Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS WACANA

KOMPETENSI DASAR
Memahami dan mampu menganalisis wacana
TUJUAN
1. Menjelaskan pengertian analisis wacana
2. Menjelaskan tujuan analisis wacana
3. Menjelaskan ruang lingkup analisis wacana
4. Menjelaskan sasaran analisis wacana
5. Menjelaskan metode analisis wacana

1. Pengertian
Analisis wacana adalah pemerian dan interpretasi makna dari unsur dan hubungan
antar unsur suatu paparan bahasa dalam peristiwa komunikasi (Aminuddin, 1988:3). Di
Eropa Kontinental analisis wacana sering disebut teks linguistic, yaitu analisis yang
menentukan hubungan-hubungan yang terdapat antara kalimat-kalimat dalam teks utuh.
Rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain
membentuk kesatuan yang dinamakan wacana (Verhaar, 1992:104)
Agaknya pembicaraan tentang wacana memerlukan pengetahuan tentang kalimat dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat. Walaupun dalam komunikasi sederhana
wacana yang apik membentuk urutan yang koheren dan runtut. Wacana baik lisan maupun
tulis selalu mengandaikan adanya penyapa maupun pembaca. Wacana dipakai dengan
menguasai kebiasaan dan kewajaran makna suati kebiasaan.
Kajian wacana dapat diartikan kajian terhadap keseluruhan unsur-unsur yang
membangun perwujudan paparan bahasa dalam peristiwa komunikasi. Wacana bertalian
dengan satuan sistem yang bersifat makro, umum dan abstrak. Karena unsur-unsur
pembangun wacana sebagai suatu sistem makro, selain menunjukkan adanya hubungan
sebab akibat di dalamnya, juga hadir unsur-unsur secara simultan dan memiliki hubungan
secara interdependensi.

2. Tujuan Analisis Wacana


Pada prinsipnya fungsi analisis wacana mempunyai tujuan berikut.
1) Memerikan teks-teks sedemikian rupa agar kita mudah mengatakan sesuatu yang
bermanfaat mengenai teks-teks secara individual dan juga kelompok-kelompok teks.
Memerikan teks artinya mempermudah dalam membandingkan teks atau bagian teks
sehingga terlihat persamaan dan perbedaan. Memerikan wacana berarti
mempermudah mendapatkan perbedaan-perbedaan struktur wacana
2) Berupaya untuk menghasilkan suatu teori wacana (Berry dalam Tarigan, 1984:62).
Tujuan membangun teori wacana berarti untuk meramalkan pendistribusian bentuk-
bentuk wacana yang framatikal. Teori wacana yang dapat dipakai pegangan umum.

3. Ruang Lingkup Analisis Wacana


Analisis wacana merujuk pada wujud objektif paparan bahasa berupa teks, dunia
acuan, konteks, aspek prakmatik yang ada pada penutur atau penanggap dengan unsur-unsur
luar teks, seperti referensi, presuposisi, kaidah implikatur dan inferensi.
Lingkup masalah berkaitan dengan aspek tekstual meliputi:
(1) ciri pengembangan topik dan tematisasi;
(2) ciri unit struktur informasi;
(3) analisis ciri sekuensi;
(4) kesatuan unit struktur dan keselarasan relasi semantik; dan
(5) prediksi tingkat keberterimaan untaian kalimat dalam teks dalam suatu peristiwa
komunikasi.
Brown & Yule 1985, Stubbs,1993

4. Sasaran Analisis Wacana


Teks merupakan representasi wacana yang unsur-unsurnya hadir secara simultan.
Stubbs (dalam Aminuddin,1988) membedakan interactive discourse dan noninteractive
discourse (monolog). Dengan demikian sasaran analisis wacana adalah teks. Tentu saja ini
mengimplikasikan keseluruhan perwujudan teks juga unsur-unsur yang berpengaruh terhadap
isi teks, baik secara linguistik maupun non linguistik.
5. Model Analisis Wacana
Analisis terhadap wacana dapat dilakukan dengan berbagai model analisis. Model-model
tersebut ditentukan berbagai faktor, antara lain: tujuan, bidang, wacana, maupun teori yang
digunakan. Berdasarkan tujuannya dapat diklasifikasikan analisis formal/ilmiah atau analisis
nonformal/ . Berdasarkan bahan atau wacana dapat dibedakan analisis naskah pidato,
perdebatan, sidang parlemen, artikel dalam media massa, artikel dalam jurnal ilmiah, wacana
sastra, wacana iklan, dan sebagainya. Wacana dapat dianalisis berdasarkan kajian yang
bersifat monodisipliner, interdisipliner, maupun multidisipliner.

6. Metode Analisis Wacana


1) Metode Analisis Isi (content Analysis)
Keberadaan sebuah teks sangat ditentukan oleh isi teks tersebut. Teks dinyatakan
bermakna, berbeda, ataupun mempunyai karakteristik tersendiri ditentukan oleh ide
yang terkandung di dalamnya. Analisis terhadap isi wacana dimaksudkan untuk
mendeskripsikan isi teks secara obyektif dan sistematis, sehingga isi wacana dapat
dipahami dengan tepat oleh pihak lain yang berkepentingan.
Dalam upaya menjelaskan secara obyektif, maka dapat digunakan teknik kualitatif
maupun kuantitatif. Secara kualitatif, maka analisis ditujukan untuk melihat
keajegan isi, pemaknaan isi, pembacaan simbol-simbol, atau pemaknaan isi interaksi
simbolis. Analisis secara kualitatif mensyaratkan adanya fenomena yang dapat
diamati atau hal yang akan dibahas; menentukan tujuan tindakan analisis, memilih
unit analisis yang akan diuji, memilih objek yang menjadi sasaran analisis.
Sementara secara kuantitatif
2) Grounded Theory
Grounde research merupakan metode yang dimaksudkan untuk
menemukan/menghasilkan teori secara induktif-sistematis. Artinya, teori dibangun
berdasarkan hasil analisis terhadap data empiris. Teori yang dihasilkan bersifat
spesifik. Hal ini dilatarbelakangi bahwa teori yang sudah ada tidak selalu dapat
diterapkan pada fenomena yang bersifat khusus.
Ciri khusus metode ini meliputi dua hal, yakni perbandigan konstan da penyampelan
teoretis. Perbandingan konstan adalah proses analisis dengan membandingkan
antar-peristiwa, insiden dengan kode, kode dengan kode, kode dengan kategori, dan
kategori dengan kategori (Birk dan Mils, 2011: 11). Perbandingan-perbandingan
dilakukan secara terus menerus selama proses analisis sampai dihasilkannya teori.
Pembandingandilakukan untuk mengidentifikasi tema-tema abstrak dan pola-pola
tertentu lintas insiden, kode, dan kategori. Tema-tema dan pola-pola dikembangkan
dan disempurnakan hingga menjadi teori.
Yang dimaksud penyampelan teoretis adalah pengambilan sampel berdasarkan
konsep-konsep yang terbukti berhubungan secara teoretik dengan teori yang sedang
disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang
menunjukkan kategori, sifat, ukuran yang secara langsung menjawab masalah
penelitian.
Terdapat tiga pola penyampelan teoretis dalam kegiatan pengumpulan data: (1)
penyampelan terbuka, (2) penyampelan relasional dan variasional, dan (3)
penyampelan pembeda. Penyampelan tebuka dimaksudkan untuk mendapatkan data
sebanyak mungkin sepanjang berkenaan dengan rumusan masalah. Penyampelan
relasional dan variasional bertujuan menemukan sebanyak mungkin perbedaan
tingkat ukuran dalam data. Penyampelan ini dimaksudkan untuk memilih subyek,
lokasi, atau dokumen yang memaksimalkan peluang untuk memperoleh data yang
berkaitan dengan variasiukuran kategori dan data yang terkait dengan perubahan.
Penyampelan pembeda dimaksudkan untuk menetapkan subyek yang diduga
memberi peluang untuk pembuktian atau pengujian antarkategori. Penyampelan
dilakukan secara terus menerus, dan dihentikan jika: (1) tidak ada baru yang relevan,
(2) penyusunan kategori telah terpenuhi, dan (3) hubungan antar-kategori sudah
ditetapkan atau dibuktikan.
Berdasarkan penyampelan, metode grounde tidak dimaksudkan untuk menemukan
generalisasi tetapi membuat spesifikasi. Spesifikasi yang dibuat berkaitan dengan
(1) kondisi yang menyebabkan munculnya fenomena, (2) tindakan/interaksi yang
merupakan respon terhadap kondisi, dan (3) konsekuensi yang timbul dari tindakan.

