RANGKUMAN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sastra Anak
yang dibina oleh Dra. Ida Lestari, M.Si.
oleh
Agnes Monica Dewi 160212602219
Firma Firdausi 160212602236
Intan Erlina Sari 160212602220
Margareta Novika S.P. 160212602209
Muhammad Iqbal Mutthahari 160212602224
Struktur karya sastra anak dispesifikkan sesuai dengan jenis karya sastra,
sebagai berikut.
a. Cerpen
Cerpen biasanya memiliki alur tunggal, pelaku terbatas (jumlahnya sedikit),
dan mencakup peristiwa yang terbatas pula. Kualitas tokoh dalam cerpen
jarang dikembangkan secara penuh. Karena serba dibatasi, tokoh dalam cerpen
biasanya langsung ditunjukkan karakternya. Artinya, karakter tokoh langsung
ditunjukkan oleh pengarangnya melalui narasi, deskripsi, atau dialog. Di
samping itu, cerita pendek biasanya mencakup rentang waktu cerita yang
pendek pula, misalnya semalam, sehari, seminggu, sebulan, atau setahun.
b. Novel
Novel memiliki durasi cerita yang lebih panjang dibandingkan dengan
cerpen. Novel memiliki peluang yang cukup untuk mengeksplorasi karakter
tokohnya dalam rentang waktu yang cukup panjang dan kronologi cerita yang
bervariasi (ganda). Novel memungkinkan kita untuk menangkap
perkembangan kejiwaan tokoh secara lebih komprehensif dan memungkinkan
adanya penyajian secara panjang lebar mengenai permasalahan manusia. Itulah
sebabnya, permasalahan yang diangkat menjadi tema-tema novel umumnya
jauh lebih kompleks dan rumit bila dibandingkan dengan cerpen.
Permasalahan hidup manusia yang menjadi sumber inspirasi penulis sangatlah
rumit dan kompleks. Jika dipetakan pemasalahan itu meliputi hubungan
antarmanusia dengan Tuhan, manusia dengan alam semesta, manusia dengan
masyarakat, dan manusia dengan dirinya sendiri. Peranan tokoh tidak statis,
tetapi bergerak dalam pergerakan waktu. Keterbatasan dan keleluasaan juga
membawa konsekuensi pada rincian-rincian yang sering menjadi bumbu cerita.
Demikianlah sebuah karya sastra, sebagaimana rumah, juga dibangun oleh
unsur-unsur yang mendukung keberadaannya. Unsur-unsur pembangun karya
sastra lazim disebut dengan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Menurut
Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1985) yang dimaksud dengan unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang berasal dari dalam karya sastra itu sendiri, seperti:
tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Unsur-unsur
ini harus ada karena akan menjadi kerangka dan isi karya tersebut. Sementara
itu, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berasal dari luar karya sastra,
misalnya sosial, budaya, ekonomi, politik, agama, dan filsafat. Faktor
ekstrinsik tidak menjadi penentu yang menggoyahkan karya sastra. Akan
tetapi, bagi pembaca, hal tersebut tetap penting untuk diketahui karena akan
membantu pemahaman makna karya sastra, mengingat tidak ada karya sastra
yang lahir dari kekosongan budaya.
c. Drama
Pada dasarnya drama tidak jauh berbeda dengan karya prosa fiksi.
Kesamaan itu berkaitan dengan aspek kesastraan yang terkandung di
dalamnya. Namun, ada perbedaan esensial yang membedakan antara karya
drama dan karya prosa fiksi, yakni pada tujuannya. Tujuan utama penulisan
naskah drama adalah untuk dipentaskan. Semi (1988) menyatakan bahwa
drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan.
Jika dicermati secara saksama, drama memiliki dua aspek esensial, yakni
aspek cerita dan aspek pementasan yang berhubungan dengan seni lakon atau
teater. Drama sebenarnya memiliki tiga dimensi, yakni (1) sastra, (2) gerakan,
dan (3) ujaran. Oleh karena itu, naskah drama tidak disusun khusus untuk
dibaca seperti cerpen atau novel, tetapi lebih daripada itu dalam penciptaan
naskah drama sudah dipertimbangkan aspek-aspek pementasannya. Dalam
hampir setiap naskah drama selalu ditemukan narasi, dialog, dan arahan
tentang petunjuk lakuan atau akting.
3. Isi
Sastra anak harus menggambarkan dunia anak, entah berupa kisah kehidupan
manusia, binatang, ataupun tumbuhan. Sastra anak harus mewakili pengalaman,
perasaan, dan pikiran anak. Cerita-cerita yang disajikan harus mengandung nilai-
nilai pendidikan, moral, agama, atau nilai-nilai positif lainnya yang dapat dipetik
setelahnya untuk membentuk kepribadian dan menuntun kecerdasan emosi anak.
Isi karya sastra anak harus menanamkan konsep diri, sifat-sifat kemanusiaan,
cinta kasih, dan sebagainya yang berguna untuk memberikan pengetahuan
mengenai kehidupan.
Isi karya sastra sangat berkaitan dengan tema. Tema-tema dalam sastra anak
dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, tema keluarga, hidup dengan orang
lain (berteman dan penerimaan oleh teman bermain), tumbuh dewasa, mengatasi
masalah-masalah manusiawi dan hidup dalam masyarakat majemuk yang memuat
perbedaan individu dan kelompok. Masalah keluarga merupakan tema yang
sangat dekat dengan kehidupan anak. Dalam keluarga, pribadi anak dilatih,
mereka tumbuh seiring dengan pemahamannya akan cinta dan benci, takut dan
berani, serta suka dan sedih. Cerita yang memusatkan pada hubungan keluarga
yang hangat, terbuka, dan tanpa rasa marah akan membantu anak memahami
dirinya. Banyak anak yang khawatir dengan “penerimaan” (acceptance) ini.
Tetapi melalui kegiatan membaca atau menyimak cerita dengan tema di atas
mereka akan menjadi lebih baik.
Karya sastra anak harus disesuaikan dengan tingkat usia dan perhatian anak.
Secara umum, pada tahap pertama (kelas 1—3 SD), bacaan untuk anak laki-laki
dan perempuan dapat disamakan. Selanjutnya (kelas 4—6 SD), secara berangsur-
angsur akan terpetakan bahwa anak laki-laki lebih menyukai cerita petualangan,
olahraga, dan teknik, sedangkan anak perempuan lebih menyukai cerita yang
bersifat kekeluargaan dan sosial (Winarni, 2014:16). Di samping itu,
perkembangan anak juga menentukan isi karya sastra yang dapat dirangkum
sebagai berikut.
a. Sensorimotor (1,5—2 tahun).
Sastra /cerita tentang orang atau alam sekitar dengan narasi yang
sederhana, banyak warna. Buku bersuara, buku bergerak, puisi, rima, cerita
yang dilagukan. Jangan buku yang tajam. Buku yang nyaman dipegang. Buku
yang tak mudah dirobek.
b. Periode praoperasional (2–7 tahun)
Belajar menyatakan dunianya secara simbolik melalui bahasa, permainan,
dan gambar. Berpikirnya masih egosentris dan didasarkan pada persepsi dan
pengalaman langsung. Pada usia ini anak sudah mampu mengembangkan
rangkaian cerita. Anak sudah mampu memahami struktur cerita rakyat
berdasarkan hubungan tiga peristiwa dengan tanjakan laku (rising action).
c. Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Cerita dengan variasi sudut pandang. Cerita dengan fakta-fakta yang lebih
rumit. Cerita yang mengembangkan pemahaman tentang kehidupan dan
tantangannya dalam komunitas yang lebih luas. Cerita yang lebih menantang
anak-anak untuk memberi solusi/memecahkan masalah Cerita tentang
misteri/cerita detektif. Akhir cerita tidak harus bahagia, tetapi tetap optimis.
Fantasi dapat diperkenalkan mulai tahapan ini.
d. Operasional Formal (11—12 tahun)
Cerita yang mempertanyakan esensi kehidupan, misalnya tentang
kebenaran, keadilan, gender/kelas, identitas mereka, identitas komunitas,
identitas bangsa. Cerita yang provokatif yang mengundang anak-anak
berdiskusi tentang keragaman, keadilan, lingkungan atau problem-problem
kehidupan yang memerlukan solusi. Fantasi dapat diterima dengan baik.
Hagu
Sebuah nama selalu merdu
Di telingaku
Setiap waktu
Alammu
Nyiurmu
Pantaimu
Memanggil daku selalu
Untuk tidak jauh
Dari sisimu
Di pagi dan siang
Kuberangkat dan pulang dari sekolah
Bersama teman-temanku
lewat jalan berbelok
Dinaungi pepohonan rindang
Karena itu aku bertekad
Akan selalu memeliharamu
Akan selalu mengingatmu
Sampai akhir hayat
Ya Tuhan…..
Aku mohon Kau melindungi
Dan menjaga Papa selalu.
Saat aku masih tidur lelap
Papa sudah berangkat kerja
Mencari nafkah buat kami semua
Tengah malam Papa baru pulang
Saat aku sudah tertidur pulas
Ya Tuhan…..
Terima kasih Kau beri kami
Papa yang baik hati
Pada siang hari itu pendopo balai Desa Makmur dipenuhi oleh warga.
Mereka diundang untuk mendengarkan penyuluhan tentang
penanggulangan penyakit demam berdaarah dari Dinas Kesehatan Rakyat
Kabupaten. Penyuluhan in diberikan karena beberapa hari yang lalu di
Desa Makmur Jaya terkena wabah penyakit demam berdarah.
Tepat pada pukul 13.00 Dokter Surya yang diberi tugas penyuluhan
oleh Dinas Kesehatan Rakyat Kabupaten telah datang. Beliau datang
bersama beberapa petugas yang lain. Setelah beristirahat sebentar, Dokter
Surya pun segera memberikan penyuluhannya.
Menurut Dokter Surya, penyakit demam berdarah itu disebabkan oleh
virus yang ditularkan leh nyamuk Aedes Aegypti. Naymuk itu hidup dan
berkembang biak di dalam rumah dan di sekitarnya. Tidak jarang, nyamuk
ini dijumpai pula di sekolah. Nyamuk ini mencari mangsa pada pagi
sampai siang hari.
Terdapat beberapa tanda yang dapat kita kenali dari orang yang
terkena penyakit mematikan ini. Pertama, selama 2-7 hari panas badan
pen-derita meninggi. Kedua, nyeri perut terutama di bagian uluhati.
Ketiga, pendarahan berupa bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi
berdarah, muntah darah, bahkan berak darah.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan kepada orang yang terkena
penyakit demam berdarah adalah dengan memberikan minuman sebanyak-
banyaknya. Minuman itu dapat berupa air masak, susu, atau air teh. Untuk
menurunkan panas badan, penderita dapat diberi obat penurun panas,
selain itu, penderita dapat dibantu dengan kompres dengan menggunakan
kain basah yang telah direndam di air es. Setelah itu itu barulah penderita
dibawa ke puskesmas/RSU.
Penyakit demam berdarah dapat dicegah dapat dicegah dengan dua
cara. Cara pertama adalah melenyapkan tempat berkembang biaknya
nyamuk Aedes Aegypti. Naymuk ini biasanya berkembang biak di dalam
maupun di luar rumah. Di dalam rumah, misalnya di bak mandi, tempayan,
vas bunga, atau di tempat minuman burung. Di luar rumah naymuk ini
berkembang biak di tangki penampungan air, kaleng potongan bambu, dan
sebagainya.
Cara kedua adalah dengan menghambat masuknya nyamuk ke rumah.
Cara ini dapat dilakukan dengan memasang kawat kasa pada lubang
ventilasi. Dengan cara ini, nyamuk tidak akan dapat masuk ke rumah.
Nyamuk ini dapat dicegah agar tidak masuk ke rumah dengan cara mem-
berikan penerangan yang cukup di dalam kamar kita. Nyamuk biasanya
senang tinggal di tempat gelap.
Para warga tanpak tertarik akan semua penjelasan yang diberikan
Dokter Surya. Setelah mendengarkan penyuluhan itu mereka berjanji akan
selalu berusaha hidup lebih bersih lagi. Mereka ingin hidup sehat. Mereka
ingin terbebas dari penyakit demam berdarah.
Tokoh: Rara,
Yayang,
Alisia, dan
Ibu
(Dikutip dari Karya Mien Rumini dalam Pend. Keterampilan Berbahasa, 2001)
DAFTAR PUSTAKA