Disusun Oleh:
Kelompok 5
(Tugas UTS/ MID)
Putri Rahmadani 1710202033
1
B. PEMBAHASAN
1
Andang Ismail, Education Games; Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif,
(Yogyakarta: Pilar Media, 2006), h. 15.
2
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 112.
3
M. Atwi Suparman, Desain Instruksional Modern: Panduan Para Pengajar dan Inovator
Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), h. 261-262.
2
baik tentang pribadi dan motivasi yang mendorong tingkah lakunya.4 Pendapat ini
didukung oleh Soeparno yang mengatakan,bahwa bermain peran atau role playing
merupakan suatu kegiatan berupa penampilan tingkah laku, sifat, watak, dan
perangai suatu peran tertentu untuk menciptakan suatu imajinasi yang dapat
melukiskan peristiwa yang sebenarnya. 5
Menurut Oemar Hamalik, bermain peran merupakan penerapan pengajaran
berdasarkan pengalaman. Bermain peran memungkinkan para siswa
mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain,
identifikasi tersebut mungkin cara untuk mengubah perilaku dan sikap sebagaimana
siswa menerima karakter orang lain.6 Menurut Abdul Majid, role playing atau
bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang
diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa
aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.7
4
Supriono Subakir dan Ahmad Sapari, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jawa Timur: SIC, 2001),
h. 137.
5
Soeparno, Media Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta: PT. Intan Pariwara, 2008), h. 101.
6
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 214.
7
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 163.
8
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, .
2010), h. 88.
3
2) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
3) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok
secara spontan.
4) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Adapun tujuan metode bermain peran seperti yang diungkapkan oleh Soeparno
antara lain:9
1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan berbicara
menggunakan kalimat yang sesuai dengan pola yang telah diajarkan;
2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih memahami kalimat-
kalimat yang diucapkan orang lain secara tepat sesuai dengan apa yang
dimaksudkan;
3) Melatih siswa untuk menghadapi situasi yang terjadi di dalam masyarakat
yang sebenarnya;
4) Mengembangkan dan menanamkan sikap serta tingkah laku yang baik serta
dapat mengoreksi sikap serta tingkah laku yang kurang baik.
Selain tujuan di atas tersebut, metode bermain juga mempunyai beberapa
manfaat. Ruminiati memberikan penjelasan mengenai manfaat dari metode bermain
peran yaitu sebagai berikut:10
1) Sebagai sarana menggali perasaan siswa;
2) Untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan
masalahnya;
3) Untuk mendapatkan inspirasi dan pemahaman yang dapat mempengaruhi
sikap, nilai dan persepsinya;
4) Untuk mendalami isi mata pelajaran yang dipelajari;
5) Untuk bekal terjun ke masyarakat dimasa mendatang sehingga siswa dapat
membawa diri menempatkan diri, menjaga dirinya sehingga sudah tidak
9
Soeparno, Loc.Cit.
10
Ruminiati, Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD, (Jakarta: Dirjen Dikti
Depdiknas, 2007), h. 5.
4
asing lagi apabila dalam kehidupan bermasyarakat terjadi banyak siswa
yang berbeda-beda.
11
Mel Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2007), h. 217.
5
memberi feedback dan arah seperti kemajuan skenario. Jangan ragu
menyuruh siswa untuk memberikan garis khusus bagi guru untuk digunakan.
4) Teruskan bermain peran sampai siswa secara meningkat melatih guru dalam
bagaimana menangani situasi. Hal ini memberikan siswa latihan
keterampilan ketika guru melakukan peran yang sebenarnya untuk mereka.
Menurut Oemar Hamalik dalam menyiapkan suatu situasi Bermain Peran (Role
Playing) di dalam kelas, guru mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:12
1) Persiapan dan instruksi
a) Guru memiliki situasi bermain peran
Situasi-situasi masalah yang dipilih harus menjadi “sosiodrama” yang
menitikberatkan pada jenis peran, masalah dan situasi familier, serta
pentingnya bagi siswa. Keseluruhan situasi harus dijelaskan, yang
meliputi deskripsi tentang keadaan peristiwa, individu-individu yang
dilibatkan, dan posisi-posisi dasar yang diambil oleh pelaku khusus.
Para pemeran khusus tidak didasarkan kepada individu nyata di dalam
kelas, hindari tipe yang sama pada waktu merancang pemeran
supayatidak terjadi gangguan hak pribadi secara psikologis dan merasa
aman.
b) Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa harus mengikuti latihan
pemanasan, latihan-latihan ini diikuti oleh semua siswa, baik sebagai
partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif. Latihan-latihan ini
dirancang untuk menyiapkan siswa, membantu mereka mengembangkan
imajinasinya dan untuk membentuk kekompakan kelompok dan
interaksi. Misalnya latihan pantomim.
c) Guru memberikan intruksi khusus kepada peserta bermain peran setelah
memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas.
Penjelasan tersebut meliputi latar belakang dan karakter-karakter dasar
12
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h. 215-217.
6
melalui tulisan atau penjelasan lisan. Para peserta (pemeran) dipilih
secara sukarela. Siswa diberi kebebasan untuk menggariskan suatu
peran. Apabila siswa telah pernah mengamati suatu situasi dalam
kehidupan nyata maka situasi tersebut dapat dijadikan sebagai situasi
bermain peran. Peserta bersangkutan diberi kesempatan untuk
menunjukkan tindakan/perbuatan ulang pengalaman. Dalam brifing,
kepada pemeran diberikan deskripsi secara rinci tentang kepribadian,
perasaan, dan keyakinan dari para karakter. Hal ini diperlukan guna
membangun masa lampau dari karakter. Dengan demikian dapat
dirancang ruangan dan peralatan yang perlu digunakan dalam bermain
peran tersebut.
d) Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta
memberikan instruksi-instruksi yang bertalian dengan masing-masing
peran kepada audience. Para audience diupayakan mengambil bagian
secara aktif dalam bermain peran itu. Untuk itu, kelas dibagi dua
kelompok, yakni kelompok pengamat dan kelompok spekulator, masing-
masing melaksanakan fungsinya. Kelompok I bertindak sebagai
pengamat yang bertugas mengamati: (1) perasaan individu karakter, (2)
karakter-karakter khusus yang diinginkan dalam situasi dan (3) mengapa
karakter merespons cara yang mereka lakukan. Kelompok II bertindak
sebagai spekulator yang berupaya menanggapi bermain peran itu dari
tujuan dan analisis pendapat. Tugas kelompok ini mengamati garis besar
rangkaian tindakan yang telah dilakukan oleh karakter-karakter khusus.
2) Tindakan Dramatik dan Diskusi
a) Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran,
sedangkan para audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada
pemeran.
b) Bermain peran khusus berhenti pada titik-titik penting atau apabila
terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan
tersebut.
7
c) Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat
pada situasi bermain peran. Masing-masing kelompok audiencediberi
kesempatan untuk menyampaikan hasil observasi dan reaksi-reaksinya.
Para pemeran juga dilibatkan dalam diskusi tersebut. diskusi dibimbing
oleh guru dengan maksud berkembang pemahaman tentang pelaksanaan
bermain peran serta bermakna langsung bagi hidup siswa, yang pada
gilirannya menumbuhkan pemahaman baru yang berguna untuk
mengamati dan merespons situasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
3) Evaluasi Bermain Peran
a) Siswa memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam
kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam
bermain peran. Siswa diperkenankan memberikan komentar evaluative
tentang bermain peran yang telah dilaksanakan, misalnya tentang makna
bermain peran bagi mereka, cara-cara yang telah dilakukan selama
bermain peran, dan cara-cara meningkatkan efektivitas bermain peran
selanjutnya.
b) Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam
melakukan evaluasi ini, guru dapat menggunakan komentar evaluatif
dari siswa, catatan-catatan yang dibuat oleh guru selama berlangsungnya
bermain peran. Berdasarkan evaluasi tersebut, selanjutnya guru dapat
menentukan tingkat perkembangan pribadi, sosial dan akademik para
siswanya.
c) Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai
tersebut dalam sebuah junal sekolah (kalau ada), atau pada buku catatan
guru. Hal ini penting untuk pelaksanaan bermain peran atau untuk
berkaitan bermain peran selanjutnya.
8
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran (Role Playing)
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain ada beberapa kelebihan dan
kekurangan metode Bermain Peran (Role Playing, sebagai berikut:13
1) Kelebihan metode role playing
a) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, di
samping menjadi pengalaman yang menyenangkan juga
memberipengetahuan yang melekat dalam memori otak.
b) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan membuat kelas
menjadi dinamis dan antusias.
c) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta
menumbuhkan rasa kebersamaan.
d) Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan
dibahas dalam proses belajar.
2) Kekurangan metode role playing
a) Role playing memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak
b) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru
maupun siswa dan ini tidak semua guru memilikinya.
c) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk
memerankan suatu adegan tertentu.
d) Apabila pelaksanaan role playing atau bermain peran mengalami
kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
sekaligus berarti tujuan pembelajaran tidak tercapai.
e) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
13
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2006), h. 88.
9
menarik perhatian siswanya serta mempertimbangan juga bobot waktu dengan
bahan pelajaran yang akan di tampilkan.
10
di sela-sela mereka bermain, tidak lain membiasakan anak untuk berhenti bermain,
melaksanakan sholat berjamaah, sesudah itu boleh meneruskan bermain; (7) Pasang
tulisan informasi jenis ikan (misal di kotak tempat ikan di pasar), nama tempat
(masjid, pasar ikan, rumah keluarga si Fulan); (8) Kalau unsur berhitung, bisa saat
menghitung ikan yang ditangkap atau yang dibeli. tentu saja semua informasi
dikenalkan melalui percakapan antar pemain; dan (9) Setelah peserta didik selesai
bermain peran, maka dilakukan proses tanya jawab mengenai makanan halal seperti
apa dalam Islam, misalnya tadi seperti ikan, yang dimulai dari pembelian sampai
dimakan, dan evaluasi dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan metode
tersebut. Dalam penerapan metode tersebut, maka siswa bisa dengan mudah
memahami materi karena telah dipraktikkan secara langsung.
11
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah
itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.15
Menurut Abdul Majid, metode pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) merupakan pembelajaran yang difokuskan untuk perkembangan belajar
siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan
diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran.16
Menurut Yatim Riyanto, Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu metode
pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.17 Menurut Arends dalam Trianto,
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berfikir
tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. 18
Adapun menurut Wina Sanjaya pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.19
Dari beberapa definisi menurut para tokoh atau ahli di atas tersebut, dapat
penulis simpulkan bahwa metode pembelajaran berbasis masalah adalah cara yang
digunakan guru dalam proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan masalah
sebagai langkah untuk mengumpulkan pengetahuan, sehingga dapat merangsang
siswa untuk berfikir kritis dan belajar secara individu maupun kelompok kecil
sampai menemukan solusi dari masalah tersebut. Peran guru pada metode
15
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta : Kencana Prenada
Group, 2009), h. 91.
16
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2012), Cet.I, h. 10.
17
Yatim Riyanto, Paradigma baru Pembelajaran sebagai Referensi bagi Pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), h. 285.
18
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi kontsruktivistik, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2007), h. 68.
19
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan, Jenis, Metode dan Prosedur, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), h. 214.
12
pembelajaran masalah yaitu sebagai fasilitator dan membuktikan asumsi juga
mendengarkan perspektif yang ada pada siswa sehingga yang berperan aktif di
dalam kelas pada saat pembelajaran adalah siswa.
20
Muslim Ibrahim, Pengajaran Berdasarkan Masalah, (Surabaya: UNESA University Press,
2002), h. 7.
21
Abdul Majid, Loc.Cit.
13
1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. Kedua
hal ini ada kaitannya, kalau pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan
konteks praktiknya, maka kita akan lebih ingat. Pemahamanan juga
demikian, dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan banyak
mengajukan pertanyaan menyelidiki bukan sekedar hafal saja maka
pembelajaran akan lebih memahami materi.
2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Dengan kemampuan
pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik,
pembelajaran bisa merasakan lebih baik konteks operasinya di lapangan.
3) Mendorong untuk berfikir Dengan proses yang mendorong pembelajaran
untuk mempertanyakan, kritis, reflektif maka mafaat ini berpeluang terjadi.
Pembelajaran dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyipulkan, mencoba
menemukan landasan argumennya dan fakta-fakta yang mendukung alasan.
Nalar pembelajaran dilatih dan kemampuan berfikir ditingkatkan. Tidak
sekedar tahu, tapi juga dipikirkan.
4) Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial Pembelajaran
diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima pandangan
orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang
barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan yang sering disebut bagian
dari soft skills ini, seperti juga hubungan interpersonal dapat mereka
kembangkan. Dalam hal tertentu, pengalaman kepemimpinan juga dapat
dirasakan. Mereka mempertimbangkan strategi memutuskan dan persuasif
dengan orang lain.
5) Membangun kecakapan belajar pembelajaran perlu dibiasakan untuk
mampu belajar terus menerus. Ilmu keterampilan yang mereka butuhkan
nanti akan terus berkembang, apapun bidang pekerjaannya. Jadi mereka
harus mengembangkan bagaimana kemampuan untuk belajar.
22
M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013), h. 27.
14
6) Memotivasi pembelajaran. Motivasi belajar pembelajaran, terlepas dari
apapun metode yang kita gunakan, selalu menjadi tantangan. Dengan metode
pembelajaran berbasis masalah, kita punya peluang untuk membangkitkan
minat dari dalam diri, karena kita menciptakan masalah dengan konteks
pekerjaan.
23
Hamzah dan Muhammad Nurdin, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), h. 173.
15
7) Melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan;
8) Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Selanjutnya adalah fase untuk mengimplementasikannya dalam proses belajar
mengajar. Menurut Hamzah dan Muhammad Nurdin ada 5 fase (tahap) yang perlu
dilakukan oleh seorang guru dalam mengimplementasikan Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning/ PBL), yaitu:24
Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah. Menjelaskan tujuan
pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar. Membantu siswa membatasi dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong
Siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan
mencari untuk penjelasan dan pemecahan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu siswa
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu
siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan
selama berlangsungnya pemecahan masalah.
Adapun menurut Trianto, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning/ PBL) sebagai berikut:25
1) Guru memulai sesi awal PBM atau PBL dengan presentasi permasalahan
yang akan dihadapi oleh siswa.
2) Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
3) Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang
permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
24
Ibid.
25
Trianto, Op.Cit., h. 5
16
4) Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak
mereka pahami.
5) Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap
penting.
17
Menurut Ngalimun, kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning/PBL) dalam pemanfaatannya, sebagai berikut:26
a) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif;
b) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah;
c) Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar;
d) Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi
baru;
e) Dapat mendorong siswa/Siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri;
f) Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan
masalah yang telah ia lakukan;
g) Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna;
h) Dalam situasi PBM, siswa/Siswa mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks
yang relevan;
i) PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan
inisiatif siswa/Siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja
kelompok.
2) Kekurangan
Menurut Warsono dan Hariyanto, kekurangan dari model pembelajaran
berbasis masalah antara lain:27
a) Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada
pemecahan masalah;
b) Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang;
c) Aktivitas siswa yang dilaksanakan diluar sekolah sulit dipantau guru.
26
Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Presindoi, 2013), h. 45.
27
Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 152.
18
Adapun menurut Ngalimun, kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning/PBL) dalam pemanfaatannya, sebagai berikut:28
a) Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode
konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah sehingga
pembelajaran tidak berjalan secara efektif dan efisien.
b) Kurangnya waktu pembelajaran.
Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta
didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang
diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan
dengan beban kurikulum.
c) PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum
yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda.
d) Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi
mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki
pengalaman sebelumnya
e) Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL
Mungkin untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis
konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, karena
membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa
sulit pada awalnya bagi guru untuk "melepaskan kontrol" dan menjadi
fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat
daripada menyerahkan mereka solusi.
28
Ngalimun, Op.Cit., h. 56.
19
harus mampu menutupi kekurangan dari metode pembelajaran yang akan
digunakan serta kreatif dalam mengembangkan metode yang dipakainya.
20
mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka. Setelah itu, Memanfaatkan
media untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang
dapat dilakukan peserta didik yang dibagi dalam beberapa kelompok ataupun
individu. Tugas tersebut bisa dicari dengan menggunakan media, seperti
menggunakan media cetak maupun audio-visual yakni buku ataupun video tentang
kisah Muhajirin dan Anshar. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk belajar mandiri dengan memanfaatkan media
yang ada serta IPTEK. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman
langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan
aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai
penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
Berdasarkan penerapan metode tersebut siswa dapat menambah pemahaman
siswa-siswi dalam sebab terjadinya Nabi dan para sahabatnya melaksanakan hijrah
serta menjadikan siswa lebih aktif kreatif juga inovatif dalam memecahkan masalah
pada pembelajaran tersebut. Karena dengan demikian, siswa akan lebih tertantang
untuk mencari jalan keluar dalam menyelesaikan konsep tersebut. Sehingga, siswa
dapat membiasakan perilaku terpuji yang dapat diambil dari kisah tersebut.
21
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai metode bermain peran (role play) dan
metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning/pbl), dapat
disimpulkan bahwasanya kedua metode ini memiliki peranan masing-masing untuk
memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar dan juga agar tidak terjadi
proses belajar mengajar yang cenderung monoton. Berdasarkan hal tersebut
bahwasanya metode bermain peran (role playing) adalah cara yang digunakan guru
dalam proses pembelajaran dengan memberikan suatu topik/masalah yang berkaitan
dengan materi dari mata pelajaran yang diajarkan dengan menghadirkan peran-peran
yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam
kelas/pertemuan kemudian diperankan secara langsung oleh peserta didik.
Sementara, metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning/pbl)
merupakan cara yang digunakan guru dalam proses kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan masalah sebagai langkah untuk mengumpulkan pengetahuan,
sehingga dapat merangsang siswa untuk berfikir kritis dan belajar secara individu
maupun kelompok kecil sampai menemukan solusi dari masalah tersebut. Kedua
metode tersebut, masing-masing mempunyai tujuan, manfaat, langkah-langkah,
kelebihan dan kekurangan, serta alasan menggunakan metode tersebut dalam proses
belajar mengajar.
22
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. Taufiq. 2013. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Djamarah Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Ismail, Andang. 2006. Education Games; Menjadi Cerdas dan Ceria dengan
Permainan Edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.
Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
23
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma baru Pembelajaran sebagai Referensi bagi Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan, Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Silberman, Mel. 2007. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani.
Subakir, Supriono dan Sapari, Ahmad. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Jawa
Timur: SIC.
Suparman, M. Atwi. 2012. Desain Instruksional Modern: Panduan Para Pengajar dan
Inovator Pendidikan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
24