Anda di halaman 1dari 14

Disusun Oleh

Kelompok 3

• Bintang I. Sidabukke (2193111001)


• Dina U. J. Rumahorbo (2192411021)
• Mega R. G. Panjaitan (2192411019)
• Yohana H. Sianipar (2193111017)
Hakikat Sastra Anak

Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak
melalui pandangan anak-anak (Norton,1993). Hunk (1987) mengemukakan bahwa tidak
menjadi masalah siapa yang menulis atau membuat karya sastra anak asalkan
penggambarannya ditekan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi
mereka.
Menurut Hunt (1995: 12) mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan yang dibaca
oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan
sekelompok anggota yang kini disebut anak.
segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak.
Sementara Ampera (2010: 10) berpendapat bahwa sastra anak adalah buku-buku bacaan
atau karya sastra yang sengaja ditulis sebagai bacaan anak, isinya sesuai dengan minat dan
pengalaman anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosi dan intelektual anak.
Sastra anak dapat didefinisikan dengan memperhatikan definisi sastra secara umum dan
sastra bagaimana yang sesuai untuk anak. Mengenai hal ini ada beberapa pandangan,
yaitu antara lain:
1.Ada pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang sengaja memang ditujukan untuk
anak-anak.
2.Berpandangan bahwa sastra anak berisi tentang cerita anak. Isi cerita yang dimaksud
adalah cerita yang menggambarkan pengalaman, pemahaman, dan perasaan anak.
3.Sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh anak-anak. Pandangan ini memang cukup
beralasan karena hanya anak-anak yang benar-benar dapat mengekspresikan
pengalaman, perasaan dan pemikirannya dengan jujur dan akurat.
4.Pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang berisi nilai-nilai moral atau pendidikan
yang bermanfaat bagi anak untuk mengembangkan kepribadannya menjadi anggota
masyarakat yang beradab dan berbudaya.
Tujuan Pembelajaran Sastra di SD

Di sekolah dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia lebih


diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi
sastra. Pelaksanaannya, pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan
secara terintegrasi. Sedangkan pengajaran sastra, ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan
memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai
penunjang dalam mengapresiasi.
Adapun tujuan-tujuan itu tertera sebagai berikut :
• Menumbuhkan Kesenangan Terhadap Buku
• Menginterpretasikan Literatur
• Mengembangkan Kesadaran Bersastra
• Mengembangkan Apresiasi
Manfaat Sastra Pada Anak

Dalam pandangan Tarigan (2011: 6-8), terdapat enam manfaat sastra terhadap
anak-anak.
• Sastra memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak-
anak.
• Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan membantu mereka
mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan
dengan berbagai cara.
• Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman baru yang seolah-olah
dialami sendiri oleh para anak.
• Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani.
• Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan pengalaman
kepada para anak.
• Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan warisan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Selain fungsi pendidikan dan hiburan, menurut Suwardi
Endraswara (2002), sastra anak juga berfungsi (1) membentuk
kepribadian, dan (2) menuntun kecerdasan emosi anak. Perkembangan
emosi anak akan dibentuk melalui karya sastra yang di bacanya. Selain
dua fungsi tersebut, sastra anak mempunyai beberapa fungsi khusus
berikut ini.
1. Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada anak-anak.
2. Membantu perkembangan intelektual dan psikologi anak.
3. Mempercepat perkembangan bahasa anak.
4. Membangkitkan daya imajinasi anak.
Karakteristik Bacaan Sastra Pada Anak SD
Karakteristik atau ciri-ciri sastra pada anak SD dapat dilihat dari
beberapa segi, setidaknya dari dua segi, yaitu :
1.    Segi kebahasaan
a.    Struktur kalimat
Dalam sastra anak lebih banyak dijumpai kalimat tunggal daripada
kalimat majemuk yang dapat berupa kalimat aktif maupun pasif, negatif
atau positif, serta kalimat dengan susunan beruntun atau inversi.
b.  Pilihan kata
Satra anak pada umumnya menggunakan kata-kata ynag sudah dikenal
oleh anak-anak dalam kehidupan sehari-harinya, Kata-kata konkret lebih
banyak digunkan daripada kata abstrak.
c. Gaya bahasa/ majas
Sedikit sekali digunakan majas, hal ini berkaitan dengan ciri
pilihan kata yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sastra anak lebih
banyak mengunakan kata-kata konkret.

2. Segi kesastraan
Dapat dilihat dari unsur instrinsiknya, terutama pada karya fiksi.
Dalam hal ini ciri itu dilihat dari unsur intrisik utama karya sastra,
yaitu:
a.    Alur cerita
Alur adalah rangkaian peristiwa yang disusun secara kronologis
menurut hukum kausalitas (sebab-akibat).
b. Karakter/ tokoh cerita
Dilihat dari individunya, tokoh cerita anak dapat berupa manusia,
binatang, atau tanaman, bahkan benda lain seperti peralatan rumah
tangga.
c. Tema
Cerita anak biasanya memiliki tema tunggal (satu tema mayor)
tanpa subtema (tema minor). Hal ini terkait dengan kemampuan anak
yang terbatas dalam menggali tema dalam bacaan.

Sarumpaet (1976) mengidentifikasi tiga ciri pembeda antara sastra


anak-anak dengan sastra dewasa, tiga ciri pembeda itu andalah:
1.    Unsur Pantangan
Unsur pantangan merupakan unsur yang secara khusus berkenaan
dengan tema dan amanat. Tema cerita anak-anak ditentukan
berdasarkan pertimbangan nilai edukatif walaupun persoalan-persoalan
cinta yang erotis, seks, kebencian, kekejaman, kekerasan, dan
prasangka buruk, kecurangan yang jahat serta masalah hidup dan mati
sering menjadi fokus dalam isi sastra, pantang untuk disajikan sebagai
tema dalam sastra anak.
d. Penyajian dengan Gaya Langsung
Penyajian dengan gaya secara langsung adalah sajian cerita yang
merupakan deskripsi secara singkat dan langsung menuju sasaran,
mengetengahkan gerak yag dinamis, dan jelas sebab-musababnya.
Penyajian gaya langsung pada umumnya berkait dengan pengaluran,
penokohan, latar, pusat pengisahan dan gaya bahasa.

e. Fungsi Terapan
Fungsi terapan adalah sajian cerita yang harus bersifat informatif
dan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik untuk
pengetahuan umum, keterampilan khusus, maupun untuk
perkembangan anak.
Perbedaan Bacaan Sastra Pada Anak SD

Berdasarkan tingkat readness anak di sekolah dasar, pemilihan


bahan bacaan sastra anak dibedakan menjadi 3, yaitu:
• Kelas 1-2 dominan diberikan bentuk cerita bergambar.
• Kelas 3-4 diberikan puisi, sastra tradisional dan cerita fantasi.
• Kelas 5-6 diberikan puisi dan bentuk ceritan realistic kontemporer,
kesejarahan, serta cerita fiksi kelimuan.
Berdasarkan psikologi kognitif, tingkat perkembangan kognitif anak
sudah memiliki kemampuan:
• Menghubungkan dan membandingkan pengalaman kongkret yang
diperooleh dengan kenyataan baru yang dihadapi.
• Membedakan pembedaan dan memilahan..
• Menangkap dan menyusun pengertian-pengertian tertentu
berdasarkan gambaran kongkretnya.
• Menandai cirri ggambaran kenyataan secara aspectual, dan membuat
hubungan berdasar vicarious experience.
• Dalam situasi ini, anak baru bisa menghubungkan gambarann kisah
yang menceritakan dalam bacaan secara imajinatif dengan kisah
yang ditemukannya dalam realita.
KESIMPULAN
Menurut Hunt (1995: 12) mendefinisikan sastra anak
sebagai buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus
cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan
sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak
adalah buku bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-
anak. Isi buku tersebut harus sesuai dengan minat dan dunia
anak-anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional
dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan mereka.
Huck dkk. (1987) bahwa pembelajaran sastra di SD harus
memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi
pada empat tujuan (1) menumbuhkan kesenangan pada buku,
(2) menginterpretasi bacaan sastra (3) mengembangkan
kesadaran bersastra, dan (4) mengembangkan apresiasi. sastra
anak adalah sastra yang sengaja memang ditujukan untuk
anak-anak. Kesengajaan itu dapat ditunjukkan oleh penulis
yang secara eksplisit menyatakan hal itu dalam kata
pengantarnya maupun dapat pula ditunjukkan oleh media
yang memuatnya, misal buku atau majalah anak-anak.
Misalnya Bobo, Ananda, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai