Anda di halaman 1dari 13

TEORI KOMUNIKASI; THEORY OF MESSAGE PROCESSING, THEORY OF

REASONED ACTION, SOCIAL JUDGMENT THEORY, DAN COGNITIVE


DISSONATE THEORY

Oleh:

1. Agung Kurniawan Sastro (237045004)


2. Andre Genesa Harahap (237045035)
3. Asri Widyanti (237045013)
4. Efri Ayu Aginta Br. Surbakti (237045020)
5. Einggo Adinata (237045009)

A. PENDAHULAN
Littlejohn dan Foss (2008) menyatakan bahwa teori pada dasarnya memliki 4 (empat)
pengertian. Keempat pengertian tersebut adalah: (1) teori adalah abstraksi, (2) teori
merupakan susunan atau himpunan, (3) teori adalah interpretasi tentang sesuatu hal, dan (4)
teori juga berisikan rekomendasi tentang suatu tindakan. Dari pengertian-pengertian tersebut
di atas, dapat disimpulkan bahwa teori pada dasarnya merupakan “konseptualisasi atau
penjelasan logis dan faktual tentang suatu fenomena”. Teori memiliki 3 (tiga) ciri umum.
Pertama, semua teori adalah “abstraksi” mengenai suatu hal. Dengan demikian, teori sifatnya
terbatas. Teori tentang radio kemungkinan besar tidak dapat dipergunakan untuk menjelaskan
hal-hal yang menyangkut televisi. Kedua, semua teori adalah konstruksi pemikiran yang
berisikan interpretasi mengenai suatu fenomena ciptaan individual manusia. Oleh sebab itu,
sifatnya relatif tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat dan aspek hal yang
diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat, dan lingkungan di
sekitarnya. Ketiga, teori juga berisikan rekomendasi mengenai suatu tindakan yang dapat
dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori komunikasi
pada dasarnya merupakan “konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena peristiwa
komunikasi dalam kehidupan manusia”. Studi komunikasi dewasa ini telah banyak
melahirkan berbaai macam teori yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan
tersendiri. Berdasarkan kurun waktu dan pemahaman atas makna komunikasi, teori
komunikasi semakin hari berkembang seiring berkembangnya teknologi informasi yang
memakai komunikasi sebagai fokus kajiannya. Sebagai praktisi Ilmu Komunikasi penting
bagi kita untuk mengetahui teori-teori komunikasi, diantaranya theory of massage processing,
theory of reasoned action, social judgment theory, dan congnitive dissonate theory.

B. PEMBAHASAN
THEORY OF MESSAGE PROCESSING
Menurut Robert Mills Gagne, teori pembelajaran pemrosesan informasi merupakan
bagian dari teori pembelajaran cybernetic. Sederhananya, menurut teori pembelajaran
cybernetic, pembelajaran adalah pemrosesan informasi. Sebagai contoh, dalam teori ini
psikologi kognitif mempelajari proses belajar yang penting melalui hasil belajar, tetapi yang
lebih penting dari mempelajari proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi yang pada
akhirnya menentukan peningkatan proses belajar. Model pembelajaran yang dikembangkan
oleh Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi berikut.
• Rangsangan yang diterima dari panca indera dikirim ke pusat saraf dan diproses sebagai
informasi.
• Informasi dipilih secara selektif, sebagian dibuang, sebagian disimpan dalam memori
jangka pendek, sebagian disimpan dalam memori jangka panjang.
• Memori tersebut bercampur dengan memori yang ada dan dapat diperoleh setelah
diproses.
Menurut Atkinson, orang mengambil informasi melalui indera mereka. Menerima
informasi pertama melalui indera disebut memori sensorik (sensory memory). Informasi dari
indera visual berlangsung kurang dari 1 detik dalam memori sensorik, sedangkan informasi
dari indera pendengaran berlangsung selama 3-4 detik. Jika Anda mengabaikan informasi, itu
akan hilang. Namun, dengan hati-hati, informasi tersebut diteruskan ke memori jangka
pendek dan dapat disimpan hingga 15 detik. Apa yang terjadi dengan informasi dalam
memori jangka pendek? Jika Anda tidak mengulanginya, Anda akan kehilangan ingatan
Anda. Namun, ketika pengulangan terjadi, informasi dapat diteruskan ke memori jangka
panjang (long-term memory). Akinson juga berpendapat bahwa memori jangka panjang dapat
menyimpan informasi untuk waktu yang sangat lama, tergantung bagaimana ia digunakan.
Ketika teknik menyampaikan informasi ke memori jangka panjang berulang atau melalui
proses memori dan memori. Cara kedua untuk menyampaikan informasi ke memori jangka
panjang adalah dengan menggunakan pengkodean. Yang penting adalah menghubungkan
informasi baru dengan berbagai informasi lama yang sebelumnya tersimpan dalam memori
jangka panjang. Cara kedua adalah menyimpan informasi dalam memori lebih lama. Juga,
memahami semua informasi lebih berguna dalam aplikasi kehidupan sehari-hari. Berbagai
informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang dapat diambil dari memori jangka
pendek kapan pun diperlukan (seperti masalah tertentu).
Tahap-tahap Pemrosesan Inforamsi
1. Identifikasi stimulus sebagai persepsi
Fase identifikasi stimulus adalah fase persepsi yang menganalisis informasi dari sumber
seperti penglihatan, pendengaran, sentuhan, dan penciuman. Identifikasi rangsangan
merupakan awal dari rangkaian persepsi rangsangan yang diperoleh seseorang dengan
memberikan analisis lingkungan dari suatu sumber. Stimulus ini adalah bentuk khas untuk
memilih spons yang memberikan bentuk stimulus (Riyadi, 2011).
2. Seleksi respon sebagai keputusan
Pada fase seleksi terdapat berbagai kemungkinan pilihan respon yang perlu diberikan
terhadap stimulus, dan pilihan respon tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Berbagai kemungkinan bentuk gerakan diprogram untuk merespon rangsangan yang
terjadi. Fase pemilihan respon dimulai ketika fase pertama memberikan informasi tentang
jenis stimulus yang masuk. Selain itu, tugas memilih respons ini adalah menentukan
gerakan yang akan dilakukan sesuai dengan stimulus.
3. Pemrograman respon sebagai aksi
Dalam pemrograman reaksi, organisasi tugas sistem motorik adalah dasar dari reaksi
dinamis. Sebelum memicu respons dinamis dalam respons, program respons
memperhitungkan bentuk stimulus yang diidentifikasi pada langkah sebelumnya. Saat
tahapan proses pemrosesan informasi berlangsung, pola rencana perjalanan terbentuk
dalam ingatan. Pola perencanaan yang berinteraksi dengan lingkungan yang merangsang
pada akhirnya menjadi respon motorik, seperti yang ditunjukkan individu.
Karakteristik Teori Pemrosesan informasi
Proses ini berarti bagaimana seseorang menerima banyak informasi dan
mengingatnya dalam waktu yang lama. Pendekatan pemrosesan informasi memiliki tiga
fungsi utama, yaitu proses pembelajar/ proses berfikir, mekanisme perubahan, dan perubahan
diri (Arif Mustofa, 2012).
1. Proses berfikir
Robert Siegler berpendapat bahwa berpikir adalah pemrosesan informasi, memberikan
penjelasan ketika kita merasakan informasi, mengkodekannya, menyajikannya, dan
menyimpannya. Proses berpikir adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan konsep-konsep pembelajaran berupa kategori-kategori yang
mengelompokkan objek, peristiwa, dan ciri-ciri berdasarkan sifat-sifat umum.
2. Mekanisme pengubah
Robert Sieger berpendapat dalam pemrosesan informasi fokus utamanya adalah Tentang
peran mekanisme pengubah dalam pembangunan. Ada empat mekanisme yang bekerja
untuk mengubah kemampuan kognitif:
a. Pengkodean (encoding)
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori. Mirip dengan teori
Gagne, yang dia nyatakan dipilih secara selektif, pengkodean adalah aspek utama dari
pemecahan masalah, mengabaikan informasi yang tidak relevan dan pengkodean
informasi yang relevan.
b. Konstruksi strategi
Pembangunan strategi adalah penemuan cara baru untuk memproses informasi. Dalam
hal ini, Sieger mencatat bahwa kita perlu menyajikan informasi penting untuk
masalah, menyesuaikan informasi penting dengan masalah, dan menyesuaikan
pengetahuan dan informasi sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah.
c. Generalisasi
Generalisasi diperlukan untuk mendapatkan hasil maksimal dari strategi baru. Kita
perlu menggeneralisasi strategi atau menerapkannya pada masalah lain. Transfer
terjadi ketika kita menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk
belajar dalam situasi baru dan memecahkan masalah.
d. Modifikasikan diri
Koreksi diri dalam pengolahan informasi termasuk dalam metakognisi. Metakognisi
berarti pengetahuan tentang kognisi atau pengetahuan. Ini termasuk pengetahuan
kognitif dan aktivitas kognitif. Pengetahuan kognitif melibatkan mengamati dan
merenungkan pikiran seseorang saat ini. Aktivitas kognitif terjadi ketika secara sadar
menyesuaikan dan mengontrol strategi berpikir saat memecahkan masalah dan
merenungkan tujuan.
Contoh Kasus:
Pendekatan teori pemrosesan informasi banyak digunakan sebagai strategi
pembelajaran di kelas. Sebagai orang tua, menjadi akrab dengan teori pemrosesan informasi
memberi Anda pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana anak Anda dapat mempelajari
berbagai hal di sekolah. Tapi itu juga bisa memberikan kerangka belajar yang bisa Anda
gunakan di rumah. Berikut adalah beberapa contoh pendekatan teori pemrosesan informasi
dalam konteks kelas:
• Prinsip : Menarik perhatian siswa.
Contoh : Gunakan petunjuk untuk memberi sinyal saat Anda siap untuk memulai hari
atau pelajaran.
• Prinsip : Mengangkat topik relevan yang telah dipelajari sebelumnya.
Contoh : Meninjau dan/atau mendiskusikan pelajaran hari sebelumnya.
• Prinsip : Tunjukkan kepada siswa bagaimana mengkategorikan informasi serupa.
Contoh : Menyajikan informasi baru yang dikelompokkan ke dalam kategori dan
mengajarkan penalaran induktif.
• Prinsip : Memfasilitasi pengulangan sebagai cara untuk belajar.
Contoh : Memasukkan bagian dari pelajaran hari sebelumnya saat menyajikan
informasi baru.

THEORY OF REASONED ACTION


Theory of Reasoned Action (TRA) menjelaskan tentang perilaku yang berubah
berdasarkan hasil dari niat perilaku, dan niat perilaku dipengaruhi oleh norma sosial dan
sikap individu terhadap perilaku (Eagle, Dahl, Hill, Bird, Spotswood, & Tapp, 2013: 123).
Norma subjektif mendeskripsikan kepercayaan individu mengenai perilaku yang normal dan
dapat diterima dalam masyarakat, sedangkan untuk sikap individu terhadap perilaku
berdasarkan kepercayaan individu atas perilaku tersebut. Sebagai contoh, seseorang akan
mengeluarkan donor dengan alasan akan menghasilkan manfaat bagi dirinya dan
lingkungannya. (Hogg, Michael A, 1995)
Menurut (Lee & Kotler, 2011: 198), theory of reason action yang dikembangkan oleh
Ajzen dan Fishbein, menyatakan bahwa prediksi terbaik mengenai perilaku seseorang adalah
berdasarkan minat orang tersebut. Minat perilaku didasari oleh 2 faktor utama, yaitu:
kepercayaan individu atas hasil dari perilaku yang dilakukan dan persepsi individu atas
pandangan orang-orang terdekat individu terhadap perilaku yang dilakukan.
Dapat dikatakan bahwa sikap akan mempengaruhi perilaku melalui suatu proses
pengambilan keputusan yang cermat dan memiliki alasan dan akan berdampak terbatas pada
tiga hal (Karen G,2008), yaitu:
1. Sikap yang dijalankan terhadap perilaku, didasari oleh perhatian atas hasil yang
terjadi pada saat perilaku tersebut dilakukan.
2. Perilaku yang dilakukan oleh seorang individu, tidak saja didasari oleh pandangan
atau persepsi yang dianggap benar oleh individu, melainkan juga memperhatikan
pandangan atau persepsi orang lain yang dekat atau terkait dengan individu.
3. Sikap yang muncul didasari oleh pandangan dan persepsi individu, dan
memperhatikan pandangan atau persepsi orang lain atas perilaku tersebut, akan
menimbulkan niat perilaku yang dapat menjadi perilaku.
Komponen-komponen Theory of Reasoned Action:
1. Keyakinan Perilaku (Behaviour Belief)
Mengacu pada keyakinan bahwa perilaku akan menghasilkan suatu keluaran atau
keyakinan terhadap adanya konsekuensi karena melakukan perilaku tertentu, disini
seseorang akan mempertimbangkan untung atau rugi dari perilaku tersebut.
2. Evauasi Konsekuensi (Evaluation of the Consequency)
Evaluasi konsekuensi merupakan evaluasi seseorang terhadap keluaran atau evaluasi
terhadap konsekuensi dari keyakinan perilaku dengal. mempertimbangkan pentingnya
konsekuensi - konsekuensi yang akan terjadi bagi individu bila ia melakukan perilaku
tersebut.
3. Sikap (Attitude)
Menurut Fishbein & Ajzein (1991), sikap adalah perasaan individu positif atau negatif
tentang melakukan suatu perilaku. Hal ini ditentukan melalui penilaian dari keyakinan
seseorang mengenal konsekuenst yang timbul dari perilaku dan evaluasi dari keinginan
tersebut. Faktor sikap merupakan point penentu perubahan perilaku yang ditunjukkan
oleh perubahan sikap seseorang dalam menghadapi sesuatu. Perubahan sikap tersebut
dapat berbentuk penerimaan ataupun seballknya, penolakan. Sikap terhadap perilaku
dibentuk oleh Behavioral Belief (keyakinan perilaku) dan Evaluation of the Consequency
(evaluasi konsekuensi)
4. Keyakinan Normatif (Normative Belief)
Keyakinan normative mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif dan norma
sosial yang mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang
dipikirkan orang-orang yang dianggap penting oleh individu.
5. Motivasi untuk Taat (Motivation to Comply)
Menurut Aizen (2007), norma subjektif adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi
untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (normative
belief). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang
akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain di sekitarnya, maka dia akan
mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya.
Contoh Kasus:
Dalam konteks teori tindakan yang diberikan, perilaku A (mulai merokok atau tidak)
akan dipengaruhi oleh sikapnya terhadap tindakan tersebut, norma subyektif, dan niatnya.
Jika niatnya kuat dan sikapnya positif, dia mungkin akan mulai merokok. Namun, jika dia
memiliki norma subyektif yang kuat dari orang tua yang menentang merokok dan mungkin
juga mendapatkan informasi yang lebih baik tentang risiko kesehatan, ini dapat mengubah
niatnya dan mencegahnya mulai merokok
Penting untuk diingat bahwa teori tindakan yang diberikan mengasumsikan bahwa
individu mempertimbangkan konsekuensi dan norma sosial sebelum mengambil keputusan
tentang perilaku mereka. Teori ini dapat diterapkan pada berbagai jenis perilaku sosial dan
membantu kita memahami mengapa orang melakukan atau tidak melakukan tindakan
tertentu.

SOCIAL JUDGEMENT THEORY


Social Judgement Theory dicetuskan oleh Muzafer Sherif pada tahun 1961. Teori ini
menjelaskan tentang bagaimana sebuah pesan yang disampaikan kepada seseorang dimaknai
berdasarkan ego involvement (kognitif dan mental) yang membantu dalam menentukan
perilaku selanjutnya (attitude) sebagai respons dari pesan yang diterima. Pesan yang diterima
oleh seseorang akan disesuaikan dengan anchors atau “jangkar” yang dimiliki oleh orang
tersebut (Griffin, 2006. p. 207).
Ego Involvement
Ego involvement menunjukan arah pada kepentingan seseorang terhadap pesan yang
diterimanya berdasarkan pada segi mental dan kognitif. Segi mental mengarah pada rasa
emosional yang dimiliki oleh seseorang sehubungan dengan pesan yang diterima. Sedangkan,
segi kognitif atau rasio mengarah pada informasi, pengetahuan, dan pemikiran atas pesan
yang diterima tersebut. Ada tiga zona perilaku (attitude) sebagai respons terhadap pesan yang
diterima yaitu sebagai berikut (Boer dan Lesmana, 2018).
1. Latitude of acceptance (wilayah penerimaan) terjadi ketika pesan diterima oleh seseorang
dengan ego involvement yang kuat dan sesuai dengan maksud dari pesan tersebut.
2. Latitude of rejection (wilayah penolakan) terjadi ketika pesan diterima oleh seseorang
dengan ego involvement yang rendah dan menolak pesan akibat tidak sesuai dengan
pemikiran awal/anchors si penerima pesan.
3. Latitude of noncommitment (wilayah ketidakterlibatan) terjadi ketika penerima pesan
bersikap acuh tak acuh, tidak menerima, dan tidak menolak pesan yang diterima.
Contrast and Assimilation
Efek kontras dan asimilasi merupakan hasil dari pemaknaan pesan yang dilakukan
oleh seseorang, dimana efek kontras disebabkan terjadinya polarisasi atau ditemukan
perbedaan yang mutlak terhadap persepsi yang dimiliki, sedangkan asimilasi terjadi karena
“jangkar” pada pesan yang dimiliki oleh penerima dan pemberi pesan memiliki kesamaan.
Teori ini juga menyatakan bahwa lingkungan sosial dalam bentuk interaksi dengan
orang lain akan menciptakan penilaian manusia, yang sekaligus menjadi upaya dalam
memahami proses penilaian yang harus dihadapi oleh masing-masing orang. Penjelasan
dalam teori ini berupa proses mengubah konsepsi bagaimana individu memproses pesan dari
yang semula berupa stimulasi selanjutnya dikonfirmasi sebagai individual’s stand on a
particular social issues. Kemudian berubah menjadi referensi yang berbentuk range of
position berupa garis diantara 2 titik yaitu diantara sikap penerimaan (commitment) dan
penolakan atau (non commitment) terhadap pesan yang disampaikan (Muzni dan Budiman,
2021).
Contoh Kasus:
Rara memiliki pandangan bahwa “generasi muda sebuah Negara Berkembag harus
mendapatkan Pendidikan yang cukup. Oleh karena itu, biaya Pendidikan harus mampu
dijangkau semua lapisan Masyarakat agar semua generasi muda bisa mendapatkan
Pendidikan yang cukup”.
Pada masa kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden menyampaikan rencana
yang akan dilakukan saat terpilih nanti. Capres A menyampaikan rencananya untuk
“menaikan subsidi pendidikan”, sedangkan Capres B menyampaikan rencanya untuk
“menaikan gaji pegawai negeri sipil”.
Berdasarkan teori pertimbangan sosial dapat disimpulkan bahwa Rara akan memberi
dukungan pada Capres A karena rencana yang disampaikan Capres A saat kampanya sesuai
dengan pandangan yang ia miliki.

COGNITIVE DISSONATE THEORY


Teori yang dikemukakan Leon Festinger mengenai disonansi kognitif atau cognitive
dissonance (ketidaksesuaian kognitif) merupakan salah satu teori terpenting dalam ilmu
psikologi sosial, namun demikian teori ini juga menjadi bagian dalam kelompok teori
sibernetika karena membahas sistem berpikir manusia. Selama bertahun-tahun teori disonansi
kognitif ini telah mendorong para ahli melakukan sejumlah besar penelitian yang
menghasilkan berbagai interpretasi, perkiraan, dan juga kritik. Menurut Festinger dalam
teorinya, manusia membawa berbagai macam unsur (elemen) kognitif dalam dirinya, seperti
elemen sikap, persepsi, pengetahuan, dan elemen tingkah laku (behavior). Masing-masing
elemen itu tidak terpisah satu sama lain namun saling memengaruhi dalam suatu sistem yang
saling berhubungan. Masing-masing elemen akan memilih salah satujenis hubungan dari tiga
jenis hubungan yang mungkin ada dengan masing-masing elemen lainnya. (Morrisan, 2021)
Jika Anda percaya bahwa makanan berlemak tidak bagus untuk kesehatan karena
dapat menimbulkan kegemukan atau kolesterol tinggi, maka memakan daging yang
mengandung banyak lemak merupakan tindakan yang inkonsisten. Namun hubungan
konsonan dan disonansi antara satu orang dengan orang lain adalah tidak sama. Orang lain
mungkin berpendapat daging mengandung banyak protein yang berharga untuk tubuh
sehingga ia tetap makan daging walaupun ia tahu daging juga mengandung lemak. Dalam hal
ini, terdapat dua ide penting yang menjadi dasar teori disonansi kognitif ini. Pertama, keadaan
disonansi menghasilkan ketegangan yang memberikan tekanan untuk berubah. Kedua, jika
kondisi disonansi ini muncul, maka orang akan berupaya untuk tidak hanya menguranginya
namun juga akan berupaya untuk menghindarinya. Misalnya, semakin inkonsisten diet yang
dilakukan seseorang dengan pengetahuannya mengenai bahaya kolesterol bagi kesehatan
maka semakin besar tekanan yang dirasakan orang itu untuk melakukan sesuatu guna
mengurangi disonansi yang terjadi. Inkonsistensi atau disonansi itu sendiri muncul karena
adanya dua variabel yaitu: (a) bobot dari elemen kognitif; dan (b) jumlah elemen yang terlibat
dalam hubungan yang inkonsisten itu. Dengan kata lain, jika Anda memiliki sejumlah hal
yang inkonsisten dan semuanya merupakan hal yang penting bagi Anda, maka Anda akan
merasakan tekanan yang semakin besar. Misalnya, jika kesehatan bukan menjadi hal yang
penting bagi Anda, maka pengetahuan Anda mengenai sejumlah lemak tertentu yang
berbahaya bagi kesehatan tidak akan memberikan pengaruh pada kebiasaan makan Anda.
(Rachmat Kriyantono, 2014)
Asumsi dari Teori Disonansi Kognitif
Sebagaimana telah kita kemukakan, Teori Disonansi Kognitif adalah penjelasan mengenai
bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek
inkonsistensi yang ada di antara kognisi-kognisi. Di awal pembahasan diberikan sejumlah
asumsi yang membingkai Teori Disonansi Kognitif. Di bawah ini kita merangkum empat
asumsi dasar dari teori ini:
• Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan
perilakunya.
• Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis.
• Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-
tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
• Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk
mengurangi disonansi.
Penyebab munculnya disonansi kognitif
Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan konflik dan disonansi kognitif. Faktor
tersebut termasuk:
1. Tekanan dari Pihak Lain
Disonansi kognitif seringkali muncul akibat paksaan atau tekanan yang sulit
dihindari. Misalnya, seorang karyawan tetap pergi bekerja ke kantor di tengah pandemi
Covid-19. Ia terpaksa berangkat ke kantor karena takut dipecat serta demi
mempertahankan penghasilannya.
Kasus lain yakni peer pressure dari orang terdekat. Misalnya, seorang karyawan
yang tengah berhemat “terpaksa” ikut memesan makanan secara online agar bisa berbaur
dengan teman-teman kantornya.
2. Informasi Baru
Terkadang, menerima suatu informasi baru dapat menimbulkan kondisi disonansi
kognitif dan rasa tidak nyaman dalam dirinya. Misalnya, seorang pria memiliki teman
laki-laki yang baru saja melela atau coming out sebagai pria homoseksual. Kondisi
tersebut membuatnya dilema karena ia menganut kepercayaan bahwa homoseksual adalah
suatu bentuk dosa.
3. Keputusan yang Diambil
Sebagai manusia, kita akan terus menciptakan beragam keputusan. Saat
dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama kuat, kita akan mengalami kondisi
disonansi.
Misalnya, seseorang menerima dua tawaran pekerjaan, yakni satu pekerjaan di dekat
rumah orangtuanya dan satu pekerjaan di luar kota namun dengan gaji lebih tinggi. Ia
mungkin bingung dengan dua pilihan tersebut karena menurutnya faktor kedekatan dengan
keluarga dan gaji sama pentingnya (Sriwahyuninggsih, 2012).
Cara manusia menghadapi disonansi kognitif
Rasa tidak nyaman saat mengalami disonansi kognitif dapat dikurangi dengan
beberapa metode, yaitu:
1. Menolak atau Menghindari Suatu Informasi
Kondisi disonansi kognitif seringkali dikurangi dengan menghindari suatu
informasi baru yang berkonflik dengan keyakinannya. Misalnya, seorang perokok
menemukan informasi riset bahwa rokok dapat meningkatkan risiko komplikasi kanker
paru.
Karena berat baginya untuk menghindari rokok, ia mungkin tetap memilih
melupakan informasi tersebut, mengatakan bahwa riset tersebut belum tentu benar, dan
tetap merokok. Kondisi ini dikenal dengan bias konfirmasi.
2. Melakukan Justifikasi
Saat mengalami disonansi kognitif, seseorang mungkin akan melakukan justifikasi
dan meyakinkan diri dalam melakukan hal tertentu.
Misalnya, seorang karyawan terpaksa menemani atasannya untuk mengonsumsi
minuman alkohol di kelab malam. Walau sebenarnya ia khawatir dengan risiko kesehatan
akibat konsumsi alkohol, si karyawan mungkin tetap memesan minuman tersebut dan
melakukan justifikasi bahwa ia melakukannya demi kepentingan karier dan membuat
atasannya terkesan.
3. Mengubah Keyakinan Lama
Cara lain manusia menyelesaikan disonansi kognitif adalah dengan mengubah
keyakinan yang selama ini ia anut. Misalnya, seorang perokok menerima informasi riset
bahwa penggunaan rokok meningkatkan risiko komplikasi kanker paru. Setelah
membaca atau mendengar informasi tersebut, ia mungkin berusaha untuk berhenti
merokok.

C. KESIMPULAN
Teori pemrosesan informasi merupakan bagian dari pembelajaran sibernetik yang
berfokus pada pemrosesan informasi. Menurut teori ini, informasi dikategorikan menjadi tiga
jenis: sensorik, jangka panjang, dan jangka pendek. Memori sensorik menyimpan informasi
dari mata, sedangkan memori jangka panjang menyimpan informasi dari otak. Informasi
disimpan dalam memori jangka pendek, yang dapat digunakan untuk tugas jangka pendek
atau informasi jangka panjang. Theory of Reasoned Action (TRA) menjelaskan tindakan
berdasarkan hasil suatu tindakan dan pengaruhnya terhadap norma sosial dan tindakan
individu. Norma subjektif menggambarkan kemampuan individu dalam melakukan tindakan
normal dan memberikan kontribusi terhadap tindakan individunya. Teori akal tindakan yang
dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein mengemukakan bahwa keputusan yang baik tentang
suatu tindakan didasarkan pada niat individu. Tiga komponen teori tersebut adalah niat
(keyakinan perilaku), konsekuensi (penilaian terhadap akibat), sikap (attitude), dan keyakinan
normatif (motivasi untuk patuh). Social Judgement Theory menyatakan bahwa pesan
disampaikan kepada seseorang berdasarkan ego involvement yang membantu menentukan
perilaku selanjutnya (attitude) sebagai respons dari pesan yang diterima. Teori menyatakan
bahwa lingkungan sosial dalam interaksi dengan orang lain menciptakan penilaian manusia,
yang sekaligus menjadi upaya dalam memahami proses penilaian harus dihadapi oleh
masing-masing orang. Teori disonansi kognitif Leon Festinger adalah teori penting dalam
psikologi sosial dan bagian dari teori kognitif, dengan fokus pada inkonsistensi antara kognisi
dan kognisi, dan telah menjadi subjek penelitian ekstensif.

Referensi
Boer, rino F, Dionisius Lesmana. 2018. EksplorasiFaktor Beliefs dan Attitudes: Kajian
TerhadapSocial Judgement Theory di Era Media Digital. Bricolage Vol.4 (No.
1)
Griffin, E. 2006. A First Look at Communication Theory. New York: McGraw-Hill
Hogg, Michael A. 1995. Social Psychology: An Introduction. Prentice Hall
Karen G, Barbara K, and Visnawath. 2008. Health Behavior and Health Education (Theory,
Risearch, and Practice). San Fransisce: Jossey Bass.
Krisyantono, Rachmad. 2024. Teori-teori Public Relations Perspektif Barat & Lokal:
Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri
Lezin Nicole, Theories & Approaches - Theory of Reasoned Action (TRA). 2007
Morissan. 2021. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Prenada Media
Muzni, Nurlianti, Dwi Aji Budiman. (2021). Studi Social Judgment Perilaku Gen-Z di
Bengkulu Selama Masa Pandemi Study of Sosial Judgment of Gen-Z Behavior
in Bengkulu During Pandemic. Jurnal Komunikasi dan Budaya Vo.2 (No.2)
Ningsih, Sri Wahyu. 2012. Teori Disonansi Kognitif. Jurnal Komunikasi. Vol 6 (No. 2)
Rehalat, Aminah. 2014. Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial. Vol. 23 (No.2)
Riyadi, Slamet. 2011. Pemrosesan Informasi dalam Belajar Gerak. Jurnal Ilmiah SPIRIT.
ISSN:1411-83191 (No. 2)
Suprapto, Anas. 2015. Pengembangan Metodologi Pembelajaran PAI melalui Teori
Pemrosesan Informasi dan Teori Neuroscience. J-PAI: Jurnal Pendidikan
Agama Islam. Vol.2 (No.1)
Suryana, Ermis. 2022. Teori Pemrosesan Informasi Dan Implikasi Dalam Pembelajaran.
Jurnal Ilmiah Mandala Education (JIME). Vol 8
Smert, Bart. 1995. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
West, Richard. 2007. Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika

Anda mungkin juga menyukai