Anda di halaman 1dari 61

ALUR DAN LATAR

DALAM NOVEL PENUTUP SENJA KARYA ARMY YANDHO M

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

OLEH:
KRISMAWATI PALELLENG
NIM : 216 111 063

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mempelajari karya sastra tidak akan pernah habis, karena semua yang ada

di dunia ini ada sangkut pautnya dengan sastra misalnya pengalaman hidup di

dunia ini dapat di jadikan sebuah karya sastra. Karya sastra merupakan karya seni

yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan

yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta

gaya cerita yang menarik. Sedangkan kesusastraan merupakan karya seni yang

pengungkapannya baik dan dapat diwujudkan dengan bahasa yang indah.

Berdasarkan bentuknya karya sastra terdiri atas puisi, prosa fiksi dan drama.

Salah satu karya sastra prosa adalah novel. Menurut Tarigan (1984:173)

“Novel adalah suatu jenis cerita dengan alur cukup panjang mengisi satu buku

atau lebih yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif”.

Sedangkan menurut H.B Jassin (dalam Antilan Purba 2010:63), “Novel adalah

cerita mengenai salah satu episode dalam kehidupan manusia, suatu kejadian yang

luar biasa dalam kehidupan itu, sebuah krisis yang memungkinkan terjadinya

perubahan nasib pada manusia”. Jadi novel adalah suatu karya sastra yang

imajinatif yang membahas tentang kehidupan manusia dengan berbagai

permasalahan.

Pemilihan novel Penutup Senja karya Army Yandho M. sebagai subjek

penelitian dilatarbelakangi oleh adanya keinginan peneliti untuk menemukan alur

dan atar dalam novel ini. Adapun alasan meneliti alur dan latar dalam novel
Penutup Senja sebagai subjek kajian karena di dalam novel ini pengarang

menceritakan kembali hal-hal atau kejadian yang sudah terjadi di masa lampau

dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali kecerita baru.

Ada dua unsur pokok yang membangun sebuah karya sastra, yakni unsur

intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam karya

sastra itu sendiri diantaranya tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut

pandang, gaya bahasa dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah segala

faktor luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra seperti nilai sosiologi,

nilai kesejarahan, nilai moral,nilai psikologi, dan sebagainya.

Dalam penelitian ini penulis lebih berfokus pada alur dan latar. Ada tiga

jenis latar yaitu latar tempat, latar waktu dan latar suasana. Latar tempat adalah

tempat dan ruang tempat para tokoh melakukan aktifitasnya dalam memainkan

peran. Selain itu latar juga dapat berubah waktu. Dalam sebuah novel kita sering

menemukan waktu malam, siang, pagi maupun sore. Semua itu menggariskan

bahwa pelaku-pelaku juga melewati proses waktu layaknya di alam nyata. Dan

latar suasana yaitu latar yang menggambarkan tentang keadaan atau siuasi yang

dialami oleh para tokoh. Latar suasana berupa gembira dan sedih. Jadi latar

merupakan penggambaran tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa.

Peneliti memilih novel Penutup Senja karya Army Yandho M. Novel

remaja yang memiliki dunia, bahasa, dan perjalanan kehidupan. Novel ini hadir

benar tepat dimana kerangka pikiran dan rasa mulai banyak bergeser dengan nilai-

nilai hubungan dalam keluarga.


Berdasarkan uraian di atas maka dapat diteliti alur dan latar dalam novel

Penutup senja karya Army Yandho M.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dijelaskan bahwa unsur

intrinsik adalah unsur yang ada dalam karya sastra itu sendiri yang meliputi

tema,alur, latar, penokohan, dan sudut pandang. Agar penelitian ini lebih terarah

dan menghindari pembahasan menjadi terlalu luas, maka perlu adanya batasan

masalah yang jelas mengenai apa yang dibuat dalam penelitian ini. Untuk itu

penelitian ini hanya difokuskan pada aspek alur dan latar saja dalam novel

Penutup Senja karya Army Yandho M.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimakah alur cerita dari novel Penutup Senja karya Army Yandho M?

2. Latar apakah yang paling mendukung tema cerita dalam Penutup Senja karya

Army Yandho M?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan alur dalam novel Penutup Senja karya Army Yandho

M.

2. Untuk mengungkapkan latar yang mendukung tema cerita dalam novel

Penutup Senja karya Army Yandho M.


E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi penikmat sastra, pengajaran sastra,

dan penelitian lain dalam kehidupan sehari-hari dan dapat bermanfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan. Maka penelitian ini diharapkan mampu

memberi manfaat pada pembaca yaitu :

1. Bagi penikmat sastra hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

bacaan dan memberikan tambahan pengetahuan tentang unsur intrinsik.

2. Bagi pengajaran sastra, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan bacaan

tambahan dan juga dapat menjadi materi dalam pengajaran sastra.

3. Bagi peneliti lain, diharapkan sebagai sumbangan agar dapat mengadakan

penelitian lebih lanjut mengenai pengajaran sastra.

4. Membantu mengembangkan sastra terutama dalam proses pengkajian novel

sebagai pengembangan sastra.

5. Memperluas wawasan pengetahuan tentang alur khususnya alur yang terdapat

dalam sebuah novel.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Karya Sastra

Sumardjo (1997:3) menyatakan, “Sastra adalah ungkapan pribadi manusia

yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam

suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa”.

Sehingga melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan pandangannya

tentang kehidupan yang ada di sekitarnya. Adapun pendapat lain menurut Susanto

(2012:1) menyatakan, “Sastra juga sering dipersamakan dalam bentuk-bentuk fisi

seperti buku atau kitab yang berisi tulisan yang indah, ataupun kitab-kitab

pengajaran”. Umumnya sastra berupa teks rekaan, baik puisi maupun prosa yang

nilainya tergantung pada kedalaman pikiran dan ekspresi jiwa.

Dunia kesusastraan juga mengenal karya sastra yang berdasarkan cerita

atau realita. Karya yang demikian menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:4)

“disebut sebagai fiksi historis jika penulisannya berdasarkan fakta sejarah, fiksi

biografis jika berdasarkan fakta biografis, dan fiksi sains jika penulisannya

berdasarkan pada ilmu pengetahuan”. Dari ketiga jenis ini disebut fiksi nonfiksi.

Karya sastra sifatnya dapat menghibur, menambah pengetahuan

pembacanya dengan membaca dan memahami karya sastra tersebut. Sehingga

pesan disampaikan hanya unsur-unsur intrinsik saja kepada pembacanya tanpa

berkesan mengguruinya.
2. Jenis-jenis Karya Sastra

Berdasarkan jenis karya sastra dibagi atas tiga bagian yaitu puisi, prosa,

dan drama. Karya sastra yang berbentuk prosa yang disajikan dalam bentuk

karangan yang memuat peristiwa. Berbeda dengan puisi yang berupa rangkaian

kata yang sangat padu sedangkan drama penyajiannya berbentuk percakapan

dialog yang dipentaskan. Dengan demikian kejelasan isi yang hendak

disampaikan harus dicari dalam hubungan dialog-dialognya. Berikut ini diuraikan

ketiga karya tersebut.

a. Puisi

Puisi adalah perasaan penyair yang diungkapkan dalam pilihan kata

yangcermat, serta mengandung rima dan irama. Waluyo (dalam Gasong,

2012:74), mengemukan “Puisi adalah bentuk karya sastra yang

mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun

dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian

struktur fisik dan struktur batinnya”. Sedangkan menurut Slamet Mulyana

(dalam Atar Semi, 1993:93), “Puisi adalah sintesis dari pelbagai peristiwa

bahasa yang telah tersaring, semurni-murninya, dan pelbagai proses jiwa yang

mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi

dalam salah satu bentuk”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah ragam

sastra yang bahasanya terikat oleh diksi, rima, ritme, serta penyusunan bait

dan lariknya yang menggunakan kata-kata terbaik dan susunan terbaik.

b. Prosa
Prosa adalah bentuk karangan bebas, maksudnya karangan yang tidak terikat

oleh aturan seperti puisi. Prosa juga dibagi ke dalam dua yaitu prosa lama dan

prosa baru. Prosa lama adalah sebuah karya sastra yang lahir sebelum

penjajahan belanda, sehingga belum ada pengaruh dari belanda. Sedangkan

prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh

dari budaya barat. Menurut Gasong (2012:83), “Prosa fiksi adalah perpaduan

atau kerja sama antara pikiran dan perasaan”. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (dalam Wahyudi Siswanto, 2008:141), “Novel diartikan sebagai

karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan

seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak

dan sifat setiap pelaku”.

c. Drama

Drama adalah salah satu lakon yang dipentaskan di atas panggung. Menurut

Tarigan (dalam Gasong, 2012:100), “Drama adalah suatu karangan dalam

prosa atau puisi yang menyajikan data dialog atau pantonim suatu cerita yang

mengandung konflik atau kontras seorang tokoh, terutama dalam suatu cerita

yang diperuntukan buat dipentaskan diatas panggung”. Sedangkan menurut

Sudjman (dalam Wahyudi Siswanto, 2008:163), “Drama adalah karya sastra

yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian

dan emosi lewat lakon dan dialog.

3. Pengertian Novel

Tarigan (1991: 164-165) menyatakan, “Novel merupakan bentuk karya sastra

sekaligus disebut fiksi, novel berarti sebuah karya prosa fiksi yang cukup panjang.
Tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Novel mempunyai ciri bergantung

pada tokoh, menyajikan lebih dari satu impres, menyajikan lebih dari satu efek,

menyajikan lebih dari satu emosi”.

Menurut Nurgiyantoro (2010:10) “Novel merupakan karya fiksi yang

dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Novel juga diartikan sebagai suatu karangan berbentuk prosa yang mengandung

ragkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat perilaku”.

Dari pengertian novel menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa novel

merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa. Dimana

menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh

cerita), dari kejadian ini terlahir konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan

jurusan nasib mereka.

4. Unsur Pembentuk Novel

Novel sebagai karya fiksi dibangun oleh sebuah unsur yang disebut unsur

intrinsik. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung

ikut serta dalam membangun cerita. Hal ini didukung oleh pendapat Nurgiyantoro

(2010 : 23) yakni, “unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya

sastra itu sendiri”. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir

sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang

membaca karya sastra.

Berikut ini beberapa unsur pembentuk novel yaitu :

a. Tema
Menurut Suroto (1989:88), “Tema adalah pokok pikiran atau pokok persoalan

yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui jalinan

cerita yang dibuatnya”. Tema tidak disampaikan begitu saja akan tetapi

disampaikan melalui jalinan cerita. Dimana tema bisa bersumber dari

pengalaman pengarang, permasalahan kehidupan, pengamatan lingkungan

dan lain sebagainya.

b. Tokoh/Penokohan

Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku dalam sebuah cerita, sedangkan

penokohan adalah cara seorang penulis menampilkan sifat dan watak dari

suatu tokoh. Penokohan juga dapat disebut sebagai pelukisan gambaran yang

jelas mengenai seseorang yang ditampilkan dalam suatu cerita. Menurut

Suroto (1989:92), “Penokohan adalah bagaimana pengarang menggambarkan

tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut. Adapun beberapa

jenis tokoh diantaranya, tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan

dalam cerita, tokoh tambahan merupakan tokoh yang mendukung tokoh

utama dalam cerita, tokoh protagonis merupakan tokoh yang memegang

peranan pimpinan dalam cerita, tokoh antagonis adalah tokoh penentang atau

yang berlawanan dengan tokoh protagonis sehingga menyebabkan konflik

atau ketegangan dan tokoh tritagonisadalah tokoh yang membantu dalam

suatu cerita, baik tokoh antagonis ataupun protagonis.

c. Alur

Alur merupakan jalan cerita atau dapat dikatakan cara pengarang dalam

bercerita. Jadi peristiwa-peristiwa dalam cerita saling berhubungan antara


satu dengan yang lain secara runtut sehingga terjalinlah suatu cerita yang

bulat. Alur juga disebut sebagai urutan-urutan kejadian dalam sebuah cerita.

Jalannya peristiwa yang membentuk cerita terjadi dalam sebuah urutan

waktu.Menurut Natia (2008:43), “Alur adalah jalinan peristiwa yang disusun

dalam cerita”. Sedangkan menurut Atr Semi (1993:43), “Alur adalah struktur

rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi

fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan

fiksi”.

d. Latar

Latar disebut juga setting. Latar adalah segala keterangan, pengacuan, atau

petunjuk yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi terjadinya peristiwa

dalam suatu cerita. Menurut Abrams (dalam Sri Wahyuningtyas dan Wijaya

Heru Santoso, 2011:7), “Latar adalah landas tumpu, penyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan”.

e. Sudut Pandang

Menurut Suroto (1989:96), “Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi

pengarang dalam cerita tersebut”. Sudut pandang yang digunakan oleh

pengarang pada karya sastranya merupakan cara pengarang untuk

menceritakan cerita dalam karyanya.

g. Amanat

Menurut Sudjiman (2002:57), “Amanat adalah ajaran moral atau pesan moral

yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam sebuah karya sastra”. Biasanya
amanat mengesankan niat pengarang yang hendak menggurui pembaca.

Amanat bisa berupa kata mutiara, firman dan lainnya sebagai petunjuk untuk

memberi nasehat.

5. Pengertian Alur

Menurut Sumardjo (1999:28) “Inti sari dari plot atau alur memang konflik.

Maka dari itu plot sering dikupas menjadi elemen-elemen berikut : pengenalan,

timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal”. Itulah

unsur-unsur plot yang berpusat pada konflik. Stanton (dalam Nurgiyantoro,

2007:112), mengemukakan “Alur adalah cerita yang berisi urutan, namun tiap

kejadian itu dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau

menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain”.

Dari pengertian tersebut jelas bahwa tiap peristiwa tidak berdiri sendiri,

peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain. Peristiwa

yang lain itu akan menjadi ebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya sampai

peristiwa tersebut berakhir.

Dengan demikian, alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang

membangun cerita sehingga merupakan karangan utama cerita. Dalam hal ini alur

merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan

rangkaian pola tindak tanduk yang berusaha memancarkan konflik yang terdapat

dalam cerita.

6. Jenis-Jenis Alur/Plot

Menurut Suroto, (1989:92), “Jika dilihat dari susunannya atau urutannya

terdiri dari alur maju dan alur mundur”. Alur maju adalah alur yang susunannya
mulai dari peristia pertama, peristiwa kedua, peristiwa ketiga, peristiwa keempat

dan sampai seterusnya sampai cerita berakhir, misalnya cerita dimulai dari kecil

sampai meninggal dunia. Sedangkan alur mundur adalah alur yang susunannya

dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pada peristiwa pertama, kedua

dan seterusnya sampai kembali lagi pada peristiwa terakhir kali.

Menurut Firdaus (2013), dikenal 8 jenis alur, yaitu :

a. Alur maju (progesi) adalah sebuah alur yang memiliki klimaks diakhir cerita

dan meupakan jalinan/rangkaian peristiwa dari masa kini ke masa lalu yang

berjalan teratur dan berurutan sesuai dengan urutan waktu kejadian dari

awal sampai akhir cerita.

b. Alur mundur (regresi adalah sebuah alur yang menceritakan tentang masa

lampau yang memiliki klimaks di awal cerita dan merupakan

jalinan/rangkaian peristiwa dari masa lalu ke masa kini yang disusun tidak

sesuai dengan urutan waktu kejadian dari awal sampai akhir cerita.

c. Alur sorot balik (flashback) adalah alur yang terjadi karena pengarang

mendahulukan akhir cerita dan setelah itu kembali ke awal cerita. Pengarang

bisa memulai cerita dari klimaks kemudian kembali ke awal cerita menuju

akhir.

d. Alur campuran (maju-mundur) adalah alur yang di awali klimaks, kemudian

melihat lagi masa lampau dan dilanjutkan sampai pada penyelesaian yang

menceritakan tokoh utama sehingga cerita yang satu belum selesai kembali

ke awal untuk menceritakan tokoh yang lain.


e. Alur gabungan adalah alur yang merupakan gabungan dari alur maju dan

alur mundur.

f. Alur klimaks adalah alur yang susunan peristiwanya makin menurun dari

peristiwa menegangkan kemudian menjadi kendor dan berakhir dengan

peristiwa biasa.

g. Alur kronologis adalah alur yang susunan peristiwanya berjalan sesuai

dengan urutan waktu. Dalam alur ini terdapat hitungan jam, menit, detik,

dan sebagainya.

7. Tahapan Alur/Plot

Montage dan Henshaw (dalam Priyatni, 2012:113), menjelaskan bahwa

tahapan peristiwa dalam plot tersusun sebagai berikut:

a. Exposition

Tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta

perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.

b. Inciting Force

Tahapan saat timbulnya kekuatan, kehendak, maupun, perilaku yang

bertentangan.

c. Rising Action

Situasi yang panas karena pelaku-pelaku dalam cerita berkonflik.

d. Crisis

Situasi yang semakin panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai

berkonflik dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya.

e. Climax
Situasi puncak karena konflik berada dalam kadar yang paling tinggi, sehingga

pelaku mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri.

f. Falling Action

Kadar konflik yang sudah menurun, sehingga ketegangan dalam cerita sudah

mulai meredah sampai Conclusion atau penyelesaian cerita.

Menurut Lubis (dalam Tarigan 2008 : 156) setiap cerita biasnya dibagi

atas 5 bagian yaitu :

a) Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan atau situasi).

b) Generation cirumstance (peristiwa yang bersangkut paut, yang berkaitan

mulai bergerak).

c) Rising action (keadaan mulai memuncak).

d) Klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks).

e) Denoiement (pengarang memberikan pemecahan sosial dari semua

peristiwa).

8. Pengertian Latar

Latar disebut juga setting. Latar adalah segala keterangan, pengacuan, atau

petunjuk yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi terjadinya peristiwa

dalam suatu cerita. Latar berfungsi sebagai pemberi kesan realistis kepada

pembaca. Selain itu, latar digunakan untuk menciptakan suasana tertentu yang

seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Hal ini didukung oleh pendapat Abrams

(dalam Nurgiyantoro 2010: 214), “Latar atau setting yang disebut juga sebagai

landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan”.


Demikian halnya dengan Stanton (melalui Nurgiyantoro, 2007:216),

“mengelompokkan latar bersama plot dan tokoh ke dalam fakta (cerita) sebab

ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat diimajinasikan oleh pembaca

faktual jika membaca cerita fiksi. Pendapat lain dikemukakan oleh Gasong,

(2012:93), yakni “Latar adalah gambaran watak, peristiwa atau adegan akan lebih

menjadi konkrit apabila dihubungkan dengan waktu, suasan, dan berbagai aspek

budaya dan masyarakat”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka secara sederhana penulis

menyimpulkan bahwa latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi.

9. Jenis-jenis Latar

Latar atau setting dalam arti yang lengkap seperti yang dikemukakan

Stanton (melalui Nurgiyantoro, 2007:216), “mengelompokkan latar bersama plot

dan tokoh ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan

dapat diimajinasikan oleh pembaca faktual jika membaca cerita fiksi” meliputi

hal-hal sebagai berikut:

a. Latar Tempat

Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa dalam lakon atau

cerita.

b. Latar Waktu

Latar waktu yaitu seluruh rentangan atau jangkauan waktu yang digunakan

dalam cerita.

c. Latar suasana
Latar suasana menggambarkan kondisi atau situasi saat terjadinya adegan

konflik. Seperti suasana gembira, sedih, tragis, tegang, dan lain sebagainya.

Latar atau setting yang diciptakan pengarang dimaksudkan untuk

memperjelas peristiwa dalam cerita agar menjadi logis sehingga pembaca

mempunyai pembayangan yang tetap terhadap tempat, waktu, suasana

berlangsungnya peristiwa. Setting juga diciptakan untuk menggerakkan emosi

jiwa pembaca.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Suatu penelitian harus perlu dicantumkan hasil penelitian yang relevan untuk

menghindari plagiat. Penelitian yang relevan untuk memberikan pemaparan

tentang penelitian dari analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Berikut ini hasil

penelitian relevan dengan berbagai permasalahan yang sesuai dengan penelitian

ini:

1. Gunawan Kondo Palette, (2019) meneliti tentang Analisis Alur dan Latar

dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” karya Hamka (Tinjauan

Objektif). Pada penelitian ini sama-sama menganalisis alur dan latar yang

terdapat dalam novel, namun ada perbedaan dengan penelitian di atas, yaitu

peneliti menganalisis Alur dan Latar dalam novel Penutup Senja Karya

Army Yandho M. Sedangkan penelitian di atas menganalisis Alur dan Latar

dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dengan

menggunakan Tinjauan Objektif.

2. Kristina Mayung Allo, (2014) meneliti tentang Analisis Alur dan Latar dalam

novel “Tahun-Tahun Bahagia” karya Laura Ingalls Wilder. Pada penelitian


ini sama-sama menganalisis alur dan latar yang terdapat dalam novel, di mana

pada penelitian itu alur yang digunakan adalah alur campuran dan latar yang

digunakan adalah latar tempat, waktu dan suasana dalam novel Penutup

Senja Karya Army Yandho M.

3. Nona Mambela (2015) yang berjudul Alur Novel Kepingan Terpendam

Karya Indarparti Ayaran. Pada penelitian ini sama-sama meneliti alur dalam

sebuah novel, namun ada juga perbedaan dimana penelitian diatas hanya

menganalisis alur dalam Novel Kepingan Terpendam Karya Indarparti

Ayaran sedangkan penelitian ini menganalisis alur dan latar dalam novel

Penutup Senja karya Army Yadho M.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif kualitatif. Menurut Sutopo (2006:8-10), “Penelitian deskriptif kualitatif

bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan

pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat

suatu hal, fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data, melainkan

meliputi analisis dan interprestasi”.

Dalam penelitian yang berjudul “Alur dan Latar dalam Novel Penutup

Senja karya Army Yandho M” penulis memilih metode deskriptif kualitatif karena

penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Alur dan Latar yang terdapat

dalam novel Penutup Senja karya Army Yandho M.

B. Data dan Sumber Data

a. Data

Menurut Miles dan Huberman (dalam Sangadji dan Sopiah, 2010:200),

“Data adalah penyajian sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan”.

Adapun Data dalam penelitian ini berupa teks novel Penutup Senja karya
Army Yandho M yang dapat menggambarkan alur dan latar dalam karya sastra

seperti fakta-fakta cerita dan sarana-sarana sastra.

b. Sumber Data

Menurut Sujarweni (2014:73), “Sumber data adalah subjek darimana

asal data penelitian itu diperoleh”. Jadi sumber data dalam penelitian ini adalah

novel Penutup Senja karya Army Yandho M. yang diterbitkan oleh Mata

Kehidupan, cetakan pertama:2018 dengan tebal 150 halaman.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yaitu penelitian data yang telah diperoleh dari

penelitian tertentu. Teknik penelitian yang penulis gunakan adalah teknik baca

dan teknik catat. Masing-masing teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Teknik Baca

Menurut Tarigan, (dalam Palimbong, JURNAL KIP-VOL.IV.No.2 Juli

2015), “Teknik baca adalah suatu teknik yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan atau informasi yang terkandung atau tersirat

dalam suatu makna tertulis”. Dalam teknik ini peneliti membaca secara

keseluruhan isi dalam novel Penutup Senja secara berulang-ulang demi

memperoleh data yang akurat mengenai analisis alur dan latar dalam novel.

2. Teknik Catat

Menurut Mahsun (2005:93), “Teknik catat adalah teknik lanjutan yang

dilakukan peneliti ketika menerapkan metode baca”. Teknik catat yang digunakan
peneliti yaitu mencatat data atau mengumpulkan data yang berkaitan dengan

analisis alur dan latar dalam novel Penutup Senja.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini antara lain:

1. Mengidentifikasi data yang ada dalam novel Penutup Senja.

2. Menganalisis setiap peristiwa dalam novel Penutup Senja.

3. Mengklasifikasikan data berdasarkan rumusan masalah.

4. Memaparkan hasil penelitian.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Data

Setelah penulis membaca novel “Penutup Senja” karya Army Yandho M,

secara teliti maka berikut ini penulis memaparkan data-data yang terkumpul

sebagai berikut :

1. Alur
1. Aku lebih dari sekedar impian, harapan, cita-cita, serta do’a. Aku
adalah kenyataan dan kepastian. Mungkin karena matahari terlalu
janggal dan tak terlalu nyaman jika dijadikan sebauh nama. Maka
orang tuaku memberiku nama, Bintang!. Bintang adalah sesuatu
yang melampaui impian, harapan, cita-cita, serta do’a. Lagi-lagi
karena Bintang adalah kenyataan dan kepastian. Begitulah do’a
yang orang tuaku harapkan, saat aku lahir dan diberi nama. (PS.
2018:1)
2. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Adikku bernama Hary
Pertama Antara, akrab dipanggil Hary. Gendut, panggilan
khususku untuknya. Badan gempal, serta perut yang berlipat 5,
serta pipinya yang bulat, mendukung sekali dan terasa pas, jika
dipanggil dengan panggilan tersebut. (PS. 2018:2)
3. Ibu adalah seorang ibu rumah tangga biasa, tidak bekerja dan
hanya mengurusi masalah di rumah. Yang bekerja hanya ayahku,
beliu seorang wiraswasta. Tapi ibu juga turut membantu keadaan
ekonomi di rumah, biar tidak banyak, tapi cukuplah untuk sehari-
hari. Ibu berjualan es kampel, dan sedikit gorengan yang dititipkan
ke warung kenalannya. Memang keadaan ekonomi kami sekarang,
lumayan lebih baik dari dulu waktu aku kecil. Aku ingat betul,
waktu itu, aku masih kecil dan belum punya adik seperti sekarang.
Keadaan ekonomi memaksa ibuku harus bergerak, membantu
mencari nafkah demi membesarkanku. Dulu ibu pernah berdagang
hiasan kecil dari keramik. Yang berbentuk macam-macam, ada
yang berbentuk kucing, manusia, ikan dan lainnya...(PS. 2018:9-
10)
4. Setahun terakhir, bisnis ayah maju pesat. Berimbas pada semua
perekonomian keluarga. Hidup kami menjadi lebih baik. Sekarang
ayah harus mondar-mandir keluar kota. Ia sudah mampu
menjalankan bisnisnya dengan menetap di kota ini. Beliau kini
memiliki beberapa ruko besar untuk di jadikan ladang bisnis.
Syukurlah Tuhan menjawab do’a dan usaha kami dengan nikmat
yang ia beri kini. (PS. 2018:18)
5. Tapi entah mengapa, aku tak mengerti kenapa. Akhir-akhir ini aku
sering melihat ayah ibu bertengkar. Memang hal sepele, hanya
karena ayah sering mempermasalahkan anehnya akhir masakan
yang ibu masak. Dengan berbagai alasan , tidak enak atau apalah
itu. sebenarnya masakan ibu dari dulu memang seperti itu, tapi
anehnya akhir-akhir ini ayah selalu mempermasalahkannya. Dan
yang lebih penting lagi, seumur hidupku, baru saat inilah aku
melihat mereka bertengkar.... Selain bertengkar, ayah kini memang
sering sekal
berbicara dengan nada tinggi dan kasar. Alhasil mengapa adikku
tampak takut sekali kepada ayah. (PS. 2018:18)
6. “Kamu bisa masak gak sih? Buang nih, ganti sama yang baru,
goblok banget, dari dulu masak gak bisa-bisa!” hardik Ayah ke
Ibu. Terdengar dari belakang, teriakan ayah memarahi ibu, itu
adalah hal yang sangat amat biasa di rumah kami beberapa waktu
belakangan ini. Ayah yang selalu marah, kata-kata kasar. Bahkan
untuk dijadikan kebun binatang, mungkin koleksi hewan di rumah
kami sudah lengkap dari perkataan ayah. (PS. 2018:21)
7. Hanya saja ibu selalu mengajarkanku untuk selalu sabar dan iklas
dalam setiap permasalahan yang kita hadapi. Ibu selalu
mengajarkan caranya bersyukur dan menikmati hidup..(PS.
2018:22)
8. Hari berganti tahun, tiap detik yang aku yakini merekan sejarah,
terasa sangat perih di setiap putarannya. Sang waktu yang angkuh
seakan menertawai sejarah yang disimpannya. Tersebar lewat angin
dan sang semesta ikut menertawai kisah bodoh ini. Tombak-
tombak perang seakan melayang terbang tanpa tuan. Tidak ada
yang beruabah, malah makin parah, ayah makin merajalelah atas
amarahnya. Ia seakan berjalan tanpa hati serta nurani, seakan
kami ialah masalah yang harus diselesaikan dengan amarah. (PS.
2018:24)
9. ...Kebiasaan ayah yang tidak pernah berbahasa pelan dan lembut,
membuatku mudah mendengar percakapan mereka. “Kamu tuh,
coba sih kalau batuk ditahan, jangan ahak uhuk ahak uhuk, berisik
tau gak. Coba minum air putih sana, ini enggak, udah kayak orang
mau mati, sakit biasa aja kamu kayak gitu. Tahan sedikitlah,
berisik, gimana orang mau tidur sih, suami mau istirahat malah
dengerin kayak gitu!” ayah menghardik ibu. (PS. 2018:25)
10. Tahun demi tahun telah kulalui dengan berat hati. Sebisa mungkin
itu kujadikan sebagai ajang pendewasaan hati, walau memang perih
belum berhenti. Keremajaan dan labilnya pikiran, menuntunku
melarikan diri di luar rumah. Berkumpul dengan orang-orang yang
kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarga, aku
memosisikan diri seperti mereka. Roko, protes pertamaku pada
hidur. Minuman keras bentuk kedua dari ketidakadilan. Lalu
musim silih berganti, dan tidak ada yang berubah dari hidupku.
Narkoba, bentuk protes ketigaku terhadap Tuhan. (PS. 2018:31)
11. Sore hampir malam, Rino dan Andre pamit diri. Sesaat mereka
pulang, ayah yang langsung pulang masuk ke kamar dengan
murkanya. “Ini yang buat teman-teman kamu main dan berisik di
rumah, nih makan nih, ajak lagi teman kamu ke sini (sembari
membanting playstationku ke lantai), kamu gak ada otaknya
Bintang. Kerja kamu tiap hari Cuma main aja, ngumpulin teman-
teman kamu buat main dirumah. Kamu tahu berisik gak sih, kamu
sih emang asli gak ada otaknya kaya ibu kamu, Bintang! Kamu
pikir rumah ini taman bermain haaa!” hardik Ayah. (PS. 2018:35)
12. Dulu sekali, saat ayahku belum mendapatkan semua omong kosong
yang disebut hartia ini, aku pastikan dan berani bersumpah demi
apapun itu, perangainya tak seperti, tutur katanya tidak seperti
sekarang. Lidahnya tak setajam ini, tak setega ini. Seakan lidah itu
tak bertuan! Sampai kami pun, anak dan istrinya luka si sayat oleh
lidahnya yang begitu tajam itu. kini, setelah ayah memiliki
segalanya, semua berubah, seakan semua yang kukatakan barusan
adalah omong kosong. Tentang dia yang bertutur kata lembut.
Tentang dia yang memiliki kasih sayang terhadap keluarga.... (PS.
2018:37)
13. “Ya Allah, Yah. Apa lagi yang kamu perbuat di luar, demi Allah
aku sudah sabar, dan coba bertahan, Ibu kurang apa lagi Yah..
siapa perempuan ini..?!!” Ibu coba menanyakan ke ayah. (PS.
2018:45)
14. “Kalau kamu sudah gak tahan, kamu boleh pergi, kita cerai, bawa
anak-anak kamu, kamu jadi janda juga nanti janda kaya, gak
masalahkan, udah pergi sana, jangan Cuma ngoceh doang! Kamu
nuduh suamimu selingkuh, padahal kamu tahu saya kerja banting
tulang buat menuhi perut kamu, kamu malah ngoceh gak jelas,
monyet kamu!!!” ayah pergi keluar dan meninggalkan ibu yang
menangis. (PS. 2018:45)
15. Aku terlahir, tumbuh, dan berkembang di keluarga yang taat
beragama. Orang tuaku mendidik dengan tegas soal agama. Tidak
pernah terlewatkan untukku mengerjakan hal yang wajib dan
seharusnya kulakukan sebagai orang yang memiliki agama. Sampai
aku akhirnya menikmati agama itu sendiri... (PS. 2018:51)
16. Ibu yang mendengar ayah pulang, langsung membukakan pintu,
tapi anehnya, dari sebelum pintu di bukakan, mereka sudah ribut
duluan diluar. Ayah membentak ibu dengan makian kasar dan
dengan suara tinggi. Aku berusaha membalikkan badan untuk
mengintip apa yang terjadi. Saat ayahku berhasil masuk karena
pintu sudah dibuka, ayah tiba-tiba langsung menampar ibu sampai
ibu terjatuh. Aku spontan langsung berdiri berterik. “Ayaaahh
cukup Yah..” teriakku. (PS. 2018:62)
17. Ayah lalu menghampiriku dan menamparku dengan sangat kuat.
Mataku sempat gelap untuk beberapa saat. “kamu mau apa monyet,
kamu mau bela ibumu? Kamu mau kurang ajar sama Ayah haaa?”
gertak ayah. Kamu udah berani sama Ayah... Lalu ayah
menamparku dengan sangat kuat untuk kedua kalinya. “Ayo lawan
Ayah kalo kamu bisa, mau ayah goreg kuping kamu malam ini
haaaa, anak kurang ajar kamu, kamu sama seperti ibumu yang
sialan ini...” tantang ayah. (PS. 2018:63)
18. ...Ayah menghampiri ibuku dan lalu menampar ibu untuk kedua
kalinya. Lalu ayah mencoba untuk mengambil kursi yang ada di
dekatnya, dan ingin memukul ibu dengan kursi itu. Aku yang
spontan, lalu menendang tangan ayahku yang sedang berusaha
mengambil kursi itu. Aku dengan cepat mengambil pisau yang
sering digunakan ibu untuk memasak. Aku tanpa sadar menikam
perut ayah. Ayah lari dan masuk ke kamar mandi dan menutup
pintu kamar mandi. Dari dalam ayah berteriak, seumur hidup baru
sekali ini aku mendengar ayahku berbicara seperti itu “Bintang,
Nak Ayah minta maaf, Ayah minta ampun, sudah Nak, cukup...”
ucap ayah menenangkan aku. (PS. 2018:63-64)
19. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, ada yang dalam otakku
hanya melindungi ibu dan adikku. Aku mendobrak pintu kamar
mandi, lalu berusaha menyeret ayah keluar,tapi ayah berhasil
mengelak, dan kembali lari ke kamar lalu mengunci pintu. Aku
berusaha mengejarnya, dan kembali mendobrak pintu kamar, tapi
pintu dikamarku sangat kuat dan tebal. Aku tidak mampu
mendobraknya, lalu aku memutuskan tuk membawa ibu dan adikku
pergi. Sesampai kami di luar rumah, Ayah rupanya sudah keluar
kamar dan menghampiri kami. Lalu Ayah berkata “Silakan bawa
ibu dan adikmu pergi, sana pergi. Ingat bintang, jangan sekali-kali
kamu balik ke rumah ini. Ini rumah Ayah, ingat itu!” tegas Ayah.
(PS. 2018:64)
20. Aku memutuskan untuk pergi dan menginap di rumah Agus,
teanku. Tanpa memberi tahu dia apa yang terjadi. Karena di antara
teman-temanku, Aguslah yang paling pendiam, tak suka melakukan
hal bodh dan menghabiskan waktu melakukan sesuatu yang tidak
jelas. Aku merasa, dia adalah orang yang tepat untuk saat ini
menemaniku. (PS. 2018:65)
21. Di awal buku ini, kalian sudah aku ceritakan, saat aku bertemu ibu
di kediaman Bude Sri. Beliau teman ibuku yang memang sudah
seperti keluarga sendiri. Jam5 pagi aku buru-buru bersiap untu
bertemu ibu. Setelah pamit dengan Agus, sarapan sedikit. Aku
meluncur ke rumah Bude Sri. Aku bertemu ibu di sana.banyak hal
yang ibu utarakan padaku. Selain yang sudah kalian tahu di awal
cerita buku ini. (PS. 2018:66)
22. “Ayahmu berpesan untuk menyekolahkanmu di luar daerah, bukan
karena kamu tak boleh pulang ke rumah, tapi untuk mencairkan
suasana panas ini, Nak. Tolong ibu, sekali ini dengerin apa kata
Ibu, Nak. Kamu harus percaya pada Ibu sekali ini. Ibu dan adikmu
bakal baik-baik saja, jadi dengerin kata Ibu nak...” lanjut ibu. (PS.
2018:67)
23. Setelah kesepakatan kami lakukan, akhirnya pagi itu pun aku yang
diantar ibu, pergi ke Sekayu, salah satu daerah di Sumatera Selatan.
Ke tempat pamanku, kami pergi menaikki kapal. (PS. 2018:68)
24. ....Sesampainya di Sekayu, ibu menceritakan semua yang terjadi ke
Paman. Ibu menyampaikan niatnya menitipkanku untuk sekolah di
sana. Paman dan istrinya menyambut kami dengan hangat, dan
bersedia mengurusku selama aku tinggal dan sekolah disana. (PS.
2018:69)
25. Disinilah aku sekarang, dibuang dari keluarga yang tidak
menginginkanku. Meskipun aku sama sekali tidak berfikir bahwa
Ibuku membuangku. Tapi aku merasa terbuang, tersingkirkan,
terasingkan, dan tidak penting. Entahlah seluruh perasaan yang
bercampur menjadi satu ini terlihat sangat gelap, pahit. (PS.
2018:74)
26. .... Lalu malam harinya, aku menepati janji ke Anton. Kira-kira
pukul 20.00 malam, aku bersiap-siap memberanikan diri dengan
segudang rasa malu untuk bertemu Anton dan teman-temannya.......
....Sesampainya di depan warung tempat biasa Anton nongkrong
bersama teman-temannya, ia langsung menyapaku. Dari pekenalan
singkit ala remaja masa kini itu, aku mulai mencoba menghafal
wajah-wajah mereka agar aku tidak lupa. Dari yang aku coba
ingat, nama mereka, ada Wahyu, Aan, Andi dan Ikhsan. Ya
ternyata mereka juga menerima baik kehadiranku. (PS. 2018:83)
27. Awal mula, kukira teman-teman disni adalah anak komplek yang
culun dan baik. Terlepas dari wajah seram mereka. Ternyata aku
salah. Mereka juga sama, teman-teman, gemar sekali dengan dunia
pembodohan. Bahkan disini bersama mereka, aku melakukan hal
yang lebih parah dari yang biasa dulu aku lakukan. Entah dari mana
awal mula semuanya, aku pun tidak mengerti, yang kuingat hanya
saat itu Anton membawa paket daun cinta. Dan dia
menawarkannya kepadaku, lalu yang kuingat saat itu hanya
mengiyakan saja den menerima tawarannya. (PS. 2018:86)
28. Ferdi adalah teman akrabku di sekolah. Hanya di sekolah saja
memang. Karena rumahnya yang jauh dari sekolah, mengharuskan
dia langsung pulang kerumah setelah selesai sekolah. Jika tidak, dia
pasti akan sampai di rumahnya malam hari. (PS. 2018:98)
29. Tinggal aku satu-satunya penunggu halte itu, karena aku memilih
untuk segera pulang dan pergi ke tempat Ferdi, karena tak tahan
dengan ocehannya. Tak ku sangka ternyata keberkahan hujan itu
juga datang kepadaku. Rustiana atau Nana anak pindahan itu
ternyata menunggu di halte yang sama denganku. Dia tampak lari
dari gerbang sekolah ke arah halte tempatku menunggu. Dengan
sweaternya dijadikan tudung untuk menutupi kepalanya dari
hujan... (PS. 2018:102).
30. Masih tak percaya dengan yang barusan terjadi, aku berteriak dan
berjingkrak di dalam hati, saking senangnya. Tak di sangka, bisa
berkenalan dengan wanita itu di saat-saat seperti ini. Tak berhenti
pula senyum di bibir ini saking senangnya. (PS. 2018:105)
31. Malam ini aku telah berjanji untuk pergi bersama Nana. Malam ini
aku pastikan adalah malam terakhirku bersamanya. Esok atau lusa,
aku tidak akan lagi menemuinya! Hanya malam ini, cukup malam
ini saja! (PS. 2018:113)
32. Asik menikmati suasana dan Ferdi benar-benar telah mabuk
ngelantur. Kaget bukan kepalang aku, di tengah hujan yang deras
itu dan dalam kondisi setengah mabuk. Ketika hendak menutup
pintu dan menoleh kebelakang. Ternyata Nana berada tepat di
belakangku dalam keadaan basah kuyup!. “Na... Na... Nana? Kamu
ngapain di sini? Kamu udah berapa lama di situ? Ka... kamu basah
kuyup begini?” ujarku terbata-bata. Kenapa? Kamu kaget???
Bahkan berapa lama aku berdiri di belakangmu, kamu sama sekali
gak tahu? Kamu mabuk? Alat apa itu? sambil menunjuk ke arah
hisap sabu yang tadi kami gunakan. Bintang sumpah demi apapun
aku ngak nyangka Bintang. Kamu jahat! Nana berlari menyelami
hujan dan malam meninggalkanku. (PS. 2018:125)
33. Kejadian itu adalah terakhir kalinya aku melihat Nana. Bahkan di
hari kelulusan pun, aku sama sekali tak melihatnya. Dia benar-
benar menghilang dari diriku. Dan kejadian malam itu adalah
siksaan dan tamparan yang keras untukku. Dari kejadian itu hingga
sekarang, telah berbulan-bulan lamanya aku melawan
ketidakbenaran di dalam diriku, upaya yang kulakukan benar-benar
sulit dan sakit. Bahkan teramat sakit sampai bukan sekali aku
berfikir untuk mengakhiri hidup yang tidak berguna ini. (PS.
2018:130)
34. Entah bagaimana aku membuktikan dan menepati semua janjiku
untuk ibu. Dahulu aku berjanji dengan sombongnya, jika aku
mampu menjadi kapal untuk keluargaku, agar kami bisa berlayar
dengan tenang suatu hari nanti. Kali kedua aku berjanji pada
beliau, untuk mampu menghidupkan api kedamaian, api
kehangatan, dan api cinta yang telah lama padam. Aku pun tetap
yakin untuk membuktikan aku mampu menjadi payung untuk
keluargaku, serta menjadi makhluk penghapus air mata... (PS.
2018:131)
35. Dalam keputusan ini tiba-tiba tebal terasa rindu pada keluargaku,
aku rindu orangtuaku, ibuku, ayahku, adikku, aku rindu mereka.
Bahkan aku benar-benar butuh mereka. Tetapi apa yang terjadi jika
kondisiku kini. Ayah yang benar-benar benci terhadapku, mungkin
akan tambah membenciku, bahkan mungkin dia benar-benar tidak
akan menganggapku. Lalu ibu, yang semua harapan beliau ada
padaku, jika dia melihatku sekarang, entah apa jadinya. Dan
adikku, jika dia tahu dia memiliki seorang kakak yang tidak
berguna ini, entah apa pula reaksinya. Mungkinkah aku menemui
mereka aat detik terakhirku benar-benar habis? Adakah airmata
mengiringi jalang sepertiku menuju penghakiman?. (PS. 2018:132)
36. Malam ini, aku kembali pergi seorang diri. Duduk di taman depan
air mancr. Tempat biasa aku dan Nana menghabiskan waktu dulu.
Entah sudah berapa lama, aku selalu kesini setiap malamnya.
Saking seringnya, aku tak tahu kapan aku memula, untuk selalu
pergi ke taman ini sendirian..... Dulu aku sering debat dengan
Nana, tentang warna aoa yang akan dikeluarkan oleh air mancur
ini. Air mancur ini, dilengkapi dengan efek cahaya berwarna-warni,
yang setiap menitnya, dia akan mengeluarkan warna berbeda-beda.
Setelah 4-5 menit. Air mancur ini akan mengeluarkan semua warna
indah. (PS. 2018:138)
37. Jangan mengatakan kepastian apapun yang kamu sendiri tak
sanggup memastikannya! Nana kembali memotong perkataanku.
Pulanglah ke rumah, temukan Tuhanmu. Minta aaflah kepada
Tuhan. Pulanglah ke rumah orang tuamu, minta maaflah pada
mereka! Jangan bertanya mengapa aku mengatakan hal ini, atau
bagaimana aku tahu tentang hal ini.... (PS. 2018:142)
38. Na, terima kasih telah datang dan menunjukkan jalan pulang.
Terima kasih telah memberi sedikit harapan, di saat semangat yang
ada hampir benar-benar padam!.... (PS. 2018:143)
39. ....Dengan menyebut nama Allah, aku ketuk pintu sembari ucapan
salam. Tak lama aku mengetuk nampak seseorang keluar dari
balik pintu itu. sosok yang jelas sekali aku tahu siapa itu. mataku
duduk di matanya! Tak ada kata yang sempat keluar dari mulutku!
Karena kini, dahi dan hidungku berada sejajar dengan bumu! Tak
menginjaknya dan tak berada di atasnya! Ayahku hanya terdiam.
Tak mampu beranjak dari tempat berdirinya. Air mataku
membasahi kakinya. “Ayah, maafin Bintang! Bintang belum
mampu jadi kepastian yang nyata sesuai harapan Ayah. Maafin
Bintang yang telah buat Ayah malu, karena durhakanya Bintang!
Maafin Bintang Yah, karena telah menjadi aib bagi keluarga ini!
Maafin Bintang Yah! Maafkan Bintang!” Pintaku pada ayah. (PS.
2018:145)
40. Ribuan kata maaf terlontar begitu saja dari mulutku, ayah tetap
diam, dan tak mampu membalas! Diangkatnya tubuhku naik dalam
dekapannya. Dipeluknya tubuhku dalam diamnya! Basah terasa
pundakku, tak tahu apa yang membuatnya basah. “maafkan ayah
juga Nak, maafkan Ayah!” ucapannya dengan penuh lirih. Bergetar
tubuh, hati, serta jiwaku mendengar ayah mengucapkan itu sambil
menangis. (PS. 2018:146)
41. Ibu dan adikku keluar terkejut bukan main melihat aku ada di
rumah dan sedang dalam pelukan ayahku. Ibu menangis terharu
dan dengan tetp diam, dia memeluk adikku yang juga sedang
menangis!.... “Bu, maafin Bintang, jika Bintang dengan sengaja
meredupkan sinar yang telah ibu ttipkan pada Bintang! Maafin
Bintang jika meninggalkan tugas untuk membuat harap menjadi
nyata ini tertunda begitu lama! Maafkan Bintang Bu..” ucapku pada
ibu.... Terima kasih Bu, karena telah sabar menunggu! Terima
kasih Bu, telah memeluk dengan kasih, hati yang hina ini..! terima
kasih Bu, telah mengajarkan Bintang sesuatu yangluar biasa!...
“Maafkan Ibu juga Nak, karena Ibu tak selalu di sisimu! Maafkan
Ibu Nak, tak selalu mampu menghapus air matamu! Maafkan Ibu
Nak, maafkan Ibu sayang” ujar ibu dengan penuh kelembutan. (PS.
2018:147)
42. Tuhan terima kasih telah Engkau paksa aku bermain di dalam cerita
ini! Terima kasih telah Engkau beri aku peran terbaik dalam kisah
ini! Terima kasih Engkau membuat akhir yang penuh dengan
terang, di dalam alur ceritaku yang penuh dengan gelap! Aku yakin
dan sangat percaya, bahwa sebuah peristiwa akan merekam sebuah
jejak, yang akan melahirkan sejarah! Di mana sejarah itu akan
mampu menjawab semua tanya. Sehingga tidak akan lahir lagi
sebuah kekeluruan yang sama! (PS. 2018:147)
Selanjutnya penulis menyajikan latar dalam novel “Penutup Senja” karya

Army Yandho M sebagai berikut:

2. Latar

1. “Nah iya itu deh pokoknya. Nah waktu itu pertama kali tuh, gue
denger, nyokap lo ngak nurutin kemauan lo. Biarpun begitu, tapi
ujung-ujungnya dikasih, kan? Besoknya bokap lo langsung beliin
lo sepeda, karena sore sampe malamnya lo teriak-teriak sambil
na...( kembali mulut Rino yang sama sekali susah untuk direm itu,
ditutup sama Andre). (PS. 2018:4)
2. Andre yang mendengarkan Rino berbicara seperti itu, seakan
mendapatkan keajaiban dari sang pencerah itu. Ternyata di dunia
ini, ada orang yang sependapat dengannya. Bahwa apa yang
dialaminya itu sungguh tidak adil dan menyedihkan. Wajahnya
yang tadi tampak bermuram durja, seakan mencari senyumnya
kembali. Bocah itu seakan melihat Rino yang sedang berdiri di
depan kelas, dan menghadap ke arahnya itu, seakan dikelilingi
sinar-sinar. Lalu dari belakang punggungnya keluar dua belah
sayap... (PS. 2018:5)
3. Bang bangun, Nak. Udah siang, udah hampir jam setengah tujuh,
kamu bisa kesiangan kesekolahnya cepat bangun. Ibu berucap.
Aku yang kaget mendengar ucapan Ibu, seketika langsung panik.
Hah? Ibu bilang apa? Jam setengah 7? Kok Ibu bangunin Bintang
udah jam segini sih? Bintang bisa telat pergi kesekolah nih. Aku
panik sembari bergegas mengambil handuk, dan langsung mandi
dengan terburu-buru.( PS. 2018:6)
4. Bu, Ibu tau enggak sih, kalo ini baru jam setengah 6 pagi? Aku
coba klarifikasi ke Ibu. “Iya tau kok..” sambil tersenyum tipis, lalu
beranjak lagi ke dapur. (PS. 2018:7)
5. “Bang, nanti kamu berangkat sekolahnya, sekalian bawain
dagangan Ibu ya Nak, titipin di warung Bude Sri...” Ibu berucap.
“Iya Bu, nanti Bintang bawa.” (PS. 2018:9)
6. Selain menemani ibu dagang, tiap pulang sekolah biasanya aku
membantu ibu membuat es kampel dagangannya untuk dijual esok
harinya. Karena kebetulan ayahku jarang di rumah. Beliau biasanya
sering keluar kota untuk mengurusi usahanya. Jadi akulah yang
menemani ibu, ngurus rumah dan mengasuh adikku. Hari hampir
petang, suasana sore terlihat menabjubkan. Udara dingin
menyembur begitu tajam. (PS. 2018:10)
7. Berbekal kaber yang didapat dari Ibu, bahwa hari ini ialah hari
kepulangan ayah, membuat matanya selalu terjaga. Hatinya
senang bukan kepalang, sehingga lebih malah jadi energi
untuknya tetap terjaga. Tak henti matanya memandangi jam
dinding, walau sebenarnya aku tak yakin tentang jam yang ia
tunggu dan perhatikan itu. Di tengah percakapan denganya, dari
luar rumah terdengar suara mesin bus yang mengantar ayah.
Dengan tak lagi menunggu kepastian, Hary langsung memastikan
sendiri, melompatlah dia dari tempat tidur, dan berlari ke pintu
utama, tuk menyambut kedatangan ayah, yang belum tentu itu dia.
......dengan energi yang tiba-tiba saja pecah seakan tanpa ada
batas, semangatku memuncak, begitu juga Hary. Senang atas
kepulangan ayah, dan juga senang serta berdebar jantung dibuat
kotak besar misterius ini. (PS. 2018:15-17)
8. Ibu selalu bangun sebelum subuh, untuk shalat, memasak,
mengurusi rumah, dan sebagainya. Kebetulan hari ini adalah hari
Minggu. Aku selalu membantu ibu mengurusi rumah. Biasanya aku
kebagian menyapu dan mengepel, aku selalu memulainya dari
ruang tama bagian depan hingga ke teras belakang. (PS. 2018:20)
9. Esok harinya, aku bangun pagi-pagi untuk mengantarkan ibu ke
Rumah Sakit. Setelah sesampainya di Rumah Sakit, ibu menjalani
serangkaian tes dari dokter. Dengan mengambil sampel dahak,
darah, dan lainnya. Dokter memberitahu bahwa ibu positif
mengidap pneumonia. (PS. 2018:26)
10. .....walau sebenarnya hanya pergi ke lapangan bola depan rumah,
yang jaraknya hanya kurang lebih 100m, aku tetap berusaha
menuruti kata ibu. Akhirnya Andre dan Rino, duo sejoli itu segera
datang ke kamarku. Karena aku menolak untuk pergi dengan alasan
yang aku buat agar mereka paham. Lalu mereka kuajak main
playstation di kamar. Tanpa tawar-menawar, Rino langsung
melompat masuk. Ibu yang melihat ada teman-teman di rumah,
langsung membawa makanan dan minuman. Aku paham maksud
ibu, daripada aku yang keluar, lebih baik temanku yang datang.
Jadi ibu berusaha membuat kami betah diam dan bermain di rumah.
Tapi ternyata maksud ayah sama sekali berbeda. Sore hampir
malam, Rino dan Andre pamit diri. Sesaat mereka pulang, ayah
langsung masuk ke kamar dengan murkanya.
...Ibu masuk ke kamar, melihatku yang sedang memunguti pecahan
playstation, ibu langsung membantu membereskannya. Nak, kamu
yang sabar ya sayang, kamu jangan sedih, nanti kalau Ibu punya
uang, ibu belikan lagi, kamu diem aja Nak, kamu yang sabar aja ya
sayang. . (PS. 2018:34-35)
11. Tubuhku bergetar, keringat bercucuran, kamar yang teras gelap.
Saat darah belum mengalir ke kepalaku, kulihat jam menunjukkan
pukul 02.00 pagi. Aku terbangun dari tidurku, dan mengakhiri
mimpiku. Sesuatu yang tak nyata, tapi seolah nyata, begitu
membingungkan. Sudalah pikirku! Toh itu cuma mimpi. (PS.
2018:41)
12. Waktu itu cukup malam untuk dibilang malam. Cukup gelap untuk
meyakinkan kalau itu benar-benar malam! Suara mobil terdengar
di samping kamarku, yang letaknya disebelah garasi. Aku yakin itu
ayah, dan benar ayah. Aku lanjutkan kembali mengajiku, kebiasaan
sederhana yang aku lakukan jika tak bisa tidur. Cukup lama aku
mengaji, sehingga perasaan mengantuk pun datang. Aku
menyudahinya, bersiap tidur dan pergi ke dapur untuk mengambil
segelas air. Mungkin ini kejutan pahala yang aku terima dari
Tuhan. (PS. 2018:45)
13. ...Tidak lama dari setelah aku menelpon, Roni pun datang ke
rumah lewat pintu belakang. Dia mengantarkan paket sabu-sabu
yang aku pesan dengannya tadi. Setelah transaksi selesai, aku
bergegas ke kamarku. (PS. 2018:55)
14. Selesai ngambilin adikku makan, aku dengan gesit masuk ke
kamarku. Semua aktivitas di dalam kamar, aku lakukan dengan
pelan hampir tidak ada suara, dari berpakaian, sampai berdandan.
Kebetulan malam ini malam minggu, jadi aku sudah punya
rencana untuk pergi sama teman-temanku. Di luar ibu
memanggilku, karena pintu kamar aku kunci dari dalam. Jadi ibu
Cuma bisa manggil dari luar, tapi aku sengaja gak jawab. Biar ibu
kira kalau aku di dalam lagi shalat. (PS. 2018:58)
15. Setelah sampai di tempat tongkrongan, ternyata Roni dan teman-
temanku yang lain sudah ada di sana semua.
.....Tapi entah mengapa malam ini aku merasa ada yang
menjanggal hatiku, jantung berdebar tak menentu. Perasaanku
jadi sangat aneh, kegelisaan yang luar biasa benar-benar
mendominasi diriku saat ini. (PS. 2018:59-60)
16. Aku mencoba melihat jam berapa sekarang. Ternyata waktu
menunjukkan pukul 09:41 malam. Tapi dari tadi, ibu gak
menelponku sama sekali. (PS. 2018:61)
17. Aku mengurungkan niatku untuk merokok, lalu aku pergi
mendatangi adik dan ibuku yang sudah tertidur di ruang keluarga.
Aku tidur bersama mereka, tapi hatiku masih saja tidak tenang.
Aku hanya mampu memejamkan mata, tanpa tidur sama sekali.
Tidak tahu sudah berapa lama aku memejamkan mata tanpa bisa
tidur sama sekali. Yang aku sadari saat itu, hanya aku yang sangat
gelisah, terakhir aku membuka mata jam dinding menunjukkan
setengah 12 malam.
18. Jadi malam itu aku memutuskan untuk pergi sendiri meninggalkan
ibu, ayah, dan adikku. Sebelum aku pergi, aku mengatakan kepada
ayahku seperti ini “ Bintang pergi, ini yang terakhir kali Bintang
injakkan kaki di rumah ini. Tapi inget satu hal Yah. Kalo sampai
ibu dan adikku tergores sedikit saja karena Ayah. Demi
Allah,Bintang akan pulang kerumah ini untuk menyeret mayat
siapapun yang berani melukai ibu dan adik Bintang..” ancamanku
untuk ayah.
.....aku memutuskan tuk pergi dan menginap di rumah Agus,
temanku. Tanpa memberi tahu dia apa yang terjadi, karena di antara
teman-temanku, Aguslah yang paling pendiam, tak suka melakukan
hal bodoh dan menghabiskan waktu melakukan sesuatu yang tidak
jelas. Aku merasa, dia adalah orang yang tepat untuk saat ini
menemaniku. (PS. 2018:64-65)
19. ..... Jam 5 pagi aku buru-buru bersiap untuk bertemu ibu. Setelah
pamit dengan Agus, sarapan sedikit. Aku meluncur ke rumah Bude
Sri. Aku bertemu ibu disana. Banyak hal yang ibu utarakan padaku.
Selain yang sudah kalian tahu di wal cerita buku ini. (PS. 2018:66)
20. ....Dalam perjalanan, di bagian atas kapal tersebut, aku duduk
sendiri sambil menikmati kopi dan rokok. Aku termenung berusaha
memahami situasi yang kuhadapi sekarang sembari melihat senja
yang begitu egois. Karena dia memancarkan cahaya kemerahan
yang begitu indah, padahal hati ini begitu hancur, bagaiman
mungkin senja bisa seindah itu di saat seperti ini. (PS. 2018:68)
21. Sesampai di Sekayu, ibu menceritakan semua yang terjadi ke
paman. Ibu menyampaikan niatnya menitipkanku untuk sekolah
disana. Paman dan istrinya menyambut kami dengan hangat,
bersedia mengurusku selama aku tinggal dan sekolah di sana.
...Malamnya, ketika semua sudah tertidur, aku berjalan keluar
rumah. Duduk di teras rumah paman seorang diri. Aku
mengeluarkan rokok dan menyalakannya. Tiap hisap rokok itu,
seperti menjelaskan betapa tidak terimanya aku dengan keadaan
ini. (PS. 2018:69)
22. Keesokan harinya aku dan paman mengantarkan ibu dan adikku ke
pelabuhan. Ada rasa sesak di dada, ada rasa pilu di kalbu. Tapi aku
coba untuk kuat, aku coba untuk tegar, dan aku coba untuk
bertahan dengan kondisi ini. (PS. 2018:71)
23. Sesampainya di rumah, paman langsung pergi, dia bilang ada
beberapa urusan yang harus diurunya. Tante sedang sibuk
mengurus warung, yang selalu ramai pengunjung. Paman memang
mempunyai sebuah warung, sebagai usaha sampingan. Jadi rumah
tampak sepi, sesepi pandanganku ke dalam diri. (PS. 2018:74)
24. “Bintang, Tante diemin adik kamu dulu, kamu tolong Tante jaga
warung sebentar ya, gak ama kok.” Pinta Tante.
“Oh iya, Tante.” Jawabku. Lalu saat tante pergi. Datang seorang
pembeli yang wajahnya sama sekali tidak asing, aku sering melihat
dia memang suka nongkrong di warung tante sama teman-
temannya, anak komplek sini juga. “ Permisi, ban.” Sapa sembari
memerhatikan siapa yang sedang menjaga warung langganannya
itu. (PS. 2018:80)
25. Lalu malam harinya, aku menepati janji ke Anton. Kira-kira pukul
20.00 malam, aku bersiap memberanikan diri dengan segudang
rasa malu untuk bertemu Anton dan teman-temannya. Tapi aku
berusaha menahan semua itu, demi mempunyai teman. Jujur
awalnya aku memang orang yang sulit berbaur, karena malu, entah
apa yang membuat aku malu, aku juga tidak mengerti. Lalu aku
berpamitan ke Paman dan Tanteku untuk izin main keluar. Paman
dan Tanteku hanya berpesan hati-hati, dan tidak lupa juga aku
berpamitan dengan 2 sahabat lamaku, Nathan dan Gicin. Dua ekor
ikan mas koki yang bontet itu. sesampainya di depan warung
tempat biasa Anton nongkrong bersama teman-temannya, ia
langsung menyapaku. (PS. 2018:83)
26. Bertopang kursi kayu yang reot, aku duduk di depan jendela di
samping Nathan dan Gicin. Aku duduk termenung di penghujung
malam, melakukan kegiatan favoritku, mengutuk hidup yang bodoh
ini dan bertarung dengan diri sendiri. (PS. 2018:90)
27. ....Siang disini terasa sangat panas membakar kulit, membuat mata
berkaca-kaca menahan perihnya terbakar matahari. Sore dan
malamnya pun sama, sekitar pukul 07-10 malam, udara masih
terasa panas bercampur dingin tak menentu rasanya! (PS. 2018:91)
28. Tak ku sangka ternyata keberkahan hujan itu juga datang padaku.
Rustiana atau Nana anak pindahan itu ternyata menunggu di halte
yang sama denganku. Dia tampak lari dari gerbang sekolah ke
arah halte tempatku menunggu. Dengan sweaternya dijadikan
tudung untuk menutupi kepalanya dari hujan. Langkah lari kecil itu
menghantarkan dia ketempat tujuannya. Aku hanya terdiam seolah
acuh karena malu. Padahal dari tadi aku memerhatikannyaa. (PS.
2018:102).
29. Malam ini aku telah berjanji untuk pergi bersama Nana. Malam
ini aku pastikan adalah malam terakhirku bersamanya. Esok atau
lusa, aku tidak akan lagi menemuinya! Hanya malam ini, cukup
malam ini saja! (PS. 2018:113)
30. Malam ini, aku kembali pergi seorang diri. Duduk di taman depan
air mancur. Tempat biasa aku dan Nana menghabiskan waktu
dulu. Entah sudah berapa lama, aku selalu kesini setiap
malamnya. Saking seringnya, aku tak tahu kapan aku memula,
untuk selalu pergi ke taman ini sendirian..... Dulu aku sering debat
dengan Nana, tentang warna aoa yang akan dikeluarkan oleh air
mancur ini. Air mancur ini, dilengkapi dengan efek cahaya
berwarna-warni, yang setiap menitnya, dia akan mengeluarkan
warna berbeda-beda. Setelah 4-5 menit. Air mancur ini akan
mengeluarkan semua warna indah. (PS. 2018:138)
31. ....Dengan menyebut nama Allah, aku ketuk pintu sembari ucapan
salam. Tak lama aku mengetuk nampak seseorang keluar dari
balik pintu itu. sosok yang jelas sekali aku tahu siapa itu. mataku
duduk di matanya! Tak ada kata yang sempat keluar dari mulutku!
Karena kini, dahi dan hidungku berada sejajar dengan bumu! Tak
menginjaknya dan tak berada di atasnya! Ayahku hanya terdiam.
Tak mampu beranjak dari tempat berdirinya. Air mataku
membasahi kakinya. “Ayah, maafin Bintang! Bintang belum
mampu jadi kepastian yang nyata sesuai harapan Ayah. Maafin
Bintang yang telah buat Ayah malu, karena durhakanya Bintang!
Maafin Bintang Yah, karena telah menjadi aib bagi keluarga ini!
Maafin Bintang Yah! Maafkan Bintang!” Pintaku pada ayah. (PS.
2018:145)
32. Ribuan kata maaf terlontar begitu saja dari mulutku, ayah tetp
diam, dan tak mampu membalas! Diangkatnya tubuhku naik dalam
dekapannya. Dipeluknya tubuhku dalam diamnya! Basah terasa
pundakku, tak tahu apa yang membuatnya basah. “maafkan ayah
juga Nak, maafkan Ayah!” ucapannya dengan penuh lirih.
Bergetar tubuh, hati, serta jiwaku mendengar ayah mengucapkan
itu sambil menangis. (PS. 2018:146)
33. Ibu dan adikku keluar terkejut bukan main melihat aku ada di
rumah dan sedang dalam pelukan ayahku. Ibu menangis terharu
dan dengan tetp diam, dia memeluk adikku yang juga sedang
menangis!.... “Bu, maafin Bintang, jika Bintang dengan sengaja
meredupkan sinar yang telah ibu ttipkan pada Bintang! Maafin
Bintang jika meninggalkan tugas untuk membuat harap menjadi
nyata ini tertunda begitu lama! Maafkan Bintang Bu..” ucapku
pada ibu.... Terima kasih Bu, karena telah sabar menunggu! Terima
kasih Bu, telah memeluk dengan kasih, hati yang hina ini..! terima
kasih Bu, telah mengajarkan Bintang sesuatu yangluar biasa!...
“Maafkan Ibu juga Nak, karena Ibu tak selalu di sisimu! Maafkan
Ibu Nak, tak selalu mampu menghapus air matamu! Maafkan Ibu
Nak, maafkan Ibu sayang” ujar ibu dengan penuh kelembutan.

B. Klasifikasi Data

Setelah mengidentifikasi data di atas maka berikut klasifikasi data :

1. Alur

a. Tahap Ekposisi

1. Menyatakan pengenalan dari tokoh ( Data 1)

Bintang adalah sesuatu yang melampaui impian, harapan, cita-cita,


serta do’a. Lagi-lagi karena Bintang adalah kenyataan dan kepastian.
Begitulah do’a yang orang tuaku harapkan, saat aku lahir dan diberi
nama.
2. Menyatakan pengenalan dari tokoh (Data 2)

Aku anak pertama dari dua bersaudara. Adikku bernama Hary


Pertama Antara, akrab dipanggil Hary.

b. Tahap Komplikasi

1. Menyatakan Bintang mendapat kabar bahwa bisnis ayah maju pesat

(Data 3).

Setahun terakhir, bisnis ayah maju pesat. Berimbas pada semua


perekonomian keluarga. Hidup kami menjadi lebih baik. Sekarang
ayah harus mondar-mandir keluar kota.
2. Menyatakan Bintang melihat ayah dan ibunya bertengkar pertama kali

(Data 5).
Tapi entah mengapa, aku tak mengerti kenapa. Akhir-akhir ini aku
sering melihat ayah ibu bertengkar..
Selain bertengkar, ayah kini memang sering sekali berbicara dengan
nada tinggi dan kasar. Alhasil mengapa adikku tampak takut sekali
kepada ayah.
3. Menyatakan ayah sedang membentak ibu karena masakannya (Data 6)

“Kamu bisa masak gak sih? Buang nih, ganti sama yang baru, goblok
banget, dari dulu masak gak bisa-bisa!” hardik Ayah ke Ibu.
Terdengar dari belakang, teriakan ayah memarahi ibu, itu adalah hal
yang sangat amat biasa di rumah kami beberapa waktu belakangan
ini.
4. Menyatakan Kebiasaan ayah yang tidak pernah berbahasa pelan dan

Lembut (Data 9)

“Kamu tuh, coba sih kalau batuk ditahan, jangan ahak uhuk ahak
uhuk, berisik tau gak. Coba minum air putih sana, ini enggak, udah
kayak orang mau mati, sakit biasa aja kamu kayak gitu. Tahan
sedikitlah, berisik, gimana orang mau tidur sih, suami mau istirahat
malah dengerin kayak gitu!” ayah menghardik ibu.
5. Menyatakan Bintang di marahi oleh ayahnya (Data 11)

“Ini yang buat teman-teman kamu main dan berisik di rumah, nih
makan nih, ajak lagi teman kamu ke sini (sembari membanting
playstationku ke lantai), kamu gak ada otaknya Bintang. Kerja kamu
tiap hari Cuma main aja, ngumpulin teman-teman kamu buat main
dirumah. Kamu tahu berisik gak sih, kamu sih emang asli gak ada
otaknya kaya ibu kamu, Bintang! Kamu pikir rumah ini taman
bermain haaa!” hardik Ayah.
6. Menyatakan Ayah yang lagi-lagi memarahi ibu (Data 14)

“Kalau kamu sudah gak tahan, kamu boleh pergi, kita cerai, bawa
anak-anak kamu, kamu jadi janda juga nanti janda kaya, gak
masalahkan, udah pergi sana, jangan Cuma ngoceh doang! Kamu
nuduh suamimu selingkuh, padahal kamu tahu saya kerja banting
tulang buat menuhi perut kamu, kamu malah ngoceh gak jelas,
monyet kamu!!!” ayah pergi keluar dan meninggalkan ibu yang
menangis
c. Tahap Klimaks

1. Menyatakan Ayah yang sedang menampar Ibu (Data 16)

Saat ayahku berhasil masuk karena pintu sudah dibuka, ayah tiba-
tiba langsung menampar ibu sampai ibu terjatuh. Aku spontan
langsung berdiri berterik. “Ayaaahh cukup Yah..” teriakku.
Menyatakan Ayah yang menggertak Bintang dan menamparnya (Data

17)

“kamu mau apa monyet, kamu mau bela ibumu? Kamu mau kurang
ajar sama Ayah haaa?” gertak ayah. Kamu udah berani sama Ayah...
Lalu ayah menamparku dengan sangat kuat untuk kedua kalinya. “Ayo
lawan Ayah kalo kamu bisa, mau ayah goreg kuping kamu malam ini
haaaa, anak kurang ajar kamu, kamu sama seperti ibumu yang sialan
ini...” tantang ayah
Menyatakan Bintang yang menikam ayahnya sendiri hanya untuk

melindungi ibu dan adiknya (Data 18 dan 19)

...Ayah menghampiri ibuku dan lalu menampar ibu untuk kedua


kalinya. Lalu ayah mencoba untuk mengambil kursi yang ada di
dekatnya, dan ingin memukul ibu dengan kursi itu. Aku yang spontan,
lalu menendang tangan ayahku yang sedang berusaha mengambil
kursi itu. Aku dengan cepat mengambil pisau yang sering digunakan
ibu untuk memasak. Aku tanpa sadar menikam perut ayah. Ayah lari
dan masuk ke kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi. Dari
dalam ayah berteriak, seumur hidup baru sekali ini aku mendengar
ayahku berbicara seperti itu “Bintang, Nak Ayah minta maaf, Ayah
minta ampun, sudah Nak, cukup...” ucap ayah menenangkan aku.
Entah apa yang aku pikirkan saat itu, ada yang dalam otakku hanya
melindungi ibu dan adikku. Aku mendobrak pintu kamar mandi, lalu
berusaha menyeret ayah keluar,tapi ayah berhasil mengelak, dan
kembali lari ke kamar lalu mengunci pintu.
d. Tahap resolusi

1. Menyatakan Bintang mendapat pesan dari Ayahnya untuk sekolah di

luar daerah (Data 22)

“Ayahmu berpesan untuk menyekolahkanmu di luar daerah, bukan


karena kamu tak boleh pulang ke rumah, tapi untuk mencairkan
suasana panas ini, Nak. Tolong ibu, sekali ini dengerin apa kata Ibu,
Nak. Kamu harus percaya pada Ibu sekali ini. Ibu dan adikmu bakal
baik-baik saja, jadi dengerin kata Ibu nak...”

2. Menyatakan Bintang yang akan menjadi kapal bagi keluarganya dan

akan berlayar suatu saat nanti (Data 34)


Dahulu aku berjanji dengan sombongnya, jika aku mampu menjadi
kapal untuk keluargaku, agar kami bisa berlayar dengan tenang suatu
hari nanti. Kali kedua aku berjanji pada beliau, untuk mampu
menghidupkan api kedamaian, api kehangatan, dan api cinta yang
telah lama padam.

3. Menyatakan Bintang yang kembali ke rumah dan berkumpul bersama

keluarganya (Data 39)

....Dengan menyebut nama Allah, aku ketuk pintu sembari ucapan


salam. Tak lama aku mengetuk nampak seseorang keluar dari balik
pintu itu. sosok yang jelas sekali aku tahu siapa itu. mataku duduk di
matanya! Tak ada kata yang sempat keluar dari mulutku! Karena kini,
dahi dan hidungku berada sejajar dengan bumu! Tak menginjaknya
dan tak berada di atasnya! Ayahku hanya terdiam. Tak mampu
beranjak dari tempat berdirinya. Air mataku membasahi kakinya.
“Ayah, maafin Bintang! Bintang belum mampu jadi kepastian yang
nyata sesuai harapan Ayah. Maafin Bintang yang telah buat Ayah
malu, karena durhakanya Bintang! Maafin Bintang Yah, karena telah
menjadi aib bagi keluarga ini! Maafin Bintang Yah! Maafkan
Bintang!” Pintaku pada ayah.

4. Menyatakan Bintang meminta maaf kepada orang tuanya dan berterima

kasih (Data 41)

Ibu dan adikku keluar terkejut bukan main melihat aku ada di rumah
dan sedang dalam pelukan ayahku. Ibu menangis terharu dan dengan
tetp diam, dia memeluk adikku yang juga sedang menangis!.... “Bu,
maafin Bintang, jika Bintang dengan sengaja meredupkan sinar yang
telah ibu ttipkan pada Bintang! Maafin Bintang jika meninggalkan
tugas untuk membuat harap menjadi nyata ini tertunda begitu lama!
Maafkan Bintang Bu..” ucapku pada ibu.... Terima kasih Bu, karena
telah sabar menunggu! Terima kasih Bu, telah memeluk dengan kasih,
hati yang hina ini..! terima kasih Bu, telah mengajarkan Bintang
sesuatu yangluar biasa!... “Maafkan Ibu juga Nak, karena Ibu tak
selalu di sisimu! Maafkan Ibu Nak, tak selalu mampu menghapus air
matamu! Maafkan Ibu Nak, maafkan Ibu sayang” ujar ibu dengan
penuh kelembutan.
2. Latar

a. Latar tempat
Di Tongkrongan menyatakan tempat Bintang dan teman-temannya

berkumpul (Data 15)

Setelah sampai di tempat Tongkrongan, ternyata Roni dan teman-


temanku yang lain sudah ada di sana semua.
2. Di ruang keluarga menyatakan bahwa ibu dan adikku tidur di sana

(Data 17).

Aku mengurungkan niatku untuk merokok, lalu aku pergi


mendatangi adik dan ibuku yang sudah tertidur di ruang keluarga.
Aku tidur bersama mereka, tapi hatiku masih saja tidak tenang.
Aku hanya mampu memejamkan mata, tanpa tidur sama sekali.
Tidak tahu sudah berapa lama aku memejamkan mata tanpa bisa
tidur sama sekali.

3. Di rumah Agus menyatakan Bintang menginap di rumahnya (Data

18)

.....aku memutuskan tuk pergi dan menginap di rumah Agus,


temanku. Tanpa memberi tahu dia apa yang terjadi, karena di
antara teman-temanku, Aguslah yang paling pendiam, tak suka
melakukan hal bodoh dan menghabiskan waktu melakukan sesuatu
yang tidak jelas. Aku merasa, dia adalah orang yang tepat untuk
saat ini menemaniku.
4. Di rumah Bude Sri menyatakan Ibu yang menunggu Bintang (Data

19)

.....Aku meluncur ke rumah Bude Sri. Aku bertemu ibu disana.


Banyak hal yang ibu utarakan padaku. Selain yang sudah kalian
tahu di wal cerita buku ini.
5. Di Sekayu menyatakan Bintang akan di tempatkan di sana bersama

Pamannya (Data 21)

Sesampai di Sekayu, ibu menceritakan semua yang terjadi ke


paman. Ibu menyampaikan niatnya menitipkanku untuk sekolah
disana. Paman dan istrinya menyambut kami dengan hangat,
bersedia mengurusku selama aku tinggal dan sekolah di sana.
6. Di depan Warung menyatakan Anton yang nongkrong bersama

dengan teman-temannya (Data 25)


....sesampainya di depan warung tempat biasa Anton nongkrong
bersama teman-temannya, ia langsung menyapaku.
7. Di Halte menyatakan tempat Bintang bertemu dengan Nana (Data

28)

Dia tampak lari dari gerbang sekolah ke arah halte tempatku


menunggu. Dengan sweaternya dijadikan tudung untuk menutupi
kepalanya dari hujan. Langkah lari kecil itu menghantarkan dia
ketempat tujuannya. Aku hanya terdiam seolah acuh karena malu.
Padahal dari tadi aku memerhatikannya.
8. Di taman menyatakan tempat pertama kalinya Bintang jalan bersama

Nana (Data 30)

Malam ini, aku kembali pergi seorang diri. Duduk di taman depan
air mancr. Tempat biasa aku dan Nana menghabiskan waktu dulu.
Entah sudah berapa lama, aku selalu kesini setiap malamnya.
Saking seringnya, aku tak tahu kapan aku memula, untuk selalu
pergi ke taman ini sendirian....
b. Latar waktu

1. Menyatakan pagi hari

( Data 8 )
Bu, Ibu tau enggak sih, kalo ini baru jam setengah 6 pagi?
( Data 9 )
Esok harinya, aku bangun pagi-pagi untuk mengantarkan ibu ke
Rumah Sakit. Setelah sesampainya di Rumah Sakit, ibu menjalani
serangkaian tes dari dokter.
(Data 19)
..... Jam 5 pagi aku buru-buru bersiap untuk bertemu ibu. Setelah
pamit dengan Agus, sarapan sedikit. Aku meluncur ke rumah Bude
Sri. Aku bertemu ibu disana. Banyak hal yang ibu utarakan padaku.
Selain yang sudah kalian tahu di wal cerita buku ini.
2. Menyatakan sore hari

(Data 6)
Hari hampir petang, suasana sore terlihat menabjubkan. Udara
dingin menyembur begitu tajam.
3. Menyatakan malam hari

(Data 10)
Sore hampir malam, Rino dan Andre pamit diri. Sesaat mereka
pulang, ayah langsung masuk ke kamar dengan murkanya.
( Data 12 )
Waktu itu cukup malam untuk dibilang malam. Cukup gelap untuk
meyakinkan kalau itu benar-benar malam! Suara mobil terdengar di
samping kamarku, yang letaknya disebelah garasi.
( Data 14 )
Kebetulan malam ini malam minggu, jadi aku sudah punya rencana
untuk pergi sama teman-temanku. Di luar ibu memanggilku, karena
pintu kamar aku kunci dari dalam. Jadi ibu Cuma bisa manggil dari
luar, tapi aku sengaja gak jawab. Biar ibu kira kalau aku di dalam
lagi shalat.
( Data 18 )
Jadi malam itu aku memutuskan untuk pergi sendiri meninggalkan
ibu, ayah, dan adikku. Sebelum aku pergi, aku mengatakan kepada
ayahku seperti ini “ Bintang pergi, ini yang terakhir kali Bintang
injakkan kaki di rumah ini. Tapi inget satu hal Yah. Kalo sampai
ibu dan adikku tergores sedikit saja karena Ayah. Demi
Allah,Bintang akan pulang kerumah ini untuk menyeret mayat
siapapun yang berani melukai ibu dan adik Bintang..” ancamanku
untuk ayah.

(Data 29)
Malam ini aku telah berjanji untuk pergi bersama Nana. Malam
ini aku pastikan adalah malam terakhirku bersamanya. Esok atau
lusa, aku tidak akan lagi menemuinya! Hanya malam ini, cukup
malam ini saja
4. Menyatakan saat subuh
(Data 8)
Ibu selalu bangun sebelum subuh, untuk shalat, memasak,
mengurusi rumah, dan sebagainya. Kebetulan hari ini adalah hari
Minggu.
c. Latar suasana

1. Menyatakan menyedihkan (Data 10)


......Ibu masuk ke kamar, melihatku yang sedang memunguti pecahan
playstation, ibu langsung membantu membereskannya. Nak, kamu
yang sabar ya sayang, kamu jangan sedih, nanti kalau Ibu punya
uang, ibu belikan lagi, kamu diem aja Nak, kamu yang sabar aja ya
sayang.
2. Menyatakan Mengharukan

(Data 31)

....Dengan menyebut nama Allah, aku ketuk pintu sembari ucapan


salam. Tak lama aku mengetuk nampak seseorang keluar dari
balik pintu itu. sosok yang jelas sekali aku tahu siapa itu. mataku
duduk di matanya! Tak ada kata yang sempat keluar dari mulutku!
Karena kini, dahi dan hidungku berada sejajar dengan bumu! Tak
menginjaknya dan tak berada di atasnya! Ayahku hanya terdiam.
Tak mampu beranjak dari tempat berdirinya. Air mataku
membasahi kakinya. “Ayah, maafin Bintang! Bintang belum
mampu jadi kepastian yang nyata sesuai harapan Ayah. Maafin
Bintang yang telah buat Ayah malu, karena durhakanya Bintang!
Maafin Bintang Yah, karena telah menjadi aib bagi keluarga ini!
Maafin Bintang Yah! Maafkan Bintang!” Pintaku pada ayah.

(Data 32)

Diangkatnya tubuhku naik dalam dekapannya. Dipeluknya tubuhku


dalam diamnya! Basah terasa pundakku, tak tahu apa yang
membuatnya basah. “maafkan ayah juga Nak, maafkan Ayah!”
ucapannya dengan penuh lirih. Bergetar tubuh, hati, serta jiwaku
mendengar ayah mengucapkan itu sambil menangis.

(Data 33)

Ibu menangis terharu dan dengan tetp diam, dia memeluk adikku
yang juga sedang menangis!.... “Bu, maafin Bintang, jika Bintang
dengan sengaja meredupkan sinar yang telah ibu ttipkan pada
Bintang! Maafin Bintang jika meninggalkan tugas untuk membuat
harap menjadi nyata ini tertunda begitu lama! Maafkan Bintang
Bu..”
3. Menyatakan menyenangkan

(Data 7)

......dengan energi yang tiba-tiba saja pecah seakan tanpa ada


batas, semangatku memuncak, begitu juga Hary. Senang atas
kepulangan ayah, dan juga senang serta berdebar jantung dibuat
kotak besar misterius ini.
(Data 28)

Tak ku sangka ternyata keberkahan hujan itu juga datang padaku.


Rustiana atau Nana anak pindahan itu ternyata menunggu di halte
yang sama denganku. Dia tampak lari dari gerbang sekolah ke
arah halte tempatku menunggu. Dengan sweaternya dijadikan
tudung untuk menutupi kepalanya dari hujan. Langkah lari kecil
itu menghantarkan dia ketempat tujuannya. Aku hanya terdiam
seolah acuh karena malu. Padahal dari tadi aku memerhatikannya.

C. PEMBAHASAN

1. Alur

Dalam pembahasan mengenai alur dalam novel Penutup Senja alur

yang digunakan adalah alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang

sudah lampau dan kembali lagi membahas hal yang baru dan berlanjut.

Maka penulis mengemukakan beberapa tahapan alur sebagai berikut:

a. Tahapan eksposisi

Tahapan eksposisi, tahap yang terutama berisi pelukisan dan

pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap

pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan terutama berfungsi

sebagai landasan cerita yang di kisahkan pada tahap berikutnya.

Berikut ini merupakan tahap awal dalam novel Penutup Senja karya

Army Yandho M yang dimulai saat tokoh Bintang di perkenalkan dalam

cerita seperti penggalan cerita berikut ini:

Aku lebih dari sekedar impian, harapan, cita-cita, serta do’a.


Aku adalah kenyataan dan kepastian. Mungkin karena
matahari terlalu janggal dan tak terlalu nyaman jika dijadikan
sebauh nama. Maka orang tuaku memberiku nama, Bintang!.
Bintang adalah sesuatu yang melampaui impian, harapan,
cita-cita, serta do’a. Lagi-lagi karena Bintang adalah
kenyataan dan kepastian. Begitulah do’a yang orang tuaku
harapkan, saat aku lahir dan diberi nama. (PS. 2018:1)

Selain itu ada juga beberapa penggalan cerita sebagai berikut:

Aku anak pertama dari dua bersaudara. Adikku bernama Hary


Pertama Antara, akrab dipanggil Hary. Gendut, panggilan
khususku untuknya. Badan gempal, serta perut yang berlipat 5,
serta pipinya yang bulat, mendukung sekali dan terasa pas, jika
dipanggil dengan panggilan tersebut. Ibu adalah seorang ibu
rumah tangga biasa, tidak bekerja dan hanya mengurusi
masalah di rumah. Yang bekerja hanya ayahku, beliu seorang
wiraswasta. Tapi ibu juga turut membantu keadaan ekonomi di
rumah, biar tidak banyak, tapi cukuplah untuk sehari-hari. Ibu
berjualan es kampel, dan sedikit gorengan yang dititipkan ke
warung kenalannya. Memang keadaan ekonomi kami
sekarang, lumayan lebih baik dari dulu waktu aku kecil. Aku
ingat betul, waktu itu, aku masih kecil dan belum punya adik
seperti sekarang. Keadaan ekonomi memaksa ibuku harus
bergerak, membantu mencari nafkah demi membesarkanku.
Dulu ibu pernah berdagang hiasan kecil dari keramik. Yang
berbentuk macam-macam, ada yang berbentuk kucing,
manusia, ikan dan lainnya... (PS. 2018:2)
b. Tahapan eksposisi

Tahapan pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa

yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini

merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan

berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap

berikutnya.

Tahap komplikasi dalam novel Penutup Senja karya Army Yandho M ialah

tahapan kejadian atau peristiwa yang di alami oleh para tokoh di dalam

novel. Kejadian dan konflik yang di alami oleh tokoh Bintang dan

keluarganya dapat dilihat pada penggalan cerita berikut ini:

Tapi entah mengapa, aku tak mengerti kenapa. Akhir-akhir ini


aku sering melihat ayah ibu bertengkar. Memang hal sepele,
hanya karena ayah sering mempermasalahkan anehnya akhir
masakan yang ibu masak. Dengan berbagai alasan , tidak enak
atau apalah itu. sebenarnya masakan ibu dari dulu memang
seperti itu, tapi anehnya akhir-akhir ini ayah selalu
mempermasalahkannya. Dan yang lebih penting lagi, seumur
hidupku, baru saat inilah aku melihat mereka bertengkar....
Selain bertengkar, ayah kini memang sering sekali berbicara
dengan nada tinggi dan kasar. Alhasil mengapa adikku
tampak takut sekali kepada ayah. (PS. 2018:18)

Dari kutipan di atas kemudian dijelaskan bahwa Bintang melihat ayah dan

ibunya sedang bertengkar untuk pertama kalinya, untuk lebih jelasnya

perhatikan kutipan berikut :

...Kebiasaan ayah yang tidak pernah berbahasa pelan dan


lembut, membuatku mudah mendengar percakapan mereka.
“Kamu tuh, coba sih kalau batuk ditahan, jangan ahak uhuk
ahak uhuk, berisik tau gak. Coba minum air putih sana, ini
enggak, udah kayak orang mau mati, sakit biasa aja kamu
kayak gitu. Tahan sedikitlah, berisik, gimana orang mau tidur
sih, suami mau istirahat malah dengerin kayak gitu!” ayah
menghardik ibu. (PS. 2018:25)
Kebiasaan ayah yang tidak pernah berbahasa pelan dan lembut, untuk lebih

jelasnya perhatikan kutipan berikut ini:

Hari berganti tahun, tiap detik yang aku yakini merekan


sejarah, terasa sangat perih di setiap putarannya. Sang waktu
yang angkuh seakan menertawai sejarah yang disimpannya.
Tersebar lewat angin dan sang semesta ikut menertawai kisah
bodoh ini. Tombak-tombak perang seakan melayang terbang
tanpa tuan. Tidak ada yang beruabah, malah makin parah,
ayah makin merajalelah atas amarahnya. Ia seakan berjalan
tanpa hati serta nurani, seakan kami ialah masalah yang
harus diselesaikan dengan amarah.
...Kebiasaan ayah yang tidak pernah berbahasa pelan dan
lembut, membuatku mudah mendengar percakapan mereka.
“Kamu tuh, coba sih kalau batuk ditahan, jangan ahak uhuk
ahak uhuk, berisik tau gak. Coba minum air putih sana, ini
enggak, udah kayak orang mau mati, sakit biasa aja kamu
kayak gitu. Tahan sedikitlah, berisik, gimana orang mau tidur
sih, suami mau istirahat malah dengerin kayak gitu!” ayah
menghardik ibu. (PS. 2018:25)

Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin

berkembang. Peristiwa-peristiwa dramatis yang menjadi ini cerita semakin

mencekam dan menegangkan. Pertentangan-pertentangan, benturan-

benturan antar kepentingan, masalah dan tokoh yang mengarah pada

klimaks tidak dapat dihindari.

Tahap peningkatan konflik dalam novel Penutup Senja karya Army

Yandho M terjadi ketika Ayah yang baru saja pulang dari tempat kerja dan

ibu yang langsung menuduh ayah yang tidak benar tentang pesan dari

seorang perempuan yang masuk di telepon ayah. Dan ayah yang lagi-lagi

memarahi ibu dengan suara yang sangat kasar. Hal ini dapat dilihat pada

penggalan cerita berikut ini :

“Kalau kamu sudah gak tahan, kamu boleh pergi, kita cerai,
bawa anak-anak kamu, kamu jadi janda juga nanti janda
kaya, gak masalahkan, udah pergi sana, jangan Cuma ngoceh
doang! Kamu nuduh suamimu selingkuh, padahal kamu tahu
saya kerja banting tulang buat menuhi perut kamu, kamu
malah ngoceh gak jelas, monyet kamu!!!” ayah pergi keluar
dan meninggalkan ibu yang menangis. (PS. 2018:45)

c. Tahapan Klimaks

Konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakukan

kepada tokoh-tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks dalam

sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku

dalam penderita terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang

mungkin saja memiliki lebih satu klimaks. Dalam novel Penutup Senja

karya Army Yandho M. Tahap klimaks terjadi pada saat Ayah menampar
ibu ketika baru pulang kerja dan dengan spontan Bintang yang tidak bisa

mengontrol emosinya langsung menikam ayahnya. Hal ini dapat dilihat

pada pernyataan berikut ini :

Ibu yang mendengar ayah pulang, langsung membukakan


pintu, tapi anehnya, dari sebelum pintu di bukakan, mereka
sudah ribut duluan diluar. Ayah membentak ibu dengan
makian kasar dan dengan suara tinggi. Aku berusaha
membalikkan badan untuk mengintip apa yang terjadi. Saat
ayahku berhasil masuk karena pintu sudah dibuka, ayah tiba-
tiba langsung menampar ibu sampai ibu terjatuh. Aku spontan
langsung berdiri berterik. “Ayaaahh cukup Yah..” teriakku.
(PS. 2018:62)
Ayah lalu menghampiriku dan menamparku dengan sangat
kuat. Mataku sempat gelap untuk beberapa saat. “kamu mau
apa monyet, kamu mau bela ibumu? Kamu mau kurang ajar
sama Ayah haaa?” gertak ayah. Kamu udah berani sama
Ayah... Lalu ayah menamparku dengan sangat kuat untuk
kedua kalinya. “Ayo lawan Ayah kalo kamu bisa, mau ayah
goreg kuping kamu malam ini haaaa, anak kurang ajar kamu,
kamu sama seperti ibumu yang sialan ini...” tantang ayah.
(PS. 2018:63)
...Ayah menghampiri ibuku dan lalu menampar ibu untuk
kedua kalinya. Lalu ayah mencoba untuk mengambil kursi
yang ada di dekatnya, dan ingin memukul ibu dengan kursi itu.
Aku yang spontan, lalu menendang tangan ayahku yang
sedang berusaha mengambil kursi itu. Aku dengan cepat
mengambil pisau yang sering digunakan ibu untuk memasak.
Aku tanpa sadar menikam perut ayah. Ayah lari dan masuk ke
kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi. Dari dalam
ayah berteriak, seumur hidup baru sekali ini aku mendengar
ayahku berbicara seperti itu “Bintang, Nak Ayah minta maaf,
Ayah minta ampun, sudah Nak, cukup...” ucap ayah
menenangkan aku. (PS. 2018:63-64)
Entah apa yang aku pikirkan saat itu, ada yang dalam otakku
hanya melindungi ibu dan adikku. Aku mendobrak pintu
kamar mandi, lalu berusaha menyeret ayah keluar,tapi ayah
berhasil mengelak, dan kembali lari ke kamar lalu mengunci
pintu. Aku berusaha mengejarnya, dan kembali mendobrak
pintu kamar, tapi pintu dikamarku sangat kuat dan tebal. Aku
tidak mampu mendobraknya, lalu aku memutuskan tuk
membawa ibu dan adikku pergi. Sesampai kami di luar rumah,
Ayah rupanya sudah keluar kamar dan menghampiri kami.
Lalu Ayah berkata “Silakan bawa ibu dan adikmu pergi, sana
pergi. Ingat bintang, jangan sekali-kali kamu balik ke rumah
ini. Ini rumah Ayah, ingat itu!” tegas Ayah. (PS. 2018:64)

d. Tahapan resolusi

Tahap resolusi, konflik yang telah mencapai klimaks diberi

penyelesaian, tahap penyelesaian novel Penutup Senja karya Army Yandho

M ketika ayah Bintang berpesan bahwa Bintang akan di sekolahkan di luar

daerah, dan ketika Bintang sudah menyelesaikan sekolahnya di sana dia pun

kembali untuk meminta maaf kepada kedua orang tuanya atas apa yang dia

telah lakukan selama ini. Berikut kutipannya:

“Ayahmu berpesan untuk menyekolahkanmu di luar daerah,


bukan karena kamu tak boleh pulang ke rumah, tapi untuk
mencairkan suasana panas ini, Nak. Tolong ibu, sekali ini
dengerin apa kata Ibu, Nak. Kamu harus percaya pada Ibu
sekali ini. Ibu dan adikmu bakal baik-baik saja, jadi dengerin
kata Ibu nak...” lanjut ibu. (PS. 2018:67)

Akhirnya setelah Bintang menyelesaikan pendidikannya kemudian dia

kembali ke rumah untuk bertemu dengan orang tuanya dan berkumpul

bersama keluarga. Berikut kutipannya:

....Dengan menyebut nama Allah, aku ketuk pintu sembari


ucapan salam. Tak lama aku mengetuk nampak seseorang
keluar dari balik pintu itu. sosok yang jelas sekali aku tahu
siapa itu. mataku duduk di matanya! Tak ada kata yang
sempat keluar dari mulutku! Karena kini, dahi dan hidungku
berada sejajar dengan bumu! Tak menginjaknya dan tak
berada di atasnya! Ayahku hanya terdiam. Tak mampu
beranjak dari tempat berdirinya. Air mataku membasahi
kakinya. “Ayah, maafin Bintang! Bintang belum mampu jadi
kepastian yang nyata sesuai harapan Ayah. Maafin Bintang
yang telah buat Ayah malu, karena durhakanya Bintang!
Maafin Bintang Yah, karena telah menjadi aib bagi keluarga
ini! Maafin Bintang Yah! Maafkan Bintang!” Pintaku pada
ayah. (PS. 2018:145)
Dari semua kejadian yang di alami oleh Bintang semuanya dapat

diselesaikan ketika Bintang melihat ibu dan adiknya Bintang sangat

berterima kasih kepada ibunya yang sudah setia menunggu Bintang dan

sabar dalam mendidik Bintang. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:

Ibu dan adikku keluar terkejut bukan main melihat aku ada di
rumah dan sedang dalam pelukan ayahku. Ibu menangis
terharu dan dengan tetp diam, dia memeluk adikku yang juga
sedang menangis!.... “Bu, maafin Bintang, jika Bintang
dengan sengaja meredupkan sinar yang telah ibu ttipkan pada
Bintang! Maafin Bintang jika meninggalkan tugas untuk
membuat harap menjadi nyata ini tertunda begitu lama!
Maafkan Bintang Bu..” ucapku pada ibu.... Terima kasih Bu,
karena telah sabar menunggu! Terima kasih Bu, telah
memeluk dengan kasih, hati yang hina ini..! terima kasih Bu,
telah mengajarkan Bintang sesuatu yangluar biasa!...
“Maafkan Ibu juga Nak, karena Ibu tak selalu di sisimu!
Maafkan Ibu Nak, tak selalu mampu menghapus air matamu!
Maafkan Ibu Nak, maafkan Ibu sayang” ujar ibu dengan
penuh kelembutan. (PS. 2018:146)

2. Latar

Setelah penulis meneliti latar dalam novel Penutup Senja karya Army

Yandho M. maka penulis mengemukakan tiga jenis latar diantaranya

sebagai berikut:

1. Latar Tempat

Latar merupakan tempat dimana cerita itu terjadi. Latar dalam novel

Penutup Senja karya Army Yandho M salah sati fiksi yang berlatar daerah

yakni daerah Sumatera Selatan. Latar tempat memaparkan suatu temat

berlangsungnya suatu peristiwa atau kejadian. Dalam novel Penutup Senja

karya Army Yandho M penulis menemukan beberapa latar tempat yang ada

dalam novel tersebut, diantaranya:


a. Di Tongkrongan

Latar tempat yang penulis temukan dalam novel Penutup Senja adalah di

tongkrongan tempat nongkrong Bintang bersama dengan teman-temannya.

Latar tempat tersebut berada pada pernyataan berikut:

Setelah sampai di tempat tongkrongan, ternyata Roni dan


teman-temanku yang lain sudah ada di sana semua.

b. Di ruang keluarga

Latar tempat yang penulis temukan dalam novel Penutup Senja adalah di

ruang keluarga dimana pada saat itu ibu dan adiknya sedang tidur di ruang

keluarga. Latar tempat tersebut berada pada pernyataan berikut:

Aku mengurungkan niatku untuk merokok, lalu aku pergi


mendatangi adik dan ibuku yang sudah tertidur di ruang
keluarga. Aku tidur bersama mereka, tapi hatiku masih saja
tidak tenang. Aku hanya mampu memejamkan mata, tanpa tidur
sama sekali. Tidak tahu sudah berapa lama aku memejamkan
mata tanpa bisa tidur sama sekali.
c. Di rumah Agus

Latar tempat yang penulis temukan dalam novel Penutup Senja adalah di

rumah Agus dimana Bintang menginap di rumahnya. Latar tempat tersebut

berada pada pernyataan berikut:

Jadi malam itu aku memutuskan untuk pergi sendiri


meninggalkan ibu, ayah, dan adikku. Sebelum aku pergi, aku
mengatakan kepada ayahku seperti ini “ Bintang pergi, ini yang
terakhir kali Bintang injakkan kaki di rumah ini. Tapi inget satu
hal Yah. Kalo sampai ibu dan adikku tergores sedikit saja karena
Ayah. Demi Allah,Bintang akan pulang kerumah ini untuk
menyeret mayat siapapun yang berani melukai ibu dan adik
Bintang..” ancamanku untuk ayah.
.....aku memutuskan tuk pergi dan menginap di rumah Agus,
temanku. Tanpa memberi tahu dia apa yang terjadi, karena di
antara teman-temanku, Aguslah yang paling pendiam, tak suka
melakukan hal bodoh dan menghabiskan waktu melakukan
sesuatu yang tidak jelas. Aku merasa, dia adalah orang yang
tepat untuk saat ini menemaniku. (PS. 2018:64-65)
d. Di rumah Bude Sri

Latar tempat yang penulis temukan dalam novel Penutup Senja adalah di

rumah Bude Sri dimana ibu yang sedang menunggu Bintang di sana janjian

untuk bertemu. Latar tempat tersebut berada pada pernyataan berikut :

.....Aku meluncur ke rumah Bude Sri. Aku bertemu ibu disana.


Banyak hal yang ibu utarakan padaku. Selain yang sudah kalian
tahu di wal cerita buku ini.
e. Di Sekayu

Latar tempat yang penulis temukan dalam novel Penutup Senja adalah di

Sekayu dimana Bintang yang diantar oleh ibunya untuk melanjutkan

sekolahnya disana dan tinggal bersama Pamannya. Latar tempat tersebut

berada pada pernyataan berikut :

Sesampai di Sekayu, ibu menceritakan semua yang terjadi ke


paman. Ibu menyampaikan niatnya menitipkanku untuk sekolah
disana. Paman dan istrinya menyambut kami dengan hangat,
bersedia mengurusku selama aku tinggal dan sekolah di sana.
...Malamnya, ketika semua sudah tertidur, aku berjalan keluar
rumah. Duduk di teras rumah paman seorang diri. Aku
mengeluarkan rokok dan menyalakannya. Tiap hisap rokok itu,
seperti menjelaskan betapa tidak terimanya aku dengan keadaan
ini. (PS. 2018:69)
f. Di depan Warung

Latar tempat yang penulis temukan dalam novel Penutup Senja adalah di

depan warung dimana Bintang diperkenalkan Anton kepada teman-

temannya. Latar tempat tersebut berada pada pernyataan berikut :


Lalu malam harinya, aku menepati janji ke Anton. Kira-kira
pukul 20.00 malam, aku bersiap memberanikan diri dengan
segudang rasa malu untuk bertemu Anton dan teman-temannya.
Tapi aku berusaha menahan semua itu, demi mempunyai teman.
Jujur awalnya aku memang orang yang sulit berbaur, karena
malu, entah apa yang membuat aku malu, aku juga tidak
mengerti. Lalu aku berpamitan ke Paman dan Tanteku untuk
izin main keluar. Paman dan Tanteku hanya berpesan hati-hati,
dan tidak lupa juga aku berpamitan dengan 2 sahabat lamaku,
Nathan dan Gicin. Dua ekor ikan mas koki yang bontet itu.
sesampainya di depan warung tempat biasa Anton nongkrong
bersama teman-temannya, ia langsung menyapaku. (PS.
2018:83)
g. Di Halte

Latar tempat yang penulis temukan dalam novel Penutup Senja adalah di

Halte ditempat ini Bintang pertama kalinya bertemu langsung dengan Nana.

Latar tempat tersebut berada pada pernyataan berikut :

Tak ku sangka ternyata keberkahan hujan itu juga datang


padaku. Rustiana atau Nana anak pindahan itu ternyata
menunggu di halte yang sama denganku. Dia tampak lari dari
gerbang sekolah ke arah halte tempatku menunggu. Dengan
sweaternya dijadikan tudung untuk menutupi kepalanya dari
hujan. Langkah lari kecil itu menghantarkan dia ketempat
tujuannya. Aku hanya terdiam seolah acuh karena malu. Padahal
dari tadi aku memerhatikannyaa. (PS. 2018:102).
2. Latar suasana/keadaan

a. Menyedihkan dan kecewa

Setelah penulis mengkaji Novel Penutup Senja karya Army Yandho M

suasana ketika Bintang melihat secara langsung ayahnya membanting

playstation ke lantai sampai hancur dan tidak dapat digunakan, padahal

itu pemberian ayah sendiri, kemudian ibu yang langsung melihat

Bintang memunguti pecahan playstation dan membantunya. Seperti

pada kutipan berikut:


Sore hampir malam, Rino dan Andre pamit diri. Sesaat mereka
pulang, ayah yang langsung pulang masuk ke kamar dengan
murkanya. “Ini yang buat teman-teman kamu main dan berisik
di rumah, nih makan nih, ajak lagi teman kamu ke sini (sembari
membanting playstationku ke lantai), kamu gak ada otaknya
Bintang. Kerja kamu tiap hari Cuma main aja, ngumpulin
teman-teman kamu buat main dirumah. Kamu tahu berisik gak
sih, kamu sih emang asli gak ada otaknya kaya ibu kamu,
Bintang! Kamu pikir rumah ini taman bermain haaa!” hardik
Ayah.
.....Padahal playstation itu sangat amat aku jaga, karena itu
adalah barang yang diberikan oleh ayah. Ketika ia berusaha
membahagiakan aku dan adikku, dan sekarang hancur di
tangannya sendiri! “Terima kasih Yah, atas kebahagian yang
telah ayah pinjamkan untukku dan Hary. Ayah memang berhak
mengambilnya kembali!” ...Ibu masuk ke kamar, melihatku
yang sedang memunguti pecahan playstation, ibu langsung
membantu membereskannya. Nak, kamu yang sabar ya sayang,
kamu jangan sedih, nanti kalau Ibu punya uang, ibu belikan lagi,
kamu diem aja Nak, kamu yang sabar aja ya sayang.(PS.
2018:35)
Pesan ayah kepada Bintang membuatnya sangat sedih dimana harus

meninggalkan ibu dan adiknya untuk melanjutkan sekolahnya di

Sekayu. Seperti pada kutipan berikut:

“Mungkin kejadian malam tadi adalah pembelajaran dan teguran


dari Tuhan buat ayahmu, mungkindia akan tahu kalau apa yang
dilakukan selama ini salah, tapi untuk saat ini harus ada yang
mau mengalah, dan ibu berharap kamu mengalah Bintang..”
Ucap ibu. Mengalahlah untuk menang, Nak. Ibu meyakinkanku.
“Ayahmu berpesan untuk menyekolahkanmu du luar daerah,
bukan karena kamu tak boleh pulang kerumah, tapi untuk
mencairkan suasana panas ini, Nak. Tolong ibu, sekali ini
dengerin kata ibu, Nak. Kamu harus percaya pada Ibu ini. Ibu
dan adikmu bakal baik-baik saja, jadi dengerin kata ibu nak..”
Lanjut ibu.
....”Ya udah kalau itu yang terbaik menurut ibu, Bintang setuju,
Bintang mau sekolah sama Om Nadi di Sekayu..” kataku. .(PS.
2018:66-67)
...Keesokan harinya aku dan paman mengantarkan ibu dan
adikku ke pelabuhan. Ada rasa sesak di dada, ada rasa pilu di
kalbu. Tapi aku coba untuk kuat, aku coba untuk tegar, dan aku
coba untuk bertahan. .(PS. 2018:71)
b. Mengharukan
Setelah penulis mengkaji Novel Penutup Senja karya Army Yandho M

suasana mengharukan dalam novel ini adalah ketika Bintang kembali ke

rumahnya dan bisa berkumpul lagi bersama dengan keluarganya seperti

kutikan berikut:

....Dengan menyebut nama Allah, aku ketuk pintu sembari


ucapan salam. Tak lama aku mengetuk nampak seseorang
keluar dari balik pintu itu. sosok yang jelas sekali aku tahu
siapa itu. mataku duduk di matanya! Tak ada kata yang sempat
keluar dari mulutku! Karena kini, dahi dan hidungku berada
sejajar dengan bumu! Tak menginjaknya dan tak berada di
atasnya! Ayahku hanya terdiam. Tak mampu beranjak dari
tempat berdirinya. Air mataku membasahi kakinya. “Ayah,
maafin Bintang! Bintang belum mampu jadi kepastian yang
nyata sesuai harapan Ayah. Maafin Bintang yang telah buat
Ayah malu, karena durhakanya Bintang! Maafin Bintang Yah,
karena telah menjadi aib bagi keluarga ini! Maafin Bintang
Yah! Maafkan Bintang!” Pintaku pada ayah. (PS. 2018:145)
Ribuan kata maaf terlontar begitu saja dari mulutku, ayah tetp
diam, dan tak mampu membalas! Diangkatnya tubuhku naik
dalam dekapannya. Dipeluknya tubuhku dalam diamnya! Basah
terasa pundakku, tak tahu apa yang membuatnya basah.
“maafkan ayah juga Nak, maafkan Ayah!” ucapannya dengan
penuh lirih. Bergetar tubuh, hati, serta jiwaku mendengar ayah
mengucapkan itu sambil menangis. (PS. 2018:146)

Pada saat itu juga ibu dan adik terharu melihat Bintang dan ayahnya

saling berpelukan seperti pada kutipan berikut :

Ibu dan adikku keluar terkejut bukan main melihat aku ada di
rumah dan sedang dalam pelukan ayahku. Ibu menangis terharu
dan dengan tetp diam, dia memeluk adikku yang juga sedang
menangis!.... “Bu, maafin Bintang, jika Bintang dengan sengaja
meredupkan sinar yang telah ibu ttipkan pada Bintang! Maafin
Bintang jika meninggalkan tugas untuk membuat harap menjadi
nyata ini tertunda begitu lama! Maafkan Bintang Bu..” ucapku
pada ibu.... Terima kasih Bu, karena telah sabar menunggu!
Terima kasih Bu, telah memeluk dengan kasih, hati yang hina
ini..! terima kasih Bu, telah mengajarkan Bintang sesuatu yang
luar biasa!... (PS. 2018:146)
b. Menyenangkan
Setelah penulis mengkaji novel Penutup Senja karya Army Yandho M

suasana menyenangkan dalam novel ini adalah ketika ayah Bintang

yang baru saja pulang dari luar kota membawakan sebuah mainan yang

selama ini di inginkan Bintang dan adiknya, seperti pada kutipan

berikut:

Berbekal kaber yang didapat dari Ibu, bahwa hari ini ialah hari
kepulangan ayah, membuat matanya selalu terjaga. Hatinya
senang bukan kepalang, sehingga lebih malah jadi energi
untuknya tetap terjaga. Tak henti matanya memandangi jam
dinding, walau sebenarnya aku tak yakin tentang jam yang ia
tunggu dan perhatikan itu. Di tengah percakapan denganya,
dari luar rumah terdengar suara mesin bus yang mengantar
ayah. Dengan tak lagi menunggu kepastian, Hary langsung
memastikan sendiri, melompatlah dia dari tempat tidur, dan
berlari ke pintu utama, tuk menyambut kedatangan ayah, yang
belum tentu itu dia.
......dengan energi yang tiba-tiba saja pecah seakan tanpa ada
batas, semangatku memuncak, begitu juga Hary. Senang atas
kepulangan ayah, dan juga senang serta berdebar jantung
dibuat kotak besar misterius ini. (PS. 2018:15-17)
Hal lain yang membuat Bintang merasa sangat senang ketika dia

bertemu dengan seorang perempuan bernama Nana untuk pertama

kalinya dan saling menyapa. Seperti kutipan berikut :

Tak ku sangka ternyata keberkahan hujan itu juga datang


padaku. Rustiana atau Nana anak pindahan itu ternyata
menunggu di halte yang sama denganku. Dia tampak lari dari
gerbang sekolah ke arah halte tempatku menunggu. Dengan
sweaternya dijadikan tudung untuk menutupi kepalanya dari
hujan. Langkah lari kecil itu menghantarkan dia ketempat
tujuannya. Aku hanya terdiam seolah acuh karena malu. Padahal
dari tadi aku memerhatikannyaa. (PS. 2018:102).
c. Latar Waktu

a. Pagi
Latar waktu yang pertama penulis temukan dalam novel ini adalah pada

saat pagi hari seperti pada kutikan berikut:

Ibu selalu bangun sebelum subuh, untuk shalat, memasak,


mengurusi rumah, dan sebagainya. Kebetulan hari ini adalah
hari Minggu. Aku selalu membantu ibu mengurusi rumah.
Biasanya aku kebagian menyapu dan mengepel, aku selalu
memulainya dari ruang tama bagian depan hingga ke teras
belakang. (PS. 2018:20)
.....Esok harinya, aku bangun pagi-pagi untuk mengantarkan
ibu ke Rumah Sakit. Setelah sesampainya di Rumah Sakit, ibu
menjalani serangkaian tes dari dokter. Dengan mengambil
sampel dahak, darah, dan lainnya. Dokter memberitahu bahwa
ibu positif mengidap pneumonia. (PS. 2018:26)
..... Jam 5 pagi aku buru-buru bersiap untuk bertemu ibu.
Setelah pamit dengan Agus, sarapan sedikit. Aku meluncur ke
rumah Bude Sri. Aku bertemu ibu disana. Banyak hal yang ibu
utarakan padaku. Selain yang sudah kalian tahu di wal cerita
buku ini. (PS. 2018:66)
b. Sore hari

Latar waktu yang berikutnya adalah pada sore hari ketika Bintang

membantu Ibunya untuk mengurus rumah, seperti pada kutipan berikut:

Selain menemani ibu dagang, tiap pulang sekolah biasanya aku


membantu ibu membuat es kampel dagangannya untuk dijual
esok harinya. Karena kebetulan ayahku jarang di rumah. Beliau
biasanya sering keluar kota untuk mengurusi usahanya. Jadi
akulah yang menemani ibu, ngurus rumah dan mengasuh
adikku. Hari hampir petang, suasana sore terlihat
menabjubkan. Udara dingin menyembur begitu tajam. (PS.
2018:10)
c. Malam

Latar yang berikutnya ketika malam hari dimana Bintang dimarahi oleh

ayahnya saat selesai bermain dengan teman-temannya di rumah, seperti

kutipan berikut:

.....walau sebenarnya hanya pergi ke lapangan bola depan


rumah, yang jaraknya hanya kurang lebih 100m, aku tetap
berusaha menuruti kata ibu. Akhirnya Andre dan Rino, duo
sejoli itu segera datang ke kamarku. Karena aku menolak untuk
pergi dengan alasan yang aku buat agar mereka paham. Lalu
mereka kuajak main playstation di kamar. Tanpa tawar-
menawar, Rino langsung melompat masuk. Ibu yang melihat
ada teman-teman di rumah, langsung membawa makanan dan
minuman. Aku paham maksud ibu, daripada aku yang keluar,
lebih baik temanku yang datang. Jadi ibu berusaha membuat
kami betah diam dan bermain di rumah. Tapi ternyata maksud
ayah sama sekali berbeda. Sore hampir malam, Rino dan Andre
pamit diri. Sesaat mereka pulang, ayah langsung masuk ke
kamar dengan murkanya. (PS. 2018:34)

Latar berikutnya pada malam hari ketika Bintang yang sedang mengaji

mendengar ayahnya yang baru pulang kerja, seperti pada kutipan berikut:

Waktu itu cukup malam untuk dibilang malam. Cukup gelap


untuk meyakinkan kalau itu benar-benar malam! Suara mobil
terdengar di samping kamarku, yang letaknya disebelah garasi.
Aku yakin itu ayah, dan benar ayah. Aku lanjutkan kembali
mengajiku, kebiasaan sederhana yang aku lakukan jika tak bisa
tidur. Cukup lama aku mengaji, sehingga perasaan mengantuk
pun datang. Aku menyudahinya, bersiap tidur dan pergi ke
dapur untuk mengambil segelas air. Mungkin ini kejutan pahala
yang aku terima dari Tuhan. (PS. 2018:45)
Latar selanjutnya masih pada malam hari dimana Bintang keluar bermain

bersama teman-temannya, seperti pada utipan berikut :

Selesai ngambilin adikku makan, aku dengan gesit masuk ke


kamarku. Semua aktivitas di dalam kamar, aku lakukan dengan
pelan hampir tidak ada suara, dari berpakaian, sampai
berdandan. Kebetulan malam ini malam minggu, jadi aku sudah
punya rencana untuk pergi sama teman-temanku. Di luar ibu
memanggilku, karena pintu kamar aku kunci dari dalam. Jadi
ibu Cuma bisa manggil dari luar, tapi aku sengaja gak jawab.
Biar ibu kira kalau aku di dalam lagi shalat. (PS. 2018:58)
Pada malam itu Bintang memutuskan untuk pergi meninggalkan ibu dan

adiknya ketika selesai bertengkar dengan ayahnya, seperti pada kutipan

berikut:
Jadi malam itu aku memutuskan untuk pergi sendiri
meninggalkan ibu, ayah, dan adikku. Sebelum aku pergi, aku
mengatakan kepada ayahku seperti ini “ Bintang pergi, ini yang
terakhir kali Bintang injakkan kaki di rumah ini. Tapi inget satu
hal Yah. Kalo sampai ibu dan adikku tergores sedikit saja karena
Ayah. Demi Allah,Bintang akan pulang kerumah ini untuk
menyeret mayat siapapun yang berani melukai ibu dan adik
Bintang..” ancamanku untuk ayah.
.....aku memutuskan tuk pergi dan menginap di rumah Agus,
temanku. Tanpa memberi tahu dia apa yang terjadi, karena di
antara teman-temanku, Aguslah yang paling pendiam, tak suka
melakukan hal bodoh dan menghabiskan waktu melakukan
sesuatu yang tidak jelas. Aku merasa, dia adalah orang yang
tepat untuk saat ini menemaniku. (PS. 2018:64-65)
Selanjutnya masih malam hari dimana Bintang dan Nana bertemu untuk

terakhir kalinya, seperti kutipan berikut :

Malam ini aku telah berjanji untuk pergi bersama Nana. Malam
ini aku pastikan adalah malam terakhirku bersamanya. Esok
atau lusa, aku tidak akan lagi menemuinya! Hanya malam ini,
cukup malam ini saja! (PS. 2018:113)
d. Subuh

Latar berikutnya penulis temukan pada saat Bintang yang terbangun dan

mengakhiri mimpinya, dapat dilihat pada kutipan berikut:

Tubuhku bergetar, keriingat bercucuran, kamar yang terang


terasa gelap. Saat darah belum mengalir ke kepalaku, kulihat
jam menunjukkan pukul 02.00 subuh. Aku terbangun dari
tidurku dan mengakhiri mimpiku. Sesuatu yang tak nyata, tapi
seolah nyata, begitu membingungkan sudahlah pikirku! Toh itu
Cuma mimpi. (PS. 2018:41)
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis di atas maka peneliti menarik

kesimpulan bahwa alur yang digunakan dalam sebuah novel Penutup

Senja adalah alur campuran karena, cerita tidak diceritakan secara

berurutan, tetapi melompat-lompat dari waktu lampau ke waktu yang akan

datang setelah itu kembali ke waktu lampau lagi dan seterusnya. Di mana

pada bagian awal novel dimulai dari klimaks, kemudian muncul konflik,

pengenalan, antiklimaks, dan penyelesaian.

Demikian juga dengan latar yang dominan digunakan dalam novel

Penutup Senja adalah latar tempat, latar waktu dan latar suasana. Latar

tempat peristiwa dalam novel ini terjadi di tongkronan, ruang keluarga,

rumah Agus, rumah Bude Sri, Sekayu, Warung, dan Halte. Latar waktu

dalam novel ini adalah pada pagi hari, sore hari, malam dan subuh.

Sedangkan latar suasana yang terdapat dalam novel ini adalah suasana

sedih, kecewa, mengharukan dan menyenangkan.

Di dalam novel Penutup Senja penulis hanya menganalisis Alur dan Latar.

Dimana Alur adalah jalan cerita berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu per

satu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir

cerita. Sedangkan Latar adalah untuk memperjelas peristiwa dalam cerita agar

menjadi logis sehingga pembaca mempunyai banyangan yang tepat terhadap


tempat, waktu dan suasana berlangsungnya peristiwa. Sehingga dapat

menggerakkan emosi atau jiwa pembaca.

B. Saran

Di dalam novel Penutup Senja karya Army Yandho M penulis hanya

menganalisis aspek alur dan latar sebagai bagian dari karya sastra. Untuk itu

penulis berharap peneliti-peneliti novel yang lainnya membahas aspek-aspek lain

dari novel Penutup Senja karya Army Yandho M agar penelitian dalam bidang

sastra semakin beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Allo Mayung, Kristina, (2014). Alur dan Latar dalam Novel “ Tahun-tahun
Bahagia” karya Laura Ingalls Wilder. (Skripsi tidak dipublikasikan) UKI
Toraja.

Gasong. 2012. Teori Sastra dan Kajian Prosa Fiksi. Yogyakarta : Penerbit
Gunung Sopai.

Gasong. 2018. Kritik Sastra. Yogyakarta : Depublish


H.B. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar dan Terapannya
Dalam Penelitian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Jacob, Sumardjo dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta :


Gramedia Pustaka Jaya.

Kondolele, Lia (2013). Alur dan Latar dalam Novel “The Crying Tree” karya
Naseem Rakha. (Skripsi tidak dipublikasikan) UKI Toraja.
Mambela, Nona, (2014). Alur novel “Kepingan Terpendam” karya Indarparti
Ayaran. (Skripsi tidak dipublikasikan) UKI Toraja.

Palete, Gunawan Kondo, (2019). Alur dan Latar dalam Novel “Tenggelamnya
Kapal Vander Wicjk” (Tinjauan Obejektif). (Skripsi tidak dipublikasikan)
UKI Toraja.

Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. Yogyakarta :


ANDI.

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta : Erlangga

Susanto. 2012. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta : CAPS.


Tarigan. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.
Yandho, Army. 2018. Penutup Senja. Mahakam : Mata Kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai