Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“TEORI BELAJAR SIBERNETIK”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar Dan Pembelajaran


Yang Dibina Oleh Arif Mahya Fanny, S.H., M.Pd.

Oleh
1. Nadya Eka Nurhayati (218000011)
2. Eva Septiana Dewi (218000031)
3. Syahla Muthia Eronisa (218000153)
4. Anggun Dwi Permatasari (218000214)

PGSD 2021 KELAS D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS PEDAGOGI DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teori Belajar
Sibernetik”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran. Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran, tidak lupa bagi rekan-rekan mahasiswa lain
yang telah mendukung penyusunan makalah ini kami juga mengucapkan terimakasih.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini. Supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna.
Maka dari itu kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan
kami, agar pada tugas berikutnya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Belajar Dalam Pandangan Sibernetik


Istilah sibernetika/sibernetik atau dalam bahasa Inggris disebut cybernetics
berasal dari bahasa Yunani Kuno, kybernetes yang berarti pilot , jurumudi, kemudi
atau gubernur, akar kata yang sama dengan pemerintah (Umpleby 2006; Uno, 2010).
Istilah ini pertama kali digunakan dalam bahasa Inggis tahun 1945 oleh Nobert
Wiener, seorang ilmuwan dari Massachussets Institute of Technology (MIT), dalam
buku berjudul Cybernetics untuk menggambarkan kecerdasan buatan (artificial
intelligence). Nobert Wiener mendefinisikan cybernetics sebagai “control and
communication in animal and machine” (Umpleby, 2006; Malik, 2014).
Sejumlah definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Stafford Beer
mendefinisikan sibernetik sebagai “science of effective organitization.” Gregory
Bateson mengatakan bahwa sibernetik lebih merupakan bentuk daripada substansi.
Gordon Pask mendefinisikan sibernetik sebagai “the art of manipulating defensible
metaphoros”. Para ahli organisasi menganggap bahwa teori sibernetik sebagai
sebuah ilmu tentang pemrosesan informasi, pengambilan keputusan, pembelaaran,
adaptasi, dan organisasi yang terjadi pada individu, kelomopok, organisasi, negara,
atau mesin (Umpleby 2006). Istilah ini digunakan untuk menggambarkan cara
bagaimana umpan balik (feedback) memungkinkan berlangsungnya proses
komunikasi (DMK, 2017).
Uno (Thobroni: 2015:153) menjelaskan, teori belajar sibernetik adalah yang
paling baru dari semua teori belajar yang telah dikenal. Teori ini berkembang sejalan
dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut Teori ini, belajar adalah pengolahan
informasi. Teori ini memiliki kesamaan dengan teori kognitif yang
mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun, yang
lebih penting adalah sistem informasi yang diproses karena informasi akan
menentukan proses.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Proses belajar
memang memegang peranan penting, namun yang lebih penting lagi adalah
pengolahan sistem informasi. Dengan kata lain, sistem informasi dipandang sangat
memegang peranan penting dalam memudahkan penyampaian materi
pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Asumsi lain dari teori sibernatik
adalah bahwa tidak ada satu proses belajar manapun yang ideal untuk segala sesuatu
dan cocok untuk semua siswa. Oleh karena itu, sebuah informasi akan dipelajari oleh
siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan
dipelajari siswa lain melalui proses yang berbeda (Suciati & Prasetya, 2001;
Budiningsih, 2012). Dalam bentuk yang lebih praktis, teori ini telah
dikembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut alogaritmik dan
heuristik), Pask, dan Scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist
dan tipe serial atau serialist).

B. Teori Pemrosesan Informasi


Dalam implementasinya, teori belajar sibernetik telah dikembangkan oleh
beberapa tokoh, di antaranya adalah pendekatan-pendekatan yang beroreintasi pada
pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gagne dan Berline, Biehler,
Snowman, Baine, dan Tennyson.
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi yaitu :
a. Antara stimulus dan respon berpijak pada asumsi, yaitu pemrosesan informasi
pada masing-masing tahapan membutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isi.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.

Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen, yaitu


komponen struktur dan pengatur alat pemrosesan informasi (proses kontrol).
Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Sensory Memory/Sensory Register/Sensory Receptor (SM/SR)
Merupakan komponen utama dalam sistem informasi. Sensory receptor menerima
informasi atau stimuli dari lingkungan (sinar, udara, bau, panas, warna, dan lain-
lain) terus menerus melalui alat-alat penerima (receptor) atau alat indera.
2. Working Memory (WM) dan Short Term Memory (STM)
Merupakan bagian dari memori manusia. Working memory (WM)
diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu.
Karakteristik WM memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan
± 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang
berbeda dari stimulus aslinya. Artinya, agar informasi dapat bertahan dalam
WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas, di samping
melakukan pengulangan.
3. Long Term Memory (LTM)
Merupakan bagian dari sistem memory manusia yang menyimpan informasi
untuk sebuah periode yang cukup lama. Long Term Memory (LTM) diasumsikan
bahwa
(a) Berisi semua pengetahuan yang dimiki individu;
(b) Mempunyai kapasitas tidak terbatas;
(c) Sekali informasi disimpan dalam LTM, ia tidak akan hilang atau terhapus.
(d) Persoalan lupa pada tahapan ini dikarenakan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan informasi yang diperlukan.
Pada tahap aplikasi, teori sibernetik dalam pembelajaran telah banyak
dikembangkan, di antaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
pemrosesan informasi. Berdasarkan pendekatan ini, Reigeluth, Bunderson, dan Merril
mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran berdasarkan empat
hal, yakni pemilihan (selection), penataan urutan (sequencing), rangkuman
(summary), dan sintetis (synthesizing).
Menurut mereka, jika isi pelajaran ditata dengan menggunakan urutan umum
ke rinci, materi pembelajaran pada tingkat umum akan menjadi kerangka untuk
mengaitkan isi-isi lain yang lebih rinci. Hal ini sesuai dengan struktur reprensentasi
informasi di dalam Long Term Memory sehingga akan mempermudah proses
penelurusan kembali informasi. Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam strategi
penataan materi pembelajaran, akan berfungsi untuk menunjukkan kepada pembelajar
informasi yang perlu diberi perhatian, di samping itu juga menghemat kapasitas
working memory.
Prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori belajar yang telah dikemukakan,
banyak teraplikasi dalam pembelajaran dengan multimedia pembelajaran. Maka
bukan hal aneh ketika banyak multimedia pembelajaran hadir di ruang-ruang kelas.
Hal ini karena dianggap multimedia, misalnya compact disk, merupakan representasi
dari berbagai teori belajar lainnya, termasuk behavioristik dan kognitif.
Penerapan teori behavioristik terlihat jelas dari pemberian stimulus pada
peserta didik dalam menggunakan multimedia, semisal dengan cara membuka
program, memilih menu materi, mengerjakan latihan, dan lain sebagainya.
Sedangkan, aplikasi teori belajar kognitif dalam multimedia pembelajaran akan
dikembangkan pada perolehan pengetahuan baru yang didesain secara khusus bagi
peserta didik. Pengetahuan lama akan diperkuat oleh pengetahuan baru tersebut
sehingga dapat berkesinambungan dan klop.
Aplikasi teori sibernetik dalam multimedia sejalan dengan perkembangan
teknologi dan informasi. Peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu IT yang didapat
dengan cara menggunakan multimedia pembelajaran serta dengan penataan sistem
informasi dari materi yang disajikan pada peserta didik dan dapat diperoleh secara
lengkap. Dengan multimedia pembelajaran, peserta didik dapat belajar sesuai
kebutuhan, kecepatan, keluwesan, dan dapat memilih materi yang ingin diperoleh.
Multimedia pembelajaran juga bisa digunakan secara individual dan dapat dilakukan
secara berulang jika belum memahami pada materi tersebut. Di sinilah terlihat
keunggulan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran walau sebagian orang masih
dianggap lebih banyak kerugian daripada manfaat (Rachmad, 2011 dalam
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=961
3:aplikasi-teori-belajar-sibernetik-&catid=59:opini&Itemid=215).

Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Asubel mengemukakan bahwa


pemerolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kogntif yang telah
dimiliki individu. Berpijak dari pada kajian di atas, Reigeluth dan Stein mengatakan
bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur kognitif secara hierarkis. Ini berarti
pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang terlebih dahulu diperoleh individu
untuk mempermudah perolehan pengetahuan baru yang rinci.

Proses pengelolaan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian


informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri
dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dala
ingatan (retrieval). Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan
belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan
tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi
mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah sebagai berikut
(Budiningsih, 2008: 90); (https://www.asikbelajar.com/aplikasi-teori-sibernetik/).
1. Menarik perhatian;
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa;
3. Merangsang ingatan pada pra syarat belajar;
4. Menyajikan bahan rangsangan;
5. Memberikan bimbingan belajar;
6. Mendorong untuk kerja;
7. Memberi balikan informatif;
8. Menilai unjuk kerja;
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar.

Dalam menggorganisasikan pembelajaran perlu dipertimbangkan ada


tidaknya prasyarat belajar suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat
belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama yang harus dikuasai siswa, dan
ada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahkan belajar. Pengorganisasian
pembelajaran untuk kapabilitas belajar tertentu dijelaskan sebagai berikut.
1. Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan intelektual. Menurut Gagne,
prasyarat belajar utama dan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya
digambarkan dalam hirarkhi belajar. Reigeluth membedakan struktur belajar
sebagai keterampilan yang lebih tinggi letaknya di atas, sedangkan keterampilan
tingkat yang lebih rendah ada di bawahnya.
2. Pengorganisasian pembelajaran ranah informasi verbal. Kemampuan ini
menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan fakta-fakta ke dalam
kerangka yang bermakna baginya.
3. Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif. Kemampuan ini banyak
memerlukan prasyarat keterampilan intelektual, maka perlu memasukan
keterampilan-keterampilan intelektual dan informasi cara-cara memecahkan
masalah.
4. Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap. Kemampuan sikap memerlukan
prasyarat sejumlah informasi tentang pilihan-pilihan tindakan yang tepat untuk
situasi tertentu, juga strategi kognitif yang dapat membantu memecahkan
konflik-konflik nilai pada tahap pilihan.
5. Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motorik. Untuk
menguasai keterampilan motorik perlu dimulai dengan mengajarkan kaidah
mengenai urutan yang harus diikuti dalam melakukan unjuk kerja
keterampilan yang dipelajari. Diperlukan latihan-latihan dari mengajarkan
bagian-bagian keterampilan secara terpisah-pisah, kemudian melatihkannya ke
dalam satuan keterampilan.

Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan


informasi, yaitu:
1. Cara berpikir yang berorientasi pada prses lebih menonjol;
2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis;
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap;
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai;
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya;
6. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-masing individu;
7. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk
kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan
(Thobroni & Mustofa, 2017); dan (https://www.asikbelajar.com/aplikasi-teori-
sibernetik/).

C. Kondisi Internal Dan Eksternal Siswa


Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun terjadi dengan kondisi- kondisi
tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Menurut Suminar (2010) dalam
Husamah, dkk (2018 :178-182) pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar
sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang
memperhatikan kondisi internal dan eksternal siswa.
a. Kondisi Internal
Kondisi internal siswa mempengaruhi proses belajar melalui proses pengolahan
informasi, dan sangat penting untuk diperhatikan oleh guru dalam mengelola
pembelajaran antara lain (Suminar, 2010):
1) Kemampuan awal siswa
Kemampuan awal siswa adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah
dimiliki siswa, merupakan prasyarat sebelum mengikuti pembelajaran. Tanpa
adanya kemampuan awal (prasyarat) maka siswa tidak akan mampu
mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan awal siswa dapat
diukur melalui tes awal, interview atau cara lain yang cukup sederhana.
2) Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Motivasi instrinsik lebih
menguntungkan karena dapat bertahan lama. Kebutuhan untuk berprestasi
yang bersifat instrinsik relatif stabil, karena ini berorientasi pada tugas-tugas
belajar yang memberikan tantangan.
3) Perhatian
Perhatian merupakan strategi untuk menerima dan memilih stimulus yang
relevan untuk diprooses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang
dating dari luar. Perhatian dapat mengarahkan diri ke tugas yang diberikan,
melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan
focus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain
yang tidak relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian seseorang
adalah faktor internal yang mencakup: minat, kelelahan dan karakteristik
pribadi, sedangkan faktor eksternal mencakup: intensitas stimulus, stimulus
yang baru, keragaman stimulus, warna, gerak, dan penyajian stimulus secara
berkala dan berulang- ulang.
4) Persepsi
Persepsi adalah tindakan menyusun, mengenali dan menafsirkan informasi
sensoris guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan
(Scachter, 2011). Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang
menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasiyang
diperoleh dari lingkungannya. Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif
seseorang. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap dengan meningkatnya
pengalaman.
5) Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan dan
mengeluarkan kembali informasi. Ingatan sangat selektif, terdiri dari tiga
tahap, yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka
panjang (relatif permanen). Penyimpanan informasi jangka panjang
dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu melalui kejadian-kejadian khusus,
gambaran (image), atau yang berbentuk verbal bersifat abstrak. Daya ingat
sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh siswa.
6) Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan di dalam ingatan
jangka panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh
karena beberapa hal, yaitu 1) tidak ada informasi yang menarik perhatian, 2)
kurang pengulangan atau tidak ada pengelompokan informasi yang
diperoleh, 3) mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi
tersimpan, 4) ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, 5) ingatan tidak
pernah dipakai, 6) materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, dan 7)
adanya gangguan dalam bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk
mengingat kembali.
7) Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah
seseorang mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Ada tiga faktor
yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari pada permulaan
(original learning), melajar melebihi penguasaan (overlearning), dan
pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
8) Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat
mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar
atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, sikap atau respons-respons lain dari satu situasi ke
situasi lain.

b. Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal yang sangat berpengaruh terhada proses belajar dengan
proses pengolahan informasi antara lain (Suminar, 2010):
1) Kondisi Belajar
Kondisi belajar, merupakan masukan yang dapat menyebabkan adanya
modifikasi tingkah laku yang dapat dilihat sebagai akibatdari adanya proses
belajar. Gagne mengklasifikasikan ada 5 macam hasil belajar, yakni:
a) Keterampilan intelektual atau pengetahuan prosedural yang mencakup
belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang
diperoleh melalui materi yang disajikan dalam pembelajaran di kelas.
b) Strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru
dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam
memperhatikan belajar, mengingat dan berfikir.
c) Informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan
kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
d) Keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan
mengkordinasi gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
e) Sikap, suatu kemampuan internal yang mempengaruhi perilaku
seseorang, dan dan didasari oleh emosi, kepercayaan serta faktor
intelektual.

2) Tujuan Belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak
dari tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan
belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar,
dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan
motivasi belajar.
3) Pemberian Umpan Balik
Pemberian umpan balik, merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
siswa, karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan dan
tingkat kompetensi.

Anda mungkin juga menyukai