Anda di halaman 1dari 17

TUGAS 6

PEMROSESAN INFORMASI DALAM BELAJAR


PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pengampu:
Soeci Izzati Adlya , S.pd. M.pd

Oleh:
Dinda atika suri
22076034

Prodi Pendidikan Teknik Iformatika

Fakultas Teknik

Universitas Negri Padang

2023
PEMPROSESAN INFORMASI DALAM BELAJAR

Teori belajar pemrosesan informasi/sibernetik merupakan teori belajar yang


relatif baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Menurut teori sibernetik,
"belajar" adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem
informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar
berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersebut. Oleh
sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang
ideal untuk segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem
informasi.
Asumsi teori belajar sibernetik menurut Lusiana (dalam Nova Sandewita)
adalah:
1. Antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasi di mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah
waktu tertentu.
2. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk atau pun isinya.
3. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas terbatas.
Komponen pemrosesan informasi dipilah berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Komponen tersebut adalah:
1. Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima
dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam
waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2. Working Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas
(informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan
informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya
agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi
kapasitas disamping melakukan pengulangan.
3. Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan:
a) berisi semua pengetahuan yan telah dimiliki individu,
b) mempunyai kapasitas tidak terbatas,
c) sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau
hilang.
Adapun implikasi teori pemrosesan informasi terhadap kegiatan pembelajaran
adalah sebagai berikut:
a. Model pemrosesan informasi dari belajar dan ingatan memiliki signifikasi yang
besar bagi perencanaan dan desain pembelajaran dalam proses pendidikan.
Belajar dimulai dengan pemasukan stimulasi dari reseptor dan diakhiri dengan
umpan balik yang mengikuti performance pembelajar.
b. Secara keseluruhan stimulasi yang diberikan kepada pembelajar selama
pembelajaran berfungsi mensupport yang terjadi pada pembelajaran.
1. Konsep Sensasi, Atensi, Persepsi dan Memori
a. Konsep Sensasi
Sensasi merupakan tahap pertama stimulus mengenai indera. Sensasi
merupakan pengalaman elementer yang tidak memerlukan penguraian verbal.
Sensasi adalah proses manusia dalam dalam menerima informasi sensoris [energi
fisik dari lingkungan] melalui penginderaan dan menerjemahkan informasi tersebut
menjadi sinyal-sinyal “neural” yang bermakna. Fungsi alat indera dalam menerima
informasi sangat penting, melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik
lingkungannya, memperoleh pengetahuan dan kemampuan untuk berinteraksi
dengan dunianya. Ketajaman sensasi dipengaruhi oleh faktor personal, perbedaan
sensasi dapat disebabkan perbedaan pengalaman atau lingkungan budaya disamping
kapasitas alat indera yang berbeda.
b. Konsep Perhatian (Attention)
Adalah mengonsentrasikan dan memfokuskan sumber daya mental. Salah
satu keahlian penting dalam memerhatikan adalah seleksi. Atensi bersifat selektif
karena sumber daya otak terbatas (Mangels, Piction, & carik, 2001 dalam Santrock,
2008:313-314). Saat guru memberikan instruksi untuk mengerjakan satu tugas,
murid perlu memperhatikan apa yang dikatakan guru dan tidak diganggu oleh murid
lain yang bicara. Saat murid belajar untuk menghadapi ujian, mereka harus fokus
secara selektif pada buku yang mereka baca dan menghindari atau menghilangkan
stimuli lain seperti suara televisi.

Salah satu alasan kenapa anak yang lebih tua bisa lebih baik dalam memberi
perhatian adalah karena mereka lebih bisa menyusun rencana aksi untuk memandu
usaha atensi mereka saat mereka akan memecahkan masalah. Akan tetapi, anak
yang lebih kecil seringkali bisa secara efektif menggunakan strategi memfokuskan
perhatian apabila strategi ini diajarkan kepada mereka. Pengalaman di sekolah
mungkin membantu murid untuk lebih menyadari kapabilitas atensi mereka, atau
saat mereka berkembang, mereka mulai memahami bahwa pikiran mereka akan
berjalan baik jikaa ia aktif dan konstruktif (Lovett & Pillow, 1996 dalam Santrock,
2008:314)

c. Konsep Persepsi
Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi &
menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli).
Persepsi tentang rangsangan bukanlah sesederhana penerimaan rangsangan.
Sebaliknya, hal itu melibatkan penafsiran pikiran dan dipengaruhi oleh keadaan
pikiran kita, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak faktor lain.
Konsep persepsi menurut Slavin (2011:218) terbagi 2, yaitu:
Pertama, kita memahami rangsangan yang berbeda menurut aturan yang
tidak berkaitan dengan karakteristik yang melekat pada rangsangan tersebut. Jika
kita duduk di dalam bangunan, misalnya kita mungkin tidak memberikan banyak
perhatian ke sirene mobil pemadam atau bahkan tidak mendengarnya.
Kedua, kita tidak memahami rangsangan seperti yang kita lihat atau rasakan,
melainkan seperti yang kita ketahui (atau asumsikan) bagaimana rangsangan itu
sesungguhnya. Dari seberang ruangan, buku di rak tampak seperti secarik kertas
tipis, tetapi kita menyimpulkan bahwa buku tersebut adalah bentuk empat persegi
tiga dimensi dengan banyak halaman.
d. Konsep Memori

Memori atau ingatan adalah retensi informasi. Para psikolog pendidikan


mempelajari bagaimana informasi diletakkan atau disimpan dalam memori,
bagaimana ia dipertahankan atau disimpan setelah disandikan (encoded), dan
bagaimana ia ditemukan atau diungkap kembali untuk tujuan tertentu. Memori
membuat diri kita terasa berkesinambungan. Tanpa memori, kita tidak mampu
menghubungkan apa yang terjadi kemaren dengan apa yang kita alami sekarang.
Dewasa ini, pada psikolog pendidikan menyatakan bahwa adalah penting untuk tidak
memandang memori dari segi bagaimana anak menambahkan sesuatu ke dalam
ingatan, tetapi harus dilihat dari segi bagaimana anak menyusun memori mereka
(Schacter, 2001 dalam Santrock, 2008:312)

Agar memori bekerja, anak harus mengambil informasi (encoding),


menyimpannya (storage), dan kemudian mengambilnya (retrieval) kembali untuk
suatu tujuan di kemudian hari.
Memori melewati tiga proses :

1) Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera


dan sirkit syaraf internal.
2) Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada
beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana, penyimpanan bisa aktif atau
pasif. Secara aktif bila kita menambahkan informasi tambahan, kita mengisi
informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri (inilah desas-
desus menyebar lebih banyak dari volume asal). Secara pasif terjadi tanpa
penambahan.
3) Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi adalah
menggunakan informasi yang disimpan.

2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pemrosesan Informasi

Adapun faktor yang mempengaruhi pemprosesan informasi dalam belajar yaitu:


a. Faktor internal (psikologis dan fisiologis) dan eksternal.
b. Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal.
c. Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung.
d. Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informsi yang telah disimpan
dalam ingatan.
e. Kemampuan otak tiap individu tidak sama.
Ahmadi (dalam Samier, 2008) menyatakan “setiap aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang tentu ada faktor – faktor yang mempengaruhinya, baik yang
cenderung mendorong maupun yang menghambat”. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses informasi siswa itu adalah sebagai berikut:
1) Faktor Internal.
Faktor internal ada1ah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini
dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:
(a) Faktor lntelegensi
Intelegensi ini memegang peranan yang sangat penting dalam prestasi belajar
siswa dan penyerapan informasi yang diberikan oleh guru. Karena tingginya peranan
intelegensi dalam mencapai prestasi belajar maka guru harus memberikan perhatian
yang sangat besar terhadap bidang studi yang banyak membutuhkan berpikir
rasiologi.
(b) Faktor Minat
Minat adalah kecenderungan yang mantap dalam subjek untuk merasa tertarik
pada bidang tertentu. Siswa yang kurang beminat dalam pelajaran tertentu akan
menghambat dalam belajar.
(c) Faktor Keadaan Fisik dan Psikis
Keadaan fisik menunjukkan pada tahap pertumbuhan, kesehatan jasmani,
keadaan alat-alat indera dan lain sebagainya. Keadaan psikis menunjuk pada keadaan
stabilitas/labilitas mental siswa, karena fisik dan psikis yang sehat sangat
berpengaruh positif terhadap kegiatan pembelajaran dan sebaliknya.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi prestasi
belajar dan penyerapan informasi. Faktor eksternal dapat dibagi rnenjadi beberapa
bagian, yaitu:
(a) Faktor Guru
Guru sebagai tenaga berpendidikan memiliki tugas menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran, membimbing, melatih, mengolah, meneliti dan mengembangkan serta
memberikan penalaran teknik karena itu setiap guru harus memiliki wewenang dan
kemampuan profesional, kepribadian dan kemasyarakatan.
Guru juga menunjukkan fleksibilitas yang tinggi yaitu pendekatan deduktif dan
gaya memimpin kelas yang selalu disesuaikan dengan keadaan, situasi kelas yang
diberi pelajaran, sehingga dapat menunjang tingkat prestasi siswa semaksimal
mungkin.
(b) Faktor Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga turut mempengaruhi kemajuan hasil kerja, bahkan
mungkin dapat dikatakan menjadi faktor yang sangat penting, karena sebagian besar
waktu belajar dilaksanakan di rumah, keluarga kurang mendukung situasi belajar.
Seperti kericuhan keluarga, kurang perhatian orang tua, kurang perlengkapan belajar
akan mempengaruhi berhasil tidaknya siswa belajar.
(c) Faktor Sumber-sumber Belajar
Sumber belajar itu dapat berupa media/alat bantu belajar serta bahan baku
penunjang. Alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk
membantu siswa dalam melakukan perbuatan belajar. Maka pelajaran akan lebih
menarik, menjadi konkret, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga serta hasil
yang lebih bermakna.

3. Pemanfaatan Pemrosesan Informasi Dalam Belajar


Berdasarkan (Cermak & Craik, dalam Craik & Lockhart, 2002), manfaat teori
pemrosesan informasi antara lain :
a. Membantu terjadinya proses pembelajaran sehingga individu mampu
beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah,
b. Menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan cara berpikir yang
berorientasi pada proses lebih menonjol,
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan secara lengkap,
d. Prinsip perbedaan individual terlayani.

4. Lupa Dalam Belajar


a. Proses terjadinya kelupaan dalam belajar
Daya ingatan kita tidaklah sempurna.Banyak hal-hal yang pernah
diketahui, tidak dapat diingat kembali, atau dilupakan. Lupa (Forgetting)
adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau memproduksi
kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Menurut Gulo dan
Reber (dalam Nova Sandewita) mendefinisikan lupa sebagai ketidak
mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau
dialami. Lupa adalah suatu fenomena umum, ia merupakan suatu
pengendalian biologis yang membantu kita memertahankan keseimbangan
dalam dunia yang dipenuhi oleh rangsangan sensor. Dengan demikian lupa
bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal
kita. Dewasa ini ada empat cara untuk menerangkan proses lupa.
Keempatnya tidak saling bertentangan, melainkan saling mengisi :
1) Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak. Kalau
materi yang harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena
proses metabolisme otak, lambat laun jejak materi itu akan terhapus
dari otak dan kita tak dapat mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak
digunakan, materi itu lenyap sendiri.
2) Mungkin pula materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami
perubahan-perubahan secara sistematis, mengikuti prinsi-prisip sebagai
berikut:
a) Penghalusan : Materi berubah bentunya kearah bentuk yang lebih
simetris, lebih halus dan kurang tajam, sehingga bentuknya asli tidak
diingat lagi.
b) Penegasan : Bagian-bagian yang paling menyolok dari suatu hal
adalah yang paling mengesankan, dan karena itu dalam ingatan
bagian-bagian ini dipertegas, sehingga yang diingat hanya bagian-
bagian yang menyolok ini dan bentuk keseluruan tidak begitu
diingat. Misalnya, kita melihat seseorang dengan hidung mancung.
Karena terkesan oleh hidungnya, maka dalam mengingat orabg itu
kita hanya ingat akan hidungnya, sedangkan bagaimana wajah orang
itu sebenarnya tidak kita ingat lagi.
c) Asimilasi : Bentuk yang mirip botol, misalnya, akan kiata ingat
sebagai botol, sekalipun bentuk itu bukan botol sama sekali. Dengan
demikian kita hanya ingat akansebuah botol, tetapi tidak ingat
bentuk yang asli. Perubahan materi disini disebabkan karena kita
cenderunguntuk mencari bentuk yang ideal dan lebih sempurna.
3) Kalau kita mempelajari hal yang baru, mungkin hal-hal yang sudah kita
ingat, tidak dapat kita ingat lagi. Misalnya, seorang anak menghafal
nama kota-kota dijawa barat. Setelah itu ia mengahafal nama kota-kota
dijawa tengah. Pada waktu ia sudah menghafal materi kedua, materi
pertama sudah lupa lagi. Dengan perkataan lain, materi kedua
menghambat dapat diingatnya materi pertama. Hambatan seperti ini
disebut hambatan retroaktif. Sebaliknya, mungkin pula materi yang
baru kita pelajari tidak dapat masuk dalam ingatan, karena terhambat
oleh adanya materi lain yang sudah terlebih dahulu dipelajari.
Hambatan seperti ini disebut hambatan proaktif.
4) Ada kalanya kita melupakan sesuatu. Hal ini disebut represi. Peristiwa-
peristiwa yang mengerikan, menakutkan, penuh dosa, menjijikan dan
sebagainya, pendek kata semua hal yang tidak dapat diterima oleh hati
nurani akan kita lupakan dengan sengaja (sekalipun proses lupa yang
sengaja ini kadang-kadang tidak kita sadari, terjadi diluar alam
kesadaran kita). Pada bentuknya yang ekstrim represi dapat
menyebabkan amnesia, yaitu lupa akan namanya sendiri, akan
alamatnya sendiri, akan orang tua, akan anak-istri dan akan semua hal
yang bersangkutpaut dengan dirinya sendiri. Amnesia ini dapat ditolong
atau disembuhkan melalui suatu peristiwa yang begitu dramatisnya
sehingga menimbulkan kejutan kejiwaan pada penderita.
b. Faktor-faktor penyebab lupa
1. Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item – item
informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam
interference theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini
terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1) proactive interference; 2)
retroactive interference (Reber 1998; Best, 1989; Anderson, 1990
dalam Syah, 1995:159)
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktif apabila materi
pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal
permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa
ini bisa terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi
pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah
dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi
yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau diproduksi
kembali, dan sebaliknya.
2. Lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan
terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan
ini terjadi karena beberapa kemungkinan.
a. Karena sistem informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan,
dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan,
sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam
ketidaksadaran.
b. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item
informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
c. Karena tem informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu
tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak
pernah dipergunakan.
3. Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan
antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson,
1990 dalam Syah,1995). Jika seorang siswa hanya mengenal atau
mempelajari hewan jerapah atau kuda nil lewat gambar – gambar
yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa
menyebut nama hewan – hewan tadi ketika melihatnya di kebun
binatang.
4. Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap
proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah
mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, tetapi
karena sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya
(seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran
itu akan mudah terlupakan
5. Menururt law of disuse (Hilgard & Bower 1975 dalam Syah, 1995),
lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak
pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian
ahli, materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya akan
masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk
dengan materi pelajaran baru.
6. Lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak.
Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan,
kecanduan alkohol, dan gegar otak akan kehilangann ingatan atas
item- item informasi yang ada dalam memori permanennya.
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang
paling penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama
yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh
hasil riset dan eksperimen.
c. Kiat mengurangi lupa dalam belajar
Sebagai seorang pengajar yang profesional, seorang guru harus dapat
mencegah peristiwa lupa yang sering dialami oleh siswa. Pada dasarnya
lupa dapat ditangani dengan berbagai cara. Apabila materi yang disajikan
kepada siswa dapat diserap, diproses, dan disimpan dengan baik oleh
sistem memori siswa, maka peristiwa lupa tidak terjadi, atau terjadi namun
tidak total. Jadi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kiat pengjar
membuat sistem memori atau akal siswa agar berfungsi secara optimal
untuk memproses materi yang akan disampaikan. Kiat terbaik yang dapat
dilakukan untuk mengurangi lupa adalah dengan meningkatkan daya ingat
akal siswa. Menurut Barlow1985, Reber 1988, dan Anderson 1990 (dalam
Syah,1995) kiat-kiat tersebut adalah sebagai berikut.
1) Overlearning artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan
dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning dapat terjadi
apabila respon atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan
pembelajaran atas respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan.
Sebagai contoh pembacaan Pancasila setiap hari Senin pada Upacara
Bendera memungkinkan siswa memiliki pemahanan lebih mengenai
materi Pendidikan Pancasila.
2) Extra Study Time adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar
atau penambahan frekuensi ( kekerapan ) waktu aktivitas belajar.
Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu, berarti siswa
menambah jam belajarnya. Misalnya, dengan menambah 30 menit
waktu belajar siswa. Sedangkan penambahan frekuensi belajar berarti
meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari sekali
sehari menjadi dua kali sehari.
3) Mnemonic Device (Muslihat memori) yang lebih sering disebut
mnemonic saja berarti kiat-kiat khusus yang biasa dijadikan “alat
pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam
memori siswa. Ragam mnemonic ini banyak ragamnya tetapi yang
paling menonjol adalah sebagai berikut:
a) Rima ( Rhyme ), yaitu sajak yang dibuat sedemikian rupa yang
isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak ini
akan lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat
dinyanyikan. Contohnya seperti nyanyian anak-anak TK yang berisi
pesan-pesan moral.
b) Singkatan, yakni terdiri dari huruf-huruf awal nama atau istilah
yang harus diingat siswa. Contoh jika seorang siswa hendak
mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan Nabi
Musa, mereka dapat menyingkatnya menjadi ANIM. Pembuatan
singkatan seyogyanya dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat
menarik dan memberi kesan tersendiri.
c) Sistem kata pasak ( peg word system), yakni sejenis teknik
mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang
sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memeori
baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan seperti
merah-saga, panas-api. Kata-kata ini berguna untuk mengingat
kata dan istilah yang memiliki watak yang sama seperti darah,
lipstik, pasangan langit dan bumi; neraka dan kata atau istilah lain
yang memiliki kesamaan watak (warna, rasa, dan seterusnya).
d) Model Losai ( Method of Loci ), yaitu kiat mnemonik yang
menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana
penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa.
Kata “Loci” sendiri adalah jamak dari kata “lokus” yang artinya
tempat. Dalam hal ini nama-nama kota, jalan, dan gedung yang
terkenal dapat dipakai untuk menempatkan kata dan istilah yang
kurang lebih relevan, dalam arti memiliki kemiripan ciri dan
keadaan. Contoh: nama ibukota Amerika Serikat untuk mengingat
nama presiden pertama negara itu (George Washington).
e) Sistem Kata Kunci ( Key Word System ), kiat yang satu ini masih
tergolong baru dibandingkan kiat-kiat yang lainnya. Kiat ini
dikembangkan oleh Raugh dan Atkinsen. Sistem ini biasanya
direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing,
Inggris misalnya. Sistem ini berbentuk daftar kata yang terdiri atas
unsur-unsur sebagai berikut: i) kata-kata asing, ii) kata-kata kunci,
yakni kata-kata bahasa lokal yang paling kurang suku pertamanya
memiliki suara atau lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari, iii)
arti kata asing yang dipelajari. Contoh: Kata Inggris Kata Kunci Arti
Astute Butterfly Challenge Domination Eyesight Fussy Astuti
Baterai Celeng Domino Aisyah Fauzy Cerdik, lihai Kupu-kupu
Tantangan Penguasaan Penglihatan Cerewet

4) Pengelompokan (Clustering) adalah menata ulang item-item materi


menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti
bahwa item-item tersebut memiliki signifikasi dan lafal yang sama
atau sangat mirip. Penataan atau pengelompokan ini direkayasa
sedemikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item seperti: a. Daftar I,
terdiri atas nama-nama negara serumpun, seperti: Indonesia,
Malaysia, Brunai dan seterusnya; b. Daftar II, terdiri atas singkatan-
singkatan lembaga negara, seperti MPR, DPR, dan seterusnya: c.
Daftar III, terdiri dari singkatan-singkatan nama-nama badan
internasional, seperti: WHO, ILO, dan sebagainya.
5) Latihan Terbagi atau distributed practice adalah latihan terkumpul
(massed pratice), yang sudah dianggap tidak efektif lagi karena
mendorong siswa membuat cramming, yakni belajar banyak materi
dengan tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam melaksanakan
distributed practice, siswa dapat menggunakan berbagai metode dan
strategi belajar yang efisien.
6) Pengaruh Letak Bersambung. Untuk memperoleh efek positif dari
pengaruh letak bersambung (the serial position effect), siswa
dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya)
yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-
kata yang harus diingat oleh siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan
menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat
berbeda dari kata-kata lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan
demikian kata yang ditulis pada awal dan akhir daftar tersebut
memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam
subsistem akal permanen siswa.

Selain ke enam kiat-kiat diatas, Seorang guru dapat mengurangi lupa dengan
berbagai cara lain seperti berikut ini:
1) Mencoba menimbulkan atau meningkatkan memotivasi belajar siswa dengan
menyadarkan mereka akan tujuan instruksional yang harus mereka capai. Hal
ini dapat dilakukan, misalnya dengan menjelaskan manfaat materi pelajaran
dalam kehidupan sehari-hari, dan masa depan mereka.
2) Mencoba selalu menjelaskan unsur-unsur pokok sebelum menunjukkan
unsur-unsur penunjang yang relevan dalam materi pelajaran yang disajikan.
Dalam hal ini seorang guru direkomendasikan untuk mendemonstrasikan
dengan alat-alat peraga yang tersedia atau memberi tanda-tanda khusus pada
kata atau istilah pokok.
3) Mencoba untuk selalu menghubungkan materi yang akan diajarkan dengan
materi yang telah diajarkan pada sesi yang lalu. Keempat, ketika seorang guru
bertanya kepada anak didiknya mengenai materi yang telah diajarkan, dengan
memperhatikan:
a) Seyogyanya pertanyaan itu disampaikan dengan cara yang akrab dan tidak
menegangkan, tetapi wibawa tetap dijaga.
b) Pertanyaan harus jelas dan tidak mengandung banyak tafsiran.
c) Pertanyaan hendaknya mengandung suatu masalah agar siswa dapat
memusatkan proses sistem akalnya untuk mencari respon.
d) Pertanyaan tidak hanya untuk mendorong siswa menjawab “ya” atau
“tidak” sebab hal ini akan menghambat kreativitasnya.
e) Jika siswa tidak mampu menjawab, Pendidik tidak perlu mendesaknya.
f) Segera tawarkan pertanyaan yang tidak terjawab tersebut ke teman lain
agar teman yang tidak bisa menjawab dapat menggambil pelajaran dari
teman lainnya.
g) Berilah pujian terhadap anak didik ketika ia bisa menjawab pertanyaan
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai