Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

PENGORGANISASIAN INFORMASI/PENGETAHUAN

DALAM INGATAN MANUSIA

A. PENDAHULUAN

Mendengar kata ingatan, rasanya bukanlah kata yang asing atau baru kita dengar. Dalam
kehidupan sehari-hari berbagai aktifitas yang kita lakukan tidak terlepas dari proses mengingat.
Apalagi dalam pembelajaran, rasanya takkan ada pembelajaran tanpa ingatan. Begitu pentingnya
ingatan dalam proses pembelajaran sehingga apabila kita ingin berhasil dalam pembelajaran kita
harus dapat mengingat dengan baik.

Proses mengingat adalah proses biologi yang secara alami pasti terjadi pada manusia.
Selain sebagai proses biologi, mengingat juga merupakan proses mental. Proses ini bukan
merupakan kemampuan bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anak, artinya belum tentu
orang tua yang mempunyai kemampuan mengingat rendah anaknya akan mempunyai
kemampuan mengingat yang rendah pula.

Seseorang dapat mengingat suatu informasi yang telah dipelajari pada waktu yang lalu.
Semakin banyak informasi yang diperoleh seseorang berarti semakin sering terjadi kaitan antara
informasi satu dengan informasi yang lain. Setiap informasi yang dipelajari telah meninggalkan
semacam jejak dalam otak manusia dan jejak itulah yang akan dikeluarkan oleh otak berupa
informasi terdahulu yang telah tersimpan. Hal tersebut terjadi pada saat seseorang mengingat
informasi Prestasi ingatan berkaitan erat dengan kondisi jasmani, misalnya kelelahan, sakit dan
kurang tidur dapat menurunkan ingatan.

Ingatan juga dipengaruhi oleh factor usia, ingatan paling tajam pada manusia ialah
kurang lebih pada masa kanak-kanak (10-14 tahun) dan ini baik sekali untuk daya ingatan
mekanis, yakni daya ingatan hanya untuk kesan-kesan penginderaan. Sesudah umur ini,
kemampuan mencamkan dalam ingatan juga dapat dipertinggi, tetapi hanya untuk kesan-kesan
yang mengandung pengertian (daya ingatan logis) dan itu berlangsung antara umur 15-50 tahun.

Ingatan berhubungan pula dengan emosi seseorang. Seseorang akan mengingat sesuatu
lebih baik apabila peristiwa-peristiwa itu menyentuh perasaan-perasaan. Sedangkan kejadian
yang tidak menyentuh emosi diabaikan saja.Produk dari ingatan ialah mengenal kembali
(recognize) yakni kesadaran masa lampau, sebagai akibat dari pengamatan.
B. PEMBAHASAN Ingatan atau memori ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan
mereproduksi kesan-kesan. Jadi ada 3 unsur dalam perbuatan ingatan, ialah : menerima kesan-
kesan, menyimpan, dan mereproduksikan.

Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia ini berarti ada suatu indikasi bahwa
manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kemabali dari sesuatu yang pernah
dialami.

Beberapa sifat ingatan, yaitu :

1. Ingatan yang cepat dan mudah, artinya seseorang dapat dengan mudah dalam menerima
kesan-kesan

2. Ingatan yang luas artinya sekaligus seseorang dapat menerima banyak kesan-kesan dan
daerah yang luas.

3. Ingatan yang teguh, artinya kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah. (tidak
mudah lupa).

4. Ingatan yang setia artinya kesan yang telah diterimanya itu tidak berubah, tetap
sebagaimana pada waktu menerimanya.

5. Ingatan mengabdi atau patuh, berarti bahwa kesan yang pernah dicamkan dapat dengan
mudah diproduksikan secara lancar/

1. Teori Pengolahan Informasi

Pengolahan informasi merupakan proses mempersepsi, mengorganisasi, dan mengingat


sejumlah besar informasi yang diterima individu dari lingkungan. Penggolahan informasi dapat
pula dikatakan sebagai proses bagaimana respon individu terhadap informasi yang di berikan
oleh lingkungan di sekitarnya.

Pengolahan informasi merupakan perluasan dari bidang kajian ranah psikologi kognitif.
Ranah psikologi kognitif ini sebagai upaya untuk memahami mekanisme dasar yang mengatur
cara berpikirnya orang (Anderson, 1980). Teori pengolahan informasi memiliki suatu perbedaan
dengan teori belajar yaitu pada derajat penekanan pada soal belajar. Teori pengolahan informasi
tidak memberlakukan belajar sebagai titik pusat penelitian yang utama melainkan juga melihat
sisi lainnya, seperti pada informasi yang diperoleh ataupun melihat kemampuan memori seorang
individu. Penelitian pengolahan informasi memberikan sumbangan atas pengertian proses
belajar. Belajar dan pengolahan informasi adalah dua aspek yang saling melengkapi.
Berdasarkan temuan riset linguistik, psikologi, antropologi dan ilmu komputer, maka
dikembangkanlah model berpikir. Pusat kajiannya pada proses belajar dan menggambarkan cara
individu memanipulasi simbol dan memproses informasi. Model belajar pemrosesan informasi
Anita E. Woolfolk (Parkay & Stanford, 1992)disajikan melalui skema yang dikutip berikut ini.

Model belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif information
processing, karena dalam proses belajar ini tersedia 3 (tiga) taraf struktural sistem informasi,
yaitu:

a) Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui sensory register, tetapi
hanya disimpan untuk periode waktu terbatas.

b) Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory, dan
di sini berlangsung berpikir yang sadar.

c) Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga mampu
menampung seluruh informasi yang sudah dimiliki peserta didik.

Diasumsikan, ketika individu belajar, di dalam dirinya berlangsung proses kendali atau
pemantau bekerjanya sistem yang berupa prosedur strategi mengingat, untuk menyimpan
informasi ke dalam long-term memory (materi memory atau ingatan) dan strategi umum
pemecahan masalah (materi kreativitas).

2. Sistem Memori Manusia

Memori adalah sebuah wadah yang berisi data-data yang belum tentu saling berkaitan.
Naisser (1967) mengatakan bahwa memori manusia dipandang sebagai suatu struktur yang rumit
untuk mengolah dan mengorganisasi semua pengetahuan. Memori juga dapat dikatankan sebagai
suatu alat yang berfungsi untuk menangkap, mengolah dan menggunakannya di lain waktu
ketika di butuhkan. Memori merupakan suatu sistem yang rumit dengan banyak tahapannya dan
saling berinteraksi. Ini berarti dalam memori terdapat interaksi-interaksi antara data-data dan
lapisan-lapisan atau tahapan-tahapan yang ada di dalamnya.

Sebagian besar model-model yang dikembangkan tahun 1960-an mengajukan tiga (3)
struktur memori yaitu:

a) Pencatatan Penginderaan (Sensoric Memori)

Rangsangan yang diterima oleh indera yang kemudian akan diteruskan sebagai informasi ke
sistem memori selanjutnya. Informasi yang terdapat pada stimulus atau rangsangan dari luar
akan diterima manusia melalui panca inderanya. Informasi tersebut akan tersimpan di dalam
ingatan selama tidak lebih dari satu detik saja. Ingatan tersebut akan hilang lagi tanpa disadari
dan akan diganti dengan informasi lainnya. Ingatan sekilas atau sekelebat yang didapat melalui
panca indera ini biasanya disebut ’sensory memory’ atau ‘ingatan inderawi’. Berdasarkan apa
yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa, seperti yang telah sering dalam proses
pembelajaran pesan atau keterangan yang disampaikan seorang guru dapat hilang seluruhnya
dari ingatan para siswa jika pesan atau keterangan tersebut terkategori sebagai pencatatan
pengideraan.

b) Penyimpanan Jangka Pendek (Working Memory)

Suatu informasi baru yang mendapat perhatian siswa, tentunya akan berbeda dari informasi yang
tidak mendapatkan perhatian dari mereka. Suatu informasi baru yang mendapat perhatian
seorang siswa lalu terkategori sebagai penyimpanan jangka pendek. Dengan kata lain,
penyimpanan jangka pendek tidak akan terbentuk di dalam otak siswa tanpa adanya perhatian
dari siswa terhadap informasi tersebut. Penyimpanan jangka pendek ini dapat bertahan relatif
lebih lama lagi yaitu sekitar 20 detik.

c) Penyimpanan Jangka Panjang (Long Term Memory)

Penyimpanan jangka panjang merupakan suatu proses penyimpanan informasi yang permanen.
Memori jangka panjang ini berasal dari memori jangka pendek yang selalu diulang-ulang dan
berkesan bagi individu sehingga informasi yang ia terima dapat bersifat permanen dan bila suatu
saat ia butuhkan maka akan teringat lagi. Informasi yang sudah tersimpan di dalam penyipanan
jangka panjang ini sulit untuk hilang. Selain pengulangan atau latihan, beberapa hal penting yang
harus diperhatikan Bapak dan Ibu Guru agar suatu pengetahuan dapat diingat siswa dengan
mudah adalah:

(a) Sesuatu yang sudah dipahami akan lebih mudah diingat siswa daripada sesuatu yang tidak
dipahaminya. Contohnya, proses untuk mengingat bilangan 17.081.945 akan jauh lebih mudah
daripada proses mengingat bilangan 51.408.791 karena bilangan pertama sudah dikenal para
siswa, apalagi jika dikaitkan dengan hari kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang dapat
ditulis menjadi 17–08–1945.

(b) Hal-hal yang sudah terorganisir dengan baik akan jauh lebih mudah diingat siswa daripada
hal-hal yang belum terorganisir. Contohnya, mengingat susunan bilangan 4, 49, 1, 16, 9, 36, dan
25 akan jauh lebih sulit daripada mengingat bilangan berikut yang sudah terorganisir dengan
baik: 1, 4, 9, 16, 25, 36, dan 49.

(c) Sesuatu yang menarik perhatian siswa akan lebih mudah diingat daripada sesuatu yang
tidak menarik hatinya. Acara televisi yang menarik perhatian para siswa akan memungkinkan
para siswa untuk duduk berjam-jam di depan TV dan jalan ceriteranya akan mampu mereka ingat
dengan mudah. Namun hal yang sebaliknya akan terjadi juga, yaitu suatu proses pembelajaran
yang tidak menarik perhatian mereka dapat menjadi beban bagi siswa dan tentunya juga bagi
para guru.
3. Aplikasi Teori Pengolahan Informasi Dalam Belajar

Penerapan teori pengolahan informasi dalam belajar berasumsi bahwa meemori manusia
itu suatu sistem yang aktif, yang mampu menyeleksi, mengorganisasi dan mengubah menjadi
suatu sandi-sandi informasi dan keterampilanbagi penyimpananya untuk di pelajari. Dalam hal
ini individu diartikan sebagai suatu objek yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan suatu
penyleksian, pengorganisasian danpengubahan terhadap informasi yang di dapat menjadi suatu
sandi-sandi yang berguna untuk memudahkan individu dalam proses belajar yang akan dijalani
dirinya.

Mengenai hal di atas, para ahli kognitif juga berasumsi bahwa belajar yang berhasil sangat
bergantung pada tindakan belajar daripada hal-hal yang ada di lingkungannya. Ini menunjukan
bahwa dalam proses belajar ini tindakan dari peserta didik adalah hal utama yang mempengaruhi
terhadap hasil belajar yang akan di capai dari peserta didik, dalam hal ini menyangkut aspek
perubahan perilaku seperti: aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Komponen belajar menurut teori pengolahan informasi seperti yang telah dijelaskan pada
pembahasan di atas, bahwakomponen belajar adalah perhatian yang ditujukan pada stimulus,
pengkodean stimulus, dan penyimpanan dan mendapatkan kembali (retrival). Atas dasar
komponen dasar tersebut, selanjutnya hal yang esensial dari pembelajaran yaitu (a) membimbing
untuk menerima stimulus, (b) memperlancar pengkodean, (c) memperlancar penyimpanan dan
retrieval. Ketiganya merupakan kesatuan yang harus dilakukan secara berurutan dan akan selalu
mempengaruhi hasil yang akan oleh peserta didik.

Membimbing peserta didik untuk penerimaan stimulus dapat dilakukan pendidik dengan (1)
memusatkan perhatian ke stimulus-stimulus tertentu yang di pilih. Dalam hal ini pendidik akan
memberikan perhatian khusus terhadap siswa mengenai stimulus-stimulus yang akan dipilih. Jadi
dengan demikian siswa/peserta didik akan lebih terkosentrasi pada stimulus yang telah
ditentukan. (2) Mengenali secara awal stimulus dengan kode-kode tertentu. Dalam pengenalan
awal stimulus melalui pengkodean yaitu bagaimana individu mengubah stimulus yang ada
sehingga dapat di simpan dan pada waktu yang lain dapat dimunculkan kembali dengan mudah.
Dalam pengkodean ini akan terjadi proses pengulangan dan menghubungkan dengan informasi
lama yang sudah tertanam dalam memori manusia.

Memperlancar pengkodean adalah bagian yang penting dalam penggorganisasian informasi


dalam pembelajaran. Pengkodean berfungsi untuk menyiapkan informasi baru untuk di simpan
kedalam memori jangka panjang. Proses ini menghendaki adanya tranformasi informasi menjadi
kode ringkasan guna memudahkan dan mengingat kembali informasi tersebut di kemudian hari.
Ada 2 (dua) rancangan yang berbeda yang dapat memudahkan pengkodean yaitu dengan
memberikan pengisyaratan, elaborasi, dan cara titian ingatan sebagai pembantu untuk menyusun
sandi atau kode-kode guna memudahkan dalam proses penyimpanan pada memori kerja peserta
didik. Rancangan ini disebut bantuan berbasis pembelajaran, contohnya: penggunaan sinonim
untuk kata-kata yang sulit dalam pertanyaan ulangan, akronim untuk belajar asosiasi yang
sifatnya sembarang. Rancangan yang lain berfungsi untuk memberikan kesempatan terjadinya
elaborasi (pengubahan) yang dihasilkan peserta didik. Rancangan ini disebut bantuan berbasis
peserta didik. Dalam hal ini peserta didik diberikan suatu kesempatan untuk melakukan
pengubahan informasi dengan caranya sendiri agar mudah untuk diingat dan dimunculkan
kembali.

Memperlancar penyimpanan dan retrieval sangat penting karena hal ini dapat meningkatkan
kemampuan mengingat kembali pada waktu yang akan datang. Ini dapat ditujukan berupa irama,
bunyi, sajak, kata-kata pokok, citra visual dan sebagainya, yang semuanya memberikan
pengisyaratan untuk maksud retrival bagi peserta didik dalam proses belajar. Elaborasi berbasis
pembelajaran dan peserta didik keduanya juga memberikan sumbangan yang besar dalam proses
mengingat kembali terhadap informasi yang sudah tersimpan dalam memori menusia. Proses
pemunculan kembali apa yang telah tersimpan atau dsimpan dalam memori manusia
dianalogikan dengan mekanisme penelusuran. Maksud dari hal itu juga dapat dikatakan bahwa
retrival dikatakan sebagai suatu proses pemunculan informasi yang tersimpan dalamlong term
memory (ingatan jangka panjang) melalui suatu penelusuran dan penyeleksian terhadap
informasi yang akan dimunculkan.

Menanggapi penjelasan di atas Norman dan Bobrow, mengemukakan dua tahapan dalam
melaksanakan penelusuran, yaitu:

(a) Tahap pertama : menetapkan informasi yang diinginkan atau yang ingin dimunculkan dari
dalam ingatan (retrival). Berarti dalam tahap ini individu melakukan suatu peenyeleksian
terhadap informasi-informasi yang ada pada memorinya dan memilih sesuai apa yang akan di
munculkan.

(b) Tahap kedua : penelusuran yang sebenarnya yaitu dapat dikatakan hal yang mencakup
tindakan peninjauan kembali struktur ingatan dan informasi-informasi yang terkait di dalamnya,
sampai informai yang diinginkan didapatkan atau di munculkan kembali.asumsi yang di pakai
dalam hal ini adalah bahwa ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan dan
proses penelusurannya bergerak secara herarkis, dari informasi yang paling umum dan eksklusif
ke informasi yang umum dan rinci, sampai pada informasi yang ingin diinginkan atau di
munculkan kembali dapat didapatkan oleh individu.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan pada penjelasan-penjelasan di atas kami dapat menarik beberapa kesimpulan


antaranya:
1. Pengolahan informasi mengandung pengertian tentang bagaimana seorang individu
mempersepsi, mengorganisasi, dan mengingat sejumlah besar informasi yang diterima individu
dari lingkungan.

2. Terdapat tiga unsur struktur memori yaitu: Pencatatan penginderaan (Sensoric Memori),
Penyimpanan Jangka Pendek (working memory), dan Penyimpanan Jangka Panjang (Long Term
Memory)

3. Terdapat tiga tahapan belajar dalam teoti pengolahan informasi yaitu; Perhatian ke
stimulus, Mengkode stimulus, dan memperlancar penyimpanan dan retrival.

F. DAFTAR PUSTAKA

Anderson, B.F. 1980. The Complete Thinker: A Handbook of Theniques For Creative and
Critical Problem Solving. New Jersey: Englewood Cliffs

Karwono dan Heni Mularsih. 2010. Belajar dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan Sumber
Belajar. Ciputat: Penerbit Cerdas Jaya.

Markowitz, K. & Jensen, E. 2002. Otak Sejuta Gigabyte. Bandung: Kaifa.

Muhibbin Syah. 2001. Psikologi belajar. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Rasyad, A. 2003. Teori belajar dan pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.

INGATAN (MEMORI) , BELAJAR DAN KAITANNYA

Ingatan atau memori ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan-
kesan. Jadi ada 3 unsur dalam perbuatan ingatan, ialah : menerima kesan-kesan, menyimpan, dan
mereproduksikan.

Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia ini berarti ada suatu indikasi bahwa
manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kemabali dari sesuatu yang pernah
dialami.
Beberapa sifat ingatan, yaitu :

1. Ingatan yang cepat dan mudah, artinya seseorang dapat dengan mudah dalam menerima
kesan-kesan

2. Ingatan yang luas artinya sekaligus seseorang dapat menerima banyak kesan-kesan dan
daerah yang luas.

3. Ingatan yang teguh, artinya kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah. (tidak
mudah lupa).

4. Ingatan yang setia artinya kesan yang telah diterimanya itu tidak berubah, tetap
sebagaimana pada waktu menerimanya.

5. Ingatan mengabdi atau patuh, berarti bahwa kesan yang pernah dicamkan dapat dengan
mudah diproduksikan secara lancar/

Prestasi ingatan berkaitan erat dengan kondisi jasmani, misalnya kelelahan, sakit dan kurang
tidur dapat menurunkan ingatan.

Ingatan juga dipengaruhi oleh factor usia, ingatan paling tajam pada manusia ialah kurang lebih
pada masa kanak-kanak (10-14 tahun) dan ini baik sekali untuk daya ingatan mekanis, yakni
daya ingatan hanya untuk kesan-kesan penginderaan. Sesudah umur ini, kemampuan mencamkan
dalam ingatan juga dapat dipertinggi, tetapi hanya untuk kesan-kesan yang mengandung
pengertian (daya ingatan logis) dan itu berlangsung antara umur 15-50 tahun.

Ingatan berhubungan pula dengan emosi seseorang. Seseorang akan mengingat sesuatu lebih
baik apabila peristiwa-peristiwa itu menyentuh perasaan-perasaan. Sedangkan kejadian yang
tidak menyentuh emosi diabaikan saja.

Produk dari ingatan ialah mengenal kembali (recognize) yakni kesadaran masa lampau, sebagai
akibat dari pengamatan.

Peristiwa penting dalam ingatan ialah aktivitas psikis mencamkan (memasukkan-meletakkan)


atau yang disebut dengan memorisasi. Memorisasi dapat memungkinkan seseorang untuk
mengingat apa yang telah dipelajari, namun tidak berarti bahwa semua “memory traces” ini akan
tetap tinggal dengan baik, karena pada suatu saat “memory traces” akan dapat hilang.

Ingatan itu bersifat individual artinya tiap-tiap anak mempunya tipe-tipe ingatan sendiri. Maka
seorang gur harus memperhatikan hal-hal berikut :

1. Guru jangan terlalu cepat, tetapi jangan pula terlalu lambat menerangkan bahan pelajaran.

2. Usahakan agar tidak terlalu banyak bahan yang diberikan dalam satu jam pelajaran.
3. Usahakan agar bahan pelajaran itu harus diulang setiap ada kesempatan dan guru harus
mengusahakan agar anak-anak mengulang pelajarannya.

4. Usahakan agar bahan pelajaran tidak mudah berubah-ubah, ada baiknya diikutsertakan
bekerjanya macam-macam indera.

5. Untuk dapat menimbulkan kesan-kesan dengan cepat dan patuh, anak harus diberi metode
yang baik di dalam menghafal di luar kepala (learning by heart).

6. Untuk mempertinggi prestasi belajar murid-murid dan para mahasiswa perlu dibangunkan
emosi dan kemauannya agar aktifitas belajar/ studi lebih menyenangkan dan menggairahkan.

Cara penyelidikan ingatan :

1. Metode mempelajari (the learning method)

Merupakan metode untuk menyelidiki sejauhmana waktu yang diperlukan atau usaha yang
dijalankan oleh subyek untuk dpat menguasai materi dengan baik.

2. Metode mempelajari kembali (the relearning method)

Merupakan metode yang berbentuk dimana subyek disuruh mempelajari kembali yang pernah
dipelajari sampai pada suatu criteria tertentu seperti pada mempelajari materi tersebut pertama
kali. Makin sering dipelajari materi tersebut, waktu yang dibutuhkan akan semakin pendek.

3. Metode rekonstruksi

Merupakan metode dimana subyek disuruh mengkonstruksikan kembali suatu materi yang
diberikan padanya.. Dalam mengkonstruksi itu dapat diketahui waktu yang digunakan,
kesalahan-kesalahan yang diperbuat sampai pada criteria tertentu.

4. Metode mengenal kembali

Metode ini digunakan untuk mengambil bentuk dengan cara pengenalan kembali. Subyek
disusun mempelajari sesuatu materi, kemudian diberikan materi untuk mengetahui sejauhmana
yang dapat diingayt dengan bentuk pilihan benar salah, atau dengan pilihan ganda (multiple
choice).

5. Metode mengingat kembali

Metode ini ialah subyek disuruh mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Misalnya
dengan menyuruhnya mengerjakan ujian dalam bentuk essay maupun isian.

6. Metode asosiasi berpasangan


Metode ini mengambil subyek disuruh mempelajari materi secara berpasang-pasangan, untuk
mengethuai sejauh mana kemampuan dalam mengingat, dalam evaluasi salah satu pasangan
digunakan sebagai stimulus dan subyek disuruh menyebutkan atau menimbulkan kembali
pasangannyta

BELAJAR

Pengertian Belajar

Menurut :

- James O. Whittaker, belajar adalah dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
dan atau pengalaman.

- Cronbach, learning is shown by change in behaviour as a result of experience.(belajar


adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.

- Howard L.Kingsley mengatakan bahwa learning is the process by which behaviour (in
the broader sense) is originated or change through practice or training. (Belajar adalah proses
dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.

- Geoch, learning is change is performance as a result of practice.

- Dr. Slameto, belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

B. Hakikat Belajar
Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata yang sangat penting untuk
dibahas pada bagian ini, yakni kata "perubahan" atau change.

seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh
perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah
belajar. Tetapi perlu diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan
yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan
perubahan tingkah laku akibat mabuk karena meminum minuman keras, akibat gila, akibat
tabrakan, dan sebagainya, bukanlah kategori belajar dimaksud.

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan
adalah sebagai hasil belajar.

C. Ciri-Ciri Belajar

Ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar, yaitu :

1. Perubahan yang Terjadi Secara Sadar

Ini berarti individu yang belajar akan menyadari. Terjadinya perubahan itu atau sekurang-
kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia
menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya
bertambah.

2. Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan
tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan
berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3. Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk
memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha
belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang
bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena
usaha individu sendiri.

4. Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara

Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja,
seperti berkeringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai
perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat
menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
menetap.

5. Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. 6. Perubahan
Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan
keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan,
dan sebagainya. Misalnya, jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka perubahan yang
paling tampak adalah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi, ia telah mengalami
perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang
jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang
lebih bagus, kebiasaan membersihkan sepeda, dan sebagainya. Jadi, aspek perubahan yang satu
berhubungan erat dengan aspek lainnya.

D. Teori-Teori Belajar

Teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli yaitu sebagai berikut :

1. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya

Ahli-ahli ilmu jiwa daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa manusia mempunyai daya-daya.
Daya-daya ini adalah kekuatan yang tersedia. Manusia hanya memanfaatkan semua daya itu
dengan cara melatihnya sehingga ketajamannya dirasakan ketika dipergunakan untuk sesuatu
hal. Daya-daya itu misalnya daya mengenal, daya mengingat, daya berpikir, daya fantasi, dan
sebagainya.

Akibat dari teori ini, maka belajar hanyalah melatih semua daya itu. Untuk melatih daya ingat
seseorang harus melakukannya dengan cara menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah asing,
dan sebagainya. Untuk mempertajam daya berpikir seseorang harus melatihnya dengan
memecahkan permasalahan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Untuk meningkatkan
daya fantasi seseorang harus membiasakan diri merenungkan sesuatu. Dengan usaha tersebut
maka daya-daya itu dapat tumbuh dan berkembang dan tidak lagi bersifat laten (tersembunyi) di
dalam diri.

Pengaruh teori ini dalam belajar adalah ilmu pengetahuan yang didapat hanyalah bersifat
hafalan-hafalan belaka. Penguasaan bahan yang bersifat hafalan biasanya jauh dari pengertian.
Walaupun begitu, teori ini dapat digunakan untuk menghafal rumus, dalil, tahun, kata-kata asing,
dan sebagainya.
Oleh karena itu, menurut para ahli ilmu jiwa daya, bila ingin berhasil dalam belajar, latihlah
semua daya yang ada di dalam diri.

2. Teori Tanggapan

Teori tanggapan adalah suatu teori belajar yang menentang teori belajar yang dikemukakan oleh
ilmu jiwa daya. Herbart adalah orang yang mengemukakan teori tanggapan. Menurut Herbart
teori yang dikedepankan oleh ilmu jiwa daya tidak ilmiah, sebab psikologi daya tidak dapat
menerangkan kehidupan jiwa. Oleh karena itu, Herbart mengajukan teorinya, yaitu teori
tanggapan. Menurutnya unsur jiwa yang paling sederhana adalah tanggapan.

Menurut teori tanggapan belajar adalah memasukkan tanggapan sebanyak-banyaknya, berulang-


ulang, dan sejelas-jelasnya. Banyak tanggapan berarti dikatakan pandai. Sedikit tanggapan
berarti dikatakan kurang pandai. Maka orang pandai berarti orang yang banyak mempunyai
tanggapan yang tersimpan dalam otaknya.

Jika sejumlah tanggapan diartikan sebagai sejumlah kesan, maka belajar adalah memasukkan
kesan-kesan ke dalam otak dan menjadikan orang pandai. Kesan dimaksud di sini tentu berupa
ilmu pengetahuan yang didapat setelah belajar.

3. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt

Gestalt adalah sebuah teori belajar yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori
ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian. Sebab keberadaan
bagian-bagian itu didahului oleh keseluruhan.

Dalam belajar, menurut teori Gestalt, yang terpenting adalah penyesuaian pertama, yaitu
mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-
hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Belajar dengan pengertian
lebih dipentingkan daripada hanya memasukkan sejumlah kesan. Belajar dengan insight
(pengertian) adalah sebagai berikut.

a. Insight tergantung dari kemampuan dasar.

b. Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan (dengan apa yang dipelajari).

c. Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala aspek
yang perlu dapat diamati.

d. Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit.

e. Belajar dengan insight dapat diulangi.

f. Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi¬situasi yang baru.

Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt :


a. Belajar berdasarkan keseluruhan

Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin.
Bahan pelajaran tidak dianggap terpisah, tetapi merupakan satu kesatuan bagian-bagian.

b. Belajar adalah suatu proses perkembangan

Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima
bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme yang berkembang, kesediaannya
mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga
perkembangan anak karena lingkungan dan pengalaman.

c. Anak didik sebagai organisme keseluruhan

Anak didik belajar tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya.
Dalam pengajaran modern, selain mengajar guru juga mendidik untuk membentuk pribadi anak
didik.

d. Terjadi transfer

Belajar pada pokoknya yang terpenting penyesuaian pertama, yaitu memperoleh tanggapan yang
tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan. Bila dalam suatu
kemampuan telah dikuasai betul-betul, maka dapat dipindahkan untuk menguasai kemampuan
yang lain. Dengan kata lain, kemampuan itu dapat dipakai untuk mempelajari hal¬-hal yang lain.

e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman

Pengalaman adalah hasil dari suatu interaksi antara anak didik dengan lingkungannya. Belajar
baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi/soal baru dalam kehidupannya.

f. Belajar harus dengan insight

Insight adalah suatu saat dalam proses belajar di mana seseorang melihat pengertian (insight)
tentang sangkut paut dan hubungan¬-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu
prob¬lem.

g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan

Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan anak didik dalam kehidupan
sehari-hari. Di sekolah progresif, anak didik diajak membicarakan tentang proyek/unit agar tahu
tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya.

h. Belajar berlangsung terus-menerus

Belajar tidak hanya di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Oleh karena itu, dalam rangka untuk
memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, anak didik harus banyak belajar, tidak
hanya ketika di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pihak sekolah harus bekerja sama dengan
orang tua di rumah dan di masyarakat dalam kehidupan sosial yang lebih luas, agar semua turut
serta membantu perkembangan anak secara harmonis.

4. Teori Belajar dari R. Gagne

Dalam masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi.

a. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

b. Belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

Gagne mengatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi lima
kategori yang disebut the domainds of learning, yaitu sebagai berikut ini.

1. Keterampilan motoris (motor skill)

Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan, misalnya melempar bola, main tenis,
mengemudi mobil, mengetik huruf R.M, dan sebagainya.

2. Informasi verbal

Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar; dalam hal ini dapat
dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu itu perlu inteligensi.

3. Kemampuan intelektual

Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan simbol-simbol.


Kemampuan belajar dengan cara inilah yang disebut "kemampuan intelektual". Misalnya,
membedakan huruf m dan n, menyebutkan tanaman yang sejenis.

4. Strategi kognitif

Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk
belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena
ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta
memerlukan perbaikan-perbaikan terus¬menerus.

5. Sikap

Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi
oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar;
tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.
5. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi

Teori asosiasi disebut juga teori sarbond. Sarbond singkatan dari Stimulus, Respons, dan Bond.
Stimulus berarti rangsangan, respons berarti tanggapan, dan bond berarti dihubungkan.
Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan kemudian dihubungkan antara keduanya
dan terjadilah asosiasi.

Teori asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-
bagian atau unsur-unsurnya. Penyatupaduan bagian-bagian melahirkan konsep keseluruhan.
Misalnya, sepeda. Konsep sepeda diberikan untuk kendaraan roda dua tanpa mesin bermula dari
sekumpulan bagian-bagian yang dirangkai menjadi satu kesatuan komponen yang bersistem,
menurut fungsi, dan peranannya masing-masing. Bagian-bagian yang membentuk konsep sepeda
itu di antaranya adalah pedal, setang, lonceng, rem, ban luar dan dalam, tempat duduk, jari-jari,
lampu, dan rantai.

Dari aliran ilmu jiwa asosiasi ada dua teori yang sangat terkenal, yaitu teori konektionisme dari
Thorndike dan teori con¬ditioning dari Ivan P. Pavlov.

a. Teori Konektionisme

Thorndike adalah orang yang mengemukakan teori konektionisme. Dan penelitiannya dia
menyimpulkan bahwa respons lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi
stimulus dalam belajar coba-coba, trial and error Inilah kesimpulan Thorndike terhadap perilaku
binatang dalam kurungan.

Respons benar lambat laun "tertanam" atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang.
Respons yang tidak benar diperlemah atau "tercabut". Gejala mi disebut "sub-stitusi respons".
Teori itu juga dikenal dengan nama kondisioning instrumental, karena pemilihan suatu respons
itu merupakan alat atau instrumen bagi memperoleh ganjaran.

Ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya dari hasil-hasil penelitiannya.
Ketiganya adalah hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.

1. Hukum efek

Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons memperkuat pautan
antara stimulus dan tingkah laku. Sedangkan keadaan yang menjengkelkan memperlemah pautan
itu. Thorndike kemudian memperbaiki hukum efek itu, sehingga hukuman tidak sama
pengaruhnya dengan ganjaran dalam belajar.

2. Hukum latihan
Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah "Latihan menjadi sempurna". Dengan
kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons
(tanggapan) yang benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang
memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.

3. Hukum kesiapan

Hukum ini melukiskan syarat-syarat yang menentukan keadaan yang disebut "memuaskan", atau
"menjengkelkan" itu. Secara singkat, pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu
impuls yang kuat menimbulkan kepuasan, sedangkan menghalang¬halangi pelaksanaan tindakan
atau memaksanya menimbulkan kejengkelan.

Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah asosiasi antara kesan panca indra
dengan impuls untuk bertindak. Asosiasi ini dinamakan connecting. Sama maknanya dengan
belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, antara aksi dan reaksi.
Antara stimulus dan respons ini akan terjadi suatu hubungan yang erat bila sering dilatih. Berkat
latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respons itu akan menjadi terbiasa atau
otomatis.

Terhadap teori konektionisme ini ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaannya, yaitu:

a. Belajar menurut teori ini bersifat mekanistis '

Apabila ada stimulus dengan sendirinya atau secara mekanis timbul respons. Kelemahannya
adalah anak didik banyak yang hafal bahan pelajaran, tetapi mereka kurang mengerti cara
pemakaiannya. Ilmu pengetahuan yang bersifat mekanis (hafalan) akan lebih cocok dan
mendukung untuk tes atau soal-soal tertentu.

b. Pelajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru)

Guru yang aktif dalam membelajarkan anak didik. Guru pemberi stimulus. Guru yang melatih
dan menentukan apa yang harus dikeriakan oleh anak didik.

c. Anak didik pasif

Anak didik kurang terdorong untuk berpikir dan juga tidak ikut menentukan bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya. Anak didik lebih mengharapkan stimulus dari guru. Bila tidak ada
stimulus, anak didik tidak kreatif dan aktif untuk belajar mandiri. Kemiskinan kreativitas anak
didik inilah yang tidak sesuai dengan konsep belajar discovery-inquiry.

d. Teori ini lebih mengutamakan materi,

Materi cenderung dijejalkan sebanyak-banyaknya ke dalam otak anak didik (cara-cara


pendidikan tradisional) dengan harapan anak didik banyak mempunyai pengetahuan. Pola belajar
seperti ini cenderung menjadi intelektualistik.
b. Teori Conditioning

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang pasti merasakan sesuatu yang merangsang air liurnya
untuk keluar. Misalnya, bagi para ibu yang sedang mengandung dan kebetulan mengidam ingin
memakan buah-buahan yang asam-asam, ketika mereka melihat buah asam¬asaman tentu saja air
liurnya keluar tanpa disadari. Keluarnya tentu saja secara refleks. Atau katakan saja refleks
bersyarat. Bagi para pengendara kendaraan bermotor tentu akan berhenti ketika dia melihat
lampu lalu lintas menyala merah dan bergerak setelah dia melihat lampu lalu lintas menyala
hijau. Bagi para perenang dalam suatu perlombaan renang, mereka akan berhenti setelali
mencapai finis. Di sekolah, bagi semua anak didik bunyi lonceng dalam frekuensi tertentu
sebagai tanda masuk, istirahat atau pulang, maka mereka akan menaatinya.

Beberapa contoh yang dikemukakan di atas bentuk-bentuk kelakuan yang nyata terlihat dalam
kehidupan. Bentuk-bentuk kelakuan seperti itu terjadi karena adanya conditioning. Karena
kondisinya diciptakan, maka sudah menjadi kebiasaan. Kondisi yang diciptakan itu merupakan
syarat, memunculkan refleks bersyarat.

Teori ini bila diterapkan dalam kegiatan belajar juga banyak kelemahannya. Kelemahan-
kelemahan itu antara lain berikut ini.

1. Percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya.

2. Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi, dan sebagainya) dapat mempengaruhi
hasil eksperimen.

3. Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tak dikenal. Dengan kata lain, tidak dapat
diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang menarik perhatian seseorang.

4. Teori ini sangat sederhana dan tidak mornuaskan untuk menjelaskan segala seluk-beluk
belajar yang teruyata sangat kompleks.

E. Jenis-Jenis Belajar

Jenis-jenis belajar dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Belajar Arti Kata-Kata

Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam
kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa
hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalaupun dapat menggunakannya, tak urung ditemukan
kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar terpenting. Orang yang
membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri
dalam suatu kata atau kalimat hanya dapat dipahami dengan mengerti arti setiap kata. Dengan
kata-kata itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya kepada sidang pmbaca. Oleh
karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam belajar.

2. Belajar Kognitif

Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek
yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang
merupakan sesuatu bersifat mental. Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak
hanya yang bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat tidak materiil. Objek-objek yang bersifat
materiil misalnya antara lain, orang, binatang, bangunan, kendaraan, perabot rumah tangga, dan
tumbuh¬tumbuhan. Objek-objek yang bersifat tidak materiil misalnya seperti ide kemajuan,
keadilan, perbaikan, pembangunan, dan sebagainya.

Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang
telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang
dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.

Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari
kegiatan belajar kognitif. Belajar adalah proses mental yang bergerak ke arah perubahan.

3. Belajar Menghafal

Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga
nantinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli.
Peristiwa menghafal merupakan proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan,
yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.

Ciri khas dari hasil belajar/kemampuan yang diperoleh adalah reproduksi secara harfiah dan
adanya skema kognitif. Adanya skema kognitif berarti, hahwa dalam ingatan orang tersimpan
secara baik semacam program informasi yang diputar kembali pada waktu dibutuhkan, seperti
yang terjadi pada komputer.

Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan,
pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-
syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian
menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-
sia.

4. Belajar Teoretis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam
suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan
prob¬lem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsep,
relasi-relasi di antara konsep-konsep dan struktur¬struktur hubungan.

5. Belajar Konsep

Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-
ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi'terhadap objek-objek
yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan
dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun
dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).

Dalam bentuk belajar ini, orang mengadakan abstraksi, yaitu dalam objek-objek yang meliputi
benda, kejadian dan orang, hanya ditinjau pada aspek-aspek tertentu saja. Objek tidak ditinjau
dalam semua detailnya, tetapi aspek tertentu seolah-olah diambil, diangkat, dan disendirikan.
Konsep/pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang
sama. Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pemahaman. Ciri khas dari
konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar pengertian ini adalah adanya skema konseptual.
Skema konseptual adalah suatu keseluruhan kognitif, yang mencakup semua ciri khas yang
terkandung dalam suatu pengertian.

Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan: Konsep konkret
adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili
benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor, dan sebagainya.
Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung
menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya
dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara kandung, paman,
bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya,

Akhirnya, belajar konsep adalah berpikir dalam konsep dan belajar pengertian. Taraf ini adalah
taraf komprehensif. Taraf kedua dalam taraf berpikir. Taraf pertamanya adalah taraf
pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima.

6. Belajar Kaidah

Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual (intelectual skill), yang
dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu
sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. orang yang telah
mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang
berkata, "besi dipanaskan memuai". Karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai
"besi", "dipanaskan" dan "memuai", dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara
ketiga konsep dasar itu (besi, dipanaskan, dan memuai), maka dia dengan yakin mengatakan
bahwa "besi dipanaskan memuai".

Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan suatu
representasi (gambaran) mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur
kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan yang berlaku
sepanjang masa.

7. Belajar Berpikir

Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa
melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Masalah harus dipecahkan melalui
operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode¬metode bekerja
tertentu.

Berpikir adalah kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan antara bagian¬bagian


pengetahuan. Ketika berpikir dilakukan, maka di sana terjadi suatu proses. Oleh karena itulah,
John Dewey dan Wertheimer memandang berpikir sebagai proses. Dalam proses itu tekanannya
terletak pada penyusunan kembali kecakapan kognitif (yang bersifat ilmu pengetahuan).

Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen
adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat atau satu
pemecahan dari suatu masalah. Berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda,
akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda¬beda, tetapi benar.

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.

b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis¬

e. hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima
atau ditolak.

f. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus

g. berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada
kesimpulan.

Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.


a. Kesadaran akan adanya masalah.

b. Merumuskan masalah.

c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.

d. Menguji hipotesis-hipotesis itu. e. Menerima hipotesis yang benar.

Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu tidak
selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan dapat meloncat-loncat antara macam-macam
langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang
kompleks.

Setiap pemecahan masalah memerlukan taraf berpikir. Ini membuktikan bahwa taraf berpikir itu
sendiri bermacam-macam, yaitu taraf berpikir pengetahuan, komprehensif, aplikasi, analisis, dan
sintesis, serta evaluasi.

8. Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill)

Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-
gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai
anggota badan secara terpadu. Keterampilan semacam ini disebut "motorik", karena otot, urat
dan persendian terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh berakar dalam
kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah "otomatisme", yaitu rangkaian gerak-
gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak
refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Misalnya, seorang sopir sudah menguasai keterampilan mengendarai kendaraannya sedemikian
rupa, sehingga konsentrasinya tidak seluruhnya termakan oleh penanganan peralatan lalu-lintas
di jalan.

9. Belajar Estetis

Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan
dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup fakta, seperti nama Mozart sebagai
penggubah musik klasik; konsep-konsep, seperti ritme, tema dan komposisi; relasi¬relasi, seperti
hubungan antara bentuk dan isi; struktur-struktur, seperti sistematika warna dan aliran-aliaran
dalam seni lukis; metode-metode, seperti menilai mutu dan originalitas suatu karya seni.

F. Aktivitas-Aktivitas Belajar
Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari suatu situasi. Situasi akan
menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang
mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. Setiap situasi di
manapun dan kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada seseorang. Oleh karena itulah,
berikut ini dibahas beberapa aktivitas belajar, sebagai berikut.

1. Mendengarkan

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada
aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa
atau mahasiswa diharuskan mendengarkan apa yang guru (dosen) sampaikan. Tidak dapat
disangkal bahwa aktivitas mendengarkan adalah aktivitas belajar yang diakui kebenarannya
dalam dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan formal persekolahan, ataupun non-
formal.

2. Memandang

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang


berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu matalah yang memegang peranan
penting. Dalam pendidikan, aktivitas memandang terrnasuk dalam kategori aktivitas belajar.

Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang
dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan
untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif. Aktivitas memandang tanpa tujuan
bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak
adanya tujuan yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.

3. Meraba, Membau, dan Mencicipi/Mengecap

Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai
alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba, membau, dan mengecap dapat
memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari
oleh suatu tujuan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau, ataupun
aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar, apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan,
motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh
perubahan tingkah laku.

4. Menulis atau Mencatat

Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Tetapi
tidak setiap mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat menurut, menciplak atau
mengcopy tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai
aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya,
serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian
tujuan belajar. Dalam mencatat tidak sekadar mencatat, tetapi mencatat yang dapat menunjang
pencapaian tujuan belajar.

Catatan sangat berguna untuk menampung sejumlah informasi, yang tidak hanya bersifat fakta-
fakta, melainkan juga terdiri atas materi hasil analisis dari bahan bacaan.

5. Membaca

Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau
di perguruan tinggi. Membaca di sini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca
majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah, dan hal-
hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi.

Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju
ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain
yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca.

Cara dan teknik seseorang dalam membaca selalu menunjukkan perbedaan pada hal-hal tertentu.
Oleh karena itu, wajarlah bila belajar itu suatu seni, sama halnya mengajar adalah seni (teaching
as an art). Ada orang yang membaca buku sambil tidur-tiduran dapat belajar dengan baik, ada
orang yang membaca buku sambil mendengarkan radio dapat belajar dengan baik, ada orang
yang membaca buku tanpa suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku
dengan suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku di antara keributan dapat
belajar dengan baik, dan sebagainya. Pendek kata, orang membaca buku dengan berbagai cara
agar dapat belajar. Dengan demikian, pemahaman atas diri sendiri sangat penting, sehingga dapat
memilih teknik yang mana yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadi, dengan tidak
mengabaikan pola-pola umum dalam belajar.

6. Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi

Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar
materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang dapat membantu dalam hal
mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk
keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum
cukup. Sementara membaca, pada hal-hal yang penting perlu diberi garis bawah (underlining).
Hal ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari, bila
diperlukan.
7. Mengamati Tabel-Tabel, Diagram-Diagram dan Bagan-Bagan

Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering dijumpai table-tabel, diagram, ataupun bagan-
bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi
yang relevan. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan
ilustratif yang membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu hal.

Semua tabel, diagram, dan bagan dihadirkan di buku tidak lain adalah dalam rangka memperjelas
penjelasan yang penulis uraikan. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau bagan dapat
menumbuhkan pengertian dalam waktu yang relatif singkat.

8. Menyusun Paper atau Kertas Kerja

Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis dan sistematis.
Metodologis artinya menggunakan metode¬metode tertentu dalam penggarapannya. Sistematis
artinya menggunakan kerangka berpikir yang logis dan kronologis.

9. Mengingat

Mengingat adalah salah satu aktivitas. Ingatan adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan
(learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah
lampau. Jadi, mengenai ingatan tersebut ada tiga fungsi, yaitu: memasukkan, menyimpan, dan
mengangkat kembali ke alam sadar.

Ingatan (memory) seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat seseorang, alam
sekitar, keadaan jasmani, keadaan rohani (jiwa), dan umur seseorang.

10. Berpikir

Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru,
setidak-tidaknya orang meniadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah
sembarang berpikir, tetapi ada taraf tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir
yang tinggi.

11. Latihan atau Praktek

Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha
mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk
latihan. Latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Misalnya, seseorang yang
mempelajari rumus matematika atau rumus bahasa Inggris. Kemungkinan besar rumus-rumus itu
akan mudah terlupakan bila tidak didukung dengan latihan. Di sinilah diperlukan latihan
sebanyak-banyaknya. Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih fungsional.
Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.
KAITAN ANTARA MEMORI (INGATAN) DENGAN BELAJAR

Ketika kita belajar artinya kita sedang menyerap informasi dari apa yang kita pelajari. Proses
diterimanya informasi semua tersimpan dalam memori dan memori ada di dalam otak
manusia. Memori otak manusia kerjanya mirip dengan memori komputer. Pada komputer,
memorinya disebut RAM (Random Access Memory) berfungsi merekam, memelihara dan
memanfaatkan informasi baru. Pada manusia, fungsinya lebih luas lagi mencakup
perbendaharaan kata, pengetahuan bahasa, semua informasi yang telah kita pelajari, pengalaman
hidup pribadi, segala kemahiran yang telah dipelajari dari mulai berjalan, berbicara hingga
prestasi musik, seni, olahraga dan sebagainya.

Konsep memori sangat erat berkaitan dengan pendekatan kognitif, dalam hal ini antara belajar
dan memori memiliki kaitan sangat erat. Belajar merupakan aktifitas dalam pendidikan dan
merupakan sebuah proses untuk mengetahui, memahami dan akhirnya menerapkan berbagai
informasi yang diterima selama proses pembelajaran. Ketika belajar mustahil terjadi tanpa tidak
melibatkan memori, sebab setiap eksekusi satu reaksi yang dipelajari membutuhkan memori
mengenai tindakan yang pernah dilakukan. Contohnya saja ketika seorang mahasiswa psikologi
diminta untuk mengulang kembali istilah-istilah sulit dalam pelajaran yang sebelumnya telah
dipelajari, maka dia tidak akan mampu merecall jika tidak ada memori yang tersimpan dalam
otak kita.

Setiap individu memiliki daya ingat (memori) yang berbeda-beda, sehingga hasil belajar yang
diperoleh pun berbeda-beda. Ada beberapa cara untuk memperkuat daya ingat, salah satunya
dengan latihan mental, misalnya dengan menggunakan tekhnik puzzle dan teki-teki. Selain itu
belajar secara berulang-ulang juga dapat membantu seseorang untuk memperkuat memorinya.

INGATAN (MEMORI) , BELAJAR DAN KAITANNYA

Ingatan atau memori ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan-
kesan. Jadi ada 3 unsur dalam perbuatan ingatan, ialah : menerima kesan-kesan, menyimpan, dan
mereproduksikan.

Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia ini berarti ada suatu indikasi bahwa
manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kemabali dari sesuatu yang pernah
dialami.

Beberapa sifat ingatan, yaitu :


1. Ingatan yang cepat dan mudah, artinya seseorang dapat dengan mudah dalam menerima
kesan-kesan

2. Ingatan yang luas artinya sekaligus seseorang dapat menerima banyak kesan-kesan dan
daerah yang luas.

3. Ingatan yang teguh, artinya kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah. (tidak
mudah lupa).

4. Ingatan yang setia artinya kesan yang telah diterimanya itu tidak berubah, tetap
sebagaimana pada waktu menerimanya.

5. Ingatan mengabdi atau patuh, berarti bahwa kesan yang pernah dicamkan dapat dengan
mudah diproduksikan secara lancar/

Prestasi ingatan berkaitan erat dengan kondisi jasmani, misalnya kelelahan, sakit dan kurang
tidur dapat menurunkan ingatan.

Ingatan juga dipengaruhi oleh factor usia, ingatan paling tajam pada manusia ialah kurang lebih
pada masa kanak-kanak (10-14 tahun) dan ini baik sekali untuk daya ingatan mekanis, yakni
daya ingatan hanya untuk kesan-kesan penginderaan. Sesudah umur ini, kemampuan mencamkan
dalam ingatan juga dapat dipertinggi, tetapi hanya untuk kesan-kesan yang mengandung
pengertian (daya ingatan logis) dan itu berlangsung antara umur 15-50 tahun.

Ingatan berhubungan pula dengan emosi seseorang. Seseorang akan mengingat sesuatu lebih
baik apabila peristiwa-peristiwa itu menyentuh perasaan-perasaan. Sedangkan kejadian yang
tidak menyentuh emosi diabaikan saja.

Produk dari ingatan ialah mengenal kembali (recognize) yakni kesadaran masa lampau, sebagai
akibat dari pengamatan.

Peristiwa penting dalam ingatan ialah aktivitas psikis mencamkan (memasukkan-meletakkan)


atau yang disebut dengan memorisasi. Memorisasi dapat memungkinkan seseorang untuk
mengingat apa yang telah dipelajari, namun tidak berarti bahwa semua “memory traces” ini akan
tetap tinggal dengan baik, karena pada suatu saat “memory traces” akan dapat hilang.

Ingatan itu bersifat individual artinya tiap-tiap anak mempunya tipe-tipe ingatan sendiri. Maka
seorang gur harus memperhatikan hal-hal berikut :

1. Guru jangan terlalu cepat, tetapi jangan pula terlalu lambat menerangkan bahan pelajaran.

2. Usahakan agar tidak terlalu banyak bahan yang diberikan dalam satu jam pelajaran.

3. Usahakan agar bahan pelajaran itu harus diulang setiap ada kesempatan dan guru harus
mengusahakan agar anak-anak mengulang pelajarannya.
4. Usahakan agar bahan pelajaran tidak mudah berubah-ubah, ada baiknya diikutsertakan
bekerjanya macam-macam indera.

5. Untuk dapat menimbulkan kesan-kesan dengan cepat dan patuh, anak harus diberi metode
yang baik di dalam menghafal di luar kepala (learning by heart).

6. Untuk mempertinggi prestasi belajar murid-murid dan para mahasiswa perlu dibangunkan
emosi dan kemauannya agar aktifitas belajar/ studi lebih menyenangkan dan menggairahkan.

Cara penyelidikan ingatan :

1. Metode mempelajari (the learning method)

Merupakan metode untuk menyelidiki sejauhmana waktu yang diperlukan atau usaha yang
dijalankan oleh subyek untuk dpat menguasai materi dengan baik.

2. Metode mempelajari kembali (the relearning method)

Merupakan metode yang berbentuk dimana subyek disuruh mempelajari kembali yang pernah
dipelajari sampai pada suatu criteria tertentu seperti pada mempelajari materi tersebut pertama
kali. Makin sering dipelajari materi tersebut, waktu yang dibutuhkan akan semakin pendek.

3. Metode rekonstruksi

Merupakan metode dimana subyek disuruh mengkonstruksikan kembali suatu materi yang
diberikan padanya.. Dalam mengkonstruksi itu dapat diketahui waktu yang digunakan,
kesalahan-kesalahan yang diperbuat sampai pada criteria tertentu.

4. Metode mengenal kembali

Metode ini digunakan untuk mengambil bentuk dengan cara pengenalan kembali. Subyek
disusun mempelajari sesuatu materi, kemudian diberikan materi untuk mengetahui sejauhmana
yang dapat diingayt dengan bentuk pilihan benar salah, atau dengan pilihan ganda (multiple
choice).

5. Metode mengingat kembali

Metode ini ialah subyek disuruh mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Misalnya
dengan menyuruhnya mengerjakan ujian dalam bentuk essay maupun isian.

6. Metode asosiasi berpasangan

Metode ini mengambil subyek disuruh mempelajari materi secara berpasang-pasangan, untuk
mengethuai sejauh mana kemampuan dalam mengingat, dalam evaluasi salah satu pasangan
digunakan sebagai stimulus dan subyek disuruh menyebutkan atau menimbulkan kembali
pasangannyta
BELAJAR

A. Pengertian Belajar

Menurut :

- James O. Whittaker, belajar adalah dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
dan atau pengalaman.

- Cronbach, learning is shown by change in behaviour as a result of experience.(belajar


adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.

- Howard L.Kingsley mengatakan bahwa learning is the process by which behaviour (in
the broader sense) is originated or change through practice or training. (Belajar adalah proses
dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.

- Geoch, learning is change is performance as a result of practice.

- Dr. Slameto, belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

B. Hakikat Belajar

Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata yang sangat penting untuk
dibahas pada bagian ini, yakni kata "perubahan" atau change.

seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh
perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah
belajar. Tetapi perlu diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan
yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan
perubahan tingkah laku akibat mabuk karena meminum minuman keras, akibat gila, akibat
tabrakan, dan sebagainya, bukanlah kategori belajar dimaksud.

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan
adalah sebagai hasil belajar.
C. Ciri-Ciri Belajar

Ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar, yaitu :

1. Perubahan yang Terjadi Secara Sadar

Ini berarti individu yang belajar akan menyadari. Terjadinya perubahan itu atau sekurang-
kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia
menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya
bertambah.

2. Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan
tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan
berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3. Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk
memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha
belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang
bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena
usaha individu sendiri.

4. Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara

Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja,
seperti berkeringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai
perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat
menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
menetap.

5. Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. 6. Perubahan
Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan
keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan,
dan sebagainya. Misalnya, jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka perubahan yang
paling tampak adalah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi, ia telah mengalami
perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang
jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang
lebih bagus, kebiasaan membersihkan sepeda, dan sebagainya. Jadi, aspek perubahan yang satu
berhubungan erat dengan aspek lainnya.

D. Teori-Teori Belajar

Teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli yaitu sebagai berikut :

1. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya

Ahli-ahli ilmu jiwa daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa manusia mempunyai daya-daya.
Daya-daya ini adalah kekuatan yang tersedia. Manusia hanya memanfaatkan semua daya itu
dengan cara melatihnya sehingga ketajamannya dirasakan ketika dipergunakan untuk sesuatu
hal. Daya-daya itu misalnya daya mengenal, daya mengingat, daya berpikir, daya fantasi, dan
sebagainya.

Akibat dari teori ini, maka belajar hanyalah melatih semua daya itu. Untuk melatih daya ingat
seseorang harus melakukannya dengan cara menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah asing,
dan sebagainya. Untuk mempertajam daya berpikir seseorang harus melatihnya dengan
memecahkan permasalahan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Untuk meningkatkan
daya fantasi seseorang harus membiasakan diri merenungkan sesuatu. Dengan usaha tersebut
maka daya-daya itu dapat tumbuh dan berkembang dan tidak lagi bersifat laten (tersembunyi) di
dalam diri.

Pengaruh teori ini dalam belajar adalah ilmu pengetahuan yang didapat hanyalah bersifat
hafalan-hafalan belaka. Penguasaan bahan yang bersifat hafalan biasanya jauh dari pengertian.
Walaupun begitu, teori ini dapat digunakan untuk menghafal rumus, dalil, tahun, kata-kata asing,
dan sebagainya.

Oleh karena itu, menurut para ahli ilmu jiwa daya, bila ingin berhasil dalam belajar, latihlah
semua daya yang ada di dalam diri.

2. Teori Tanggapan

Teori tanggapan adalah suatu teori belajar yang menentang teori belajar yang dikemukakan oleh
ilmu jiwa daya. Herbart adalah orang yang mengemukakan teori tanggapan. Menurut Herbart
teori yang dikedepankan oleh ilmu jiwa daya tidak ilmiah, sebab psikologi daya tidak dapat
menerangkan kehidupan jiwa. Oleh karena itu, Herbart mengajukan teorinya, yaitu teori
tanggapan. Menurutnya unsur jiwa yang paling sederhana adalah tanggapan.

Menurut teori tanggapan belajar adalah memasukkan tanggapan sebanyak-banyaknya, berulang-


ulang, dan sejelas-jelasnya. Banyak tanggapan berarti dikatakan pandai. Sedikit tanggapan
berarti dikatakan kurang pandai. Maka orang pandai berarti orang yang banyak mempunyai
tanggapan yang tersimpan dalam otaknya.

Jika sejumlah tanggapan diartikan sebagai sejumlah kesan, maka belajar adalah memasukkan
kesan-kesan ke dalam otak dan menjadikan orang pandai. Kesan dimaksud di sini tentu berupa
ilmu pengetahuan yang didapat setelah belajar.

3. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt

Gestalt adalah sebuah teori belajar yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori
ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian. Sebab keberadaan
bagian-bagian itu didahului oleh keseluruhan.

Dalam belajar, menurut teori Gestalt, yang terpenting adalah penyesuaian pertama, yaitu
mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-
hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Belajar dengan pengertian
lebih dipentingkan daripada hanya memasukkan sejumlah kesan. Belajar dengan insight
(pengertian) adalah sebagai berikut.

a. Insight tergantung dari kemampuan dasar.

b. Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan (dengan apa yang dipelajari).

c. Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala aspek
yang perlu dapat diamati.

d. Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit.

e. Belajar dengan insight dapat diulangi.

f. Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi¬situasi yang baru.

Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt :

a. Belajar berdasarkan keseluruhan

Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin.
Bahan pelajaran tidak dianggap terpisah, tetapi merupakan satu kesatuan bagian-bagian.

b. Belajar adalah suatu proses perkembangan

Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima
bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme yang berkembang, kesediaannya
mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga
perkembangan anak karena lingkungan dan pengalaman.
c. Anak didik sebagai organisme keseluruhan

Anak didik belajar tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya.
Dalam pengajaran modern, selain mengajar guru juga mendidik untuk membentuk pribadi anak
didik.

d. Terjadi transfer

Belajar pada pokoknya yang terpenting penyesuaian pertama, yaitu memperoleh tanggapan yang
tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan. Bila dalam suatu
kemampuan telah dikuasai betul-betul, maka dapat dipindahkan untuk menguasai kemampuan
yang lain. Dengan kata lain, kemampuan itu dapat dipakai untuk mempelajari hal¬-hal yang lain.

e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman

Pengalaman adalah hasil dari suatu interaksi antara anak didik dengan lingkungannya. Belajar
baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi/soal baru dalam kehidupannya.

f. Belajar harus dengan insight

Insight adalah suatu saat dalam proses belajar di mana seseorang melihat pengertian (insight)
tentang sangkut paut dan hubungan¬-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu
prob¬lem.

g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan

Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan anak didik dalam kehidupan
sehari-hari. Di sekolah progresif, anak didik diajak membicarakan tentang proyek/unit agar tahu
tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya.

h. Belajar berlangsung terus-menerus

Belajar tidak hanya di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Oleh karena itu, dalam rangka untuk
memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, anak didik harus banyak belajar, tidak
hanya ketika di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pihak sekolah harus bekerja sama dengan
orang tua di rumah dan di masyarakat dalam kehidupan sosial yang lebih luas, agar semua turut
serta membantu perkembangan anak secara harmonis.

4. Teori Belajar dari R. Gagne

Dalam masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi.

a. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam


pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

b. Belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

Gagne mengatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi lima
kategori yang disebut the domainds of learning, yaitu sebagai berikut ini.

1. Keterampilan motoris (motor skill)

Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan, misalnya melempar bola, main tenis,
mengemudi mobil, mengetik huruf R.M, dan sebagainya.

2. Informasi verbal

Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar; dalam hal ini dapat
dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu itu perlu inteligensi.

3. Kemampuan intelektual

Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan simbol-simbol.


Kemampuan belajar dengan cara inilah yang disebut "kemampuan intelektual". Misalnya,
membedakan huruf m dan n, menyebutkan tanaman yang sejenis.

4. Strategi kognitif

Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk
belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena
ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta
memerlukan perbaikan-perbaikan terus¬menerus.

5. Sikap

Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi
oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar;
tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.

5. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi

Teori asosiasi disebut juga teori sarbond. Sarbond singkatan dari Stimulus, Respons, dan Bond.
Stimulus berarti rangsangan, respons berarti tanggapan, dan bond berarti dihubungkan.
Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan kemudian dihubungkan antara keduanya
dan terjadilah asosiasi.
Teori asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-
bagian atau unsur-unsurnya. Penyatupaduan bagian-bagian melahirkan konsep keseluruhan.
Misalnya, sepeda. Konsep sepeda diberikan untuk kendaraan roda dua tanpa mesin bermula dari
sekumpulan bagian-bagian yang dirangkai menjadi satu kesatuan komponen yang bersistem,
menurut fungsi, dan peranannya masing-masing. Bagian-bagian yang membentuk konsep sepeda
itu di antaranya adalah pedal, setang, lonceng, rem, ban luar dan dalam, tempat duduk, jari-jari,
lampu, dan rantai.

Dari aliran ilmu jiwa asosiasi ada dua teori yang sangat terkenal, yaitu teori konektionisme dari
Thorndike dan teori con¬ditioning dari Ivan P. Pavlov.

a. Teori Konektionisme

Thorndike adalah orang yang mengemukakan teori konektionisme. Dan penelitiannya dia
menyimpulkan bahwa respons lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi
stimulus dalam belajar coba-coba, trial and error Inilah kesimpulan Thorndike terhadap perilaku
binatang dalam kurungan.

Respons benar lambat laun "tertanam" atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang.
Respons yang tidak benar diperlemah atau "tercabut". Gejala mi disebut "sub-stitusi respons".
Teori itu juga dikenal dengan nama kondisioning instrumental, karena pemilihan suatu respons
itu merupakan alat atau instrumen bagi memperoleh ganjaran.

Ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya dari hasil-hasil penelitiannya.
Ketiganya adalah hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.

1. Hukum efek

Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons memperkuat pautan
antara stimulus dan tingkah laku. Sedangkan keadaan yang menjengkelkan memperlemah pautan
itu. Thorndike kemudian memperbaiki hukum efek itu, sehingga hukuman tidak sama
pengaruhnya dengan ganjaran dalam belajar.

2. Hukum latihan

Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah "Latihan menjadi sempurna". Dengan
kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons
(tanggapan) yang benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang
memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.

3. Hukum kesiapan

Hukum ini melukiskan syarat-syarat yang menentukan keadaan yang disebut "memuaskan", atau
"menjengkelkan" itu. Secara singkat, pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu
impuls yang kuat menimbulkan kepuasan, sedangkan menghalang¬halangi pelaksanaan tindakan
atau memaksanya menimbulkan kejengkelan.

Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah asosiasi antara kesan panca indra
dengan impuls untuk bertindak. Asosiasi ini dinamakan connecting. Sama maknanya dengan
belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, antara aksi dan reaksi.
Antara stimulus dan respons ini akan terjadi suatu hubungan yang erat bila sering dilatih. Berkat
latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respons itu akan menjadi terbiasa atau
otomatis.

Terhadap teori konektionisme ini ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaannya, yaitu:

a. Belajar menurut teori ini bersifat mekanistis '

Apabila ada stimulus dengan sendirinya atau secara mekanis timbul respons. Kelemahannya
adalah anak didik banyak yang hafal bahan pelajaran, tetapi mereka kurang mengerti cara
pemakaiannya. Ilmu pengetahuan yang bersifat mekanis (hafalan) akan lebih cocok dan
mendukung untuk tes atau soal-soal tertentu.

b. Pelajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru)

Guru yang aktif dalam membelajarkan anak didik. Guru pemberi stimulus. Guru yang melatih
dan menentukan apa yang harus dikeriakan oleh anak didik.

c. Anak didik pasif

Anak didik kurang terdorong untuk berpikir dan juga tidak ikut menentukan bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya. Anak didik lebih mengharapkan stimulus dari guru. Bila tidak ada
stimulus, anak didik tidak kreatif dan aktif untuk belajar mandiri. Kemiskinan kreativitas anak
didik inilah yang tidak sesuai dengan konsep belajar discovery-inquiry.

d. Teori ini lebih mengutamakan materi,

Materi cenderung dijejalkan sebanyak-banyaknya ke dalam otak anak didik (cara-cara


pendidikan tradisional) dengan harapan anak didik banyak mempunyai pengetahuan. Pola belajar
seperti ini cenderung menjadi intelektualistik.

b. Teori Conditioning

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang pasti merasakan sesuatu yang merangsang air liurnya
untuk keluar. Misalnya, bagi para ibu yang sedang mengandung dan kebetulan mengidam ingin
memakan buah-buahan yang asam-asam, ketika mereka melihat buah asam¬asaman tentu saja air
liurnya keluar tanpa disadari. Keluarnya tentu saja secara refleks. Atau katakan saja refleks
bersyarat. Bagi para pengendara kendaraan bermotor tentu akan berhenti ketika dia melihat
lampu lalu lintas menyala merah dan bergerak setelah dia melihat lampu lalu lintas menyala
hijau. Bagi para perenang dalam suatu perlombaan renang, mereka akan berhenti setelali
mencapai finis. Di sekolah, bagi semua anak didik bunyi lonceng dalam frekuensi tertentu
sebagai tanda masuk, istirahat atau pulang, maka mereka akan menaatinya.

Beberapa contoh yang dikemukakan di atas bentuk-bentuk kelakuan yang nyata terlihat dalam
kehidupan. Bentuk-bentuk kelakuan seperti itu terjadi karena adanya conditioning. Karena
kondisinya diciptakan, maka sudah menjadi kebiasaan. Kondisi yang diciptakan itu merupakan
syarat, memunculkan refleks bersyarat.

Teori ini bila diterapkan dalam kegiatan belajar juga banyak kelemahannya. Kelemahan-
kelemahan itu antara lain berikut ini.

1. Percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya.

2. Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi, dan sebagainya) dapat mempengaruhi
hasil eksperimen.

3. Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tak dikenal. Dengan kata lain, tidak dapat
diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang menarik perhatian seseorang.

4. Teori ini sangat sederhana dan tidak mornuaskan untuk menjelaskan segala seluk-beluk
belajar yang teruyata sangat kompleks.

E. Jenis-Jenis Belajar

Jenis-jenis belajar dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Belajar Arti Kata-Kata

Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam
kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa
hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalaupun dapat menggunakannya, tak urung ditemukan
kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar terpenting. Orang yang
membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri
dalam suatu kata atau kalimat hanya dapat dipahami dengan mengerti arti setiap kata. Dengan
kata-kata itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya kepada sidang pmbaca. Oleh
karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam belajar.

2. Belajar Kognitif
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek
yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang
merupakan sesuatu bersifat mental. Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak
hanya yang bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat tidak materiil. Objek-objek yang bersifat
materiil misalnya antara lain, orang, binatang, bangunan, kendaraan, perabot rumah tangga, dan
tumbuh¬tumbuhan. Objek-objek yang bersifat tidak materiil misalnya seperti ide kemajuan,
keadilan, perbaikan, pembangunan, dan sebagainya.

Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang
telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang
dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.

Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari
kegiatan belajar kognitif. Belajar adalah proses mental yang bergerak ke arah perubahan.

3. Belajar Menghafal

Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga
nantinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli.
Peristiwa menghafal merupakan proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan,
yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.

Ciri khas dari hasil belajar/kemampuan yang diperoleh adalah reproduksi secara harfiah dan
adanya skema kognitif. Adanya skema kognitif berarti, hahwa dalam ingatan orang tersimpan
secara baik semacam program informasi yang diputar kembali pada waktu dibutuhkan, seperti
yang terjadi pada komputer.

Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan,
pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-
syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian
menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-
sia.

4. Belajar Teoretis

Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam
suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan
prob¬lem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsep,
relasi-relasi di antara konsep-konsep dan struktur¬struktur hubungan.

5. Belajar Konsep

Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-
ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi'terhadap objek-objek
yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan
dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun
dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).

Dalam bentuk belajar ini, orang mengadakan abstraksi, yaitu dalam objek-objek yang meliputi
benda, kejadian dan orang, hanya ditinjau pada aspek-aspek tertentu saja. Objek tidak ditinjau
dalam semua detailnya, tetapi aspek tertentu seolah-olah diambil, diangkat, dan disendirikan.
Konsep/pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang
sama. Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pemahaman. Ciri khas dari
konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar pengertian ini adalah adanya skema konseptual.
Skema konseptual adalah suatu keseluruhan kognitif, yang mencakup semua ciri khas yang
terkandung dalam suatu pengertian.

Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan: Konsep konkret
adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili
benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor, dan sebagainya.
Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung
menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya
dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara kandung, paman,
bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya,

Akhirnya, belajar konsep adalah berpikir dalam konsep dan belajar pengertian. Taraf ini adalah
taraf komprehensif. Taraf kedua dalam taraf berpikir. Taraf pertamanya adalah taraf
pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima.

6. Belajar Kaidah

Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual (intelectual skill), yang
dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu
sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. orang yang telah
mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang
berkata, "besi dipanaskan memuai". Karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai
"besi", "dipanaskan" dan "memuai", dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara
ketiga konsep dasar itu (besi, dipanaskan, dan memuai), maka dia dengan yakin mengatakan
bahwa "besi dipanaskan memuai".

Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan suatu
representasi (gambaran) mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur
kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan yang berlaku
sepanjang masa.
7. Belajar Berpikir

Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa
melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Masalah harus dipecahkan melalui
operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode¬metode bekerja
tertentu.

Berpikir adalah kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan antara bagian¬bagian


pengetahuan. Ketika berpikir dilakukan, maka di sana terjadi suatu proses. Oleh karena itulah,
John Dewey dan Wertheimer memandang berpikir sebagai proses. Dalam proses itu tekanannya
terletak pada penyusunan kembali kecakapan kognitif (yang bersifat ilmu pengetahuan).

Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen
adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat atau satu
pemecahan dari suatu masalah. Berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda,
akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda¬beda, tetapi benar.

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.

b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis¬

e. hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima
atau ditolak.

f. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus

g. berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada
kesimpulan.

Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

a. Kesadaran akan adanya masalah.

b. Merumuskan masalah.

c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.

d. Menguji hipotesis-hipotesis itu. e. Menerima hipotesis yang benar.

Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu tidak
selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan dapat meloncat-loncat antara macam-macam
langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang
kompleks.

Setiap pemecahan masalah memerlukan taraf berpikir. Ini membuktikan bahwa taraf berpikir itu
sendiri bermacam-macam, yaitu taraf berpikir pengetahuan, komprehensif, aplikasi, analisis, dan
sintesis, serta evaluasi.

8. Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill)

Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-
gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai
anggota badan secara terpadu. Keterampilan semacam ini disebut "motorik", karena otot, urat
dan persendian terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh berakar dalam
kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah "otomatisme", yaitu rangkaian gerak-
gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak
refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Misalnya, seorang sopir sudah menguasai keterampilan mengendarai kendaraannya sedemikian
rupa, sehingga konsentrasinya tidak seluruhnya termakan oleh penanganan peralatan lalu-lintas
di jalan.

9. Belajar Estetis

Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan
dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup fakta, seperti nama Mozart sebagai
penggubah musik klasik; konsep-konsep, seperti ritme, tema dan komposisi; relasi¬relasi, seperti
hubungan antara bentuk dan isi; struktur-struktur, seperti sistematika warna dan aliran-aliaran
dalam seni lukis; metode-metode, seperti menilai mutu dan originalitas suatu karya seni.

F. Aktivitas-Aktivitas Belajar

Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari suatu situasi. Situasi akan
menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang
mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. Setiap situasi di
manapun dan kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada seseorang. Oleh karena itulah,
berikut ini dibahas beberapa aktivitas belajar, sebagai berikut.

1. Mendengarkan

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada
aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa
atau mahasiswa diharuskan mendengarkan apa yang guru (dosen) sampaikan. Tidak dapat
disangkal bahwa aktivitas mendengarkan adalah aktivitas belajar yang diakui kebenarannya
dalam dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan formal persekolahan, ataupun non-
formal.

2. Memandang

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang


berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu matalah yang memegang peranan
penting. Dalam pendidikan, aktivitas memandang terrnasuk dalam kategori aktivitas belajar.

Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang
dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan
untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif. Aktivitas memandang tanpa tujuan
bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak
adanya tujuan yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.

3. Meraba, Membau, dan Mencicipi/Mengecap

Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai
alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba, membau, dan mengecap dapat
memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus disadari
oleh suatu tujuan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau, ataupun
aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar, apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan,
motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh
perubahan tingkah laku.

4. Menulis atau Mencatat

Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Tetapi
tidak setiap mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat menurut, menciplak atau
mengcopy tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai
aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya,
serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian
tujuan belajar. Dalam mencatat tidak sekadar mencatat, tetapi mencatat yang dapat menunjang
pencapaian tujuan belajar.

Catatan sangat berguna untuk menampung sejumlah informasi, yang tidak hanya bersifat fakta-
fakta, melainkan juga terdiri atas materi hasil analisis dari bahan bacaan.

5. Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau
di perguruan tinggi. Membaca di sini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca
majalah, koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah, dan hal-
hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi.

Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju
ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain
yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca.

Cara dan teknik seseorang dalam membaca selalu menunjukkan perbedaan pada hal-hal tertentu.
Oleh karena itu, wajarlah bila belajar itu suatu seni, sama halnya mengajar adalah seni (teaching
as an art). Ada orang yang membaca buku sambil tidur-tiduran dapat belajar dengan baik, ada
orang yang membaca buku sambil mendengarkan radio dapat belajar dengan baik, ada orang
yang membaca buku tanpa suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku
dengan suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku di antara keributan dapat
belajar dengan baik, dan sebagainya. Pendek kata, orang membaca buku dengan berbagai cara
agar dapat belajar. Dengan demikian, pemahaman atas diri sendiri sangat penting, sehingga dapat
memilih teknik yang mana yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadi, dengan tidak
mengabaikan pola-pola umum dalam belajar.

6. Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi

Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar
materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang dapat membantu dalam hal
mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk
keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum
cukup. Sementara membaca, pada hal-hal yang penting perlu diberi garis bawah (underlining).
Hal ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari, bila
diperlukan.

7. Mengamati Tabel-Tabel, Diagram-Diagram dan Bagan-Bagan

Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering dijumpai table-tabel, diagram, ataupun bagan-
bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi
yang relevan. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan
ilustratif yang membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu hal.

Semua tabel, diagram, dan bagan dihadirkan di buku tidak lain adalah dalam rangka memperjelas
penjelasan yang penulis uraikan. Dengan menghadirkan tabel, diagram, atau bagan dapat
menumbuhkan pengertian dalam waktu yang relatif singkat.
8. Menyusun Paper atau Kertas Kerja

Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis dan sistematis.
Metodologis artinya menggunakan metode¬metode tertentu dalam penggarapannya. Sistematis
artinya menggunakan kerangka berpikir yang logis dan kronologis.

9. Mengingat

Mengingat adalah salah satu aktivitas. Ingatan adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan
(learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah
lampau. Jadi, mengenai ingatan tersebut ada tiga fungsi, yaitu: memasukkan, menyimpan, dan
mengangkat kembali ke alam sadar.

Ingatan (memory) seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat seseorang, alam
sekitar, keadaan jasmani, keadaan rohani (jiwa), dan umur seseorang.

10. Berpikir

Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru,
setidak-tidaknya orang meniadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah
sembarang berpikir, tetapi ada taraf tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir
yang tinggi.

11. Latihan atau Praktek

Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha
mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk
latihan. Latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Misalnya, seseorang yang
mempelajari rumus matematika atau rumus bahasa Inggris. Kemungkinan besar rumus-rumus itu
akan mudah terlupakan bila tidak didukung dengan latihan. Di sinilah diperlukan latihan
sebanyak-banyaknya. Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih fungsional.
Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.

KAITAN ANTARA MEMORI (INGATAN) DENGAN BELAJAR

Ketika kita belajar artinya kita sedang menyerap informasi dari apa yang kita pelajari. Proses
diterimanya informasi semua tersimpan dalam memori dan memori ada di dalam otak
manusia. Memori otak manusia kerjanya mirip dengan memori komputer. Pada komputer,
memorinya disebut RAM (Random Access Memory) berfungsi merekam, memelihara dan
memanfaatkan informasi baru. Pada manusia, fungsinya lebih luas lagi mencakup
perbendaharaan kata, pengetahuan bahasa, semua informasi yang telah kita pelajari, pengalaman
hidup pribadi, segala kemahiran yang telah dipelajari dari mulai berjalan, berbicara hingga
prestasi musik, seni, olahraga dan sebagainya.

Konsep memori sangat erat berkaitan dengan pendekatan kognitif, dalam hal ini antara belajar
dan memori memiliki kaitan sangat erat. Belajar merupakan aktifitas dalam pendidikan dan
merupakan sebuah proses untuk mengetahui, memahami dan akhirnya menerapkan berbagai
informasi yang diterima selama proses pembelajaran. Ketika belajar mustahil terjadi tanpa tidak
melibatkan memori, sebab setiap eksekusi satu reaksi yang dipelajari membutuhkan memori
mengenai tindakan yang pernah dilakukan. Contohnya saja ketika seorang mahasiswa psikologi
diminta untuk mengulang kembali istilah-istilah sulit dalam pelajaran yang sebelumnya telah
dipelajari, maka dia tidak akan mampu merecall jika tidak ada memori yang tersimpan dalam
otak kita.

Setiap individu memiliki daya ingat (memori) yang berbeda-beda, sehingga hasil belajar yang
diperoleh pun berbeda-beda. Ada beberapa cara untuk memperkuat daya ingat, salah satunya
dengan latihan mental, misalnya dengan menggunakan tekhnik puzzle dan teki-teki. Selain itu
belajar secara berulang-ulang juga dapat membantu seseorang untuk memperkuat memorinya.

Anda mungkin juga menyukai