Disusun oleh :
Kelompok 6
Nabila Nur Aulia 2010811021
Jasmine Qonitah Wardhana 2010811025
Fika Yuliana 2010811033
Vira Puspita Arifiani 2010811043
Faisep Ratna Sari 2010811080
Pada 1923, Freud menulis buku berjudul The Ego and the Id. Buku ini menguraikan
pendapat Freud mengenai struktur kepribadian manusia. Ia beranjak dari penelitiannya mengenai
kesadaran yang ia kategorikan menjadi tiga tingkat kesadaran, conscious, pre-concious, dan
unconscious. Teori yang didasarkan atas studinya terhadap histeria ini dipkitang terlalu patologis
dan topografis (Burger, 2011). Menurut Freud, dari ketiga tingkatan kesadaran ini, kebanyakan
pengalaman manusia tersimpan dalam unconcious. Oleh karena itu, penggambaran topografisnya
seperti gunung salju. Bagian terbesar tidak terlihat karena berada di bawah permukaan air laut.
Bagian yang tidak terlihat inilah yang dianggap sangat berpengaruh pada tingkah laku manusia
sehari-hari, apalagi dalam situasi dan kondisi yang tidak normal.
Freud kemudian menyadari keterbatasan dari penjelasan yang topografis itu dan mulai
mengembangkan teorinya yang bersifat struktural. Dalam teori kepribadian yang baru ini, ia
tidak meninggalkan penggambaran topografis mengenai kesadaran, tetapi memakainya untuk
menjelaskan hubungan struktural antarkomponen kepribadian yang Freud sebut sebagai Ego,
Superego, dan Id.
Id adalah subsistem kepribadian yang asli yang dimiliki individu sejak lahir, karena itu
biasanya disebut sebagai subsistem kepribadian yang primitif. Id lebih dihubungkan dengan
faktor biologis. Kerja id ini terutama digerakkan oleh dorongan agresivitas dan libido yang
berupa energi seksual yaitu ekspresi ingin dicintai dan mencintai, yang tugasnya
mempertahankan kehidupan dan menjaga kelangsungan hidup. Freud berpkitangan bahwa kerja
id adalah atas dasar prinsip. kenikmatan (pleasure principles). Tempat id ini pada bagian
ketidaksadaran (unconscious) dan secara langsung berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang
tanpa disadari.
Ego merupakan bagian dari struktur kepribadian yang juga penting bagi kepribadian
manusia. Ego ini dipelajari sepanjang berinteraksi dengan lingkungannya. Ego merupakan
mediator antara dorongan-dorongan biologis yang datang dari id dengan tuntutan moral dari
superego. Ego merupakan kendali organisme untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dunia riil.
Prinsip kerja ego adalah prinsip realitas (reality principles). Ego ini mengendalikan tuntutan
instinktif dan pertimbangan moral.
Superego adalah bagian lain dari struktur kepribadian. Superego ini lawan dari id, yaitu
bagian dari struktur kepribadian yang dikembangkan dari kebudayaan, nilai-nilai sosial, dan
proses pendidikan dari orangtua. Superego terbentuk karena adanya interaksi dengan lingkungan
sosialnya. Karena itu superego berisi kode moral yang selalu mengendalikan dorongan-dorongan
ketidaksadaran dari id. Jadi superego merupakan kata hati seseorang, karena itu merupakan
internal-control bagi individu. Superego selalu berada pada tingkat kesadaran (conscious) dan
dapat pula berada pada ambang sadar (preconsciousness). Superego ini terbentuk sejak fase
kanak-kanak dan terus berkembang sehingga dewasa.
Dalam dinamika hidup sehari-hari dapat terjadi dorongan Id yang sangat kuat dan Ego
yang mencari rasionalisasi, tetapi terhadang oleh Superego. Situasi seperti ini tidak memecahkan
ketegangan yang terjadi dan menimbulkan kecemasan. Jika ketegangan begitu besar dan
kecemasan memuncak, Freud menyatakan bahwa orang dewasa pun dapat mengalami situasi
ketidakberdayaan. Menurut Freud, ada tiga golongan kecemasan (Schultz dan Schultz, 2009),
yaitu kecemasan neurotik (neurotic anxiety), kecemasan realitas (reality anxiety), dan kecemasan
moral (moral anxiety).
Kecemasan neurotik merupakan kecemasan individu akibat khawatir tidak mampu
mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitifnya. Kecemasan realitas merupakan
kecemasan yang terjadi akibat ketakutannya menghadapi realitas, dan kecemasan moral adalah
kecemasan akibat rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai yang ada pada nalurinya.
Untuk menghindari kecemasan itu, kemudian individu berusaha menghindarinya. Cara
menghindarinya dilakukan dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri (ego defence
mechanism). Bentuk mekanisme pertahanan diri ini bermacam-macam, yaitu Represi, Denial,
Formasi reaksi, Proyeksi, Regresi, Rasionalisasi, Displacement, Sublimasi. Ketika upaya untuk
mempertahankan Ego tidak berhasil, akan terjadi gejala gangguan serius yang disebut psikosis,
yaitu suatu gangguan jiwa yang bercirikan kekacauan serius dalam berpikir dan bertingkah laku.
Lemahnya ego bagi individu sangat berkaitan dengan pembentukan awal. Pembentukan
awal yang kurang tepat membuat anak tidak dapat memiliki cara penanganan (coping
mechanism) yang tepat terhadap masalah yang dihadapi dan dapat berakibat gangguan mental
bagi anak. Secara singkat fase perkembangan anak dan kemungkinan gangguan mentalnya akibat
ketidaktepatan dalam perkembangan dikemukakan sebagai berikut :
Mahasiswa yang bernama putri sedang melakukan study/kelas online. Pada kelas online
putri sangat mengantuk dan ingin sekali tidur, padahal kelasnya masih berlanjut selama 30 menit
lagi. Maka ID mengatakan “sudahlah, lebih baik kamu tidur saja dan puaskan rasa ngantuk mu”,
tetapi disisi lain Super Ego berkata untuk tidak melakukan itu karena itu adalah perbuatan
terlarang atau salah karena peraturannya ketika kelas online haruslah terjaga. Di sini Ego akan
menimbang-nimbang, apakah akan tidur ataukah tetap mengikuti kelas. Maka dari itu pilihan
Putri ialah tetap mengikuti kelas karena itu adalah periotasnya.
REFERENSI
Notosoedirjo Moeljono, dan Latipun. (2002). Kesehatan Mental (Konsep Penerapannya).
Malang: UMM Press.
Irwanto. (2018). Sejarah Psikologi Perkembangan Perspektif Teoritis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Jati, Syekh Nur. 2016. Konsep Kesehatan Mental. Jurnal Akademik IAIN Cirebon