Disusun oleh :
Nama : ZALWA NADIA
NPM : 220102168
UNIVERSITAS HAMZANWADI
KATA PENGANTAR
Shalawat serta salam juga tak lupa di haturkan kepada Rasulullah saw, karena telah
menunjukkan jalan yang benar dan jalan yang lurus yaitu Islam.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan. Dan ini merupakan Langkah yang baik
dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan segala bentuk saran
serta masukan bahkan kritikan yang membangun.
KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................
1. Latar Belakang
Apresiasi bukanlah pengetahuan sastra yang harus dihafalkan, melainkan bentuk aktivitas jiwa.
Artinya, dalam mengapresiasi, siswa tidak sekedar mengambil informasi yang berkaitan dengan
isi atau mencari beberapa simpulan logis. Melalui apresiasi sastra idealnya siswa dapat mengindar
atau merasakan kehadiran pelaku, peristiwa, suasana dan gambar obyek secara imajinatif. Lebih
dari itu, menurut apresiasi harus mencakup tanggapan emosional pada isi cerita, tanggapan pada
pelakuatau peristiwa , dan perasaan iswa dalam merasakan atau menikmti gaya bahasa
pengarangn cerita.
Dalm dunia pendidikan kajian sastra mampu memberikan sumbansih yang cukup besar dalam
pola kebudayaan, sejarah, sosial dan dalam sastra itu sendiri, sebab sastra mampu menjawab
terhadap apa yang ada dimuka bumi, karena sastra berasal dari hasil pengamatan tentang apa yang
terjadi disekelilingny sebagai opini yang mesti diungkapkan serta hasil dari akibat pengamalan
batin. Sastra adalah hasil dari olah pikir rasa dan karsa manusia sehingga sasra mengandung nilai
estetika yang tinggi.
2.Rumusan Masalah
1. Hakikat Pembelajaran Sastra SD?.
2. Tujuan pembelajaran sasatra di SD?
3. Pemilihan bahan sastra untuk siswa SD?
BAB II
PEMBAHASAN
2. Latar cerita
Dalam bacaan cerita, waktu dan tempat ini disebut Latar. Hal itu dapat dicari dengan
bertanya kapan dan dimana kejadian itu berlangsung?
Menurut Wellek dan Werren (1988:290) latar adalah lingkungan yang dapat dianggap
berfungsi sebagai metonimia., metafora,ekpresi dari tokohnya.
Latar ada 3 macam, yaitu latar waktu, latar tempat, dan latar suasana. (1) Latar waktu adalah
berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita fiksi
(2) Latar tempat adalah berhubungan dengan lokasi terjadinya suatu peristiwa yang di
ceritakan dalam sebuah karya fiksi yang merujuk pada wilayah geografi berupa tempat-
tempat dengan nama atau inisial tertentu.
Dalam beberapa buku latar merupakan bagian yang penting. Plot dan gerak laku tokoh tidak
dapat dikembangkan tanpa memahami waktu dan tempat. Namun dalam cerita yang lain, latar
hanya memberikan sesuatu latar belakang. Harus disadari pula bahwa latar cerita dalam fiksi
dimaksudkan pengarangnya, paling tidak. Ltar cerita juga sebaiknya mampu menyakinkan
anak-anakk bahwa tempat dan waktu kejadian dalam cerita yang dibacanya sangat
menyakinkan untuk dipercaya dan merupakam sesuatu yang baru, yang tak pernah dikenal
sebelumnya.
3. Tema Cerita
Kriteria ketiga yang penting menjadi pusat perhatian ketika mengepaluasi buku sastra ana-
anak adalah tema. Pertayaan yang lajim dipergunakan untuk melusuri tema adalah, apa
maksud pengarang menulis suatu cerita? Yang harus segera diperiksa dalam tema buku sastra
anak-anak adalah, sejauh mana tema ini berorientasi dann dilandasi oleh nilai-nilai etik yang
terpuji secara universal. Ini penting diperhatikan, mengingat periode psikologis anak yang
sedang menjalani proses pembentukan diri dan identifkas diri.
Betapa pentingnya tema, jangan sampai buku cerita anak-anak didominasikan oleh semacam
khotbah, nasihat, atau petuah- petuah verbal yang membosankan. Berikan anak –anak buku
sastra yang “ bercerita” , sehingga nilai-nilaii semacam kejujuran, keadilan, demokrasi,
keterbukaan, ketaqwaan, kasih sayang, cinta, diam-diam menyerap kuat pada kepribadian
anak-anak.Tema cerita menyentuh aspek ini. Dan karena tema cerita itu pula maka sebuah
buku sastra menjadi bermakna bagi anak-anak.
4. Tokoh Cerita
Keindahan dan kesejatian buku sastra anak-anak selalu didukung penokohan yang
menyakinkan, unik, dan memikat.Anak-anak biasanya menyukai tokoh-tokoh yang berani,
cerdik dan perkasa. Kreatifitas pengarang buku sastra anak-anak selalu diuji untuk
menciptakan tokoh-tokoh fantasi yang unik tapi terpercaya.
Dalam mengevalusi tokoh cerita dalam sastra ana-anak diperlukan keje-lian dalam hal melihat
perkembangan perwatakannya. Ada pengarang yang gemar menurutkan perkembangan watak
tokoh cerita melalui gaya naras. Artinya, perkembangan watak tokoh cerita digambarkan
secara parsial, tanpa melibatkannya dalam alur dan latar. Gaya biasanya kurang menarik
minat anak-aanak, karena mereka kurang sabar dalam menghadapi daetail. Sedangkan
gambaran anak-anak untuk memahami sosok tokoh yang bergerak dalam rentetan cerita yang
dibacanya.
Menurut charlotte huck (1987), kepercayaan kepada tokoh tergantung kemampuan pengarang
mengungkapkan sifat, kekuatan dan kelemahan tokoh itu. Ia menyatakan bahwa hal ini dapat
dilakukan (1) menceritakan tokoh melalui narasi (2) mencatat percakapan tokoh dengan tokoh
lainnya, (3) mendes-kripsikan pikiran-pikiran tokoh, dan(4) menyajikan tokoh dalam suatu
lakon.
5. Gaya ( Style) Cerita
Dalam karya fiksi, gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan
suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Dengan demikian
diyakini bahwa gaya menulis seorang pengarang tercermin jelas dalam pilihan dan susunan
kata-kata yang diungkapkan ketika menyajikan cerita. Gaya menulis yang baik haruslah serasi
dengan alur, tema dan tokoh, baik dalam pencipta maupun dalam pereflesian suasana hati
cerita ( Huck 1987). Denagan banyak membaca buku sastra yang beragam gaya ceritanya,
diharapkan anak-aanak dapat mengenal dan membedakan gaya bercerita yng khas dari setiap
pengarang. Kemampuan membandingkan ini menjadi indikator bahwa anak-anak dibimbing
untuk berpikir kritis dalam kegiatan membaca buku sastra, sehingga kualitas
apresiasinya semakin meningkat. Agar dapat memahami anak-anak ketika mereka
mengapresiasi buku sastra, orang dewasa, orang tua dan guru sedapat mungkin harus berjuang
untuk “menganak- anakkan diri”. Kita dapat memahami kalau anak-anak tidak begitu suka
( tidak dapat menikmati) suatu cerita yang terlalu bersifat deskriftif.Mereka cendrung lebih
menyenangi perbandingan – perbandingannya yang terjangka oleh kemampuan pemahaman
mereka.
6. Sudut Pandang Cerita
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang
dipaparkannya atau menurut istilah Huck (1987) sudut padang diartikan dari arah mana atau
dalam posisi apa pengarang menempatkan dirinya dalam bercerita. Sebuah kejadian dapat
diuraikan dalam istilah yang berbeda oleh beberapa orang yang memiliki pengalaman yang
sama. Detail yang mereka pilih untuk diuraikan perasaan-perasaan yang mereka alami, dan
kepercayaan mereka tentang benar atau salah dapat berubah disebabkan latar belakang , nilai-
nilai dan perspektif lainnya. Akibatnnya, cerita yang sama dapat berubah drastis tergantung
pada sudut pandang seorang pencerita. Seorang pengarang memiliki beberapa pilihan ketika
memilih sudut pandang. Pertama, cerita itu dapat diceritakandari sudut pandang orang
pertama, yang mempengaruhi perkembangan plot, penokohan, dan tema. Kedua, cerita itu
diceritakan dan sudut pandang yang objektif, tindakan-tindakan yang mengngkapkannya.
Ketiga, cerita diceritakan dari sudut pandang maha tahu. Sudut pandang orang ketiga
biasanya lebih disukai anak-anak, karena pengarang bisa leluasa mengeksploitasi apa saja
yang menjadi obsesi kepengarangannya. Sedangkan sudut pandang orang pertama, yanng
menggunakan tokoh aku, sering membuat anak-anak kurang puas, karena jangkauan
pengarang dalam bercerita menjadi terbatas.
7. Ilustrasi dan Format Buku
Ilustrasi adalah gambar-gambar yang menyertai cerita dalam buku sastra anak. Kebanyakan
dan buku sastra anak-anak menggunakan ilustri untuk daya tariknya. Buku-buku yang tidak
ada ilustrinya, itu kurang cocok untuk dijadikan buku bacaan anak-anak. Kehadiran ilustri
untuk buku anak- anak menjadi keharusan apalagi untuk anak-anak prarsekolah. Ilustri
dalam sastra anak-anak baik gambar maupun foto, sengaja u tuk mengkonkretkan apa yang
dikisahkan secara verbal karena anak-anak dalam tahap perkembangan operasional konkret.
Selain itu, ilustri dimaksudkan untuk menarik minat siswa. Oleh karena itu ilustrasi harus
jelas, berwarna, komunikatif, hidup dan ditampilkan secara variatif.
Format buku dalam sastra anak perlu mendapat perhatian khusus. Anak-anak kelas awal dan
prasekolah misalnya, pada waktu membuka-buka buku diupayakan formatnnya cukup besar.
Pada waktu guru membaca nyaring untuk siswanya, sebaiknya menggunakan buku besar(big
book) supaya pergatian siswa terpusat pada gurunya. Dengan demikian, ukuran buku sastra
anak tidak harus baku seperti buku orang dewasa, bisa divariasikan agar lebih memudahkan
siswa dan lebih komunikatif. Demikian juga ukuran huruf.Ukuran huruf untuk anak. Bisa
lebih besar tidaj ukuran standar untuk buku orang dewasa.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Disekolah dasar, pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan siswa mengapresiasi
karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan,
penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat budaya dan lingkungan hidup.
Pengembangan kemampuan bersastra disekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis dan bentuk
melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Disekolah dasar pempelajari bahasa dan sastra indonesia lebih diarahkan kepada kompetensi
siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pelakanaannya, pembelajarannya sastra dan bahasa
dilaksanakan secara terintegrasi. Sedangkan pengajaran sastra, ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan
tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi.
Tugas guru dan orang tua dalam memilih buku anak-anak adalah melakukan penelitian lebih
rinci terhadap unsur-unsur yang lazim ada dalam setiap bacaan secerita ( fiksi). Unsur-unsur itu
meliputi (1) alur, (2) latar, (3) tema, (4) tokoh, (5) gaya, (6) sudut pandang,(7) format buku cerita.
3.2 SARAN
Adapun saran dalam makalah ini adalah marilah kita tingkatkan kemampuan kita dalam
bersastra, utamanya para pendidik agar peserta didik yang kita ajar dapat betul-betul
memahami dari inti sastra itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA