Anda di halaman 1dari 7

SASTRA ANAK DAN PROBLEMATIKANYA

DI INDONESIA

Dosen Pengampu : Herwan, M.Pd.

Oleh :

Saniman 2222170029

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


Pengertian Sastra Anak

Secara konseptual, sastra anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang
dewasa (adult literacy). Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi
kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Yang
membedakannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan yang
bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut.

Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan


paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan
pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu
yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Apakah sastra anak
merupakan sastra yang ditulis oleh orang dewasa yang ditujukan untuk anak-anak
atau sastra yang ditulis anak-anak untuk kalangan mereka sendiri tidaklah perlu
dipersoalkan. Huck (1987) mengemukakan bahwa siapapun yang menulis sastra
anak-anak tidak perlu dipermasalahkan asalkan dalam penggambarannya
ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka.
Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman
anak-anak melalui pandangan anak-anak (Norton,1993). Namun demikian, dalam
kenyataannya, nilai kebermaknaan bagi anak-anak itu terkadang dilihat dan diukur
dari perspektif orang dewasa.

Jenis dan Contoh Karya Sastra Anak

Sastra anak-anak (kompas, 2005) membagi sastra anak-anak ke


dalam beberapa jenis, yakni: fiksi, nonfiksi, puisi, sastra tradisonal, dan komik.

Pembagian tersebut sejalan dengan Framuki (2000) bahwa sastra anak-


anak yang bersifat imajinatif dapat dibagi atas tiga macam yakni puisi, prosa,
dan drama. Berdasarkan pendapat tersebut sastra anak-anak dapat dibagi atas
tiga macam sebagai berikut
1. Puisi

Apa yang dimaksud dengan puisi? Sudjiman (dalam


Nadeak:1985:7) menyatakan bawa “puisi adalah ragam sastra yang bahasanya
terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Pengertian
tersebut relatif sejalan dengan pengertian puisi yang dikemukakan oleh Ralph
Waldo Emmerson bahwa “puisi adalah mengajarkan sebanyak-banyaknya dengan
kata-kata yang sesedikit-dikitnya”. Berbeda dengan pendapat Mattew Arnold
yang melihat dari segi keindahan pendendangannya bahwa bahwa “puisi adalah
satu-satunya cara yang paling indah, impresif dan paling efektif mendendangkan
sesuatu” (dalam Situmorang: 1981:9). Berdasarkan pengertian tersebut dapatlha
dikatakan bahwa puisi merupakan karya sastra yang berbentuk untaian bait demi
bait yang relatif memperhatikan irama dan rima sehingga sungguh indah dan
efektif didendangkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan bentuk
karya sastra lainnya.

Puisi sebagai suatu karya sastra seni terdiri atas berbagai ragam. Waluyo
(1987) mengklasifikasi puisi berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau
gagasan yang hendak disampaikan , terbagi atas: puisi naratif, puisi lirik,

2. Prosa

Apakah prosa sama dengan puisi? Tentu prosa dengan puisi jauh
berbeda bentuknya! Surana (1984:105) mengemukakan pengertian prosa
sebagai berikut.

Bentuk karangan sastra dengan bahasa biasa, bukan puisi, terdiri atas
kalimat-kalimat yang jelas pula runtutan pemikirannya, biasanya ditulis satu
kalimat setelah yang lain, dalam kelompokkelompok yang merupakan alinea-
alinea.
Pengertian prosa yang dikemukakan oleh Surana di atas saling melengkapi
dengan pengertian prosa fiksi atau narasi yang digambarkan oleh Aminuddin
(2004:66) sebagai berikut:

Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh


pelakupelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita
tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu
ceita.

Berdasarkan kedua pengertian di atas dapatlah kita mengatakan


bawa prosa fiksi anak-anak adalah karya sastra yang tidak dibuat atas ragkaian
bait demi bait tetapi dibuat atas rangkaian paragraf demi paragraf
dengan merangkaikan unsur unsur seperti tempat, waktu, suasana, kejadian,
alur pristiwa, pelaku berdasarkan tema cerita tertentu yang diperoleh
secara imajinatif.

