Anda di halaman 1dari 19

“MAKALAH TEORI

BELAJAR SIBERNETIK”
Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Teori Belajar

Dosen Pengampu: Nia Kusstianti, S.Pd M.Pd

Sri Usodoningtyas, S.Pd M.Pd

Disusun Oleh:

1. Shindy Puspitasari 22050634048


2. Thalia Dwi Karyono 22050634056
3. Michelle Grezanda Luftha R 18050634038

Program Studi S1 Pendidikan Tata Rias

Fakultas Teknik

Universitas Negeri Surabaya

2022/2023
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................................ i

Daftar isi ......................................................................................................................... ii

Kata Pengantar ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1

1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Sibernatik ........................................................................... 2

2.2 Sejarah Pengembangan Teori Belajar Sibernatik ........................................................ 3

2.3 Tokoh Tokoh Belajar Sibernatik ................................................................................ 4

2.4 Penerapan Teori Belajar Sibernatik............................................................................ 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 13

3.2 Saran ......................................................................................................................... 14

Daftar Pustaka .............................................................................................................. 15


Kata Pengantar

Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur atas berkat rahmat dan karunia-Nya
yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Belajar
Sibernetik”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata Teori Belajar.

Kami sadari bahwa sepenuhnya tugas makalah ini tidak lepas dari dukungan, dorongan,
dan bimbingan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Ibu Nia Kusstianti, S.Pd M.Pd. dan ibu Sri Usodoningtyas, S.Pd M.Pd Selaku dosen
pengampu mata kuliah Teori Belajar, yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, dan
dukungan dalam bentuk pengarahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik.

Orang tua yang selalu memberikan doa dan motivasi, serta dukungan yang sangat
berarti sehingga mendorong kami untuk melakukan yang terbaik. Teman-teman seperjuangan
program studi S1 Pendidikan Tata Rias yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan
tugas ini.

Kami berharap semoga Allah SWT memberikan limpahan pahala atas kebaikan yang
telah diberikan kepada kami. Kami merasa bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran bagi para
pembaca demi perbaikan makalah ini.

Surabaya, 13 Maret 2023


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori belajar sibernetik adalah teori belajar melalui pemrosesan informasi. Pendekatan
teori sibernetik yang berorientasi pada pemrosesan informasi ini dikembangkan
oleh Robert Gagne, Berliner, Biehler dan Snowman, Baine serta Tennyson. Teori
sibernetik adalah teori yang paling baru dari semua teori belajar yang telah dikenal. Teori
ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik,
belajar adalah pengolahan informasi.
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses dari
pada hasil belajar. Teori belajar sibernetik merupakan perkembangan dari teori belajar
kognitif, yang menekankan peristiwa belajar sebagai proses internal yang tidak dapat
diamati secara langsung dan terjadinya perubahan kemampuan yang terikat pada situasi
tertentu. Kekurangan metode pembelajaran sibernetik yaitu terlalu menekankan pada
sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.
Metode ini bisa terwujud apabila peserta didik dapat mengolah informasi, memonitor, dan
menyusun strategi mengenai segala informasi yang diperoleh.
Fungsi guru dalam pembelajaran sibernetik adalah merencanakan,
mempersiapkan, dan melengkapi stimulus yang penting untuk masukan simbolik
(informasi verbal,kata-kata,angka-angka, dan sebagainya) dan masukan referensial
(objek dan paristiwa). Tujuan dari pada pelajaran ini adalah meningkatkan kemampuan
siswa dalam menerima informasi dan mengkreatifkan instruktur di dalampembelajarannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pengertian Teori Belajar Sibernetik?
2. Bagaimana sejarah Sibernetik?
3. Siapa saja tokoh – tokoh belajar Sibernetik?
4. Bagaimana penerapan Teori Belajar Sibernetik?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Teori Blajar Sibernetik.
2. Menjelaskan bagaimana sejarah Sibernetik.
3. Memperkenalkan siapa saja tokoh – tokoh belajar Sibernetik.
4. Menjelaskan cara penerapan Teori Belajar Sibernetik.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Sibernetik

Belajar adalah proses yang tidak akan pernah berhenti selama manusia hidup di bumi.
Tidak ada manusia yang akan berhasil tanpa melalui proses belajar, karena dalam belajar
ini manusia menemukan pengetahuan dan pengalaman yang baru. Dengan belajar manusia
bisa menemukan ilmu pengetahuan yang luas, atau suatu proses yang dilakukan setiap
individu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Proses pembelajaran di kelas dan
diberikan kepada siswa untuk menerima secara visual materi yang diberikan agar siswa
tidak hanya menerima pengetahuan secara teori. Pembelajaran yang dimaksud adalah
pembelajaran sibernetik.

Sibernetik merupakan bentuk kata serapan dari kata ‘Cybernetic’ yakni sistem kontrol
dan komunikasi yang memungkinkan feedback atau umpan balik. Kata ‘cybernetic’ yang
selanjutnya kita tulis dengan kata sibernetik berasal dari bahasa Yunani yang berarti
pengendali atau pilot. Bidang ini menjadi disiplin ilmu komunikasi yang berkaitan dengan
mengontrol mesin komputer. Istilah ini dipakai pertama kali oleh Louis Couffignal tahun
1958. Kini istilah sibernetik berkembang menjadi segala sesuatu yang berhubungan dengan
internet, kecerdasan buatan, dan jaringan komputer. Sejalan dengan pengertian tersebut
M.R.Abror mendefinisikan: “Cybernetic” merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
mempersoalkan prinsip pengendalian dan komunikasi yang diterapkan dalam fungsi
organisme atau mesin yang majemuk, dalam hal ini sering disinonimkan dengan umpan
balik.” Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.

Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori belajar sibernetik
ialah teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan Teori belajar yang lain. Teori
belajar ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Berdasarkan teori sibernetik, belajar yaitu pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini
mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yakni mementingkan proses belajar dari pada
hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih
penting lagi ialah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari oleh siswa. Informasi
ini lah yang akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.

Berbagai teori belajar dan pembelajaran seperti teori sibernetik yang belum aktif
diterapkan, maka seorang guru menerapkan teori belajar yang sesuai dengan kondisi,
konteks, serta sarana dan prasarana dalam pembelajaran yang dihadapi. Teori belajar
sibernetik ini sangat relevan dan menjadi landasan pengembangan multimedia yang
berkembang di dunia pendidikan penggunaan teori pembelajaran sibernetik dalam
pembelajaran akan menjadi proses pembelajaran lebih efektif dalam menyampaikan materi.
Asumsi lain dari teori sibernetik bahwa tidak ada satu proses belajar manapun yang ideal
untuk segala situasi dan cocok untuk semua siswa, karena cara belajar sangat ditentukan
oleh sistem informasi.

Teori belajar sibernetik merupakan salah satu teori pembelajaran yang menyatukan
antara teori dan praktik. Untuk meningkatkan kemampuan atau kreativitas belajar siswa
dan membangun pengetahuan baru peserta didik. Pengelolaan pembelajaran dalam teori
belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang
memperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal siswa yang mempengaruhi
proses belajar melalui proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh guru dalam mengelola pembelajaran yaitu kemampuan awal peserta
didik, motivasi, perhatian, persepsi, ingatan, lupa, retensi, transfer. Sedangkan kondisi
eksternal yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar dengan proses pengolahan
informasi antara lain kondisi belajar, tujuan belajar, pemberian umpan balik. Proses belajar
akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran (dalam sibernetik disebut sistem informasi)
yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri-cirinya. Materi
pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial,
sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat jika disajikan dalam bentuk terbuka
dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.

2.2 Sejarah Perkembangan Teori Belajar Sibernetik


Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini,
belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif
yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam sibernetik. Namun, yang lebih
penting lagi adalah sistem informasi yang di proses itu. Informasi inilah yang menentukan
proses. Asumsi lain dari teori sibernetik ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun
yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk semua. (Nursalam, 2008).
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, teori ini berkembang
sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Teori ini memiliki kesamaan
dengan teori kognitif, yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Perbedaan
teori ini dengan teori belajar kognitif adalah bahwa proses belajar sangat ditentukan sistem
informasi yang dipelajari. Cara belajar secara sibernetik terjadi jika peserta didik mengolah
informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Hal
yang terpenting dalam teori ini adalah “sistem informasi” yang akan menentukan terjadinya
proses belajar. Menurut teori ini, tidak ada satupun cara belajar yang ideal untuk segala
situasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang peserta didik dengan satu
macam proses belajar, namun informasi yang sama mungkin akan dipelajari peserta didik
yang lain melalui proses belajar yang berbeda.

2.3 Tokoh – Tokoh Belajar Sibernetik


Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh
beberapa tokoh, diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
pemprosesan informasi yang dikembangkan oleh:
1. Gage dan Berliner
2. Biehler
3. Snowman
4. Baine
5. Tennyson.

Tokoh diatas berupaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)


diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika
diperlukan, dan telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemprosesan informasi.
Teori-teori tersebut umunya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:

1. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemprosesan informasi
di mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu.
2. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan
bentuk ataupun isinya.
3. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkannya teori tentang komponen struktur dan
pengatur alur pemprosesan informasi (proses kontrol). Komponen pemprosesan informasi
dipilah menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta
proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah:

 Sensory reseptor
merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR
informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya ditangkap dalam bentuk
aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan
informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
 Working memory
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi
perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran
persepsi. Karakteristik WM adalah bahwa:
1. Ia memiliki kapasitas yang terbatas, kurang lebih 7 slots. Informasi di dalamnya
hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan
atau rehearsal.
2. Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
Asumsi pertama berkaitan dengan penataan jumlah informasi, sedangkan
asumsi kedua berkaitan dengan pesan proses kontrol. Artinya, agar informasi
dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah informasi tidak melebihi
kapasitas WM disamping melakukan rehearsal. Sedangkan penyandian pada
tahapan WM, dalam bentuk verbal, visual, ataupun semantik, dipengaruhi oleh
peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.
 Long term memory.
Long Term Memory (LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang
telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali
informasi disimpan didalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan
“lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan
kembali (retrieval failure) informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata
dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali
informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa informasi
disimpan di dalam LTM dalam bentuk prototipe, yaitu suatu struktur representasi
pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan
pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa
proses penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru
pada pengetahuan yang telah dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar
pengetahuan (knowledge base) (Lusiana 1992). Sedangkan proses kontrol diasumsikan
sebagai strategi yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat dipergunakan setiap saat
diperlukan.

Sejalan dengan teori pemprosesan informasi, Ausubel (1968) mengemukakan


bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah
dimiliki individu. Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa pengetahuan ditata
di dalam struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti, pengetahuan yang lebih umum
dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan
pengetahuan baru yang lebih rinci. Implikasinya di dalam pembelajaran, semakin baik
cara penataan pengatahuan sebagai dasar pengetahuan yang datang kemudian, semakin
mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.

Berpijak pada kajian di atas, Reigeluth, Bunderson, dan Merrill


(1977) mengembangkan suatu materi penaatan isi atau materi pelajaran yang berurusan
dengan empat bidang masalah, yaitu; pemilihan (selection), penataan urutan
(sequencing), rangkuman (summary), dan sintesis (synthesizing), menurut mereka, jika
isi mata pelajaran ditata dengan menggunakan urutan dari umum ke rinci, maka isi atau
materi pelajaran pada tingkat umum akan menjadi kerangka untuk mengkaitkan isi-isi
lain yang lebih rinci. Hal ini sesuai dengan struktur representasi informasi di dalam
LTM, sehingga akan mempermudah proses penelusuran kembali informasi

Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam strategi penataan isi atau materi


pelajaran, maka ia akan berfungsi menunjukkan kepada siswa (si belajar) informasi
mana yang perlu diberi perhatian disamping menghemat kapasitas WM. Ada tujuh
komponen strategi teori elaborasi yang dikembangkan oleh Reigeluth dan Stein yang
berpijak pada kajian tentang teori pemprosesan informasi (Dengeng, 1998), yaitu; 1)
urutan elaboratif, 2) urutan persyarat belajar, 3) rangkuman, 4) sintesis, 5) analogi, 6)
pengaktif strategi dan kognitif, dan 7) kontrol belajar. Sedangkan prinsip-prinsip yang
mendasari model elaborasi meliputi;
1. Penyajian kerangka isi pelajaran (epitome), yaitu suatu uapaya untuk menunjukkan
bagian-bagian utama pelajaran dan hubungan di antaranya, yang disajikan pada awal
pelajaran.
2. Elaborasi secara bertahap, berkaitan dengan tahapan dalam melakukan elaborasi isi
pengajaran. Elaborasi tahap pertama akan mengelaborasi bagian-bagian yang
tercakup pada elaborasi tahap pertama dan seterusnya.
3. Bagian terpenting disajikan pertama kali. Penting tidaknya suatu bagian ditentukan
oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi pelajaran. Dalam
pelaksanaannya tentunya tidak meninggalkan prasyarat belajar.
4. Cakupan optimal elaborasi, yaitu tingkat kedalaman dan keluasan elaborasi serta
kemudahannya dalam membuat sintesis.
5. Penyajian pensintesis secara bertahap. Setiap kali melakukan elaborasi dimaksudkan
untuk menunjukkan hubungan di antara konstruk-konstruk yang lebih rinci yang
baru dipelajari, serta menunjukkan konteks elaborasi dalam optime, sehingga suatu
pengajaran akan diterima lebih dalam karena dipelajari di dalam konteksnya.
6. Penyajian pensintesis. Jenis pensintesis supaya disesuaikan dengan tipe isi pelajaran.
Maksudnya, pensintesis yang fungsinya sebagai pengkait satuan-satuan konsep,
prosedur atau prinsip, supaya disesuaikan. Seperti struktur konseptual digunakan
untuk konsep, struktur prosedural untuk prosedur, dan struktur teoretik untuk
prinsip.
7. Tahapan pemberian rangkuman. Rangkuman yang dimaksudkan untuk mengadakan
tinjauan ulang mengenai isi pelajaran yang sudah dipelajari, supaya diberikan
sebelum menyajikan pensintesis.

Pengorganisasian isi atau materi pelajaran dengan model elaborasi dilihat


kesesuaiannya dengan psikologi kognitif (struktur kognitif) dan pemprosesan informasi
dapat dilihat sebagai berikut:

1. Urutan elaboratif dari umum ke rinci sesuai dengan karakteristik skemata dalam
ingatan manusia yang tersusun secara hirarkhis.
2. Epitome sebagai kerangka isi pelajaran sejalan dengan skemata yang berfungsi
untuk mengintegrasikan kontruk-konstruk ke dalam suatu unit konseptual.
Penyajian epitome pada awal pengajaran juga sesuai dengan fungsi skemata
sebagai kerangka untuk mengkaitkan informasi-informasi yang lebih rinci.
3. Jenis-jenis hubungan antara konstruk yang dispesifikasi dalam model elaborasi
sesuai dengan representasi struktur pengetahuan dalam ingatan.

Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian


informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri
dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam
ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses
penelusuran bergerak secara hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif
ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan
diperoleh.

Konsepsi Landa dalam model pendekatanya yang disebut Algoritmik dan


heuristik juga termasuk teori sibernetik. Pask dan Scott yang membagi siswa menjadi
tipe menyeluruh atau wholist, dan tipe serial atau serialist juga menganut teori
sibernetik. Masing-masing akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

 Teori Belajar Menurut Landa


Salah satu penganut aliran sibernetik adalah Landa. Ia membedakan ada dua
macam proses berpikir, yaitu proses berpikir algoritmik dan proses berpikir
heuristik. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir yang sistemis, tahap
demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tujuan tertentu. Contoh-
contoh proses algoritmik misalnya kegiatan menelpon, menjalankan mesin mobil,
dan lain-lain. Sedangkan cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen,
menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang
mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk
menggunakan cara berpikir heuristik misalnya operasi pemilihan atribut geometri,
penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lain-lain.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak
dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori sibernetik
adalah sistem informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Materi
pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier,
sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam
bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan
berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika,
mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus tersebut
disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya
mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target
tertentu. Namun untuk memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak
mengandung interpretasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih
baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang “menyabar” atau berpikir
heuristik, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal,
monoton, dogmatik, atau linier.
 Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Pask dan Scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut mereka
ada dua macam cara berpikir, yaitu cara berpikir serialis dan cara
berpikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya
memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan
sebagai cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan cara berpikir
heuristik. Bedanya, cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung
melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat
melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu, melainkan seluruh
lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih detail.
Sedangkan cara berpikir heuristik yang dikemukakan oleh Landa adalah
cara berpikir devergen mengarah ke beberapa aspek sekaligus. Siswa
tipe wholist atau menyeluruh ini biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung
dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke lebih yang khusus
atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung
menggunakan cara berpikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar
berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang
dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan
pencipta. Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia
merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan
informasi.
Asumsi di atas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan
pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar yang
secara tersetrukur membentuk suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini
dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
1. Proses dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
2. Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3. Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian
informasi.

2.4 Penerapan Teori Belajar Sibernetik


Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang
mengemukakan bahwa belajar adalah proses intrenasional yang tidak dapat diamatai secara
langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun
memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk
mengurangi muatan memori kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa;
proposisi, produktif, dan mental images. Teori Gagne dan Briggs mengpreskripsikan
adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran, dan 3) pengorganisasian/urutan
pembelajaran.
Pembelajaran sibernetik sering disinonimkan dengan umpan balik (feedback) dalam
konteks pendidikan. Umpan balik ini sangat penting artinya bagi keberhasilan belajar dan
pembelajaran. Umpan balik dari peserta didik memungkinkan guru untuk dapat mengetahui
apakah materi yang disampaikan telah dipahami dan apa kesulitan peserta didik dalam
memahami informasi. Informasi umpan balik memungkinkan guru dapat merancang
tindakan remedial yang relevan untuk dilakukan. Berdasarkan umpan balik tersebut, siswa
juga dapat memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil
belajarnya jika kurang memuaskan. Sebaliknya, umpan balik dari guru misalnya dalam
bentuk nilai atas hasil kerja peserta didik akan mengingatkan mereka sampai sejauh mana
penguasaannya terhadap materi yang sedang dipelajari.
Fungsi guru dalam pembelajaran sibernetik adalah merencanakan, mempersiapkan, dan
melengkapi stimulus yang penting untuk masukan simbolik (informasi verbal, kata-kata,
angka-angka dan sebagainya) dan masukkan referensial (objek dan peristiwa). Guru
berperan membimbing peserta didik dalam memahami informasi yang cocok dan
membimbing mereka memanipulasikan proses memahami konsep dan mempersiapkan
umpan balik (feedback) dari sebuah latihan/pembelajaran. Ada sembilan langkah
pengajaran yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan teori sibernetik, yakni:
1. Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik;
2. Memberikan informasi kepada peseta didik mengenai tujuan pengajaran dan topi yang
akan di bahas;
3. Merangsang peserta didik untuk memulai aktivitas pembelajaran;
4. Menyampaikan isi pelajaran yang dibahas sesuai dengan topik yang ditetapkan;
5. Memberikan bimbingan bagi peserta didik dalam melakukan aktivitas dalam
pembelajaran;
6. Memberikan penguatan pada prilaku pembelajaran peserta didik;
7. Memberikan umpan balik terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik;
8. Melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar;
9. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengingat dan menggunakan
hasil pembelajaran.

Penerapan teori sibernetik dalam proses belajar mengajar, paling tidak mengikuti langkah-
langkah antara lain:

1. Menentukan tujuan instruksional;


2. Menentukan materi pelajaran;
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut;
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi itu (apakah
algoritmik atau heuristik);
5. Menyusun materi dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya;
6. Menyajikan materi dan membimbing peserta didik belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan pelajaran.

Dalam mengorganisasikan pembelajaran perlu dipertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar


untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada
prasyarat belajar utama, yang harus dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar mendukung yang
dapat memudahkan belajar.

 Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan intelek


Menurut Gagne, prasyarat belajar utama dan keterkaitan satu dengan lainnya
digambarkan dalam hirarkhi belajar. Reigeluth membedakan struktur belajar sebagai
keterampilan yang lebih tinggi letaknya diatas, sedangkan keterampilan tingkat yang
lebih rendah ada dibawahnya.
 Pengorganisasian pembelajaran ranah informasi verbal.
Kemampuan ini menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan fakta-fakta
ke dalam rangka yang bermakna baginya.
 Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif.
Kemampuan ini banyak memerlukan prasyarat keterampilan intelektual, maka
perlu memasukkan keterampilan-keterampilan intelektual dan informasi cara-cara
memecahkan masalah.
 Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap.
Kemampuan sikap memerlukan prasyarat sejumlah informasi tentang pilihan-
pilihan tindakan yang tepat untuk situasi tertentu, juga strategi kognitif yang dapat
membantu memecahkan konflik-konflik nilai pada tahap pilihan.
 Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motorik.
Untuk menguasai keterampilan motoric, perlu dimulai dengan mengajarkan
kaidah mengenai urutan yang harus diikuti dalam melakukan unjuk kerja ketrampilan
yang dipelajari. Diperlukan latihan-latihan mulai dari mengajarkan bagian-bagaian
keterampilan secara terpisah-pisah kemudian melatihkannya ke dalam kesatuan
ketrampilan.

 Kelebihan dan Kelemahan Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran


a) Keunggulan
1. Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk
dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari
berbagai penjuru dunia.
2. Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan
animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk
berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.
3. Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana masyarakatnya bisa
saling mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah, dan
pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, sepanjang
sarana pembelajaran mendukung.
4. Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh secara
autentik (sesuai aslinya), cepat dan murah.
5. Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara psikologis
siswa akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut
salah dan menanggung akibat dari kesalahannya secara langsung.
b) Kelemahan

Teori aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga
menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi
dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak. Pada akhirnya, masing-masing aliran teori
belajar ini mengandung keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahannya sendiri yang
harus kita ketahui untuk dapat mengkombinasikan dalam penerapannya dengan pendekatan
belajar yang lain sehingga dicapai hasil proses belajar yang lebih baik.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori belajar sebernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan teori-
teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan
ilmu informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah pemprosesan informasi. Teori ini
lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana
proses belajar dapat berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan
tersebut. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara
belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem
informasi.
Teori ini dikembangkan oleh para penganutnya, antara lain seperti pendekatan-
pendekatan yang berorientasi pada pemprosesan informasi yang dikembangkan oleh Gagne
dan Berliner, Biehler dan Snowman, Baine, serta Tennyson. Bahwa proses pengolahan
informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti
dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali
informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari
struktur informasi yang teroraganisasi dalam proses penelusuran bergerak secara hirarkhis,
dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci,
sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
Konsepsi Landa dengan model pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik
mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa untuk berpikir sistematis, tahap demi
tahap, linear, menuju pada target tujuan tertentu, sedangkan belajar heuristik menuntut
siswa untuk berpikir devergen, menyebar ke beberapa target tujuan sekaligus.
Pask dan Scott membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau wholist, dan tipe serial
atau serialist. Mereka mengatakan bahwa siswa yang bertipe wholist cenderung
mempelajari sesuatu yang paling umum menuju ke hal-hal yang lebih khusus, sedangkan
siswa dengan tipe serialist dalam berpikir akan menggunakan cara setahap demi setahap
atau linear. Aplikasi teori pengolahan informasi dalam pembelajaran antara lain
dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas
belajar 2) peristiwa pembelajaran, dan 3) pengorganisasian/urutan pembelajaran.

3.2 Saran

Mengingat perihal kelemahan teori sibernetik yang dikritik karena tidak secara langsung
membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini
pun cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja
pada otak peserta didik. Pada akhirnya, masing-masing aliran teori belajar ini mengandung
keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahannya sendiri yang harus kita ketahui untuk
dapat mengkombinasikan dalam penerapannya dengan pendekatan belajar yang lain sehingga
dicapai hasil proses belajar yang lebih baik.
Daftar Pustaka

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://re
pository.radenfatah.ac.id/18765/1/a%2529.%2520BAB%25201%252
0%2528Nur%2520Azizah%252C%25201652100207%2529.pdf&ved
=2ahUKEwjztMfL0dH9AhWC1TgGHdEPBfkQFnoECBkQBg&usg
=AOvVaw1vsFuUFVW4qthYtdlXezLa

https://serupa.id/teori-belajar-sibernetik-pengertian-proses-dan-
penerapan/

https://www.academia.edu/36709907/TEORI_BELAJAR_SIBERNE
TIK

https://sukeratayasa.wordpress.com/kajian-teori-pembelajaran-
sibernetik/

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/edukasi/article/view/961#:~
:text=Teori%20belajar%20sibernetik%20merupakan%20perkemba
ngan,yang%20terikat%20pada%20situasi%20tertentu.

http://e-
campus.iainbukittinggi.ac.id/ecampus/AmbilLampiran?ref=91676&j
urusan=&jenis=Item&usingId=false&download=false&clazz=ais.dat
abase.model.file.LampiranLain#:~:text=Teori%20sibernetik%20ada
lah%20teori%20yang,proses%20dari%20pada%20hasil%20belajar.
https://semnas.unikama.ac.id/ks2b/arsip/2017/berkas/3.pdf

Anda mungkin juga menyukai