Anda di halaman 1dari 25

LANDASAN ILMU PENDIDIKAN LANJUT

“CYBERNETIC”

OLEH :
SUCI ANGGRAINI ( NIM 1923011012)

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Phill. I Gst. Putu Sudiarta,M.Si

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapatkan
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Cybernetics” ini tepat pada waktunya.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan masukan, bimbingan,


petunjuk dan saran dari berbagi pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Phill. I Gst. Putu Sudiarta,M.Si, sebagai dosen pengampu mata kuliah
Landasan Ilmu Pendidikan Lanjut.
2. Rekan-rekan sejawat penulis di Program Studi Pendidikan Matematika tahun
akademik 2019/2020
3. Pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis berharap semga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Denpasar, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sibernetik ............................................................................... 7

2.2 Prinsip Dasar Teori Sibernetik ................................................................ 8

2.3 Beberapa Perkembangan Paralel ............................................................. 11

2.4 Penerapan Prinsip Sibernetik dalam Pendidikan ..................................... 15

2.4 Implementasi Teori Sibernetik dalam Pembelajaran ............................... 16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 24

3.2 Saran ........................................................................................................ 24

DAFTAR RUJUKAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar dan pembelajaran adalah kunci dalam meningkatkan kualitas pendidikan


seseorang. Meskipun kualitas itu sendiri bersifat relative sehingga dapat dipandang dari
berbagai persepektif. Untuk mencapai kualitas itu sendiri kita tidak hanya melakukan belajar
dan pembelajaran yang biasa, namun juga berusaha untuk menggunakan teknik belajar dan
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan siswa. Untuk membelajarkan
seseorang, diperlukan pijakan teori agar apa yang dilakukan guru, dosen, pelatih, instruktur
maupun siapa saja yang berkeinginan untuk membelajarkan orang dapat berhasil dengan baik.
Ada dua pijakan teori yang dapat dijadikan pegangan agar pembelajaran berhasil dengan baik.
Kedua teori tersebut adalah teori belajar yang bersifat deskriptif. Teori ini memberikan
bagaimana seseorang melakukan kegiatan belajar. Teori belajar yang banyak diterapkan oleh
para ahli pembelajaran itu meliputi teori behavioristik, teori kognitivistik, teori humanistik,
dan teori belajar sibernatik. Semua teori belajar tersebut memiliki aplikasi yang berbeda-beda
dalam kegiatan pembelajaran.
Teori sibernetika merupakan teori yang relatif baru di bandingkan dengan teori-teori
belajar yang sudah dibahas sebelumnya seperti teori behavioristik, konstruktivistik,
humanistik, maupun teori belajar kognitif. Teori ini berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan ilmu informasi
Sibernetika orde pertama berasal pada tahun 1948 dengan publikasi bukunya Norbert
Wiener. Itu dibaptis sebagai disiplin independen ketika Yayasan Josiah Macy yang bergengsi
memutuskan untuk mencurahkan pertemuan ke bidang penelitian baru selama tahun-tahun
berikutnya. Sebelum diberi nama itu sudah dimulai, dan sekarang melanjutkan dengan
kecepatan yang berkembang, untuk merevolusi teknologi dengan memperkenalkan
mekanisme mengatur diri sendiri yang dapat menerbangkan pesawat, membimbing tindakan
robot, dan memungkinkan komputer untuk membuktikan teorema dan bermain catur.

4
Dua revolusi konseptual berjalan seiring dengan inovasi teknologi. Di satu sisi, analisis
yang berhasil atas mekanisme umpan balik membuat gagasan tentang tujuan dan perilaku
yang diarahkan pada tujuan menjadi elemen terhormat dalam penjelasan ilmiah; di sisi lain,
teori komunikasi menguatkan kecurigaan lama bahwa bahasa dengan sendirinya bukan
kendaraan untuk transportasi pengetahuan — itu bisa merangsang konstruksi konseptual,
tetapi tidak bisa membawa konsep dari satu kepala ke kepala lainnya.
Usulan epistemologis cybernetics orde kedua masih dipandang dengan kecurigaan
oleh para filsuf tradisional, dan akan membutuhkan waktu untuk mengatasi perlawanan
mereka. Salah satu alasan mengapa gagasan pengaturan diri kognitif dan kelayakan
pengalaman, alih-alih kebenaran ontologis, sulit diterima mungkin karena lebih mudah untuk
bertahan dengan anggapan bahwa solusi seseorang untuk masalah mungkin salah, daripada
dengan gagasan bahwa tidak ada solusi yang akan menjadi satu-satunya yang "benar".

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, didapat rumusan masalah yang dijabarkan sebagai berikut:
1.2.1 Apakah pengertian teori Cybernetic?
1.2.2 Apakah prinsip dasar teori Cybernetic?
1.2.3 Apa saja perkembangan paralel pada cybernetic orde kedua?
1.2.4 Bagaimana penerapan prinsip cybernetic dalam bidang pendidikan?
1.2.5 Bagaimana implementasi teori Cybernetic dalam kegiatan
pembelajaran?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian teori Cybernetic
1.3.2 Untuk mengetahui prinsip dasar teori Cybernetic
1.3.3 Untuk mengetahui perkembangan paralel pada cybernetic orde kedua
1.3.4 Untuk mengetahui penerapan prinsip cybernetic dalam bidang pendidikan
1.3.5 Untuk mengetahui implementasi teori Cybernetic dalam kegiatan
pembelajaran

5
1.4. Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun manfaat penulisan makalah ini sebagai berikut
:
1. Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak dan golongan, baik masyarakat
umum, pemerintah, praktisi pendidikan, pemerhati kebudayaan, matematikawan,
maupun civitas akademika.
2. Manfaat penulisan makalah ini adalah diharapkan mampu menambah informasi kepada
pembaca tentang cara mengembangkan kemampuan mengajar matematika guru.

BAB II

6
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Cybernetics


Istilah sibernetika/sibernetik atau dalam bahasa Inggris disebut cybernetics berasal dari
bahasa Yunani kuno, kybernetes yang berarti pilot, juru kemudi atau gubenur, akar kata yang sama
dengan pemerintah. Istilah ini pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris tahun 1945 oleh
Nobert Wiener seorang ilmuwan dari Massachussets Institute of Technology (MIT) dalam buku
berjudul Cybernetics untuk menggambarkan kecerdasan buatan (artificial itelligence). Nobert
Wiener mendefinisikan Cybernetics sebagai “ Control and communication in the Animal and the
Machine”. Dengan kata lain, ini adalah studi ilmiah tentang bagaimana manusia, hewan, dan mesin
saling mengontrol dan berkomunikasi.

Sejarawan telah menemukan penggunaan istilah sebelumnya yang terdapat di Internet


melalui tulisan-tulisan ilmuwan Perancis Ampere; dan saran fungsi kontrol yang serupa yang
dimaksudkan oleh sibernetika dapat dilihat di sebuah makalah ilmuwan terkenal Inggris Juru tulis
Maxwell menulis pada abad ke-19.
Di sisi praktis, perangkat kontrol telah ditemukan jauh sebelum teori atau matematika
cybernetic dirumuskan. James Watt mengemukan melalui menutup katup pada kecepatan putaran
tertentu, mencegah mesin uap bekerja lebih cepat dari yang seharusnya, adalah contoh paling
terkenal. Dalam desainnya yang cerdik, kecepatan putaran mesin itu sendiri memberikan "umpan
balik" yang mengurangi asupan uap.

Sejumlah definisi telah diberikan oleh para ahli. Stafford Beer mendefinisikan Cybernetics
sebagai “Science of effective organization”. Gregorry Bateson sibernetik lebih merupakan bentuk
dari pada substansi. Gordon Pask mendefinisikan sibernetik sebagai “ the art of manipulating
defensible metaphors” yaitu seni manipulasi metaphora yang dapat dipertahankan, menunjukkan
bagaimana mereka dibangun dan apa yang dapat disimpulkan sebagai hasil dari konstruksi mereka.
Sibernetik muncul ketika gagasan pengaturan diri, otonomi, dan hierarki organisasi dan
fungsi dalam organisme dianalisis secara teoritis, yaitu, secara logis, matematis, dan konseptual.
Hasil analisis ini ternyata dapat diterapkan di lebih dari satu cabang ilmu pengetahuan.

7
Dengan demikian sibernetik adalah multidisiplin, yang berbeda dari interdisipliner, dalam
hal itu menyaring dan mengklarifikasi gagasan dan pola konseptual yang membuka jalur
pemahaman baru dalam banyak bidang pengalaman.
Penyelidikan pengaturan diri, otonomi, dan pengaturan hierarkis mengarah pada
kristalisasi konsep seperti kausalitas melingkar, umpan balik, keseimbangan, adaptasi, kontrol,
dan, yang paling penting mungkin, konsep fungsi, sistem, dan model. Sibernetika meliputi studi
tentang umpan balik, kotak hitam, dan konsep turunan seperti komunikasi dan kontrol pada
organisme hidup, mesin, dan organisasi termasuk pengaturan diri.

2.2 Prinsip Dasar Teori Sibernetik


2.2.1 Umpan Balik (Feedback)

Istilah sibernetika untuk menggambarkan cara bagaimana umpan balik (feedback)


berlangsungnya proses komunikasi. Penelitian wiener dimulai ketika ia mengembangkan sistem
anti tembakan pesawat terbang (anti aircraft firing system). Dalam penelitian ini wiener
mengemukakan konsep umpan balik (feedback) menjadi dasar sibernetik, ia melihat komunikasi
sebagai lingkaran yang menghubungkan bagian terpisah dari suatu sistem, misalnya sistem
komputer, sistem keluarga, sistem organisasi ataupun sistem media. Sibernetik awal memfokuskan
diri pada penyelidikan atas proses mekanisme umpan balik kausal yang terjadi secara sirkulasi
(circular causal feedback mechanisms) dan aplikasi prinsip yang mendasari mekanisme tersebut.
Istilah sibernetika digunakan juga oleh Scrivener (2002) dalam artikelnya “ A
Curriculum for Cybernetics and Systems Theory”. Menurutya sibernetik yaitu “ Study of systems
which can be mapped using loop (or more complicated looping structures) in the network defining
the flow of information. System of automatic control will of necessity use at least one loop
information flow providing feedback”. Jika diartikan secara bebas, studi mengenal sistem yang

8
bisa dipetakan menggunakan loops (berbagai putaran) atau susunan sistem putaran yang rumit
dalam jaringan yang menjelaskan arus informasi. Sistem pengontrol secara otomatis akan
bermanfaat, satu putaran informasi akan menghasilkan feedback.
Dalam sistem umpan balik terdapat 3 (tiga) unsur dasar yaitu masukan (input), proses
(process), dan keluaran (output).
a. Masukan atau input – menyediakan beberapa proses dimana materi atau informasi
dimasukkan atau memasuki sebuah sistem.
b. Proses atau process – tindakan-tindakan terhadap materi atau informasi untuk
memodifikasi materi atau informasi tersebut ke dalam berbagai macam cara.
c. Keluaran atau output – terdiri dari beberapa teknik untuk memakai hasil proses dari
sistem. Keluaran inilah yang dinamakan dengan umpan balik.
2.2.2 Self-Regulation and Equilibrium
Beberapa tahun sebelum sibernetika lahir sebagai suatu disiplin, Jean Piaget merumuskan
prinsip Self-Regulation sebagai: "Pikiran mengatur dunia dengan mengatur dirinya sendiri" dalam
bukunya tahun 1937 tentang konstruksi realitas anak. Dalam teorinya, otonom proses organisasi
membentuk inti dari kemampuan menghasilkan pengetahuan dan apa adanya bentuk adaptasi
tertinggi. Dia mengambil konsep adaptasi dari konteks evolusi, di mana ia tidak melibatkan suatu
kegiatan, tetapi menyangkut kapasitas biologis untuk bertahan hidup dalam batasan-batasan
lingkungan fisik; dan dia memindahkannya ke ranah kognitif, di mana itu menyangkut perjuangan
aktif untuk, dan pemeliharaan, keseimbangan di antara konsep, skema tindakan, dan dalam
generasi pengetahuan secara keseluruhan.

Selain itu, model umpan balik membuat konseptual secara eksplisit apa yang Walter
Cannon, seorang cikal bakal penting dari sibernetika, yang disebut “pengaturan diri”. Bukunya, "
The Wisdom of the body ”, masih menjadi salah satu pilar cybernetics biologis. Memang beragam
jenis homeostasis yang dipelajari Cannon, terutama pada mamalia, semuanya menunjukkan
kemampuannya untuk mengimbangi gangguan lingkungan dengan modifikasi internal daripada
dengan tindakan terhadap lingkungan.

Pada 1970-an, Stafford Beer mempertimbangkan pengaturan diri diperlukan untuk


otonomi dalam sistem yang bertahan dan hidup. Dia menerapkan model sistem yang layak untuk
manajemen. Ini terdiri dari lima bagian: pemantauan kinerja proses bertahan hidup (1),

9
manajemennya dengan penerapan regulasi secara berulang (2), kontrol operasional homeostatis
(3) dan pengembangan (4) yang menghasilkan pemeliharaan identitas (5) di bawah gangguan
lingkungan. Fokus diprioritaskan oleh umpan balik "algedonic loop" yang mengingatkan:
kepekaan terhadap rasa sakit dan kesenangan yang dihasilkan dari kinerja di bawah atau kinerja di
atas relatif terhadap kemampuan standar

2.2.3 Komunikasi
Sementara analisis umpan balik sedang dikembangkan untuk menjelaskan mekanisme
kontrol, model teoretis yang tidak kalah penting dikerjakan sebagai teknis pendekatan terhadap
fenomena komunikasi. Komunikasi adalah istilah kunci kedua dalam judul buku yang
meluncurkan cybernetics, dan masalahnya telah ditangani beberapa tahun sebelumnya oleh Claude
Shannon dengan beberapa kontribusi yang diakui dari Norbert Wiener. Teori Komunikasi
Matematika memiliki yang sangat besar pengaruh dalam pengembangan teknologi komunikasi
(masalah sosial komunikasi diperlakukan secara luas dalam artikel oleh Degtiar). Namun, yang
jauh lebih relevan dengan survei ini adalah klarifikasi konseptual yang disediakan teori untuk
proses komunikasi secara umum.

Pesan dapat dikirim dari titik A ke titik B hanya jika ada media yang memungkinkan
transmisi tersebut. Media ini harus menjadi "saluran" di mana pulsa dari beberapa bentuk energi
dapat melakukan perjalanan. Dalam telegrafi kuno, itu adalah kawat dan pulsa energi listrik; di
radio dan televisi, itu adalah gelombang elektromagnetik dan modulasi frekuensi atau amplitudo
mereka; dalam ucapan, itu adalah gelombang suara dan modulasi mereka; dan dalam tulisan atau
pencetakan, itu adalah tanda pada beberapa permukaan fisik yang dapat diambil dari satu tempat
ke tempat lain. Tapi pulsa atau tanda ini tidak membawa pesan, kecuali pesan itu sudah dikodekan
di dalamnya. Agar ini terjadi, tiga hal diperlukan. Pertama, pengirim harus memiliki kode, yaitu,
daftar yang menunjukkan jenis atau apa kombinasi pulsa atau tanda sesuai dengan elemen pesan
yang akan dikirim. Kedua, penerima pesan juga harus memiliki daftar tersebut memecahkan kode
pulsa atau tanda yang diterimanya. Ketiga, jika komunikasi ingin berhasil, maka daftar kode
pengirim dan penerima jelas harus sama. (Vladimirski memberikan penjelasan yang lebih teknis
tentang teori komunikasi.)

10
2.3 Beberapa Perkembangan Paralel

Setelah minat difokuskan pada proses kognitif yang terlibat dalam observasi, para
cyberneticians menemukan diri mereka menghadapi masalah yang membingungkan para
epistemologis selama seluruh perjalanan sejarah. Namun, protagonis dari disiplin baru ini memiliki
keuntungan dari latar belakang yang sangat teknis. Keberhasilan rekayasa alat-alat bertujuan yang
memanifestasikan solusi praktis dari teka-teki teleologi membantu membangkitkan kepercayaan
untuk memutuskan asumsi-asumsi filosofis tradisional lainnya. Yang paling mendasar dari
perlengkapan dogmatis ini adalah keyakinan bahwa pengetahuan manusia harus mencerminkan
realitas independen yang abadi.

