Anda di halaman 1dari 204

Buku Ajar

PENGANTAR ANTROPOLOGI

Mataram University Press


Pengantar Antropologi

ii Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Buku Ajar

PENGANTAR ANTROPOLOGI

Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos


Dr. Hamidsyukrie ZM, M.Hum
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Dr. Saipul Hamdi, S.Pd.I., MA
Ika Wijayanti, S.Pd., MA
Solikatun S.Pd., M.Si

Mataram University Press

Pengantar Antropologi iii


Pengantar Antropologi

Judul:
Pengantar Antropologi

Penulis:
Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos
Dr. Hamidsyukrie ZM, M.Hum
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Dr. Saipul Hamdi, S.Pd.I., MA
Ika Wijayanti, S.Pd., MA
Solikatun S.Pd., M.Si

Layout:
Fatia Hijriyanti

Design Sampul:
Tim Mataram University Press

Design Isi:
Tim Mataram University Press

Penerbit:
Mataram University Press
Jln. Majapahit No. 62 Mataram-NTB
Telp. (0370) 633035, Fax. (0370) 640189, Mobile Phone +6281917431789
e-mail: upt.mataramuniversitypress@gmail.com
website: www.uptpress.unram.ac.id.

Cetakan Pertama, April 2022

ISBN: 978-623-5301-05-1
HAK CIPTA: 000338403

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak,


sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun, tanpa izin penulis dan penerbit.

iv Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan taufik dan hidayah, sehingga penulisan buku
ajar “Pengantar Antropologi” dapat kami diselesaikan.
Penulisan buku ajar ini dilatarbelakangi oleh
beberapa faktor: 1) sebagai momentum yang baik bagi
penulis untuk memfasilitasi dosen dan mahasiswa,
sehingga buku ini dapat dijadikan panduan dalam proses
perkuliahan sehingga dapat dengan mudah memahami
fenomena kebudayaan dalam perspektif antropologi, 2)
mempermudah mahasiswa dalam proses pembelajaran
mata kuliah antropologi, sehingga dapat mempersiapkan
diri sebelum mengikuti perkuliahan yang diselenggarakan
di kelas.
Buku Ajar “Pengantar Antropologi” telah
disesuaikan dengan materi yang tercakup pada Rencana
Pembelajaran Semester Program Studi Sosiologi.
Berdasarkan kurikulum yang telah disesuaikan, buku
ajar ini dapat menjadi pegangan mahasiswa dan dosen
dalam penyelenggaraan perkuliahan. Dengan adanya
buku ini diharapkan dapat memberikan dasar, arah dan
titik tolak kegiatan perkuliahan, sehingga perkuliahan
dapat dilakukan dengan lebih terstruktur dan terprogram.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan penulisan
banyak mendapat bantuan secara moril dan material dari
berbagai pihak. Oleh karena itu selayaknya penulis
menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ir. Rosiady Husaenie Sayuti, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua
Program Studi Sosiologi
2. Ir. Syarifuddin., M.Si, selaku Sekretaris Program Studi
Sosiologi

Pengantar Antropologi v
Pengantar Antropologi

3. Teman-teman dosen Program Studi Sosiologi


Universitas Mataram
Akhirnya, sebagai upaya peningkatan kualitas yang
tidak pernah selesai, demikian juga keberadaan buku ini
yang tidak luput dari kekeliruan dan kekhilafan. Untuk
itu kami menghargai masukan serta saran dari semua
pihak untuk perbaikan kedepannya. Terima kasih.

Mataram, Januari 2021


Tim Penulis

Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos. dkk

vi Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

IDENTITAS MATA KULIAH

Mata Kuliah : Pengantar Antropologi


Kode Mata Kuliah : SOS 203301
Bobot SKS :3
Semester : I (Satu)

Pengantar Antropologi vii


Pengantar Antropologi

TINJAUAN MATA KULIAH

Buku Ajar “Pengantar Antropologi” merupakan


buku pegangan bagi pengajar Mata Kuliah “Pengantar
Antropologi” di Program Studi Sosiologi Universitas
Mataram. “Pengantar Antropologi” adalah mata kuliah
yang membahas mengenai kajian aspek manusia secara
menyeluruh (holistic) seperti aneka warna bentuk fisik
manusia, masyarakat serta kebudayaannya. Mata kuliah
“Pengantar Antropologi” merupakan mata kuliah yang
wajib diikuti oleh mahasiswa semester I pada semester
ganjil. Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Pengantar
Antropologi” diharapkan mendapatkan pemahaman yang
utuh mengenai manusia dari aneka bentuk fisik dengan
segala kehidupan masyarakat dan kebudayaannya.
Buku ini diawali dengan Bab 1 yang membahas
tentang pengertian dan ruang lingkup “Pengantar
Antropologi”. Bab ini berisi mengenai definisi antropologi,
ruang lingkup antropologi, sejarah perkembangan
antropologi, hubungan antropologi dengan ilmu-ilmu yang
lain, serta pembagian ilmu antropologi.
Bab 2 pada buku ini membahas mengenai
kebudayaan dan unsur-unsur pembentuknya sehingga
mahasiswa mendapat penjelasan terkait dengan definisi,
wujud dan unsur-unsur kebudayaan, serta dapat
mendiskusikan mengenai realitas kebudayaan dalam
lingkungan sekitar
Bab 3 pada buku ini membahas mengenai
kepribadian dan masyarakat. Pada bab ini akan diuraikan
dan dijelaskan secara umum mengenai definisi dan
unsur-unsur kepribadian, pembentukan kepribadian,
aneka warna kepribadian manusia, definisi masyarakat,
unsur-unsur masyarakat serta hubungan kepribadian
dan masyarakat

viii Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Bab 4 menjelaskan mengenai individu,


masyarakat, dan kebudayaan Indonesia. Sehingga dapat
memberikan kepada mahasiswa mengenai kebudayaan
nasional, proses pembentukan kebudayaan nasional,
serta kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa
Indonesia
Bab 5 menjelaskan mengenai aneka warna
masyarakat dan kebudayaan. Sehingga dapat
memberikan kepada mahasiswa terkait dengan konsep
suku bangsa, pembagian ras-ras di dunia. Selain itu
terdapat penjelasan mengenai ras, bahasa, dan
kebudayaan serta dinamika percampuran ras dan
pengaruhnya pada kebudayaan manusia
Bab 6 menjelaskan mengenai rekonstruksi budaya
lokal di Indonesia serta berbagai studi kasus yang dapat
memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai
budaya lokal, berbagai budaya lokal di Indonesia serta
rekontruksi budaya lokal di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(Sasambo, Arab, Tionghoa, Jawa, dan Bali)
Bab 7 membahas mengenai budaya, mentalitas,
dan pembangunan. Pada bab ini memberikan penjelasan
yang detail mengenai ciri-ciri manusia Indonesia, mental
bangsa Indonesia serta mentalitas dan pembangunan
Bab 8 membahas mengenai kebudayaan dan
integrasi nasional. Pada bab ini dibahas mengenai
kesatuan kebudayaan yang merupakan manifestasi
integrasi dari manusia. Kesatuan kebudayaan sifatnya
dinamis seperti integrasi yang terjadi dalam diri manusia
Bab 9 pada buku ini membahas mengenai konflik
budaya. Sehingga dapat memberikan pemahaman kepada
mahasiswa mengenai definisi konflik budaya yang
didalamnya terdapat tipe-tipe konflik budaya seperti
stereotipe, primordialisme, dan etnosentrisme. Serta studi
kasus mengenai konflik budaya di Indonesia
Bab 10 buku ini membahas mengenai etnografi
yang merupakan metode penelitian khusus pada kajian
kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik.

Pengantar Antropologi ix
Pengantar Antropologi

Selain itu pada bab ini juga dijelaskan mengenai kesatuan


sosial dalam etnografi serta kerangkanya
Bab 11 atau bagian akhir buku ini adalah
pembahasan mengenai dinamika kebudayaan masyarakat
yang didalamnya terdapat uraian mengenai evolusi,
revolusi, serta difusi budaya. Setelah mempelajari,
mengkaji dan mendiskusikan bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat memahami tahap perkembangan
kebudayaan masyarakat.
Agar perspektif dan pemahaman mahasiswa
terhadap setiap materi yang diajarkan dapat menjadi lebih
baik dan komprehensif, maka pada setiap babnya
disiapkan soal dan juga penugasan-penugasan. Di bagian
akhir dari setiap bab juga disertakan daftar bacaan atau
daftar pustaka. Hal ini mengandung makna agar para
mahasiswa terpacu untuk membaca lebih lanjut
substansi yang diuraikan dalam setiap bab buku ini.
Mahasiswa tidak boleh merasa puas hanya dengan
membaca buku ajar ini. Sekali lagi, harus dipahami
bahwa buku ajar ini merupakan panduan bagi mahasiswa
untuk belajar lebih lanjut. Dengan demikian, setelah
menyelesaikan kuliah “Pengantar Antropologi”,
mahasiswa akan dapat memahami secara komprehensif
konsep dan teori yang termasuk dalam ranah Antropologi

x Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU


AJAR

Antropologi merupakan salah satu mata kuliah wajib


untuk mahasiswa semester satu Program Studi Sosiologi
Universitas Mataram. Mata kuliah “Pengantar
Antropologi” merupakan mata kuliah yang mengkaji
tentang aspek manusia secara menyeluruh (holistic)
seperti aneka warna bentuk fisik manusia, masyarakat
serta kebudayaannya. Buku ajar ini hadir dalam rangka
memberikan arah dan menjadi panduan bagi dosen dan
mahasiswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
secara efektif. Materi yang disajikan dalam Buku Ajar
“Pengantar Antropologi” diharapkan dapat memenuhi
tujuan pembelajaran ini yaitu mahasiswa dapat
memahami mengenai manusia dari aneka bentuk fisik
dengan segala kehidupan masyarakat dan
kebudayaannya. Selain itu, diharapkan mahasiswa
mampu mengkritisi mengenai ruang lingkup antropologi
serta kebudayaan, berbagai kebudayaan yang ada di
Indonesia khususnya budaya lokal di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Sasambo, Arab, Tionghoa, Jawa, dan
Bali), serta metode penelitian khusus Antropologi yaitu
etnografi.
Buku ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi
mahasiswa dalam melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan oleh dosen. Termasuk juga ketika terjadi
diskusi, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Buku
ini diharapkan dapat menjadi referensi sehingga dapat
mengarahkan mahasiswa untuk mencari bahan bacaan
yang lain, yang diperlukan untuk memperkaya
pengetahuan dan teori-teori yang relevan.

