A. PENDAHULUAN
Aplikasi teori belajar sibernetik dalam multimedia sejalan dengan
perkembangan teknologi dan informasi dalam dunia pendidikan, dari teori
tersebut dijadikan sebagai pijakan dalam penerapan pembelajaran di ruang-ruang
pendidikan di berbagai negara. Sebelumnya banyak orang meyakini bahwa
pembelajaran merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon dimana seseorang dianggap telah belajar
sesuatu bila ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya dari tidak
mengerti menjadi mengerti, dari yang belum mengenal apa dan bagaimana
melakukan sesuatu menjadi mengerti terhadap apa dan bagaimana yang harus
diperlakukan sesuatu tersebut. Dalam pemahaman ini yang terpenting adalah input
(masukan) berupa stimulus dan output (keluaran) berupa respon.
Yang selanjutnya dikenal sebagai teori behavioristik. Sesuai namanya
yang diambil dari kata behavior yang berarti tingkah laku, teori ini didasarkan
pada prinsip bahwa pembelajaran seharusnya didesain untuk menghasilkan
tingkah laku peserta didik yang dapat diobservasi. Dengan kata lain, perubahan
tingkah laku dalam teori ini dapat diukur dan perubahan yang dapat dilihat secara
jelas. Seperti yang dikemukakan Simonson dan Thompson, behaviorism is based
on the principle that instruction should be designed to produce observable and
quantifiable behaviors in the learner (Behaviorisme didasarkan pada prinsip
bahwa pembelajaran seharusnya didesain untuk menghasilkan tingkah laku
pembelajar yang dapat diamati dan diukur).
Dalam perjalanannya, ketika banyak bermunculan kritik terhadap teori
behavioristik, muncul sebuah teori yang bernama teori kognitif. Istilah
cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas cognition adalah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya istilah ini menjadi
popular sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan, informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, dan
keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan
konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa Teori
lain yang lebih rinci. Hal ini sesuai dengan struktur representasi informasi di
dalam long term memory, sehingga akan mempermudah proses penelusuran
kembali informasi. Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam strategi penataan
materi pembelajaran, maka akan berfungsi untuk menunjukkan kepada pebelajar
informasi yang perlu diberi perhatian, di samping itu juga menghemat kapasitas
working memory.
Kedua oleh Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teoriteori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
dari luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli, informasi hanya
dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah
terganggu atau berganti.
b) Working Memory (WM), diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberikan perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini
dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM adalah bahwa:
Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi
didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
pengulangan.
Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c) Long Term Memory (LTM), diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang
telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3)
bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus
atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika
informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan
pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard
(1983) bahwa informasi disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk prototipe,
yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang
berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan
ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan
informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada
pengetahuan yang dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar
pengetahuan (Budiningsih, 2005: 84).
Menurut Ausubel (dalam Budiningsih, 2005:84) sejalan dengan teori
pemrosesan informasi, perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur
kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein juga mengatakan bahwa
pengetahuan ditata didalam struktur kognitif secara hirarkis. Ini berarti,
pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh
individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.
Prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori belajar yang telah dikemukakan
banyak teraplikasi dalam pembelajaran dengan multimedia pembelajaran. Maka
bukan hal yang aneh ketika banyak multimedia pembelajaran hadir di ruang-ruang
kelas. Hal ini karena dianggap multimedia merupakan reperensentasi dari
berbagai teori belajar lainya termasuk behavioristik dan kognitif. Aplikasi teori
belajar behavioristik dalam multimedia terlihat jelas dari pemberian stimulus pada
peserta didik (user) dengan cara membuka program, memilih menu materi,
mengerjakan latihan, dsbnya.
Sedangkan aplikasi teori belajar kognitif dalam multimedia pembelajaran
yang akan dikembangkan pada perolehan pengetahuan baru yang didesain secara
khusus bagi peserta didik. Pengetahuan lama akan diperkuat oleh pengetahuan
baru tersebut sehingga dapat berkesinambungan dan sesuai. Pembelajaran
digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT.
Sedangkan aplikasi teori belajar sibernetik dalam multimedia sejalan
dengan perkembangan teknologi dan informasi, peserta didik dapat
mengaplikasikan ilmu IT yang didapat dengan cara menggunakan multimedia
pembelajaran, serta penataan sistim informasi dari materi yang akan disajikan
pada peserta didik, dan dapat di peroleh secara lengkap.Dengan multimedia
pembelajaran, peserta didik dapat belajar sesuai kebutuhan, kecepatan, keluwesan,
dan dapat memilih materi yang ingin di peroleh, serta bisa digunakan secara
individual dan dapat dilakukan secara berulang jika belum memahami pada materi
tertentu. Disinilah terlihat keunggulan pemanfaatan teknologi dalam
pembelajaran.
2. Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh Aliran Sibernetik
Tokoh-tokoh penganut aliran Sibernetik antara lain sebagai berikut.
Pertama, Lev N. Landa, yang membedakan dua macam proses berpikir, yaitu
proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristik.
a. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi
tahap, linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan tertentu.
b. Proses berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju kebeberapa
target tujuan sekaligus (Budiningsih, 2005: 87).
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang
hendak dipelajari atau masalah yang hendak di pecahkan diketahui ciri-cirinya.
Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur,
linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila
disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi kebebasan kepada siswa untuk
berimajinasi dan berpikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika,
mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut
disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya
mengikuti aturan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target
tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan
banyak mengandung intrepetasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan
lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing kearah yang menyebar atau
berpikir heuristik, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak
tunggal, monoton, dogmatik, atau linier.
Tokoh kedua adalah Pask dan scott, menurut mereka ada dua macam cara
berpikir, yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist atau menyeluruh.
Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan
algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berpikir menyeluruh (wholist)
tidak sama dengan cara berpikir heuristik. Perbedaanya adalah bahwa cara
10
11
didik dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup
sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan.
2. Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik
lebih menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk
berprestasi yang bersifat intrinsik cenderung relatif stabil, mereka ini
berorientasi pada tugas-tugas belajar yang memberikan tantangan. Pendidik
yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk berprestasi dapat
memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk
peserta didik.
3. Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus
yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang
datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik mengarahkan diri ketugas yang diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih
dan memberikan fokus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan
hal-hal lain yang tidak relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian
seseorang adalah faktor internal yang mencakup minat, kelelahan, dan
karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal mencakup intensitas stimulus,
stimulus yang baru, keragaman stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus
secara berkala dan berulang-ulang.
4. Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang
dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya.
Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang. Untuk membentuk
persepsi yang akurat mengenai stimulus yang diterima serta
mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya latihan-latihan
dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap
dengan meningkatnya pengalaman.
5. Ingatan
12
13
14
15
16
E. DAFTAR PUSTAKA
Asri Budingsih. 2002. Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: FIP UNY.
Hamzah B. Uno. 2006.Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta:
Bumi Aksara, 2006
Suciati dan Irwan, P. 2001. Teori Belajar dan Motivasi, Jakarta: Depdiknas, Dirjen
PT, PAU.
Woolfolk,A.E.,&Nicolich,L.,Mc Lorraine.1984.Educational Psychology For
Teachers.Second Edition.New Jersey.Prentice-Hall
Thobrani, Muhammad & Mustafa, Arif. 2012. Belajar & Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar- Ruzz Media
Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran (Cetakan
Pertama). Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyuningsih, Dwi. 2009. Teori Algo-heuristik.
http://www.dwiwahyuningsih.co.cc/index.php?
option=com_content&view=article&id=49:teori-algo-heuristic-lev-nlanda&catid=36:info&Itemid=54. (Diakses September 2014)
Wilmen. 2007. Cybernetik System.
http://willmen46.wordpress.com/2007/09/21/cybernetik-system/. (Diakses
September 2014)
17
Behavioristik
Kognitif konstruktivisme
Humanistik
Sibernetik
2. Pembelajaran
TEORI BELAJAR
PANDANGAN
Belajar adalah perubahan tingkah laku, yang merupakan
hasil dai stimulus-respon. Aliran ini menganggap.
seseorang telah belajar jika ia telah mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku. Untuk membuat seseorang belajar,
perlu adanya stimulus yang diberikan oleh pendidik.
Penguatan merupakan factor penting dalam belajar, karena
dapat memperkuat timbulnya respon berupa hasil belajar.
Belajar merupakan usaha pemberian makna oleh peserta
didik kepada pengalamannya melalui asimilasi dan
akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur
kognitifnya.
Belajar adalah proses aktualisasi diri secara optimal.
Belajar melalui 4 fase yaitu:
a) tahap pengalaman kongkrit, b) tahap pengamatan aktif
dan reflektif, c) tahap konseptualisasi, d) tahap
eksperimentasi aktif.
Belajar adalah pengolahan informasi.
PANDANGAN
3. Evaluasi
TEORI BELAJAR
PANDANGAN
18
Behavioristik
Kognitif konstruktivisme
Humanistik
Sibernetik
4. Pebelajar
TEORI BELAJAR
PANDANGAN
Peserta didik-peserta didik biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa
ada group proses dalam belajar.
Peserta didik banyak belajar dan bekerja di dalam group proses. .
Memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya yang
positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Peserta didik bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak
dilarang bicara, tidak ada pengelompokkan atas dasar tingkat
kecerdasan.
Behavioristik
Kognitif konstruktivisme
Humanistik
Peserta didik bisa belajar dan bekerja sendiri atau dalam dalam
kelompok untuk memproses informasi yang ada dalam materi.
Sangat dituntut keaktifan peserta didik dalam memproses
informasi yang diberikan. Aktivitas yang dilakukan bebas selama
informasi bisa diproses dan menjadi pengetahuan/ memori jangka
panjangnya.
Sibernetik
5. Pendidik
TEORI BELAJAR
PANDANGAN
Behavioristik
Kognitif konstruktivisme
19
Humanistik
Sibernetik
20
6. Lingkungan Belajar
TEORI BELAJAR
Behavioristik
Kognitif konstruktivisme
Humanistik
Sibernetik
PANDANGAN
Kegiatan belajar lebih bayak dalam kelas karena aktivitas belajar
lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku
tersebut. Guru lebih banyak menyampaikan materi dengan cara
ceramah, maka lingkungan belajar dibuat sesuai metoda yang
pakai oleh guru supaya stimulus yang diberikan menghasilkan
respon yang maksimal.
Menekankan kepada aktivitas peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Jadi segala sesuatu
seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Peserta didik
diberi kebebasan untuk mengngkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya.
Adanya pusat-pusat belajar atau pusat-pusat kegiatan di dalam
kelas yang memungkinkan peserta didik mengeksplorasi bidangbidang pelajaran, topik-topik, ketrampilan-ketrampilan atau
minat-minat tertentu. Pusat belajar ini dapat memberikan
petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan
dapat mencatat partisipasi dan kemajuan peserta didik untuk
nantinya dibicarakan dengan guru. Suasana kelas yang hangat
dan ramah sehingga mendukung proses belajar yang membuat
peserta didik nyaman dalam melakukan sesuatu.
Belajar bisa di dalam kelas ataupun di luar kelas. Yang terpenting
informasi yang terkandung dalam materi pelajaran bisa diproses
dengan berbagai cara oleh peserta didik.