3) Metode Etnografi
Kajian etnografi dapat dibedakan menjadi dua, yakni etnografi modern dan etnografi
baru. Kajian etnografi modern diarahkan pada upaya menggeneralisasi, yakni
penyusunan kaidah-kaidah umum tentang masyarakat melalui komparasi antara
organisasi internal masyarakat dan sistem sosial. Etnografi baru yang bersumber
pada etnoscience bermaksud menemukan “kunikan’ suatu masyarakat, yakni
persepsi dan organisasi pikiran dari masyarakat atas fenomena material yang ada di
sekelilingnya.
Tujuan metode etnografi adalah mengnterpretasikan teks berdasasrkan latar
belakang struktur budaya atau menggunakan teks sebagai alat untuk mengkonstryksi
budaya. Untuk itu, perlu pemahaman terhadap pola-pola yang ada dalam konteks,
baik wujud, cara, tempat maupun waktu pola-pola itu muncul. Terkait dengan hal
tersebut, pengumpulan data memegang peranan penting. Metode yang tepat
dilakukan adalah metode observasi partisipan. Ini mengindikasikan bahwa metode
ini mementingkan konteks, baik linguistik maupun non linguistik.
James P. Spradley menyatakan panduan metode ini sebagai Developmental
Research Sequence. Panduan tersebut didasarkan pada lima prinsip, yakni teknik
tunggal, identifikasi tugas, maju bertahap, penelitian orisinal, dan problem solving.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut dapat dikembangkan langkah-langkah: (1)
menetapkan informan, (2) melakukan wawancara kepada informan, (3) membuat
catatan etnografi, (4) mengajukan pertanyaan deskriptif, (5) melakukan analisis
wawancara etnografis, (6) membuat analisis domain, (7) mengajukan pertanyaan
struktural, (8) membuat analisis taksonomis, (9) mengajukan pertanyaan kontras,
(10) membuat analisis komponen, (11) menemukan tema-tema budaya, (12) menulis
etnografi.

4) Metode MCD Etnometodologis


Metode ini didasarkan pada filsafat fenomenologis Hussel dan Wittgenstein yang
memfokuskan pada kajian hubungan bahasa tutur dan pandangan hidup. Menuturkan
sebuah bahasa merupakan bagian dari aktivitas atau pandangan hidup. Dengan
metode MCD Etnometodologis, dapat dipastikan sesuatu yang berada di balik
pemahaman terhadap unit-unit tekstual yang kebanyakan merupakan kalimat atau
pernyataan tunggal. Analisis MCD digunakan untuk menganalisis situasi,
percakapan, ataupun interaksi komunikasi sehari-hari.
Asumsi dasar metode ini adalah: (1) hakikat performatif dari realitas sosial, (2)
ideksikalitas, (3) refleksikabilitas, dan (4) demonstrabilitas tindakan. Hakikat
performatif dilandasi oleh makna dan tatanan bahasa tutur diciptakan dalam interaksi
yang sedang berlangsung. Bahasa merupakan produk situasional dari kaidah sistem
yang ada. Indeksikalitas berarti semua fenomena yang diamati terikat pada kondisi
situasional pemroduksian. Oleh sebab itu, makna ungkapan linguistik bersifat
indeksional, yang berarti makna terdapat dalam penggunaan bahasa secara nyata.
Asumsi refleksitas mengacu pada kenyataan bahwa tindak tutur dan konteks saling
berhubungan. Bahasa terikat konteks maka bahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi yang dapat diberi makna, karena tuturan tidak hanya terjadi dalam
teks pemroduksian dan penginterpretasiannya tetapi juga keduanya memberikan
kontribusi pada konteks tuturan berikutnya.

5) Metode Analisis Percakapan Etnometodologis


Metode ini tidak berbeda jauh dengan metode MCD, yang membedakannya adalah
tekanannya pada wacana percakapan. Secara khusus metode ini dimaksudkan untuk
menemukan prosedur dan prinsip generatif yang digunakan oleh partisipan untuk
menghasilkan struktur karakteristik dan tatanan dari sebuah situasi komunikatif.
Analisis difokuskan pada pemahaman terhadap aspek-aspek percakapan tertentu
dipandang oleh para penuturnya.
Kaidah analisis ini meliputi: (1) merumuskan tujuan penelitian dan hipotesis sejelas-
jelasnya, (2) semua jenis informasi dinyatakan secara eksplisit, dan catatan
pengumpilan data harus cermat.

6) Metode Semiotik Naratif


Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan hal yang terkait dengan
tanda. Metode semiotik memperlakukan teks sebagai sistem tanda yang terdiri atas
(1) struktur lahir/luar pada kata dan kalimat, dan (2) struktur batin/dalam yaitu
makna. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi struktur naratif sebuah teks yang
menjembatani struktur batin dengan struktur lahir. Struktur naratif menjadi perantara
pemahaman terhadap struktur batin.
Secara garis besar, metode ini menganggap bahwa teks dikarakterisasi oleh enam
peran yang berfungsi mengarahkan cerita, yakni: (1) destinator (penentu arah) yang
pada kekuatan khusus yang memberlakukan aturan dan nilai dan mereprsentasikan
ideologi teks, (2) receiver (penerima) sebagai pembawa nilai, (3) subjek yang
menduduki peran utama dalam teks, (4) objek yang merupakan objek narasi yang
dikemukakan oleh subjek, (5) adjuvant (daya dukung) yang membantu subjek dalam
usahanya mencapai objek, (6) traitor (daya penghambat) yang mempresentasikan
segala hambatan sehingga subjek tidak mencapai tujuannya.

7) Metode SYMLOG
SYMLOG merupakan akronim dari System for the Multipe Level Observation of
Group. Disebut Multilevel karena mempetimbangkan dinamika kelompok dan
kepribadian individu dan memberikan wawasan sistematis tentang hubungan antara
dinamika individu dan dinamika kelompok sosial. Symlog dimaksudan untu
menyelidiki tiga tataran, yakni (1) perilaku verbal dan nonverbal kelompok sosial,
(2) isi gagasan selama berlangsungnya komunikasi dalam kelompok masyarakat, dan
(3) nilai-nilai pro-kontra yang terjadi dalam kelompok sosial. Tujuan metode ini
adalah menguji kelompok sosial dan hubungan mereka dalam kelompok.
Prosedur Symlog adalah menggabungkan prilaku, isi, dan nilai dalam bentuk pesan
yang berfungsi merekam waktu interaksi, pelaku interaksi, komentar bahasa tentang
prilaku interaksi, nilai yang diekspresikan oleh pelaku interaksi terhadap ide.

8) Metode Critical Discourse Analysis


Wacana dalam metode ini tidak dipandang sebagai studi bahasa yang biasa. Wacana
dianggap sebagai representasi tetapi juga mengkonstruksi dan membentuk entitas
dan relasi sosial. Analisis tidak semata-mata difokuskan pada teks, tetapi juga
memperhatikan konteks yang dianggap untuk mencapai tujuan dan praktik sosial,
antara lain praktik ideologi.
Praktik sosial dalam CDA dipandang sebagai faktor yang menyebabkan hubungan
dialektis antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur
sosial. Secara khusus, praktik wacana dapat menampilkan hubungan kekuasaan yang
tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan
minoritas, sehingga perbedaan itu direpresenasikan dalam praktik sosial. Dengan
kata lain, analisis wacana kritis digunakan untuk mengungkap kekuasaan, dominasi,
dan ketidaksetraan dipraktikan, direproduksi atau dilawan oleh teks dalam
perbincangan konteks sosial dan politik. CDA menempatkan diri pada posisi
nonkonformis atau melawan arus dominasi dalam kerangka besar untuk melawan
keadilan sosial.
Prinsip analisis wacana kritis menganggap wacana: (1) sebagai tindakan, berada
dalam konteks tertentu, (3) bersifat kesejarahan, (4) adanya kekuasaan, dan (5)
mengindikasikan ideologi. Wacana dianggap sebagai tindakan komunikasi yang
bertujuan untuk melakukan: debat, sanggahan, serangan, bujukan, persuasi, dan
tindakan lainnya. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara sadar, terkontrol, dan
dimaksudkan untuk tujuan tertentu. Oleh sebab itu, wacana harus dimaknai dan
ditempatkan pada konteks tertentu; latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Pengetahuan
tentang konteks menentukan makna teks. Salah satu konteks yang dipertimbangkan
adalah faktor kesejarahan. Faktor kesejarahan memberikan masukan tentang
bagaimana latar sosial yang menggambarkan alur timbulnya wacana. Pada setiap
masa, keadaaan sosial selalu diwaranai oleh adanya kekuasaan oleh pihak satu ke
pihak yang lain. Demikian halnya dengan wacana tidak dapat dianggap sebagai
proses yang wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.
Konsep kekuasaan adalah satu kunci hubungan antara wacana dan masyarakat.
Keberadaan kekuasaan merepresentasikan keberadaan ideologi dalam masyarakat.
Ideologi dimaknai sebagai keyakinan/kepercayaan yang dianggap sebagai kebenaran
kelompok.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis wacana kritis mempunyai
karakteristik: (1) memberi perhatian pada masalah sosial, (2) percaya bahwa relasi
kekuasaan bersifat diskursif atau mengada dalam wacana, (3) percaya bahwa wacana
berperan dalam pembentukan masyarakat dan kultur, percaya bahwa wacana
berperan membangun ideologi, (5) percaya bahawa wacana bersifat historis, (6)
wacana berperan sebagai mediasi antara teks dan masyarakat sosial, (7) wacana
bersifat interpretatif dan eskplanatif, (8) percaya bahwa wacana merupakan suatu
bentuk aksi/praktik sosial, dan (9) penggunaan bahasa menyusun identitas sosial,
relasi sosial, dan sistem pengetahuan dan keyakinan. Hal ini menunjukkan bahwa
CDA merupakan kajian inter/multidisipliner yang merupakan mempertemukan
kajian linguistik dengan bidang-bidang kajian lainnya, misal: sastra, politik, sosial,
psikologi, dan atau budaya.

9) Metode Pragmatik Fungsional


Metode ini memandang penggunaan bahasa sebagai objek, yang dengannya manusia
dapat melakukan sesuatu. Metode ini mengembangkan konsep tindakan tutur dan
membedakannya dengan tindak tutur. Tindak tutur difokuskan pada penutur dan
orientasi pada kalimat individual. Tinakan tutur merupakan tindakan yang terpenuhi
dengan menggunakan bahasa dan memiliki status bentuk wajib yang disepakati
secara sosial. Tindakan tutur mempunyai tiga tindakan gatra/konstituen: ujaran,
tindak proposisional, dan tindak ilokusioner.

10) Metode Teori Pembedaan


Penerapan metode ini dipandang sebagai proses penyeleksian komponen informasi,
ujaran, dan pemahaman. Unit analisis teori pembedaan adalah satuan gramatikal.
Desain teori pembedaan dalam analisis teks mengikuti beberapa fase (1) analisis atas
pembedaan-pembedaan yang eksplisit, (2) analisis atas pembedaan-pembedaan yang
implisit, (3) membandingkan pembedaan yang eksplisit dengan implisit, dan (4)
merangkum

11) Metode Hermeneutik Objektif


Hermeneutik ditujukan untuk mengungkap atau menafsirkan pikiran-pikiran
seseorang melalui kata-kata yang diwujudkan dalam teks. Dalam kehidupannya,
manusia selalu melakukan penafsiran-penafsiran antara lain untuk memberi makna.
Hermeneutik berupaya memahami makna teks sebagai struktur sosial yang muncul
secara interaktif. Pemahaman ini dapat mengungkap realitas sosial dalam teks.
Secara khusus dapat dikatakan bahwa hermeneutik dilakukan untuk membongkar
struktur-struktur interaksi dalam teks.

12) Metode Friming


Analisis framing sebenarnya adalah bagian dari analisis konten/isi untuk menilai
wacana persaingan antar-kelompok yang muncul atau tampak di media. Metode ini
dikenal sebagai konsep bingkai, yaitu gagasan sentral yang terorganisasi, dan dapat
dianalisis melalui dua turunannya, yakni simbol berupa framing device dan
reasoning device. Framing device menunjuk pada penyebutan istilah tertentu yang
menunjukkan “julukan” pada satu wacana. Reasoning device menunjuk pada analisis
sebab-akibat.
Metode ini digunakan untuk menganalisis perpesktif penulis (wartawan) ketika dia
menyeleksi isu dan menuliskan berita. Dalam hal ini, wartawan sebagai sumber
berita akan mengorganisasikan informasi yang didapatnya sehingga berita yang
disampaikan ditentukan oleh perpekstifnya terhadap peristiwa yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai