PENELITIAN TERAPAN
Alat-alat musik hampir merupakan komponen universal dari budaya manusia. Seperti yang
diketahui bahwa budaya kuno Mesopotamia, Mediterania, India, Asia Timur, dan Amerika
semuanya memiliki bermacam-macam instrumen musik. Suara yang dihasilkan oleh suatu
instrumen dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti bahan dari mana instrumen itu dibuat,
ukuran dan bentuknya, dan cara memainkannya. Misalnya, alat musik gesek dapat dipukul, dipetik,
atau ditekuk, setiap metode menghasilkan suara yang khas. Sebuah instrumen kayu yang dipukul
oleh pemukul terdengar sangat berbeda dari instrumen logam, bahkan jika kedua instrumen
tersebut identik.
Alat musik telah digunakan sejak masa paling awal untuk berbagai keperluan, mulai dari
hiburan penonton konser hingga iringan tarian, ritual, pekerjaan, dan obat-obatan. Salah satu
contohnya yaitu Alat musik tradisional Latotou yang merupakan alat musik tradisional Buton
Selatan tepatnya di Desa Hendea. Latotou ini terbuat dari kayu gaba ringan (kayu lapi) yang
dibelah dengan ukuran tertentu dan diruncingkan pada kedua ujungnya. Alat musik ini sendiri
berbeda-beda penamaannya tergantung pada penamaan etnis yang menggunakannya. Bagi etnis
Wolio mengenalnya dengan nama Ratotou, sedangkan pada etnis Laporo menyebutnya Latotou.
Istilah Latotou sendiri diambil dari bunyi tiga batang alat musik ini yang berfungsi sebagai melodis
yang menghasilkan nada dasar “LA-TO-TOU” sedangkan potongan alat musik lainnya berfungsi
sebagai ritme. Dalam penelitian ini akan fokus mengkaji Latotou dalam perspektif etnis Laporo
dan synthesizer Latotou sebagai bentuk dari alat musik digital dari Latotou.
Bagi etnis Laporo, alat musik ini menjadi alat musik penghibur utama pada masanya,
sebelum mengenal alat-alat musik lain yang bernuansa modern. Alat musik Latotou ini mulai
dikenal oleh etnis Laporo setelah terjadinya persebaran etnis Laporo dari kampung pertama Laporo
yang dikenal dengan Liwungau (Lipu Mangau). Disebut Liwungau karena kampung ini pernah
dibakar oleh pasukan Tobelo dari Ternate. Dari sanalah masyarakat Laporo tersebar menjadi
masyarakat Hendea, Gonda, Bugi, Kombeli, Laburunci, Lapanda, Awainulu dan sebagainya.
Dalam proses bermigrasi dan menemukan pemukiman baru inilah kemudian masyarakat
membutuhkan musik untuk pelepas penat dan kantuknya. Namun kebanyakan alat musik Latotou
ini oleh masyarakat Laporo digunakan pada malam hari untuk menjaga kebun dari serangan hama
babi. Dalam kesunyian di malam hari inilah Latotou kerap dimainkan sebagai penahan kantuk.
Selanjutnya alat musik ini dijadikan sebagai pengiring pada acara-acara adat seperti Linda,
Mangaru dan Manca.
Bicara soal musik tentu tak lepas dari instrumen penghasil nada dan suara yaitu alat musik.
Pada dasarnya semua instrumen yang dibuat dengan desain sedemekian rupa dan mampu
menghasilkan nada suara dapat dikategorikan sebagai alat musik. Dari waktu ke waktu alat musik
pun ikut berkembang layaknya industri musik itu sendiri. Pada awalnya alat musik masih berupa
alat tradisonal yang umumnya merupakan hasil dari sebuah kebudayaan tertentu. Namun berkat
kemajuan teknologi, orang mulai mengembangkan alat musik modern seperti alat musik digital.
Tak hanya menghasilkan efek suara maupun tiruan suara alat musik asli, alat musik elektronik
tersebut juga mempermudah kegunaannya karena lebih efisien dan praktis, contohnya keyboard
dan Gitar.
Latotou merupakan alat musik perkusi (analog) yang berbahan dasar kayu dimana kualitas
bunyi dari Latotou sendiri akan rentan terhadap waktu dari pembuatan Latotou. Penggunan kayu
sebagai bahan dari alat musik Latotou sendiri memiliki dampak ekosistem yang cukup besar
terhadap lingkungan sekitar, untuk itu dengan memanfaatkan perkembang teknologi yang sangat
pesat saat ini, membuat alat musik Latotou dalam bentuk digital (synthesizer) yang dapat
dimainkan seperti alat musik pada umumnya seperti keyboard dan Gitar yang telah memiliki nada
diatonis.
Dari permasalahan diatas, penelitian ini akan fokus mengkaji Latotou dalam perspektif
etnis Laporo yang berada di Desa Hendea dan pembuatan Synthesizer Latotou serta pembuatan
aplikasi Latotou berbasis android sebagai bentuk penerapan alat musik digital Latotou.
Rumusan Masalah
1. Data dan informasi tentang alat musik tradisional Latotou tidak tersedia secara memadai.
2. Orang yang mampu membuat Latotou telah berusia lanjut dan jumlahnya sedikit.
3. Spesifikasi teoritis dan praktis tentang Latotou sebagai sistem penghasil bunyi tidak tersedia.
Tujuan
1. Mengetahui Data dan informasi historikal alat musik Latotou terkait bahan, penamaan, jenis
irama dan penggunaannya.
2. Mengetahui cara membuat Latotou dan mendefinisikan SoP pembuatan Latotou
3. Mengembangkan synthesizer digital Latotou dan aplikasi berbasis android
Manfaat
1. Bagi masyarakat, dapat mengetahui data dan informasi terkait historikal alat musik Latotou.
2. Bagi Pembangunan, nilai-nilai kearifan dan kecerdasan lokal dapat dilestarikan
3. Bagi ilmu pengetahun dan teknologi, aspek historis, teoritis dan praktis dari sistem penghasil
bunyi Latotou dapat dikembangangkan untuk inovasi ilmu pengetahuan berikutnya.
Ruang Lingkup:
1. Historikal alat musik tradisional Latotou yang berada di Desa Hendea Kabupaten Buton
Selatan
2. Mencari dan menemukan frekuensi masing-masing nada dasar Latotou
3. Menemukan nilai-nilai parameter isyarat digital sistim penghasil bunyi Latotou
4. Mengembangkan perangkat lunak synthesizer Latotou dalam Platform Android
Target Pencapaian:
Target luaran penelitian ini adalah: (1) terdokumentasi historis, teoritis dan praktis alat musik
tradisional Latotou di wilayah Kabupaten Buton Selatan tepatnya di Desa Hendea. (2) perangkat
keras alat musik Latotou dan SoP pembuatannya. (3) Perangkat Lunak synthesizer alat musik
Latotou dan petunjuk penggunaanya (4) Artikel berupa Jurnal ilmiah nasional dan internasional,
Paten dan HKI.
Target Tahunan
Pencapaian target tahunan dalam penelitian ini:
1. Tahun Pertama : (1) Dokumentasi historis alat musik Latotou yang berada di Desa Hendea
Kabupaten Buton Selatan. (2) Perangkat keras alat musik Latotou. (3) Dokumen SoP
pembuatannya. (4) Artikel berupa jurnal ilmiah nasional terakreditasi.
2. Tahun Kedua: (1) Dokumentasi teoritis dan praktis alat musik Latotou. (2) Perangkat lunak
synthesizer alat musik Latotou. (3) Dokumen penggunaan Perangkat lunak synthesizer alat
musik Latotou. (4) Artikel berupa jurnal ilmiah internasional, Paten dan HKI
A. Pengolahan Sinyal
Pengolahan sinyal merupakan suatu operasi matematik yang dilakukan terhadap suatu sinyal
sehingga diperoleh suatu informasi yang berguna. Pengolahan sinyal dapat dilakukan secara
analog atau digital. Pengolahan sinyal analog memanfaatkan komponen-komponen analog,
misalnya dioda, transistor, Op-amp, dan lainnya. Pengolahan sinyal digital menggunakan
komponen-komponen digital, register, counter, dekonder, summing, mikroprocessor,
mikrokontroler, dan lainnya. Untuk kemudahan pada pengolahan sinyal digital sebagai pemroses
digunakan suatu komputer (mikrokontroler) untuk mempresentasikan algoritma atau model
matematik. Selain sistem komputer diperlukan perangkat keras lainnya yaitu mikropon sebagai
masukkan/keluaran. Sinyal dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sinyal analog (continue) dan
sinyal diskrit (digital).
Sinyal analog diubah menjadi sinyal digital melalui rangkaian konverter analog to digital
converter (ADC). Konverter A/D sudah direalisasikan dalam suatu peranti integrated circuit (IC).
Keluaran dari ADC berupa suatu kode biner yang nilainya bersesuaian dengan level kuantisasi
dari sinyal analog yang dicuplik pada suatu waktu tertentu. Pada ADC, sinyal analog tersebut
diproses melalui tiga proses yaitu sampling, quantizing, dan coding. Prosesnya dapat dilihat pada
Gambar 1.
B. Nyquist Criteria
1. Teori Sampling
Teori Sampling adalah sebuah teori yang pertama kali dikemukakan oleh Harold Nyquist
pada tahun 1920. Sampling berarti mengambil atau mencuplik sinyal pada waktu-waktu tertentu
saja dan untuk selanjutnya sinyal yang telah tercuplik tersebut akan didekatkan atau dikodekan
dalam suatu nilai-nilai bit yang merepresentasikan informasi dari sinyal informasi melalui proses
kuantisasi .
Sinyal analog (t) merupakan fungsi kontinyu dari variabel waktu kontinyu t. Sinyal analog
disampling dengan waktu interval yang sama dengan T akan menghasilkan sinyal digital
X(nT)=a(t)│t=nt-∞ < n < ∞ ......... (1)
T merupakan kebalikan dari rasio sampling, F. Sampling sering direpresentasikan sebagai
modulasi sinyal analog dengan jumlah unit inpuls respon tertunda m(t).
X(nT) = a(t) x m(t)
∞
𝑀 (𝑓 ) = ∑ = −∞ 𝛿(𝑓 − 𝑘𝐹 ) … … … (4)
𝑛
Spektrum sinyal output dapat diGambarkan sebagai pengulangan dari spektrum sinyal
analog dengan interval F Hz. Untuk menjamin semua input dapat disampling, maka fungsi
sampling harus menyampling dengan rasio lebih besar atau sama dengan dua kali frekuensi input
tertinggi. F≥2fn. Ini merupakan kriteria Nyquist. Jika rasio ini tidak dijaga, maka pengulangan
sinyal input akan menumpuk dengan sinyal utama, sehingga sinyal ouput terdistorsi yang disebut
aliasing.
2. Kuantisasi
Sinyal digital merupakan sebuah deretan angka yang diwakili oleh beberapa digit dengan
jumlah tertentu. Proses melakukan konversi sinyal yang telah dicuplik menjadi sinyal digital yang
diwakili oleh sebuah nilai dengan jumlah digit tertentu disebut kuantisasi.
b. Scrapers
Instrumen ini ditemukan sejak awal jaman batu. Ketika itu hampir bisa dipastikan bahwa
instrumen ini mempunyai makna gaib yang masih dipertahankan oleh orang-orang primitif. Dalam
wujud sederhananya instrumen scraper terdiri dari suatu batu, tulang, kulit kerang dibentuk dan
dikikis dengan suatu tongkat atau benda kaku (keras) lain. Di dalam upacara agama atau ritual
erotis di masa dahulu, orang-orang menggesek-gesekan tulang, merasa mendapatkan kekuatan
(tenaga) untuk melakukan percintaan. Scraper banyak ditemukan di antara suku-suku asli Amerika
Tengah (Mexico) dan Utara, dan juga di antara suku-suku di Amerika Latin dan juga tersebar luas
di Africa. Suatu bentuk yang sederhana dari scraper adalah yang ditemukan di Portugal, di mana
dua pucuk pohon cemara digosok berlawanan satu terhadap yang lain untuk persiapan menari.
Cerita rakyat dan pengetahuan tentang scraper ada dalam setiap benua dan tetap bertahan (hidup)
dalam dunia modern.
Gambar 3. Secara berurutan adalah Bamboo Scraper, reso-reso, Mexico; dan Horn scraper,
Mexico. (Sumber: James Blades, Percussion Instruments and Their History)
c. Rattles
Rattles bisa ditemukan dalam bunyi yang dihasilkan oleh bunyi giring-giring permainan bayi
atau juga dari suara atau bunyi yang ditimbulkan oleh ular derik. Secara sederhana rattles sebagai
suatu instrumen dengan manufaktur sederhana, adalah sejumlah benda keras dan kecil seperti gigi,
kuku binatang, kulit kerang yang disusun bersama. Rattles digunakan sebagai instrumen dalam
tarian yang mengeluarkan bunyi saat digoncangkan, serta sering dipakai pada kaki, lengan atau
leher dari penari.
Bunyi rattles ini juga yang ditemukan dalam suku Bushmen di Afrika Selatan, biasanya
menggunakan bel-bel yang dipasangkan di kaki, bahu, lengan atas dan telinga-telinga mereka. Bel-
bel kecil dari kelompok Bushman ini terdiri atas bola berongga berisi atau dipakai untuk
menyimpan sejumlah kerikil-kerikil kecil. Bel-bel ini akan mengeluarkan bunyi saat digoncangkan
dengan satu hentakan.
Gambar 4. Secara berurutan adalah Gourd Rattles; dan Cowrie shell Gourd Rattle, Afrika. (Sumber: James Blades,
Percussion Instruments and Their History)
Demikian juga dengan labu bermanik-manik disebut Cabaca, yaitu suatu instrumen
digunakan dalam orkes tarian Amerika Latin masih dipakai hingga sekarang. Sementara di Afrika
terdapat semacam instrumen (alat musik) redulcimer, terbuat dari sejumlah tangkai jagung dan
diikat dengan rumput yang dijalin. Dulcimer akan menghasilkan bunyi halus dan berderik ketika
dawai-dawainya dipetik
Gambar 5. Secara berurutan adalah Cabaca, Amerika Latin Orchestra; Wood Rattles, Africa; dan Reed Dulcimer,
Afrika Tengah. (Sumber: James Blades, Percussion Instruments and Their History)
Pemuktahiran Isyarat
Termodulasi Dengan Variasi
Nilai ADSL
6. Tahapan pengujian dan analisis sistem dilakukan untuk mengetahui apakah aplikasi yang
dibangun berjalan sesuai fungsi yang telah didesain.
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN