Anda di halaman 1dari 20

1

A. PENDAHULUAN
Aplikasi teori belajar sibernetik dalam multimedia sejalan dengan
perkembangan teknologi dan informasi dalam dunia pendidikan, dari teori
tersebut dijadikan sebagai pijakan dalam penerapan pembelajaran di ruang-ruang
pendidikan di berbagai negara. Sebelumnya banyak orang meyakini bahwa
pembelajaran merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon dimana seseorang dianggap telah belajar
sesuatu bila ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya dari tidak
mengerti menjadi mengerti, dari yang belum mengenal apa dan bagaimana
melakukan sesuatu menjadi mengerti terhadap apa dan bagaimana yang harus
diperlakukan sesuatu tersebut. Dalam pemahaman ini yang terpenting adalah input
(masukan) berupa stimulus dan output (keluaran) berupa respon.
Yang selanjutnya dikenal sebagai teori behavioristik. Sesuai namanya
yang diambil dari kata behavior yang berarti tingkah laku, teori ini didasarkan
pada prinsip bahwa pembelajaran seharusnya didesain untuk menghasilkan
tingkah laku peserta didik yang dapat diobservasi. Dengan kata lain, perubahan
tingkah laku dalam teori ini dapat diukur dan perubahan yang dapat dilihat secara
jelas. Seperti yang dikemukakan Simonson dan Thompson, behaviorism is based
on the principle that instruction should be designed to produce observable and
quantifiable behaviors in the learner (Behaviorisme didasarkan pada prinsip
bahwa pembelajaran seharusnya didesain untuk menghasilkan tingkah laku
pembelajar yang dapat diamati dan diukur).
Dalam perjalanannya, ketika banyak bermunculan kritik terhadap teori
behavioristik, muncul sebuah teori yang bernama teori kognitif. Istilah
cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas cognition adalah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya istilah ini menjadi
popular sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan, informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, dan
keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan
konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa Teori

belajar kognitif memandang peserta didik sebagai sumber rencana, perhatian,


tujuan, gagasan, ingatan, dan emosi yang secara aktif digunakan untuk
memperhatikan, menyeleksi, dan membentuk makna dari stimulus dan
pengetahuan dari pengalaman. Menurut teori belajar kognitif belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa setiap
orang memiliki pengalaman dan pengetahuan pada dirinya sendiri. Pengalaman
dan pengetahuan tersebut tertata dalam bentuk struktur kognitif. Untuk itu, proses
belajar yang baik adalah apabila materi pembelajaran yang baru beradaptasi
dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
Piaget sebagai salah satu penganut aliran kognitif menjelaskan bahwa
proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yakni asimilasi, akomodasi, dan
equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan atau
pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
peserta didik. Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam
situasi yang baru. Sedangkan proses equilibrasi adalah penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Misalnya peserta didik yang
sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika guru memperkenalkan prinsip
perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan yang sudah
ada di benak peserta didik dengan prinsip perkalian sebagai informasi baru, maka
proses inilah yang disebut asimilasi.
Tetapi jika peserta didik diberi soal perkalian maka situasi ini disebut
akomodasi yang dalam hal ini berarti pemakaian prinsip perkalian tersebut dalam
situasi yang baru dan spesifik. Menurut teori ini proses pembelajaran akan
berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambungan) secara
klop dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Seperti yang pernah
dikemukan Piaget bahwa perkembangan intelektual sebagai produk dari adaptasi
Intelligence is an adaptation life is a continuous creation of increasingly
complex forms and a progressives balancing of these forms with the environment
(Kecerdasan adalah sebuah adaptasi kehidupan dimaknai sebagai sebuah
penciptaan yang berkelanjutan dari bentuk-bentuk kompleks yang terus bertambah
dan keseimbangan kemajuan dari bentuk ini dengan lingkungan).

Senada dengan perkembangan teori-teori belajar lain, teori kognitifpun


kini dianggap masih belum mewakili zaman saat ini. Ketika era teknologi mulai
merebak dan merambah ke berbagai wilayah termasuk dalam dunia pendidikan,
maka muncullah teori belajar baru bernama teori sibernetik. Teori ini relatif baru
dengan teori-teori belajar yang lain.
B. KAJIAN TEORI TENTANG TEORI BELAJAR SIBERNETIK
1. Pengertian Belajar Menurut Aliran Sibernetik
Cyber, kependekan dari kata cybernetic, yakni sistem kontrol dan
komunikasi yang memungkinkan feedback atau umpan balik. Kata cybernetic
berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengendali atau pilot. Bidang ini menjadi
disiplin ilmu komunikasi yang berkaitan dengan mengontrol mesin komputer.
Istilah ini dipakai pertama kali oleh Louis Couffignal tahun 1958.
Kini istilah cyber berkembang menjadi segala sesuatu yang berhubungan
dengan internet, kecerdasan buatan dan jaringan komputer. Istilah cybernetic
pertama kali dipopulerkan oleh Norbert Wiener, seorang ilmuwan dari
Massachussets Institute of Technology (MIT), untuk menggambarkan kecerdasan
buatan (artificial intelligence). Istilah sibernetik digunakan untuk menggambarkan
cara bagaimana umpan balik (feedback) memungkinkan berlangsungnya proses
komunikasi. Penelitian Wiener dimulai ketika ia mengembangkan sistem anti
tembakan pesawat terbang (antiaircraft firing system).
Dalam penelitiannya, Wiener mengemukakan konsep umpan balik
(feedback) yang menjadi dasar sibernetik yang melihat komunikasi sebagai
lingkaran yang menghubungkan bagian terpisah dari suatu sistem, misalnya
sistem komputer, sistem keluarga, sistem organisasi, ataupun sistem media.
Sibernetik awal (early cybernetic) memfokuskan diri pada penyelidikan atas
proses mekanisme umpan balik kausal yang terjadi secara sirkular (circular
causal feedback mechanisms) dan aplikasi serta prinsip yang mendasari
mekanisme tersebut (Willmen, 2007).
Menurut teori sibernetik, dijelaskan bahwa belajar adalah pengolahan
informasi. Dalam teori sibernetik ini, proses belajar memegang peranan penting,
namun yang lebih penting lagi adalah pengolahan sistim informasi. Dengan kata
lain, sistem informasi dipandang sangat memegang peranan penting dalam

memudahkan penyampaian materi pembelajaran yang akan disajikan kepada


peserta didik. Seperti yang diungkapkan oleh Uno (2008:17) dalam Thobroni
(2013:183) bahwa, seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori
kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar
memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah
sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Thobroni (2013:183) menyatakan asumsi lain dari teori sibernetik adalah
bahwa tidak ada satu proses belajar manapun yang ideal untuk segala situasi dan
cocok untuk semua peserta didik, karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistim
informasi. Teori ini sangat relevan dan menjadi landasan pengembangan
multimedia yang berkembang di dunia pendidikan. Pada taraf aplikasi, teori
sibernetik dalam pembelajaran telah banyak dikembangkan di antaranya adalah
pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi.
Hakikat proses pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah
usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif
dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran
untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi. Proses
pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang
mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi
memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau
mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi,
kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat
dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)
diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta
dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model
pemrosesan informasi, antara lain sebagai berikut. Pertama, Reigeluth, Bunderson
& Merril mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran
berdasarkan empat hal, yaitu pemilihan (selection), penataan urutan (sequencing),
rangkuman (summary), dan sintesis (synthesizing). Menurut mereka, jika isi
pelajaran ditata dengan menggunakan dari urutan umum ke rinci, maka materi
pembelajaran pada tingkat umum akan menjadi kerangka untuk mengaitkan isi-isi

lain yang lebih rinci. Hal ini sesuai dengan struktur representasi informasi di
dalam long term memory, sehingga akan mempermudah proses penelusuran
kembali informasi. Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam strategi penataan
materi pembelajaran, maka akan berfungsi untuk menunjukkan kepada pebelajar
informasi yang perlu diberi perhatian, di samping itu juga menghemat kapasitas
working memory.
Kedua oleh Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teoriteori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan

informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.


b. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isinya.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas (Budiningsih,
2005: 82).
Dari asumsi-asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktural
dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol) antara lain:
a) Sensory Receptor (SR), merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima

dari luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli, informasi hanya
dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah
terganggu atau berganti.
b) Working Memory (WM), diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberikan perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini
dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM adalah bahwa:
Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi
didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
pengulangan.
Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c) Long Term Memory (LTM), diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang
telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3)
bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus
atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika
informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan
pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard

(1983) bahwa informasi disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk prototipe,
yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang
berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan
ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan
informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada
pengetahuan yang dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar
pengetahuan (Budiningsih, 2005: 84).
Menurut Ausubel (dalam Budiningsih, 2005:84) sejalan dengan teori
pemrosesan informasi, perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur
kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein juga mengatakan bahwa
pengetahuan ditata didalam struktur kognitif secara hirarkis. Ini berarti,
pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh
individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.
Prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori belajar yang telah dikemukakan
banyak teraplikasi dalam pembelajaran dengan multimedia pembelajaran. Maka
bukan hal yang aneh ketika banyak multimedia pembelajaran hadir di ruang-ruang
kelas. Hal ini karena dianggap multimedia merupakan reperensentasi dari
berbagai teori belajar lainya termasuk behavioristik dan kognitif. Aplikasi teori
belajar behavioristik dalam multimedia terlihat jelas dari pemberian stimulus pada
peserta didik (user) dengan cara membuka program, memilih menu materi,
mengerjakan latihan, dsbnya.
Sedangkan aplikasi teori belajar kognitif dalam multimedia pembelajaran
yang akan dikembangkan pada perolehan pengetahuan baru yang didesain secara
khusus bagi peserta didik. Pengetahuan lama akan diperkuat oleh pengetahuan
baru tersebut sehingga dapat berkesinambungan dan sesuai. Pembelajaran
digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT.
Sedangkan aplikasi teori belajar sibernetik dalam multimedia sejalan
dengan perkembangan teknologi dan informasi, peserta didik dapat
mengaplikasikan ilmu IT yang didapat dengan cara menggunakan multimedia
pembelajaran, serta penataan sistim informasi dari materi yang akan disajikan
pada peserta didik, dan dapat di peroleh secara lengkap.Dengan multimedia
pembelajaran, peserta didik dapat belajar sesuai kebutuhan, kecepatan, keluwesan,

dan dapat memilih materi yang ingin di peroleh, serta bisa digunakan secara
individual dan dapat dilakukan secara berulang jika belum memahami pada materi
tertentu. Disinilah terlihat keunggulan pemanfaatan teknologi dalam
pembelajaran.
2. Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh Aliran Sibernetik
Tokoh-tokoh penganut aliran Sibernetik antara lain sebagai berikut.
Pertama, Lev N. Landa, yang membedakan dua macam proses berpikir, yaitu
proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristik.
a. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi
tahap, linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan tertentu.
b. Proses berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju kebeberapa
target tujuan sekaligus (Budiningsih, 2005: 87).
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang
hendak dipelajari atau masalah yang hendak di pecahkan diketahui ciri-cirinya.
Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur,
linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila
disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi kebebasan kepada siswa untuk
berimajinasi dan berpikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika,
mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut
disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya
mengikuti aturan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target
tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan
banyak mengandung intrepetasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan
lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing kearah yang menyebar atau
berpikir heuristik, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak
tunggal, monoton, dogmatik, atau linier.
Tokoh kedua adalah Pask dan scott, menurut mereka ada dua macam cara
berpikir, yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist atau menyeluruh.
Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan
algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berpikir menyeluruh (wholist)
tidak sama dengan cara berpikir heuristik. Perbedaanya adalah bahwa cara

berpikir menyeluruh merupakan cara berpikir yang cenderung melompat kedepan,


langsung kegambaran lengkap sebuah sistem informasi, diibaratkan jika kita
melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu, melainkan seluruh
lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih detail.
Sedangkan cara berpikir heuristik yang dikemukakan oleh Landa adalah
cara berpikir devergen, yang mengarah kebeberapa aspek sekaligus (Budiningsih,
2005: 88). Sedangkan untuk siswa tipe wholist atau menyeluruh biasanya dalam
mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian
bergerak ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam
mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berpikir secara algoritmik.
Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan
mencoba melihat mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman
akan mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk
menerapkan teori ini. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah infomasi,
pemikir, dan pencipta. Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa
manusia merupakan mahluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan
mengorganisasikan informasi.
Pemrosesan informasi yang terdapat pada teori belajar sibernetik tidak
terlepas dari komunikasi. Oleh sebab itu untuk memperoleh gambaran yang lebih
komprehensif, akan dikemukakan definisi komunikasi. Menurut Geralt R.Miller,
komunikasi terjadi dari suatu sumber yang menyampaikan suatu pesan kepada
penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.
Sedangkan menurut Keith Davis, komunikasi adalah proses lewatnya informasi
dan pengertian seseorang keorang lain. Melalui komunikasi guru sebagai sumber
menyampaikan informasi, yang dalam konteks belajar dan pembelajaran adalah
materi pelajaran kepada penerima, yaitu siswa dengan menggunakan simbolsimbol baik lisan, tulisan, dan bahasa non-verbal. Sebaliknya siswa akan
menyampaikan beberapa pesan sebagai respon kepada guru (feedback) sehingga
terjadi komunikasi dua arah.
Robert Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran
dalam bentuk hasil pembelajaran. Menurut teori Gagne, hasil pembelajaran

merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia


(human capabilities) yang terdiri atas:
a. Informasi verbal adalah hasil pembelajaran yang berupa informasi yang
dinyatakan dalam bentuk verbal (kata-kata atau kalimat) baik secara tertulis
atau secara lisan. Informasi verbal bisa berupa pemberian nama atau label
terhadap suatu benda atau fakta, pemberian definisi atau pengertian, atau
perumusan berbagai hal dalam bentuk verbal.
b. Kecakapan intelektual adalah kecakapan individu dalam melakukan interaksi
dengan lingkungan dengan menggunakan simbol-simbol. Kecakapan
intelektual ini mencakup kecakapan dalam membedakan (diskriminasi), konsep
konkrit, konsep abstrak, aturan, dan hukum-hukum. Kecakapan ini sangat
diperlukan dalam menghadapi pemecahan masalah.
c. Strategi kognitif adalah kecakapan individu untuk melakukan pengendalian
dalam mengelola (management ) keseluruhan aktivitasnya. Dalam proses
pembelajaran, strategi kognitif ini mengarah pada kemampuan mengendalikan
ingatan dan cara-cara berpikir agar terjadi aktifitas yang efektif.
d. Sikap adalah hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk
memilih berbagai tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap dapat
diartikan sebagai keadaan di dalam diri individu yang akan memberi arah
terhadap kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu objek atau
rangsangan.
e. Kecakapan motorik adalah hasil pembelajaran yang berupa kecakapan gerakan
yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar
merupakan proses internal yang mencangkup beberapa tahapan. Tahapan-tahapan
ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang mengikuti
urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the events of instruction), yang
mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal utama untuk kapabilitas
apapun. Dalam teori Gagne dan Briggs mempreskripsikan adanya kapabilitas
belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian/urutan pembelajaran.
Asumsi diatas direfleksikan dalam model belajar dan pembelajaran yang
menggambarkan proses mental dalam belajar yang terstuktur membentuk suatu
sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar
seperti:

10

1) Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.


2) Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3) Proses mental bermuara pada pengorganisasian pengaktulisasian informasi.
3. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif
yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat
diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada
situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang
terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu
memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian
atau urutan pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun
terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi
eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka pengelolaan pembelajaran dalam teori
belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik dengan
memperhatikan kondisi internal dan kondisi eksternal.
Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses
penyandian Informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi
(storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang
telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi
yang terorganisasi dan proses penelusurannya bergerak secara hirarkhis, dari
informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan
rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar melalui
proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh
seorang guru dalam mengelola pembelajaran antara lain sebagai berikut.
1. Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah memiliki pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum mengikuti pembelajaran. Dengan adanya kemampuan prasyarat ini peserta didik diharapkan
mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan awal peserta

11

didik dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup
sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan.
2. Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik
lebih menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk
berprestasi yang bersifat intrinsik cenderung relatif stabil, mereka ini
berorientasi pada tugas-tugas belajar yang memberikan tantangan. Pendidik
yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk berprestasi dapat
memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk
peserta didik.
3. Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus
yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang
datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik mengarahkan diri ketugas yang diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih
dan memberikan fokus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan
hal-hal lain yang tidak relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian
seseorang adalah faktor internal yang mencakup minat, kelelahan, dan
karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal mencakup intensitas stimulus,
stimulus yang baru, keragaman stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus
secara berkala dan berulang-ulang.

4. Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang
dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya.
Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang. Untuk membentuk
persepsi yang akurat mengenai stimulus yang diterima serta
mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya latihan-latihan
dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap
dengan meningkatnya pengalaman.
5. Ingatan

12

Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan


mengeluarkan kembali yang telah diterima seseorang. Ingatan sangat selektif,
yang terdiri dari tiga tahap, yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan
ingatan jangka panjang yang relatif permanen. Penyimpanan informasi dalam
jangka panjang dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu melalui kejadiankejadian khusus (episodic), gambaran (image), atau yang berbentuk verbal
bersifat abstrak. Daya ingat sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh
peserta didik.
6. Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan
jangka panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh
karena memang tidak ada informasi yang menarik perhatian, kurang adanya
pengulangan atau tidak ada pengelompokan informasi yang diperoleh,
mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi yang telah disimpan,
ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak pernah dipakai,
materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya gangguan dalam
bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk mengingat kembali.
7. Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar, setelah
beberapa waktu apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa yang
diingatnya akan berkurang jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
retensi, yaitu materi yang dipelajari pada permulaan (original learning), belajar
melebihi penguasaan (over learning), dan pengulangan dengan interval waktu
(spaced review).
8. Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat
mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar
atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari satu situasi
kesituasi lain.

13

Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan


proses pengolahan informasi antara lain:
1. Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang
dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh
pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada
kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (dalam Budiningsih, 2008: 89)
mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yaitu: (a) keterampilan
intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi,
konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui materi yang
disajikan dalam pembelajaran di kelas, (b) strategi kognitif, kemampuan
untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses
internal masing-masing individu dalam memperhatikan belajar, mengingat,
dan berfikir, (c) informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu
dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan,
(d) keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot, (e) sikap, suatu
kemampuan internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari
oleh emosi, kepercayaan, serta faktor intelektual.
2. Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak
dari tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan
belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar,
dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan
motivasi belajar.
3. Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
peserta didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan,
dan tingkat kompetensinya.
Menurut Tobroni (2013: 191), aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan
pembelajaran dapat diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pembelajaran
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.

14

4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut


5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan system Informasi
6. Manyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan materi pelajaran.
C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI BELAJAR SIBERNETIK
Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan
informasi adalah sebagai berikut.
1. Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai untuk
dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari
berbagai penjuru dunia.
2. Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif.
Dengan animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan
bosan duduk berjam-jam mempelajari teori yang disajikan.
3. Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana masyarakatnya
bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah,
dan pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu,
sepanjang sarana pembelajaran mendukung.
4. Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh
secara autentik (sesuai aslinya), cepat dan murah.
5. Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara
psikologis siswa akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak
akan merasa takut salah dan menanggung akibat dari kesalahannya secara
langsung. Sedangkan kelemahan dari teori ssibernetik adalah terlalu
menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang
memperhatikan bagaimana proses belajar
D. KESIMPULAN
1. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
2. Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua
siswa.
3. Teori tentang komponen struktural dan pengatur alur pemrosesan informasi
(proses kontrol) antara lain:
a. Sensory Receptor (SR)

15

b. Working Memory (WM)


c. Long Term Memory (LTM)
4. Teori Belajar Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir yaitu proses
berfikir algoritmik dan proses berfikir heuristik.
5. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott, ada dua macam cara berfikir, yaitu
cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau menyeluruh.
6. Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan
informasi adalah cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
7. Kelemahan dari teori sibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem
informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses
belajar.

16

E. DAFTAR PUSTAKA
Asri Budingsih. 2002. Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: FIP UNY.
Hamzah B. Uno. 2006.Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta:
Bumi Aksara, 2006
Suciati dan Irwan, P. 2001. Teori Belajar dan Motivasi, Jakarta: Depdiknas, Dirjen
PT, PAU.
Woolfolk,A.E.,&Nicolich,L.,Mc Lorraine.1984.Educational Psychology For
Teachers.Second Edition.New Jersey.Prentice-Hall
Thobrani, Muhammad & Mustafa, Arif. 2012. Belajar & Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar- Ruzz Media
Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran (Cetakan
Pertama). Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyuningsih, Dwi. 2009. Teori Algo-heuristik.
http://www.dwiwahyuningsih.co.cc/index.php?
option=com_content&view=article&id=49:teori-algo-heuristic-lev-nlanda&catid=36:info&Itemid=54. (Diakses September 2014)
Wilmen. 2007. Cybernetik System.
http://willmen46.wordpress.com/2007/09/21/cybernetik-system/. (Diakses
September 2014)

17

MATRIK PERBANDINGAN TEORI-TEORI BELAJAR DALAM


PEMBELAJARAN
1. Belajar
TEORI BELAJAR

Behavioristik

Kognitif konstruktivisme

Humanistik
Sibernetik

2. Pembelajaran
TEORI BELAJAR

PANDANGAN
Belajar adalah perubahan tingkah laku, yang merupakan
hasil dai stimulus-respon. Aliran ini menganggap.
seseorang telah belajar jika ia telah mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku. Untuk membuat seseorang belajar,
perlu adanya stimulus yang diberikan oleh pendidik.
Penguatan merupakan factor penting dalam belajar, karena
dapat memperkuat timbulnya respon berupa hasil belajar.
Belajar merupakan usaha pemberian makna oleh peserta
didik kepada pengalamannya melalui asimilasi dan
akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur
kognitifnya.
Belajar adalah proses aktualisasi diri secara optimal.
Belajar melalui 4 fase yaitu:
a) tahap pengalaman kongkrit, b) tahap pengamatan aktif
dan reflektif, c) tahap konseptualisasi, d) tahap
eksperimentasi aktif.
Belajar adalah pengolahan informasi.

PANDANGAN

- Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju ke seluruhan


dengan menekankan pada ketrampilan-ketrampilan dasar.
Behavioristik
- Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
- Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks
dan buku kerja
- Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagianbagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang luas.
- Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan
Kognitif konstruktivisme
dan ide-ide peserta didik
- Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumbersumber data primer dan memanupulasi bahan
Terpusat pada peserta didik. Model pembelajaran yang bisa
digunakan adalah model terbuka. Pendidikan terbuka adalah
Humanistik
proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih
aktivitas belajar mereka sendiri.
Pembelajaran berlangsung sejalan dengan system informasi,
Sibernetik
tidak ada satupun cara belajar ideal untuk segala situasi.

3. Evaluasi
TEORI BELAJAR

PANDANGAN

18

Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari


kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Menekankan evaluasi pada kemampuan
peserta didik secara individual. Evaluasi dilakukan diakhir
pembelajaran dengan cara testing.
Evaluasi proses dan hasil belajar peserta didik terjalin di dalam
kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati
hal-hal yang sedang dilakukan peserta didik, serta melalui tugastugas pekerjaan.
Tidak ada tes ataupun buku kerja. Guru mengamati setiap proses
yang dilalui peserta didik dan membuat catatan serta penilaian
secara individual.
Lebih menekankan bagaimana peserta didik mengembangkan
cara untuk memecahkan masalah. Menggunakan berbagai cara
untuk mengontrol proses belajar/berfikir

Behavioristik

Kognitif konstruktivisme

Humanistik
Sibernetik

4. Pebelajar
TEORI BELAJAR

PANDANGAN
Peserta didik-peserta didik biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa
ada group proses dalam belajar.
Peserta didik banyak belajar dan bekerja di dalam group proses. .
Memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya yang
positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Peserta didik bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak
dilarang bicara, tidak ada pengelompokkan atas dasar tingkat
kecerdasan.

Behavioristik
Kognitif konstruktivisme

Humanistik

Peserta didik bisa belajar dan bekerja sendiri atau dalam dalam
kelompok untuk memproses informasi yang ada dalam materi.
Sangat dituntut keaktifan peserta didik dalam memproses
informasi yang diberikan. Aktivitas yang dilakukan bebas selama
informasi bisa diproses dan menjadi pengetahuan/ memori jangka
panjangnya.

Sibernetik

5. Pendidik
TEORI BELAJAR

PANDANGAN

Behavioristik
Kognitif konstruktivisme

Pendidik adalah orang yang mendominasi kegiatan pembelajaran.


Tugasnya memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar,
dengan cara memberikan stimulus, penghargaan atau hukuman
dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang
baik. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dan
banyak tergantung pada buku teks. Tugas guru dalam proses
pembelajaran antara lain:
menentukan tujuan
menentukan matreri pelajaran
mengkaji materi pelajaran
menyusun sesuai dengan system informasi
menyajikan materi dan membimbing mahapeserta didik dengan
pola sesuai materi pelajaran
Guru tidak mendominasi kegiatan pembelajaran. Guru-guru
konstruktivistik mengakui dan menghargai dorongan diri

19

Humanistik

Sibernetik

manusia/peserta didik untuk mnegkonstruksi pengetahuannya


sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk
terjadinta aktivitas konstruksi pengetahuan oleh peserta didik
secara optimal. Tugas guru dalam proses pembelajaran antara
lain:
menentukan tujuan
menentukan materi pelajaran
menentukan topic-topik secara aktif oleh mahapeserta didik
dengan bimbingan minim dari dosen
menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk
topic yang akan di[elajari mahapeserta didik.
menyiapkan pertanyaan yang akan memacu kreativitas
mahapeserta didik untuk berdiskusi atau bertanya.
menevaluasi proses dan hasil belajar
Berperan sebagai fasilitator.Guru sebagai fasilitator harus mampu
menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan
dan umpan balik positif. Tugas guru dalam proses pembelajaran
antara lain:
menentukan tujuan
menentukan materi pelajaran
mengidentikfikasi entri behavior mahapeserta didik
mengidentifikasi topic
mendisain wahana yang akan digunakan untuk belajar
membimbing mahapeserta didik secara aktif
membimbing mahapeserta didik memahami hakekat makna dan
pengalaman belajar
membimbing mahapeserta didik membuat konseptaulisasi
pengalaman terdekat
membimbing para peserta didik sampai mampu mengaplikasikan
konsep baru ke situasi baru
mengevaluasi proses dan hasil belajar.
Tugas guru dalam proses pembelajaran antara lain:
menetapkan tujuan
menentukan materi pelajaran
mengkaji system informasi (materi)
menyusun system informasi
mengkaji materi dan membimbing mahapeserta didik dengan
pola sesuai materi pelajaran.

20

6. Lingkungan Belajar
TEORI BELAJAR

Behavioristik

Kognitif konstruktivisme

Humanistik

Sibernetik

PANDANGAN
Kegiatan belajar lebih bayak dalam kelas karena aktivitas belajar
lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku
tersebut. Guru lebih banyak menyampaikan materi dengan cara
ceramah, maka lingkungan belajar dibuat sesuai metoda yang
pakai oleh guru supaya stimulus yang diberikan menghasilkan
respon yang maksimal.
Menekankan kepada aktivitas peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Jadi segala sesuatu
seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Peserta didik
diberi kebebasan untuk mengngkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya.
Adanya pusat-pusat belajar atau pusat-pusat kegiatan di dalam
kelas yang memungkinkan peserta didik mengeksplorasi bidangbidang pelajaran, topik-topik, ketrampilan-ketrampilan atau
minat-minat tertentu. Pusat belajar ini dapat memberikan
petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan
dapat mencatat partisipasi dan kemajuan peserta didik untuk
nantinya dibicarakan dengan guru. Suasana kelas yang hangat
dan ramah sehingga mendukung proses belajar yang membuat
peserta didik nyaman dalam melakukan sesuatu.
Belajar bisa di dalam kelas ataupun di luar kelas. Yang terpenting
informasi yang terkandung dalam materi pelajaran bisa diproses
dengan berbagai cara oleh peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai