KELOMPOK 6
OLEH:
NAMA : HASWING
NIM :210203502016
Istilah ini dipakai pertama kali oleh Louis Couffignal tahun 1958.
Kini istilah sibernetik berkembang menjadi segala sesuatu yang berhubungan
dengan internet, kecerdasan buatan dan jaringan komputer. Istilah
„Cybernetic‟ pertama kali dikeluarkan oleh Nobert Wiener, seorang ilmuwan
dari Massachussets Institut Of Technology (MIT), untuk menggambarkan
kecerdasan buatan (artificial intellidence). Istilah ini digunakan untuk
menggambarkan cara bagaimana umpan balik (feedback) memungkinkan
berlangsungnya proses komunikasi. (DMK, 2017)
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua
siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah
informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam
proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain
melalui proses belajar yang berbeda.
a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan
bentuk ataupun isinya.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas
(Budiningsih,2005:82) dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang
komponen struktural dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol)
antara lain:
a) Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari
luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli, informasi hanya dapat
bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau
berganti.
Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan
memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata
dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali
informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa informasi
disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk prototipe, yaitu suatu struktur
representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk
mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989)
mengemukakan bahwa proses penyimpanan informasi merupakan proses
mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang dimiliki, yang
selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan (Budiningsih, 2005: 84).
Landa membedakan dua macam proses berfikir, yaitu proses berfikir algoritmik dan
proses berfikir heuristik.
a. Proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir yang sistematis, tahap demi
tahap, linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan tertentu.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak
dipelajari atau masalah yang hendak di pecahkan diketahui ciri-cirinya. Materi
pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier,
sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam
bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajenasi dan
berfikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika, mungkin
akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara
algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti aturan
tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun
untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung
intrepetasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses
berfikir siswa dibimbing kearah yang “menyebar” atau berfikir heuristik, dengan
harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatik,
atau linier.
2. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Pask dan scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut mereka ada
dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau
menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan
pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir menyeluruh
(wholist) tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya, cara berfikir
menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke
gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail
yang diamati lebih dahulu, melainkan seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu
ke bagian-bagian yang lebih detail. Sedangkan cara berfikir heuristik yang
dikemukakan oleh Landa adalah cara berfikir devergen mengarah kebeberapa aspek
sekaligus (Budiningsih, 2005: 88).
2. Motivasi
3. Perhatian
4. Persepsi
5. Ingatan
7. Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar, setelah beberapa
waktu apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan
berkurang jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang
dipelajari pada permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over
learning), dan pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
8. Transfer
2. Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting,
sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan
belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang
dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur
tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi peserta didik,
karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat
kompetensinya.
Menurut Suciati dan Irawan (dalam Budiningsih, 2008: 92) aplikasi teori
belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan materi pelajaran.
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.
Maka dari itu pemilihan model sebagai sarana pengolahan informasi harus
melihat karakteristik siswa yang dihadapi.
Contoh : Materi segiempat (SMP kelas VIII) diajarkan menggunakan model Jigsaw
jika karakter peserta didik bisa bekerja secara mandiri, namun lebih baik
menggunakan STAD jika siswanya belum bisa bekerja secara mandiri.
Model pembelajaran yang sesuai dengan aliran sibernetik, antara lain:
Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut Nohda (dalam Suherman, 2003: 124)
ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis
siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif
dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang harus digarisbawahi adalah perlunya
memberi kesempatan siswa untuk berfikir dengan bebas sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada
gilirannya akan memacu kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa.
Ini sejalan dengan hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar
sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya
secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama
unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan
informasi.