Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang sering digunakan sebagai

probiotik. Bakteri ini bersifat nonpatogenik, nontoksikogenik, gram positif,

anaerobik, tidak menghasilkan spora, bakteri penghasil asam laktat yang diproduksi

dari fermentasi karbohidrat (Desai, 2008). Saluran pencernaan manusia ataupun


12
hewan diperkirakan mengandung flora normal sampai 10 bakteri per gram isi

saluran cerna dan setidak-tidaknya terdiri atas 500 species yang sebagian besar

merupakan bakteri asam laktat (Drasar dan Hill, 1974 dalam Salminen dan Wright,

1998; Gorbach, 2001).

Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi asli Indonesia yang dapat hidup

hanya dengan memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi, dan memiliki daya cerna

yang tinggi terhadap makanan berserat (Bandini, 2003). Bertitik tolak dari sifat

perintis dan daya cernanya yang tinggi terhadap makanan berserat tersebut, maka

sangatlah mungkin bahwa cairan rumen sapi bali mengandung banyak bakteri asam

laktat yang dapat digunakan sebagai sumber bakteriosin baru sehingga berpotensi

untuk digunakan sebagai biopre-servatif.( Suardana et al .2007)

Cairan rumen yang merupakan limbah rumah potong hewan, mengandung

berbagai nutrien, asam-asam organik serta mikroorganisme seperti bakteri,

protozoa dan fungi (Arora, 1995) dan menghasilkan berbagai jenis enzim

pendegradasi serat, seperti enzim alfa-amilase, galaktosidase, hemiselulase,

selulase, dan xilanase (Williams dan Withers, 1992 dalam Bidura, 2006).
Cairan rumen merupakan limbah rumah potong yang keberadaannya belum

dimanfaatkan secara optimal bahkan berpotensi sebagai polutan. merupakan limbah

rumah potong yang keberadaannya belum dimanfaatkan secara optimal bahkan

berpotensi sebagai polutan. Pemanfaatan cairan rumen sebagai sumber bakteri asam

laktat (BAL) disamping mengurangi potensi terjadinya pencemaran lingkungan

juga dapat menjadi sumber berbagai nutrien dan inokulan (probiotik) yang murah

dan berkualitas.

Kemampuan BAL untuk hidup di dalam saluran pencernaan dapat menekan

pertumbuhan bakteri patogen sehingga bisa dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan

saluran pencernaan. Inilah alasanya BAL berpotensi sebagai probiotik. Pada hewan

ternak lain seperti sapi bali dapat ditemukan bakteri asam laktat seperti

Lactobacillus lactis dan Lactobacillus brevis (Suardana, 2007). Bertitik tolak dari

sifat perintis dan daya cernanya yang tinggi terhadap makanan berserat tersebut,

maka sangatlah mungkin bahwa cairan rumen sapi bali mengandung banyak bakteri

asam laktat yang dapat digunakan sebagai sumber pengawetan silase.

Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa tertentu selain asam

laktat dan asam asetat (asam organik) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

lain. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya H2O, diasetil dan bakteriosin dalam

jumlah yang relatif sedikit dibandingkan dengan produksi asam organik (Kusmiati,

2002).

Berdasarkan penelitian dari (Suardana et al. 2007) bahwa dari cairan rumen

ditemukan sekitar 100 isolat bakteri asam laktat yang dapat tumbuh pada media

MRS agar. Hasil penelitian inilah yang mendasari penelitian saya yang berjudul “
Uji Aktivitas Antimikroba Bakteri Asam Laktat Cairan Rumen terhadap

Salmonella Enteritidis, Bacillus Cereus, E. Coli, dan Staphylococcus Aureus”

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil rumusan masalah yaitu ;

1. Apakah terdapat aktivitas antimikroba dari bakteri asam laktat cairan rumen

terhadap bakteri patogen ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui uji aktivitas antimikroba bakteri asam laktat cairan rumen

terhadap bakteri patogen

1.4. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat khususnya

Masyarakat yang beternak dan menjadi informasi yang dapat digunakan bagi

Masyarakat NTT khususnya di Kota Kupang dalam memanfaatkan limbah Rumah

Potong Hewan (RPH)

2. Bagi Peneliti

Untuk menambah pengatahuan mengenai aktivitas antimikroba bakteri

asam laktat dalam cairan rumen


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cairan Rumen

Rumen adalah salah satu bagian lambung ternak ruminansia (memamah

biak) seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Rumen berisi bahan pakan yang

dimakan oleh ternak yang berupa rumput/hijauan lainnya dan pakan penguat

(konsentrat). Di dalam rumen ternak ruminansia hidup berbagai mikroba seperti

bakteri, protozoa, fungi dan yeast. Mikroba ini berfungsi sebagai fermentor di

dalam rumen tersebut.

Terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya di dalam rumen

ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba). Cairan rumen mengandung

bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 10 pangkat 9 setiap cc isi rumen,

sedangkan protozoa bervariasi sekitar 10 pangkat 5 - 10 pangkat 6 setiap cc isi

rumen (Tillman, 1991).

Isi rumen diperoleh dari rumah potong hewan. Isi rumen kaya akan nutrisi,

limbah ini sebenarnya sangat potensial bila dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%, lemak

2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu

18,54%, dan air 10,92%.


2.2 Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat merupakan kelompok spesies bakteri yang mempunyai

kemampuan untuk membentuk asam laktat dari metabolisme karbohidrat dan

tumbuh pada pH lingkungan yang rendah. Secara ekologis, kelompok bakteri ini

sangat bervariasi dan anggota spesiesnya dapat mendominasi macam-macam

makanan, minuman atau habitat lain seperti tanaman, jerami, rongga mulut maupun

perut hewan (Sudarmadji, dkk, 1989). Berdasarkan pewarnaan gram dan endospora,

BAL merupakan kelompok bakteri gram positif dan tidak membentuk spora.

Bakteri ini bersifat anaerob tetapi mampu mentoleransi adanya oksigen dan

memetabolisme karbohidrat melalui jalur fermentasi. Bakteri ini tumbuh secara

optimum pada lingkungan yang kaya akan nutrisi seperti susu dan daging. Sebagian

besar BAL bersifat toleran pada kondisi asam dan juga toleran terhadap garam

empedu (Yousef dan Clastrom, 2003).

Klasifikasi BAL menjadi genus dan spesies yang berbeda didasarkan pada

morfologi, kemampuan memfermentasi gula, perbedaan temperatur pertumbuhan,

konfigurasi asam laktat yang diproduksi, kemampuan untuk tumbuh pada

konsentrasi garam tinggi dan toleransi terhadap asam atau basa (Salminen dan von-

Wright, 1993).

Secara tradisional, BAL terdiri dari empat genus yaitu Lactobacillus,

Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Saat ini beberapa genus baru telah

disarankan untuk dimasukkan ke dalam kelompok BAL untuk revisi taksonomi

baru. Hal ini disebabkan adanya beberapa perkembangan dalam beberapa sifat

fisiologi, perbedaan dan persamaan dalam produksi metabolit. Sebagai contoh


genus Streptococcus telah direorganisasi menjadi Enterococcus, Lactococcus,

Streptococcus dan Vagococcus (Yang, 2000).

Genus BAL dibedakan berdasarkan morfologi sel (basil atau kokus).

Meskipun sebagian besar BAL tumbuh dengan baik pada kondisi mesofil, beberapa

juga mampu tumbuh pada kondisi psychrotrophic (tumbuh pada suhu 10 0C tetapi

tidak tumbuh pada suhu 45 0C), dan yang lainnya dapat tumbuh pada kondisi

termofil (tumbuh pada suhu 45 0C tetapi tidak tumbuh pada suhu 100 C). BAL

memiliki beberapa tipe dalam memfermentasi glukosa. Beberapa BAL

memfermentasi karbohidrat dan hanya menghasilkan asam laktat (homolactic),

yang lainnya mampu menghasilkan alkohol dan karbon dioksida (CO2) selain

menghasilkan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat

(heterolactic). Karbohidrat difermentasi oleh BAL menjadi isomer asam laktat D-,

L- atau keduanya. Perbedaan ini membantu dalam membedakan genus kelompok

BAL (Yousef dan Clastrom, 2003).

Bakteri asam laktat mempunyai peranan esensial hampir dalam semua

proses fermentasi makanan dan minuman. Peran utama bakteri ini dalam industri

makanan adalah untuk pengasam bahan mentah dengan memproduksi sebagian

besar asam laktat (bakteri homofermentatif) atau asam laktat, asam asetat, etanol

dan CO2 (bakteri heterofermentatif) (Desmazeaud, 1996). Bakteri asam laktat

banyak digunakan dalam produk susu seperti yogurt, sour cream (susu asam), keju,

mentega, dan produksi asam-asaman, serta asinan (Lindquist, 1998).

2.3 Bakteri Asam Laktat dalam Saluran Pencernaan


Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi asli Indonesia yang dapat hidup

hanya dengan memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi, dan memiliki daya cerna

yang tinggi terhadap makanan berserat (Bandini, 2003).

Asam laktat yang dihasilkan bakteri asam laktat dalam saluran pencernaan

dapat mencegah pertumbuhan bakteri yang merugikan dan sebagai control

pembuangan kotoran dengan cara merangsang dinding saluran pencernaan. Asam-

asam organik seperti asam laktat dan asam asetat yang diproduksi bakteri asam

laktat sebagai hasil fermentasi laktosa dalam susu dapat membantu aktivitas usus

dengan merangsang peristaltis, meningkatkan kecernaan dan penyerapan. Di lain

pihak asam organic yang diproduksi bakteri asam laktat dapat menambah cita rasa

dan aroma pada makanan dan pada waktu yang sama pertumbuhan bakteri yang

merugikan dapat dicegah. Bakteri asam laktat juga dilaporkan bermanfaat untuk

merangsang system kekebalan dan resistensi terhadap infeksi dan kanker

(Mitsuoka, 1989).

Saluran pencernaan hewan (sapi) diketahui memiliki mikroba rumen mencapai

109 sel/ml. Pada usus besar atau kolon dengan 400-500 jenis bakteri, dan

jumlahnyan dapat mencapai (1012-1014) sel. Bakteri asam laktat umumnya

ditemukan sekitar 104-109 bakteri per gram isi kolon (Mc Donald et al., 2002).

2.4 Aktivitas Anti Mikroba Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa tertentu selain asam

laktat dan asam asetat (asam organik) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

lain. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya H2O, diasetil dan bakteriosin dalam


jumlah yang relatif sedikit dibandingkan dengan produksi asam organik (Kusmiati,

2002).

Aktivitas antibakteri dari asam laktat selain memaksa zat antibakteri lain

masuk, juga memiliki perannya tersendiri. Asam yang masuk melalui plasma

membran sel akan terdisosiasi menjadi kation dan anion toksik. Membran sel akan

luruh dan menyebabkan transportasi sel terganggu. Selain itu aktivitas air bebas

(water activity) dan metabolisme sel seperti glikolisis juga akan terganggu (Theron

dan Lues 2011). Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram-

negatif dengan merusak membran luar bakteri Gram-negatif. Pelindung dari

permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada

permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antimikroba yang

lain yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen peroksida dan laktoperidase sistem dapat

berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma (Alokomi et al. 2000).

Karbon dioksida diproduksi terutama oleh BAL heterofermentatif. Karbon

dioksida memainkan peranan penting dalam membuat lingkungan anaerobik

yangmenghambat enzimatik dekarboksilase, dan akumulasi CO membran lipid

bilayerdapat menyebabkan disfungsi permeabilitas. Karbon dioksidasecara efektif

dapat menghambat banyakmikroorganisme perusak makanan, terutama bakteri

psikrotropik Gram-negatif (Ammor et al.2006).

Hidrogen peroksida merupakan prekursor untuk produksi bakterisidal

radikal bebas seperti superoksida dan radikal hidroksil (OH) yang dapat merusak

DNA. Hidrogen peroksida diproduksi oleh bakteri asam laktat sebagai hasil dari

aksi flavoprotein oksidase atau nikotinamida adenine dinukleotida


(NADH)peroksidase. Efek antimikroba dari adalah hasil dari oksidasi grup

sulfhydrylyang menyebabkan denaturasi sejumlah enzim, dan dari peroksidase

membran lipid meningkatkan permeabilitas membran (Ammor et al.2006).

2.5 Karateristik Bakteri Patogen

a. Salmonella enteritidis

Salmonella spp. merupakan bakteri penyebab Salmonellosis pada berbagai

temak dan manusia. S.enteritidis adalah salah satu serotipe Salmonella spp. yang

sangat patogenik pada mengakibatkan non-tifoid Salmonellosis pada manusia

(Mishu et al., 1994). Bakteri ini juga bersifat re-emerging foodbome diseases, yaitu

penyakit pada manusia yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang

tercemar, dimana sebelumnya penyakit tersebut sudah pemah muncul akan tetapi

saat ini menunjukkan tanda-tanda peningkatan kembali (Bartlett, 1996)

Salmonella enteritidis merupakan bakteri Gram negatif penyebab

salmonellosis dengan gejala demam, kram perut dan diare (Omwandho & Kubota

2010). Cao et al. (2008) menyatakan bahwa Salmonella enteritidis merupakan salah

satu penyebab utama penyakit keracunan makanan, dengan kasus lebih dari satu

juta kasus dan tiga ribu di antaranya meninggal setiap tahun.

Imunitas humoral pada hewan yang terinfeksi Salmonella sp. umumnya

dapat terjadi. Terbentuknya imunitas tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor,

antara lain: dosis atau jumlah antigen, sifat virulensi, rute infeksi dan umur hewan.

Faktor umur hewan sangat nyata pengaruhnya terhadap pembentukan antibodi.


Respon antibodi pada hewan muda mungkin hanya terbatas pada epitop antigen

tertentu, hewan muda respon imunologiknya paling rendah (THORNS et al., 1996).

b. Bacillus Cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif berbentuk batang besar

(>0,9 μm) dengan ukuran panjang sel 3-5 mikron dan lebarnya 1 mikron. Bakteri

ini menghasilkan spora yang berbentuk elips dan terletak ditengah-tengah sel. Spora

hanya terbentuk bila terdapat oksigen dilingkungan sekitar (aerob fakultatif).

Bacillus cereus termasuk salah satu organisme mesofilik yaitu dapat tumbuh pada

suhu optimal 30-35 C (Blackburn dan McClure, 2002). Bakteri Bacillus cereus

mempunyai alat gerak berupa flagella yang jumlahnya lebih dari dua dan

mengeliling seluruh permukaan sel bakteri (peritrichous). Bacillus cereus dapat

menyebabkan beberapa penyakit infeksi dan intoksikasi. Spora sel B.cereus

bertunas dan sel vegetatif menghasilkan toksin selama fase eksponensial

pertumbuhan atau selama masa sporulasi.

Spora Bacillus cereus lebih tahan terhadap panas kering dibandingkan

dengan panas lembab. Spora Bacillus cereus dapat bertahan untuk waktu yang lama

di produk kering (FSANZ, 2003). Spora yang dihasilkan relatif tahan panas,

walaupun nilai D yang dimiliki cenderung bervariasi antara strain. Secara umum,

D100 Bacillus cereus berkisar antara 2.5-5.4 menit. Spora ini dapat bertahan hidup

pada kondisi ekstrim dan ketika dibiarkan pada suhu yang dingin, maka

kemampuan spora untuk tumbuh dan berkembang menjadi sel vegetatif relatif

lambat. Proses germinasi sporanya cepat dan pada beberapa strain dapat
berlangsung dalam waktu 30 menit. Germinasi membutuhkan beberapa molekul

protein seperti glisin, alanin, dan basa purin (Batt, 2000). Sel vegetatif dapat

tumbuh dan menghasilkan enterotoksin pada kisaran suhu 25-420C. Sel vegetatif

Bacillus cereus berbentuk batang dengan lebar 1.0-1.2 μm (Rajkowski et al., 2003).

Selain itu, germinasi juga dapat terjadi karena adanya perlakuan pemanasan, pH,

dan bahan kimia. Germinasi Bacillus cereus secara optimum terjadi pada suhu

370C (White et al., 1974).

Bacillus cereus bersifat proteolitik yang kuat yaitu memproduksi enzim

(protease, amylase, lecithinase, dan lain-lain) yang dapat memecah protein dan

mempunyai sifat yang hampir sama dengan renin sehingga dapat menggumpalkan

susu (Fardiaz, 1998). Species ini juga memfermentasi karbohidrat (glukosa dan

mannosa). Selain itu, bakteri ini akan tumbuh pada pH 4.3-9.3 dan aktivitas air

(Aw) 0.95 (Blackburn and McClure, 2002).

Bacillus cereus memproduksi enzim ekstraseluler yang dapat

menghidrolisis protein, lemak, pati dan karbohidrat lainnya. Oleh karena itu,

mikroorganisme ini dapat memanfaatkan berbagai jenis pangan untuk mendukukng

pertumbuhannya, tetapi pangan yang mengadung pati merupakan sumber optimal

untuk pertumbuhannya (Gibbs, 2005).

c. E. Coli

Eschericia coli merupakan bakteri Gram-negatif, motil, tidak

berspora,berbentuk batang dan anaerobik fakultatif. E. coli bersifat aerob atau


kualitatif anaerob, dapat tumbuh pada media buatan. Bakteri ini umumnya hidup

pada rentang suhu 20-40ºC dengan suhu optimum 37ºC, tumbuh baik pada pH 7,0

tapitumbuh juga pada pH yang lebih tinggi. E.coli mengandung enterotoksin dan

atau faktor virulensi lainnya, termasuk invasiveness dan faktor

kolonisasi,menyebabkan penyakit diare. E.coli juga penyebab utama infeksi urin

dan infeksi nosomical termasuk septisemia dan meningitis. Dari sekian ratus strain

E.,coli yang teridentifikasi, hanya sebagian kecil yang bersifat patogen (Holt et al.

1994).

Escherecia colimerupakan bakteri komensal bersifat patogen penyebabkan

gangguan kesehatan pada saluran pencernaan (Tenailon et al., 2010). E. Coli yang

berifat patogen dapat mengakibatkan gangguan intestinal dan infeksi saluran kemih

(Prescott, 2008).

d. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompokyang tidak teratur seperti buah

anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Lebih dari

90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau

selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995).

Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat

antigenik dan merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel.

Peptidoglikan merupakan suatu polimer polisakarida yang mengandung subunit-

subunit yang tergabung, merupakan eksoskeleton yang kaku pada dinding sel.

Peptidoglikan dirusak oleh asam kuat atau lisozim. Hal tersebut penting dalam
patogenesis infeksi, yaitu merangsang pembentukan interleukin-1 (pirogen

endogen) dan antibodi opsonik, juga dapat menjadi penarik kimia (kemotraktan)

leukosit polimorfonuklear, mempunyai aktifitas mirip endotoksin dan

mengaktifkan komplemen (Jawetz et al., 2005).

Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis

disekitar koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri atas α-hemolisin, β-

hemolisin, dan γ-hemolisisin. Staphylococcus aureus yang menghasilkan α-

hemolisin akan membentuk zona terang di sekitar koloni, yang menghasilkan β-

hemolisin akan membentuk zona gelap agak bening di sekitar koloni dan yang

menghasilkan gama hemolisin tidak membentuk hemolisisin (Khusnan et al.,

2008).

Staphylococcus aureus dalam susu segar dan produk pangan dapat

menyebabkan toxic schock syndrome akibat keracunan pangan. Staphylococcal

enterotoxin merupakan agen yang menyebabkan sindrom keracunan dalam

makanan pada manusia maupun hewan (Dinges et al., 2000; Omoe et al.,2002;

Purnomo, 2006).

2.6. Antibiotik Chloramphenycol

Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang

mempunyai khasiat antimikroba. Mekanisme kerja antibiotik antara lain adalah

menghambat sintesis dinding sel, merusak permeabilitas membran sel,

menghambat sintesis RNA (proses transkripsi), menghambat sintesis protein

(proses translasi), menghambat replikasi DNA (Immanudin H, 2010).


Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktivitas bakteriostatik dan pada

dosis tinggi bersifat bakterisidal. Aktifitasnya menghambat sintesis protein dengan

jalan mengikat ribosom yang merupakan langkah penting dalam pembentukan

ikatan peptida.

Kloramfenikol merupakan suatu golongan antibiotika yang menghambat

pertumbuhan bakteri dengan spektrum kerja yang luas terhadap Haemophilus

influenza, Neisseria meningitides, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus

pyogenes, Staphylococus agalactiae, Staphylococcus pneumonia, dan

Staphylococcus aureus (Siswando et al. 2000). Kloramfenikol akan berikatan

secara reversibel dengan unit ribosom 50S sehingga mencegah ikatan antara asam

amino dengan ribosom (Katzung 2000).

2.7. Metode Pengujian Antibakteri

Pada uji ini, yang akan diukur adalah respons pertumbuhan populasi

mikroorganisme terhadap agen antimikroba (antibiotik dan BAL). Salah satu

manfaat dari uji antimikroba adalah diperolehnya satu system pengobatan yang

efektif dan efisien. Penentuan setiap kepekaan kuman terhadap suatu obat adalah

dengan menentukan kadar obat terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan

kuman in vitro. Beberapa cara pengujian antibakteri adalah sebagai berikut :

a. Metode Difusi

Pada metode ini, penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi

dari zat antimikroba dalam lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba

uji. Hasil pengamatan yang akan diperoleh berupa ada atau tidak nya zona
hambatan yang akan terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu

masa inkubasi (Brooks Gf et al, 2007) Pada metode ini dapat dilakukan dengan 3

cara,yaitu :

1) Cara Cakram (Disc)

Cara ini merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menentukan

kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini, digunakan

suatu cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung

zat antimikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada lempeng agar

yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan

suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Pada umumnya,

hasil yang di dapat bisa diamati setelah inkubasi selama 18-24 jam dengan suhu

37oC. Hasil pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening

yang terbentuk disekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona hambat pada

pertumbuhan bakteri (Pelczar, 1998)

Menurut greenwood (1995) efektifitas suatu zat antibakteri bisa

diklasifikasikan pada tabel berikut :

Metode cakram disk atau cakram kertas ini memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan

khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening

yang terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan

preinkubasi serta ketebalan medium (Pelczar, 1998). Menurut Bonang G (1992)

Apabila keempat faktor tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram disk

biasanya sulit untuk diintepretasikan. Selain itu, metode cakram disk ini tidak dapat
diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan

mikroorganisme yang bersifat anaerob obligat (Bonang G, 1992).

2) Cara Parit (ditch)

Suatu lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat

sebidang parit. Parit tersebut berisi zat antimikroba, kemdian diinkubasi pada waktu

dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan

diperoleh berupa ada tidaknya zona hambat yang akan terbentuk di sekitar parit

(Bonang G, 1992).

3) Cara Sumuran (hole/cup)

Pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat

suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Kemudian setiap

lubang itu diisi dengan zat uji. Setelah diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai

dengan mikroba uji, dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona

hambatan di sekeliling lubang (Bonang G, 1992).


BAB III

METODEOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Februari sampai dengan Maret 2019.

Waktu penelitian disesuaikan dengan penelitian dosen (penelitian unggulan

perguruan tinggi 2019 ) yang meliputi uji aktivitas antimikroba bakteri asam laktat

terhadap bakteri E. Coli, S. Aureus, B. Cereus dan S. Enteritidis.

3.1.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Hewan dan

Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana untuk

melakukan uji aktivitas antimikroba bakteri asam laktat terhadap bakteri E. Coli,

S. Aureus, B. Cereus dan S. Enteritidis.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan dua metode yaitu observasi dan

eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

3.3. Materi Penelitian

3.3.1. Alat
Peralatan yang digunakan antara lain cawan petri, ose, lampu spritus,tabung

duram, gelas ukur, aluminium foil, mikroskop, cover glass, objek glass, timbangan

digital, gelas beaker, batang L, mikropipet, pipet, kertas label, masker, dan sarung

tangan, autoclav, cakram blank, rak tabung, cakram antibiotik,kapas, kulkas,

inkubator, sentrifuge, kertas saring (membran milipore), corong, perfolator steril.

3.3.2. Bahan

Bahan penelitian yang digunakan antara lain cairan rumen, media MRS (De

Man-Rogosa-Sharpe) agar, media MRS (De Man-Rogasa-Sharpe) broth, PBS

(phosphate buffer saline), media Nutrien Agar (NA), larutan kristal violet, NaCl

fisiologis, alkohol 96%), Aquades, standar Mc Farland, Larutan Iodin, Safranin,

minyak emersi, H2O2 3%.

3.4. Metodologi Penelitian

3.4.1. Teknik Peremajaan dan Rekultur Bakteri Asam Laktat

1. Membuat media MRS Broth dan MRS agar dengan menimbang

sebanyak 13 gram MRS broth dan 6,2 gram MRS agar lalu menambahkan

aquades sebanyak 250 ml dan dihomogenkan, kemudian memanaskan

media hingga jernih

2. Mensterilisasi media yang telah dimasak dengan menggunakan autoclav

pada suhu 1210C tekanan 15 psi selama 15 menit


3. Mengambil sampel sebanyak 1 ml isolat bakteri asam laktat dari larutan

prebiotik yang telah ada dimasukkan sebanyak ke dalam tabung reaksi yang

berisikan 9 mL MRS Broth, lalu dicampurkan sehingga diperoleh

pengenceran 10-1 hingga 10-5

4. Menuang media MRS agar kedalam cawan petri dan tabung reaksi lalu

dibiarkan hingga padat.

10-5
5. Selanjutnya mengambil sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran

menggunakan mikropipet, meyebarkannya dalam cawan petri yang telah

berisi media MRS agar menggunakan batang L.

6. Mengambil isolat bakteri asam laktat dari pengenceran 10-5 menggunakan

ose kemudian menanam bakteri pada media agar miring MRS agar

menggunakan teknik gores.

7. Menginkubasi media yang telah berisi isolat bakteri asam laktat pada

inkubator secara anaerob pada suhu 37◦C selama 48 jam.

8. Setelah 48 jam koloni yang tumbuh, mengambil bakteri dari koloni

menggunakan ose steril dan dimasukkan dalam MRS Broth dan disimpan

dalam tabung duram steril.

3.4.2 Identifikasi dan pemurnian bakteri asam laktat

Koloni yang tumbuh terpisah, berwarna putih dan berukuran 0,1-3 mm

diisolasi dan diidentifikasi melalui pengujian pewarnaan Gram, bentuk sel, uji

katalase dan uji motilitas.


a. Pewarnaan Gram

1. Mengambil menggunakan ose isolat bakteri dari agar miring,

Kemudian membuat preparat ulas pada objek gelas, difiksasi di atas

api Bunsen

2. Preparast ditetesi dengan larutan kristal ungu, didiamkan selama 60

detik dan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.

3. Preparat ditetesi dengan larutan iodin dan didiamkan selama 2

menit, dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.

4. Preparat ditetesi dengan alkohol 96% sampai warna ungu hilang.

5. Preparat ditetesi safranin dan didiamkan selama 30 detik, dicuci

dengan air mengalir dan dikeringkan.

6. Preparat ditetesi dengan minyak emersi.

7. Preparat diamati dengan mikroskop, uji gram positif jika sel

berwarna ungu dan negatif jika sel berwarna merah.

b. Morfologi bentuk sel bakteri

Pada preparat pewarnaan Gram juga diamati morfologi bentuk sel

bakteri asam laktat memiliki bentuk batang (rod) dan cocus.

c. Pengujian katalase

Pada isolat dari agar miring diambil satu ose, kemudian dioleskan pada

objek glass yang telah diberi alcohol. Objek glass ditetesi dengan larutan H2O2 3%.

Diamati terbentuknya gelembung gas pada preparat. Jika terdapat gelembung gas

berarti uji katalase tersebut positif.


d. Pengujian motilitas

Pada isolat dari agar miring ditusukkan pada agar tegak semi solid (medium

SIM tegak) kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37◦C. Hasil positif

(motil) jika terdapat rambatan-rambatan disekitar bekas tusukan jarum pada

medium dan hasil negatif (non motil) bila tidak terdapat rambatan-rambatan

disekitar bekas tusukan jarum ose pada medium.

3.4.3 Rekultur

Koloni yang menunjukkan hasil positif, dilakukan rekultur dengan media

yang sama yaitu MRS agar. Rekultur dilakukan pada cawan petri yang berisi MRS

agar dengan metode sebar. Semua koloni yang tumbuh diambil menggunakan osse

steril dan dimasukkan dalam MRS broth yang disimpan dalam botol duram steril

500 ml. Simpan satu koloni untuk uji tantang.

3.4.4 Uji Aktivitas Anti Mikroba Terhadap Bakteri Patogen

Menurut Pro-Lab Diagnostics (2012), Standar Mc Farland digunakan

untuk standarisasi perkiraan jumlah bakteri dalam cairan suspensi dengan

menggunakan larutan BaCl2 1% dan H2SO4 1%. Standar kekeruhan Mc

Farland ini dimaksudkan untuk menggantikan perhitungan bakteri satu per

satu dan untuk memperkirakan kepadatan sel yang akan digunakan pada

prosedur pengujian antimikroba. Jumlah standar Mc Farland 0,5 setara dengan

1,5 x 108 sel bakteri.


a. Membuat standar Mc Farland (0,5)

1. Menyiapkan rak tabung untuk menyimpan tabung reaksi

2. Menyalakan api bunsen

3. Memberi label pada masing-masing tabung reaksi yang akan

digunakan untuk bakteri E. Coli, S. Aureus, B. Cereus dan S.

Enteritidis.

4. Mengambil akuades dan menuang secukupnya ke dalam setiap

tabung reaksi

5. Dengan menggunakan ose ambil masing- masing bakteri E. Coli,

S. Aureus, B. Cereus dan S. Enteritidis. dan memasukkannya ke

dalam tiap tabung raksi yang telah diberi label sesuai jenis

bakteri dan homogenkan

6. Mengamati kekeruhan dari larutan pengenceran dan

menyetarakannya dengan standar Mc Farland

b. Membuat Filtrat Bakteri Asam Laktat

1. Sebanyak 1 ml suspensi bakteri asam laktat aktif dari cairan

rumen yang telah dikultur dalam 250 ml MRS Broth diinkubasi

pada suhu 370C selama 24 jam

2. Mengambil 1 ml bakteri asam laktat dari MRS Broth dan dituang

ke dalam tabung reaksi

3. Sentrifuge tabung reaksi pada 3000 rpm selama 30 menit untuk

memisahkan cairan dengan filtratnya (supernatan)


4. Kemudian saring dengan membran milipore ukuran 0,45

mikrometer

5. Filtrat (asam laktat) disimpan dalam cawan petri

c. Pengujian Efektivitas Bakteri Asam Laktat terhadap Bakteri

Patogen

1. Pengujian aktivitas bakteri asam laktat dilakukan dengan

menggunakan filtrat bakteri asam laktat dan non filtrat.

Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar ( Kertas

Cakram) dan metode sumur agar (Agar weel difusion)

2. Membuat media MHA (Muller Hilton Agar ) dan menuangkan

pada 12 cawan petri yang akan digunakan dan media dibiarkan

hingga padat

3. Menyiapkan cakram antibiotik (kontrol positif) chloramphenicol

dan cakram blank

4. Mengambil 12 cakram blank dengan menggunakan pinset steril

dan cakram direndam dalam filtrat bakteri asam laktat selama 25

menit

5. Mengambil 12 cakram blank dengan menggunakan pinset steril

dan cakram direndam dalam cairan bakteri asam laktat non filtrat

selama 25 menit

6. Setiap koloni bakteri uji (Bakteri patogen) yang telah diencerkan

sesuai standar Mc Farland diambil 0,1 ml (10 µl) menggunakan


mikropipet dan disebar menggunakan batang L pada media

MHA (Muller Hilton Agar)

7. Memberikan label pada cawan petri agar tidak keliru dalam

penempatan cakram dan pengukuran hasil

8. Membuat lubang pada 12 media MHA (Muller Hilton Agar)

dengan menggunakan perfolator steril, setiap media dibuat 2

lubang

9. Mengambil kertas cakram yang telah di rendam pada cairan

bakteri asam laktat baik filtrat dan non filtrat dengan

menggunakan pinset steril dan meletakannya di atas permukaan

media

10. Mengambil 0,1 ml (10 µl) cairan bakteri asam laktat baik filtrat

dan non filtrat menggunakan mikropipet dan memasukkannya

ke dalam lubang sumur yang telah dibuat pada media MHA

(Muller Hilton Agar)

11. Mengambil cakram antibiotik Chloramphenocol menggunakan

pinset steril dan meletakannya pada permukaan tengah media

MHA (Muller Hilton Agar) sebagai kontrol positif

12. Menginkubasi cawan petri pada suhu 370C selama 24 jam

13. Setelah masa inkubasi, akan muncul zona hambat. Diamater

zona hambat yang terbentuk diukur menggunakan jangka sorong

pada 24 jam dan 48 jam.

3.5 Analisis Data


Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif dan

ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.

3.6 Jadwal Penelitian

Rangkaian kegiatan penelitian ini dimulai dengan seminar proposal, kemudian

dilanjutkan dengan penelitian dan pengolahan data hasil penelitian. Setelah

data hasil penelitian diolah, akan dilanjutkan dengan seminar hasil dan sidang

skripsi.

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB III Hiegee
    BAB III Hiegee
    Dokumen3 halaman
    BAB III Hiegee
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • USG Paper
    USG Paper
    Dokumen15 halaman
    USG Paper
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Presentation 6
    Presentation 6
    Dokumen7 halaman
    Presentation 6
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Biosec
    Biosec
    Dokumen16 halaman
    Biosec
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • USG Paper
    USG Paper
    Dokumen15 halaman
    USG Paper
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Universitas Nusa Cendana
    Universitas Nusa Cendana
    Dokumen2 halaman
    Universitas Nusa Cendana
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Dan Cover
    Daftar Pustaka Dan Cover
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka Dan Cover
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Dan Cover
    Daftar Pustaka Dan Cover
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka Dan Cover
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • KOLIBASILOSIS
    KOLIBASILOSIS
    Dokumen6 halaman
    KOLIBASILOSIS
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • NEKROPSI ANJING
    NEKROPSI ANJING
    Dokumen12 halaman
    NEKROPSI ANJING
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Analisis Usaha
    Analisis Usaha
    Dokumen3 halaman
    Analisis Usaha
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • KOLIBASILOSIS
    KOLIBASILOSIS
    Dokumen6 halaman
    KOLIBASILOSIS
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Analisis Usaha
    Analisis Usaha
    Dokumen3 halaman
    Analisis Usaha
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Clostridium Parvum
    Clostridium Parvum
    Dokumen5 halaman
    Clostridium Parvum
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • BAB III Hiegee
    BAB III Hiegee
    Dokumen3 halaman
    BAB III Hiegee
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner Kesehatan Masyarakat Veteriner Video Ulasan
    Kuisioner Kesehatan Masyarakat Veteriner Video Ulasan
    Dokumen1 halaman
    Kuisioner Kesehatan Masyarakat Veteriner Video Ulasan
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Tujuan
    Tujuan
    Dokumen7 halaman
    Tujuan
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen18 halaman
    Makalah
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Rabies
    Rabies
    Dokumen17 halaman
    Rabies
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Budaya Pemotongan Hewan di NTT
    Budaya Pemotongan Hewan di NTT
    Dokumen14 halaman
    Budaya Pemotongan Hewan di NTT
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • KUISIONER
    KUISIONER
    Dokumen1 halaman
    KUISIONER
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • KUISIONER
    KUISIONER
    Dokumen1 halaman
    KUISIONER
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen11 halaman
    Presentation 1
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Bab II
    Bab II
    Dokumen15 halaman
    Bab II
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen10 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Angela Novita
    Belum ada peringkat
  • BAB III Hiegee
    BAB III Hiegee
    Dokumen3 halaman
    BAB III Hiegee
    Angela Novita
    Belum ada peringkat