Anda di halaman 1dari 11

BAB X

HAKIKAT SASTRA ANAK

Peta Konsep

Pengertian Sastra Anak

Hakikat Sastra Anak Jenis Sastra Anak

Fungsi Sastra Anak

Capaian Pembelajaran Setelah mengikuti mata kuliah Bahasa dan Sastra


Indonesia, mahasiswa mampu memahami
memahami berbagai konsep bahasa yang
meliputi hakikat, karakteristik, fungsi, dan
komponen bahasa yang dimanfaatkan dalam
tindak berbahasa atau berkomunikasi dan
sebagai karya cipta imajinatif dan estetik dengan
bahasa sebagai medianya melalui pemahaman
sejarah, teori, dan genre sastra Indonesia; serta
pemahaman genre sastra anak (C4),
menginternalisasi nilai, norma, dan etika
akademik (A2), dan mengelola pembelajaran
secara mandiri (P3).
Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu menjelaskan hakikat sastra
anak.
Indikator 1. Mendefinisikan pengertian sastra anak.
2. Mendeskripsikan jenis sastra anak.
3. Membedakan fungsi sastra anak.
10.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan pengertian, jenis, dan fungsi sastra anak.
Setelah membaca bagian-bagian pada bab ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan dengan mudah hakikat sastra anak yang meliputi pengertian sastra
anak, jenis sastra anak, dan fungsi sastra anak. Pengajaran tentang sastra anak
bertujuan agar kelak, mahasiswa ketika menjadi guru dapat memberikan
gambaran kepada siswa-siswanya mengenai berbagai macam jenis sastra anak
beserta dengan fungsinya. Sebelum dapat menjelaskan pengertian sastra anak,
mahasiswa diminta untuk merumuskan kategori manusia yang dapat disebut
sebagai anak. Hal ini bertujuan, agar pembelajaran sastra anak dapat sampai ke
sasaran yang diinginkan. Selain pengertian, pada bab ini juga akan membahas
karakeristik sastra anak dan contoh, sehingga setelah mempelajari dan memahami,
mahasiswa dapat membuat atau menulis karya sastra untuk anak, baik dalam
bentuk puisi, prosa, drama, maupun pantun.

10.2 Pengertian Sastra Anak


Sebelum membahas pengertian sastra anak, alangkah baiknya memahami
terlebih dahulu “siapa anak?” Dari situ dapat dijadikan pijakan untuk memahami
apa dan bagaimana sastra anak. Seperti uraian dari berbagai macam pandangan
umum, bahwa “anak” merupakan kategori manusia yang belum mencapai
tingkatan kedewasaan berpikir, emosional, dan kejiwaan. Istilah Islam
menyatakan bahwa yang disebut “anak” adalah manusia yang belum mencapai
akhil balig atau masa pubertas. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Pasal 1 ayat 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maka, jika ditarik ke dalam
ranah pendidikan, siswa SD dan atau siswa SMP dapat dikategorikan sebagai
anak.
Berdasarkan pengertian anak di atas, dapat dikatakan bahwa seseorang
yang dikategorikan sebagai anak masih membutuhkan bimbingan dan bantuan
sesuai dengan kebutuhan perkembangannya. Salah satu media untuk membimbing
perkembangan anak, baik secara kognitif maupun psikologis adalah karya sastra.
Walaupun demikian, karya sastra yang disodorkan kepada anak harus memenuhi
kebutuhan usia agar mencapai tujuan yang diinginkan. Sarumpaet (2010:4)
menyatakan dalam berpikir mengenai anak, kehidupan, bacaan, serta bermacam-
macam persoalan yang berkaitan dengannya, perlu secara sadar meletakkan semua
itu dalam konteks budaya anak-anak. Maksudnya, untuk memahami anak-anak
hendaknya tidak menggunakan logika orang dewasa. Karya sastra untuk anak atau
karya sastra anak harus mencerminkan dunia anak itu sendiri agar dapat mudah
dipahami dan dijadikan media pembimbingan. Jika demikian, apa itu sastra anak
dan bagaimana sastra anak?
Sastra anak merupakan karya yang mempunyai bahasa bernilai estetis dan
dari segi isi mengandung nilai-nilai pendidikan moral yang dapat memperkaya
pengalaman jiwa anak (Winarni, 2014:2). Penanaman nilai-nilai moral memang
dibutuhkan dalam karya sastra anak, karena hal tersebut berkaitan erat dengan
permasalahan karakter. Karakter berkaitan langsung dengan personality atau
kepribadian. Kepribadian manusia tidak muncul begitu saja, tetapi merupakan
hasil bentukan secara bertahap sejak usia dini. Dunia di sekitar anak berpengaruh
terhadap perkembangan karakter anak. Misalnya, lingkungan, perilaku orang tua,
tontonan, bacaan, dan sebagainya. Karya sastra merupakan media bacaan, maka
penting bagi orang tua untuk menyeleksi bacaan-bacaan yang dikonsumsi anak.
Hal tersebut disebabkan, anak-anak mudah terpengaruh oleh hal yang
didapatkannya. Mereka belum memiliki filter yang mumpuni untuk menilai hal
baik maupun buruk. Akan tetapi, setiap manusia, baik dewasa maupun anak-anak
cenderung menyukai sesuatu yang positif.
Anak-anak cenderung menyukai tokoh protagonis yang terdapat dalam
film-film superhero. Setelah menonton biasanya mereka membayangkan seperti
tokoh penyelamat dalam film tersebut. Laksana (2016:4) menyatakan anak-anak
mudah hanyut pada segala sesuatu dan mereka bisa membayangkan diri menjadi
apa saja asalkan itu tokoh yang mereka sukai. Potensi-potensi kebaikan, moral,
dan karakter yang dimiliki anak itulah, kiranya dapat dibangkitkan melalui sastra
anak. Sejak dulu orang menanamkan kesadaran dengan cerita-cerita. Ketakinan
manusia dibangun dengan cerita-cerita. Maksudnya, kesadaran merupakan salah
satu komponen dasar yang dimiliki manusia sebagai impuls pengembangan
karakter dirinya. Selain itu, pengembangan karakter anak melalui sastra anak
diharapkan sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa Indonesia.
Secara praktis, sastra anak adalah sastra terbaik yang mereka baca dengan
karakteristik berbagai ragam, tema, dan format. Maksudnya, agar karya sastra
untuk anak yang ditulis orang dewasa mampu dipahami anak-anak dengan mudah,
maka membutuhkan inovasi dan akselerasi (Sarumpaet, 2010:2). Tujuannya, agar
anak – setelah membaca – dapat mengiplementasikan nilai-nilai yang
didapatkannya melalui karya sastra ke dalam kehidupan nyata. Dengan demikian,
pendidikan dapat menyasar pada tjuan eksplisit maupun implisit. Berkaitan
dengan hal tersebut, Budiyono (2016:11 dan 12) menyatakan pendidikan eksplisit
berupa direct instruction, sedangkan pendidikan implisit dilakukan dengan cara
membelajarkan anak dalam tindakan nyata.
Karya sastra untuk anak juga harus memperhatikan permasalahan
kehidupan nyata yang dialami anak-anak. Sarumpaet (2010:28) menyatakan cerita
realistik bukan hanya perlu tetapi juga diminati anak-anak karena penggambaran
di dalamnya dapat mendekatkan mereka pada kehidupan nyata. Anak cenderung
mudah memahami cerita-cerita yang berkaitan langsung dengan pengalaman
pribadinya atau persoalan-persoalan yang terdapat dalam dunia mereka.

10.3 Jenis Sastra Anak


Pada umumnya karya sastra dibagi menjadi tiga macam, antara lain puisi,
prosa, dan drama. Begitu juga dengan sastra anak, ruang lingkup pembagian jenis
sastra anak merujuk pada pembagian sastra pada umumnya. Subbab ini akan
menguraikan jenis sastra anak yang meliputi puisi, prosa, drama, dan ditambah
dengan pantun. Pada uraian jenis sastra anak akan ditampilkan gambaran singkat
dari empat jenis sastra anak tersebut.

10.3.1 Puisi
Seperti yang sudah diuraikan pada Bab VIII, bahwa secara etimologi puisi
berasal dari bahasa Latin versus yang berasal dari kata kerja versa, versare, atau
verse yang berarti to turn (menghadap). Dalam bahasa Inggris verse mengacu
pada pengaturan baris demi baris yang disengaja yang membedakannya dengan
prosa. Sedangkan kata puisi berasal dari bahasa Yunani “poeisis” yang berarti
penciptaan. Dalam bahasa Inggris puisi disebut poetry yang berarti puisi, poet
berarti penyair, poem berarti syair, sajak (Tarigan, 2011:4).
Puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan perasaan dan
pikiran penulisnya secara imajinatif yang disusun berdasarkan konsentrasi atas
kekuatan bahasa yang berkaitan dengan struktur fisik dan struktur batinnya
(Walujo, 1991:25). Artinya, puisi merupakan jenis karya sastra yang
mengungkapkan pemikiran, ide, dan ekspresi perasaan melalui bahasa. Bahasa
puisi tidak terikat dengan kaidah kebahasaan secara umum. Maksudnya, bahasa
puisi mempunyai kebebasan karena memuat aspek konotatif dan simbolis. Akan
tetapi untuk puisi anak tentu bahasa yang digunakan relatif mudah dipahami anak-
anak walaupun masih ada kesan estetis. Seperti halnya lagu anak yang
menggunakan bahasa sehari-hari tetapi masih mencerminkan keindahan. Misalnya
lagu Bintang Kecil ciptaan Daljono di bawah ini.
Bintang kecil di langit yang tinggi,
amat banyak menghias angkasa,
aku ingin terbang dan menari,
jauh tinggi ke tempat kau berada.
Lagu di atas, selain mencerminkan keindahan alam semesta dan kosakata
yang mudah dimengerti oleh anak, juga mengandung motivasi atau dapat
mendorong anak-anak mempunyai cita-cita yang tinggi. Begitu juga seharusnya
puisi yang ditulis untuk anak-anak. Puisi untuk anak hendaknya memang
bertujuan memberi motivasi, harapan, nilai-nilai yang berkaitan dengan
kejiwaannya. Berdasarkan hal tersebut, menurut Nadeak (dalam Winarni, 2014:9)
ciri-ciri puisi anak, antara lain (a) isi sajak harus berdasarkan pengalaman dari
dunia anak sesuai umur dan taraf perkembangan jiwa anak; (b) sajak yang ditulis
memiliki daya tarik terhadap anak; (c) sajak harus memiliki keindahan lahiriah
bahasa, misalnya irama yang hidup, tekanan kata yang nyata, permainan bunyi,
dan lain-lain; (d) perbendaharaan kata sesuai dengan dunia anak.
Sutawijaya, dkk (dalam Winarni, 2014:9 – 10) memberikan beberapa ciri
pembelajaran apresiasi sastra puisi di SD, antara lain (a) ciri keterbacaan. Artinya,
bahasa yang digunakan dapat mudah dipahami anak atau tidak konotatif dan
susunan kalimatnya sederhana; (b) ciri kesesuaian. Ciri kesesuaian berkaitan
dengan usia anak dan pengalamannya sehari-hari dalam dunia nyata. Selain itu,
ciri kesusuaian juga berhubungan dengan tempat dimana anak tersebut berada.
Misalnya, anak yang bertempat tingga; di gunung akan mudah memahami puisi-
puisi yang berkaitan dengan pegunungan atau pemandangan gunung. Sebaliknya,
anak yang bertempat tinggal di pantai akan cenderung menyukai puisi-puisi yang
membicarakan pantai. Contoh-contoh puisi lebih lanjut akan dipaparkan pada Bab
XII.

10.3.2 Prosa
Prosa diartikan sebagai kata benda fiksi yang dalam bahasa indonesia
secara singkat berarti “sesuatu yang dibentuk; sesuatu yang dibuat; sesuatu yang
diciptakan; sesuatu yang diimajinasikan berdasarkan pikiran dan perasaan
penulisnya. Prosa berbeda dengan puisi, karena ditulis bebas dan tidak terikat oleh
kaidah yang terdapat dalam puisi. Prosa dalam bahasa Inggris disebut prose.
istilah prosa sebenarnya mengacu pada pengertian yang bersifat umum dan luas.
Istilah prosa mencakup pengertian fiksi dan nonfiksi. Prosa di dalam ilmu
kesusastraan juga disebut dengan fiksi (fiction), teks naratif (narrative text),
wacana naratif (narrative discource).
Menurut Aminudin (2013:66) istilah prosa fiksi juga bisa disebut dengan
karya fiksi, prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita berplot. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa prosa fiksi adalah kisah atau cerita yang diemban oleh pelaku-
pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita
tertentu berdasarkan imajinasi penulisnya. Dapat juga dikatakan, bahwa prosa
fiksi dapat dikatakan mempunyai dunianya sendiri dan memiliki komponen
kehidupan sebagaimana kehidupan secara realitas itu sendiri. Intinya, prosa fiksi
merupakan susunan cerita yang memiliki penegasan dan gambaran serta memiliki
komponen yang secara bersama membentuk kebulatan cerita yang indah dan
bermakna.
Prosa anak – seperti halnya puisi anak – hendaknya menggunakan bahasa
sederhana yang mudah dipahami anak-anak. Dalam hal ini, “judul prosa” juga
harus sederhana agar mudah dipahami dan menarik perhatian anak. Akan tetapi,
prosa lebih kompleks daripada puisi, karena di dalamnya terdapat setting serta
tokoh dan penokohan. Setting yang digunakan hendaknya juga berkaitan dengan
dunia anak. Misalnya, taman bermain atau sekolahan yang memang merupakan
bagian dari keseharian anak. Selain itu, di dalam prosa juga menguraikan alur atau
plot. Alur dalam prosa anak hendaknya bersifat tunggal dengan alur maju.
Winarni (2014:16) menyatakan alur yang bersifat tunggal dan maju akan mudah
dipahami anak. Prosa anak akan diuraikan secara mendalam beserta dengan
contoh-contohnya pada Bab XII.

10.3.3 Drama
Drama merupakan karya sastra yang berorientasi pada seni pertunjukan.
Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, bereaksi, dan sebagainya; dan drama berarti perbuatan atau tindakan
(Harymawan, 1993:1). Tindakan, reaksi, dan perbuatan tersebut termaktub dalam
naskah drama dan dipraktikan dalam sebuah pementasan. Makanya, drama selain
termasuk dalam karya sastra juga dikatakan sebagai bagian dari seni pertunjukan.
Jika demikian, drama merupakan cerita (lakon) bersifat imajinatif dalam bentuk
naskah drama (teks drama) atau disebut sastra drama. Drama juga dapat dikatakan
sebagai cerita (lakon) yang dipertunjukan di hadapan penonton yang bentuknya
adalah pertunjukan drama atau disebut seni drama.
Saat ini, drama – dalam hal ini drama anak – merupakan karya sastra anak
yang kurang mendapatkan perhatian atau kurang digemari (Winarni, 2014:22).
Padahal, perilaku-perilaku yang terdapat dalam drama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sehari-hari manusia. Jika demikian, sama dengan puisi dan prosa,
sastra drama anak, baik naskah maupun yang dipertujukan harus menyesuaikan
karakter anak – yang dalam hal ini sebagai penonton. Bahasa atau dialog yang
digunakan harus mudah dipahami anak, pertunjukan harus bersifat realis yang
mudah dipahami, dan cerita-cerita di dalamnya harus mencerminkan kehidupan
anak. Lakon atau cerita drama anak dapat disadur dari dongeng-dongeng yang
menyebar di masyarakat kita. Lebih jelasnya, pada Bab XII akan diuraikan secara
mendalam beserta contohnya mengenai drama anak.
Drama modern, baik untuk orang dewasa maupun anak tidak bisa
dilepaskan dengan naskah, dan naskah drama memiliki ciri khas gerak, seperti
mengacungkan tangan, membentak, dan ketakutan. Dengan demikian, penulis
lakon membeberkan kisahannya tak cukup jika hanya dibaca, karena dibutuhkan
adanya gerak. Itulah yang disebut action saat drama dipentaskan di panggung.
Penulis lakon membayangkan aktion para aktornya dalam bentuk dialog, dan
dialog merupakan bagian paling penting dalam drama. Tentu dalam membuat
naskah drama anak, penulis naskah harus memperhatikan segala sesuatu yang
berkaitan dengan anak. Jangan sampai naskah drama yang dipentaskan gagal
dipahami anak, sehingga penanaman nilai moral tidak akan diperoleh anak-anak
yang menonton. Melalui dialog sederhana, anak-anak dapat memahami, dan
melacak emosi, pemikiran, karakterisasi, makna, dan maksud yang kesemuanya
itu terhidang di panggung lewat aktion atau gerak pemainnya.

10.3.4 Pantun
Pada bagian ini, akan dijelaskan secara singkat tentang salah sastu karya
sastra Melayu, yaitu pantun. Dewasa ini jarang sekali atau hanya sedikit anak-
anak yang mengetahui pantun dan bahkan menghafal pantun. Pantun merupakan
puisi asli Indonesia (Melayu) (Winarni, 2014: 10). Pantun adalah puisi Melayu
yang tiap bait terdiri dari empat baris, pada bait pertama dan kedua merupakan
tumpuan, bait ketiga dan keempat merupakan isi. Pantun biasanya tidak ada nama
pengarangnya, karena sastra lama banyak yang non-name atau pengarangnya
tidak mencantumkan nama. Contoh pantun yang sering kita dengar sebagai
berikut.
Jika ada sumur di ladang
Bolehlah menumpang mandi
Apabila ada umur panjang
Bolehlah kita berjumpa lagi
Baris pertama dan kedua pantun tersebut, yaitu //Jika ada sumur di
ladang//bolehlah kita menumpang mandi// merupakan tumpuan atau sampiran
untuk membuka isi pantun. Isi pantun //Apabila ada umur panjang//bolehlan kita
berjumpa lagi// merupakan inti dari pantun tersebut. Selain itu, tumpuan dalam
pantun juga digunakan sebagai hiasan agar indah dan enak didengar. Pantun –
sama dengan puisi lama – mempunyai aturan yang terikat. Contoh pantun di atas,
baris pertama dan ketiga berakhiran “ng”, sedangkan baris kedua dan keempat
berakhiran “i”. Hal tersebut juga menampilkan keindahan dari bahasa yang sudah
direduksi sedemikian rupa. Di sisi lain, pantun – bagi masyarakat Indonesia –
digunakan untuk kemesraan satu sama lain. Maksudnya, pantun dijadikan media
silaturahmi antara satu orang dengan lainnya.

10.4 Fungsi Sastra Anak


Karya sastra ditulis dan diciptakan agar dinikmati oleh masyarakat. Selain
itu, karya sastra ditulis memiliki berbagai macam fungsi, di antaranya berfungsi
sebagai pembentukan karakter dan penanaman moral kepada masyarakat, karena
isi cerita berkaitan dengan nilai-nilai hidup menjadi lebih baik. Jika demikian,
kedudukan sastra begitu penting dalam kehidupan manusia. Setelah membaca
karya sastra atau mendengarkan cerita yang dilisankan, seseorang diharapkan
berperilaku sesuai norma dan peraturan dari masyarakat, dan juga peraturan-
peraturan Tuhan. Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa sastra mempunyai peran
(baca: fungsi) ganda dalam kehidupan, baik bagi penulis maupun pembacanya.
Sastra berfungsi selain berfungsi sebagai hiburan dan pengisi waktu luang, juga
berfungsi sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai kehidupan, pembentukan
budi pekerti, pendidikan karakter, misi ideologi, bahkan juga sebagai alat
propaganda. Di samping itu, sastra berfungsi sebagai alat pembentukan sikap dan
perilaku dan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan.
Karya sastra anak diciptakan agar dinikmati dan bermanfaat untuk anak-
anak. Seperti halnya, sastra untuk orang dewasa, sastra anak juga mempunyai
fungsi yang ditujukan kepada anak-anak. Walaupun secara bahasa dan
pengemasan berbeda dengan sastra pada umumnya, sastra anak juga berfungsi
sebagai pembentukan budi pekerti dan pendidikan karakter. Menurut Santosa
(dalam Winarni, 2014:4 – 5) sastra anak mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi
pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan akan banyak memberikan informasi
tentang sesuatu hal, antara lain pengetahuan, kreativitas, pendidikan moral, dan
sebagainya. Fungsi hiburan akan memberikan kegembiraan, kenikmatan, dan atau
kepuasan pada diri anak ketika melakukan proses membaca dan penghayatan.
Apalagi, kalau karya sastra tersebut dibacakan dengan nyaring dan pembacanya
bergaya seperti tokoh dalam cerita.

10.5 Rangkuman
Sastra anak adalah karya sastra yang ditulis atau diciptakan untuk anak.
Sastra anak merupakan karya yang mempunyai bahasa bernilai estetis dan dari
segi isi mengandung nilai-nilai pendidikan moral yang dapat memperkaya
pengalaman jiwa anak. Penulis karya sastra anak harus berpikir mengenai anak,
kehidupannya, bacaannya, serta bermacam-macam persoalan dialami anak, serta
perlu secara sadar meletakkan semua itu dalam konteks budaya anak-anak. Untuk
memahami anak-anak hendaknya tidak menggunakan logika orang dewasa,
karena karya sastra anak harus mencerminkan dunia anak itu sendiri agar dapat
mudah dipahami dan dijadikan media pembimbingan. Karya sastra yang sering
dibaca atau biasanya dijadikan bahan pembelajaran anak, antara lain puisi, prosa,
drama, dan pantun. Akan tetapi, empat jenis karya sastra tersebut, baik secara
bahasa maupun isi harus berkaitan dan mudah dipahami anak. Karya sastra untuk
anak juga harus memperhatikan permasalahan kehidupan nyata yang dialami
anak-anak. Cerita sehari-hari di sekitar anak bukan hanya perlu tetapi juga
diminati anak-anak, karena penggambaran di dalamnya dapat mendekatkan
mereka pada kehidupan nyata. Anak cenderung mudah memahami cerita-cerita
yang berkaitan langsung dengan pengalaman pribadinya atau persoalan-persoalan
yang terdapat dalam dunia mereka. Karya sastra untuk anak mempunyai dua
fungsi, yaitu fungsi pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan akan banyak
memberikan informasi tentang sesuatu hal, antara lain pengetahuan, kreativitas,
pendidikan moral, dan sebagainya. Fungsi hiburan akan memberikan
kegembiraan, kenikmatan, dan atau kepuasan pada diri anak.

Daftar Pustaka
Aminudin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Budiyono, Sunu Catur. 2016. Bagaimana Sastra Diajarkan. Sidoarjo: Kopi
Aksara Publisher.
Laksana, A.S. 2016. “Menanam Kesadaran Dengan Cerita”. Rubrik Ruang Putih
Minggu, 8 Mei 2016, halaman 4. Surabaya: Jawa Pos Grup.
Sarumpaet. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak: Edisi Revisi. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Winarni, Retno. 2014. Kajian Sastra Anak. Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai