Anda di halaman 1dari 15

TEORI BELAJAR SIBERNETIK

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Belajar dan Pembelajaran


yang dibina oleh Dr. Dahlia, M.S

Oleh
Kelompok 5
Shofiyatul Marwiyah (140341606582)
Septian Dwi Devinta Sari (140341602034)
Hana Arifiana (140341600865)

The learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September 2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu pembelajaran guru menggunakan beberapa metode
pembelajaran untuk menyampaikan materi kepada siswa dan dengan harapan
siswa dapat menerima dan memahami materi yang disampaikan. Metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru merupakan salah satu pengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Guru menggunakan suatu metode pembelajaran tentu ada
dasarnya dan referensinya, dan salah satunya adalah dari teori belajar yang sudah
ada. Terdapat beberapa teori belajar yang dikenal hingga saat ini seperti teori
belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme, humanistic, dan beberapa teori
lain. Teori tersebut masih digunakan hingga sekarang dan digunakan sesuai
kebutuhan. Seiring berkembangnya zaman teori tersebut terus berkembang juga
hingga muncul teori-teori belajar baru dan salah satunya adalah teori belajar
Sibernetik.Teori ini masih tergolong teori belajar baru. Diharapkan dengan adanya
toeri belajar baru ini dapat dijadikan salah satu acuan guru untuk pembelajaran
kepada para siswanya. Dan tujuan pembelajran dapat tercapai.

1.2 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian teori belajar Sibernetik
2. Menjelaskan pengertian teori belajar Sibernetik menurut para ahli dan prinsip
teori belajar Sibernetik
3. Menjelaskan kelebihan teori belajar Sibernetik
4. Menjelaskan kekurangan teori belajar Sibernetik
5. Menjelaskan penerapan teori belajar sibernetik dalam pembelajaran
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori belajar Sibernetik?
2. Bagaimana pengertian teori belajar Sibernetik menurut para ahli dan prinsip
teori belajar Sibernetik?
3. Bagaimana kelebihan teori belajar Sibernetik?
4. Bagaimana kekurangan teori belajar Sibernetik?
5. Bagaimana penerapan teori belajar sibernetik dalam pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Sibernetik


Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori
ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori
sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses
yang akan dipelajari siswa (Budiningsih, 2008: 81).
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.
Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar,
dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses
belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah
usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif
dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran
untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi. Proses
pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang
mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi
memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau
mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi,
kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat
dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)
diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta
dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model
pemrosesan informasi oleh Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989).
Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
1. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.
2. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isinya.
3. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas (Budiningsih,
2005: 82)
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktural
dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol) antara lain:
a) Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi
diterima dari luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli,
informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan
informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b) Working Memory (WM)
Working Memory(WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberikan perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini
dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM adalah bahwa:
1) Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi
didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila
tanpa pengulangan.
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus
aslinya.
c) Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan
yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas,
dan 3) bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan pernah
terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang
diperlukan. Ini berarti, jika informasi ditata dengan baik maka akan
memudahkan proses penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika
diperlukan. Dikemukakan oleh Howard (1983) bahwa informasi disimpan
didalam LTM dalam dalam bentuk prototipe, yaitu suatu struktur
representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai
kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain,
Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan informasi
merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan
yang dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan
(Budiningsih, 2005: 84).
2.2 Teori Belajar Sibernetik Menurut Para Ahli Dan Prinsip Teori Belajar
Sibernetik
2.2.1 Teori Belajar Sibernetik menurut para ahli
Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh Aliran Sibernetik
1. Teori Belajar Menurut Landa
Landa membedakan dua macam proses berfikir, yaitu proses berfikir
algoritmik dan proses berfikir heuristik.
a. Proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir yang sistematis,
tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan
tertentu.
b. Proses berfikir heuristik, yaitu cara berfikir devergen, menuju
kebeberapa target tujuan sekaligus (Budiningsih, 2005: 87).
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang
hendak dipelajari atau masalah yang hendak di pecahkan diketahui ciri-
cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan
yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan
lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan
kepada siswa untuk berimajenasi dan berfikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika,
mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus
tersebut disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus
matematika biasanya mengikuti aturan tahap demi tahap yang sudah
teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk memahami
makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung intrepetasi,
misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses
berfikir siswa dibimbing kearah yang “menyebar” atau berfikir heuristik,
dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal,
monoton, dogmatik, atau linier.
2. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Pask dan scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut
mereka ada dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara
berfikir wholist atau menyeluruh.
Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan
pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir
menyeluruh (wholist) tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya,
cara berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat
kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat
melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu, melainkan
seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih
detail. Sedangkan cara berfikir heuristik yang dikemukakan oleh Landa
adalah cara berfikir devergen mengarah kebeberapa aspek sekaligus
(Budiningsih, 2005: 88).
Siswa tipe wholist atau menyeluruh biasanya dalam mempelajari
sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian
bergerak ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan siswa
tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara
berfikir secara algoritmik.

2.2.2 Prinsip Teori Belajar Sibernetik


Menurut Pask dan Scott teori sibernetik sebagai teori belajar sering
kali dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang proses belajar
sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke
dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja
otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat
terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini. Teori
ini memandang manusia sebagai pengolah infomasi, pemikir, dan
pencipta. Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa
manusia merupakan mahluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan
mengorganisasikan informasi.
Asumsi diatas direfleksikan dalam model belajar dan pembelajaran
yang menggambarkan proses mental dalam belajar yang terstuktur
membentuk suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan
prinsip-prinsip belajar seperti:
1) Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang
bermakna.
2) Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3) Proses mental bermuara pada pengorganisasian pengaktulisasian
informasi.

2.3 Kelebihan Teori Belajar Sibernetik


Teori merupakan hasil gagasan dari seseorang yang tentunya bersifat
subjektif. Baik bagi yang menciptakan teori tersebut namun belum tentu baik bagi
orang lain. Dengan begitu, masing-masing teori memiliki kelebihan dan
kekurangan, begitu juga dengan teori belajar sibernetik ini. Menurut Budiningsih
(2005), beberapa kelebihan dari teori belajar sibernetik antara lain:
1. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
Maksudnya, cara berpikir siswa itu mempunyai dasar agar dia berada pada
posisi yang menonjol artinya dia tidak asal bicara tapi mempunyai dasar
pemikiran yang logis.
2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
Maksudnya di dalam penyajian pengetahuan/dalam pemberian
pembelajaran harus mempunyai fasilitas-fasilitas yang menunjang untuk
memenuhi proses pembelajaran.
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
Fasilitas yang diperlukan dalam proses pembelajaran harus dapat
disajikan/ ditampilkan secara lengkap dalam proses pembelajaran tersebut.
Misalnya, belajar biologi tentang anatomi tubuh maka disisipkanlah
tengkorak palsu agar siswa dapat mengetahui struktur-struktur tubuh yang
dipelajari dalam pelajaran tersebut.
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai
Di dalam pembelajaran harus mempunyai kegiatan yang terarah agar dapat
mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya, belajar tentang matematika
tentang perkalian tujuannya agar semua dapat menguasai pembelajran
perkalian tersebut.
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
Dengan adanya pembelajaran yang dipelajari siswa di sekolah ia dapat
mengaplikasikan pada lingkungan kehidupannya. Contohnya, siswa
mempelajari aqidah akhlak tentang etika pergaulan dimasyarakat. Jadi dia
bisa menerapakan pembelajaran tersebut dalam kehidupannya, dikeluarga,
dan masyarakat.
6. Kontrol belajar (content control, pace control, display control, dan
consciuous cognition control) memungkinkan belajar sesuai dengan irama
masing-masing individu (prinsip perbedaan individual terlayani).
Maksudnya siswa bisa memanejemin waktu dalam belajar agar belajarnya
dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan
7. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat
unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan. Seorang guru harus bisa memberikan informasi yang jelas
kepada siswa dan juga bisa memberikan batasan-batasan/peringatan-
peringatan/perhatian-perhatian yang jelas tantang materi yang hendak
dicapai oleh siswa tersebut. Pada keunggulan ini diharapakan seorang guru
bisa memahamkan pada anak tentang proses belajarnya sehingga ia dapat
mencapai hasil yang maksimal dari pada nilai belajar siswa itu baik tapi
tidak memahami pelajaran yang diberikan tersebut.
2.4 Kekurangan Teori Belajar Sibernetik
Selain memiliki kelebihan, teori belajar ini juga memiliki kekurangan,
yaitu teori Sibernetik sebagai teori belajar seringkali dikritik karena lebih
menekankan pada system informasi yang akan dipelajari, sementara itu
bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh
system informasi yang dipelajari. Selain itu karena teori ini tidak secara langsung
membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan
teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat
mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini
sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.Teori
ini memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta.
Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia merupakan
makhluk yang mampu mengolah, menyimpan,dan mengorganisasikan informasi.

2.5 Penerapan Teori Belajar Sibernetik dalam Pembelajaran


Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif
yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses intrenasional yang tidak dapat
diamatai secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat
pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang
terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan memori kerja bentuk
pengetahuan yang dipelajari dapat berupa; proposisi, produktif, dan mental
images. Teori Gagne dan Briggs mengpreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar,
2) peristiwa pembelajaran, dan 3) pengorganisasian/urutan pembelajaran.
Mengenai kapabilitas belajar kaitannya dengan unjuk kerja dirumuskan oleh
Gagne sebagai berikut (Degeng, 1989).
No. Kapabilitas Unjuk Kerja
Belajar/kemampuan
belajar
1. Informasi verbal Menyatakan informasi
2. Ketrampilan Menggunakan simbol untuk berinteraksi
Intelektual dengan lingkungan.
- Diskriminasi Membedakan perangsang yang memiliki
dimen-si fisik yang berlainan.
- Konsep konkrit Mengidentifikasi contoh-contoh konkrit.
- Konsep abstrak Mengklasifikasi contoh-contoh dengan
meng-gunakan ungkapan verbal atau
definisi.
- Kaidah Menunjukkan aplikasi suatu kaidah.
- Kaidah tingkat lebih Mengembangkan kaidah baru untuk
tinggi memecah-kan masalah.
3. Strategi Kognitif Mengembangkan cara-cara baru untuk
meme-cahkan masalah. Menggunakan
berbagai cara untuk mengontrol proses
belajardan/atau berpikir.
4. Sikap Memilih berperilaku dengan cara tertentu.
5. Ketrampilan Motorik Melakukan gerakan tubuh yang luwes,
cekatan, serta dengan urutan yang benar.

T
eteori belajar pemprosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar
merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini
dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang mengikuti
urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the events of instruction), yang
mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal utama untuk kapabilitas
apapun. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran yang diasumsikan
sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal
dalam kegiatan belajar adalah:
1. Menarik perhatian.
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
3. Merangsang ingatan pada prasyarat belajar
4. Menyajikan bahan perangsang.
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Mendorong unjuk kerja
7. Memberikan balikan informatif
8. Menilai untuk kerja
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar.
Dengan demikian aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran
yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) baik diterapkan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan materi pembelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
tersebut (apakah algoritmik atau heuristik).
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan materi pelajaran.
Dalam mengorganisasikan pembelajaran perlu dipertimbangkan ada
tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki
prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama, yang harus
dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar mendukung yang dapat memudahkan
belajar. Pengorganisasian pembelajaran untuk kapabilitas belajar tertentu
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan inteletual.
Menurut Gagne, prasyarat belajar utama dan keterkaitan satu dengan lainnya
digambarkan dalam hirarkhi belajar. Reigeluth membedakan struktur belajar
sebagai keterampilan yang lebih tinggi letaknya diatas, sedangkan keterampilan
tingkat yang lebih rendah ada dibawahnya.
2. Pengorganisasian pembelajaran ranah informasi verbal
Kemampuan ini menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan fakta-
fakta ke dalam rangka yang bermakna baginya.
3. Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif.
Kemampuan ini banyak memerlukan prasyarat keterampilan intelektual,
maka perlu memasukkan keterampilan-keterampilan intelektual dan informasi
cara-cara memecahkan masalah.
4. Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap.
Kemampuan sikap memerlukan prasyarat sejumlah informasi tentang
pilihan-pilihan tindakan yang tepat untuk situasi tertentu, juga strategi kognitif
yang dapat membantu memecahkan konflik-konflik nilai pada tahap pilihan.
5. Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motorik.
Untuk menguasai keterampilan motorik perlu dimulai dengan mengajarkan
kaidah mengenai urutan yang harus diikuti dalam melakukan unjuk kerja
ketrampilan yang dipelajari. Diperlukan latihan-latihan mulai dari mengajarkan
bagian-bagaian ketrampilan secara terpisah-pisah kemudian melatihkannya ke
dalam kesatuan ketrampilan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya.
Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar
memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi
adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
2. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah infomasi, pemikir, dan
pencipta. Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa
manusia merupakan mahluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan
mengorganisasikan informasi.
3. Kelebihan teori belajar sibernetik yaitu caara berfikir yang berorientasi
pada proses lebih menonjol, penyajian pengetahuan memenuhi aspek
ekonomis, kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap, adanya
keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai,
adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya,
kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing
individu, dan balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas
tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan
4. Kekurangan teori belajar sibernetik yaitu lebih menekankan pada system
informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar
berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh system informasi
yang dipelajari.
5. Teori belajar sibernetik di aplikasikan dalam 3 bentuk yaitu, 1) kapabilitas
belajar, 2) peristiwa pembelajaran, dan 3) pengorganisasian/urutan
pembelajaran.

3.2 Saran
Penafsiran tentang teori pembelajaran disarankan tidak hanya berpacu pada
pengolahan informasi yang bersifat teknologi, namun pacuan dari pengolahan
informasi itu adalah tahapan pengolahan informsi yang ada pada otak. Teori
pembelajaran sibernetik tidak hanya mampu kita terapkan dalam model
pembelajaran yang berbasis teknologi namun teori belajar sibernetik bisa
diterapkan di model pembelajaran lainnya. Adapun kelebihan teori ini salah
satunya sesuai dengan tujuan pembelajaran, namun juga ada kekurangan yang
sudah menjadi hal umum. Untuk para pembaca disarankan untuk membaca
makalah ini tidak sekali baca namun dengan berkali-kali agar lebih memahami isi
makalah.
.

DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta


2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Budingsih,Asri. (2002), Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: FIP UNY.
Suciati dan Irwan, P. 2000. Teori Belajar dan Motivasi, Jakarta: Depdiknas, Dirjen
PT, PAU.

Anda mungkin juga menyukai