Anda di halaman 1dari 23

APRESIASI KARYA SASTRA ANAK SECARA RESEPTIF

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia di SD


Dosen Pengampu : Drs. Suwandi, M. Pd

Disusun oleh :
1. Asri Wiji Astuti (1401414059)
2. Nurhidayah Rahmawati (1401414427)
3. Laili Arifah Ahnis (1401414069)
4. Dely Rahmawati (1401414276)
5. Moch Yusuf Mabruri (1401414290)
6. Tegar Maulana Prasetyo (1401414301)

Rombel : 1B

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr.wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas semua rahmat serta hidayah-
Nya yang telah dilimpahkan. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan
harapan dan tepat pada waktunya. Makalah kami ini berjudul “APRESIASI KARYA SASTRA
ANAK SECARA RESEPTIF”.
Makalah ini membahas tentang pengertian apresiasi sastra anak, manfaat apresiasi sastra anak,
jenis dan contoh sastra anak, serta cirri-ciri sastra anak. Diharapkan makalah ini dapat menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai Apresiasi karya sastra anak sehingga membantu serta
bermanfaat bagi semua Mahasiswa dan Dosen dalam proses pembelajaran.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami harapkan
kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.
Wassalammu’alaikum wr.wb.

Tegal, Desember 2014


Penyusun

Kelompok 6
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian apresiasi sastra anak-anak
B. Tingkatan dan manfaat apresiasi sastra anak-anak
C. Jenis dan contoh sastra anak
D. Ciri-ciri sastra anak.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Inggris "apresiation" yang berarti penghargaan,
penilaian, pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja "ti appreciate" yang berarti
menghargai, menilai, mengerti dalam bahasa Indonesia menjadi mengapresiasi. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan apresiasi sastra adalah penghargaan, penilaian, dan
pengertian terhadap karya sastra, baik yang berbentuk puisi maupun prosa atau suatu
kegiatan menggauli sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian,
penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta
sastra.
Di sekolah dasar, pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
siswa mengapresiasikan karya sastra. Menurut Huck (1987 : 630-623) bahwa
pembelajaran sastra di SD harus memberi pengalaman pada siswa yang akan
berkontribusi pada 4 tujuan, yakni pencarian kesenangan pada buku,
menginterprestasikan bacaan sastra, mengembangkan kesadaran bersastra, dan
mengembangkan apresiasi.
Pembelajaran sastra di SD adalah pembelajaran sastra anak. Sastra anak adalah karya
sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang
akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak
adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinas i ini sangat
menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam
kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak
bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai
pedoman tingkah laku dalam kehidupan.
Jenis sastra anak meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan puisi dalam sastra anak
sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh utamanya, sastra anak dapat dibedakan
atas tiga hal, yaitu sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama benda mati, sastra anak
yang mengetengahkan tokoh utamanya makhluk hidup selain manusia,dan sastra anak
yang menghadirkan tokoh utama yang berasal dari manusia itu sendiri.
Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media
pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi
anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan
kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan
keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak
merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika
dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin
sehingga menuntun kecerdasan emosinya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi apresiasi sastra anak-anak?
2. Apakah tingkatan dan manfaat apresiasi sastra anak-anak?
3. Apakah yang dimaksud dengan apresiasi sastra anak-anak secara reseptif?
4. Apa saja jenis dan contoh sastra anak?
5. Bagaimana ciri-ciri sastra anak?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Menjelaskan definisi apresiasi sastra anak-anak.
2. Menjelaskan tingkatan dan manfaat apresiasi sastra anak-anak.
3. Menjelaskan maksud dengan apresiasi sastra anak-anak secara reseptif.
4. Mengemukakan jenis dan contoh sastra anak-anak.
5. Menjelaskan cirri-ciri sastra anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN APRESIASI SASTRA ANAK-ANAK
Untuk mehamai apresiasi sastra anak-anak perlu dipahamai dengan baik kata apresiasi dan sastra
anak-anak. Apresiasi berasal dari bahasa Latin “apreciatio” yang berarti “mengindahkan” atau
menghargai”. Berarti secara harpiah apresiasi sastra adalah penghargaan terhadap karya sastra.
Munculnya penghargaan terhadap karya sastra merupakan manifestasi dari adanya pengetahuan
tentang sastra, sejumlah pengamalan emosional dan penajaman kognitif di bidang sastra, serta
pengalaman keterampilan bersastra, baik secara reseptif maupun secara produktif . Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Disick yang menyatakan bahwa “aspek apresiasi yang berkaitan dengan
sikap penghargaan atau nilai berada pada domain afektif merupakan tingkatan terakhir yang
dapat dicapai...pencapaiannya memerlukan waktu yang sangat panjang serta prosesnya
berlangsung terus setelah pendidikan formal berakhir” (dalam Wardani, 1981:1)

Sedangkan sastra anak-anak merupakan karya yang dari segi bahasa memiliki nilai estetis dan
dari segi isi mengandung nilai-nilai yang dapat memperkaya pengalaman ruhani bagi kalangan
anak-anak. Pramuki (2000) mengungkapkan bahwa sastra anak-anak adalah karya sastra (prosa,
puisi, drama) yang isinya mengenai anak-anak; sesuai kehidupan, kesenangan, sifat-sifat, dan
perkembangan anak-anak.

Sedang menurut Solchan dkk (1994:225) membagi pengertian sastra anak-anak atas dua bagian,
yakni sebagai berikut. Pertama “sastra anak-anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang
usianya remaja atau dewasa yang isi dan bahasanya mencerminkan corak kehidupan dan
kepribadian anak.” Kedua “sastra anak-anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang
usianya masih tergolong anak-anak yang isi dan bahasanya mencerminkan corak kehidupan dan
kepribadian anak.”

Dengan demikian, sastra anak-anak dapat dikatakan bahwa suatu karya sastra yang bahasa dan
isinya sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik ditulis oleh pengarang yang sudah
dewasa, remaja atau oleh anak-anak itu sendiri. Karya sastra yang dimaksud bukan hanya yang
berbentuk puisi dan prosa, melainkan juga bentuk drama.
Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan apresiasi sastra anak-anak?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut lebih dahulu kita pahami pengertian apresasi sastra
menurut S.Effendi (1980:24) bahwa apresiasi sastra adalah “suatu kegiatan menggauli sastra
dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, pengehargaan, kepekaan pikiran kritis, dan
kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.”
Pendapat S.Effendi tersebut sejalan dengan Squire dan Taba (dalam Aminuddin, 1987:34) yang
menyatakan bahwa “apresiasi sastra mengandung tiga unsur inti: (a) aspek kognitif, (b) aspek
emotif, (c) aspek evaluatif”. Aspek kognitif sejalan pengertian, aspek emotif sejalan dengan
kepekaan perasaan, aspek evaluatif berkaitan dengan kepekaan pikiran perasaan dan
penghargaan yang positif. Lalu apa yang dimaksud dengan pengertian, penghargaan, kepekaan
pikiran kritis, dan kepekaan perasaan? Pertama, pengertian berkaitan dengan pemahaman tentang
teori-teori dasar sastra, seperti pengertian puisi, unsur-unsur instrinsik prosa, dan lain-lain.
Kedua, penghargaan berkaitan dengan sikap pandang positif terhadap sastra bahwa sastra
memiliki nilai-nilai positif yang bermanfaat bagi penjernihan batin, peningkatan harkat
kehidupan individual-sosial. Ketiga, kepekaan pikiran kritis berkaitan dengan kemampuan
memahami dan mengungkapkan sinstesis tentang makna atau nilai-nilai yang dikandung suatu
karya sastra setelah mengadakan analisis yang teliti, saksama dan menyeluruh. Adapun kepekaan
perasaan berkaitan dengan kemampuan menikmati dan menampilkan nilai-nilai keindahan yang
terkandung dalam karya sastra, seperti rasa senang tidak senang, berkenaan dengan cerita dan
tokoh, perasaan terharu dan gembira berkenaan dengan nasib tokoh, persaan takut, kecewa, dan
kagum berkenaan dengan gambaran peristiwa dalam cerita yang tergambar pada ekspresi wajah,
gestur tubuh dan atau intonasi pada saat pembacaan karya sastra tertentu.

Berdasar pengertian yang dikemukakan oleh S. Effendi, dapatlah kita mengatakan bahwa
apresiasi sastra anak-anak merupakan serangkaian kegiatan bermain dengan sastra sehingga
tumbuh pemahaman, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, kepekaan perasaan yang baik bagi
anak terhadap karya sastra anak-anak.
B. TINGKATAN DAN MANFAAT APRESIASI SASTRA ANAK-ANAK

Adapun tingkatan apresiasi sastra, Wardani (1981) membagi tingkatan apresiasi sastra ke dalam
empat tingkatan sebagai berikut.
1. Tingkat menggemari, yang ditandai oleh adanya rasa tertarik kepada buku-buku sastra
serta keinginan membacanya dengan sungguh-sungguh, anak melakukan kegiatan kliping
sastra secara rapi, atau membuat koleksi pustaka mini tentang karya sastra dari berbagai
bentuk.
2. Tingkat menikmati, yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai tumbuh
pengertian, anak dapat merasakan nilai estetis saat membaca puisi anak-anak, atau
mendengarakan deklamasi puisi/prosa anak-anak, atau menonton drama anak-anak.
3. Tingkat mereaksi yaitu mulai ada keinginan utuk menyatakan pendapat tentang cipta
sastra yang dinikmati misalnya menulis sebuah resensi, atau berdebat dalam suatu diskusi
sastra secara sederhana. Dalam tingkat ini juga termasuk keinginan untuk berpartisipasi
dalam berbagai kegiatan sastra.
4. Tingkat produktif, yaitu mulai ikut menghasilkan ciptasastra di berbagai media masa
seperti koran, majalah atau majalah dinding sekolah yang tersedia, baik dalam bentuk
puisi, prosa atau drama.
Berbeda dengan P. Suparman (Tarigan, 2000) membagi tingkatan apresiasi sastra atas lima
tingkatan, yakni sebagai berikut:
1. Tingkat penikmatan, misalnya menikmati pembacaan/deklamasi puisi, menonton drama,
mendengarkan cerita.
2. Tingkat penghargaan, misalnya memetik pesan positif dalam cerita, mengagumi suatu
karya sastra, meresapkan nilai-nilai humanistik dalam jiwa; menghayati amanat yang
terkandung dalam puisi yang dibacanya atau yang dideklamasikan.
3. Tingkat pemahaman, misalnya mengemukakan berbagai pesan-pesan yang terkandung
dalam karya sastra setelah menelaah atau menganalisis unsur instrinsik-ekstrinsiknya,
baik karya puisi, prosa maupun drama anak-anak.
4. Tahap penghayatan, misalnya melakukan kegiatan mengubah bentuk karya sastra tertentu
ke dalam bentuk karya lainnya (parafrase), misalnya mengubah puisi ke dalam bentuk
prosa, mengubah prosa ke dalam bentuk drama, menafsirkan menemukan hakikat isi
karya sastra dan argumen-tasinya secara tepat.
5. Tingkat implikasi, misalnya mengamalkan isi sastra, mendayagunakan hasil apresiasi
sasatra untuk kepentingan peningkatan harkat kehidupan,
6. Tingkatan apresiasi yang dipaparkan dia atas mendorong kita untuk tidak sekedar
menghasilkan karya sastra tetapi yang lebih penting adalah untuk dihayati dan diamalkan
oleh peserta didik dalam kehidupannya.

Apresiasi sastra memiliki berbagai manfaat. Moody dan Leslie S. (dalamWardani,1981)


mengemukakan manfaat apresiasi sastra: (a) melatih keempat keterampilan berbahasa, (b)
menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia seperti adat istiadat, agama,
kebudayaan, dsb, (c) membantu mengembangkan pribadi, (d) membantu pembentukan watak, (e)
member kenyamanan, (f) meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru.
Hal tersebut sejalan dengan Huck (1987) yang mengemukakan dua manfaat apresiasi sastra,
yakni:
1. nilai personal: memberi kesenangan, mengembangkan imajinasi, memberi pengalaman
yang dapat terhayati, mengembangkan pandangan ke arah persoalan kemanusiaan,
menyajikan pengalaman yang bersifat emosional;
2. Nilai pendidikan: membantu perkembangan bahasa, meningkatkan kelancaran-kemahiran
membaca, meningkatkan keterampilan menulis, mengembangkan kepekaan terhadap
sastra.
Manfaat apresiasi sastra yang dikemukakan tersebut, hanya manfaat (1) mengembangkan
imajinasi, (2) mengembangkan pandangan ke arah persoalan kemanusiaan, (3) meningkatkan
keterampilan membaca-menulis yang akan diuraikan secara singkat.
a. Mengembangkan Imajinasi
Salah satu tujuan utama pembelajaran bahasa/sastra adalah terbentuknya kemampuan siswa yang
kreatif. Untuk menjadi kreatif, salah satu aspek mutlak yang harus dimiliki adalah daya imajinasi
yang memadai.
Akhadiah (1992:3) menyatakan bahwa “sesungguhnya hanya dapat menjadi kreatif jika siswa
memiliki daya imajinasi.” Sebagaimana yang dikemukakan Huck (1987) bahwa mengapresiasi
sastra dapat mengembangkan imajinasi siswa. Imajinasi yang dimaksud adalah daya pikir untuk
membayangkan (dalam angan) atau menciptakan sesuatu (gambar, karangan,dan sejenisnya)
berdasarkan kenyataan atau pengalaman sesorang (dalam KBBI, 1994:372).
Mengapa apresiasi sastra dapat meningkatkan imajinasi siswa?
Karena dalam bersastra daya pikir didorong untuk mengalami kebebasan berkhayal tanpa
kekangan aturan yang kaku. Kebebasan itu bukan berarti sebebas-bebasnya tanpa batas dan tidak
berakar pada dunia nyata yang bersifat logis, luwes, dan dinamis. Dengan batas yang demikian
orang yang bergelut dalam dunia sastra dapat menciptakan kreasi yang di dalamnya selalu ada
unsur kebaruan, baik dari segi isi maupun dari segi bentuk. Misalnya, karya Sutan Takdir
Alisyahbana, Nur Sutan Iskandar, dan seniman lainnya.
b. Meluaskan pandangan tentang kemanusiaan
Melalu pergaulan dengan karya sastra berbagai pengalaman dapat diperoleh yang kelak bisa
berfungsi untuk meluaskan pandangan tentang kemanusian sekaligus berkaitan dengan
pembentukan watak dan pribadi yang baik dalam mengarungi kehidupan masyarakat. Misalnya
dalam puisi POT oleh Sutarji Kalsum Bachri, memberi perluasan wawasan dan pengalaman
kejiwaan bahwa kita harus menjadi ibu, ibu yang mampu melahirkan generasi yang berkualitas,
generasi dapat mengharumkan bangsa di tingkat internasional. Puisi Chairil “Sekali berarti/
Sudah itu mati” jika kita cermati dengan sedalam-dalamnya, akan mendorong kita untuk
memperbanyak amal saleh, agar kita dapat memperoleh derajat yang tinggi di sisi-Nya, tidak
sederajat binatang atau lebih rendah lagi.
c. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Tujuan utama pembelajaran BI di SD adalah untuk meningkatkan keterampilan berbahasa.
Kaitannya dengan apresiasi sastra yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa,
berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan karya sastra dalam pembelajaran
dapat meningkatkan keterampilan berbahasa. Misalnya, Lehman menemukan bahwa siswa yang
menggunakan karya sastra dalam membaca memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam hal kosa
kata dan pemahaman isi bacaan dibandingkan siswa yang bukan menggunakan karya sastra
sebagai bahan bacaan ( dalam Rofi’uddin,1997).
Adapun hubungannya dengan peningkatan keterampilan menulis dengan memanfaatkan karya
sastra sebagai bahan pembelajaran. Agustina (1997) menemukan dalam penelitiannya bahwa
anak kelas tiga SD yang diajar menulis cerita melalui jurnal pribadi menunjukkan peningkatan
kelancaran dan keterampilan menulis. Oleh karena itu, Gani (1988:3) mengungkapkan bahwa di
negara-negara maju pembelajaran apresiasi sastra tidak dipisahkan dengan pengajaran membaca
dan menulis. Hal ini sejalan dengan pendekatan terpadu bahwa pembelajaran kiranya komponen
bahasa disajikan secara terpadu seperti dalam pembelajaran sastra dipadukan antara membaca,
dan menulis .

C. MAKSUD DENGAN APRESIASI SASTRA ANAK-ANAK SECARA RESEPTIF


Apresiasi sastra anak secara reseptif adalah penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap
karya sastra anak-anak, baik yang berbentuk puisi maupun prosa yang dapat dilakukan dengan
cara membaca, mendengarkan dan menyaksikan pementasan drama.
Ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan dalam mengapresiasi sastra anak-anak secara
reseptif, diantaranya sebagai berikut:
(1) Pendekatan Emotif
Pendekatan emotif merupakan pendekatan yang mengarahkan pembaca untuk mampu
menemukan dan menikmati nilai keindahan (estetis) dalam suatu karya sastra tertentu, baik dari
segi bentuk maupun dari segi isi. Menurut Aminuddin (2004:42) mengemukakan bahwa
pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang
mengajuk emosi atau perasaan pembaca. Ajukan emosi itu berhubungan dengan keindahan
penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan yang lucu
atau menarik.
(2) Pendekatan Didaktis
Pendekatan didaktis mengantar pembaca untuk memperoleh berbagai amanat, petuah, nasihat,
pandangan keagamaan yang sarat dengan nilai- nilai yang dapat memperkaya kehidupan rohaniah
pembaca. Aminuddin (2004: 47) mengemukakan bahwa pendekatan didaktis adalah suatu
pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan, evaluatif maupun
sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun
agamis sehingga akan mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
(3) Pendekatan Analitis
Aminuddin (2004: 44) mengemukakan bahwa pendekatan analitis merupakan pendekatan yang
berupaya membantu pembaca memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan, sikap
pengarang, unsur intrinsik dan hubungan antara elemen itu sehingga dapat membentuk
keselarasan dan kesatuan dalam rangka terbentuknya totalitas bentuk dan maknanya. Namun
demikian, penerapan pendekatan analitis dalam pembelajaran sastra di SD tidaklah berarti harus
selengkap seperti yang dipaparkan diatas. Dianggap telah memadai, jika telah dapat
mengungkapakan unsur-unsur yang membangun karya sastra yang dibaca, dan dapat
menunjukkan hubungan antarunsur yang saling mendukung atau saling bertentangan, serta
mampu memaparkan pesan-pesan yang dapat memperkaya pengalaman rohaniah.
Aminudin (2004) mengemukakan bahwa unsur dalam prosa atau cerita fiksi adalah tema, latar,
alur, penokohan dan titik pandang, dan gaya.

D. JENIS DAN CONTOH SASTRA ANAK-ANAK


Sastra anak-anak (kompas, 2005) membagi sastra anak-anak ke dalam beberapa jenis, yakni:
fiksi, nonfiksi, puisi, sastra tradisonal, dan komik. Pembagian tersebut sejalan dengan Framuki
(2000) bahwa sastra anak-anak yang bersifat imajinatif dapat dibagi atas tiga macam yakni puisi,
prosa, dan drama. Berdasarkan pendapat tersebut sastra anak-anak dapat dibagi atas tiga macam
sebagai berikut
1. Puisi
Apa yang dimaksud dengan puisi? Sudjiman (dalam Nadeak:1985:7) menyatakan bawa
“puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait. Pengertian tersebut relatif sejalan dengan pengertian puisi
yang dikemukakan oleh Ralph Waldo Emmerson bahwa “puisi adalah mengajarkan
sebanyak-banyaknya dengan kata-kata yang sesedikit-dikitnya”. Berbeda dengan
pendapat Mattew Arnold yang melihat dari segi keindahan pendendangannya bahwa
bahwa “puisi adalah satu-satunya cara yang paling indah, impresif dan paling efektif
mendendangkan sesuatu” (dalam Situmorang: 1981:9). Berdasarkan pengertian tersebut
dapatlha dikatakan bahwa puisi merupakan karya sastra yang berbentuk untaian bait demi
bait yang relatif memperhatikan irama dan rima sehingga sungguh indah dan efektif
didendangkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan bentuk karya sastra
lainnya.
Puisi sebagai suatu karya sastra seni terdiri atas berbagai ragam. Waluyo (1987)
mengklasifikasi puisi berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang
hendak disampaikan , terbagi atas: puisi naratif, puisi lirik, dan puisi deskriptif, yakni
sebagai berikut.
a. Puisi naratif
Puisi naratif adalah puisi isinya berupa cerita. Penyair menyampaikan gagasanya
dalam bentuk puisi dengan cara naratif yang di dalamnya tergambar ada pelaku yang
berkisah, misalnya:
DESAKU
Oleh Nurfikri

Hagu
Sebuah nama selalu merdu
Di telingaku
Setiap waktu
Alammu
Nyiurmu
Pantaimu
Memanggil daku selalu
Untuk tidak jauh
Dari sisimu
Di pagi dan siang
Kuberangkat dan pulang dari sekolah
Bersama teman-temanku
lewat jalan berbelok
Dinaungi pepohonan rindang
Karena itu aku bertekad
Akan selalu memeliharamu
Akan selalu mengingatmu
Sampai akhir hayat
( Dikutip dalam Pedoman Rakyat, 2002 oleh Nurfikri)
b. Puisi lirk
Adalah puisi yang mengungkapkan gagasan pribadinya dengan cara tidak bercerita.
Puisi lirik dapat berupa pengungkapan pujaan terhadap seseorang, misalnya puisi
berikut.
R.A. Kartini
Engkau pendekar bangsa
Pahlawan wanita Indonesia
Egkau korbankan jiwa an raga
Engkau lahir di Istana
Tiada kurang satu apa pun
Tapi kau tak terlena
Melihhat kaummu menderita
Raden Ajeng Kartini
Engkau laksana obor
Oikireanmu menerang hati
Engkalah pelopor
(Herni Maya Sari, klas V SD O42 Balikpapan)
c. Puisi deskriptif
Adalah puisi penyair yang mengungkapkan gagasannya dengan cara melukis-kan
sesuatu untuk mengungkapkan kesan, peristiwa, pengalaman menarik yang pernah
dialaminya. Misalnya puisi yang menggambarkan keindahan alam berikut:
ALAM YANG INDAH
Oleh Lenny Ch.M.
Sungguh indah alam
Ciptaan Tuhan
Hewan, Burung, ikan
Tumbuh-tumbuhan
Bintang dan bulan
Segenap tata surya
Memuji Tuhan
Tuhanku menjaga
Sejagad raya
Burung Margasatwa
Cukup makannya
Ajar aku, Tuhan
Buka mataku
Belajar dari alam Melihatmu

2. Prosa
Apakah prosa sama dengan puisi? Tentu prosa dengan puisi jauh berbeda bentuknya!
Surana (1984:105) mengemukakan pengertian prosa sebagai berikut. Bentuk karangan
sastra dengan bahasa biasa, bukan puisi, terdiri atas kalimat-kalimat yang jelas pula
runtutan pemikirannya, biasanya ditulis satu kalimat setelah yang lain, dalam kelompok-
kelompok yang merupakan alinea-alinea. Pengertian prosa yang dikemukakan oleh
Surana di atas saling melengkapi dengan pengertian prosa fiksi atau narasi yang
digambarkan oleh Aminuddin (2004:66) sebagai berikut:
Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan
pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil
imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu ceita. Berdasarkan kedua pengertian di
atas dapatlah kita mengatakan bawa prosa fiksi anak-anak adalah karya sastra yang tidak
dibuat atas ragkaian bait demi bait tetapi dibuat atas rangkaian paragraf demi paragraf
dengan merangkaikan unsur unsur seperti tempat, waktu, suasana, kejadian, alur pristiwa,
pelaku berdasarkan tema cerita tertentu yang diperoleh secara imajinatif. Cullinan (1989)
menyebutkan beberapa jenis prosa fiksi, antara lain: (1) prosa fiksi sains, (2) prosa fiksi
realistik, (3) prosa fiksi imajinatif
a. Prosa fiksi sains
Prosa fiksi sains adalah cerita fiksi yang disusun dengan menekanan pada isi yang
ingin disampaikan. Isi yang disampaikan berupa ilmu pengetahuan (sains) atau
bersifat faktual . Namun demikian isi yang bersifat faktual tersebut disusun dalam
bentuk cerita fiksi dengan cara menentukan pelaku, latar, dan alur. Tujuannya untuk
menarik minat dan perhatian siswa sehingga mereka merasa tidak sulit memahami isi
dan pesan yang ingin disampaikan pengarang. Contohnya sebagai berikut:
Mendengarkan Penyuluhan tentang Penyakit Demam Berdarah
Pada siang hari itu pendopo balai Desa Makmur dipenuhi oleh warga. Mereka
diundang untuk mendengarkan penyuluhan tentang penanggulangan penyakit demam
berdaarah dari Dinas Kesehatan Rakyat Kabupaten. Penyuluhan in diberikan karena
beberapa hari yang lalu di Desa Makmur Jaya terkena wabah penyakit demam
berdarah. Tepat pada pukul 13.00 Dokter Surya yang diberi tugas penyuluhan oleh
Dinas Kesehatan Rakyat Kabupaten telah datang. Beliau daang bersama beberapa
petugas yang lain. Setelah beristirahat sebentar, Dokter Surya pun segera memberikan
penyuluhannya. Menurut Dokter Surya, penyakit demam berdarah itu disebabkan
oleh virus yang ditularkan leh nyamuk Aedes Aegypti. Naymuk itu hidup dan
berkembang biak di dalam rumah dan di sekitarnya. Tidak jarang, nyamuk ini
dijumpai pula di sekolah. Nyamuk ini mencari mangsa pada pagi sampai siang hari.
Terdapat beberapa tanda yang dapat kita kenali dari orang yang terkena penyakit
mematikan ini. Pertama, selama 2-7 hari panas badan pen-derita meninggi. Kedua,
nyeri perut terutama di bagian uluhati. Ketiga, pendarahan berupa bintik-bintik merah
pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah darah, bahkan berak darah. Pertolongan
pertama yang dapat dilakukan kepada orang yang terkena penyakit demam berdarah
adalah dengan memberikan minuman sebanyak-banyaknya. Minuman itu dapat
berupa air masak, susu, atau air teh. Untuk menurunkan panas badan, penderita dapat
diberi obat penurun panas, selain itu, penderita dapat dibantu dengan kompres dengan
menggunakan kain basah yang telah direndam di air es. Setelah itu itu barulah
penderita dibawa ke puskesmas/RSU. Penyakit demam berdarah dapat dicegah dapat
dicegah dengan dua cara. Cara pertama adalah melenyapkan tempat berkembang
biaknya nyamuk Aedes Aegypti. Naymuk ini biasanya berkembang biak di dalam
maupun di luar rumah. Di dalam rumah, misalnya di bak mandi, tempayan, vas
bunga, atau di tempat minuman burung. Di luar rumah naymuk ini berkembang biak
di tangki penampungan air, kaleng potongan bambu, dan sebagainya Cara kedua
adalah dengan menghambat masuknya nyamuk ke rumah. Cara ini dapat dilakukan
dengan memasang kawat kasa pada lubang ventilasi. Dengan cara ini, nyamuk tidak
akan dapat masuk ke rumah. Nyamuk ini dapat dicegah agar tidak masuk ke rumah
dengan cara mem-berikan penerangan yang cukup di dalam kamar kita. Nyamuk
biasanya senang tinggal di tempat gelap. Para warga tanpak tertarik akan semua
penjelasan yang diberikan Dokter Surya. Setelah mendengarkan penyuluhan itu
mereka berjanji akan selalu berusaha hidup lebih bersih lagi. Mereka ingin hidup
sehat. Mereka ingin terbebas dari penyakit demam berdarah. (Anonim Dalam Aku
Cinta Bahasa Indonesia,V, 1997)
b. Prosa fiksi realistik
Adalah cerita yang disusun dengan tujuan menyampaikan sesuatu yang mengandung
nilai-nilai kehidupan yang logis, baik berkaitan dengan etika, moral, relegius, dan
nilai-nilai lainnya. Nilai-nilai tersebut diungkap melalui prosedur “bercerita” dengan
menentukan tema, latar, alur,penokohan, sudat pandang, dan amanat yang ingin
disampaikan. Peristiwa demi peristiwa yang disampaikan bukan merupakan fakta atau
kejadian yang sesungguhnya melainkan peristiwa yang bersifat fiktif (seolah-olah
pernah terjadi). Dikatakan realistik karena isi atau tema cerita tersebut diangkat dari
kehidupan sehari-hari; ada kemungkinan hal tersebut terjadi dalam kenyataan sehari
meskipun pelaku tempat, dan waktu kejadian berbeda. Misalnya, cerita berikut.
Musim Layang Membawa Berkah
Ni Wayan Margiani
Kupercepat lariku begitu melihat begitu kulihat layang-layangku putus. Tak perduli
kakiku penuh lumpur. Aku terus berlari di pematang sawah, sambil melihat ke atas.
Semua semak tidak luput dari perhatianku, tetapi layang-layangku tidak kutemukan
juga. Dengan lemas aku berjalan menuju rumahku. Sebagian besar anak di
kampungku lebih suka membeli layang-layang di pasar/walaupun ada juga yang
membuat sendiri. Wah... sekarang saya harus membuat layang-layang sendiri, aku
tidak mau merepotkan ibu lagi. Panggilan ibu itu menandakan harus segera menyabit
rumput untuk sapiku. Aku menganggukkan kepala. Sambil menyabit rumput aku
memikirkan cara membuat layang-layang. Setelah memberi makan sapi, aku sibuk
dengan bambu, plastik, dan benang. Ya aku akan buat layang-layang ssendiri.
Uangnya dari sisa jajanku kemarin.
“Bill, banyak sekali layang-layangnya?” Minta satu buat aku, ya?” adikku yang
paling kecil, wayan datang mendekat. “Ya nanti Bill buatkan satu untukmu,” jawabku
pada adikku. Begitu layang-layang telah siap aku langsung pergi ke sawah. Disitu
tempanku biasa main layang-layangan. Melihat aku, Made langsung mendekati, “Tut,
layang-layang itu mau kamu jual, ya? Aku beli satu, ya?” Aku juga, Tut. Aku beli dua
buat aku dan adikku,” kata Bagus tidak mau kalahh. Teman-teman yang lain juga
mengerumuniku..
“Layng-layang ini masing- asing kujual seribu rupiah. Kalian boleh pilih sendiri.”,
kataku. Wow, luar biasa! Layang-layangmku laris manis. Setelah itu, aku terima
banyak pesanan. Jadi, aku bisa membeli buku-0buku sendiri. Sisanya aku tabung. Ini
berarti menghemat pengeluaran ibu dan bapak. Musim layang-layang kali ini benar-
benar membawa berkah buatku. (Dalam Aku Mampu Berbahasa Indonesia, V,
Kastam Syamsi, dkk 2004)
c. Prosa fiksi imajinatif (folkrole)
Adalah cerita yang di dalamnya menyajikan rangkaian perstiwa yang pelaku-
pelakunya hanya ada dunia dalam dunia imajinasi pengarang; tidak ada dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya raksasa pemakan manusia dan burung garuda
raksasa, dalam cerita Bugis diistilahkan dengan nenepakande dan kuajang. Cerita
seperti ini hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan bagi anak-anak yang
suka dongeng dengan pelaku raksasa atau binatang (fabel), misalnya dongeng Tanah
Sang Raksasa, Kepel Iwe-Iwel, Kancil yang Cerdik, dan sebagainya.
Tanah Sang Raksasa
Raksasa Bargawa menerima sahabatnya di dalam guanya. Sahabat raksasa Bargawa
adalah seorang manusia , laki-laki muda bernama Arya. Pemuda Arya dan raksasa
Bargawa sudah lama bersahabat. Mereka saling menyukai satu dengan yang lain.
“Aku sengaja mengundangmu hari ini, Arya,” kata Raksasa Bargawa. Matanya yang
lebar berkejap-kejap, giginya yang tajam dan runcing tampak mengkilap ketika ia
ketawa. “Untuk berbicara tentang tanah milikmu ini, bukan?” tanya Arya. “Benar!”
Raksasa Bargawa mengangguk. Rambutnya yang keriting panjang beriap-riap pada
waktu itu menggerakkan kepalanya...
(Dikutip Dalam Aku Cinta bahasa Indonsia, IV A. 2004)
3. Drama
Bagaiamana dengan drama? Samakah dengan prosa atau berbeda ? Surana (1984)
memberikan jawaban bahwa “drama adalah karangan prosa atau puisi berupa dialog dan
keterangan laku untuk dipertunjukkan di atas pentas.” Pengertian tersebut sejalan dengan
pengertian drama yang disampaikan oleh Hermawan (1988:2) bahwa “drama merupakan
cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan
menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton.” Jadi, drama merupakan salah
satu karya sastra yang dipakai sebagai medium pengungkapan gagasan atau perasaan
melalui serangkain dialog antarpelaku dan adegan, yang tujuan utamanya bukan untuk
dibacakan secara estetis melainkan untuk dipertunjukkan . Misalnya
TAS SEKOLAH RARA
Tokoh : Rara, Yayang, Alisia, dan Ibu
Di halaman rumah Yayang terlihat Rara, Yayang, Alisia mengenakan seragam Sekolahh,
mengendong tas masing-masing
Yayang : “Ra, terima kasi ya! (memberikan buku), Nanti kalau ada yang baru kita tukar
baca lagi
Rara : (memasukan buku ke tasnya) Iya, Aku pulang dulu ya!
Alisia : “Ra, kamu tak punya tas lagi, ya! Yang sudah robek begini masih kamu pakai
(menepuk tas rara). (Rara dan Yayang terkejut)
Yayang : “Lis!”
Rara : “Yo saya pulang duluan ya! (tak meladeni pertanyaan Alisia)
Alisia : “Aku juga pulang, yu. Sampai besok!
Yayang : “Ya dadaa!
(Rara dan Alisia meninggalkan pentas, ibu masuk).
Ibu : “Eh, mamam sudah pulang.
Yayang : “Iya, Ma! (mencium tangan ibunya)
............................................
(Dikutip dari Karya Mien Rumini dalam Pend. KeterampilanBerbahasa oleh Djago
Tarigan dkk, 2001)

E. CIRI-CIRI SASTRA ANAK


1. Ciri-ciri Puisi Anak-anak
Ciri-ciri yang perlu diperhatikan dalam memilih puisi di SD, menurut Rusyana (Dalam
Nadeak, 1985:62) adalah:
(a) isi sajak harus merupakan pengalaman dari dunia anak sesuai umur dan taraf
perkembangan jiwa anak,
(b) sajak itu memiliki daya tarik terhadap anak,
(c) sajak itu harus memiliki keindahan lahiriah bahasa, misalnya irama yang hidup, tekanan
kata yang nyata, permainan bunyi, dan lain-lain,
(d) perbendaharaan kata yang sesuai dengan dunia anak.
Sedangkan menurut Sutawijaya, dkk (1992) pusi yang diberikan kepada anak sebagai bahan
pembelajaran apresiasi sastra puisi di SD hendaknya memiliki ciri sebagai berikut:
(1) Ciri keterbacaan
Bahasa yang digunakan dapat dipahami anak, artinya kosa kata yang digunakan dikenal
oleh anak, susunan kalimatnya sederhana sehingga dapat dipahami oleh anak.
Pesan yang dikandung puisi dapat dibaca dan dipahami anak karena tidak bersifat diapan
(tersembunyi) melainkan bersifat transparan atau eksplisit.
(2) Ciri kesesuaian
Kesesuaian dengan kelompok usia anak, pada usia anak Sekolah Dasar menyukai puisi
yang membicarakan kehidupan sehari-hari, petualangan, kehidupan keluarga yang nyata.
Kesesuaian dengan lingkungan sekitar tempat anak berada. Artinya, anak yang berada di
lingkungan sekitar pantai akan bersemangat jika puisi yang diberikan untuk dipelajari
adalah puisi yang berbicara tentang pantai. Atau pada musim kemarau, puisi yang
dijadikan bahan ajar adalah puisi yang berbicara tentang kemarau.
2. Ciri-ciri cerita anak
Bagaimana dengan ciri prosa anak-anak dan contohnya? Cerita yang diberikan kepada
anak sebagai bahan ajar di SD hendaknya cerita memiliki ciri-ciri: bahasa yang
sederhana, pilihan kata yang dapat dipahami, sesuai dengan kegemaran dan
perkembangan usia anak, dan lingkungan yang relevan dengan dunia anak misalnya pada
musim panen dipilih cerita yang berkaitan dengankehidupan petani. Hasyim (1981)
mengemukakan bahwa cerita yang diberikan kepada anak sebagai bahan belajar di
Sekolah Dasar hendaknya memiliki ciri sebagai berikut.
(a) Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak.
(b) Isi ceritanya haruslah sesuai dengan tingkat umur dan perhatian anak. Pada tahap
pertama (kelas 1-3 SD) , bacaan untuk anak laki-laki dan wanita dapat disamakan.
Untuk selanjutnya ( kelas 4-6 SD) secara berangsur-angsur akan kelihatan bahwa
anak laki-laki lebih menyenangi cerita petualangan, olahraga, dan teknik, sedangkan
anak wanita lebih menyenangi cerita yang bersifat kekeluargaan dan sosial.
(c) Hendaknya jangan diberikan cerita yang bersendikan politik tetapi mengutamakan
pendidikan moral dan pembentukan watak.
Apa yang dikemukakan oleh Hasyim sejalan dengan Pramuki (2000) bahwa hendaknya
cerita yang diberikan kepada anak adalah cerita yang sesua dengan tingkat perkembangan
usia anak-anak, yakni: usia 6-9 tahun lebih menyenangi cerita yang bertema kehidupan
sehari-hari sampai termasuk dongeng hewan dan cerita lucu, usia 9-12 tahun menyukai
cerita yang bertema tentang kehidupan keluarga yang dilukiskan secara realistis, cerita
fantastis, dan cerita petualangan.
Adapun ciri-ciri yang lebih spesifik dikemukakan oleh Cullinan (1987) bahwa bahan
cerita yang diberikan kepada anak SD hendaknya memiliki ciri-ciri:
(1) latar cerita dikenal oleh anak, yakni cerita yang dipelajari berlatarkan lingkungan
yang mereka temui dalam permainan sehari-hari,
(2) alurnya bersifat tunggal dan maju karena mudah dipahami anak, bukan plot majemuk
dan beralur maju-mundur atau sorot balik
(3) pelaku utama cerita adalah dari kalangan anak-anak dengan jumlah sekitar 3-4 orang
dan karakterpelaku dilukiskan secara konkret sehingga mudah dipahami oleh anak dan
sesuai perkembangan moral anak,
(4) tema cerita sederhana dan sesuia tingkat perkembangan individua-sosial anak seperti
kejujuran, patuh pada orangtua, benci pada kebohongan dan sebagainya,
(5) amanat atau pesan cerita dapat membantu siswa memahami dan menyadari perbedaan
sikap yang baik dan tidak baik serta nilai-nilai positif yang dapat membentuk kepribadian
dirinya
(6) bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh anak; kosa katanya dipahami dan
struktur kalimatnya sederhana. Apakah semua kosa kata dalam cerita harus dipahami
anak? Pertanyaan itu mungkin Anda ajukan setelah mencermati uraian di atas. Kosa kata
dalam cerita tidak mutlak harus dipahami semua oleh anak. Boleh saja cerita itu di
dalamnya ada satu atau dua kata yang kurang diketahui artinya oleh anak. Fungsinya
adalah menjadi sarana penambah perbendaharaan kosa kata anak.
3. Cirri-ciri drama anak
Pembelajaran sastra yang berkaitan dengan drama di sekolah dasar hendaknya
menggunakan bacaan drama anak-anak. Bagaimana ciri drama anak-anak? Drama anak-
anak tidak jauh beda dengan cerita anak-anak, baik dari segi bahasanya, tema, pesannya.
Yang berbeda adalah dari segi dialog yang sederhana dan jumlah adegan yang tidak
terlalu panjang dan berbelit.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Apresiasi sastra anak-anak merupakan serangkaian kegiatan bermain dengan sastra anak-anak
sehingga muncul pengertian, ketepatan dan ketelitian pemahaman, kepekaan perasaan dan
penghargaan yang baik dalam diri anak terhadap sastra anak-anak. Apresiasi sastra anak
mempunyai manfaat diantaranya : melatih keterampilan berbahasa, menambah pengetahuan
tentang pengalaman hidup manusia, membantu mengembangkan pribadi membentuk watak,
memberi kenyamanan meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru (Wardani 1981).
Apresiasi sastra anak-anak secara reseptif dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan,
penilaian, dan pengertian terhadap karya sastra anak-anak, baik yang berbentuk puisi maupun
prosa yang dapat dilakukan dengan cara membaca, mendengarkan dan menyaksikan pementasan
drama. Pendekatan yang dapat diterapkan dalam mengapresiasi sastra anak-anak secara reseptif
diantaranya adalah pendekatan Emotif, pendekatan Didaktis, dan pendekatan Analitis.
B. SARAN
Penulis berharap pendidik dapat menggunakan dan menghasilkan sebuah apesiasi karya sastra
anak-anak secara reseptif agar anak-anak mendapatkan pembelajaran tentang sastra sesuai
dengan porsinya dan lebih meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas anak dalam dunia sastra.

Daftar pustaka
1. https://plus.google.com/116376703237911756669/posts/KiG47nNxnMu
2. http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Kaji
an%20Bahasa%20Indonesia%20SD/BAC/Unit_7.pdf
3. http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Kaji
an%20Bahasa%20Indonesia%20SD/BAC/Unit_8.pdf
4. file:///E:/KULIAH/Dwi%20Restiyanti%27s%20Blog%20%20Apresiasi%20Sastra
%20Anak%20Secara%20Reseptif%20dan%20Produktif.htm

Anda mungkin juga menyukai