Peta Konsep
10.3.1 Puisi
Seperti yang sudah diuraikan pada Bab VIII, bahwa secara etimologi puisi
berasal dari bahasa Latin versus yang berasal dari kata kerja versa, versare, atau
verse yang berarti to turn (menghadap). Dalam bahasa Inggris verse mengacu
pada pengaturan baris demi baris yang disengaja yang membedakannya dengan
prosa. Sedangkan kata puisi berasal dari bahasa Yunani “poeisis” yang berarti
penciptaan. Dalam bahasa Inggris puisi disebut poetry yang berarti puisi, poet
berarti penyair, poem berarti syair, sajak (Tarigan, 2011:4).
Puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan perasaan dan
pikiran penulisnya secara imajinatif yang disusun berdasarkan konsentrasi atas
kekuatan bahasa yang berkaitan dengan struktur fisik dan struktur batinnya
(Walujo, 1991:25). Artinya, puisi merupakan jenis karya sastra yang
mengungkapkan pemikiran, ide, dan ekspresi perasaan melalui bahasa. Bahasa
puisi tidak terikat dengan kaidah kebahasaan secara umum. Maksudnya, bahasa
puisi mempunyai kebebasan karena memuat aspek konotatif dan simbolis. Akan
tetapi untuk puisi anak tentu bahasa yang digunakan relatif mudah dipahami anak-
anak walaupun masih ada kesan estetis. Seperti halnya lagu anak yang
menggunakan bahasa sehari-hari tetapi masih mencerminkan keindahan. Misalnya
lagu Bintang Kecil ciptaan Daljono di bawah ini.
Bintang kecil di langit yang tinggi,
amat banyak menghias angkasa,
aku ingin terbang dan menari,
jauh tinggi ke tempat kau berada.
Lagu di atas, selain mencerminkan keindahan alam semesta dan kosakata
yang mudah dimengerti oleh anak, juga mengandung motivasi atau dapat
mendorong anak-anak mempunyai cita-cita yang tinggi. Begitu juga seharusnya
puisi yang ditulis untuk anak-anak. Puisi untuk anak hendaknya memang
bertujuan memberi motivasi, harapan, nilai-nilai yang berkaitan dengan
kejiwaannya. Berdasarkan hal tersebut, menurut Nadeak (dalam Winarni, 2014:9)
ciri-ciri puisi anak, antara lain (a) isi sajak harus berdasarkan pengalaman dari
dunia anak sesuai umur dan taraf perkembangan jiwa anak; (b) sajak yang ditulis
memiliki daya tarik terhadap anak; (c) sajak harus memiliki keindahan lahiriah
bahasa, misalnya irama yang hidup, tekanan kata yang nyata, permainan bunyi,
dan lain-lain; (d) perbendaharaan kata sesuai dengan dunia anak.
Sutawijaya, dkk (dalam Winarni, 2014:9 – 10) memberikan beberapa ciri
pembelajaran apresiasi sastra puisi di SD, antara lain (a) ciri keterbacaan. Artinya,
bahasa yang digunakan dapat mudah dipahami anak atau tidak konotatif dan
susunan kalimatnya sederhana; (b) ciri kesesuaian. Ciri kesesuaian berkaitan
dengan usia anak dan pengalamannya sehari-hari dalam dunia nyata. Selain itu,
ciri kesusuaian juga berhubungan dengan tempat dimana anak tersebut berada.
Misalnya, anak yang bertempat tingga; di gunung akan mudah memahami puisi-
puisi yang berkaitan dengan pegunungan atau pemandangan gunung. Sebaliknya,
anak yang bertempat tinggal di pantai akan cenderung menyukai puisi-puisi yang
membicarakan pantai. Contoh-contoh puisi lebih lanjut akan dipaparkan pada Bab
XII.
10.3.2 Prosa
Prosa diartikan sebagai kata benda fiksi yang dalam bahasa indonesia
secara singkat berarti “sesuatu yang dibentuk; sesuatu yang dibuat; sesuatu yang
diciptakan; sesuatu yang diimajinasikan berdasarkan pikiran dan perasaan
penulisnya. Prosa berbeda dengan puisi, karena ditulis bebas dan tidak terikat oleh
kaidah yang terdapat dalam puisi. Prosa dalam bahasa Inggris disebut prose.
istilah prosa sebenarnya mengacu pada pengertian yang bersifat umum dan luas.
Istilah prosa mencakup pengertian fiksi dan nonfiksi. Prosa di dalam ilmu
kesusastraan juga disebut dengan fiksi (fiction), teks naratif (narrative text),
wacana naratif (narrative discource).
Menurut Aminudin (2013:66) istilah prosa fiksi juga bisa disebut dengan
karya fiksi, prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita berplot. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa prosa fiksi adalah kisah atau cerita yang diemban oleh pelaku-
pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita
tertentu berdasarkan imajinasi penulisnya. Dapat juga dikatakan, bahwa prosa
fiksi dapat dikatakan mempunyai dunianya sendiri dan memiliki komponen
kehidupan sebagaimana kehidupan secara realitas itu sendiri. Intinya, prosa fiksi
merupakan susunan cerita yang memiliki penegasan dan gambaran serta memiliki
komponen yang secara bersama membentuk kebulatan cerita yang indah dan
bermakna.
Prosa anak – seperti halnya puisi anak – hendaknya menggunakan bahasa
sederhana yang mudah dipahami anak-anak. Dalam hal ini, “judul prosa” juga
harus sederhana agar mudah dipahami dan menarik perhatian anak. Akan tetapi,
prosa lebih kompleks daripada puisi, karena di dalamnya terdapat setting serta
tokoh dan penokohan. Setting yang digunakan hendaknya juga berkaitan dengan
dunia anak. Misalnya, taman bermain atau sekolahan yang memang merupakan
bagian dari keseharian anak. Selain itu, di dalam prosa juga menguraikan alur atau
plot. Alur dalam prosa anak hendaknya bersifat tunggal dengan alur maju.
Winarni (2014:16) menyatakan alur yang bersifat tunggal dan maju akan mudah
dipahami anak. Prosa anak akan diuraikan secara mendalam beserta dengan
contoh-contohnya pada Bab XII.
10.3.3 Drama
Drama merupakan karya sastra yang berorientasi pada seni pertunjukan.
Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, bereaksi, dan sebagainya; dan drama berarti perbuatan atau tindakan
(Harymawan, 1993:1). Tindakan, reaksi, dan perbuatan tersebut termaktub dalam
naskah drama dan dipraktikan dalam sebuah pementasan. Makanya, drama selain
termasuk dalam karya sastra juga dikatakan sebagai bagian dari seni pertunjukan.
Jika demikian, drama merupakan cerita (lakon) bersifat imajinatif dalam bentuk
naskah drama (teks drama) atau disebut sastra drama. Drama juga dapat dikatakan
sebagai cerita (lakon) yang dipertunjukan di hadapan penonton yang bentuknya
adalah pertunjukan drama atau disebut seni drama.
Saat ini, drama – dalam hal ini drama anak – merupakan karya sastra anak
yang kurang mendapatkan perhatian atau kurang digemari (Winarni, 2014:22).
Padahal, perilaku-perilaku yang terdapat dalam drama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sehari-hari manusia. Jika demikian, sama dengan puisi dan prosa,
sastra drama anak, baik naskah maupun yang dipertujukan harus menyesuaikan
karakter anak – yang dalam hal ini sebagai penonton. Bahasa atau dialog yang
digunakan harus mudah dipahami anak, pertunjukan harus bersifat realis yang
mudah dipahami, dan cerita-cerita di dalamnya harus mencerminkan kehidupan
anak. Lakon atau cerita drama anak dapat disadur dari dongeng-dongeng yang
menyebar di masyarakat kita. Lebih jelasnya, pada Bab XII akan diuraikan secara
mendalam beserta contohnya mengenai drama anak.
Drama modern, baik untuk orang dewasa maupun anak tidak bisa
dilepaskan dengan naskah, dan naskah drama memiliki ciri khas gerak, seperti
mengacungkan tangan, membentak, dan ketakutan. Dengan demikian, penulis
lakon membeberkan kisahannya tak cukup jika hanya dibaca, karena dibutuhkan
adanya gerak. Itulah yang disebut action saat drama dipentaskan di panggung.
Penulis lakon membayangkan aktion para aktornya dalam bentuk dialog, dan
dialog merupakan bagian paling penting dalam drama. Tentu dalam membuat
naskah drama anak, penulis naskah harus memperhatikan segala sesuatu yang
berkaitan dengan anak. Jangan sampai naskah drama yang dipentaskan gagal
dipahami anak, sehingga penanaman nilai moral tidak akan diperoleh anak-anak
yang menonton. Melalui dialog sederhana, anak-anak dapat memahami, dan
melacak emosi, pemikiran, karakterisasi, makna, dan maksud yang kesemuanya
itu terhidang di panggung lewat aktion atau gerak pemainnya.