Jika prinsip Piaget bahwa pikiran mengatur dirinya diambil sebagai hipotesis yang berfungsi,
menjadi sangat jelas bahwa tujuan utama pengetahuan bukanlah representasi dari dunia eksternal
melainkan pembentukan cara berpikir dan cara bertindak yang melayani tujuan. Yang mengetahui
telah terbentuk di dunia pengalamannya. Realisasi ini menyebabkan perkembangan yang berbeda
tetapi pada dasarnya paralel dalam kerangka cybernetics orde kedua.
Ditautkan oleh tujuan bersama dari epistemologi konstruktivis, para cyberneticians individu
berjalan dengan caranya sendiri dalam perjuangan mereka dengan masalah-masalah kognisi.
Dalam kerangka sempit survei ini, hanya tiga model teoretis yang relatif lengkap yang dapat
diakui.
1. Konstruktivisme Radikal
Heinz von Foerster berawal dari wawasan mendasar bahwa tidak akan ada pengamatan tanpa
pengamat. Apa yang kita sebut "nyata", oleh karena itu, selalu berakar pada seorang pengamat.
Dalam artikel seminalisnya tahun 1973 "Pada membangun realitas", Heinz von Foerster
menjelaskan penggunaan "a" dalam "realitas":
Artikel yang tidak terbatas, katanya, menyiratkan gagasan konyol realitas lain selain "satu-
satunya" yang kita hargai sebagai lingkungan kita.
“Ada kekosongan mendalam yang memisahkan aliran pemikiran “The” dari aliran
pemikiran “A” di mana masing-masing konsep berbeda dari “konfirmasi” dan
“korelasi” diambil sebagai paradigma penjelas untuk persepsi. "The-School": Sensasi
sentuhan saya adalah konfirmasi untuk sensasi visual saya bahwa ada sebuah meja.
The "A-School": Sensasi sentuhan saya berkorelasi dengan sensasi visual saya
menghasilkan pengalaman yang dapat saya gambarkan dengan "ini meja". Saya
menolak Posisi tersebut dengan alasan epistemologis, karena dengan cara ini seluruh

11
Masalah Kognisi secara aman disingkirkan di tempat buta kognitifnya sendiri dan
ketidakhadirannya tidak lagi terlihat.”

Pernyataan bahwa itu adalah korelasi aktif agen kognitif dari kesan sensorik yang
menciptakan gagasan objek akan agak meragukan jika diambil dengan sendirinya. Tetapi von
Foerster mendukungnya dengan mengutip "Prinsip pengkodean yang tidak berbeda", yang
dirumuskan oleh Johannes Mueller sebelum pertengahan abad ke-19 dan dikonfirmasi oleh
ahli neurofisiologi sejak saat itu. Prinsip ini merangkum temuan bahwa sinyal saraf yang
dikirim dari "reseptor" sensorik organisme ke otak secara kualitatif semuanya sama dan hanya
berbeda dalam intensitas. Dalam formulasi von Foerster, “respons sel saraf tidak menyandikan
sifat fisik agen yang menyebabkan responsnya. Dikodekan hanya seberapa banyak pada titik
tubuh ini, tetapi tidak apa”. Temuan empiris yang mapan ini menghadirkan batu sandungan
yang serius bagi semua teori pengetahuan realis.
Posisi epistemologis konstruktivisme radikal terutama didasarkan pada pertimbangan logis
bahwa pengamat harus mengkonseptualisasikan apa yang mereka amati dalam hal konsep yang
mereka buat sendiri (seperti yang dikatakan Kant, sesuai dengan desain alasan sendiri); tetapi
fakta bahwa "data" penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan rasa (dari sudut
pandang ahli neurofisiologis) semuanya tidak dapat dibedakan adalah bukti yang menguatkan
secara empiris dari kegiatan konstruktif yang diterima secara mandiri oleh pengamat.
Teori mengetahui konstruktivis, salah satu landasan cybernetics orde kedua, dapat
diringkas secara singkat dalam prinsip-prinsip:
• Pengetahuan adalah hasil dari konstruksi aktif agen kognitif.
• Tujuannya bukan representasi dari realitas eksternal, tetapi generasi dan pemeliharaan
keseimbangan organisme.
• Nilai pengetahuan tidak dapat diuji dengan membandingkannya dengan realitas
independen seperti itu tetapi harus ditentukan oleh kelayakannya di dunia pengalaman.
2. Teori Autopoiesis
Humberto Maturana mengembangkan teori kognisi sebagai ahli biologi yang terlibat dalam
studi persepsi. Menyelidiki penglihatan pada katak dan penglihatan warna pada merpati dan
primata, ia sampai pada kesimpulan bahwa tanggapan dalam organisme ini tidak dipicu oleh
rangsangan eksternal spesifik tetapi oleh co-kejadian peristiwa saraf yang tidak menunjukkan
hubungan satu-ke-satu dengan kondisi atau peristiwa di lingkungan mereka. Dalam

12
eksperimen yang dilakukan oleh Lettvin, Maturana, McCulloch, dan Pitts pada tahun 1959,
katak, misalnya, akan merespons dengan perilaku "penangkap serangga" setiap kali tiga atau
empat sinyal saraf menciptakan pola tertentu di otaknya, terlepas dari fakta bahwa, dari sudut
pandang pengamat, apa yang menyebabkan sinyal individu di organ visual katak mungkin
tidak ada hubungannya dengan bug yang bisa dimakan oleh katak. "Apa" yang menyebabkan
respons itu jauh dari sepenuhnya ditentukan, dan temuan ini memerlukan revisi radikal dari
teori yang diterima secara umum tentang persepsi langsung lebih atau kurang.
Kerangka konseptual parsial dari model kognisi "autopoietic", yang dikerjakan Maturana
selama dekade berikutnya, dapat dirangkum dengan pernyataan berikut:
a. Apa pun yang dikatakan, dikatakan oleh pengamat kepada pengamat lain yang
mungkin adalah pembicara itu sendiri.
b. Kognisi sebagai suatu proses secara konstitusional terkait dengan organisasi dan
struktur agen kognitif.
c. Sistem autopoietic adalah sistem homeostatis tertutup tanpa input atau output.
d. Perubahan negara melalui mana sistem autopoietic berjalan saat kompensasi untuk
gangguan dapat dilihat oleh pengamat, untuk siapa sistem dalam konteks lingkungan,
sebagai tindakan sistem terhadap lingkungan.
Model autopoietic Maturana adalah bangunan teoritis yang sangat kompleks dan
komprehensif. Keempat poin yang tercantum di sini dapat berfungsi untuk memberikan ide
tentang arah umumnya tetapi mereka tidak dapat menyampaikan berbagai ide orisinal yang
terdapat di gedung tersebut. Banyak aplikasi yang telah dikembangkan darinya di berbagai
bidang seperti terapi keluarga, imunologi, dan ilmu manajemen adalah kesaksian kekayaan
yang melekat.
3. Sekolah Operasional Italia
Salah satu pusat cybernetics pertama di Eropa berfokus, sejak awal, pada masalah
konseptualisasi dan perannya dalam semantik komunikasi linguistik.
Semantik tradisional selalu terbatas pada penggunaan kata-kata untuk mendefinisikan
makna kata-kata. Selebihnya, itu bergantung pada teori referensi, berdasarkan pada
kepercayaan bahwa kata-kata merujuk pada hal-hal di dunia eksternal, pembicara-independen.
Ferdinand de Saussure, pendiri linguistik modern Swiss, telah menunjukkan pada awal abad
ke-20 bahwa hubungan semantik bukanlah antara kata dan benda, tetapi antara konsep kata

13
dan konsep benda. Kedua tanda dan apa yang mereka tandatangani sepenuhnya berada di
dalam dunia pengalaman. Ilusi referensi eksternal muncul dari fakta bahwa makna sebagian
besar dianggap intersubjektif. Konsep-konsep dijelaskan sebagai abstraksi yang dilakukan oleh
penutur-penutur bahasa yang sedang dipelajari dalam pengalaman umum mereka. Piaget
menyebut proses ini "abstraksi empiris" di mana ia dapat ditunjukkan berasal dari pengalaman
indrawi; dan dia menambahkan tingkat "abstraksi reflektif" yang berasal dari operasi mental.
Gagasan bahwa operasi mental adalah sumber pengetahuan kembali ke John Locke. Tetapi
Locke atau Piaget atau Guy Cellérier, yang menulis tentang hubungan antara teori Piaget dan
sibernetika, lebih jauh menganalisis mekanisme abstraksi yang mungkin menghasilkan hasil
yang kemudian dapat dinamai dengan kata-kata. Analisis ini dilakukan oleh Silvio Ceccato
tetapi tetap hampir tidak dikenal karena hanya diterbitkan dalam bahasa Italia.
Tujuan utama Silvio Ceccato adalah "mekanisasi pikiran", yang digunakannya untuk
merancang model yang dapat melakukan operasi mental. Pada awalnya, dia menemukan ide
Bridgman tentang definisi operasional dan menentukan jalannya pekerjaannya. Jika makna
kata-kata adalah konseptual, analisis semantik yang valid membutuhkan spesifikasi medium
yang darinya konsep dapat dibuat sebelum dikaitkan dengan kata-kata. Posisi ini menjadi dasar
dari beberapa proyek analisis bahasa oleh komputer pada 1960-an. Ceccato mengemukakan
proses perhatian aktif sebagai bahan untuk konstruksi konseptual. Berbeda dengan anggapan
umum bahwa perhatian berfungsi sebagai semacam "sorotan" yang menerangi objek, ia
melihatnya sebagai proses osilasi yang menghasilkan pulsa reguler. Pulsa ini bisa fokus pada
sinyal lain dalam jaringan saraf atau tetap tidak fokus untuk menandai interval dan perbedaan.
Aktivitas perhatian ini menyediakan mekanisme untuk komposisi struktur konseptual.
Timnya di Pusat Sibernetika Milan bekerja secara luas pada analisis singkat dari operasi mental
yang merupakan makna kata-kata. Seperti halnya upaya untuk menghasilkan leksikon yang
komprehensif, itu adalah proyek raksasa. Ketika dana mengering, tim bubar pada pertengahan
1960-an. Giuseppe Vaccarino, yang membawa seorang diri selama empat puluh tahun,
sekarang telah membawa karya itu ke kesimpulan dengan beberapa volume pada dasar-dasar
konseptual bahasa Italia. Teori “kesadaran operasional” Ceccato tetap hidup, diterapkan, dan
dikembangkan lebih lanjut di era elektronik oleh Felice Accame dan Societa di Cultura
Metodologico-Operativa yang ia arahkan. (Glasersfeld, 2002)

14
2.4 Penerapan Prinsip Cybernetics

Psikologi kognitif Jean Piaget memiliki pengaruh pertama pada praktik mengajar
sekitar enam puluh tahun yang lalu. Spesifikasi tahapan perkembangannya diambil oleh
perancang kurikulum, dan gagasan tentang peran pematangan biologis dalam ontogeni
perkembangan mental menjadi semacam dogma bagi para pendidik dan peneliti pendidikan.
Inti epistemologis dari teori Piaget, bagaimanapun, sebagian besar diabaikan. Tidak sampai
sekitar tahun 1970 sejumlah peneliti fokus pada gagasan pengaturan diri. Pada saat itu Piaget
sendiri telah menyadari kedekatan teori dan konsep dasar dari sibernetika tingkat dua. Yang
terpenting, mereka berbagi prinsip bahwa apa pun yang kita sebut pengetahuan harus dibangun
secara aktif oleh subjek yang mengetahui.
Sejak saat itu, prinsip pengaturan diri ini mendapat perhatian di kalangan pendidik.
Sekarang, ia memiliki pijakan yang kuat di bidang matematika dan pendidikan sains. Literatur
yang luas mengenai konstruksi pengetahuan individu dan sosial telah diproduksi dan ada bukti
yang cukup bahwa aplikasi praktisnya berhasil, tetapi masih jauh dari diterima secara
universal.
Di antara poin-poin yang ditekankan oleh para pendukung konstruktivisme adalah
sebagai berikut:
• Jika pengetahuan terdiri dari struktur konseptual yang harus dibentuk oleh peserta didik di
kepala mereka sendiri, komunikasi verbal (dengan pidato guru atau buku teks) tidak
menjamin hasil yang positif. Apa yang diperlukan adalah pemikiran, yaitu refleksi tentang
pengalaman praktis dan apa pun yang guru dan buku coba komunikasikan.
• Dua cara yang sangat baik bagi guru untuk mendorong refleksi siswa adalah pengenaan
kolaborasi dengan orang lain dan permintaan terus-menerus bahwa siswa mengungkapkan
pemikiran mereka dalam upaya mereka untuk memecahkan masalah.
• Implementasi pendekatan konstruktivis membutuhkan dua hal guru: mereka harus
menghargai kemampuan berpikir siswa dan mereka harus memberi siswa kesempatan
untuk menemukan bahwa mereka mampu menyelesaikan masalah tanpa guru memberikan
solusi yang sudah jadi. .
• Mungkin yang paling penting, wawasan bahwa komunikasi linguistik tidak dapat
menggantikan abstraksi pengetahuan aktif siswa dari pengalaman mereka sendiri.

15
Keempat poin ini cukup untuk menunjukkan perlunya perubahan radikal dari sikap
pendidikan: yaitu konsesi otonomi yang besar kepada siswa untuk mengembangkan kapasitas
mereka sendiri untuk berpikir dan belajar.
Argumen yang serius terhadap perubahan semacam itu adalah bahwa itu akan
membutuhkan tes yang sangat berbeda dari yang diberikan kepada siswa sekarang. Ini memang
masalah. Menguji pemahaman jauh lebih sulit daripada menguji pengulangan pernyataan
verbal yang benar dari guru atau membaca di buku teks. Di sisi lain, ada bukti yang cukup
sekarang, bahwa motivasi untuk belajar tumbuh dengan sendirinya begitu siswa menyadari
bahwa belajar bukan merupakan proses pasif tetapi aktif dan bahwa kemampuan untuk
menyelesaikan masalah dengan pemikiran sendiri menghasilkan kepuasan yang setidaknya
menyenangkan seperti memenangkan permainan.

2.5 Implementasi Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran

Aliran sibernetik tampaknya melahirkan teori belajar berdasarkan analisis tugas karena
pengolahan informasi diperlukan dalam analisis tugas. Tanpa informasi yang jelas tugastidak
dapat diselesaikan dengan baik. Sehubungan dengan proses tersebut. Umpan balik dan
tindakan korektif merupakan salah satu prinsip pokok dalam teori sibernetik. Menurut
Scheerens (2003) ada 4 prinsip kunci sibernetik, yaitu 1) sistem harus mempunyai kapasitas
untuk merasakan, memonitor dan meneliti aspek signifikan dari lingkungan mereka; 2) mereka
harus mampu menghubungkan informasi dengan norma yang berlaku yang memandu perilaku
sistem; 3) sistem harus mampu mendeteksi penyimpangan yang signifikan dari norma-norma;
dan 4) mereka harus mampu memulai tindakan korektif ketika ketidak sesuaian terdeteksi.

Berdasarkan teori sibernetik, ahli psikologi menganalogikan mekanisme kerja manusia


seperti mekanisme msin elektronik. Mereka menganggap siswa (pebelajar) sebagai suatu
sistem yang dapat mengendalikan umpan balik sendiri (Self-Regulated Feedback). Sistem
kendali umpan balik ini, baik pada manusia atau mesin (seperti komputer) mempunyai tiga
fungsi yaitu: (1) menghasilkan gerakan atau tindakan sistem terhadap target yang diinginkan
(untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan). (2) membandingkan dampak dari tindakan
tersebut, apakah sesuai atau tidak dengan jalur/rencana (yang sharusnya mendeteksi kesalahan)

16
(3) memanfaatkan kesalahan (error) untuk mengarahkan kembali ke arah/jalur sehararusnya
(Uno, 2010).

Lebih lanjut menurut Uno (2010) para ahli sibernetik menginterpretasikan manusia
sebagai suatu sistem kontrol yang dapat mengarahkan tindakannya dan memperbaiki tindakan
dengan mendasarkan pada umpan balik. Dengan demikian, belajar konteks sibernetik
merupakan proses mengalami konsekuensi lingkungan secara sensorik dan melibatkan prilaku
koreksi diri oleh karena itu, pembelajaran harus di desain sedekimian sehingga tercipta suatu
lingkungan yang dapat menghasikan umpan balik yang optimal bagi siswa.

Lingkungan belajar sibernetik menekankan saling ketergantungan antara sistem belajar


dan siswa. Dalam lingkungan belajar sibernetik, umpan balik merupakan suatu negosiasi atau
perundingn. Siswa menetapkan arah atau petunjuk sendiri dan membua pilihannya sendiri dan
sistem belajar akan berusaha mempelajari pola-pola yang muncul sehubungan dengan
kebutuhan siswa dan memberikan respon terhadap siswa dengan menyediakan tantanga-
tantangan baru.

Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori sibernetik adalah: 1) Cara
berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol; 2) Penyajian pengetahuan memenuhi
aspek ekonomis; 3) Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap; 4) Adanya keterarahan
seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai; 5) Adanya transfer belajar pada
lingkungan kehidupan yang sesungguhnya; 6) Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai
dengan irama masing-masing individu.; 7) Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang
jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan.
Kelemahan teori sibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem informasi yang
dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar. Teori sibernetik tidak
membahas proses belajar secara langsung sehingga hal ini menyulitkan penerapannya. Alasan
ini menyebabkan kita mendapatkan kesulitan untuk mengolongkan apakah teori sibernetik
lebih deket ke teori konformis atau ke teori liberal. Jika teori humanis lebih deket ke teori
filsafat teori sibernetik ini lebih deket ke psikologi dan informasi. Selain itu pemahaman kita
terhadap mekanisme kerja otak masih terbatas mengakibatkan pengetahuan tentang bagaimana
informasi diolah menjadi sangat terbatas.

17
Menurut Kenneth Craik dalam (Glasersfeld,1995), model proses pengolahan informasi
memandang memori manusia seperti computer yang mengambil dan mendapatkan informasi,
mengolah dan mengubahnya dalam bentuk dan isi kemudian menyimpan dan menampilkan
informasi pada saat dibutuhkan.
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada asumsi (1) Bahwa antar stimulus
dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi dimana pada masing-masing
tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu (2) stimulus akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isi dan (3) salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas. Ketiga asumsi
tersebut menjadi dasar pengembangan teori tentang komponen struktur dan pengatur alur
pemrosesan informasi.
Komponen pemrosesan informasi berdasarkan perbedaan fungsi, bentuk, kapasitas,
bentuk informasi dan proses terjadinya lupa dijelaskan melalui 3 komponen berikut.
 Sensory Memory/ Sensory Register/Sensory Receptor (SM/SR)
Merupakan komponen utama dalam sistem informasi. Sensory informasi menerima
informasi atau stimuli dari lingkungan (Sinar, udara, bau, panas, warna, dan lain-lain)
terus menerus melalui alat-alat penerima (reseptor) atau alat indera.
 Working Memory (WM) dan Short Term Memory (STM)
Merupakan bagian dari memori manusia, komponen kedua yang menangkap yang diberi
perhatian oleh individu dan menyimpanan informasi menjadi pikiran-pikiran. Informasi
yang masuk dari Short Term Memory (STM) berasal dari Sensory Memory (SM) dan
dapat pula dari Long Term Memory.
 Long Term Memory (LTM)
Merupakan bagian dari sistem memory manusia yang menyimpan informasi untuk
sebuah periode yang cukup lama. Long Term Memory (LTM) diperkirakan memiliki
kapasitas yang sangat besar dan sangat lama untuk menyimpan informasi, namun hanya
sedikit saja yang diaktifkan, dikarenakan hanya informasi yang ada dan sedang
dipikirkan dan dikerjakan oleh ingatan atau memory. Long Term Memory (LTM)
diasumsikan berisi (a) Semua pengetahuan yang dimiki individu. (b) Mempunyai
kapasitas tidak terbatas (c) sekali informasi disimpan pengetahuan tersebut tidak akan
hilang atau terhapus. Persoalan Lupa pada tahapan ini dikarenakan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan informasi yang diperlukan.

18
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang
mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung
dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu ini sesuai dengan
pendapat Piaget dalam (1967) yang menyatakan semua aktivitas kognitif dianggap berubah
dalam artian spesifik yang melayani tujuan pengaturan diri. Namun memori kerja manusia
mempunyai kapasitas yang terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan memori kerja,
perlu memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau
urutan pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun terjadi dengan
kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut,
maka pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk
diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi eksternal.
Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar melalui proses
pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam
mengelola pembelajaran antara lain:
a. Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah memiliki pengetahuan, atau
keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum mengikuti pembelajaran. Dengan adanya
kemampuan prasyarat ini peserta didik diharapkan mampu mengikuti proses pembelajaran
dengan baik. Kemampuan awal peserta didik dapat diukur melalui tes awal, interview, atau
cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan.

b. Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku
ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik lebih menguntungkan
karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk berprestasi yang bersifat intrinsik
cenderung relatif stabil, mereka ini berorientasi pada tugas-tugas belajar yang memberikan
tantangan. Pendidik yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk berprestasi
dapat memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk peserta
didik.

19
c. Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus yang
relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang datang dari luar.
Perhatian dapat membuat peserta didik mengarahkan diri ketugas yang diberikan, melihat
masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang
akan diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor internal yang mencakup: minat,
kelelahan, dan karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal mencakup: intensitas
stimulus, stimulus yang baru, keragama stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus
secara berkala dan berulang-ulang

d. Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat
menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi sebagai
tingkat awal struktur kognitif seseorang. Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai
stimulus yang diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya
latihan-latihan dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap
dengan meningkatnya pengalaman.
e. Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan
kembali yang telah diterima seseorang. Ingatan sangat selektif, yang terdiri dari tiga tahap,
yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang yang relatif
permanen. Penyimpanan informasi dalam jangka panjang dilakukan dalam berbagai
bentuk, yaitu melalui kejadian-kejadian khusus (episodic), gambaran (image), atau yang
berbentuk verbal bersifat abstrak. Daya ingat sangat menentukan hasil belajar yang
diperoleh peserta didik.
f. Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka
panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh karena memang tidak
ada informasi yang menarik perhatian, kurang adanya pengulangan atau tidak ada
pengelompokkan informasi yang diperoleh, mengalami kesulitan dalam mencari kembali
informasi yang telah disimpan, ingatan telah habis dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak

20
pernah dipakai, materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya gangguan
dalam bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk mengingat kembali.
g. Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar, setelah beberapa waktu
apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan berkurang
jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari pada
permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over learning), dan
pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
h. Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat mempengaruhi
proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar atau transfer latihan berarti
aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon
lain dari satu situasi kesituasi lain.
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses
pengolahan informasi antara lain:
a. Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang dapat dilihat
sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk mengelola
pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan. Gagne
(dalam Budiningsih, 2008: 89) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yakni:
(a) keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar
diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui materi yang
disajikan dalam pembelajaran di kelas. (b) strategi kognitif, kemampuan untuk
memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing
individu dalam memperhatikan belajar, mengingat, dan berfikir. (c) informasi verbal,
kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur
informasi-informasi yang relevan. (d) keterampilan motorik, kemampuan untuk
melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan- gerakan yang berhubungan dengan otot.
(e) sikap, suatu kemampuan internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari
oleh emosi, kepercayaan, serta faktor intelektual.

21
b. Tujuan Belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting,
sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan belajar
yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang dinyatakan secara
spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan
belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
c. Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi peserta didik,
karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat
kompetensinya. Umpan balik dari peserta didik memungkinkan guru untuk dapat
mengetahui apakah materi yang disampaikan telah dipahami dan apa kesulitan peserta
didik dalam memahami informasi. Informasi umpan balik memungkinkan guru dapat
merancang tindakan remedial yang relevan untuk dilakukan. Berdasarkan umpan balik
tersebut, siswa juga dapat memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan untuk
meningkatkan hasil belajarnya jika kurang memuaskan. Sebailknya, umpan balik dari
guru misalnya dalam bentuk nilai atas hasil kerja peserta didik akan mengingatkan mereka
sampai sejauh mana penguasaannya terhadap materi yang sedang dipelajari.
Berdasarkan deskripsi proses pengolahan informasi yang terjadi merupakan interaksi
faktor internal dan eksternal dari peserta didik, maka aplikasi pengelolaan kegiatan
pembelajaran berbasis teori sibernetik yang baik untuk dilakukan bagi pendidik agar dapat
memperlancar proses belajar peserta didik adalah sebagai berikut:

 Menarik perhatian.

 Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.

 Merangsang ingatan pada prasyarat belajar.

 Menyajikan bahan perangsang.

 Memberikan bimbingan belajar.

 Mendorong unjuk kerja.

 Memberikan balikan informatif.

22
 Menilai unjuk kerja.

 Meningkatkan retensi dan alih belajar (Budiningsih, 2008: 90).

Menurut Suciati dan Irawan (dalam Budiningsih, 2008: 92) aplikasi teori belajar
sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.

b. Menentukan materi pembelajaran.

c. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.

d. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut.

e. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.

f. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan
urutan materi pelajaran.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sibernetik adalah multidisiplin, yang berbeda dari interdisipliner, dalam hal itu
menyaring dan mengklarifikasi gagasan dan pola konseptual yang membuka jalur pemahaman
baru dalam banyak bidang pengalaman.
Penyelidikan pengaturan diri, otonomi, dan pengaturan hierarkis mengarah pada
kristalisasi konsep seperti kausalitas melingkar, umpan balik, keseimbangan, adaptasi, kontrol,
dan, yang paling penting mungkin, konsep fungsi, sistem, dan model. Sibernetika meliputi
studi tentang umpan balik, kotak hitam, dan konsep turunan seperti komunikasi dan kontrol
pada organisme hidup, mesin, dan organisasi termasuk pengaturan diri.

Berdasarkan teori sibernetik, ahli psikologi menganalogikan mekanisme kerja manusia


seperti mekanisme msin elektronik. Mereka menganggap siswa (pebelajar) sebagai suatu
sistem yang dapat mengendalikan umpan balik sendiri (Self-Regulated Feedback).

Aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran, baik diterapkan dengan
langkah-langkah berikut: (1) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran. (2) Menentukan materi
pembelajaran. (3) Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran. (4)
Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut. (5) Menyusun
materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya. (6) Menyajikan materi
dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.

3.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat diajukan berkaitan dengan isi makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Kepada peneliti yang berminat dapat meneliti lebih lanjut terkait cara mengembangkan
kemampuan mengajar matematika guru.
2. Bagi pembaca, makalah ini belum sempurna sebagaimana yang diperlukan maka kami
sangat mengharapkan kritik, saran, ide demi memperbaiki makalah berikutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

DMK, M. (2017). pengertian-dan-tinjauan-tentang-teori.


https://sukeratayasa.wordpress.com/kajian-teori-pembelajaran-sibernetik/ diakses pada
15 Oktober 2019.

Thobroni. (2015). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Glasersfeld, E. v. (1995), Radical Constructivism: A Way of Knowing and Learning. Francis


Inc., 1900 Frost Road, Suite 101, Bristol, PA 19007.

https://books.google.co.id/books?id=F5xjDwAAQBAJ&pg=PA167&dq=umpleby,+2006
&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiy4JScv-
LmAhUu6nMBHZ0eB3QQ6AEILDAA#v=onepage&q=umpleby%2C%202006&f=false
diakses pada 29 Desember 2019

25

Anda mungkin juga menyukai