga klinis menyimpulkan diagnosis setelah menggunakan berbagai macam
diagnostik. Uji diagnostik merupakan hasil tes yang dilakukan di laboratorium, semua informasi klinik
yang didapatkan dari riwayat penyakit (anamnesis), pemeriksaan fisik atau sinar X. Prinsip tersebut
dapat digunakan untuk menunjukkan apakah hasil-hasil pemeriksaan dapat memberikan bukti uji
diagnostik.

Pengukuran klinik, termasuk data uji diagostik yaitu dalam bentuk Skala nominal, ordinal atau skala
rasio. Tanpa melihat jenis data didapatkan dengan uji diagnostik, maka para klinisi cenderung
menyederhanakan data agar dapat digunakan dalam praktik. Contoh: Bising Jantung bervariasi dari
suara yang sangat keras sampai tidak terdengar, sulit untuk menunjukkan tingkatan terinci dari
insensitas bising. Skala ordinal data yang kompleks dibuat lebih sederhana misal menjadi ada/tidak
ada, Abnormal/Normal, Sakit/Sehat.

Para klinisi tahu bahwa membuat diagnosis merupakan proses yang tidak pasti sebab hanya
berupa kemungkinan saja dan ini merupakan suatu permasalahan. Pentingnya klinisi terbiasa dengan
hubungan antara sifat uji diagnostik dan informasi yang berasal dari berbagai keadaan klinik.

Ada empat kemungkinan interpretasi dari hasil test, dua diantaranya benar dan dua diantaranya
salah. Tes ini memberikan jawaban yang benar apabila ia positif dengan adanya penyakit atau
negatif bila tanpa adanya penyakit. Sebaliknya tes bisa memberikan pengertian yang keliru bila
positif tapi penyakitnya tidak ada (positif palsu: false positive) atau negatif tetapi penyakitnya ada
(negatif palsu: false negative).

Sensitivitas Dan Spesifisitas

a. Sensitivitas (True Positive) Sensitivitas merupakan kemampuan tes untuk menunjukkan


secara benar orang-orang yang benar-benar sakit dengan rumus :
𝒂

𝒂+𝒄

b. Spesifisitas (True Negative) Spesifisitas merupakan kemampuan tes menunjukkan secara


benar orangorang yang benar-benar tidak sakit dengan rumus:
𝒅
𝒃+𝒅
c. FP (False Positive) False positive menunjukkan pada banyaknya kasus yang sebenarnya tidak
sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
𝒃
𝒃+𝒅
d. d. FN(False Negative) False Negative menunjukkan pada banyaknya kasus yg sebenarnya
menderita penyakit tetapi hasil test Negatif.
𝒄
𝒂+𝒄
Pertemuan 4 : Diagnosis Penyakit
Adapun terdapat beberapa penyakit berikut beserta dengan pemeriksaannya

1. Demam Berdarah Dengue


DBD merupakan suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan
oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan pada kasus
berat, sindrom syok kehilangan protein.
- Pemeriksaan umum; Pemeriksaan umum pada penyakit DBD ini berupa
pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh perawat dengan membuktikan,
menginformasikan, atau menambah data yang sudah ada. Pemeriksaan fisik DBD
yang dilakukan adalah pemeriksaan tingkat kesadaran, demam, keadaan umum,
tanda-tanda vital, dan perdarahan. Pemeriksaan fisik DBD pada demam, keadaan
umum, nadi yang lemah, uji tourniquet, manifestasi perdarahan dan kesadaran
yang kompos mentis menunjukkan bahwa setiap responden memiliki perbedaan
respon kekebalan tubuh sehingga tanda dan gejala penyakit DBD yang muncul
berbeda-beda.
- Pemeriksaan Penunjang; Pemeriksaan laboratorium DBD salah satu
pemeriksaan penunjang dalam membantu menegakkan diagnosa, memastikan
diagnosa, dan menyingkirkan diagnosa banding. Kemudian selain trombosit hasil
laboratorium DBD yang lain antara lain leukosit, eritrosit, hemoglobin, dan
hematokrit, dapat ditanggulangi dengan memberikan asupan cairan dan oksigen
yang cukup serta memberikan asupan makanan yang bergizi.

2. Diabetes
- Anamnesis; Anamnesis diabetes dimulai dengan membedakan antara pasien baru
yang belum mengetahui mengidap diabetes dan pasien yang telah diketahui
mengidap diabetes. Untuk pasien baru, Dokter perlu menanyakan mengenai gejala
dari diabetes mellitus tipe, baik gejala klasik berupa tria poliuria, polidipsi, dan
polifagia, maupun gejala lainnya seperti rasa lemah, mual, penglihatan kabur, atau
kram otot. Sedangkan untuk pasien lama, Dokter perlu menanyakan mengenai
kontrol gula darah pasien, kejadian hipoglikemia berat, gejala nefropati
diabetikum yang dapat mempengaruhi pengobatan, serta penggunaan insulin
pasien.
- Pemeriksaan Fisik; Poin pemeriksaan fisik terkait diabetes yaitu penilaian tanda-
tanda vital, penilaian pola respirasi pasien: tanda pola respirasi Kussmaul,
pemeriksaan funduskopi, Pemeriksaan abdomen: nyeri tekan kuadran kanan
atas,Pemeriksaan pulsasi vaskular pada dorsalis pedis dan posterior
tibialis,Pemeriksaan kaki: o Tanda infeksi kaki o Pulsasi: pulsasi yang lemah atau
tidak teraba menandakan aliran darah yang buruk serta pemeriksaan neurologis.
- Pemeriksaan Penunjang; Pemeriksaan Gula Darah, Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dan pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1c).
3. Penyakit difteri
- Anamnesis; Suara serak, nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tidak tinggi,
hingga adanya stridor, “ngences”, dan tanda lain dari obstruksi napas atas, dengan
riwayat imunisasi tidak lengkap, serta kontak erat dengan kasus difteri.
- Pemeriksaan fisik; Umumnya (94%) menunjukkan tanda tonsilitis dan faringitis
dengan pseudomembran/selaput pada tempat infeksi berwarna putih keabu-abuan,
mudah berdarah bila diangkat. Pada keadaan berat dapat ditemukan pembesaran
leher (bull neck), tampak toksik dan sakit berat, padahal demam tidak terlalu
tinggi, muka pucat bahkan sampai sianosis, tanda-tanda syok, serta kesulitan
menelan.
- Pemeriksaan Penunjang; Laboratorium Kriteria konfirmasi laboratorium difteri
adalah kultur atau PCR positif. Untuk mengetahui toksigenisitas difteri, dilakukan
pemeriksaan tes Elek. Pengambilan sampel kultur dilakukan pada hari ke-1, ke-2,
dan ke-7. Media yang digunakan saat ini adalah Amies dan Stewart, dahulu
Loeffler atau telurit. Keberhasilan kultur hidung tenggorok di indonesia kurang
dari 10%, sehingga diupayakan untuk menggunakan PCR untuk diagnosis pasti.
Sampel diambil dari jaringan di bawah atau sekitar pseudomembran.

4. Leukemia
Leukemia (kanker darah) adalah penyakit yang disebabkan karna produksi jumlah sel
darah putih tidak normal yang berlebihan oleh tubuh.

- Anamnesa; Gejala kanker darah sangat beragam, karena tergantung pada jenis
kanker darah yang diidap. Secara umum, kanker darah ditandai dengan kelelahan,
demam, menggigil, sakit kepala, muntah, keringat berlebihan, penurunan berat
badan, limpa bengkak, pendarahan (berupa memar), muncul bintik pada kulit,
serta nyeri pada tulang dan sendi.
- Pemeriksaan Fisik; Diagnosis kanker darah diawali pemeriksaan fisik (termasuk
gejala yang dialami).
- Pemeriksaan Penunjang; Untuk menetapkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan
penunjang, berupa tes darah dan biopsi sumsum tulang. Pada tes darah, dokter
mencari kelainan dari jumlah sel darah putih. Pengidap leukemia umumnya
memiliki kadar sel darah putih lebih banyak dibanding normal. Tes sumsum
tulang belakang: Dokter menggunakan jarum tipis panjang untuk mengambil
sampel jaringan sumsum tulang belakang. Kemudian, sampel diperiksa lebih
lanjut di laboratorium untuk menentukan jenis kanker yang dialami.

5. Gagal Ginjal Kronik


- Anamnesis; Pasien dengan penyakit penyerta lain seperti contohnya gangguan
tubulointerstisial, penyakit kistik dan nefrotik sindrom dapat menunjukkan gejala
lebih awal. Gejala yang timbul dapat dibedakan menjadi manifestasi uremik,
asidosis metabolik, gangguan transpor air dan garam, anemia, dan manifestasi
pada urine.
- Pemeriksaan Fisik; Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan diagnosis
penyebab penyakit ginjal kronis seperti diabetes mellitus dan hipertensi dan juga
komplikasinya. Periksa tekanan darah pasien untuk melihat adanya hipertensi atau
tidak. Pada mata, dapat ditemukan edema periorbita, dan pada funduskopi dapat
ditemukan tanda retinopati diabetik atau hipertensi. Pada auskultasi paru, bisa
terdapat ronki yang mengarah ke edema paru. Pada abdomen, dapat ditemukan
asites. Pada kulit juga dapat ditemukan adanya xerosis kutis atau ruam.
Kemungkinan penyebab lain yang perlu digali adalah adanya pembesaran prostat
yang dapat dilihat dari pemeriksaan digital rektal (digital rectal examination).
- Pemeriksaan Penunjang; Pemeriksaan laboratorium dan penyakit ginjal kronis
yaitu Pemeriksaan Darah Lengkap, Hemoglobin dapat ditemukan turun akibat
anemia penyakit kronis yang terjadi pada penyakit ginjal kronis, Kadar Kreatinin
Darah,Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengestimasi laju filtrasi
glomerulus pada pasien.
-

Pertemuan 5 : Ukuran Frekuensi Penyakit


Mengatur Bilangan untuk Pernyataan Probabilitas
Probabilitas sering dinyatakan dgn kata: “biasanya”, “kadangkala”, “jarang sekali”, dll
BUKAN dgn “bilangan” subtitusi kata dgn bilangan menghindarkan pernyataan pasti bila
kita tidak yakin ttg suatu probabilitas. Subtitusi kata dgn bilangan dpt memperkecil nilai
informasi yg didapatkan.
Ukuran Epidemiologi
A. Ukuran frekuensi penyakit
- mengukur kejadian penyakit, cacat ataupun kematian pada populasi
- frekuensi kejadian yang diamati diukur dengan menggunakan prevalensi dan
insidensi.
B. Ukuran asosiasi
- mengukur keeratan hubungan statistik antara faktor tertentu dengan kejadian
penyakit yang diduga merupakan akibat pemaparan tersebut. Hubungan antara
pemaparan dan akibatnya diukur dengan menggunakan Relative Risk atau Odds
Ratio.
C. Ukuran dampak
- menggambarkan kontribusi dari faktor yang diteliti terhadap kejadian suatu penyakit
dalam populasi tertentu. Ukuran yang digunakan adalah attributable Risk percent dan
population attributable Risk. Ukuran ini berguna untuk meramalkan efficacy atau
effectivenest suatu pengobatan dan strategi intervensi pada populasi tertentu.

Insidensi
Gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
waktu tertentu di satu kelompok masyarakat.
Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, sebelumnya harus diketahui
terlebih dahulu tentang : Data tentang jumlah penderita baru Jumlah penduduk yang
mungkin terkena penyakit baru( Population at Risk )
1. IR (INSIDENCE RATE)
2. Jumlah kejadian/penyakit (kasus baru) pada kelompok pddk tertentu dlm suatu
kurun waktu tertentu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada
suatu jangka waktu tertentu(umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah
penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka
waktu yang bersangkutan.
Manfaat Incidence Rate adalah :
Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
Mengetahui Risiko untuk terkena masalah kesehatan yang dihadapi
Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas
pelayanan kesehatan.

3. AR (Attack Rate)
Jumlah penderita baru satu penyakit yang ditemukan pada hati saat dibandingkan
dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang
sama. Pada penyakit menular tertentu dengan masa tunas yang pendek dapat
dihitung attack rate(angka serangan), misal pada wabah atau kejadian luar
biasa(KLB) yang biasanya berlangsung tidak terlalu lama (beberapa hari atau
Minggu saja).
Manfaat attack rate adalah :
 Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit.
 Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan penularan
penyakit tersebut.

4. Secondary Attack Rate


Jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua
dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah
terkena penyakit pada serangan pertama. Digunakan menghitung suatu panyakit
menular dan dalam suatu populasi yang kecil ( misalnya dalam Satu Keluarga).
Manfaat Ukuran Insidensi
1. Angka insidensi dapat digunakan untuk mengukur angka kejadian penyakit.
Perubahan angka insidensi dapat menunjukkan adanya perubahan faktor-
faktor penyebab penyakit, yaitu fluktuasi alamiah dan adanya program
pencegahan.
2. Dalam penelitian epidemiologi sebab akibat
3. Perbandingan antara berbagai populasi dengan pemaparan yg berbeda
4. Untuk mengukur besarnya risiko determinan tertent

Anda mungkin juga menyukai