Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

INFORMATION PROCESSING DAN KOGNITIF SOSIAL

DOSEN PENGAMPU :
Karlena Apriliyanti, M.Pd.Mat

DISUSUN OLEH :
Okta Cahya Tri (223280011)
Sherli Amirah Khansa (2223280019)
Siti Nur Khalimah (2223280014)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO
BENGKULU
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, tugas makalah
mata kuliah Psikologi Pendidikan yang membahas tentang “Information Processing dan
Kognitif Sosial” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kami juga berterima kasih
kepada Ibu Karlena Apriliyanti, M.Pd.Mat selaku dosen pembimbing dan juga kepada orang
tua kami yang senantiasa mendo`akan kelancaran proses pendidikan yang sedang kami
tempuh saat ini.
Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan
dengan Psikologi Pendidikan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna.
Untuk itu diharapkan berbagai masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaannya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk pembaca.

Bengkulu, 27 April 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Teori Belajar Information Processing
B. Konsep Dasar Teori Belajar Kognitif Sosial
C. Membuat Rancangan Model Dari Teori Belajar Information Processing dan Kognitif Sosial
BAB III STUDI KASUS
A. Proses Berpikir Siswa Bergaya Kognitif Field Dependent Dalam Menyelesesaikan Masalah
Berdasarkan Teori Information Processing
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan diri
pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Menurut
Witherington, psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia. Di samping menyampaikan materi
pendidikan, seorang pendidik juga hendaknya mengetahui tentang kondisi psikis dan
kemampuan anak dalam belajar agar sang anak dapat lebih memahami konsep dari materi
yang telah diajarkan dan dapat menerapkannya dengan baik di lingkungan sekitarnya.

Salah satu materi psikologi pendidikan pada kali ini ialah mengenai Teori Information
Processing dan Kognitif Sosial. Teori information processing atau pengolahan informasi
adalah teori bealajar kognitif yang menggambarkan pemrosessan, penympanan dan
pengambilan pengetahuan dalam pikiran. Dimana rangsangan yang kita terima terus menerus
memasuki pikiran kita dengan berbagai cara dan dikembangkan menjadi sebuah informasi.
Informasi yang telah diterima dan dikembangkan akan menjadi sumber pengetahuan dan
dapat menjadi hasil pembelajaran setelah diuji dan dikelola dengan baik. Sedangkan teori
kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran
manusia terjadi dalam sebuah lingkungan sosial. Seseorang dapat dapat memperoleh
informasi dan pembelajaran bukan hanya dalam lingkungan sekolah saja tetapi juga dapat
diperoleh dari lingkungan keluarga ataupun masyarakat. Dalam konteks pembelajaran,
contoh teori kognitif sosial, yakni ketika anak meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya.
Maka dari itu, kita akan membahas lebih lanjut mengenai teori information processing dan
kognitif sosial yang akan bermanfaat untuk diketahui dan dipelajari lebih lanjut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu konsep dasar teori belajar information processing?
2. Apa itu konsep dasar teori belajar kognitif sosial?
3. Bagaimana cara membuat rancangan model dari teori belajar information processing dan
kognitif sosial?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui konsepdasar teori belajar information processing.
2. Untuk mengetahui konsep dasar teori belajar kognitif sosial.
3. Untuk mengetahui cara membuat rancangan model dari teori belajar information processing
dan kognitif sosial.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR TEORI BELAJAR INFORMATION PROCESSING


Information processing atau proses penerimaan informasi merupakan salah satu
bentuk pendekatan berdasarkan kognitivisme. Pendekatan ini memandang proses belajar yang
terjadi dalam diri individu sebagai suatu proses penerimaan informasi. Ketika individu
belajar, di dalam dirinya berlangsung proses kendali atau pemantau bekerjanya sistem yang
berupa prosedur strategi mengingat, untuk menyimpan informasi ke dalam long-term
memory (materi memori atau ingatan) dan strategi umum pemecahan masalah (materi
kreativitas).
Robert M. Gagne (1972) mendefinisikan belajar sebagai mekanisme dimana
sesseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi kompleks. Kompetensi tersebut
meliputi keterampilan, pengetahuan, sikap (perilaku) dan nilai-nilai yang dibutuhkan
manusia, sehingga belajar merupakan hasil dari berbagai perilaku yang selanjutnya disebut
kompetensi. Siswa memperoleh kemampuan tersebut dari : (1) rangsangan dan lingkungan,
dan (2) proses kognitif (Warsita, 2018)

Menurut Robert M. Gagne, pemrosesan informasi terdiri dari empat fase utama, yakni :
1. Receiving the stimulus situation, yaitu fase ketika seseorang memperhatikan stimulus tertentu
kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk ditafsirkan sendiri
dengan berbagai cara. Misalnya Golden Eye bisa ditafsirkan sebagai jembatan di Amerika
atau judul dalam film.
2. Stage of acquisition, yaitu fase dimana seseorang membentuk asosiasi antara informasi baru
dan informasi lama.
3. Storage, yaitu fase retensi atau pentimpangan informasi baik ke dalam memori jangka pendek
maupun jangka panjang.
4. Retrieval, yaitu fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam
memori.

Menurut Lukman El Hakim, pemrosesan informasi terdiri dari empat tahap, yakni :
1. Menerima informasi, yaitu memperoleh informasi tertentu dari lingkungan dengan alat indra
untuk selanjutnya diolah.
2. Mengolah informasi, yaitu upaya menggabungkan dan mengaitkan informasi atau
pengetahuan yang dimiliki.
3. Menyimpan informasi, yaitu mempertahankan informasi atau ingatan dalam memori.
4. Memanggil informasi kembali, yaitu mengingat kembali informasi atau pengetahuan yang
disimpan dalam ingatan atau memori untuk digunakan.

Sebelum memberikan respon dinamis terhadap stimulus, informasi dianalisis sebagai berikut:
1. Identifikasi Stimulus Sebagai Persepsi
Fase identifikasi stimulus adalah fase persepsi yang menganalisis informasi dari
sumber seperti penglihatan, pendengaran, sentuhan, dan penciuman. Identifikasi rangsangan
merupakan awal dari rangkaian persepsi rangsangan yang diperoleh seseorang dengan
memberikan analisis lingkungan dari suatu sumber. Stimulus ini adalah bentuk khas untuk
memilih spons yang memberikan bentuk stimulus. (Slamet Riyadi, 2011)
2. Seleksi Respon Sebagai Keputusan
Pada fase seleksi terdapat berbagai kemungkinan pilihan respon yang perlu diberikan
terhadap stimulus, dan pilihan respons tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Berbaai kemungkinan bentuk gerakan diprogram untuk merespon rangsangan yang terjadi.
Fase pemilihan respon dimulai ketika fase pertama memberikan informasi tentang jenis
stimulus yang masuk. Selain itu, tugas memilih respon ini adalah menentukan gerakan yang
akan dilakuka sesuai dengan stimulus. Tahap ini mirip dengan mekanisme konversi antara
input sensorik dan output motorik.
3. Pemrograman Respon Sebagai Aksi
Dalam pemrograman reaksi, organisasi tugas sistem motorik adalah dasar dari rekasi
dinamis. Sebelum memicu respons dinamis dalam respons, program respons
memperhitungkan bentuk stimulus yang diidentifikasi pada langkah sebelumnya. Saat
tahapan proses pemrosesan informasi berlangsung, pola rencana perjalanan terbentuk dalam
ingatan. Pola perencanan yang berinteraksi dengan lingkungan yang merangsang pada
akhirnya menjadi respon motorik, seperti yang ditunjukkan individu.

Pemrosesan informasi memiliki tiga komponen yang dipilah berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya lupa, diantaranya sebagai berikut :
1. Sensory Receptor (SR) yaitu sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam
SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu
yang sangat singkat dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2. Short Term Memory atau Working Memory (WM), yaitu memori yang diasumsikan mampu
menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Memori ii merupakan memori
penyimpanan sementara informasi-informasi sebelum diteruskan ke dalam memori jangka
panjang. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM antara lain :
a. Memiliki kapasitas yang terbatas. Informasi di dalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih
15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal.
b. Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
3. Long Term Memory (LTM), yaitu memori yang sudah terkodifikasi dan tersimpan secara
menyeluruh di dalam otak. Memori ini tidak memiliki keterbatasan dan bertahan beberapa
menit hingga sepanjang hidup. Diasumsikan sebagai berikut :
a. Berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu.
b. Mempunyai kapasitas tidak terbatas.
c. Bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM tidak akan pernah terhapus atau hilang.

Para ahli kognitivise membagi memori jangka panjang (Long Term Memory) menjadi tiga
bagian :
1. Episodic Memory, adalah memori pengalaman hidup manusia yang memuat sebuah gambar
secara mental tentang segala sesuatu yang manusia lihat dan dengar. Seperti ketika seseorang
bertanya tentang makan malamnya bersama seorang teman, untuk menjawab pertanyaan ini
seorang menceritakan dan mengingat serta membayangkan saat makan malam bersama
temannya. Pada saat mengingatnya, artinya orang tersebut memanggil kembali informasi
gambar yang telah disimpan episodic memory di memori jangka panjangnya.
2. Semantic Memory, adalah memori yang berisi ide-ide atau konsep-konsep yang berkaitan
dengan skema. Skema menurut Piaget adalah kerangka kerja kognitif individu yang berguna
untuk mengorganisasi persepsi dan pengalaman-pengalaman. Para ahli yang telah dimiliki
individu dalam memori mereka untuk memahami dan mengintegrasikan inforasi-informasi
yang baru.
3. Procedural Memory, adalah memori yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat prosedural
segingga mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu itu dikerjakan.
Misalnya, pada saat belajar menggunakan komputer, maka memori menyimpan informasi
tersebut sebagai ingatan prosedural. Bila suatu saat akan menggunakan komputer akan digali
atau dipanggil untuk digunakan untuk mengoperasikan komputer.

Menurut Craik Lockhart, ada beberapa faktor penghambat dalam pemrosesan informasi
seorang individu, antara lain :
1. Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal.
2. Proses internal memori tidak dapat diamati secara langsung.
3. Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatan.
4. Kemampuan otak tiap individu tidak sama.

Menurut Robert M. Gagne mengemukakan ada delapan fase proses pembelajaran dalam
pemrosesan informasi, yakni :
1. Motivasi, yaitu fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan
suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu.
2. Pemahaman, yaitu individu menerima dan memahami informasi yang diperoleh dari
pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian.
3. Pemerolehan, yaitu individu memberikan makna/mempersepsikan segala informasi yang
sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori peserta didik.
4. Penahanan, yaitu menahan informasi/hasil belajar agar dapat digunakan untuk jangka
panjang. Hal ini merupakan proses mengingat jangka panjang.
5. Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila ada
ransangan.
6. Generalisasi, yaitu menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
7. Perlakuan, yaitu perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran.
8. Umpan balik, yaitu individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah dilakukannya.

B. KONSEP DASAR TEORI BELAJAR KOGNITIF SOSIAL


Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) adalah sebuah istilah baru dalam teori
pembelajaran social, istilah ini dikemukakan seorang tokoh bernama Albert Bandura. Albert
Bandura lahir pada tahun 1925 di Kanada. Dia menerima gelar doktor pada diskhursus ilmu
psikologi klinis dari University of Iowa, di mana pola pikirnya dipengaruhi oleh buku "Social
Learning and Imitasi" karya Miller dan Dollard (1941). Nama baru "Teori Kognitif Sosial"
digunakan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide utama dari pemikiran Bandura juga
merupakan pengembangan dari pemikiran pembelajaran tiruan Miller dan Dollard. (Elga,
2019).
Albert Bandura adalah seorang psikolog yang terkenal dengan teori pembelajaran
sosialnya. Teori tersebut menekankan pada komponen kognitifdari pikiran, pemahaman, dan
evaluasi. Eksperimennya yang sangat terkenaladalah eksperimen Bobo Doll, dimana
eksperimen tersebut menunjukkan bahwa anak – anak meniru sesuatu (seperti perilaku
agresif) dari orang dewasa di sekitarnya.
Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif, dan faktor pelaku
memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor sosial mencakup pengamatan siswa
terhadap perilaku orang tuanya. Faktor kognitif berupaekspektasi/penerimaan siswa untuk
memperoleh keberhasilan. Menurutnya,ketika siswa belajar, mereka dapat merepresentasikan
pengalaman mereka secara kognitif.
Menurut Bandura, prinsip belajar adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami.
Bandura mengembangkan model resipkoral deterministik yangterdiri dari tiga faktor utama
yaitu perilaku, person/kognitif, dan lingkungan.Faktor ini saling berinteraksi dalam proses
pembelajaran. Faktor lingkunganmempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi
lingkungan, dan faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Dan faktor kognitif
mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran, dan kecerdasan.
1. Perilaku
Faktor perilaku yang memengaruhi proses pembelajaran sosial adalah
keterempilan/kemampuan, latihan, dan efektifitas diri.
2. Person/Kognitif
Faktor kognitif ada tiga yaitu ingatan, perencanaan, dan penilaian. Dalam perannya
sebagai individu, manusia berperan sebagai pelaku dalam proses pembelajaran sosial. Setiap
individu dikatakan unik karena memiliki perbedaan antara manusia yang satu dengan yang
lainnya. Faktor kognitif yang ditekankan Bandura belakangan ini adalah self-efficacy, yakni
keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif.
3. Lingkungan
Dalam proses pembelajaran sosial, lingkungan yang dimaksud di sini adalah
lingkungan sosial-budaya. Bandura menekankan bahwa kondisilingkungan dapat
memberikan serta memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari
teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui
pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi
model.
Bandura menyatakan bahwa, orang belajar banyak perilaku melalui proses peniruan.
Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatanterhadap perilaku model dan
akibat yang ditimbulkannya. Proses belajarsemacam ini disebut "observational learning" atau
pembelajaran melalui pengamatan. Selama berjalannya observational learning, seseorang
mencoba melakukan tingkah laku yang dilihatnya dan melakukan reinforcement/punishment
yang berfungsi sebagai sumber informasi bagiseseorang mengenai tingkah laku mereka.
Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui
proses pengamatan.Istilah yang terkenal dalam teori belajar sosial adalah modeling
(peniruan). Modeling lebih dari sekedar peniruan atau mengulangi perilaku model tetapi juga
melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir
berbagai pengamatan, sekaligus melibatkan proseskognitif.
Bandura mengemukakan empat komponen dalam proses belajar meniru (modeling)
melalui pengamatan, yaitu:
1. Atensi/memperhatikan
Sebelum melakukan peniruan, orang terlebih dahulu menaruh perhatian terhadap model
yang akan ditiru. Dalam hubungan ini, Bandura memberikan contoh mengenai pengaruh
televisi dengan model-modelnya terhadap kehidupan dalam masyarakat, terutama dalam
dunia anak-anak. Keinginan memperhatikan dipengaruhi oleh kebutuhan dan minat pribadi.
Semakin ada hubungannya dengan kebutuhan dan minatnya, semakin mudah pula tertarik
dengan perhatiannya, pun sebaliknya.
2. Retensi/mengingat
Setelah memperhatikan dan mengamati suatu model, maka pada saat lain anak
memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan model tersebut. Anak melakukan proses
mengingat dengan menyimpan memori mengenai model yang dia lihat dalam bentuk simbol-
simbol. Bandura mengemukakan kedekatan dalam rangsang sebagai faktor terjadinya
asosiasi antara rangsang yang satu dengan rangsang yang lain bersama-sama. Bentuk simbol-
simbol yang diingat ini diperoleh dari pengamatan visual dan verbalisasi. Adanya simbol-
simbol verbal, nantinya bisa ditampilkan dalam tingkah laku yang berwujud.
3. Memproduksi gerak motorik
Agar bisa mereproduksikan tingkah laku secara tepat, seseorang harus bisa
memperlihatkan kemampuan – kemampuan motoriknya. Misalnya, seorang anak mengamati
ayahnya yang mencangkul di ladang. Agar anak ini dapat meniru apa yang di lakukan
ayahnya, anak ini harus sudah cukup kuat untuk mengangkat cangkul dan melakukan gerak
terarah seperti ayahnya.
4. Ulangan-penguatan dan motivasi
Setelah seseorang melakukan pengamatan terhadap suatu model, ia akan mengingatnya.
Diperlihatkan atau tidaknya hasil pengamatan tersebut bergantung pada kemauan/ motivasi
yang ada. Jika motivasi kuat,misalnya akan mendapat hadiah atau keuntungan, maka ia akan
melakukannya, begitu juga sebaliknya. Mengulang suatu perbuatan untuk memperkuat
perbuatan yang sudah ada dan agar tidak hilang, disebut ulangan–penguatan. Dalam
tumbuh kembang anak, teori ini sangat berguna sebagai bentuk acuan pembelajaran yang
tepat untuk anak. Pembelajar dapat lebih memahami tindakan apa yang pantas atau tidak
untuk ditunjukkan kepada anak sebagai bentuk pembelajaran dan pembentukan pola tingkah
laku diri.

C. MEMBUAT RANCANGAN MODEL DARI TEORI BELAJAR


INFORMATION PROCESSING DAN KOGNITIF SOSIAL
Model pembelajaran pemrosesan infor- masi adalah model pembelajaran yang
menitikberatkan pada aktivitas yang terkait dengan kegiatan proses atau pengolahan
informasi untuk meningkatkan kapabilitas siswa melalui proses pembelajaran. Model ini
lebih memfokuskan pada fungsi kognitif peserta didik. Model ini berdasarkan teori belajar
kognitif sehingga model tersebut berorientasi pada kemampaun siswa mem- proses informasi
dan sistem-sistem yang dapat memperbaiki kemampuan tersebut.
Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara mengumpulkan/menerima stimuli dari
lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep, dan
pemecahan masalah, serta menggunakan simbol-simbol verbal dan non verbal. Model ini
berkenaan dengan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berpikir produktif,
serta berkenaan dengan kemampuan intelektual umum (general intellectual ability).

Prinsip Dan Karakteristik Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi


Menurut Suharnan (2005) persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang
telah dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan
menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti, mata, telinga
dan hidung. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa persepsi adalah
proses penginterpretasian informasi yang diterima menggunakan alat indera.
Kognisi biasanya di definisikan secara sederhana sebagai perolehan pengetahuan. Ada
tiga aspek yang relevan dalam persepsi yang berhubungan dengan kognisi manusia yaitu:
1. Pencatatan indera.
Pencataan indera adalah sebuah sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah
rekaman mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor. Pencatatan indera juga
dikenal sebagai ingatan sensory yang dibedakan menjadi dua macam yaitu, iconic yaitu
sistem pencatatan indera terhadap informasi visual, gambar dan benda konkrit dan echonic
yaitu sistem pencatatan indera terhadap informasi berupa suara.
2. Pengenalan pola.
Pengenalan pola adalah proses transformasi dan pengorganisasian informasi yang masih
kasar agar mempunyai makna atau arti tertentu. Aspek ini lebih dalam dari hanya sekedar
menyimpan informasi yang masuk melalui reseptor, dengan kata lain dapat pula dikatakan
bahwa aspek pengenalan pola ini adalah sebuah upaya untuk menata informasi yang masuk
sesuai dengan karakteristik yang menonjol untuk ditempatkan sesuai dengan jenisnya.
3. Perhatian.
Perhatian adalah aspek yang ketiga, yang diartikan sebagai proses pemusatan aktivitas
mental atau proses konsentrasi pikiran dengan mengabaikan rangsangan lain yang tidak
berkaitan. Aktivitas ini menuntut pemusatan konsentrasi pikiran pada hal-hal yang menonjol
dari sebuah informasi dan bekerja secara intens terhadap informasi tersebut dengan
mengabaikan hal-hal yang tidak terkait.

Ingatan atau memori merujuk pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi
yang telah diperoleh seorang individu sepanjang masa. Hampir semua aktivitas manusia baik
yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor pasti melibatkan ingatan. Oleh karena itu
ingatan menjadi hal yang sangat penting dalam berbagai proses yang dialami manusia.(Ellis
dan hunt, 1993; Matlin, 1989).
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Per- kembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Berdasarkan temuan riset linguistik, psikologi, antropologi dan ilmu komputer,
dikembangkan model berpikir. Pusat kajiannya pada proses belajar dan menggambarkan cara
individu memani- pulasi simbol dan memproses informasi.

Model belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif
information processing, karena dalam proses belajar ini tersedia tiga taraf struktural sistem
informasi, yaitu:
1. Sensory atau intake register
Informasi masuk ke sistem melalui sensory register, tetapi hanya disimpan untuk periode
waktu terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi masuk ke working memory yang
digabungkan dengan informasi di long-term memory.
2. Working memory
Pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory, di sini berlangsung
berpikir yang sadar. Kelemahan working memory sangat terbatas kapasitas isinya dan
memperhatikan sejumlah kecil informasi secara serempak.
3. Long-term memory
Yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga mampu menampung
seluruh informasi yang sudah dimiliki siswa. Kelemahan- nya adalah betapa sulit mengakses
informasi yang tersimpan di dalamnya.
Fakta bahwa psikologi kognitif sering kali disebut sebagai pemrosesan informasi pada
manusia (human information pro- cessing) mencerminkan bahwa pendekatan pemrosesan
informasi dominan dipakai oleh para psikologi kognitif. Perolehan informasi, penyimpanan
informasi, mendapatkan kem- bali informasi, dan penggunaan informasi terdiri atas sejumlah
tahapan yang terpisah. Pendekatan pemrosesan informasi mencaoba mengidentifikasi apa
yang terjadi tahapan ini (Haber, 1969).
Pendekatan tahapan ini dipengaruhi oleh metafora computer di mana seseorang
memasukkan, menyimpan, dan mendapatkan kembali data dari komputer.
1. Penyimpanan Sensoris (Sensory Store)
Bagian memori yang selama sepersekian detik memegang informasi sensori yang belum
dianalisis dan memberi kesempatan bagi analisis tambahan yang mengikuti terhentinya
stimulus.
2. Penyim-panan Sensoris (Sensory Store)
Yaitu juga menyediakan penyimpanan singkat bagi informasi dalam bentuk sensori
aslinya. Informasi pada penyimpanan sensori akan hilang pada akhir jangka waktu tersebut
kecuali informasi tersebut dapat diiden-tifikasi selama tahap pengenalan pola (pattern
recognition).
3. Penyaring (Filter)
Bagian dari perhatian dimana beberapa infomasi perceptual di halangi (disaring) dan
tidak dikenali, sedangkan beberapa informasi yang lain menerima perhatian dan kemudian
dikenali. Tahap Seleksi: Tahap mengikuti pengenalan pola dan menentukan informasi mana
yang akan diingat oleh seseorang.
4. Memori Jangka Pendek (Short Term Memory atau STM)
Memori yang memiliki kapasitas terbatas dan hanya berlangsung selama 20-30 detik
dalam keberadaannya.
5. Memori Jangka Panjang (Long Term Memory atau LTM)
Memori yang tidak memiliki batasan kapasitas dan berlangsung mulai dari hitungan
menit hingga selamanya.

Hubungan antara pengenalan pola dan perhatian merupakan sebuah topic yang banyak
diperdebatkan. Beberapa teoretikus mengklaim bahwa kita hanya dapat mengenali satu pola
dalam satu waktu. Mereka berpendapat bahwa perhatian bertindak sebagai penyaring (filter)
yang menentukan pola mana yang akan dikenali dan yang tidak ketika kita mendapati pola-
pola yang datang bersamaan. Selain itu juga beberapa teoritikus berpendapat bahwa pola
yang datang bersamaan dapat dikenali, tetapi hanya beberapa saja pola pengenalan yang akan
diingat, sedangkan beberapa yang lain akan dilupakan segera. Oleh karena itu, pandangan ini
menyatakan bahwa atensi menyeleksi pola-pola yang akan diingat. Karena pandangan yang
paling popular adalah yang menyatakan bahwa kedua pandangan di atas adalah benar
tergantung situasinya.
Penyaringan informasi membatasi jumlah materi yang akan dimasukan ke dalam
memori. Memori disajikan dalam gambar Tahap-Tahap Model Pemrosesan Informasi dalam
bentuk memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Kita menggunakan Memori
Jangka Pendek atau Short Term Memory (STM), misalnya saat kita mengingat nomor telepon
yang kita putar. Memori bentuk ini dibatasi baik dalam jumlah informasi yang dapat
ditangkap (kapasitas) maupun lamanya informasi tersebut dapat bertahan (durasi).
Durasi STM yang terbatas diilustrasikan dalam kejadian dimana kita dengan mudah
melupakan nomor telepon jika kita tidak mengulang secara verbal. Memori Jangka Panjang
atau Long Term Memory (LTM) tidak memiliki dua keterbatasan yang dimiliki STM. Jumlah
informasi yang dapat ditangkap LTM tidak terbatas dan kasus melupakan kejadian yang
relatif lambat. Pemrosesan Bottom-Up yaitu Aliran infor- masi dari penyimpanan sensoris
menuju memori jangka panjang dan Pemrosesan Top-Down yaitu Aliran informasi dari
memori jangka panjang menuju penyim- panan sensoris.
BAB III
STUDI KASUS
A. PROSES BERPIKIR SISWA SMP BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT
DALAM MENYELESAIKAN MASALAH BERDASARKAN TEORI PEMROSESAN
INFORMASI
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, dalam menyelesaikan
masalah matematika ditemukan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah
berbeda-beda. Ada siswa yang dapat menyelesaikan masalah yang diberikan, ada siswa yang
melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah, dan ada juga siswa yang lupa
terhadap konsep yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah. Kesalahan siswa ketika
menyelesaikan masalah dikarenakan kurangnya pemahaman siswa terhadap masalah
matematika yang dihadapi, kurang tertanamnya konsep pada memori siswa dengan baik
sehingga siswa tak mampu mengingat konsep yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
masalah. Fakta ini menunjukkan adanya faktor-faktor kognitif yang berbeda diantara
siswa tersebut yang memengaruhi kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
Setiap siswa memiliki cara dan gaya berpikir dan kemampuan yang berbeda-
bedadalam menyelesaikan masalah matematika. Perbedaan cara dan gaya berpikir individu
tersebut dikenal dengan istilah gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan karakteristik individu
dalam berpikir, menyelesaikan masalah, mengingat, mengorganisasi dan memproses
informasi, serta membuat keputusan.
Menurut Shirley & Rita (dalam Uno, 2010) gaya kognitif merupakan
karakteristik individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, menyelesaikan masalah dan
membuat keputusan. Setiap individu juga mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda,
seperti dalam hal bagaimana seorang individu merespon stimulus lingkungan,
memproses, dan mengorganisasi informasi dari lingkungan sekitarnya. Hal itu juga
diungkapkan oleh Rozencwajg & Corroyer (2005) yang menyatakan bahwa gaya kognitif
berhubungan dengan cara penerimaan, pengorganisasian, pemrosesan, dan menggambarkan
informasi seseorang.
Penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji tentang proses berpikir siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan gaya kognitif antara lain Ngilawajan
(2013), Uno(dalam Desmita, 2009) dan Mutlu, dkk (2013). Ngilawajan (2013) menyatakan
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa subjek penelitian dengan gaya kognitif field
dependent menerima informasi dengan cara membaca soal dengan cermat dan teliti,
serta menanggapi rangsangan tersebut dengan menggunakan rekaman indera (sensory
register) yang ditunjukan melalui aktivitas membaca, namunbelum memiliki pemahaman
yang baik terhadap konsep matematika. Menurut Uno (dalam Desmita, 2009) siswa field
dependent cenderung menerima informasi yang diberikan dan tidak mampu untuk
mengorganisasi kembali, dan mungkin memerlukan instruksi lebih jelas mengenai bagaimana
menyelesaikan masalah. Hasil Penelitian Mutlu, dkk (2013) menunjukkan bahwa siswa
field dependent lebih berhasil dalam bidang selain bidang sosial. Berdasarkan uraian
tersebut penting kiranya untuk mengaji proses berpikir siswa bergaya field dependent
dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan teori pemrosesan informasi
untuk mengetahui alur berpikir dan pengetahuan siswa. Sehingga dapat membantu guru
untuk merancang model pembelajaran yang lebih baik. Witkin (dalam Oh & Lim, 2005)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa untuk membedakan individu yang memiliki
gaya kognitif field dependent menggunakan Group Embeded Figure Test (GEFT).
Instrumen GEFT merupakan bentuk pemecahan masalah matematika geometri untuk
menemukan bangun geometri sederhana. Instrumen tersebut akan digunakan dalam
penelitian ini untuk pemilihan subjek penelitian.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tentang INFORMATION PRECESSING DAN KOGNITIF
SOSIAL dapat disimpulkan bahwa Information processing atau proses penerimaan informasi
merupakan salah satu bentuk pendekatan berdasarkan kognitivisme. Pendekatan ini
memandang proses belajar yang terjadi dalam diri individu sebagai suatu proses penerimaan
informasi. Ketika individu belajar, di dalam dirinya berlangsung proses kendali atau
pemantau bekerjanya sistem yang berupa prosedur strategi mengingat, untuk menyimpan
informasi ke dalam long-term memory (materi memori atau ingatan) dan strategi umum
pemecahan masalah (materi kreativitas).
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) adalah sebuah istilah baru dalam teori
pembelajaran social, istilah ini dikemukakan seorang tokoh bernama Albert Bandura. Albert
Bandura menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif, dan faktor pelaku memainkan peran
penting dalam pembelajaran. Faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku
orang tuanya. Faktor kognitif berupaekspektasi/penerimaan siswa untuk memperoleh
keberhasilan. Menurutnya,ketika siswa belajar, mereka dapat merepresentasikan pengalaman
merekasecara kognitif.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dari STUDI KASUS diatas, terdapat beberapa saran
sebagai berikut.
Pertama, bagi siswa dengan gaya kognitif field dependent disarankan lebih banyak
melakukan latihan soal-soal pada materi segiempat dan segitiga sehingga dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman.
Kedua,bagi peneliti lanjutan perlu adanya penelitian lain yang lebih mendalam
mengkaji mengapa siswa dengan gaya kognitif field independent dan field dependent
masih mengalami kesalahan baik itu kesalahan prosedural maupun kesalahan konsep.
Hal ini sangat berguna bagi guru untuk membantu merancang model pembelajaran yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Dewi Indrapangastuti, M.Pd. Teori Belajar Pemrosesan Informasi. Spada.uns.ac.id


Ernis Suryana, dkk. (2022). Teori Pemrosesan Informasi dan Implikasi Dalam Pembelajaran.
Jurnal Ilmiah Mandala Education (JIME). Palembang.
Informstion-Processing-and-Cognitive-Theories-of-Learning-Kelompok-4. Bakri.uma.ac.id.
Silvie Afifatuz Zulfah, Surabaya, 2022. Penerapan Teori Pemrosesan Informasi Robert M.
Gagne pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDI Al-Mubarok Surabaya.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Slamet Riyadi. (2011). Pemrosesan Informasi dalam Belajar Gerak. Jurnal Ilmiah SPIRIT,
ISSN :1411-83191, No. 2
Warsita, B. (2018). Teori Belajat Rober M. Gagne dan Implikasinya pada Pentingnya Pusat
Sumber Belajar. Jurnal Teknodik, 12(1).
Gagne, Ellen, D. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston: Little, Brown
& Company.
John W. Santrock. 2008. Educational Psychology 3rd ed. Boston : Mc. Graw Hill.
Joyce, Bruce; Weil, Marsha; and Calhoun, Emily. 2009. Models of Teaching. Boston USA:
Pearson Education, Inc. Eight Edition.
Kodontie, J. Robert dan Syarif, Rostam. 2008. Tata Ruang Air. Yoyakarta : CV. Andi Offset.
PLKJ –Jilid 7. 2010. Lingkungan Sekolah. PT. Galaxy Puspa Mega
Reed K.Stephen. 2007. Kognisi : Teori dan Aplikasi Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.
Syihab, Umar. 2008. Mencerdasi Bencana. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai