Anda di halaman 1dari 12

UPACARA DAN KESENIAN DALAM MASYARAKAT DAYAK KANAYATN

MINGGU, 22 AGUSTUS 2010LABEL: SENI BUDAYA


etnikprogresif
Upacara dalam masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat dipisahkan dari sistem
kepercayaan dan religi. Perwujudannya direalisasikan melalui berbagai ritus atau
upacara ritual, agar mereka memperoleh pertolongan roh gaib, roh para leluhur,
dan Jubata. Upacara dalam konsep kepercayaan seperti itu dimaksudkan sebagai
pembuktian keyakinan terhadap Jubata sekaligus pemantapannya. Ia merupakan
transpormasi hubungan manusia dengan alam gaib sebagaimana tergambar dalam
setiap prosesi upacara. Di sinilah masyarakat memperjelas dan mempertegas
konsep tentang apa yang mereka yakini dan adat yang mereka jalankan. Usaha
memperjelas itu dilalui dengan tindakan, mantra-mantra, nyanyian, musik dan tari,
sampai pada penuangan simbol-simbol tertentu. Konsep seperti ini akhirnya
membawa posisi religi lebih mendominasi dalam kehidupan mereka. Mereka
membagi upacara-upacara tersebut menjadi beberapa macam sebagai beikut.
a. Upacara yang Berkaitan dengan Inisiasi
1) Upacara sebelum perkawinan.
Biasanya sebelum upacara pernikahan diadakan, terlebih dahulu pihak keluarga
melakukan Bahaupm (musyawarah). Pada upacara ini calon mempelai laki-laki dan
mempelai perempuan akan menentukan apakah suami ikut istri atau sebaliknya.
2) Upacara Ngaladakng Buntikng
Upacara ini dilaksanakan di kamar suami istri pada saat hamil 3 bulan. Upacara ini
dilakukan dengan maksud menghindari keguguran, terutama saat hamil pertama.
3) Upacara Batalah
Upacara Batatah, yaitu upacara untuk memberi nama pada bayi yang baru lahir.
Upacara ini dilakukan setelah tiga atau tujuh hari kelahiran bayi yang didahului
dengan prosesi pemandian bayi. Apabila upacara ini dilakukan pada hari ketiga
setelah kelahiran bayi, maka upacara ini harus disertai dengan penyembelihan
seekor ayam untuk selamatan. Bila upacara dilaksanakan pada hari ketujuh, maka
disembelih seekor babi untuk perjamuan dan balas jasa yang menolong kelahiran.
4). Upacara Batenek
Batenek adalah upacara melubangi telinga anak perempuan. Upacara ini dilakukan
setelah anak berumur antara dua sampai tiga tahun.
5) Upacara Babalak
Babalak adalah upacara penyunatan anak laki-laki di bawah usia sepuluh tahun.
Upacara ini masih tetap dijalankan walaupun orang Dayak masih memegang kuat
kepercayaan lama. Dalam upacara ini biasanya disembelih tiga ekor babi dan dua
belas ekor ayam. Bagi keluarga yang tidak mampu, perayaannya dapat
digabungkan dengan keluarga lain yang mampu, namun harus menyumbang seekor

ayam, tiga kilogram beras sunguh (beras biasa), dan tiga kilogram beras pulut
(ketan).
6) Upacara adat Karusakatn.
Karusakatn adalah upacara yang berhubungan dengan kematian. Bagi orang Dayak
Kanayatn, orang yang meninggal harus dikuburkan paling lama satu malam setelah
meninggal. Upacara kematian ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu: (a) Upacara
adat Basubur, yakni upacara untuk memberi makan orang yang telah meninggal;
(b) Upacara Barapus, yaitu upacara yang dilakukan tiga hari setelah pemakaman
untuk memberitahukan kepada orang yang meninggal bahwa ia telah meninggal
dunia; (c) Upacara Malahi, yaitu upacara yang dilakukan di tengah ladang seperti
orang yang meninggal itu melakukan sesuatu, seperti mengerjakan ladang atau
sedang panen. Pelaksanaan upacara ini bertujuan agar arwah orang yang
meninggal tidak mengganggu ladang; (d) Upacara Ngalapasatn tahun mati, yakni
upacara untuk melepas arwah orang yang telah meninggal setelah tiga tahun. Jika
belum genap tiga tahun, maka keluarga orang yang meninggal harus memberi
sesaji setiap ada upacara adat.
b. Upacara yang Berkaitan dengan Pertanian
Masyarakat Dayak Kanayatn merupakan masyarakat agraris, yaitu masyarakat yang
menggantungkan hidupnya dari pertanian. Sebagai masyarakat petani, orang
Dayak Kanayatn memiliki beberapa tradisi yang berkaitan dengan siklus pertanian
selama satu tahun, yang dkenal dengan adat bahuma batahutn. Menurut aturan
adat dikenal sejumlah upacara yang dilakukan pada setiap tahapan pertanian.
Tahap-tahap pertanian ini dimulai setiap bulan Juni sampai bulan April. Adapun
urutan upacara yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Upacara Nabo Panyugu Nagari
Sebelum membuka suatu lahan pertanian, pertama-tama seluruh penduduk desa
harus meminta ijin bersama-sama dengan cara berdoa di Panyugu (tempat ibadat)
ketemenggungan. Agar doa ini terkabul, maka penduduk harus bapantang
(menjalankan pantang) selama tiga hari tiga malam. Selama masa bapantang itu
masyarakat tidak boleh bekerja, tidak makan daging, pakis, rebung, cendawan, dan
keladi. Mereka juga tidak boleh mengeluarkan kata-kata kotor atau umpatan yang
dapat menyebabkan bapantang itu gagal.
2) Upacara Nabo Panyugu Tahutn
Upacara ini dilakukan untuk menetapkan lokasi pertanian dengan sembahyang di
Panyugu untuk memohon keselamatan dan berkah yang baik. Hal ini dilakukan
karena masyarakat Dayak Kanayatn parcaya bahwa keberhasialan ritual dapat
menentukan keberhasilan panen mereka tahun itu.
3) Upacara Ngawah
Upacara ini dilakukan malam hari untuk mencari tempat yang cocok untuk
menanam padi. Pencarian lahan dilakukan dengan cara mengetahui gajala-gejala
alam seperti bunyi burung dan binatang yang dapat memberi petunjuk kepada
mereka dalam menentukan lahan pertanian. Adapun binatang-binatang itu, seperti

kunikng, kalingkoet, tampi seak, adaatn. Jika terdengar bunyi di atas bukit, berarti
pertanian di dataran tinggi akan berhasil (ladang), namun bila bunyi berasal dari
lembah, maka hal itu merupakan tanda pertanian ladang akan suram. Bila
ditemukan bangkai binatang di atas lahan pertanian, menandakan bahwa lahan
yang sudah ditentukan itu baik untuk ditanami.
4) Upacara Mandangar Rasi
Upacara ini dilakukan setelah upacara Ngawah. Upacara ini merupakan tanda bunyi
dari alam yang menyatakan baik atau buruk hasil pertanian nanti (pesan rasi).
Apabila pesan rasi dianggap baik, maka pekerjaan diteruskan, sebaliknya bila pesan
dari rasi tidak baik, maka pekerjaan harus dihentikan.
5) Kegiatan Ngaratas
Ngaras merupakan kegiatan membuat lajur batas atas lahan pertanian dengan
lahan tetangga. Setelah itu barulah bahuma (menebas) hutan sampai dengan
selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan agar tidak terjadi
pengambilan batas tanah ladang orang lain.
6) Nabakng
Nabakng adalah upacara menebang pohon setelah kegiatan menebas. Setelah itu
dilakukan upacara baremah dengan membuat persembahan untuk Jubata, agar
diperbolehkan memakai lahan pertanian atau ladang yang akan digarap. Bila ada
pohon besar, maka pohon tersebut tidak ditebang, melainkan hanya dikurangi
cabang-cabangnya. Orang Dayak Kanayatn percaya bahwa pohon besar biasanya
dihinggapi burung tingkakok atau burung berkat padi yang menjaga dan
menimbang buah padi, sehingga pada waktu panen nanti akan mendapat padi yang
baik (berisi) dan melimpah.
7) Ngarangke Raba
Ngarangke Raba adalah upacara mengeringkan tebasan dan tebangan dalam
beberapa waktu untuk kemudian dibakar. Sebelum dibakar dilakukan ngaraki yaitu
membersihkan daerah sekeliling yang akan dibakar untuk pencegahan
merambatnya api secara luas. Upacara ini dilakukan untuk meminta berkah pada
roh pelindung sebelum pekerjaan selanjutnya dilaksanakan.
8) Membuat Solor atau Jaujur
Upacara ini adalah upacara pembuatan tanda batas antara ladang milik sendiri
dengan ladang tetangga agar jangan sampai terjadi kesalahpahaman karena
kesalahan pemakaian batas tanah garapan.
9) Upacara Batanam Padi
Upacara Batanam padi ini terdiri dari: (a) Upacara Ngalabuhan, yakni upacara
memulai tanam padi; (b) Upacara Ngamala Lubakng Tugal. Upacara ini dilakukan di
sawah atau ladang secara intensif agar padi yang ditanam dapat tumbuh dengan
baik, berhasil dan tidak diganggu hama; (c) Upacara Ngiliratn penyakit padi atau
menghanyutkan padi-padi bekas gigitan hama maupun binatang ke sungai dengan
maksud membuang sial (penyakit).

10) Upacara Ngabati


Upacara ini dilaksanakan di tengah ladang pada saat hendak panen padi atau saat
padi menguning. Upacara ini merupakan permohonan agar padi yang telah
menguning tersebut tidak diganggu hama tikus dan agar semua padi berisi,
sehingga bila panen tiba hasilnya banyak.
11) Upacara Naik Dango
Upacara Naik Dango merupakan upacara inti dari beberapa tahapan upacara yang
berkaitan dengan panen padi (pesta penen). Upacara ini merupakan upacara
syukuran padi yang dilaksanakan masyarakat Dayak Kanayatn setiap setahun sekali
pada tanggal 27 April. Pelaksanaannya dilakukan secara bergiliran setiap
kecamatan di Kabupaten Landak. Upacara ini merupakan upacara besar yang
banyak melibatkan masyarakat dan kesenian di dalamnya.
3. Tradisi Lisan dan Adat Dayak Kanayatn
Tradisi lisan Dayak Kanayatn sama halnya dengan adat yang berlaku dalam
kehidupan mereka. Adat ini meliputi seluruh aspek kehidupan dan berpengaruh
pada kehidupan masyarakat. Ia mengatur kehidupan masyarakat dalam
berinteraksi. Ketika masyarakat Dayak Kanayatn melanggar hukum adat, mereka
sangat malu ketimbang mereka melanggar peraturan pemerintah. Hal ini karena
adat merupakan peraturan warisan nenek moyang yang bersifat universal dan
mengikat. Tidak menghormati adat dianggap tidak beradat. Bila masyarakat
Dayak Kanayatn tidak beradat, maka dapat disamakan bukan orang Dayak. Hal
seperti inilah yang menyebabkan tradisi lisan dan adat sangat dihormati, serta
dijunjung tinggi dalam kehidupan masyarakatnya.
Tradisi lisan Dayak Kanayatn terkait erat dengan upacara. Semua tata pergaulan,
perilaku dan upacara dalam masyarakat Dayak Kanayatn diatur oleh adat dan
adanya sangsi bagi setiap pelanggaran. Melalui adat ini pula semua bentuk upacara
dan musik dalam upacara dapat terjaga kelestariannya. Artinya adat atau tradisi
lisan Dayak Kanayatn mengharuskan adanya upacara, sedangkan upacara
berkaitan erat dengan musik sebagai bagian upacara.
Tradisi lisan masyarakat Dayak Kanayatn merupakan bagian dari mitos yang
berhubungan dengan kepercayaan. Mitos-mitos ini menerangkan suatu kejadian
yang suci atau suatu peristiwa yang dialami nenek moyang jaman dahulu. Masa
purba merupakan masa yang suci dan pada waktu itu masih terjadi pertemuan
dengan Ilahi. Keseluruhan mitos ini menjadi dasar tingkah laku untuk mendukung
stabilitas pergaulan di masyarakat. Masyarakat sangat menghormati mitos, karena
adat lahir dari mitos tersebut. Oleh karena itu wajar saja bila sebagian orang
menganggap mitos sebagai kitab sucinya masyarakat Dayak Kanayatn, bahkan bagi
seluruh masyarakat Dayak di Kalimantan.
Tradisi lisan Dayak Kanayatn terbagi menjadi dua bagian, yaitu yang bercorak
cerita, seperti cerita rakyat, legenda, epik, dan yang bercorak bukan cerita, seperti
ungkapan, nyanyian puisi lisan, peraturan dan upacara adat.1. Adapun tradisi lisan

tersebut adalah sebagai berikut.


a. Bercorak Cerita
1) Singara, jenis cerita rakyat biasa yang berhubungan dengan situasi kehidupan di
masyarakat, seperti cerita jenaka, cerita pelipur lara, cerita binatang dan cerita
percintaan.
2) Gesah, adalah cerita yang berhubungan dengan agama lama atau agama asli
dan asal usul kehidupan. Contohnya cerita pahlawan, asal usul dunia, kehidupan,
manusia, asal usul padi dan bercocok tanam (berladang), dan lain sebagainya.
3) Osolatn, yaitu kisah asal usul keturunan (jujuhatn) atau tentang silsilah
keturunan suatu keluarga yang dapat dilacak lewat cerita tersebut. Contohnya
seperti Osolatn atau jujuhatn Bukit Talaga.
4) Batimakng, yaitu kegiatan yang bersifat hiburan atau bujukan orang tua untuk
anak-anak. Biasanya dibawakan pada waktu senggang atau saat mau tidur, seperti
pepatah, pantun atau lagu (lagu pengantar tidur).
5) Pantutn, yaitu cerita berbentuk puisi yang berisi nasehat, peringatan, dan kasih
sayang. Pantun ini banyak dibawakan dalam lagu-lagu Jonggan
6) Sungkalatn atau sungkaatn, yaitu cerita berbentuk perumpamaan atau pepatah
tentang peringatan, penjelasan dan nasehat.
7) Salong, yaitu cerita dalam bentuk sindiran tentang suatu kebiasaan atau perilaku
yang kurang baik mengenai pergaulan dalam masyarakat.
b. Bercorak Bukan Cerita
1) Sampore, yaitu upacara yang berhubungan dengan rehabilitasi hubungan yang
pernah cacat atau selisih, seperti dalam upacara perobatan Lenggang, Liatn, Dendo,
Babuis (karena jukat atau roh halus yang mengganggu), Bapipis dan Batapukng
Tawar.
2) Lala, adalah semacam pantang atau larangan bagi masyarakat Kanayatn untuk
makan makanan jenis tertentu, melakukan perkerjaan tertentu. Sebagai contoh
bapantang sehabis mengadakan upacara ka Panyugu yang dilakukan masyarakat
Dayak Kanayatn di sekitar Bukit Talaga.
3) Tanung, yaitu menentukan jenis perbuatan untuk mencari cara terbaik sebelum
melakukan sesuatu dalam keadaan mendesak, seperti keadaan gawat, perang dan
lain sebagainya. Tanung ini terbagi menjadi 5 macam, yaitu Tanung Ai, Tanung Tali,
Tanung Karake, Tanung Sarakng Pinang, dan Tanung Dapa Layakng.
4) Baremah, yaitu permohonan penutup dalam suatu upacara atau sebagai tanda
syukur atas hasil pekerjaan, seperti upacara pasca panen.
5) Renyah, yaitu sejenis pantun yang dilagukan yang biasanya berisi nasehat,

sindiran, dan pesan yang terkait dengan kehidupan. Renyah biasanya dituturkan
saat ke ladang, kebun dan hutan.
6) Bacece, yaitu perundingan para tokoh kampung, sanak keluarga, kerabat
sekampung mengenai budi, hutang orang yang telah meninggal.
7) Pangka, yaitu upacara untuk memperingati Ne Baruakng sewaktu turun ke bumi
membawa padi dan mengajarkan tradisi berladang kepada manusia.
8) Muraatn, yaitu melakukan doa secara pribadi agar tidak ditimpa malapetaka.
9) Liatn, yaitu upacara ritual yang bersifat magis dan sakral dalam bentuk tarian
dan doa atau vokal mantra (mantra yang dinyanyikan). Tujuannya pelaksanaan
upacara ini tergantung dari orang atau keluarga yang melaksanakan, seperti
berobat, mayar niat (membayar niat), ngangkat paridup (mengharap kehidupan
yang lebih baik), dan lain sebagainya.
10) Mulo, yaitu pengucilan bagi orang yang melanggar adat istiadat dalam suatu
masyarakat adat.
11) Gawe atau Gawai, yaitu upacara syukur atas apa yang telah diberikan Jubata
atau menandai awal suatu kehidupan baru, seperti Gawe pasca panen, Gawe Balak
(awal masa remaja), dan Gawe Penganten (menempuh hidup baru dalam
berkeluarga).
12) Totokng, yaitu upacara penghormatan kepada kepala kayauan (kepala hasil
mangayau) agar jangan sampai terkena kutuk kepala tersebut. Upacara ini dapat
pula dikatakan untuk membuang sangar (dosa) atas kesalahan yang dilakukan saat
Mangayau (memotong kepala) zaman dahulu.
13) Nyangahatn, yaitu upacara sembahyang atau berdoa menurut agama asli orang
Dayak Kanayatn. Nyangahatn biasanya dilakukan sebelum melakukan sesuatu atau
pada awal melakukan suatu upacara agar selamat dan terhindar dari gangguan
makhluk halus. Nyangahatn juga digunakan untuk memanggil roh halus yang akan
dimintai bantuannya dalam ritual pengobatan tradisional, seperti pengobatan dalam
upacara liatn.
14) Dendo dan Lenggang, yaitu ritual perdukunan tradisi Dayak Kanayatn yang
bersifat magis dan mendapat pengaruh budaya Melayu dan Cina. Tujuan upacara ini
biasanya menyesuaikan niat orang atau keluarga yang melaksanakan upacara
tersebut.
C. Kesenian
1. Seni Rupa
a. Seni Pahat dan Seni Ukir
Seni patung dalam masyarakat Dayak Kanayatn biasa disebut pantak. Pantak
merupakan simbol penting dalam pemujaan sebagai penggambaran arwah nenek

moyang yang telah meninggal. Pantak dibuat untuk menangkal roh jahat yang
mengancam warga (malapetaka). Biasanya dipasang di jalan masuk kampung
maupun panyugu.
Seni topeng dan seni patung saat ini sukar sekali ditemukan, terutama ketika
agama Kristen dan Islam mulai masuk dalam kehidupan orang Dayak. Bentuk
kesenian ini dilarang karena dianggap menyembah berhala atau bertentangan
dengan konsep keimanan yang berlaku dalam agama tersebut.
Seni ukir merupakan salah satu bentuk penyimbolan yang paling menonjol dalam
kebudayaan Dayak. Karakter kehidupan dan budaya masyarakatnya tergambar
dalam kesenian tersebut, sehingga dengan melihat kesenian itu dapat diketahui
kebudayaan suku yang bersangkutan. Hal ini karena kesenian tradisional tumbuh
sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat diwilayahnya, dengan demikian ia
mengandung sifat-sifat atau ciri-ciri yang khas dari masyarakatnya pula.2.
Seni ukir biasanya terdapat pada ornamen tiang utama rumah panjang atau tiang
teras. Selain itu juga ada tiang sandung (tempat menyimpan tulang orang mati)
yang didirikan di depan rumah penduduk sebagai lambang keperkasaan sesorang.
Di bagian atap tiang sandung dihiasi ukiran burung enggang yang melambangkan
keagungan dan kewibawaaan tuan rumah.
Ketika arus modernisasi masuk dalam kehidupan orang Dayak, seni ukir ini hampir
tidak ditemukan lagi, seiring musnahnya rumah panjang dan pengaruh agama baru.
Seni ukir telah tergantikan dengan pekerjaan lain untuk menyesuaikan dengan
perkembangan zaman, sehingga segala macam kesenian yang tidak dapat bertahan
telah terpinggirkan atau digantikan dengan pekerjaan lain yang lebih
menguntungkan dan dianggap dapat mengatasi masalah perekonomian hidup
masyarakat Dayak Kanayatn secara umum. Hal ini berkaitan dengan istilah negara
yang sedang berkembang, dimana pengertian proses pengintegrasian unsur-unsur
tradisional untuk suatu solidaritas nasional, mencakup juga pengembangan hasil
integrasi unsur-unsur tadi untuk peningkatan kesejahteraan kehidupan bangsa yang
menjunjung unsur-unsur kebudayaan itu. Warisan lama yang berbentuk pengaturan
kehidupan material yang dianggap tidak mungkin bisa mengatasi tuntutan
persoalan mereka yang baru akan ditinjau kembali dan diusahakan
pembaharuan.3. Oleh karena itu seni ukir yang dianggap tidak dapat mengatasi
permasalahan ekonomi ditinggalkan dan diganti dengan pekerjaan lain yang
dianggap mampu mengatasi masalah mereka. Selain itu tidak ada pengenalan dan
pembelajaran kepada generasi berikutnya mengenai kesenian tersebut, sehingga
kaum muda Dayak Kanayatn tidak banyak mengetahui tentang seni ukir yang
pernah ada dalam kebudayaan mereka.
b. Seni Anyam
Kegiatan kreatif bagi masyarakat Dayak Kanayatn adalah seni anyam. Seni
semacam ini sudah lama diwariskan secara turun-temurun. Bahannya kebanyakan
dari rotan, sedangkan hasilnya berupa bakul-bakul kecil dan besar, keranjang, topi
besar atau caping yang motifnya beragam. Disamping itu ada pula seni

menganyam mute warna-warni yang dijadikan baju, ikat kepala, sampai kepada
gantungan kunci dan tempat pena sebagai souvenir.
c. Seni Menempa Besi
Masyarakat Kanayatn banyak yang pandai menempa besi yang biasa disebut
pantanatn. Beragam bentuk benda atau alat dari hasil pekerjaan menempa besi
memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu untuk melambangkan
keterikatan mereka dengan adat dan tradisi. Hasilnya berupa parang, seraut,
beliung (sejenis kampak) dan lain sebagainya.
d. Seni Tenun
Menenun dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan kaum wanita Dayak Kanayatn.
Pekerjaan ini menggunakan alat sederhana dan tradisional. Barang yang
menghasilkan terbilang indah dan unik, seperti baju adat yang dihiasi oleh motifmotif tradisional Dayak Kanayatn.
Masuknya modernisasi menyebabkan perkerjaan tenun telah ditinggalkan
masyarakat. Hal ini karena perkembangan zaman menuntut masyarakat untuk
bersaing disegala bidang kehidupan yang berorientasi pada peningkatan ekonomi.
Mereka menganggap bahwa pekerjaan menenun banyak memboroskan waktu dan
hasilnya tidak dapat dijadikan penunjang perekonomian, sehingga pekerjaan ini
ditinggalkan dan tidak dikerjakan lagi. Akhirnya kesenian yang sebenarnya
berpotensi besar bagi penunjang kehidupan ekonomi dan budaya telah tenggelam
ditinggalkan pemiliknya sendiri.
2. Seni Pertunjukan
a. Seni Tari
Seni tari Dayak Kanayatn umumnya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tari untuk
upacara ritual dan tarian kesenian. Perbedaan yang mendasar dari kedua bentuk
kesenian itu teletak pada proses penggunaannya, sebagai tarian ritual khusus
dibawakan pada upacara ritual. Tarian tersebut dianggap sakral dan harus
digunakan pada tempatnya. Tarian kesenian tradisi, walaupun terkadang samasama diperuntukan dalam konteks upacara, namun hanya sebagai hiburan yang
dibawakan sesudah upacara inti selesai dan dapat digunakan dalam konteks lain.
Ada beberapa jenis tarian upacara ritual dalam masyarakat Dayak Kanayatn, antara
lain tari Amboyo, tari Totokng, tari Baliatn. Tari Amboyo adalah tari yang digunakan
pada upacara Naik Dango, yaitu upacara syukuran padi atau pesta panen. Tari
Totokng adalah tarian yang digunakan pada upacara Notokng, yaitu upacara
penghormatan kepada kepala kayauan. Upacara ini dilakukan untuk membuang
sangar atau dosa bekas pekerjaan mengayau (berburu untuk memotong kepala)
jaman dahulu, dan memohon agar selalu diberikan keselamatan. Tari Baliatn adalah
tarian yang digunakan dalam upacara Baliatn. Semua tarian yang dibawakan dalam
upacara itu senantiasa diiringi irama musik Dayak Kanayatn. Penggunaan musik
dan tarian tersebut disesuaikan dengan upacara, sehingga masyarakat Dayak
Kanayatn banyak mempunyai jenis tarian dan musik yang terkait erat dengan
upacara.

b. Seni Musik
Musik tradisional bagi masyarakat Dayak Kanayatn merupakan salah satu aspek
kebudayaan yang memiliki bentuk dan ciri khas dari setiap kelompok. Meskipun
demikian, hampir semua kelompok mempunyai ciri-ciri dasar yang hampir sama
antara satu dengan lainnya. Musik itu pada umumnya ditampilkan sebagai bagian
upacara besar dalam siklus kehidupan dan peringatan waktu tertentu. Disamping
itu digunakan pula sebagai hiburan, seperti dalam kesenian Jonggan.
Irama musik Dayak Kanayatn tergolong musik yang sangat fleksibel, sehingga
dapat digunakan dalam upacara atau untuk mengiringi kesenian lain sebagai
hiburan, seperti iringan tari, teater daerah, dan bentuk sajian tunggal (komposisi).
Adapun jenis-jenis irama musik Kanayatn adalah sebagai berikut.
1). Irama Musik Bagu
Irama musik ini diciptakan oleh Abakng Nyawatn. Menurut tradisi lisan proses
penciptaannya terinspirasi dari tujuh riam yang terdapat di sungai Bagu, sehingga
musik tersebut dianggap sebagai replika bunyi dari ketujuh riam tersebut. Irama
musik ini dibagi menjadi 7 bagian, yaitu Bagu, Samoko Lajakng, Samoko Batimang,
Samoko Bagantung, Samoko Tapang, Taredek, dan Marense.
2). Irama Musik Jubata
Irama musik Jubata dicipatakan oleh seorang Pamaliat (dukun) yang bernama Ne
Ape Mantohari. Irama musik ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu Jubata Lajakng
atau Jubata Manta, Jubata Masak, Jubata Bagael atau Jubata Babulakng, Pate
Mangkok atau Jubata Pulakng.
3). Irama Musik Totokng
Pencipta irama musik Totokng adalah Samine Nak Janyahakng Tatek. Menurut cerita
lisan beliau diajari langsung oleh roh halus bernama Kamang Mantekng. Irama
musik ini dibagi menjadi enam bagian, yaitu Totokng Maniamas, Totokng Palanteatn,
Totokng We Ongan, Totokng Binalu, Ledang Lajakng, dan Ledang Panyaot.
4). Irama Musik Bawakng
Irama Bawakng berasal dari Ne Saruna Nak Ujatn Jantu. Menurut cerita beliau
mendapatkan pengetahuan tentang irama musik tersebut dari Ne Nyala Nang
Nukukng Pajaji. Musik ini dibagi menjadi tujuh bagian, yaitu Bawakng Lajakng,
Bawakng Samoko, Bawakng Nyangkodo, Bawakng Joragan, Bawakng Kadedeng,
Bawakng pulo atau Bawakng Panca, dan Bawakng Baramutn.
5). Irama Musik Dendo
Irama musik ini berasal dari Ne Dara Enokng. Ia memperoleh pengetahuan irama
musik tersebut dari Sinede Pamalitn Pujut. Irama musik ini dibagi mejadi tiga
bagian, yaitu Dendo 1, Dendo 2, Dendo 3.
6). Irama Musik Panyinggon.
Irama musik ini diperkenalkan oleh Ne Rendeng yang dipelajari langsung dari Sijore
Pamaliatn Mawing. Musik ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu Panyinggon,

Kaldoleng, Gundali, Denayu.


7). Irama Musik Sipanyakng Kuku
Irama musik Sipanyakng Kuku diciptakan oleh Ne Tumas yang dipelajari dari Oera
Pamaliatn Buntianak. Musik ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Sipanyakng Kuku,
Dara Enek, dan Sigurinti.
8). Irama Musik Ngaranto
Irama musik ini diciptakan oleh Dayakng Dadompa yang dipelajarinya langsung dari
Bang Kire Pamaliatn Subayatn. Irama musik ini dibagi menjadi sembilan belas
bagian, yaitu Singkaluma, Patabakng Urakng Mati, Guruh Ari atau Ola Oleh, Anyutanyut Titisawa, Gora-Gora, Jaja Nyango, Ne Nange, Titi Bajoa, Batakng
Singunang, Tingkakok, Saka Barime, Rumah Ne Jule, Rangkat Tabu, Sare Andang,
Soka Soke, Ranto Padakng, Rindu Ati, Burukng Bapuput, dan Danakng Liokng.
Irama musik Dayak Kanayatn merupakan tabuhan pokok yang banyak digunakan
sebagai iringan tari dalam ritual perdukunan dan ansambel kesenian Jonggan.
Selain tabuhan tersebut terdapat pola tabuhan Melok untuk mengiringi tarian
pencak (silat) dalam upacara Pangka, kemudian tabuhan Amboyo yang digunakan
dalam upacara Naik Dango.
Kesenian tradisi di Indoneseia tumbuh dan berkembang sejalan dengan tuntutan
kehidupan manusia yang kebanyakan berhubungan dengan kepercayaan atau
agama. Berbagai bentuk pemujaan sebagai manifestasi religius diungkapkan
bersamaan dengan penuangan nilai keindahan. Keterkaitan kedua unsur tersebut
akhirnya membentuk harmonisasi sosial yang diwadahi dalam sebuah upacara,
sehingga segala elemen penting yang terkait menjadi bagian yang saling
mendukung dalam pemberian makna terhadap kehidupan masyarakat. Begitu pula
dengan musik Dayak Kanayatn sebagai refleksi keindahan, ia menjadi satu kesatuan
dengan upacara yang diikutinya. Hilangnya salah satu unsur penting upacara
(musik) menyebabkan berubahnya nilai yang telah ada sejak awal
pembentukannya. Berubahnya nilai akan merubah pula arti dasar upacara yang
dapat menyebabkan disintegrasi fungsi bagi masyarakat. Lambat laun masyarakat
dapat saja tidak lagi membutuhkan kesenian tersebut, karena tidak sesuai lagi
dengan adat dan budaya mereka. Oleh karena itu musik dan upacara, serta segala
elemen di dalamnya harus dipandang sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan
untuk mendukung eksistensi masyarakat itu sendiri.
Keterkaitan antara upacara, musik, sesaji dan kepercayaan masyarakat dapat
dipandang sebagai wujud kebudayaan yang tidak terpisahkan. Kebudayaan ideal
(kepercayaan) dan adat akan memberi arah kepada tindakan manusia, seperti
pikiran dan ide-ide. Selanjutnya tindakan dari ide itu akan menghasilkan karya,
seperti musik dan sesaji. Hal ini berhubungan dengan apa yang dikatakan
Koentjaraningrat bahwa:
Kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu: (1) wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (2) wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia;

(3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama
(cultural system) adalah wujud ideal dari kebudayaan dan sifatnya abstrak yang
terdapat dalam alam pikiran manusia. Wujud kedua (social system) adalah tindakan
berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ketiga (kebudayaan fisik) adalah hasil dari
tindakan atau karya manusia dalam bentuk fisik.4.
Semua unsur kebudayaan, seperti kepercayaan, upacara, musik dan sesaji dalam
upacara dapat dipandang dari sebagai wujud kebudayaan untuk memperjelas
kedudukannya. Sebagai contoh kepercayaan dan adat yang menjadi landasan
upacara, adalah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan
peraturan yang berhubungan dengan tata cara pemujaan dalam suatu upacara.
Semua realisasi norma dan peraturan dalam bentuk tingkah laku, seperti menari,
membaca mantra, dan memainkan musik dalam upacara dapat dilihat sebagai
kompleks aktivitas dan tindakan berpola yang terkait dengan kehidupan serta
budaya masyarakatnya. Selanjutnya Semua bentuk karya manusia sebagai hasil
dari aktifitas, seperti sesaji, tempat sesaji, properti upacara, alat musik, bahkan
musik itu sendiri merupakan bentuk dari wujud fisik kebudayaan. Meskipun musik
tidak berbentuk fisik, namun ia merupakan hasil karya manusia yang lahir dari
tingkah laku tertentu. Di sini musik dipandang sebagai bagian dari karya, bukan
tingkah laku, karena musik merupakan bunyi yang dihasilkan dari tingkah laku
musikal manusia.
Kebanyakan upacara besar yang dilaksanakan masyarakat Dayak Kanayatn disertai
dengan penampilan musik, seperti dalam upacara Baliatn Nyande. Musik tersebut
dimainkan hampir disetiap prosesi. Tanpa ada musik upacara tersebut tidak dapat
berjalan, karena dalam masyarakat Dayak Kanayatn antara tarian, musik, sesaji dan
upacara merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Penggunaan musik
dalam sebuah upacara merupakan keharusan. Bila tidak ada musik, dapat
dikatakan upacara batal menurut adat atau tidak sah.
Keselamatan pemaliatn dalam upacara Baliatn ditentukan oleh musik, penyampang,
dan pajaji (sesaji).5. Kesalahan musik dan sesaji dapat menyebabkan pamaliatn
(dukun) pingsan saat melakukan upacara, sedangkan penyampakng (asisten dukun)
berperan penting dalam membantu pengobatan pamaliatn. Panyampakng harus
mempunyai ilmu yang lebih tinggi dari pamaliatn, meskipun tidak mempunyai
tanda atau takdir menjadi pamaliatn, setidaknya ia mempunyai ilmu yang setingkat
dengan pamaliatn. Bila suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi saat
pengobatan berlangsung, maka sewaktu-waktu panyampakng dapat membantu
pamaliatn.
Penyajian irama musik Dayak Kanayatn kebanyakan digunakan untuk mengiringi
vokal mantra dan pamaliatn menari. Musik dan tari-tarian itu tidak bisa lepas satu
dengan lainnya. Hal ini dikarenakan musik dalam tradisi Dayak Kanayatn sulit
dipisahkan dari kesenian lain, terutama seni tari dan ritus-ritus tertentu, semua itu
saling berhubungan erat satu sama lain.25. Keduanya bersifat paralel (saling
terkait) dan menjadi satu kesatuan sistem simbolik dalam pemujaan.
Keberadaan musik Dayak Kanayatn dianggap mempunyai peranan penting sebagai

pengekspresian hubungan manusia dengan alam gaib. Hal ini dilatarbelakangi oleh
lahirnya musik tersebut sebagai musik ritual untuk mengiringi pamaliatn menari
dan membacakan mantra dalam upacara Baliatn.6. Pada sisi lain musik tersebut
dianggap masyarakat dapat memenuhi kebutuhan mereka terhadap tuntutan batin
akan nilai keindahan, sehingga keberadaannya dapat memberi arti penting secara
menyeluruh (complexity) terhadap kehidupan masyarakat, baik sebagai hiburan,
maupun sebagai penunjang keberadaan masyarakat itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai