EPIDEMIOLOGI KLINIK
Dalam bidang kesehatan masyarakat, epidemiologi mempunyai peran yang sangat besar karena
hasil studi epidemiologi dapat digunakan untuk:
1. Mengadakan analisis perjalanan penyakit di masyarakat serta perubahan perubahan yang terjadi
akibat intervensi alam atau manusia.
1. Mempelajari riwayat status kesehatan atau jenis penyakit yang sering berjangkit pula sekelompok
masyarakat dari waktu ke waktu, studi ini digunakan untuk keperluan proyeksi dimasa yang akan
dating.
2. Mendiagnosa status kesehatan dari masyarakat dengan cara mengukur frekuensi penyakit, yang
meliputi angka kematian dan angka penyakit yang terjadi dimasyarakat
3. Mempelajari mekanisme kerja suatu pelayanan kesehatan untuk keperluan evaluasi kebutuhan
efektivitas pelayanan kesehatan yang ada.
4. Mengestimasi faktor resiko yang memungkinkan dapat menimbulkan suatu penyakit pada individu
dan masyarakat.
5. Melengkapi gambaran klinik penyakit kronik yang ada pada masyarakat agar dapat memberikan
informasi secara jelas mengenai perjalanan penyakit.
6. Surveilans dan monitoring terhadap penyakit yang menular dan berbahaya untuk keperluan
preventif agar tidak menular luas di masyarakat.
Normal merupakan segala sesuatu atau keadaan yang biasanya terjadi dan sering terjadi. Arti kata
normal yaitu menurut aturan atau menurut pola yang umum. Sedangkan Abnormal merupakan hal-
hal yang tidak lazim atau tidak sering terjadi atau dengan kata lain abnormal ini merupakan hal-hal
yang tidak sesuai dengan keadaan yang biasa, mempunyai kelainan dan tidak normal. Abnormal
bukan suatu nama penyakit tetapi abnormal merupakan istilah medis yang artinya tidak normal.
Kata abnormal ini bias dipadankan dengan berbagai istilah misalnya “hasil pemeriksaan pap smear
abnormar” artinya hasil pemeriksaan pap smear tidak normal.
1. Tujuan membedakan antara normal dan abnormal adalah untuk memisahkan observasi-
observasi yang dianggap perlu tindakan dan yang bisa dikesampingkan.
2. Observasi yang dianggap normal biasanya dinyatakan dalam batas-batas normal, “tidak
menonjol” atau “tidak berperanan” dan terkubur dalam riwayat medis.
3. Hasil-hasil yang abnormal dimasukkan dalam sebuah daftar “kesan” atau “diagnosis” dan
kemudian dipakai sebagai dasar tindakan selanjutnya.
Pengukuran
Adapun pengukuran ini dilakukan untuk membedakan apakah suatu hal yang terjadi itu normal
atau abnormal, dengan melakukan pengukuran terhadap fenomena biologis. Pengukuran meliputi:
Pengukuran Klinis, Pengukuran yang “Keras dan Lunak”, Validitas dan Reabilitas, Variasi, dan
Distribusi.
1) Data Nominal : Data yg hanya bisa ditempatkan ke dlm kategori, tanpa aturan tertentu
(contohnya seperti jenis kelamin, kelainan metabolisme bawaan, dll)
2) Data Ordinal : Data klinik yg mengandung beberapa tingkatan atau ranking kecil ke besar , baik
sampai buruk, dll, tetapi besar intervalnya tdk bisa dispesifikasikan (contohnya seperti dispnea
ringan – sedang, dll)
3) Data Interval : Mempunyai tingkatan yang beraturan dan perbedaan antara nilai-nilai yang
berurutan itu selalu sama, disebut juga data numerik/data dimensional (contohnya seperti Berat
badan, tekanan darah, suhu badan, dll).
b. Pengukuran yang “Keras dan Lunak”, Istilah “keras” biasanya digunakan untuk data yg andal dan
dimensional misalnya data laboratorium, data demografi, dan biaya finansial, juga Kemampuan
klinik, kenyamanan, antisipasi dan data keluarga adlalah ukuran yg “lunak”. Semuanya tergantung
pada pernyataan subyektif, yang biasanya, oleh orang yang mengamati atau yg diamati, dinyatakan
dalam kata-kata dan bukan atas bilangan.
c. Validitas dan Reabilitas, Validitas (akurasi), merupakan tingkatan hasil-hasil pengukuran yang
sesuai degan keadaan yang sebenarnya dari fenomena yg sedang diukur yang akan dibandingkan
degan berbagai standar yang telah baku. Pengukuran klinik sprti nyeri, nause, kecemasan dan
ketakutan, tidak memiliki standar fisik dan validitas yang nampak jadi untuk mengetahui gejala ini,
dilakukan degan wawancara menggunakan kuesioner kemudian respon terhadap isi dari kuesioner
diubah dalam angka-angka dan dikelompokkan menjadi sebuah skala.
1. Validitas Isi: Validasi isi merupakan sejauh mana metode pengukuran tertentu itu meliputi semua
dimensi susunan yang sedang diukur. (contohnya skala untuk pengukuran nyeri seperti sakit,
berdenyut, rs terbakar, rasa tersengat)
2. Validitas Susunan: Diperkuat apabila hasil dari skalanya bervariasi menurut adanya indikator lain
(contoh nyeri ringan karena luka sedikit, nyeri sedang karena nyeri kepala biasa dan sakit berat
karena kolik ginjal)
3. Validitas Kriteria : Dipastikan dengan pengukuran yang dapat langsung meramal fenomena yang
terlihat (contohnya : observasi nyeri dada seperti infark miokard akut yang bisa dipastikan bila ada
bukti-bukti infark yang dapat secara langsung ditelusuri)
Reabilitas (reprodusibilitas & presisi) adalah sebuah tingkatan dimana pengukuran fenomena yang
relatif stabil diulang-ulang dan hasilnya bisa berdekatan.
Variasi
Keadaan yang menentukan variasi meliputi tindakan pengukuran, perbedaan biologis secara
individual dari waktu ke waktu, dan perbedaan biologis antar individu.
Semua observasi dipengaruhi oleh variasi akibat pengukuran, karena daya guna instrumen dan
peneliti-penelitinya yang terlibat dalm pengukuran. Untuk mengurangi variasi, dapat dilakukan
dengan melakukan pengukuran yang sangat hati-hati dan mengikuti cara-cara sesuai standar, tetapi
apabila pengukuran melibatkan manusianya dan bukan mesinnya, maka variasi bisa sangat besar
dan sulit diatasi
Distribusi
Distribusi merupakan data yang diukur dengan skala interval seringkali digambarkan sebagai
“distribusi frekuensi”, yaitu jumlah atau proporsi dari kelompok-kelompok orang tertentu yang
menunjukkan hasil pengukuran yang berlainan. Dua sifat dasar distribusi, kecenderungan sentral
(bagian tengah distribusi) dan dispersi (penyebaran dari nilai).
Distribusi dari berbagai pemeriksaan laboratorium dapat berubah sesuai dengan karateristik
penderita, misalnya umur, jenis kelamin, ras, dan nutrisi.
Pertemuan 3 : Diagnosis
Para klinis memerlukan waktu untuk menentukan diagnosis terhadap keluhan atau kelainan yang
terdapat pada pasien. Tenaga klinis menyimpulkan diagnosis setelah menggunakan berbagai macam
diagnostik. Uji diagnostik merupakan hasil tes yang dilakukan di laboratorium, semua informasi klinik
yang didapatkan dari riwayat penyakit (anamnesis), pemeriksaan fisik atau sinar X. Prinsip tersebut
dapat digunakan untuk menunjukkan apakah hasil-hasil pemeriksaan dapat memberikan bukti uji
diagnostik.
Pengukuran klinik, termasuk data uji diagostik yaitu dalam bentuk Skala nominal, ordinal atau skala
rasio. Tanpa melihat jenis data didapatkan dengan uji diagnostik, maka para klinisi cenderung
menyederhanakan data agar dapat digunakan dalam praktik. Contoh: Bising Jantung bervariasi dari
suara yang sangat keras sampai tidak terdengar, sulit untuk menunjukkan tingkatan terinci dari
insensitas bising. Skala ordinal data yang kompleks dibuat lebih sederhana misal menjadi ada/tidak
ada, Abnormal/Normal, Sakit/Sehat.
Para klinisi tahu bahwa membuat diagnosis merupakan proses yang tidak pasti sebab hanya
berupa kemungkinan saja dan ini merupakan suatu permasalahan. Pentingnya klinisi terbiasa dengan
hubungan antara sifat uji diagnostik dan informasi yang berasal dari berbagai keadaan klinik.
Ada empat kemungkinan interpretasi dari hasil test, dua diantaranya benar dan dua diantaranya
salah. Tes ini memberikan jawaban yang benar apabila ia positif dengan adanya penyakit atau
negatif bila tanpa adanya penyakit. Sebaliknya tes bisa memberikan pengertian yang keliru bila
positif tapi penyakitnya tidak ada (positif palsu: false positive) atau negatif tetapi penyakitnya ada
(negatif palsu: false negative).
𝒂+𝒄
2. Diabetes
- Anamnesis; Anamnesis diabetes dimulai dengan membedakan antara pasien baru
yang belum mengetahui mengidap diabetes dan pasien yang telah diketahui
mengidap diabetes. Untuk pasien baru, Dokter perlu menanyakan mengenai gejala
dari diabetes mellitus tipe, baik gejala klasik berupa tria poliuria, polidipsi, dan
polifagia, maupun gejala lainnya seperti rasa lemah, mual, penglihatan kabur, atau
kram otot. Sedangkan untuk pasien lama, Dokter perlu menanyakan mengenai
kontrol gula darah pasien, kejadian hipoglikemia berat, gejala nefropati
diabetikum yang dapat mempengaruhi pengobatan, serta penggunaan insulin
pasien.
- Pemeriksaan Fisik; Poin pemeriksaan fisik terkait diabetes yaitu penilaian tanda-
tanda vital, penilaian pola respirasi pasien: tanda pola respirasi Kussmaul,
pemeriksaan funduskopi, Pemeriksaan abdomen: nyeri tekan kuadran kanan
atas,Pemeriksaan pulsasi vaskular pada dorsalis pedis dan posterior
tibialis,Pemeriksaan kaki: o Tanda infeksi kaki o Pulsasi: pulsasi yang lemah atau
tidak teraba menandakan aliran darah yang buruk serta pemeriksaan neurologis.
- Pemeriksaan Penunjang; Pemeriksaan Gula Darah, Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dan pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1c).
3. Penyakit difteri
- Anamnesis; Suara serak, nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tidak tinggi,
hingga adanya stridor, “ngences”, dan tanda lain dari obstruksi napas atas, dengan
riwayat imunisasi tidak lengkap, serta kontak erat dengan kasus difteri.
- Pemeriksaan fisik; Umumnya (94%) menunjukkan tanda tonsilitis dan faringitis
dengan pseudomembran/selaput pada tempat infeksi berwarna putih keabu-abuan,
mudah berdarah bila diangkat. Pada keadaan berat dapat ditemukan pembesaran
leher (bull neck), tampak toksik dan sakit berat, padahal demam tidak terlalu
tinggi, muka pucat bahkan sampai sianosis, tanda-tanda syok, serta kesulitan
menelan.
- Pemeriksaan Penunjang; Laboratorium Kriteria konfirmasi laboratorium difteri
adalah kultur atau PCR positif. Untuk mengetahui toksigenisitas difteri, dilakukan
pemeriksaan tes Elek. Pengambilan sampel kultur dilakukan pada hari ke-1, ke-2,
dan ke-7. Media yang digunakan saat ini adalah Amies dan Stewart, dahulu
Loeffler atau telurit. Keberhasilan kultur hidung tenggorok di indonesia kurang
dari 10%, sehingga diupayakan untuk menggunakan PCR untuk diagnosis pasti.
Sampel diambil dari jaringan di bawah atau sekitar pseudomembran.
4. Leukemia
Leukemia (kanker darah) adalah penyakit yang disebabkan karna produksi jumlah sel
darah putih tidak normal yang berlebihan oleh tubuh.
- Anamnesa; Gejala kanker darah sangat beragam, karena tergantung pada jenis
kanker darah yang diidap. Secara umum, kanker darah ditandai dengan kelelahan,
demam, menggigil, sakit kepala, muntah, keringat berlebihan, penurunan berat
badan, limpa bengkak, pendarahan (berupa memar), muncul bintik pada kulit,
serta nyeri pada tulang dan sendi.
- Pemeriksaan Fisik; Diagnosis kanker darah diawali pemeriksaan fisik (termasuk
gejala yang dialami).
- Pemeriksaan Penunjang; Untuk menetapkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan
penunjang, berupa tes darah dan biopsi sumsum tulang. Pada tes darah, dokter
mencari kelainan dari jumlah sel darah putih. Pengidap leukemia umumnya
memiliki kadar sel darah putih lebih banyak dibanding normal. Tes sumsum
tulang belakang: Dokter menggunakan jarum tipis panjang untuk mengambil
sampel jaringan sumsum tulang belakang. Kemudian, sampel diperiksa lebih
lanjut di laboratorium untuk menentukan jenis kanker yang dialami.
Insidensi
Gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
waktu tertentu di satu kelompok masyarakat.
Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, sebelumnya harus diketahui
terlebih dahulu tentang : Data tentang jumlah penderita baru Jumlah penduduk yang
mungkin terkena penyakit baru( Population at Risk )
1. IR (INSIDENCE RATE)
2. Jumlah kejadian/penyakit (kasus baru) pada kelompok pddk tertentu dlm suatu
kurun waktu tertentu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada
suatu jangka waktu tertentu(umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah
penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka
waktu yang bersangkutan.
Manfaat Incidence Rate adalah :
Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
Mengetahui Risiko untuk terkena masalah kesehatan yang dihadapi
Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas
pelayanan kesehatan.
3. AR (Attack Rate)
Jumlah penderita baru satu penyakit yang ditemukan pada hati saat dibandingkan
dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang
sama. Pada penyakit menular tertentu dengan masa tunas yang pendek dapat
dihitung attack rate(angka serangan), misal pada wabah atau kejadian luar
biasa(KLB) yang biasanya berlangsung tidak terlalu lama (beberapa hari atau
Minggu saja).
Manfaat attack rate adalah :
Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit.
Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan penularan
penyakit tersebut.