0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang play therapy dan role playing. Play therapy dijelaskan sebagai pendekatan konseling anak menggunakan bermain untuk berkomunikasi, sedangkan role playing adalah metode pembelajaran dimana siswa memainkan peran tertentu. Cara mengimplementasikan keduanya dijelaskan melalui langkah-langkah seperti pemilihan peran, penataan panggung, dan evaluasi.
Dokumen tersebut membahas tentang play therapy dan role playing. Play therapy dijelaskan sebagai pendekatan konseling anak menggunakan bermain untuk berkomunikasi, sedangkan role playing adalah metode pembelajaran dimana siswa memainkan peran tertentu. Cara mengimplementasikan keduanya dijelaskan melalui langkah-langkah seperti pemilihan peran, penataan panggung, dan evaluasi.
Dokumen tersebut membahas tentang play therapy dan role playing. Play therapy dijelaskan sebagai pendekatan konseling anak menggunakan bermain untuk berkomunikasi, sedangkan role playing adalah metode pembelajaran dimana siswa memainkan peran tertentu. Cara mengimplementasikan keduanya dijelaskan melalui langkah-langkah seperti pemilihan peran, penataan panggung, dan evaluasi.
Menurut Kottman 2011: 3, play therapy adalah sebuah pendekatan untuk konseling anak di mana konselor menggunakan mainan, perlengkapan, game, dan media bermain lainnya untuk berkomunikasi dengan klien menggunakan bahasa anak” yaitu bahasa bermain.Sedangkan menurut Riana Mashar 2010 : 9, Play therapy merupakan suatu teknik konseling yang diberikan orang dewasa kepada anak-anak dengan didasari oleh konsep bermain sebagai suatu cara 28 komunikasi anak-anak dengan orang dewasa untuk mengungkapkan ekspresinya yang sifatnya alami. Menurut Berlyn dalam Schaefer Reid, 1986, Terapi bermain merupakan pengembangan terapi bagi anak-anak yang bermasalah melalui permainan yang digunakan sebagai sarana untuk memahami komunikasi non verbal bagi anak-anak tersebut misalnya: memahami perasaannya, pikirannya, dan konflik yang sedang dihadapi mereka. Play therapy adalah penggunaan mainan untuk mengambil tempat kata-kata dalam menceritakan kisah anak dan mengekspresikan emosi anak Carmichael, 2006 : 2. Menurut Choen Nuligar Hatiningsih, 2013: 330, bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan dan disukai oleh banyak orang terutama pada anak-anak. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukannya pada tahun 1920 mengungkapkan bahwa “play could voice the inarticulate” yaitu bermain dapat menyuarakan atau mengungkapkan hal-hal yang terpendam atau tidak bisa diungkapkan secara langsung oleh anak. Pada terapi bermain ini pemilihan media atau aktivitas sangat diperlukan berdasarkan pada kebutuhan dan masalah yang dihadapi anak. Setiap keberadaan media dan aktivitas memiliki sifat khusus dan berbeda Geldard Geldard, 2011: 271. Dapat diketahui bahwa play therapy merupakan salah satu teknik konseling dengan menggunakan alat-alat bermain berupa media dan 29 aktivitas di dalamnya untuk membantu anak dalam hal ini remaja awal untuk dapat meningkatkan kemampuan resolusi konfliknya. 2. Bagaimana cara mengimplementasikan play therapy ? Menurut Clark (2013) play therapy dapat dimaknai sebagai terapi yang dilaksanakan oleh seorang profesional yang berperan sebagai katalis dan pendukung untuk membantu menyelesaikan masalah anak-anak melalui aktivitas bermain. Vigotsky dalam Landreth (2001) mengemukakan bahwa bermain memiliki peran penting dalam perkembangan sosial dan emosional anak. Begitu juga pendapat Bodrova, Germeroth & Leong (2013) yang mengemukakan bahwa pengaturan diri anak dapat terbentuk melalui bermain. Beberapa hasil penelitian juga membuktikan bahwa play therapy efektif dalam meningkatkan kemampuan sosio-emosional anak (Siahkalroudi & Bahri, 2015; Chinekesh, Kamalian, Eltemasi, Chinekesh & Alavi, 2014; Salter, Beamish & Davies, 2016; Robinson, Simpson & Hott, 2017). Pelaksanaan play therapy akan lebih bermakna apabila dilaksanakan dalam bentuk permainan tradisional/daerah, seperti ntie, lago tanduk, buntang kaleng, lompat karet, dan lain sebagainya. Beberapa hasil penelitian juga membuktikan bahwa pelaksanaan permainan tradisional dapat meningkatkan kemampuan sosio emosional (Mawaddah, Sulastri & Magta, 2015; Mulya Syafrina, 2014; Yufitsa, Ahmad & Efendi, 2016). 3. Jelaskan definisi role playing ! Metode bermain peran juga biasa disebut dengan Role Playing. Pengertian bermain peran adalah salah satu bentuk pembelajaran, dimana peserta didik ikut terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. Bermain pada anak merupakan salah satu sarana untuk belajar. Melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak berusaha untuk menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan dirinya sendiri, orang lain maupun dengan lingkungan di sekitarnya. Menurut Kokom Komalasari role playing adalah suatu metode penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung pada apa yang diperankan. Role playing juga dapat diartikan suatu jenis simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan social dan hubungan antar insani. Simulasi berasal dari bahasa inggris simulation artinya meniru perbuatan yang bersifat pura- pura atau dalam kondisi sesungguhnya. Tujuan simulasi menanamkan pembahasan melalui pengalaman berbuat dalam proses simulasi. Sebenarnya simulasi lebih tepat untuk meningkatkan keterampilan tertentu dengan jalan “melakukan sesuatu” dalam kondisi tidak nyata. Permainan simulasi menggabungkan unsur-unsur permainan dan simulasi yaitu adanya setting, pemain, aturan, tujuan dan penyajian model situasi sebenarnya.
4. Bagaimana cara mengimplementasikan role playing ?
Dalam penerapan metode role playing ini ada beberapa langkah yang perlu dilakukan agar metode ini dapat berlangsung dengan baik, yaitu : 1.Pemanasan Pemanasan bisa diartikan dengan memperkenalkan jenis cerita yang akan diperankan oleh mereka. Guru menjelaskan beberapa watak pelaku dan kondisi cerita sampai semua siswa paham cerita yang akan mereka bawakan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan sesuatu hal yang yang bagi semua orang perlu untuk menguasainya. 2. Memilih Pemain Memilih pemain bisa dilakukan oleh guru, yakni menunjuk langsung peserta didik maupun dengan membentuk kelompok. 3. Menata Panggung Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang akan diperlukan. Penataan panggung dapat dilakukan secara sederhana, seperti membahas skenario yang menggambarkan urutan permainan peran yaitu siapa dulu yang muncul, dan diikuti seterusnya. 4) Guru menunjuk bebrapa peserta didik sebagai pengamat Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Meski demikian, penting dicatat bahwa pengamat disini juga terlibat aktif dalam permainan peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan menjadi pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap merekan agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut. 5) Permainan role playing dimulai Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya. 6) Guru dan peserta didik mendiskusikan permainan Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin ada siswa yang meminta berganti peran. Atau bahkan alur ceria akan sedikit berubah (nonhistoris). Apapun hasilnya diskusi dan evaluasi tidak jadi masalah. 7) Pembahasan diskusi dan evaluasi Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realita. Karena saat peran dimainkan, banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai seorang pembeli. Ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini menjadi bahan diskusi. 8) Guru dan siswa diajak berbagi pengalaman Guru mengajak siswa berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya siswa akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya siswa menghadapi situasi tersebut.