10.3.4 Pantun
Pada bagian ini, akan dijelaskan secara singkat tentang salah sastu karya
sastra Melayu, yaitu pantun. Dewasa ini jarang sekali atau hanya sedikit anak-
anak yang mengetahui pantun dan bahkan menghafal pantun. Pantun merupakan
puisi asli Indonesia (Melayu) (Winarni, 2014: 10). Pantun adalah puisi Melayu
yang tiap bait terdiri dari empat baris, pada bait pertama dan kedua merupakan
tumpuan, bait ketiga dan keempat merupakan isi. Pantun biasanya tidak ada nama
pengarangnya, karena sastra lama banyak yang non-name atau pengarangnya
tidak mencantumkan nama. Contoh pantun yang sering kita dengar sebagai
berikut.
Jika ada sumur di ladang
Bolehlah menumpang mandi
Apabila ada umur panjang
Bolehlah kita berjumpa lagi
Baris pertama dan kedua pantun tersebut, yaitu //Jika ada sumur di
ladang//bolehlah kita menumpang mandi// merupakan tumpuan atau sampiran
untuk membuka isi pantun. Isi pantun //Apabila ada umur panjang//bolehlan kita
berjumpa lagi// merupakan inti dari pantun tersebut. Selain itu, tumpuan dalam
pantun juga digunakan sebagai hiasan agar indah dan enak didengar. Pantun –
sama dengan puisi lama – mempunyai aturan yang terikat. Contoh pantun di atas,
baris pertama dan ketiga berakhiran “ng”, sedangkan baris kedua dan keempat
berakhiran “i”. Hal tersebut juga menampilkan keindahan dari bahasa yang sudah
direduksi sedemikian rupa. Di sisi lain, pantun – bagi masyarakat Indonesia –
digunakan untuk kemesraan satu sama lain. Maksudnya, pantun dijadikan media
silaturahmi antara satu orang dengan lainnya.
10.5 Rangkuman
Sastra anak adalah karya sastra yang ditulis atau diciptakan untuk anak.
Sastra anak merupakan karya yang mempunyai bahasa bernilai estetis dan dari
segi isi mengandung nilai-nilai pendidikan moral yang dapat memperkaya
pengalaman jiwa anak. Penulis karya sastra anak harus berpikir mengenai anak,
kehidupannya, bacaannya, serta bermacam-macam persoalan dialami anak, serta
perlu secara sadar meletakkan semua itu dalam konteks budaya anak-anak. Untuk
memahami anak-anak hendaknya tidak menggunakan logika orang dewasa,
karena karya sastra anak harus mencerminkan dunia anak itu sendiri agar dapat
mudah dipahami dan dijadikan media pembimbingan. Karya sastra yang sering
dibaca atau biasanya dijadikan bahan pembelajaran anak, antara lain puisi, prosa,
drama, dan pantun. Akan tetapi, empat jenis karya sastra tersebut, baik secara
bahasa maupun isi harus berkaitan dan mudah dipahami anak. Karya sastra untuk
anak juga harus memperhatikan permasalahan kehidupan nyata yang dialami
anak-anak. Cerita sehari-hari di sekitar anak bukan hanya perlu tetapi juga
diminati anak-anak, karena penggambaran di dalamnya dapat mendekatkan
mereka pada kehidupan nyata. Anak cenderung mudah memahami cerita-cerita
yang berkaitan langsung dengan pengalaman pribadinya atau persoalan-persoalan
yang terdapat dalam dunia mereka. Karya sastra untuk anak mempunyai dua
fungsi, yaitu fungsi pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan akan banyak
memberikan informasi tentang sesuatu hal, antara lain pengetahuan, kreativitas,
pendidikan moral, dan sebagainya. Fungsi hiburan akan memberikan
kegembiraan, kenikmatan, dan atau kepuasan pada diri anak.
Daftar Pustaka
Aminudin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Budiyono, Sunu Catur. 2016. Bagaimana Sastra Diajarkan. Sidoarjo: Kopi
Aksara Publisher.
Laksana, A.S. 2016. “Menanam Kesadaran Dengan Cerita”. Rubrik Ruang Putih
Minggu, 8 Mei 2016, halaman 4. Surabaya: Jawa Pos Grup.
Sarumpaet. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak: Edisi Revisi. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Winarni, Retno. 2014. Kajian Sastra Anak. Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu.