Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN WEBINAR

"DISASTER COVERAGE LITERACY : BETWEEN PUBLIC JOURNALISM, SOCIAL


MEDIA PARADOX, AND THE PROBLEM OF INFORMATION QUALITY”

Disusun Oleh:

Nama: Robbikal Muntaha Meliala, S.Sos, M.I.Kom

NIDN : 0327078703

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BAHASA


PROGRAM STUDI PENYIARAN
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kegiatan


Perkembangan teknologi semakin pesat sejak industri revolusi 4.0 masuk ke dunia, salah
satunya Indonesia. Kehadiran media sosial membuat kehadiran citizen journalism juga makin
banyak di Indonesia. Kondisi ini memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi
perkembangan industri komunikasi di Indonesia.
Dampak positifnya adalah ketika suara masyarakat dapat difasilitasi dan membantu
pemerintah dalam menyoroti perihal perihal krusial yang belum disentuh oleh media
mainstream. Dampak negatifnya, adalah ketika warga net ini bukanlah jurnalis professional,
sehingga minim pengetahuan dan kompetensi untuk menulis berita, mengolah berita dan
menyebarkannya tidak sesuai dengan etika jurnalistik yang berlaku.
Kejadian ini juga menjadi paradox atau pertentangan ketika warga net, jurnalis professional
dan citizen journalist saat meliput berita tentang bencana alam. Ada beberapa aturan yang
menjadi perdebatan antara apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak
dilakukan oleh seseorang saat sedang meliput, menulis dan mendistribusikan berita tentang
bencana kepada masyarakat luas.
Seperti yang kita tahu bahwa media sosial kini juga mempunyai peran yang sangat vital
dalam mempercepat penyebaran informasi. Kondisi ini memerlukan perhatian kita sebagai
pengguna media sosial juga harus bijak dan selektif dalam menyaring segala akses informasi
yang masuk ke media sosial kita. Secara garis besar, kita harus dapat bijak dalam menentukan
mana informasi yang valid dan mana informasi yang hoaks atau bohong semata.
Berdasarkan latar belakang itu, maka PT Akutahu Media Positif berkontribusi aktif dalam
mengadakan seminar dalam bentuk webinar kepada masyarakat Indonesia khususnya praktisi
komunikasi, mahasiswa dan mahasiswi komunikasi dan penggiat literasi Indonesia.
Kondisi pandemi Covid 19 yang sudah dinyatakan Word Health Organization (WHO)
sejak Maret 2020 lalu hingga sekarang, tidak menyurutkan semangat dari tim Akutahu Media
untuk bekerjasam dengan beberapa komunitas dan universitas di Indonesia untuk
menyemarakan kegiatan ini. Webinar ini diadakan sebagai salah satu wadah diskusi, sarana
bertukar pikiran antara narasumber dengan pemuda pemudi Indonesia dalam memperbaiki
pengetahuan jurnalistik dan isu media sosial.
Kegiatan ini diadakan pada 20 Maret 2021 dengan menghadirkan dua narasumber yaitu
Ahmad Arif sebagai Senior Journalist di Kompas sekaligus sebagai President of Journalist
Bencana dan Krisis di Indonesia, dan narasumber kedua adalah Priscilla Christin
Communication Director of Wahana Visi Indonesia.

1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan


Webinar ini diadakan dengan maksud mengembangkan pengetahuan masyarakat tentang
esensi jurnalis bencana dan pertentangannya saat mendistribusikan berita tentang bencana
kepada masyarakat melalui lini atau kanal apapun baik kanal media sosial maupun media
mainstream.
Selain itu, webinar ini juga bertujuan untuk memberikan wadah kepada masyarakat
pemerhati komunikasi, media sosial dan jurnalistik dalam saling bertukar pikiran dan diskusi
sosialisasi etika dan kebijakan pengemasan berita tentang bencana kepada masyarakat.
BAB II
LAPORAN KEGIATAN
2.1. Bentuk Kegiatan
Kegiatan seminar ini dilakukan secara Online (dalam jaringan internet) atau Webinar.

2.2. Pelaksanaan Kegiatan


Kegiatan seminar dilaksanakan pada:
Hari : Sabtu
Tanggal : 20 Maret 2021
Waktu : 13.00-14.00 WIB
Penyelenggara : PT Akutahu Media Positif
Media : Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/82679094791
Meeting ID: 826 7909 4791 Passcode: 171304
Kegiatan webinar ini menghadirkan narasumber Bapak Ahmad Arif sebagai Senior Journalist di
Kompas sekaligus sebagai President of Journalist Bencana dan Krisis di Indonesia, dan narasumber
kedua adalah Priscilla Christin Communication Director of Wahana Visi Indonesia. Acara ini dipandu
oleh Moderator Genesia Wardhani Mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas Padjajaran dan
Annisa Novianti Mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas Telkom.
Isi materi webinar terdiri dari :
1. Pemaparan materi oleh Bapak Ahmad Arif yang menjelaskan terlebih dahulu apa itu arti bencana?
Bencana itu selalu berdimensi antroposen. Di dalam bencana selalu ada nilai bahaya, resiko dan
konteks kerentanan serta eksploitasi. Tidak ada istilah bencana alam namun yang pasti adanya bahaya
alam. Kita membuat pilihan dimana kita menghuni, bagaimana kita membangun dan observasi apa
yang kita lakukan. Resiko itu adalah kombinasi bahaya, eksploitasi dan kerentanan. Kematian,
kerugian dan kehilangan adalah fungsi dari konteks nilai bahaya, eksploitasi dan kerentanan.
2. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menegaskan esensi jurnalistik itu adalah disiplin ilmu untuk
verifikasi. Inilah yang membedakannya dengan dunia hiburan, propaganda, fiksi dan seni lainnya.
Verifikasi adalah pusat fungsi dari jurnalistik itu sendiri. Namun permasalahan yang terjadi sekarang
jurnalis dan politikus telah menjadi suatu simbol sinergisitas dari kanal kebohongan yang dapat
menggiring opini publik pada pandangan yang salah kepada masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya
tantangan pada dunia bisnis media massa itu sendiri yang terdiri dari adu cepat, terbitkan dulu, koreksi
kemudian. Tren click bait, Malas dari Jurnalis itu sendiri dalam verifikasi ulang ke lapangan dan bias
kepentingan (dependensi).
3. Water Lipman mengatakan “there is no liberty for a community which lacks the information by which
to detect lies.” Maksudnya adalah Independensi Media adalah Kunci. Oleh karena itu tak ada kata
kebebasan bagi komunitas yang minim informasi dan menyebarkan berita kebohongan. Tugas utama
praktisi jurnalisme adalah memberitakan kebenaran. Loyalitas utama wartawan pada masyarakat,
bukan pada perusahaan tempatnya bekerja, pembaca atau pengiklan. Esensi jurnalisme adalah
verifikasi, memastikan bahwa data dan fakta yang digunakan sebagai dasar penulisan bukan fiksi.
Wartawan harus independen. Jurnalisme harus memantau kekuasaan, menyambung lidah yang
tertindas. Jurnalisme sebagai forum publik, bukan sebuah ruang privat bagi penulis. Partisipasi publik
melalui komentar dan tanggapan. Jurnalisme harus memikat dan relevan. Berita harus proporsional
dan komprehensif. Ibarat sebuah peta, ada detail sebuah blok tapi juga gambaran lengkap sebuah kota.
Mendengarkan hati nurani, karena deadline, harus ada seseorang di puncak organisasi berita yang
mengambil keputusan redaksional. Editor harus bertanggung jawab terhadap produk newsroom tapi
pintu peradaban terletak pada hati nurani masyarakat pembaca.
4. Tidak ada yang benar-benar bencana Alam. Sekalipun gempa bumi merupakan peristiwa alam,
respons menghadapinya merupakan proses kebudayaan. Proses budaya inilah yang menyebabkan
kerentanan terhadap bencana bersifat relatif. Ancaman bencana yang sama, bisa berbeda tingkat
kerentanan dan dampaknya di komunitas yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan unsur “Proximity”
ada derajat nilai berita yang dilihat dari indikator kejadian suatu peristiwa dengan pembaca, penonton
atau pendengar berita. Semakin kejadian itu mendekati wilayah dimana pembaca, penonton dan
pendengar itu berada, maka makin reaktiflah respon masyarkat itu. Inilah yang dimaksud dengan
bencana bersifat antroposen yang reaksinya relatif berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang
lainnya.
5. Pemaparan dilanjutkan dengan penjelasn ibu Priscilla Christin yang menitikberatkan pada teknik
pengungkapan kebenaran dan fakta berita bencana itulah yang perlu diperhatikan seksama bagi
jurnalis. Berita bencana itu memang bersifat antroposen, dan relatif berbeda juga kesiapan mental
antara satu orang pembaca, pendengar atau penonton dengan pembaca, pendengar dan penonton
lainnya. Pengalamannya sebagai communication director dari Wahana Visi Indonesia agar selalu
mengingatkan timnya saat meliput ke daerah korban bencana untuk memperhatikan psikis dan
dampak emosional dari korban yang diberitakan terutama untuk kaum perempuan dan anak-anak.
6. Tranparansi dan kejelasan suatu fakta itu diperlukan tapi seorang jurnalis juga harus pandai mengemas
liputannya dengan memperhatikan etika yang ada. Contoh jikalah harus menunjukkan korban jiwa
yang berlumur darah akibat peperangan dan bencana alam lainnya, hendaknya foto atau gambar dapat
diblur. Ketika ingin menunjukkan ekspresi seorang korban anak yang merasa kehilangan atas
orangtuanya meninggal dunia karena bencana alam, hendaknya wajah sang anak juga diblur dan
identitas mereka disamarkan. Hal semacam ini perlu dilakukan untuk melindugi hak privacy anak saat
bertumbuh besar dan dalam bersosialisasi.
Gambar Priscilla Christin sebagai Narasumber kedua yang sedang memaparkan materi
diikuti dengan Moderator Genesia Whishnu (jilbab biru) dan Ahmad Arif sebagai
Narasumber pertama yang sedang menyimak pemaparan Ibu Priscilla Christin.

7. Peliputan berita yang cover both sides juga diperlukan jurnalis sebelum menurunkan berita.
Hendaknya ini juga menjadi perhatian citizen journalist saat memuat beritanya di media sosial. Jangan
sampai terlewat transparan dan lengkap tapi lupa bahwa ada korban anak-anak atau perempuan di
dalam beritanya yang perlu dilindungi identitas pribadinya dan hak klarifikasinya. Harap dipikirkan
dua kali atau lebih bagi citizen journalist jika ingin mendistribusikan berita di media sosialnya,
semoga ini menjadi pertimbangan karena citizen journalist hadir sebagai penetralisir media
mainstream dan tidak berkejaran dengan persaingan bisnis media massa mainstream lainnya.
Gambar Robbikal Muntaha Meliala (Penulis Laporam) saat memperhatikan Narsumber
Pricilla Christin menerangkan materi webinar pada Sabtu (30/3/2021).

Gambar jumlah partisipan yang hadir mengikuti webinar pada Sabtu (30/30/2021)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berita bencana adalah berita yang selalu berdimensi antroposen. Berita yang akan selalu
melibatkan proses kebudayaan bagi penerimanya yang sifatnya relatif berbeda dari segi respon dan
kesiapan mental antara satu orang dengan orang yang lain. Oleh karena itu, esensi dari jurnalis yang
merupakan verifikasi data dan menyuarakan kebenaran juga tetap harus dijaga dengan memperhatikan
aspek nilai nilai budaya dan etika yang berlaku.
Penerapan pengemasan berita bencana ini perlu diperhatikan bukan hanya bagi jurnalis
professional yang bekerja di media massa mainstream saja namun juga citizen journalist yang
mendistribusikannya pada media sosial. Peliputan diharapkan mengutamakan azas cover both sides
terutama pertimbangan penghargaan akan perlindungan hak privacy bagi korban dalam pemberitaan.
Terutam jika itu terjadi pada korban anak anak dan perempuan. Aspek psikologis menjadi perisai
utama sebelum jurnalis melaporkan fakta secara detail dan lengkap tanpa mengklarifikasi hak asasi
korban di kanal beritanya.
Namun permasalahan yang terjadi sekarang jurnalis dan politikus telah menjadi suatu simbol
sinergisitas dari kanal kebohongan yang dapat menggiring opini publik pada pandangan yang salah
kepada masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya tantangan pada dunia bisnis media massa itu sendiri
yang terdiri dari adu cepat, terbitkan dulu, koreksi kemudian. Tren click bait, Malas dari Jurnalis itu
sendiri dalam verifikasi ulang ke lapangan dan bias kepentingan (dependensi).

3.2 Saran
Saran yang dapat diajukan dari kegiatan ini adalah perlunya upaya sosialiasi terus menerus
kepada masyarakat akan pentingnya perlindungan hak privacy korban yang menjadi pemberitaan
bencana agar efek psikologis masyarakat yang menjadi korban tetap terjaga. Sosialisasi ini juga perlu
digaungkan bukan hanya dari pemerhati komunikasi saja tapi perlu ikut serta dari Lembaga Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), penggiat literasi media, aktivis perempuan dan LSM terkait.
Saran bagi penyelenggara adalah diharapkan konsisten dalam pengadaan kegiatan serupa
dengan tema berbeda dengan menambahkan waktu webinar dan diskusi menjadi lebih dari satu jam.
SURAT TUGAS
0876/D.01/LPPM-UBSI/III/2021
Tentang

Seminar
20 Maret 2021
Media AKUTAHU

TEMA :

Disaster Coverage Literacy : Between Public Journalism , Social Media Paradox and The Problem
Informartion Quality

Menimbang : 1. Bahwa perlu di adakan pelaksanaan Seminar dalam rangka Seminar.


2. Untuk keperluan tersebut, pada butir 1 (satu) di atas, maka perlu dibentuk
Peserta Seminar.

MEMUTUSKAN
Pertama : Menugaskan kepada saudara yang tercantum sebagai Peserta
Robbikal Muntaha Meliala S.Sos, M.I.Kom
Kedua : Mempunyai tugas sbb:
Melaksanakan Tugas yang diberikan dengan penuh rasa tanggung jawab.

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapata kekeliruan akan diubah dan diperbaiki sebagaimana
mestinya.

Jakarta,10 Maret 2021


LPPM Universitas Bina Sarana Informatika
Ketua

Taufik Baidawi, M.Kom


Tembusan

- Rektor Universitas Bina Sarana Informatika


- Arsip
- Ybs

Anda mungkin juga menyukai