Anda di halaman 1dari 25

METODE: BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DAN

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED


LEARNING/PBL)

Disusun Oleh:
Kelompok 5
(Tugas UTS/ MID)
Putri Rahmadani 1710202033

Dosen Pengampu: Ermis Suryana, S.Ag., M.Pd.I.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2019
A. PENDAHULUAN
Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan
tertentu. Metode bisa digunakan dalam kegiatan belajar mengajar ketika pembelajaran
guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan
dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah
pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab
antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari metode-metode baru dalam memecahkan
masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain
yang sesuai. Bermain peran (role playing) dan Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning/PBL) merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh.
Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan
bahwa bermain peran merupakan salah satu metode yang dapat digunakan secara efektif
dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran (role play) diarahkan pada
pemecahan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antarmanusia, terutama yang
menyangkut kehidupan peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) dalam metode
ini peserta didik sebagai pusat pembelajaran atau student-centered, sementara guru
berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif
menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara berpasangan ataupun
berkelompok (kolaborasi antar peserta didik). Metode ini secara lebih luas diterapkan di
berbagai mata pelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi.
Berdasarkan pemaparan di atas tersebut, maka penulis akan membahas
mengenai metode Bermain Peran (Role Playing) dan metode Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning/PBL).

1
B. PEMBAHASAN

1. Metode Bermain Peran (Role Playing)


a. Pengertian Metode Bermain Peran (Role Playing)
Menurut Andang Ismail, pada dasarnya bermain memiliki dua pengertian yang
harus dibedakan. Bermain menurut pengertian yang pertama dapat bermakna
sebagai sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari
“menang-kalah” (play). Sedangkan yang kedua disebut sebagai aktifitas bermain
yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai
dengan adanya pencarian ”menang-kalah” (game). Peran (role) bisa diartikan
sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi.1
Menurut Mulyasa, pengertian peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian
perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan
oleh individu terhadap individu lain.2
Menurut Suparman, metode bermain peran (role playing) merupakan metode
pembelajaran yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi
peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa
mendatang.3
Metode bermain peran merupakan sebuah metode yang digunakan dalam
pembelajaran bahasa khususnya pembelajaran keterampilan bercerita. Supriono
Subakir dan Ahmad Sapari mengungkapkan bermain peran adalah tindakan di luar
peranan yang ditentukan sebelumnya, karena tujuannya adalah menciptakan
kembali gambaran histori masa silam, peristiwa yang mungkin terjadi pada masa
mendatang, peristiwa-peristiwa sekarang atau situasi-situasi bayangan pada suatu
tempat serta waktu tertentu, sehingga siswa memperoleh pemahaman yang lebih

1
Andang Ismail, Education Games; Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif,
(Yogyakarta: Pilar Media, 2006), h. 15.
2
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 112.
3
M. Atwi Suparman, Desain Instruksional Modern: Panduan Para Pengajar dan Inovator
Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), h. 261-262.

2
baik tentang pribadi dan motivasi yang mendorong tingkah lakunya.4 Pendapat ini
didukung oleh Soeparno yang mengatakan,bahwa bermain peran atau role playing
merupakan suatu kegiatan berupa penampilan tingkah laku, sifat, watak, dan
perangai suatu peran tertentu untuk menciptakan suatu imajinasi yang dapat
melukiskan peristiwa yang sebenarnya. 5
Menurut Oemar Hamalik, bermain peran merupakan penerapan pengajaran
berdasarkan pengalaman. Bermain peran memungkinkan para siswa
mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain,
identifikasi tersebut mungkin cara untuk mengubah perilaku dan sikap sebagaimana
siswa menerima karakter orang lain.6 Menurut Abdul Majid, role playing atau
bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang
diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa
aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.7

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa


metode bermain peran (role playing) adalah cara yang digunakan guru dalam
proses pembelajaran dengan memberikan suatu topik/masalah yang berkaitan
dengan materi dari mata pelajaran yang diajarkan dengan menghadirkan peran-
peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam
kelas/pertemuan kemudian diperankan secara langsung oleh peserta didik.

b. Tujuan dan Manfaat Menggunakan Metode Bermain Peran (Role Playing)


Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode bermain peran (role
playing) menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain antara lain adalah:8
1) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.

4
Supriono Subakir dan Ahmad Sapari, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jawa Timur: SIC, 2001),
h. 137.
5
Soeparno, Media Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta: PT. Intan Pariwara, 2008), h. 101.
6
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 214.
7
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 163.
8
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, .
2010), h. 88.

3
2) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
3) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok
secara spontan.
4) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Adapun tujuan metode bermain peran seperti yang diungkapkan oleh Soeparno
antara lain:9
1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan berbicara
menggunakan kalimat yang sesuai dengan pola yang telah diajarkan;
2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih memahami kalimat-
kalimat yang diucapkan orang lain secara tepat sesuai dengan apa yang
dimaksudkan;
3) Melatih siswa untuk menghadapi situasi yang terjadi di dalam masyarakat
yang sebenarnya;
4) Mengembangkan dan menanamkan sikap serta tingkah laku yang baik serta
dapat mengoreksi sikap serta tingkah laku yang kurang baik.
Selain tujuan di atas tersebut, metode bermain juga mempunyai beberapa
manfaat. Ruminiati memberikan penjelasan mengenai manfaat dari metode bermain
peran yaitu sebagai berikut:10
1) Sebagai sarana menggali perasaan siswa;
2) Untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan
masalahnya;
3) Untuk mendapatkan inspirasi dan pemahaman yang dapat mempengaruhi
sikap, nilai dan persepsinya;
4) Untuk mendalami isi mata pelajaran yang dipelajari;
5) Untuk bekal terjun ke masyarakat dimasa mendatang sehingga siswa dapat
membawa diri menempatkan diri, menjaga dirinya sehingga sudah tidak

9
Soeparno, Loc.Cit.
10
Ruminiati, Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD, (Jakarta: Dirjen Dikti
Depdiknas, 2007), h. 5.

4
asing lagi apabila dalam kehidupan bermasyarakat terjadi banyak siswa
yang berbeda-beda.

Berdasarkan pemaparan di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya intisari


dari metode bermain peran ini adalah terletak pada keterlibatan peserta didik dan
pendidik dalam situasi permasalahan yang nyata, dan keterlibatan tersebut akan
membuat personal menjadi paham akan permasalahan yang diungkapkan serta
dapat menempatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Bermain peran yang
menyediakan contoh hidup perilaku manusia (tampilan berbagai ekspresi dari tokoh
yang diperankan) dapat berfungsi sebagai sarana bagi siswa untuk mewujudkan
perasaan mereka. Siswa mendapatkan informasi tentang sikap, nilai-nilai dan
persepsi mereka, serta mengembangkan keterampilan dalam pemecahan masalah
mereka, dan tidak kalah pentingnya adalah dapat mengeksplorasi (menyampaikan)
materi pelajaran dengan cara yang bervariasi.

c. Langkah-Langkah Metode Bermain Peran (Role Playing)


Menurut Mel Silberman ada beberapa prosedur teknis dari Bermain Peran (Role
Playing) adalah sebagai berikut:11
1) Buatlah satu permainan peran dimana guru akan mendemonstraikan perilaku
yang diinginkan.
2) Informasikan kepada kelas bahwa guru akan memainkan peran utama dalam
bermain peran ini. Pekerjaan siswa adalah membantu guru berhubungan
dengan situasi.
3) Mintalah relevan siswa untuk bermain peran menjadi orang lain dalam
situasi ini. Guru memberi siswa itu catatan pembukaan untuk dibaca guna
membantunya atau membawa masuk pada peran. Mulailah bermain peran,
tetapi berhentilah pada interval yang sering dan mintalah kelas untuk

11
Mel Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2007), h. 217.

5
memberi feedback dan arah seperti kemajuan skenario. Jangan ragu
menyuruh siswa untuk memberikan garis khusus bagi guru untuk digunakan.
4) Teruskan bermain peran sampai siswa secara meningkat melatih guru dalam
bagaimana menangani situasi. Hal ini memberikan siswa latihan
keterampilan ketika guru melakukan peran yang sebenarnya untuk mereka.

Menurut Oemar Hamalik dalam menyiapkan suatu situasi Bermain Peran (Role
Playing) di dalam kelas, guru mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:12
1) Persiapan dan instruksi
a) Guru memiliki situasi bermain peran
Situasi-situasi masalah yang dipilih harus menjadi “sosiodrama” yang
menitikberatkan pada jenis peran, masalah dan situasi familier, serta
pentingnya bagi siswa. Keseluruhan situasi harus dijelaskan, yang
meliputi deskripsi tentang keadaan peristiwa, individu-individu yang
dilibatkan, dan posisi-posisi dasar yang diambil oleh pelaku khusus.
Para pemeran khusus tidak didasarkan kepada individu nyata di dalam
kelas, hindari tipe yang sama pada waktu merancang pemeran
supayatidak terjadi gangguan hak pribadi secara psikologis dan merasa
aman.
b) Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa harus mengikuti latihan
pemanasan, latihan-latihan ini diikuti oleh semua siswa, baik sebagai
partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif. Latihan-latihan ini
dirancang untuk menyiapkan siswa, membantu mereka mengembangkan
imajinasinya dan untuk membentuk kekompakan kelompok dan
interaksi. Misalnya latihan pantomim.
c) Guru memberikan intruksi khusus kepada peserta bermain peran setelah
memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas.
Penjelasan tersebut meliputi latar belakang dan karakter-karakter dasar

12
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h. 215-217.

6
melalui tulisan atau penjelasan lisan. Para peserta (pemeran) dipilih
secara sukarela. Siswa diberi kebebasan untuk menggariskan suatu
peran. Apabila siswa telah pernah mengamati suatu situasi dalam
kehidupan nyata maka situasi tersebut dapat dijadikan sebagai situasi
bermain peran. Peserta bersangkutan diberi kesempatan untuk
menunjukkan tindakan/perbuatan ulang pengalaman. Dalam brifing,
kepada pemeran diberikan deskripsi secara rinci tentang kepribadian,
perasaan, dan keyakinan dari para karakter. Hal ini diperlukan guna
membangun masa lampau dari karakter. Dengan demikian dapat
dirancang ruangan dan peralatan yang perlu digunakan dalam bermain
peran tersebut.
d) Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta
memberikan instruksi-instruksi yang bertalian dengan masing-masing
peran kepada audience. Para audience diupayakan mengambil bagian
secara aktif dalam bermain peran itu. Untuk itu, kelas dibagi dua
kelompok, yakni kelompok pengamat dan kelompok spekulator, masing-
masing melaksanakan fungsinya. Kelompok I bertindak sebagai
pengamat yang bertugas mengamati: (1) perasaan individu karakter, (2)
karakter-karakter khusus yang diinginkan dalam situasi dan (3) mengapa
karakter merespons cara yang mereka lakukan. Kelompok II bertindak
sebagai spekulator yang berupaya menanggapi bermain peran itu dari
tujuan dan analisis pendapat. Tugas kelompok ini mengamati garis besar
rangkaian tindakan yang telah dilakukan oleh karakter-karakter khusus.
2) Tindakan Dramatik dan Diskusi
a) Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran,
sedangkan para audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada
pemeran.
b) Bermain peran khusus berhenti pada titik-titik penting atau apabila
terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan
tersebut.

7
c) Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat
pada situasi bermain peran. Masing-masing kelompok audiencediberi
kesempatan untuk menyampaikan hasil observasi dan reaksi-reaksinya.
Para pemeran juga dilibatkan dalam diskusi tersebut. diskusi dibimbing
oleh guru dengan maksud berkembang pemahaman tentang pelaksanaan
bermain peran serta bermakna langsung bagi hidup siswa, yang pada
gilirannya menumbuhkan pemahaman baru yang berguna untuk
mengamati dan merespons situasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
3) Evaluasi Bermain Peran
a) Siswa memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam
kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam
bermain peran. Siswa diperkenankan memberikan komentar evaluative
tentang bermain peran yang telah dilaksanakan, misalnya tentang makna
bermain peran bagi mereka, cara-cara yang telah dilakukan selama
bermain peran, dan cara-cara meningkatkan efektivitas bermain peran
selanjutnya.
b) Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam
melakukan evaluasi ini, guru dapat menggunakan komentar evaluatif
dari siswa, catatan-catatan yang dibuat oleh guru selama berlangsungnya
bermain peran. Berdasarkan evaluasi tersebut, selanjutnya guru dapat
menentukan tingkat perkembangan pribadi, sosial dan akademik para
siswanya.
c) Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai
tersebut dalam sebuah junal sekolah (kalau ada), atau pada buku catatan
guru. Hal ini penting untuk pelaksanaan bermain peran atau untuk
berkaitan bermain peran selanjutnya.

8
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran (Role Playing)
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain ada beberapa kelebihan dan
kekurangan metode Bermain Peran (Role Playing, sebagai berikut:13
1) Kelebihan metode role playing
a) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, di
samping menjadi pengalaman yang menyenangkan juga
memberipengetahuan yang melekat dalam memori otak.
b) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan membuat kelas
menjadi dinamis dan antusias.
c) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta
menumbuhkan rasa kebersamaan.
d) Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan
dibahas dalam proses belajar.
2) Kekurangan metode role playing
a) Role playing memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak
b) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru
maupun siswa dan ini tidak semua guru memilikinya.
c) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk
memerankan suatu adegan tertentu.
d) Apabila pelaksanaan role playing atau bermain peran mengalami
kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
sekaligus berarti tujuan pembelajaran tidak tercapai.
e) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

Dari pemaparan di atas tersebut, dapat penulis simpulkan bahwasanya setiap


kelebihan pasti ada kekurangan begitupun dengan sebuah metode. Namun,
kekurangan tersebut dapat di atasi melalui bagaimana cara pendidik atau guru
tersebut dapat memilih sebuah masalah dengan kreatifitas si pendidik untuk

13
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2006), h. 88.

9
menarik perhatian siswanya serta mempertimbangan juga bobot waktu dengan
bahan pelajaran yang akan di tampilkan.

e. Alasan diterapkan Metode Bermain Peran (Role Playing)


Alasan diterapkannya metode bermain peran (role playing) dalam kegiatan
belajar mengajar adalah untuk penanaman dan pengembangan konsep, nilai, moral,
norma, persepsi, serta mengembangkan keterampilan dalam pemecahan masalah,
dan dapat mengeksplorasi (menyampaikan) materi pelajaran dengan cara yang
bervariasi. Hal ini dapat dicapai bila para peserta didik dalam melakukan
pemecahan masalah dapat secara langsung berperan dalam kegiatan belajar
mengajar yakni melalui peragaan. Dengan demikian, pengalaman belajar siswa
menjadi lebih menyenangkan sehingga dapat menarik perhatian siswa dan
pembelajaran tersebut dapat dengan mudah dipahami.
Penggunaan metode bermain peran (role playing) misalnya, dalam mata
pelajaran PAI yakni Fiqih membahas materi tentang “Makanan yang Halal dalam
Islam” pendidik yang ingin mengenalkan tentang Ikan (jenis, bagaimana ikan bisa
terhidang di meja makan, kandungan gizi, profesi halal). Persiapannya yakni: (1)
Pendidik menerangkan dan memperkenalkan kepada siswa tentang cara metode
bermain peran ini, lalu menyediakan tempat bermain peran (di kelas) bisa diatur
sedemikian rupa menjadi beberapa tempat yang berfungsi sebagai rumah, pasar,
pantai, jangan lupa selalu sediakan jarak untuk masjid; (2) Pendidik menyediakan
peralatan yang mendukung. Misalnya pancing-pancingan, jala-jalaan, kotak
dijadikan sebagai timbangan; (3) Pendidik menyediakan uang mainan kepada siswa
(tanamkan konsep bahwa agar ikannya halal untuk dimakan, maka harus dibeli
menggunakan uang dengan cara yang halal); (4) Pendidik menugaskan siswa untuk
berperan ada yang sebagai nelayan, ibu, anak, pedagang di pasar, dan lainnya. (5)
Lalu, mengenalkan proses distribusi mulai dari ikan ditangkap nelayan, dijual ke
pasar ikan, dibeli oleh pembeli dan dimasak oleh ibu (secara tidak langsung
mengenalkan profesi halal). Saat makan, informasikan kandungan gizi apa saja
yang ada dalam ikan; (6) Untuk menuansakan agama, selalu diupayakan ada adzan

10
di sela-sela mereka bermain, tidak lain membiasakan anak untuk berhenti bermain,
melaksanakan sholat berjamaah, sesudah itu boleh meneruskan bermain; (7) Pasang
tulisan informasi jenis ikan (misal di kotak tempat ikan di pasar), nama tempat
(masjid, pasar ikan, rumah keluarga si Fulan); (8) Kalau unsur berhitung, bisa saat
menghitung ikan yang ditangkap atau yang dibeli. tentu saja semua informasi
dikenalkan melalui percakapan antar pemain; dan (9) Setelah peserta didik selesai
bermain peran, maka dilakukan proses tanya jawab mengenai makanan halal seperti
apa dalam Islam, misalnya tadi seperti ikan, yang dimulai dari pembelian sampai
dimakan, dan evaluasi dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan metode
tersebut. Dalam penerapan metode tersebut, maka siswa bisa dengan mudah
memahami materi karena telah dipraktikkan secara langsung.

2. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL)


a. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning/PBL)
Menurut Sutirman metode pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi
siswa dengan guru di dalam kelas dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di
kelas. Konsep yang dikemukakan Sutirman menjelaskan bahwa metode
pembelajaran adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru
dan siswa dalam proses pembelajaran.14
Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Menurut Dewey dalam Trianto belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara
stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta
dicari pemecahannya dengan baik. Pembelajaran berbasis masalah yang berasal dari
bahasa Inggris problem based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
14
Sutirman, Media dan Model-model Pembelajaran Inovatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h.
39.

11
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah
itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.15
Menurut Abdul Majid, metode pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) merupakan pembelajaran yang difokuskan untuk perkembangan belajar
siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan
diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran.16
Menurut Yatim Riyanto, Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu metode
pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.17 Menurut Arends dalam Trianto,
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berfikir
tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. 18
Adapun menurut Wina Sanjaya pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.19

Dari beberapa definisi menurut para tokoh atau ahli di atas tersebut, dapat
penulis simpulkan bahwa metode pembelajaran berbasis masalah adalah cara yang
digunakan guru dalam proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan masalah
sebagai langkah untuk mengumpulkan pengetahuan, sehingga dapat merangsang
siswa untuk berfikir kritis dan belajar secara individu maupun kelompok kecil
sampai menemukan solusi dari masalah tersebut. Peran guru pada metode
15
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta : Kencana Prenada
Group, 2009), h. 91.
16
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2012), Cet.I, h. 10.
17
Yatim Riyanto, Paradigma baru Pembelajaran sebagai Referensi bagi Pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), h. 285.
18
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi kontsruktivistik, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2007), h. 68.
19
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan, Jenis, Metode dan Prosedur, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), h. 214.

12
pembelajaran masalah yaitu sebagai fasilitator dan membuktikan asumsi juga
mendengarkan perspektif yang ada pada siswa sehingga yang berperan aktif di
dalam kelas pada saat pembelajaran adalah siswa.

b. Tujuan dan Manfaat Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem


Based Learning/PBL)
Menurut Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning/PBL) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa seperti pada pembelajaran langsung dan
ceramah, tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir, mengembangkan kemampuan
memecahan masalah, keterampilan intelektual, dan menjadi siswa yang mandiri. 20
Ada beberapa tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (problem based learning)
menurut Abdul Majid, sebagai berikut:21
1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan
pemecahan masalah;
2) Belajar peranan orang dewasa yang otentik;
3) Menjadi siswa yang mandiri;
4) Untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat
kemungkinan transfer pengetahuan baru;
5) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif;
6) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah;
7) Meningkatkan motivasi belajar siswa;
8) Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru.
Selain tujuan di atas tersebut, ada juga manfaat dari Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning), Menurut Smith dalam Amir, manfaat
pembelajaran berbasis masalah, sebagai berikut:22

20
Muslim Ibrahim, Pengajaran Berdasarkan Masalah, (Surabaya: UNESA University Press,
2002), h. 7.
21
Abdul Majid, Loc.Cit.

13
1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. Kedua
hal ini ada kaitannya, kalau pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan
konteks praktiknya, maka kita akan lebih ingat. Pemahamanan juga
demikian, dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan banyak
mengajukan pertanyaan menyelidiki bukan sekedar hafal saja maka
pembelajaran akan lebih memahami materi.
2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Dengan kemampuan
pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik,
pembelajaran bisa merasakan lebih baik konteks operasinya di lapangan.
3) Mendorong untuk berfikir Dengan proses yang mendorong pembelajaran
untuk mempertanyakan, kritis, reflektif maka mafaat ini berpeluang terjadi.
Pembelajaran dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyipulkan, mencoba
menemukan landasan argumennya dan fakta-fakta yang mendukung alasan.
Nalar pembelajaran dilatih dan kemampuan berfikir ditingkatkan. Tidak
sekedar tahu, tapi juga dipikirkan.
4) Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial Pembelajaran
diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima pandangan
orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang
barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan yang sering disebut bagian
dari soft skills ini, seperti juga hubungan interpersonal dapat mereka
kembangkan. Dalam hal tertentu, pengalaman kepemimpinan juga dapat
dirasakan. Mereka mempertimbangkan strategi memutuskan dan persuasif
dengan orang lain.
5) Membangun kecakapan belajar pembelajaran perlu dibiasakan untuk
mampu belajar terus menerus. Ilmu keterampilan yang mereka butuhkan
nanti akan terus berkembang, apapun bidang pekerjaannya. Jadi mereka
harus mengembangkan bagaimana kemampuan untuk belajar.

22
M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013), h. 27.

14
6) Memotivasi pembelajaran. Motivasi belajar pembelajaran, terlepas dari
apapun metode yang kita gunakan, selalu menjadi tantangan. Dengan metode
pembelajaran berbasis masalah, kita punya peluang untuk membangkitkan
minat dari dalam diri, karena kita menciptakan masalah dengan konteks
pekerjaan.

Berdasarkan pemaparan di atas tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa


Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) bertujuan
untuk memotivasi belajar siswa agar menjadi mandiri, membantu siswa
mengembangkan ketrampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah,
membuat kemungkinan transfer pengetahuan baru, belajar peranan orang
dewasa yang otentik. Dan dari pendapat Smith mengenai manfaat pembelajaran
berbasis masalah penulis menyimpulkan bahwa metode ini memiliki berbagai
macam manfaat sehingga menimbulkan efek positif bagi siswa, dan dengan
menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah ini berharap dapat
meningkatkan motivasi, percaya diri dan yang terpenting adalah hasil belajar
siswa dapat meningkat sesuai dengan apa yang diharapkan.

c. Langkah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based


Learning/PBL)
Menurut Hamzah dan Muhammad Nurdin, ada beberapa tahapan dalam metode
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/ PBL), sebagai berikut:23
1) Mengidentifikasi masalah;
2) Mengumpulkan data;
3) Menganalisis data;
4) Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya;
5) Memilih cara untuk memecahkan masalah;
6) Merencanakan penerapan pemecahan masalah;

23
Hamzah dan Muhammad Nurdin, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), h. 173.

15
7) Melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan;
8) Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Selanjutnya adalah fase untuk mengimplementasikannya dalam proses belajar
mengajar. Menurut Hamzah dan Muhammad Nurdin ada 5 fase (tahap) yang perlu
dilakukan oleh seorang guru dalam mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning/ PBL), yaitu:24
Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah. Menjelaskan tujuan
pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar. Membantu siswa membatasi dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong
Siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan
mencari untuk penjelasan dan pemecahan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu siswa
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu
siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan
selama berlangsungnya pemecahan masalah.
Adapun menurut Trianto, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning/ PBL) sebagai berikut:25
1) Guru memulai sesi awal PBM atau PBL dengan presentasi permasalahan
yang akan dihadapi oleh siswa.
2) Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
3) Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang
permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.

24
Ibid.
25
Trianto, Op.Cit., h. 5

16
4) Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak
mereka pahami.
5) Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap
penting.

Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan


1) Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang
mereka peroleh;
2) Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya;
3) Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui
pelaporan di kelas.

Berdasarkan pemaparan di atas tersebut, dapat penulis simpulkan bahwasanya


ada beberapa tahapan-tahapan dalam metode Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning/ PBL) mulai dari mengidentifikasi masalah sampai
melakukan tindakan. Dalam mengimplementasikan metode tersebut, seorang guru
memiliki tahap (fase)nya, yakni mengorientasikan siswa pada masalah;
mengorganisasi siswa untuk belajar; membimbing penyelidikan individu maupun
kelompok; mengembangkan dan menyajikan hasil karya; serta menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Selanjutnya, langkah metode ini dimulai
dengan sesi awal, pada sesi awal ini siswa diharapkan dapat membagi ataupun
mentransfer, dan menguji validitas dari pengetahuan baru yang mereka peroleh
dalam konteks yang nyata.

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah


(Problem Based Learning/PBL)
Setiap metode tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan, dalam
pemanfaatannya kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning/PBL), sebagai berikut:
1) Kelebihan

17
Menurut Ngalimun, kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning/PBL) dalam pemanfaatannya, sebagai berikut:26
a) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif;
b) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah;
c) Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar;
d) Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi
baru;
e) Dapat mendorong siswa/Siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri;
f) Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan
masalah yang telah ia lakukan;
g) Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna;
h) Dalam situasi PBM, siswa/Siswa mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks
yang relevan;
i) PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan
inisiatif siswa/Siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja
kelompok.
2) Kekurangan
Menurut Warsono dan Hariyanto, kekurangan dari model pembelajaran
berbasis masalah antara lain:27
a) Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada
pemecahan masalah;
b) Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang;
c) Aktivitas siswa yang dilaksanakan diluar sekolah sulit dipantau guru.

26
Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Presindoi, 2013), h. 45.
27
Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 152.

18
Adapun menurut Ngalimun, kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning/PBL) dalam pemanfaatannya, sebagai berikut:28
a) Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode
konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah sehingga
pembelajaran tidak berjalan secara efektif dan efisien.
b) Kurangnya waktu pembelajaran.
Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta
didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang
diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan
dengan beban kurikulum.
c) PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum
yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda.
d) Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi
mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki
pengalaman sebelumnya
e) Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL
Mungkin untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis
konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, karena
membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa
sulit pada awalnya bagi guru untuk "melepaskan kontrol" dan menjadi
fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat
daripada menyerahkan mereka solusi.

Berdasarkan pemaparan di atas tersebut dapat disimpulkan bahwasanya


dalam setiap metode pembelajaran pasti ada kelebihan dan kekurangannya.
Maka dari itu, setiap guru ataupun calon guru harus kreatif ataupun pandai
memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang ia sampaikan dan

28
Ngalimun, Op.Cit., h. 56.

19
harus mampu menutupi kekurangan dari metode pembelajaran yang akan
digunakan serta kreatif dalam mengembangkan metode yang dipakainya.

e. Alasan diterapkan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based


Learning/PBL)
Alasan diterapkannya metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning/PBL) dalam kegiatan belajar mengajar adalah agar siswa dapat
memecahkan suatu masalah, mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan
secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan, dapat
meningkatkan kemampuan berfikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa,
mempunyai motivasi internal untuk belajar dan dapat mengembangkan hubungan
interpersonal dalam belajar kelompok. Jadi, siswa dapat memecahkan suatu
masalah dengan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya, artinya belajar tersebut
ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat
diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep diterapkan. Dalam
situasi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL), siswa
mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang siswa lakukan
sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis, sehingga masalah-masalah dalam
aplikasi suatu konsep atau teori akan mereka temukan sekaligus selama
pembelajaran berlangsung.
Adapun penerapan metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based-
Learning) dalam materi PAI misalnya pada mata pelajaran akidah akhlak materinya
tentang “Kisah Muhajirin dan Anshar.” Maka, sebelum memulai proses belajar-
mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk
mengobservasi materi tersebut. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-
masalah yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang peserta didik
untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah
mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan

20
mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka. Setelah itu, Memanfaatkan
media untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang
dapat dilakukan peserta didik yang dibagi dalam beberapa kelompok ataupun
individu. Tugas tersebut bisa dicari dengan menggunakan media, seperti
menggunakan media cetak maupun audio-visual yakni buku ataupun video tentang
kisah Muhajirin dan Anshar. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk belajar mandiri dengan memanfaatkan media
yang ada serta IPTEK. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman
langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan
aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai
penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
Berdasarkan penerapan metode tersebut siswa dapat menambah pemahaman
siswa-siswi dalam sebab terjadinya Nabi dan para sahabatnya melaksanakan hijrah
serta menjadikan siswa lebih aktif kreatif juga inovatif dalam memecahkan masalah
pada pembelajaran tersebut. Karena dengan demikian, siswa akan lebih tertantang
untuk mencari jalan keluar dalam menyelesaikan konsep tersebut. Sehingga, siswa
dapat membiasakan perilaku terpuji yang dapat diambil dari kisah tersebut.

21
C. PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai metode bermain peran (role play) dan
metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning/pbl), dapat
disimpulkan bahwasanya kedua metode ini memiliki peranan masing-masing untuk
memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar dan juga agar tidak terjadi
proses belajar mengajar yang cenderung monoton. Berdasarkan hal tersebut
bahwasanya metode bermain peran (role playing) adalah cara yang digunakan guru
dalam proses pembelajaran dengan memberikan suatu topik/masalah yang berkaitan
dengan materi dari mata pelajaran yang diajarkan dengan menghadirkan peran-peran
yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam
kelas/pertemuan kemudian diperankan secara langsung oleh peserta didik.
Sementara, metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning/pbl)
merupakan cara yang digunakan guru dalam proses kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan masalah sebagai langkah untuk mengumpulkan pengetahuan,
sehingga dapat merangsang siswa untuk berfikir kritis dan belajar secara individu
maupun kelompok kecil sampai menemukan solusi dari masalah tersebut. Kedua
metode tersebut, masing-masing mempunyai tujuan, manfaat, langkah-langkah,
kelebihan dan kekurangan, serta alasan menggunakan metode tersebut dalam proses
belajar mengajar.

22
DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. Taufiq. 2013. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Djamarah Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT
Rineka Cipta.

_________________________________. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:


Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

_____________. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika.

Hamzah dan Nurdin, Muhammad. 2012. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM.


Jakarta: Bumi Aksara.

Ibrahim, Muslim. 2002. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA


University Press.

Ismail, Andang. 2006. Education Games; Menjadi Cerdas dan Ceria dengan
Permainan Edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.

Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Remaja Rosda Karya.

____________. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Ngalimun. 2013. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Presindoi.

23
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma baru Pembelajaran sebagai Referensi bagi Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Dirjen


Dikti Depdiknas.

Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan, Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Silberman, Mel. 2007. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani.

Soeparno. 2008. Media Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: PT. Intan Pariwara.

Subakir, Supriono dan Sapari, Ahmad. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Jawa
Timur: SIC.

Suparman, M. Atwi. 2012. Desain Instruksional Modern: Panduan Para Pengajar dan
Inovator Pendidikan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sutirman. 2013. Media dan Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi kontsruktivistik.


Jakarta: Prestasi Pustaka.

______. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta : Kencana


Prenada Group.

Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

24

Anda mungkin juga menyukai