3. Drama

Surana (1984) memberikan jawaban bahwa “drama adalah karangan prosa


atau puisi berupa dialog dan keterangan laku untuk dipertunjukkan di atas pentas.”

Pengertian tersebut sejalan dengan pengertian drama yang disampaikan


oleh Hermawan (1988:2) bahwa “drama merupakan cerita konflik manusia
dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan
menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton.”

Jadi, drama merupakan salah satu karya sastra yang dipakai


sebagai medium pengungkapan gagasan atau perasaan melalui serangkain
dialog antarpelaku dan adegan, yang tujuan utamanya bukan untuk dibacakan
secara estetis melainkan untuk dipertunjukkan
Problematika Sastra Anak Indonesia

Sastra anak sebagai salah satu bentuk karya sastra, wujud pertama dapat
dilihat dari bahannya, yaitu bahasa. Dalam pemakaian bahasa, sastra anak tidak
mengandalkan satu bentuk keindahan sebagaimana laiknya karya sastra. Yang
paling penting untuk ditonjolkan dalam sastra anak adalah fungsi yang hadir
bersamanya, yaitu aspek pragmatis. Namun karena berpatok kaku pada tataran ini
banyak karya sastra anak Indonesia yang terjebak dalam tema yang itu-itu saja,
tidak berkembang, terlebih lagi unsur didaktik yang kuat menimbulkan kesan
menggurui dan melemahkan cerita.

Di Indonesia, tidak banyak pemerhati sastra anak. Sastra anak adalah


sastra yang tersisihkan, jarang ada peneliti yang memperhatikan. Jika kita mau
menengok, hanya segelintir orang saja yang getol berbicara tentang sastra anak,
katakanlah Murti Bunanta, Sugihastuti, Riris K. Toha Sarumpaet, dan
Christantiowati.

Mereka-mereka inilah yang menelorkan literatur tentang sastra anak,


walaupun dalam periode awal, tulisan tersebut adalah hasil olahan dari skripsi.
Literatur tersebut antara lain:

1. Bacaan Anak-Anak: Suatu Penyelidikan Pendahuluan ke dalam Hakikat Sifat


dan Corak Bacaan Anak-Anak Serta Minat Anak Pada Bacaannya (Jakarta:
UI, 1975) karya Riris K. Toha Sarumpaet.
2. Bacaan Anak Tempo Doeloe: Kajian Pendahuluan Periode 1908-1945 (Balai
Pustaka, 1996) karya Christantiowati.
3. Serba-Serbi Cerita Anak (Pustaka Pelajar, 1996) karya Sugihastuti.
4. Petunjuk Praktis Mengarang Cerita Anak-Anak (Balai Pustaka, 1991) oleh
Wimanjaya K. Liotohe.
5. Cerita Anak Kontemporer (Nuansa, 1999) oleh Trimansyah, dan
6. Problematika Penulisan Cerita Rakyat untuk Anak Indonesia (Balai Pustaka,
1998) oleh Murti Bunanta.
Pembaca pemula di Indonesia pada umumnya mengenal bacaan melalui
majalah anak-anak seperti Bobo, Bocil, Mentari, buku-buku picture book
terjemahan Gramedia dan Elex Media, juga buku-buku bernuansa islami dari
Mizan.

Picture book (buku cerita bergambar) banyak mengajarkan anak berbagai


ragam tema dan persoalan. Anak sejak usia dini mulai dikenalkan mengenai
pluralisme, penyesuaian diri, lingkungan hidup, etika, kontrol diri, kerjasama,
berbagi, persahabatan, toleransi, cinta kasih, rasa takut, dll. Tapi ada juga yang
menggunakan picture book sebagai media mengenalkan hitungan, abjad, warna,
ukuran, alam semesta, ruang angkasa, tumbuhan, binatang, dll. Beberapa buku
juga ada yang tanpa huruf (wordless picture book) yang berguna mengasah anak
berbahasa dengan menciptakan ceritanya sendiri menurut pengertiannya mengenai
gambar.

Kemudian pada periode lanjutan biasanya disusul oleh bacaan komik-komik


Jepang yang begitu banyak ragam judul dan temanya. Baru di sekolah mereka
mengenal buku-buku cerita rakyat Indonesia yang menjadi salah satu basis dari
genre sastra anak. Buku cerita rakyat di sekolah biasanya dikoleksi melalui
program Pemerintah. Itu pun tidak banyak, dari sekitar 2.000 hingga 8.000 koleksi
sekolah, paling kurang dari 60 yang merupakan cerita rakyat. Jika tidak melalui
membaca, biasanya anak-anak mengenal cerita rakyat melalui dongeng oleh guru
atau orang tua mereka, dan cerita favorit yang biasa diberikan biasanya tak luput
dari Timun Mas, Malin Kundang, Bawang Merah Bawang Putih, Cindelaras,
Sangkuriang, Lutung Kasarung, atau Joko Kendil.

Sastra Anak Indonesia bisa dikatakan tersubordinat dari bacaan terjemahan.


Kenyataannya, memang penerbit lebih memilih karya terjemahan dengan alasan
ekonomis. Jadilah kita tamu di negeri sendiri. Bejibun karya terjemahan hadir,
lihat saja Seri Pustaka Kecil Disney yang terbit 29 judul (al: Cinderella, Putri
Aurora, Putri Salju dan 7 Orang Kerdil), delapan judul Seri Petualanganmu yang
Pertama, (antara lain: Burung Hantu Kecil Meninggalkan Sarang, Kelinci Kecil
Bermain dengan Adik, Ulang Tahun Babi Kecil) oleh Marcia Leonard, 12 judul
Seri Boneka Binatang (antara lain: Bello Naik balon Udara, Bello Mendapat
Sahabat, Bello Punya Kapal Selam) oleh Tony Wolf, enam judul Seri Jennings
oleh Anthony A. Buckeridge, tiga judul Seri Adikku yang Nakal oleh Dorothy
Edwards.

Seri-seri detektif juga mewarnai karya terjemahan, misalnya Seri Klub


Detektif karya Wolfgang Ecke, Seri Enstein Andersen oleh Seymore Simon, dan
Seri Klub Ilmuwan Edan karya Bertrand R. Brinley. Namun ada juga cerita-cerita
lucu, seperti 15 judul Seri The Baby Sitter Club karya Ann. M. Martin. Satu lagi,
Ratu Tukang Cerita, Enid Blyton, yang telah mengarang lebih dari 700 judul buku
yang diterjemahkan dalam 129 bahasa. Karya terjemahan Enid Blyton bertebaran
di Indonesia, tidak kurang ada 28 judul Seri Mini Noddy (al: Belajar Jam Bersama
Noddy, Belajar Berhitung Bersama Noddy, Belajar Berbelanja Bersama Noddy),
21 judul Seri Lima Sekawan yang juga telah difilmkan, 6 judul Seri Komplotan,
enam judul Seri Kembar, tiga judul Seri Sirkus, enam judul Seri Mallory Towers,
dan tiga judul Seri Gadis Badung.

Begitulah, karya-karya terjemahan tersebut telah menenggelamkan karya-


karya sastra anak lokal yang tidak dapat muncul di permukaan. Kebanyakan
hanya menghuni rak-rak perpustakaan sekolah karena memang sebagian besar
merupakan hasil subsidi Pemerintah melalui program Inpres. Tentu saja
dibandingkan dengan karya terjemahan yang terbit, kualitas fisik karya lokal
tersebut jauh di bawah. Karya-karya terjemahan tersebut muncul dengan tampilan
gambar, warna, dan kertas yang lebih menawan.

Anda mungkin juga menyukai