Anda di halaman 1dari 14

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR SIBERMETIK

KELOMPOK 6

OLEH:
NAMA : HASWING
NIM :210203502016

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF (S1)
FAKULTAS TEKNIK
MAKASSAR 2022
1. Teori Belajar Sibernetik

Sibernetik merupakan bentuk kata serapan dari kata „Cybernetic‟


yakni sistem control dan komunikasi yang memungkinkan feedback atau
umpan balik. Kata „cybernetic‟ yang selanjutnya ditulis dengan kata
sibernetik berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengendali atau pilot.
Bidang ini menjadi disiplin ilmu komunikasi yang berkaitan dengan
mengontrol mesin komputer.

Istilah ini dipakai pertama kali oleh Louis Couffignal tahun 1958.
Kini istilah sibernetik berkembang menjadi segala sesuatu yang berhubungan
dengan internet, kecerdasan buatan dan jaringan komputer. Istilah
„Cybernetic‟ pertama kali dikeluarkan oleh Nobert Wiener, seorang ilmuwan
dari Massachussets Institut Of Technology (MIT), untuk menggambarkan
kecerdasan buatan (artificial intellidence). Istilah ini digunakan untuk
menggambarkan cara bagaimana umpan balik (feedback) memungkinkan
berlangsungnya proses komunikasi. (DMK, 2017)

Uno (Thobroni: 2015:153) menjelaskan, teori belajar sibernetik adalah


yang paling baru dari semua teori belajar yang telah dikenal. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut Teori ini,
belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini memiliki kesamaan dengan
teori kognitif yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori
sibernetik. Namun, yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses
karena informasi akan menentukan proses
Ridwan Abdullah Sani (2013: 35) berpendapat, teori sibernetik
merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar yang telah ada, seperti teori belajar behavioristik, konstruktivistik,
humanistik, dan teori belajar kognitif. Teori ini berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Teori ini memiliki kesamaan
dengan teori kognitif, yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil
belajar. Perbedaannya teori ini dengan teori belajar kognitif adalah bahwa
proses belajar sangat ditentukan oleh sistem informai yang dipelajari. Cara
belajar secara sibernetik terjadi jika peserta didik mengolah informasi,
memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut.
Hal yang terpenting dalam teori ini adalah “Sistem Informasi” yang
akan menentukan terjadinya proses belajar. Menurut teori ini, tidak ada
satupun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang peserta didik dengan satu macam
proses belajar, namun informasi yang sama mungkin akan dipelajari peserta
didik yang lain melalui proses belajar berbeda

Abdul Hamid (2009: 47) menyatakan, menurut teori belajar sibernetik


yang terpenting adalah “Sistem Informasi” dari apa yang akan dipelajari
pembelajar, sedangkan bagaimana proses belajar akan berlangsung dan sangat
ditentukan oleh sistem informasi tersebut. Oleh karena itu, teori ini berasumsi
bahwa tidak ada satu jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab
cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru


dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya.
Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang
penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa (Budiningsih, 2008: 81).

Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua
siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah
informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam
proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain
melalui proses belajar yang berbeda.

Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik


adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara
efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur
pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan
informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam
belajar yang mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan
informasi memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau
mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi,
kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat dibutuhkan.

Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima,


disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika
diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh
Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya

berpijak pada asumsi:

a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan
bentuk ataupun isinya.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas
(Budiningsih,2005:82) dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang
komponen struktural dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol)
antara lain:
a) Sensory Receptor (SR)

Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari
luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli, informasi hanya dapat
bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau
berganti.

b) Working Memory (WM)

Working Memory(WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang


diberikan perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi
oleh peran persepsi. Karakter WM adalah bahwa:
1) Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi
didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
pengulangan.
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c) Long Term Memory (LTM)

Long Term Memory (LTM) diasumsikan:


1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu,
2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan
3) bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau
hilang.

Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan
memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata
dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali
informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa informasi
disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk prototipe, yaitu suatu struktur
representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk
mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989)
mengemukakan bahwa proses penyimpanan informasi merupakan proses
mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang dimiliki, yang
selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan (Budiningsih, 2005: 84).

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relative baru


dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut
teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini
mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun
yang lebih penting lagi adalah system informasi yang diproses yang akan dipelajari
siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar
akan berlangsung, sangat ditentukan oleh system informasi yang dipelajari.
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada suatu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab
cara belajar sangat ditentukan oleh system informasi. sebuah informasi mungkin akan
dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang
sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang
berbeda.Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah
dikembangkan oleh beberapa tokoh , diantaranya adalah pendekatan-pendekatan
yang berorientasi pada pemrosesan informasiyang dikembangkan oleh Gage dan
Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan
Tennyson. Konsepsi Landa dalam model pendekatannya yang disebut
algoritmik dan heuristik juga termasuk teori sibernetik. Pask dan Scott yang
membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau wholist, dan tipe serial atau serialist
juga menganut teori sibernetik.

B. Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh Aliran Sibernetik

1. Teori Belajar Menurut Landa

Landa membedakan dua macam proses berfikir, yaitu proses berfikir algoritmik dan
proses berfikir heuristik.

a. Proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir yang sistematis, tahap demi
tahap, linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan tertentu.

b. Proses berfikir heuristik, yaitu cara berfikir devergen, menuju kebeberapa


target tujuan sekaligus (Budiningsih, 2005: 87).

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak
dipelajari atau masalah yang hendak di pecahkan diketahui ciri-cirinya. Materi
pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier,
sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam
bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajenasi dan
berfikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika, mungkin
akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara
algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti aturan
tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun
untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung
intrepetasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses
berfikir siswa dibimbing kearah yang “menyebar” atau berfikir heuristik, dengan
harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatik,
atau linier.
2. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott

Pask dan scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut mereka ada
dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau
menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan
pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir menyeluruh
(wholist) tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya, cara berfikir
menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke
gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail
yang diamati lebih dahulu, melainkan seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu
ke bagian-bagian yang lebih detail. Sedangkan cara berfikir heuristik yang
dikemukakan oleh Landa adalah cara berfikir devergen mengarah kebeberapa aspek
sekaligus (Budiningsih, 2005: 88).

Siswa tipe wholist atau menyeluruh biasanya dalam mempelajari sesuatu


cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih
khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu
cenderung menggunakan cara berfikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena tidak secara
langsung membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan.
Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba
melihat mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan
mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan
teori ini. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah infomasi, pemikir, dan
pencipta. Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia
merupakan mahluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan
informasi.
Asumsi diatas direfleksikan dalam model belajar dan pembelajaran yang
menggambarkan proses mental dalam belajar yang terstuktur membentuk suatu
sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
1) Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
2) Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna
3. Proses mental bermuara pada pengorganisasian pengaktulisasian informas
C. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif
yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati
secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi
tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas, oleh
karena itu untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu memperhatikan kapabilitas
belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan pembelajaran.
Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun terjadi dengan kondisi-
kondisi tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut,
maka pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran
untuk diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi
eksternal.

Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar melalui


proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang
guru dalam mengelola pembelajaran antara lain:

1. Kemampuan awal peserta didik

Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah memiliki


pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum mengikuti
pembelajaran. Dengan adanya kemampuan prasyarat ini peserta didik diharapkan
mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan awal peserta didik
dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana
seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan.

2. Motivasi

Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya


tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik lebih
menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk berprestasi yang
bersifat intrinsik cenderung relatif stabil, mereka ini berorientasi pada tugas-tugas
belajar yang memberikan tantangan. Pendidik yang dapat mengetahui kebutuhan
peserta didik untuk berprestasi dapat memanipulasi motivasi dengan memberikan
tugas-tugas yang sesuai untuk peserta didik.

3. Perhatian

Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus


yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang datang
dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik mengarahkan diri ketugas yang
diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan
fokus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak
relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor internal
yang mencakup: minat, kelelahan, dan karakteristik pribadi. Sedangkan faktor
eksternal mencakup: intensitas stimulus, stimulus yang baru, keragaman stimulus,
warna, gerak dan penyajian stimulus secara berkala dan berulang-ulang.

4. Persepsi

Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang


dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya.
Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang. Untuk membentuk
persepsi yang akurat mengenai stimulus yang diterima serta mengembangkannya
menjadi suatu kebiasaan perlu adanya latihan-latihan dalam bentuk berbagai situasi.
Persepsi seseorang menjadi lebih mantap dengan meningkatnya pengalaman.

5. Ingatan

Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan


mengeluarkan kembali yang telah diterima seseorang. Ingatan sangat selektif, yang
terdiri dari tiga tahap, yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan ingatan
jangka panjang yang relatif permanen. Penyimpanan informasi dalam jangka panjang
dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu melalui kejadian-kejadian khusus (episodic),
gambaran (image), atau yang berbentuk verbal bersifat abstrak. Daya ingat sangat
menentukan hasil belajar yang diperoleh peserta didik.
6. Lupa

Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan


jangka panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh karena
memang tidak ada informasi yang menarik perhatian, kurang adanya pengulangan
atau tidak ada pengelompokan informasi yang diperoleh, mengalami kesulitan
dalam mencari kembali informasi yang telah disimpan, ingatan telah aus dimakan
waktu atau rusak, ingatan tidak pernah dipakai, materi tidak dipelajari sampai
benar-benar dikuasai, adanya gangguan dalam bentuk informasi lain yang
menghambatnya untuk mengingat kembali.

7. Retensi

Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar, setelah beberapa
waktu apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan
berkurang jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang
dipelajari pada permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over
learning), dan pengulangan dengan interval waktu (spaced review).

8. Transfer

Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat


mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar atau
transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari satu situasi kesituasi lain.
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses
pengolahan informasi antara lain:
1. Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang dapat
dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk
mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan.
Gagne (dalam Budiningsih, 2008: 89) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar,
yakni:
(a) keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar
diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui materi
yang disajikan dalam pembelajaran di kelas.
(b) strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan
mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan belajar,
mengingat, dan berfikir.
(c) informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikansesuatu dengan kata-kata dengan
jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
(d) keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
(e) sikap, suatu kemampuan internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari
oleh emosi, kepercayaan, serta faktor intelektual.

2. Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting,
sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan
belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang
dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur
tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.

3. Pemberian umpan balik

Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi peserta didik,
karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat
kompetensinya.

Berdasarkan deskripsi proses pengolahan informasi yang terjadi merupakan


interaksi faktor internal dan eksternal dari peserta didik, maka aplikasi pengelolaan
kegiatan pembelajaran berbasis teori sibernetik yang baik untuk dilakukan bagi
pendidik agar dapat memperlancar proses belajar peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Menarik perhatian.

2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.

3. Merangsang ingatan pada prasyarat belajar.

4. Menyajikan bahan perangsang.

5. Memberikan bimbingan belajar.

6. Mendorong unjuk kerja.


7. Memberikan balikan informatif.

8. Menilai unjuk kerja.

9. Meningkatkan retensi dan alih belajar (Budiningsih, 2008: 90).

Menurut Suciati dan Irawan (dalam Budiningsih, 2008: 92) aplikasi teori
belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.

2. Menentukan materi pembelajaran.

3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.

4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut.

5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.

6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan materi pelajaran.

D. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Sibernetik


Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan
informasi adalah:

1. Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.

2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.

3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.

4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.

5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.

6. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing


individu.

7. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk


kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Sedangkan kelemahan dari teori ssibernetik adalah terlalu menekankan pada
sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses
belajar.
E. Model Pembelajaran yang Sesuai dengan Aliran Sibernetik
Menurut teori sibernetik dikatakan proses belajar sangat ditentukan oleh
sistem informasi yang dipelajari.
Hal ini diasumsikan bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala
situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh
sisitem informasi.

Maka dari itu pemilihan model sebagai sarana pengolahan informasi harus
melihat karakteristik siswa yang dihadapi.
Contoh : Materi segiempat (SMP kelas VIII) diajarkan menggunakan model Jigsaw
jika karakter peserta didik bisa bekerja secara mandiri, namun lebih baik
menggunakan STAD jika siswanya belum bisa bekerja secara mandiri.
Model pembelajaran yang sesuai dengan aliran sibernetik, antara lain:

a. Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning)

Dalam pembelajaran kooperatif, guru memberikan stimulus berupa kuis atau


pertanyaan-pertanyaan sebagai tes kemampuan prasyarat siswa, sehingga siswa
aktif berfikir. Dan belajar menurut sibernetik adalah pengolahan informasi oleh
siswa.
Pengolahan informasi ini terjadi karena adanya stimulus dari guru yang
berupa informasi.

b. Model pembelajaran open ended

Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut Nohda (dalam Suherman, 2003: 124)
ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis
siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif
dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang harus digarisbawahi adalah perlunya
memberi kesempatan siswa untuk berfikir dengan bebas sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada
gilirannya akan memacu kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa.
Ini sejalan dengan hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar
sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya
secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama
unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan
informasi.

Anda mungkin juga menyukai