Pengantar Antropologi xi
Pengantar Antropologi

Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa tidak hanya


mencapai kompetensi pengetahuan teoritis melainkan
kompetensi praktis yang dapat diaplikasikan setelah
mempelajari keseluruhan buku ajar ini.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh mahasiswa
dan dosen sebelum menggunakan buku ini adalah sebagai
berikut:
1. Pelajari dan pahami terlebih dahulu dengan tepat
capaian pembelajaran mata kuliah, kompetensi akhir
dan indikator keberhasilan yang diharapkan
2. Pelajarilah setiap bab secara mendalam menurut
urutan yang disajikan, mulai dari bab I sampai dengan
bab XII.
3. Di samping belajar secara perorangan, saudara
dianjurkan untuk belajar secara kelompok antar 3-5
orang
4. Peran dosen adalah sebagai fasilitator dengan
memberikan bimbingan dan memotivasi mahasiswa
selama proses perkuliahan. Selanjutnya mahasiswa
secara aktif mengembangkan potensinya dalam
mengkaji setiap bagian dari buku ini sehingga mampu
memahami secara teoritis dan dapat melakukan
sebuah pengamatan maupun penelitian
5. Dosen mengupayakan pendekatan pembelajaran
konstruktivistik yang mendorong kemandirinan
mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan
untuk mengerjakan setiap latihan/tugas sesuai
tuntunan pada setiap bab pada buku ajar ini

xii Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA


KULIAH

Setelah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan


perkuliahan selama satu semester yaitu kuliah tatap
muka, penugasan, dan diskusi mahasiswa semester I S-1
Program Studi Sosiologi Universitas Mataram diharapkan
mampu menjelaskan berbagai konsep dalam Antropologi
yaitu mengenal manusia dari aneka bentuk fisik dengan
segala kehidupan masyarakat dan kebudayaannya. Selain
itu, diharapkan mahasiswa mampu mengkritisi mengenai
ruang lingkup Antropologi serta kebudayaan, berbagai
kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya budaya
lokal di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Sasambo, Arab,
Tionghoa, Jawa, dan Bali), serta metode penelitian khusus
Antropologi yaitu etnografi.

Pengantar Antropologi xiii


Pengantar Antropologi

KEMAMPUAN AKHIR YANG


DIPEROLEH

1. Memahami definisi, ruang lingkup, sejarah


perkembangan, hubungan antropologi dengan ilmu-
ilmu yang lain, serta pembagian ilmu antropologi.
2. Memahami kebudayaan dan unsur pembentuknya
serta realitas kebudayaan dalam lingkungan sekitar
3. Memahami kepribadian dan masyarakat yang terdiri
dari definisi dan unsur-unsurnya, pembentukan,
aneka warna kepribadian manusia serta kaitan antara
hubungan kepribadian dan masyarakat
4. Memahami secara mendalam proses pembentukan
kebudayaan nasional serta kebudayaan nasional
sebagai identitas bangsa Indonesia dikaitkan dalam
realitas kehidupan bermasyarakat
5. Memahami secara mendalam aneka warna masyarakat
dan kebudayaan khususnya konsep mengenai suku
bangsa, ras, bahasa, dan kebudayaan serta kaitan
antara dinamika percampuran ras dan pengaruhnya
pada kebudayaan
6. Memahami secara mendalam Rekonstruksi Budaya
Lokal di Indonesia dan khususnya budaya lokal di
Provinsi Nusa Tenggara Barat (Sasambo, Arab,
Tionghoa, Jawa, dan Bali)
7. Menjelaskan kaitan antara budaya, mentalitas, dan
pembangunan di Indonesia
8. Menjelaskan kaitan Kebudayaan dan Integrasi
Nasional di Indonesia
9. Menjelaskan konflik budaya didasarkan pada fakta
dan fenomena yang terjadi di Indonesia

xiv Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

10. Menjelaskan konsep etnografi termasuk kesatuan


sosial dan kerangkanya
11. Menjelaskan aneka tipologi dinamika kebudayaan
masyarakat

Pengantar Antropologi xv
Pengantar Antropologi

xvi Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................. v


IDENTITAS MATA KULIAH ..................................... vii
TINJAUAN MATA KULIAH ..................................... viii
PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU AJAR .................... xi
CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH ............. xiii
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIPEROLEH .................xiv
DAFTAR ISI ..........................................................xvii
DAFTAR GAMBAR ..................................................xxi
BAB I DEFINISI DAN RUANG LINGKUP
ANTROPOLOGI ......................................... 1
A. Definisi Antropologi ................................. 1
B. Ruang Lingkup Antropologi ..................... 4
C. Sejarah Perkembangan Antropologi ......... 8
D. Metodologi Antropologi .......................... 10
E. Hubungan Antropologi dengan Ilmu
Sosial Lainnya ...................................... 13
Ringkasan .................................................. 16
Tugas atau Latihan ..................................... 17
Daftar Pustaka............................................ 18
BAB II KEBUDAYAAN DAN UNSUR-UNSUR
PEMBENTUKAN ...................................... 19
A. Definisi Kebudayaan ............................. 19
B. Wujud Kebudayaan ............................... 23
C. Unsur-unsur Kebudayaan ..................... 24

Pengantar Antropologi xvii


Pengantar Antropologi

D. Realitas Kebudayaan dalam Lingkungan


Sekitar ................................................. 28
Ringkasan .................................................. 31
Tugas atau Latihan ..................................... 33
Daftar Pustaka............................................ 34
BAB III KEPRIBADIAN DAN MASYARAKAT .......... 35
A. Definisi dan Unsur-Unsur Kepribadian .. 35
B. Pembentukan Kepribadian .................... 38
C. Aneka Warna Kepribadian Manusia ....... 40
D. Definisi Masyarakat .............................. 41
E. Unsur-Unsur Masyarakat ...................... 42
F. Hubungan Kepribadian dan
Masyarakat........................................... 45
Ringkasan .................................................. 46
Tugas atau Latihan ..................................... 49
Daftar Pustaka............................................ 50
BAB IV INDIVIDU, MASYARAKAT, DAN
KEBUDAYAAN INDONESIA ...................... 51
A. Kebudayaan Nasional ............................ 51
B. Proses Pembentukan Kebudayaan
Nasional ............................................... 53
C. Kebudayaan Nasional Sebagai Identitas
Bangsa Indonesia.................................. 57
Rangkuman ................................................ 59
Tugas atau Latihan ..................................... 61
Daftar Pustaka............................................ 62
BAB V ANEKA WARNA MASYARAKAT DAN
KEBUDAYAAN ......................................... 63
A. Konsep Suku Bangsa ............................ 63
B. Pembagian Ras-ras di Dunia ................. 67
C. Ras, Bahasa, dan Kebudayaan .............. 70

xviii Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

D. Dinamika Percampuran Ras dan


Pengaruhnya Pada Kebudayaan Manusia
............................................................ 81
Rangkuman ................................................ 83
Tugas/Latihan ............................................ 85
Daftar Pustaka............................................ 87
BAB VI REKONSTRUKSI BUDAYA LOKAL DI
INDONESIA ............................................. 89
A. Budaya Lokal ........................................ 89
B. Berbagai Budaya Lokal di Indonesia ...... 91
C. Rekonstruksi Budaya Lokal di Provinsi
Nusa Tenggara Barat (Sasambo, Arab,
Tionghoa, Jawa, dan Bali) ..................... 94
Rangkuman .............................................. 103
Tugas/Latihan .......................................... 105
Daftar Pustaka.......................................... 106
BAB VII BUDAYA, MENTALITAS, DAN
PEMBANGUNAN .................................... 107
A. Ciri-ciri Manusia Indonesia ................. 107
B. Mental Bangsa Indonesia .................... 109
C. Mentalitas dan Pembangunan ............. 112
Rangkuman .............................................. 115
Tugas/Latihan .......................................... 117
Daftar Pustaka.......................................... 118
BAB VIII KEBUDAYAAN DAN INTEGRASI
NASIONAL ............................................ 119
A. Konsep Integrasi Nasional ................... 119
B. Bentuk-bentuk Integrasi Nasional ....... 123
C. Faktor Pendorong dan Penghambat
Integrasi Nasional ............................... 126
D. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Integrasi
Nasional ............................................. 128

Pengantar Antropologi xix


Pengantar Antropologi

Rangkuman .............................................. 132


Tugas/Latihan .......................................... 135
Daftar Pustaka.......................................... 136
BAB IX KONFLIK BUDAYA ................................ 137
A. Definisi Konflik Budaya ....................... 137
B. Stereotipe, Primordialisme, dan
Etnosentrisme .................................... 140
C. Konflik Budaya di Indonesia ................ 142
Rangkuman .............................................. 148
Tugas/Latihan .......................................... 149
Daftar Pustaka.......................................... 150
BAB X ETNOGRAFI .......................................... 153
A. Konsep Etnografi ................................ 153
B. Kesatuan Sosial dalam Etnografi ......... 155
C. Kerangka Etnografi ............................. 157
Rangkuman .............................................. 158
Tugas/Latihan .......................................... 159
Daftar Pustaka.......................................... 160
BAB XI DINAMIKA KEBUDAYAAN
MASYARAKAT ...................................... 161
A. Perubahan Kebudayaan ...................... 161
B. Evolusi Budaya ................................... 172
C. Revolusi Budaya ................................. 172
D. Difusi Budaya ..................................... 173
E. Akulturasi, Asimilasi, dan Amalgamasi 175
F. Discovery, Invention, dan Inovasi ......... 177
Rangkuman .............................................. 179
Tugas/Latihan .......................................... 181
Daftar Pustaka.......................................... 182

xx Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Masyarakat Tradisional ........................... 1


Gambar 2.1 Wujud Kebudayaan Masyarakat di
Indonesia.............................................. 23
Gambar 2.2 Tradisi Suku Sasak Molang Maliq .......... 30
Gambar 2.3 Tradisi Malean Sampi............................ 31
Gambar 3.1 Pembentukan Kepribadian .................... 39
Gambar 3.2 Macam-macam kepribadian .................. 41
Gambar 4.1 Macam-macam Budaya Indonesia ......... 53
Gambar 5.1 Macam-macam Jenis Ras Manusia ........ 68
Gambar 6.1 Macam-macam Budaya Lokal
Indonesia.............................................. 94
Gambar 6.2 Tradisi Permainan Barempuk atau
“Baranak Bawi” .................................... 97
Gambar. 7.1 Antrian Bantuan Langsung Tunai
(BLT) .................................................. 109
Gambar 7.2 Mahasiswa Aksi Tolak Omnibus Law ... 113
Gambar 8.1 Kerukunan Antar Umat Beragama ....... 121
Gambar 8.2 Beragam Adat Istiadat Masyarakat
Indonesia............................................ 126
Gambar 9.1 Konflik budaya.................................... 139
Gambar 10.1 Masyarakat Suku Anak Dalam
Sumatera............................................ 155
Gambar 11.1 Perubahan Sosial Budaya di Wilayah
Pedesaan ............................................ 171

Pengantar Antropologi xxi


Pengantar Antropologi

xxii Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


BAB I
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP
ANTROPOLOGI

A. Definisi Antropologi

Antropologi adalah suatu studi ilmu yang


mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya,
perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya.
Antropologi adalah istilah kata bahasa Yunani yang
berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti
manusia dan logos memiliki arti ilmu pengetahuan
(https://fib.ugm.ac.id diakses pada tanggal 03 November
2020). Dengan demikian, antropologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari mengenai manusia serta
kebudayaan yang melekat padanya.

Gambar 1.1 Masyarakat Tradisional


Sumber: https://www.dictio.id
Pengantar Antropologi

1. Pengertian Antropologi Menurut Para Ahli


Terdapat beberapa definisi antropologi menurut
beberapa ahli sebagai berikut: menurut Hunter (1976),
antropologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang lahir
dari adanya keingintahuan yang tidak terbatas tentang
umat manusia. Sedangkan, secara khusus Haviland
(2002) menjelaskan bahwa antropologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang umat manusia secara
umum dengan mempelajari warna fisik, bentuk fisik
dan kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat.
Menurut Kottak (2000), menerangkan antropologi
merupakan ilmu yang mempelajari keragaman umat
manusia secara holistik. Ini meliputi aspek sosial
budaya, biologis, bahasa dan lingkungannya dalam
dimensi waktu masa lalu, saat ini dan masa depan.
Antropologi mengkaji semua masyarakat, dari
masyarakat yang primitif atau kuno hingga
masyarakat modern, dari masyarakat sederhana
hingga masyaraat yang kompleks.
Vivelo (1978), menjelaskan antropologi adalah ilmu
mengenai manusia, menelaah manusia secara budaya
dan biologi. Sedangkan menurut Koentjaraningrat
(2002), antropologi adalah studi mengenai umat
manusia dengan mempelajari berbagai bentuk fisik,
warna dan budaya yang dihasilkan oleh masyarakat.
2. Obyek ilmu antropologi
Obyek dari antropologi adalah manusia di dalam
masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan
perilakunya. Ilmu ini memiliki tujuan untuk
mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku
bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk
membangun masyarakat.
Obyek dari antropologi adalah manusia dalam
kedudukannya sebagai individu, masyarakat, suku
bangsa, kebudayaan dan perilakunya. Para antropolog
memperhatikan banyak aspek kehidupan manusia.
Antara lain perilaku sehari-hari, ritual, upacara dan
prosesnya yang mendefinisikan manusia sebagai
manusia. Antropologi mempertanyakan bagaimana

2 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

masyarakat bisa menjadi sama atau berbeda,


bagaimana evolusi membentuk cara berpikir manusia,
mengenai apa itu budaya, adakah manusia yang
universal dan lainnya. Para antropolog mengeksplorasi
hal-hal unik yang membuat manusia menjadi
manusia. Antropologi bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman manusia tentang diri manusia itu sendiri
dan satu sama lain.
3. Konsep-Konsep Antropologi
Penggunaan konsep antropologi adalah penting
karena pengembangan konsep yang teridentifikasi
dengan baik merupakan tujuan dari setiap disiplin
ilmu. Adapun yang merupakan contoh konsep-konsep
antropologi di antaranya: Kebudayaan, Evolusi,
Culture Area (daerah budaya), Enkulturasi, Difusi,
Akulturasi, Etnosentrisme, Tradisi, Ras dan Etnik,
Stereotipe, Kekerabatan, Magis, Tabu, dan
Perkawinan.
4. Teori-Teori Antropologi
Adapun teori-teori dalam kajian antropologi ialah:
Teori orientasi nilai budaya dari Kluckhohn, kemudian
Teori evolusi sosiokultural pararel-konvergen-devergen
oleh Sahlins dan Harris. Teori evolusi kebudayaan
Lewis H Morgan, Teori evolusi animisme dan magic dari
Tailer Da Frazer. Teori evolusi keluarga JJ Bachoven
dan Teori upacara sejaji Smitch.
5. Fungsi Ilmu Antropologi
Antropologi memanfaatkan dan membangun
pengetahuan dari ilmu sosial, biologi, humaniora dan
ilmu fisik. Studi antropologi berkaitan dengan fitur
biologis yang menjadikan manusia dan aspek sosial
manusia. Fitur biologis yang dimaksud seperti fisiologi,
susunan genetika, sejarah gizi dan evolusi. Sedangkan
aspek sosial seperti bahasa, budaya, politik, keluarga
dan agama). Fungsi antropologi adalah untuk
mengembangkan pengetahuan tentang manusia baik
secara fisik (biologis) maupun secara sosio-kultural.

Pengantar Antropologi 3
Pengantar Antropologi

6. Tujuan Antropologi
Tujuan antropologi adalah untuk membuat dunia
aman bagi perbedaan manusia. Sedangkan menurut
Koentjaraningrat (2002), tujuan antropologi dibedakan
menjadi 2 yaitu: (1) tujuan akademis untuk mencapai
pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya
dengan mempelajari berbagai bentuk fisiknya,
masyarakat dan kebudayaannya, (2) tujuan praktis
untuk mempelajari manusia diberbagai masyarakat
suku bangsa di dunia guna membangun masyarakat.
Sedangkan manfaat mempelajari antropologi
adalah untuk (1) mengetahui pola perilaku manusia
dalam kehidupan bermasyarakat secara universal
maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap
masyarakat (suku bangsa). (2) mengetahui kedudukan
dan peran yang harus dilakukan sesuai dengan
harapan warga masyarakat dari kedudukan yang
sedang disandang. (3) memperluas wawasan tentang
pergaulan umat manusia kekhususan sesuai dengan
karakteristik daerahnya sehingga menimbulkan
toleransi yang tinggi. (4) mengetahui berbagai macam
permasalahan dalam masyarakat dan memiliki
kepekaan terhadap kondisi- inisiatif
pemecahan masalah.

B. Ruang Lingkup Antropologi

1. Antropologi Fisik
Antropologi fisik mempelajari manusia kaitannya
dengan pengertian dan sejarah terjadinya aneka warna
makhluk manusia dengan sudut pandang atau sebagai
bahan penelitiannya adalah ciri-ciri tubuh manusia,
yang meliputi: (1) ciri-ciri luar/lahir (fenotip), seperti
warna kulit, bentuk rambut, indeks tengkorak, bentuk
muka, warna mata, dan lain-lain. (2) ciri-ciri dalam
(genotip), seperti golongan darah.

4 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

2. Antropologi Budaya
Antropologi budaya memfokuskan kepada
kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam
masyarakat. Menurut Haviland (2002), cabang
antropologi budaya terbagi menjadi tiga bagian, yakni
arkeologi, antropologi linguistik, dan etnologi.
Menurut Siregar (2008), antropologi budaya
menjelaskan hubungan timbal balik antara manusia
(human) dan kebudayaan (culture) pada suatu masa
dan ruang tertentu. Kebudayaan dipandang sebagai
hasil kreasi manusia serta digunakan manusia untuk
menjalankan kehidupan. Manusia menciptakan
kebudayaan dengan menggunakan pikiran, yakni ide-
ide atau gagasan yang bekerja dalam kesadaran
seseorang. Hasil-hasil kreasi atau ciptaan manusia itu
lazimnya terwujud secara sistemik dalam bentuk
pranata-pranata kebudayaan.
Antropologi budaya terbagi menjadi tiga bagian
yaitu: arkeologi, antropologi linguistik dan etnologi.
a. Arkeologi
Arkeologi adalah cabang antropologi budaya
yang mempelajari benda-benda peninggalan lama
dengan maksud untuk menggambarkan serta
menerangkan perilaku manusia yang tertera dalam
peninggalan-peninggalannya lama sebagai ekspresi
kebudayaan.
b. Antropologi Linguistik
Manusia makhluk yang paling mahir dalam
menggunakan simbol-simbol sehingga manusia
disebut homo symbolicum karena itulah manusia
dapat berbahasa, berbicara dan melakukan
gerakan-gerakan. Sehingga, kajian ini membahas
mengenai manusia dan kebudayaan yang terkait
dengan fungsi kebahasaan dan dinamika yang
terdapat di dalamnya. Cakupan kajian yang
berkaitan dengan bahasa sangat luas.
Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang
mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam

Pengantar Antropologi 5
Pengantar Antropologi

hubungannya dengan perkembangan waktu,


perbedaan tempat komunikasi, sistem
kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik,
kepercayaan, etika bahasa, adat-istiadat, dan pola-
pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa.
Antropolinguistik menitikberatkan pada
hubungan antara bahasa dan kebudayaan di
dalam suatu masyarakat seperti peranan bahasa di
dalam mempelajari bagaimana cara seseorang
berkomunikasi dengan orang lain dalam kegiatan
sosial dan budaya tertentu, dan bagaimana cara
seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara
tepat sesuai dengan konteks budayanya,
bagaimana bahasa masyarakat dahulu sesuai
dengan perkembangan budayanya (Crystal, 1987)
c. Etnologi
Pendekatan etnologi adalah etnografi, ilmu ini
mempelajari kebudayaan lain dengan melakukan
aktivitas memahami suatu pandangan hidup dari
sudut pandang penduduk asli. Etnologi merupakan
ilmu yang terdiri dari pengetahuan yang meliputi
teknik penelitian, teori etnografi, dan berbagai
macam deskripsi kebudayaan. Etnologi bermakna
untuk membangun suatu penelitian yang
sistematik mengenai semua kebudayaan manusia
dari perspektif orang yang telah mempelajari
kebudayaan itu.
3. Antropologi Ekonomi
Antropologi ekonomi (Hudayana, 2018) mengkaji
masalah perekonomian yang dilihat dari sudut
pandang kebudayaan, sehingga menaruh perhatian
terhadap berbagai gejala pertukaran yang tidak
melibatkan penggunaan uang sebagai mekanisme
pertukaran (resiprositas dan redistribusi).
Antropologi yang berorientasi pada aspek pertukaran
yang berkaitan dengan transformasi ekonomi dari
ekonomi tradisional menuju ekonomi pasar.

6 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

4. Antropologi Medis
Menurut Foster dan Anderson (1986), “…a
biocultural discipline concerned with both the biological
and sociocultural aspects of human behaviour, and
particularly with the ways in which the two interacted
throughout human history to influence health and
disease” antropologi medis adalah suatu disiplin
biokultural yang mengkaji baik segi biologis maupun
sosial-budaya pada perilaku manusia, dan khususnya
pada cara-cara keduanya berinteraksi di sepanjang
sejarah manusia untuk mempengaruhi kesehatan dan
penyakit.
Ilmu ini membahas sistem kesehatan secara
transkultural. Masalah lain yang dibahas mengenai
faktor bioekologi dan sosial budaya yang berpengaruh
terhadap kesehatan, timbulnya penyakit sehingga
disebut sebagai biobudaya (kajian mengenai ilmu
kesehatan dan budaya) (Sudardi, 2012)
5. Antropologi Psikologi
Cabang ilmu ini mengkaji interaksi kebudayaan
dan proses mental. Terutama memperhatikan cara
perkembangan manusia dan enkulturasi dalam
kelompok budaya tertentu-dengan sejarah, bahasa,
praktik, dan kategori konseptualnya sendiri-
membentuk proses perolehan kognisi, emosi, persepsi,
motivasi, dan kesehatan mental. Serta memeriksa
tentang bagaimana pemahaman kognisi, emosi,
motivasi, dan proses psikologis sejenis membentuk
model proses budaya dan sosial. Setiap aliran dalam
antropologi psikologis memiliki pendekatannya
sendiri-sendiri.
6. Antropologi Sosial
Antropologi sosial adalah salah satu cabang ilmu
sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat
suatu etnis tertentu. Sebuah ilmu yang mempelajari
manusia dari segi keanekaragaman fisik serta
kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-tradisi,
nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia

Pengantar Antropologi 7
Pengantar Antropologi

yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda


(Koentjaraningrat, 1990)
Ilmu ini mempelajari seluk beluk yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari
individu-individu yang dinaungi etnis kebudayaan
tertentu. Antropologi sosial adalah ilmu yang
mempelajari kebudayaan-kebudayaan dalam
kehidupan masyarakat serta suku-bangsa yang
tersebar di seluruh muka bumi.

C. Sejarah Perkembangan Antropologi

Menurut Kapplan dan Manners (2012), semua ilmu


sosial, termasuk antropologi mengalami tahapan-tahapan
dalam perkembangannya. Koentjaraningrat menyusun
perkembangan Antropologi menjadi empat fase sebagai
berikut:
Fase Pertama (sebelum tahun 1800-an). Manusia dan
kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai
berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari
Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam
penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal
baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang
asing. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka
kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal
perjalanan yang berisi segala sesuatu yang berhubungan
dengan suku-suku asing. Mulai dari ciri-ciri fisik,
kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku
tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku
asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi
atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Fase Kedua (tahun 1800-an). Pada fase ini, bahan-
bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-
karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat
pada saat itu. Masyarakat dan kebudayaan berevolusi
secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang
lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa

8 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan


menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi
kebudayaannya. Pada fase ini, Antropologi bertujuan
akademis, untuk mempelajari masyarakat dan
kebudayaan untuk memperoleh pemahaman tentang
tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Fase Ketiga (awal abad ke-20). Pada fase ini, negara-
negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di
benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika.
Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut,
muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa
asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang
cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain.

Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial


negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli
untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka
mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-
suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan
kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
Fase Keempat (setelah tahun 1930-an). Pada fase ini,
Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-
kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa,
mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa
Eropa. Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di
Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak
perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa
sebagian besar negara-negara di dunia kepada
kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan
kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang
tak berujung. Namun pada saat itu juga,
munculsemangat nasionalisme bangsa-bangsa yang
dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan.
Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil.
Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam
dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah
mereka selama bertahun-tahun. Proses-proses
perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu
antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk

Pengantar Antropologi 9
Pengantar Antropologi

pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa


di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami,
Flam dan Lapp.

D. Metodologi Antropologi

Metode atau pendekatan antropologi telah


mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan
kehidupan manusia (Koentjaraningrat, 1984). Ada lima
metode yang masing-masing memiliki hubungan, cara
dan penerapannya yang khas (Sairin, 2002). Berikut
merupakan kelima metode tersebut:
1. Metode Holistik
Holistik berarti menyeluruh. Yang diartikan dari
pendekatan ini adalah meneliti suatu masalah sosial
budaya pada kehidupan masyarakat secara
menyeluruh. Metode ini dikembangkan dalam fasenya
untuk masyarakat pedesaan (rural) kecil yang dapat
dicakup seluruhnya. Dalam suatu penelitian lapangan
dan waktu yang cukup lama. Begitu juga oleh Sairin
(2010), pendekatan ini menekankan pada pemahaman
dari keseluruhan jaringan dari fenomena sosial
masyarakat yang diteliti (structural functional
analysis).
2. Metode Mikro
Sebagai konsekuensi dari penerapan pendekatan di
atas, maka antropolog mempelajari segi-segi
rinci/detail dari suatu gejala hingga terkumpul semua
data yang sangat mendalam dan konkret mengenai
suatu masalah sosial budaya tertentu. Data konkrit ini
dapat digunakan sebagai pedoman untuk menganalisa
masalah-masalah serupa pada kasus-kasus lain
sehingga didapat pengertian umum yang sangat
mendalam terhadap masalah bersangkutan.
Pendekatan terhadap masalah sosial-budaya ini
merupakan sifat yang khas dari ilmu antropologi,
sehingga menyebut ilmu antropologi sebagai “sosiologi
mikro (micro sociology)”.

10 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

3. Metode Semiotik
Pendekatan ini lebih menekankan kepada
pemahaman kebudayaan berdasarkan pada
interpretasi yang dilakukan peneliti dari pandangan
dasar subyek penelitian atau native’s point of view.
Menurut Sairin (2002), metode semiotik semakin
banyak digunakan akhir-akhir ini. Terutama dengan
munculnya tokoh antropologi seperti Goodenough dan
Clifford Geertz. Dalam metode semiotik ini analisa
yang bersifat thick description sangat ditekankan.
Meskipun pendekatan atau metode yang digunakan
antropolog berbeda-beda, tetapi mereka umumnya
tetap melakukan penelitian dengan metode disebut
kualitatif dengan observasi partisipasi (participant
observation)
4. Metode Komparatif
Metode ini menjadi kebiasaan antropologi sejak
permulaan sejarahnya. Hal tersebut dikarenakan
antropologi selalu menghadapi gejala aneka warna
bentuk masyarakat dan kebudayaan yang besar.
Berbagai metode komparatif (perbandingan) sudah
dikembangkan, salah satu diantaranya adalah metode
perbandingan “lintang kebudayaan” atau “cross-
cultural method”. Cara kerja metode ini adalah
dipergunakan satu atau beberapa gejala sosial budaya
yang serupa dalam suatu sampel (contoh) yang cukup
besar dari kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang
tersebar luas.
5. Metode Behavioristik
Metode ini hampir mirip dengan metode
komparatif. Menurut Sairin (2002), metode yang lebih
mengarah kepada penelitian yang bersifat komparasi
dari behavior (tingkah laku) berbagai segmen (lapisan)
masyarakat dengan menggunakan kombinasi psiko-
analisa, learning theory, dan antropologi budaya.
Dalam antropologi juga memiliki tahapan metode
penelitian yang dapat memudahkan peneliti dalam
melakukan kegiatan penelitian sehingga mudah pula

Pengantar Antropologi 11
Pengantar Antropologi

dalam mendapatkan data mengenai ragam jenis manusia


serta kebudayaannya sebagai berikut:
1. Partisipant Observer atau Observasi Partisipasi
Metode penelitian observasi partisipasi, berasal dari
kata observasi/observer yaitu pengamatan secara
tekun sedangkan partisipasi yaitu suatu proses usaha
ikut serta atau mengikutkan diri dalam suatu
kegiatan, dari dua kata tersebut dapat disimpulkan
bahwa metode observasi partisipasi adalah metode
yang menekankan bagi diri peneliti untuk melakukan
pengamatan secara tekun dimana peneliti melibatkan
atau meleburkan diri pada permasalahan penelitian
yang dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa partisipant observer adalah partisipasi peneliti
secara langsung dalam sebuah masyarakat atau
komunitas sosial tertentu. Lewat observasi partisipasi
peneliti dapat mempelajari kultur dan sub-kultur
orang-orang yang kita teliti. Dengan demikian kita
dapat menginterpretasi dunia mereka seperti orang
yang kita teliti.
2. Etnografi
Etnografi berasal dari kata ethnos yang berarti bangsa
dan graphein yang berarti tulisan atau uraian. Jadi
dapat disimpulkan, etnografi berarti tulisan
tentang/mengenai bangsa. Etnografi digunakan untuk
meneliti perilaku-perilaku manusia berkaitan dengan
perkembangan masyarakat dalam setting sosial dan
budaya tertentu. Etnografi menjadi metode penelitian
lapangan asli dari antropologi sebab dianggap mampu
menggali informasi secara mendalam dengan sumber-
sumber yang luas.
Etnografi sebagai metode penelitian sampai kepada
model kultural dan mengerti proses sosial. Karena itu
deskripsi kultur menjadi sangat penting. Oleh karena
itu disebut sebagai kajian masyarakat
3. Interpretasi dan Deskripsi
Menurut Geertz (1993), hasil riset ahli antropologi,
apapun subjek penelitiannya, merupakan wujud dan

12 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

dampak dari pengalaman risetnya. Interpretasi


didasarkan pada upaya untuk memahami bagaimana
si pemberi informasi memahami diri mereka dan dunia
di seputarnya, sekaligus cara-cara mereka
menggunakan bahasa untuk memahami lingkungan
mereka.
4. Refleksi
Refleksi menjadi sangat penting dalam metode
penelitian antropologi (etnografi) karena peneliti akan
dapat menerangkan subjek penelitian yang diteliti
secara lebih jelas menggunakan partisipasi dan
observasi untuk memahami dunia yang diteliti.
Penelitian sosial didasarkan atas kemampuan
manusia/peneliti lewat observasi partisipasi. Refleksi
sangat dibutuhkan sebab dengan refleksi peneliti
dapat mengembangkan data atau keterangan-
keterangan tentang sikap-sikap individu yang diteliti.
5. Etika dan Identitas
Penampilan peneliti di lapangan sangat mempengaruhi
reaksi orang yang dihadapi (subjek penelitian).
Terdapat suatu kondisi, cara berpakaian peneliti yang
tidak cocok dengan masyarakat setempat, dapat gagal
untuk melaksanakan penelitian. Memang tidak ada
persyaratan yang khusus atau baku tentang
penampilan diri peneliti di lapangan. Namun, masing-
masing peneliti mempunyai caranya sendiri untuk
menampilkan diri.

E. Hubungan Antropologi dengan Ilmu Sosial Lainnya

Antropologi mempunyai hubungan serta memiliki


kesamaan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti
psikologi, sosiologi, ekonomi, dan politik karena
antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis
tertentu. Dalam antropologi mempelajari gambaran
tentang perilaku manusia dilihat dari konteks sosial
budaya, ekonomi dan politik.

Pengantar Antropologi 13
Pengantar Antropologi

1. Hubungan antropologi dengan ilmu anatomi


Hubungan antara kedua ilmu ini yaitu meneliti ras-ras
di dunia, sehingga sangat perlu akan ilmu anatomi
karena ciri dari berbagai bagian kerangka manusia,
berbagai bagian tengkorak, dan ciri dari bagian tubuh
manusia, untuk mendapatkan pengertian tentang asal
mula dan penyebaran manusia serta hubungan antara
ras-ras di dunia.
2. Hubungan antropologi dengan ilmu kesehatan
Data mengenai konsepsi dan sikap penduduk desa
tentang kesehatan, tentang sakit, persepsi terhadap
dukun, terhadap obat-obatan tradisional, terhadap
kebiasaan makan, dan sebagainya ilmu antropologi
memberikan sumbangan kepada para dokter yang
bekerja di daerah dengan keberagaman kebudayaan,
metode-metode dan cara untuk segera mengerti dan
menyesuaikan diri dengan kebudayaan dan adat
istiadat lain.
3. Hubungan antropologi dengan ilmu linguistik
Ilmu linguistik telah berkembang menjadi suatu ilmu
yang berusaha mengembangkan konsep dan metode
untuk mengupas segala macam bentuk bahasa, dari
daerah manapun di dunia. Dengan demikian dapat di
capai suatu pengertian tentang ciri-ciri dasar dari tiap
bahasa di dunia secara cepat dan mudah. Peneliti
menganalisis dan mempelajari bahasa-bahasa daerah
di dunia tersebut dengan cepat, karena setiap ahli
antropologi mengumpulkan bahan etnografi di
lapangan memerlukan pengetahuan tentang bahasa
penduduk yang didatangi.
4. Hubungan antropologi dengan arkeologi
Pada mulanya peneliti melakukan penelitian
menggunakan bekas bangunan kuno, prasasti atau
buku-buku kuno yang di tulis dalam zaman
kebudayaan yang pernah berjaya di masanya. Selain
itu, peneliti menggunakan sisa-sisa benda kebudayaan
manusia yang tertinggal dalam lapisan bumi sebagai
bahan penelitian, dan dapat memperpanjang jarak

14 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

waktu dari sejarah kebudayaan manusia dengan


bahan yang lebih tua dari piramida-piramida, candi,
dan buku-buku kuno.
5. Hubungan antropologi dengan ilmu sejarah.
Sumber sejarah berupa prasasti, dokumen, naskah
tradisional, dan arsip kuno, sering hanya dapat
memberi informasi peristiwa sejarah yang terbatas
kepada bidang politik saja. Konsep-konsep tentang
kehidupan masyarakat yang dikembangkan oleh
antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya, akan
memberi pengertian banyak kepada seorang ahli
sejarah untuk mengisi latar belakang dari peristiwa
politik dalam sejarah yang menjadi objek
penelitiannya. Para ahli antropologi memerlukan
sejarah, untuk memecahkan masalah-masalah yang
terjadi karena masyarakat yang ditelitinya mengalami
pengaruh dari suatu kebudayaan dari luar.
6. Hubungan antropologi dengan geografi
Ahli geografi memerlukan antropologi untuk
menyelami masalah mahkluk hidup yang beragam
rupa dan sifatnya. Sebaliknya, seorang sarjana
antropologi memerlukan pengertian tentang geografi,
karena banyak masalah kebudayaan manusia yang
mempunyai sangkut paut dengan keadaan lingkungan
alamnya. Hubungan antara ilmu ekonomi dan
antropologi. Seorang ahli ekonomi yang hendak
membangun ekonomi di negara-negara yang jumlah
penduduk desanya lebih banyak daripada penduduk
kotanya memerlukan antropologi untuk
mengumpulkan keterangan yang komparatif, misalnya
mengenai sistem kemasyarakatan, cara berpikir,
pandangan dan sikap hidup dari warga masyarakat
pedesaan tersebut.

Pengantar Antropologi 15
Pengantar Antropologi

Ringkasan

A. Berikut pendapat para ahli mengenai definisi


antropologi: Menurut Hunter, antropologi adalah ilmu
pengetahuan yang tidak terbatas mengenai umat
manusia. Sedangkan, lebih khusus Haviland
menyatakan bahwa antropologi mempelajari tentang
umat manusia dari segi warna fisik, bentuk fisik, dan
kebudayaan yang dihasilkan. Dalam hal ini, Kottak
menerangkan bahwa antropologi adalah ilmu yang
mempelajari keragaman manusia secara holistik atau
menyeluruh dari segi sosial, budaya, biologis, bahasa
dan lingkungan. Pernyataan ahli tersebut menjelaskan
bahwa antropologi adalah ilmu pengetahuan yang
membahas mengenai umat manusia dari segi sosial
yaitu hubungannya dengan manusia lain, segi budaya
yang dihasilkan akibat dari kebiasaan dan perilaku
yang diwariskan secara turun temurun dari generasi
ke generasi lain.
B. Antropologi memiliki beberapa ruang lingkup seperti:
antropologi fisik yang mempelajari manusia dari segi
aneka warna ciri fisik. Antropologi budaya
memfokuskan kepada kebudayaan manusia ataupun
cara hidupnya dalam masyarakat. Antropologi
ekonomi mengkaji masalah perekonomian yang dilihat
dari sudut pandang kebudayaan. Antropologi
kesehatan yaitu ilmu yang mengkaji sistem kesehatan
secara transcultural, fenomena sosial budaya yang
berpengaruh terhadap kesehatan.
C. Antropologi mengalami tahapan-tahapan dalam
perkembangannya terdapat empat fase sebagai
berikut: fase pertama (sebelum tahun 1800-an). Fase
kedua (tahun 1800-an), bahan etnografi tersebut telah
disusun menjadi karangan-karangan. Fase ketiga
(awal abad ke-20). Fase keempat (setelah tahun 1930-
an).
D. Metode antropologi terdapat 5 tipe yaitu: (1) metode
holistik, (2) metode mikro, (3) metode semiotik,
(4) metode komparatif, dan (5) metode behavioristik.

16 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

E. Serta memiliki 5 (lima) tahapan metode penelitian


sebagai berikut: (1) observasi partisipasi, (2) etnografi,
(3) interprestasi dan deskripsi, (4) refleksi dan (5) etika
dan identitas

Tugas atau Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan Antropologi? Apa tujuan


saudara sebagai akademisi mempelajari Antropologi?
2. Jelaskan perbedaan antara Antropologi budaya
dengan Antropologi sosial ?
3. Terdapat empat fase perkembangan Antropologi, sebut
dan jelaskan keempat fase tersebut !
4. Sebut dan jelaskan 5 metode sebagai cara serta
penerapan dalam penelitian Antropologi ?
5. Antropologi memiliki hubungan serta kaitan dengan
ilmu lain, jelaskan hubungan Antropologi dengan ilmu
arkeologi serta ilmu sejarah !

Pengantar Antropologi 17
Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Crystal, D. 1987. The Cambridge Encyclopedia of


Language. Cambridge: Cambridge University Press.
Foster, George M dan Anderson, Barbara G. 1986.
Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas
Indonesia
Geertz, Clifford. 1993. Kebudayaan dan Agama.
Semarang: Kanisius
Haviland, W. A. 2002. Cultural Anthropology. Australia:
Wadsworth Publishing Company.
Hudayana, Bambang. 2018. Pendekatan Antropologi
Ekonomi. Yogyakarta: Kepel Press
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta. PT. Rineka Cipta
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN.
Balai Pustaka.
Koentjaraningrat. 1990. Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Kottak, Conrad P. 2000. Anthropology the Exploration of
Human Diversity. Newyork: McGraw-Hill.
Sairin, Sjafri. 2002. Perubahan Sosial-Masyarakat
Indonesia Perspektif Antropologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Siregar, Miko. 2008. Antropologi Budaya. Fakultas Bahasa
Sastra dan Seni. Universitas Negeri Padang
Sudardi, Bani. 2012. Deskripsi Antropologi Medis:
Manfaat Binatang dalam Tradisi Pengobatan Jawa.
Jumantara Vol.2 No.2 56-75

18 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB II
KEBUDAYAAN DAN UNSUR-UNSUR
PEMBENTUKAN

A. Definisi Kebudayaan

Indonesia merupakan negara dengan beragam


kebudayaan. Lantas, apa yang dimaksud dengan
kebudayaan? Kebudayaan memiliki akar kata budaya.
Budaya berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang
berarti akal atau budi (Soekanto, 2012). Oleh karena itu,
kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang
dihasilkan oleh akal atau budi.
Dalam bahasa Inggris, budaya disebut dengan istilah
culture. Kata culture berasal dari Bahasa Latin yaitu colere
yang artinya mengolah atau mengerjakan, dalam konteks
ini adalah mengolah tanah atau bertani. Colere atau
culture juga diartikan sebagai usaha manusia untuk
mengolah alam. Kebudayaan ini dipelajari oleh berbagai
disiplin ilmu, khususnya dari rumpun sosial humaniora,
misalnya antropologi, sosiologi, sejarah, dan arkeologi.
Sebenarnya juga ada displin ilmu yang benar-benar
mempelajari kebudayaan, yaitu ilmu budaya (cultural
studies).
Budaya adalah suatu cara hidup berkembang yang
melekat pada sekelompok orang, dan diwariskan secara
turun temurun. Budaya merupakan bentuk dari
pemikiran dan aktivitas dari sebuah kelompok
masyarakat.

Pengantar Antropologi 19
Pengantar Antropologi

1. Pengertian Budaya Menurut Para Ahli


Beberapa ahli mencoba mendefinisikan apa itu
budaya. Berikut adalah definisi budaya dari para ahli:
a. E.B.Taylor: Kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
b. Selo Soermardjan dan Soelaeman Soemardi:
Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat.
c. J. Macionis: Kebudayaan adalah cara berpikir, cara
bertindak, dan objek material yang bersama-sama
membentuk cara hidup manusia. Kebudaan
meliputi apa yang kita pikirkan, bagaimana kita
bertindak, dan apa yang kita miliki.
d. Koentjaraningrat: Kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, dan tindakan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki
manusia dengan belajar.
e. Melville Herskovits dan Bryan Malinowski:
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang ada di
masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu
sendiri.
f. Levi Strauss: Kebudayaan merupakan komponen
struktur sosial yang berasal dari alam pemikiran
manusia dan dilakukan secara berulang hingga
membentuk suatu kebudayaan.
g. Ralph Linton: Budaya adalah segala pengetahuan,
pola pikir, perilaku, ataupun sikap yang menjadi
kebiasaan masyarakat dimana hal tersebut dimiliki
serta diwariskan oleh para nenek moyang secara
turun-temurun.

20 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

2. Kebudayaan Material dan Nonmaterial


Kebudayaan material adalah hasil kebudayaan
fisik yang diciptakan oleh manusia, misalnya senjata,
rumah adat, alat transportasi dsb. Sedangkan,
kebudayaan nonmaterial adalah kebudayaan yang
berupa ide atau gagasan yang berbentuk abstrak dan
tidak berwujud fisik, misalnya nilai dan kepercayaan.
3. Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan berfungsi untuk menjadi pedoman
hidup berperilaku. Hal ini diwujudkan dalam bentuk
nilai, norma, ataupun hukum. Oleh sebab itu,
kebudayaan terus diturunkan dari generasi ke
generasi (shared culture) supaya dapat menjadi
pedoman hidup (cara berperilaku) bagi generasi
selanjutnya
Kebudayaan juga berfungsi sebegai alat atau
media yang membantu hidup manusia, yang
diwujudkan dalam penciptaan teknologi. Menurut
Soekamto (2012), setidaknya ada tujuh unsur dalam
teknologi yaitu alat produksi, senjata, wadah,
makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan,
rumah dan tempat berlindung, serta alat atau moda
transportasi. Kebudayaan juga dapat berfungsi
sebagai kontrol sosial atau tata tertib bagi masyarakat.
4. Karakteristik Kebudayaan
berikut beberapa karakteristik kebudayaan
diantaranya:
a. Budaya mempelajari perilaku manusia
b. Budaya terkadang bersifat abstrak, berupa ide,
gagasan, ataupun keyakinan
c. Budaya merupakan produk manusia, diciptakan
oleh manusia atau sekelompok manusia
d. Budaya meliputi sikap, nilai, dan pengetahuan
e. Budaya meliputi objek materi, yang diwujudkan
dalam teknologi

Pengantar Antropologi 21
Pengantar Antropologi

f. Budaya dibagikan dan diteruskan oleh anggota


masyarakat dari generasi ke generasi.
g. Budaya merupakan cara hidup.
h. Budaya seringkali menghadapi perubahan atau
dinamis.
5. Sifat Hakikat Kebudayaan
Terdapat tiga sifat hakikat kebudayaan yaitu:
a. Kebudayaan bersifat universal, namun perwujudan
kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang
sesuai dengan situasi maupun lokasinya. Untuk
menjelaskan ini, kita dapat belajar dari pepatah “di
mana langit di junjung, di situ bumi di pijak”, jadi
untuk mengaplikasikan suatu kebudayaan, kita
harus melihat konteks lokasi dan masyarakat yang
bersangkutan
b. Kebudayaan bersifat stabil, tetapi juga dinamis.
Seiring perkembangan jaman, tentulah terjadi
perubahan pada budaya, namun perubahan ini
umumnya terjadi bertahap. Jika budaya tidak
berubah mengikuti perkembangan jaman,
umumnya budaya tersebut akan mati dan
ditinggalkan sehingga budaya merupakan hal yang
dinamis.
c. Kebudayaan mengisi dan menentukan jalan
kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan
atribut dari manusia. Ia mengisi kehidupan
manusia dan membantu kehidupan manusia,
namun kebudayaan juga dapat menentukan
kehidupan manusia ke depannya, seperti
kehidupan manusia di masa modern yang sangat
bergantung kepada internet dan teknologi.
6. Perubahan Budaya
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa
budaya adalah hal yang dinamis dan kerap kali
berubah. Perubahan budaya ini dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu:

22 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

a. Invention, yaitu penemuan atau penciptaan hal


baru umumnya berupa teknologi misalnya
penemuan telepon dan komputer.
b. Discovery, yaitu penemuan terhadap suatu benda
atau fenomena yang sudah ada sebelumnya
misalnya penemuan Benua Amerika oleh
Colombus. Colombus hanya menemukan Benua
Amerika, bukan menciptakan.
c. Difusi, yaitu proses penyebaran unsur-unsur
kebudayaan.

B. Wujud Kebudayaan

Menurut Honingmann (Musnawati, 2012), tiga


wujud kebudayaan diantaranya: Pertama, wujud ideal dari
kebudayaan adalah gagasan, ide-ide, nilai, norma yang
bersifat abstrak dan terletak di pemikiran masyarakat.
Contoh: sistem nilai budaya. Kedua, budaya berwujud
aktivitas atau tindakan dari masyarakat. Sifatnya konkrit
dan dapat didokumentasi. Contoh: Petani sedang bekerja
di sawah, pedagang yang melakukan jual beli di pasar,
perempuan yang menari. Ketiga, budaya juga berwujud
fisik atau materi yang disebut sebagai artefak yang
merupakan karya dari manusia. Contoh: bangunan,
senjata, alat rumah tangga

Gambar 2.1 Wujud Kebudayaan Masyarakat di Indonesia


Sumber: https://sekilasinfo.net

Pengantar Antropologi 23
Pengantar Antropologi

C. Unsur-unsur Kebudayaan

Dalam sebuah kebudayaan, terdapat unsur-unsur


kebudayaan yang membentuk budaya dalam sebuah
kelompok masyarakat. Kluckhon dalam Koentjaraningrat
(2002) membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur
kebudayaan universal atau disebut dengan kultural
universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut yaitu
bahasa, pengetahuan, organisasi sosial, peralatan hidup
dan teknologi, ekonomi, religi, dan kesenian.
1. Bahasa
Unsur kebudayaan yang pertama adalah bahasa.
Bahasa merupakan alat bagi manusia dalam
memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi
dengan sesamanya. Kemampuan manusia dalam
membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman
tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara
simbolik, yang kemudian akan diwariskan kepada
generasi penerusnya dengan menggunakan bahasa.
Dengan demikian, bahasa menduduki kedudukan
yang penting dalam analisis kebudayaan manusia.
2. Pengetahuan
Unsur kebudayaan yang kedua adalah
pengetahuan. Sistem pengetahuan berkaitan dengan
sistem peralatan hidup dan teknologi, karena sistem
pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam
ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas
batasannya karena mencakup pengetahuan manusia
tentang berbagai unsur yang digunakan dalam
kehidupannya. Namun, yang menjadi kajian dalam
antropologi adalah bagaimana pengetahuan manusia
digunakan untuk mempertahankan hidupnya.
Tiap kebudayaan selalu memiliki pengetahuan
tentang segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Pengetahuan tersebut antara lain: alam sekitar yaitu
tumbuhan yang tumbuh di sekitar daerah tempat
tinggalnya; binatang yang hidup di daerah tempat
tinggalnya; zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda

24 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

dalam lingkungannya; tubuh manusia; sifat-sifat dan


tingkah laku manusia; serta ruang dan waktu.
3. Oganisasi Sosial
Unsur kebudayaan yang ketiga adalah organisasi
sosial. Kehidupan dalam setiap kelompok masyarakat
diatur oleh adat istiadat dan aturan mengenai berbagai
macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia
hidup. Kesatuan sosial yang paling dasar adalah
kerabat, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat
yang lain. Kemudian, manusia akan digolongkan ke
dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk
membentuk organisasi sosial. Kekerabatan juga
berkaitan dengan perkawinan, karena perkawinan
merupakan inti atau dasar dalam pembentukan suatu
komunitas atau organisasi sosial.
4. Peralatan Hidup dan Teknologi
Unsur kebudayaan yang keempat adalah peralatan
hidup dan teknologi. Manusia selalu berusaha
mempertahankan hidupnya, sehingga mereka akan
selalu terdorong untuk membuat peralatan atau
benda-benda untuk mendukung tujuan tersebut.
Pada masyarakat tradisional, terdapat delapan
macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik
yang digunakan oleh kelompok manusia yang hidup
berpindah-pindah atau masyarakat pertanian, yaitu:
alat-alat produktif & senjata; wadah; alat untuk
menyalakan api; makanan & minuman; bahan
pembangkit gairah & jamu-jamuan; pakaian dan
perhiasan; tempat berlindung & perumahan, dan alat-
alat transportasi.
5. Ekonomi
Unsur kebudayaan yang kelima adalah ekonomi
atau mata pencaharian. Mata pencaharian atau
aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus
penting dalam kajian etnografi. Dalam penelitian
etnografi mengenai sistem mata pencaharian,
mengkaji bagaimana suatu kelompok masyarakat
mencukupi kebutuhan hidupnya melalui mata

Pengantar Antropologi 25
Pengantar Antropologi

pencaharian atau sistem perekonomian mereka.


Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional, antara
lain: berburu dan meramu; beternak; bercocok tanam
di ladang; menangkap ikan; bercocok tanam menetap
dengan sistem irigasi. Lima sistem mata pencaharian
tersebut merupakan jenis mata pencaharian manusia
yang paling tua dan banyak dilakukan oleh sebagian
besar masyarakat pada masa lampau.
6. Religi
Unsur kebudayaan yang keenam adalah unsur
religi. Kajian antropologi dalam memahami unsur religi
sebagai kebudayaan manusia tidak dapat dipisahkan
dari emosi keagamaan. Emosi keagamaan atau religi
merupakan perasaan dalam diri manusia yang
mendorong mereka untuk melakukan tindakan-
tindakan yang bersifat religius. Emosi ini juga yang
memunculkan konsepsi benda-benda yang dianggap
sakral dalam kehidupan manusia. Dalam sistem religi
masih ada tiga unsur lain yang perlu dipahami selain
emosi keagamaan, yaitu: sistem keyakinan, sistem
upacara keagamaan, dan umat yang menganut religi
itu.
7. Kesenian
Unsur kebudayaan yang ketujuh adalah kesenian.
Para ahli antropologi mulai memperhatikan unsur
kesenian setelah melakukan penelitian etnografi
mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat
tradisional. Kesenian dapat berupa benda-benda atau
artefak yang memuat unsur seni, seperti patung,
ukiran, dan hiasan.
Kesenian dapat dibedakan menjadi beberapa
macam. Pertama, berdasarkan jenisnya, seni rupa
terdiri atas seni patung, relief, ukiran, dan lukisan.
Seni musik terdiri atas seni vokal dan instrumental.
Seni sastra terdiri atas prosa dan puisi. Kemudian
terdapat seni gerak dan seni tari, yaitu seni yang dapat
ditangkap melalui indera pendengaran maupun
penglihatan. Dalam kajian antropologi kontemporer
terdapat kajian visual culture, yakni analisis

26 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

kebudayaan yang khusus mengkaji seni film dan foto.


Dua media seni tersebut berusaha menampilkan
kehidupan manusia beserta kebudayaannya dari sisi
visual berupa film dokumenter atau karya-karya foto.
Para ahli kebudayaan menemukan bahwa dalam
budaya terdapat unsur-unsur pembentuknya. Berikut
adalah unsur-unsur kebudayaan menurut para ahli:
1. Melville Herskovits menyatakan bahwa
kebudayaan memiliki empat unsur-unsur
kebudayaan (Soekanto, 2012):
a. Alat-alat teknologi
b. Sistem Ekonomi
c. Keluarga
d. Kekayaan Politik
2. B. Malinowski dalam Soekanto (2012) menyatakan
bahwa kebudayaan memiliki empat unsur-unsur
kebudayaan yaitu:
a. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama
antara para anggota masyarakat di dalam upaya
menguasai alam sekelilingnya
b. Organisasi ekonomi
c. Alat-alat atau lembaga atau petugas pendidikan
d. Organisasi kekuatan
3. Kluckhohn menjelaskan tujuh unsur budaya
(cultural universals) dalam Soekanto (2012):
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
(pakaian, tempat tinggal, alat-alat rumah
tangga, senjata, alat produksi, transportasi, alat
berburu, dan sebagainya.)
b. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
(pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem
distribusi, dsb)

Pengantar Antropologi 27
Pengantar Antropologi

c. Sistem kemasyarakatan (Sistem kekerabatan,


organisasi politik, sistem hukum, sistem
perkawinan, dsb).
d. Bahasa (lisan dan tulisan).
e. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dsb)
f. Sistem pengetahuan
g. Religi atau sistem kepercayaan
4. Macionis dan Parrillo (2004), membagi kebudayaan
menjadi enam unsur:
a. Simbol: yaitu bentuk dari kata, gestur, dan
tindakan yang mengekspresikan suatu makna
b. Bahasa: suatu sistem simbolik yang digunakan
orang untuk berkomunikasi satu sama lain.
c. Nilai: standar abstrak tentang sesuatu yang
seharusnya dilakukan atau standar yang
digunakan orang untuk memutuskan apa yang
pantas, baik, indah, dan layak sebagai suatu
pedoman hidup sosial.
d. Kepercayaan: pemikiran atau ide yang orang
anggap benar
e. Norma: aturan yang mengatur perilaku
manusia. Terdiri atas mores (tentang moral) dan
folkways (tentang kesopanan)
f. Teknologi: hasil pengetahuan yang digunakan
untuk menunjang hidup manusia.

D. Realitas Kebudayaan dalam Lingkungan Sekitar

Kebudayaan dipandang sebagai sistem pola


perilaku yang disalurkan secara sosial guna
menghubungkan masyarakat dengan lingkungan
ekologisnya. Menurut Marvin Harris dalam Spradley
(2007), kebudayaan adalah pola perilaku yang
berhubungan dengan kelompok, adat kebiasaan atau cara
hidup suatu bangsa. Sedangkan menurut Meggers (1971),

28 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

kebudayaan adalah proses penyesuaian manusia dengan


lingkungan melalui dengan dibimbing oleh ketentuan
seleksi alamiah sebagaimana dalam mengatur adaptasi
biologis, yang selalu berubah menuju equilibrium. Apabila
terjadi gangguan pada equilibrium oleh berbagai perubah
perubahan seperti perubahan lingkungan yang bersifat
fisik, demografis, teknologi atau sistem lainnya, maka
kebudayaan terpengaruh mengikuti perubahan. Misalnya
teknologi, ekonomi dan unsur-unsur organisasi sosial lain
yang langsung terikat dengan perubahan tersebut,
disinilah kebudayaan bersifat adaptif. Berikut contoh
realitas kebudayaan di lingkungan sekitar tempat tinggal:
(1) Molang Maliq dikenal sebagai tradisi Budaya Suku
Bangsa Sasak di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Molang Maliq dilaksanakan pada saat sang ibu
yang sudah melahirkan tidak lagi mengeluarkan darah
nifas/darah kotor habis melahirkan (minimal 40 hari)
atau pada saat bayi sudah berumur 40 hari. Saat ini
baru bayi dicukur/aqiqah, disembelihkan 2 ekor
kambing untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi
perempuan. Yang khas dari Molang Maliq ini adalah
dimandikannya sepasang suami istri yang sudah
bebas dari darah nifas itu yang dilakukan oleh
perempuan yang membantu melahirkan
(Belian/Dukon Beranak: Sasak), dengan mengambil
tempat di lokasi sumber mata air (Mualan: Sasak).

Pengantar Antropologi 29
Pengantar Antropologi

Gambar 2.2 Tradisi Suku Sasak Molang Maliq


Sumber: http://literasipariwisata.com
(2) Budaya Malean Sampi di Lombok biasanya digelar
pada areal persawahan yang ada di Kecamatan Lingsar
dan Kecamatan Narmada. Dalam terminologi bahasa
Sasak-Lombok, Malean Sampi artinya mengejar sapi.
Beda dengan karapan sapi di Madura yang bertujuan
untuk lomba. Namun di Lombok, Malean Sampi
merupakan wujud rasa syukur para petani yang sudah
selesai melaksanakan panen dan menyambut musim
tanam berikutnya. Ditengah kegembiraan petani
dengan hasil produksi pertanian itulah, petani
memilih jeda untuk menggelar Malean Sampi yang
dilaksanakan di area persawahan berlumpur.
Malean Sampi di Lombok menjadi salah satu even
tradisional budaya turun-temurun yang dilestarikan
hingga sekarang. Pagelaran Malean Sapi
diselenggarakan untuk menyambut kegiatan musim
tanam berikutnya dan sebagai wadah bagi petani
peternak untuk rekreasi, menghibur diri dan menjalin

30 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

hubungan silaturrahmi sesama petani peternak agar


lebih kuat

Gambar 2.3 Tradisi Malean Sampi


Sumber: https://lombokbaratkab.go.id

Ringkasan

A. Menurut Soekanto, kebudayaan berasal dari kata


budaya. Budaya berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata
buddhi yang berarti akal atau budi. Dengan demikian,
kebudayaan diartikan sebagai suatu hal yang
dihasilkan oleh akal atau budi. Sedangkan, menurut
E.B. Taylor, kebudayaan mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan-
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan memiliki dua
bentuk yaitu (1) material (hasil kebudayaan fisik yang
diciptakan oleh manusia) dan (2) nonmaterial (ide atau
gagasan nilai dan kepercayaan. Fungsi kebudayaan
yaitu (1) pedoman hidup berperilaku dan (2) alat atau
media yang membantu hidup manusia. Kebudayaan
memiliki sifat-sifat yaitu universal, stabil serta mengisi
& menentukan jalan kehidupan manusia. Sedangkan

Pengantar Antropologi 31
Pengantar Antropologi

perubahan budaya yaitu invention, discovery, dan


difusi
B. Kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu: (1) gagasan,
ide-ide, nilai, norma yang bersifat abstrak dan terletak
di pemikiran masyarakat, (2) aktivitas atau tindakan
dari masyarakat, (3) artefak yang merupakan karya
dari manusia
C. Unsur-unsur kebudayaan yaitu (1) Bahasa merupakan
alat bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan
sosialnya untuk berinteraksi dengan sesamanya, (2)
Pengetahuan berkaitan dengan sistem peralatan
hidup dan teknologi, karena sistem pengetahuan
bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia,
(3) Organisasi sosial adalah kesatuan di dalam
lingkungan di mana masyarakat hidup, (4) Peralatan
hidup dan teknologi, digunakan oleh kelompok
manusia yang hidup berpindah-pindah atau
masyarakat pertanian, (5) Ekonomi yaitu bagaimana
suatu kelompok masyarakat mencukupi kebutuhan
hidupnya melalui mata pencaharian atau sistem
perekonomian, (6) Agama merupakan sistem yang
membangkitkan perasaan dalam diri manusia
sehingga mendorong masyarakat untuk melakukan
tindakan-tindakan yang bersifat religious (sistem
keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan umat yang
menganut religi), (7) Kesenian dapat berupa benda-
benda atau artefak yang memuat unsur seni (seni
rupa), seni musik, seni sastra, dan seni tari
D. Realitas kebudayaan dalam lingkungan sekitar yaitu
sebagai berikut: (1) Tradisi Molang Maliq dilaksanakan
pada saat sang ibu yang sudah melahirkan tidak lagi
mengeluarkan darah nifas/darah kotor habis
melahirkan (minimal 40 hari) atau pada saat bayi
sudah berumur 40 hari. (2) Budaya Malean Sampi
(mengejar sapi) merupakan wujud rasa syukur para
petani yang sudah selesai melaksanakan panen dan
menyambut musim tanam berikutnya. Ditengah
kegembiraan petani dengan hasil produksi pertanian
itulah, petani memilih jeda untuk menggelar Malean

32 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Sampi yang dilaksanakan di area persawahan


berlumpur

Tugas atau Latihan

1. Jelaskan yang dimaksud dengan kebudayaan!


Bagaimana kebudayaan apabila dilihat dari segi
material dan nonmaterial, serta berikan contohnya
2. Maulid Nabi Adat Bayan diselenggarakan lebih dari 2
hari setelah peringatan kelahiran Nabi Muhammad
pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Hari pertama
warga adat Bayan akan menyerahkan hasil bumi
kepada Inan Menik yang nantinya akan disajikan
kepada tokoh agama dan adat. Melalui Inan Menik,
setiap warga akan mengutarakan hajatnya yang
kemudian akan diberi tanda daun sirih pada dahi
mereka masing-masing. Tradisi ini disebut dengan
Menyembeq. Malam harinya para pria akan melakukan
tradisi Ngegelat, yakni menghiasi ruangan masjid kuno
Bayan Beleq. Simbol yang digunakan sarat akan
makna dan, iringan gamelan turut menjadi pertanda
ritual Presean dimulai. Presean merupakan
pertarungan dua pria menggunakan pemukul yang
terbuat dari rotan. Bak duel sungguhan, mereka
memakai perisai yang terbuat dari kulit sapi.
Analisislah fenomena tersebut menggunakan 3 wujud
kebudayaan, jelaskan dan berikan alasannya !
3. Perempuan Sasak melakukan proses pembuatan kain
dengan panjang dua meter dan lebar 75 centimeter
membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Menenun
kain merupakan aktivitas sehari-hari perempuan suku
Sasak Lombok selain bertani. Aktivitas itu juga
menjadi syarat yang wajib dipenuhi untuk dapat
menikah. Selain karena tradisi, menenun kain
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga Kain-kain tenun akan dijual melalui koperasi
yang beranggotakan 200 orang. Penjualan kain tenun
belum dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari para
pengrajin. Keuntungan relatif dan musiman

Pengantar Antropologi 33
Pengantar Antropologi

tergantung pengunjung. Harga kain tenun ditakar


sesuai dengan motifnya. Semakin rumit polanya,
harganya pun semakin mahal. Selembar kain bermotif
rumit, harganya bisa di atas Rp.1.000.000. Unsur
kebudayaan apa saja yang terdapat pada fenomena
tersebut? Jelaskan dan berikan alasannya !
4. Berikan contoh realitas kebudayaan yang ada di
sekitar lingkungan tempat tinggal saudara !

Daftar Pustaka

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Macionis, John J., Parrillo, Vincent N. 2004. Cities and
Urban Life. New Jersey: Pearson Prentice Hall
Meggers, B.J. 1971. Amazonia: Man and Nature in a
Conterfeit Paradise. Chicago: Aldine
Musnawati D. 2012. Identifikasi Perkembangan Tata Nilai
Kebudayaan (Studi Kasus Desa Kao Halmahera
Utara). Tugas Akhir. Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas
Islam Bandung
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Soerjono, Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta:
Tiara Wacana.

34 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB III
KEPRIBADIAN DAN MASYARAKAT

A. Definisi dan Unsur-Unsur Kepribadian

1. Pengertian Kepribadian
Menurut Horton (2003), kepribadian adalah
keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, dan
temperamen seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi,
dan temperamen terwujud dalam tindakan seseorang
jika dihadapkan pada situasi tertentu. Individu
mempunyai kecenderungan berperilaku yang baku,
atau berpola dan konsisten, sehingga menjadi ciri
khas pribadinya. Schaefer & Lamm (1992)
menyatakan bahwa kepribadian sebagai keseluruhan
ciri-ciri unik, perilaku, pola sikap, dan kebutuhan
seseorang.
Kartono dan Gulo (2006), kepribadian adalah
tingkah laku khas dan sifat seseorang yang
membuatnya berbeda dengan orang lain. Kemudian,
kepribadian dapat juga berarti integrasi karakteristik
dari pola, minat, tingkah laku, potensi, minat,
pendirian, kemampuan dan struktur-struktur yang
dimiliki seseorang. Dengan demikian dapat diartikan
bahwa kepribadian adalah segala sesuatu mengenai
diri seseorang sebagaimana diketahui atau dikenal
oleh orang lain.
Koetjaraningrat (2009), bahwa kepribadian adalah
beberapa ciri watak yang diperlihatkan seseorang
secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam
bertingkah laku, sehingga individu memiliki identitas
khusus yang berbeda dengan orang lain. Disamping
itu, kepribadian diartikan sebagai gabungan

Pengantar Antropologi 35
Pengantar Antropologi

keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan terlihat


oleh seseorang.
Brown (1998), kepribadian adalah corak tingkah
laku sosial yang meliputi opini, sikap, corak kekuatan,
keinginan, dan dorongan seseorang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kepribadian adalah sesuatu yang
terdapat dalam diri setiap orang, yang menjadikannya
berbeda satu sama lain, yang ditunjukan dengan
tingkah laku, dan menjadi identitas yang ditunjukan
kepada oranglain.
2. Unsur-unsur Kepribadian
Menurut Koentjaraningrat (2009) unsur-unsur
kepribadian ada tiga bagian yaitu: pengetahuan,
perasaan, naluri atau dorongan.
a. Pengetahuan
Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa
seorang manusia yang sadar, secara nyata
terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungan
hidup manusia ada bermacam-macam hal yang di
alami melalui penerimaan pancainderanya dan
alat-alat penerima atau reseptor orang lain,
misalnya sebagai getaran eter (cahaya dan warna);
getaran akuistik (suara); bau, rasa, sentuhan,
tekanan mekanikal (berat ringan) dan sebagainya,
yang masuk ke bagian tertentu di bagian-bagian
tertentu dari otaknya. Unsur yang bersumber dari
pola pikir yang rasional. Berupa gambaran atau
pandangan diri (persepsi) seseorang terhadap
suatu hal.
b. Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia
juga mengandung berbagai macam perasaan.
Unsur yang terdapat dalam alam kesadaran
manusia yang dapat bersifat positif maupun
negatif terhadap suatu hal atau keadaan yang
terjadi akibat dari persepsi. Koentjaraningrat
(1986) menyatakan bahwa perasaan adalah suatu
keadaan dalam kesadaran manusia yang karena

36 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

pengaruh pengetahuannya dinilainya sebagai


keadaan positif atau negatif. Suatu perasaan yang
selalu bersifat subyektif karena adanya unsur
penilaian, yang biasanya menimbulkan suatu
kehendak dalam kesadaran seorang individu.
Suatu perasaan bisa berwujud menjadi kehendak,
suatu kehendak juga dapat menjadi sangat keras,
dan hal itu sering terjadi apabila hal yang
dikehendaki itu tidak mudah diperoleh, atau
sebaliknya. Suatu kehendak yang kuat/keras
disebut dengan keinginan. Suatu keinginan juga
bisa menjadi sangat besar, dan bila hal ini terjadi
maka disebut dengan emosi.
c. Naluri atau Dorongan
Unsur yang sudah terkandung dalam organ
dan khususnya dalam gennya sebagai sebuah
keinginan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidup, baik yang bersifat rohaniah maupun
jasmaniah. Kesadaran manusia menurut para ahli
psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain
yang tidak ditimbulkan karena pengaruh
pengetahuannya, melainkan karena sudah
terkandung dalam organismenya, dan khususnya
dalam gen-nya (dirinya) sebagai naluri. Kemauan
yang sudah merupakan naluri pada tiap makhluk
manusia tersebut, disebut dorongan (drive).
Menurut Koentjaraningrat (1986), terdapat
tujuh macam dorongan naluri, yaitu dorongan
untuk mempertahankan hidup, dorongan
berhubungan badan, dorongan untuk usaha
mencari makan, dorongan untuk bergaul atau
berinteraksi dengan sesama manusia, dorongan
untuk meniru tingkah-laku sesamanya, dorongan
untuk berbakti, dan dorongan akan keindahan.

Pengantar Antropologi 37
Pengantar Antropologi

B. Pembentukan Kepribadian

1. Faktor Lingkungan (Environment)


Ciri-ciri kepribadian seseorang dalam hal
ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas, dan
kelainan merupakan hasil pengaruh lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
kita, baik keadaan fisik, sosial, maupun kebudayaan.
Dengan demikian, ada tiga faktor lingkungan yang
dapat memengaruhi pembentukan kepribadian
seseorang yaitu sebagai berikut (Rustiawan, 2021):
a. Lingkungan Fisik. Lingkungan fisik meliputi
keadaan iklim, tipografi, dan sumber daya alam.
Ketiganya dapat memengaruhi perilaku
masyarakat yang tinggal di dalamnya. Keadaan
iklim dan geografi suatu daerah memengaruhi
perilaku seseorang. Tanah yang subur mampu
mendukung kehidupan penduduk secara lebih
baik. Kualitas hidup yang baik memengaruhi
perilaku seseorang. Keadaan lingkungan fisik juga
berpengaruh terhadap karakter seseorang.
b. Lingkungan Sosial. Unsur-unsur pembentuk
lingkungan sosial adalah kebudayaan,
pengalaman kelompok, pengalaman unik, sejarah,
dan pengetahuan. Faktor lingkungan sosial
bersifat dinamis yang artinya faktor tersebut tidak
bersifat permanen dan akan terus mengalami
perubahan. Unsur-unsur tersebut memberi
pengaruh terhadap individu yang terlibat dalam
lingkungan sosialnya. Pengaruh yang diberikan
kepada seorang individu. Hal seperti ini
menyebabkan kepribadian yang muncul pada
setiap individu juga berbeda-beda
2. Faktor Kejiwaan
Faktor kejiwaan tidak bersumber pada faktor
biologis tetapi bersumber pada proses interaksi dan
sosialisasi dengan masyarakat. Sebagai hasil dari
proses sosial, faktor kejiwaan yang berpengaruh
terhadap pembentukan kepribadian seseorang adalah

38 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

terdiri atas motivasi dan kebutuhan untuk berprestasi


atau need for achievement yang disingkat n ach.
Motivasi adalah dorongan yang membuat seseorang
melakukan tingkah laku tertentu. Motivasi berasal
dari dalam diri seseorang (intrinsik) dan berasal dari
luar (ekstrinsik). Setiap manusia memiliki dorongan
untuk berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya.
Misalnya: kebutuhan untuk bergaul, kebutuhan
berprestasi, kebutuhan untuk bebas dari rasa takut,
dan lain-lain. Apabila motivasi itu muncul dengan
sendirinya, berarti termasuk dorongan intrinsik. Akan
tetapi, bila motivasi itu dibangkitkan oleh orang lain,
maka disebut dorongan ekstrinsik. Motivasi
mengarahkan perilaku seseorang.
Misalnya, orang yang bermotivasi tinggi
untuk berprestasi, perilakunya terarah pada usaha
pencapaian prestasi. Dengan demikian hal-hal yang
dipikirkannya pun mengarah ke cara-cara
memperoleh prestasi. Motivasi juga membuatnya
pantang menyerah walaupun mungkin beberapa kali
mengalami kegagalan. Berbagai risiko yang
merintangi tidak menyurutkan kegigihannya. Dengan
demikian, motivasi telah membentuk pola tindakan,
pola berpikir, dan semangat kerja seseorang. Itu
semua merupakan bagian dari kepribadian.

Gambar 3.1 Pembentukan Kepribadian


Sumber: http://pelangi.student.umm.ac.id/

Pengantar Antropologi 39
Pengantar Antropologi

C. Aneka Warna Kepribadian Manusia

Terdapat tiga macam kepribadian diantaranya ialah:


1. Kepribadian Individu
Kepribadian ini terjadi pada seseorang atau
individu yang terbentuk dari pengetahuan, perasaan,
dan naluri lalu menyebabkan satu tingkah laku
berpola yang disebut kebiasaan.
2. Kepribadian Umum
Kepribadian ini terjadi pada sebagian besar atau
sekelompok masyarakat yang dipengaruhi oleh adat
istiadat atau sistem kebudayaan yang sama selama
masa tumbuhnya.
3. Kepribadian Barat dan Kepribadian Timur
Pada awalnya istilah kepribadian manusia yang
berasal dari kebudayaan barat dan kepribadian
manusia yang berasal dari kebudayaan timur terdapat
dalam tulisan-tulisan para sarjana sejarah
kebudayaan, para pengarang karya sastra dan penyair
Eropa Barat ketika menyinggung pandangan hidup
manusia yang hidup dalam kebudayaan-kebudayaan
Asia seperti kebudayaan Islam, Hindu, Budha, dan
Cina yang lokasi geografinya memang disebelah timur
Eropa. Kemudian para pengarang Eropa berkenalan
dengan kebudayaan-kebudayaan lain di Asia seperti
kebudayaan Parsi, kebudayaan Thai, kebudayaan
Jepang, atau kebudayaan Indonesia, maka pandangan
hidup dan kepribadian manusia yang hidup didalam
kebudayaan-kebudayaan tersebut dinamakan
Kepribadian Timur. Lalu timbul dua konsep yang
kontras, yaitu Kepribadian Barat, yang merupakan
kebudayaan yang berasal dari Eropa Barat dan
Kepribadian Timur, yaitu semua kebudayaan yang
bukan berasal dari Eropa Barat.

40 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Gambar 3.2 Macam-macam kepribadian


Sumber: www.gurupendidikan.com

D. Definisi Masyarakat

Pengertian masyarakat merupakan sekelompok


orang yang hidup bersama di suatu daerah dan
membentuk sistem yang setengah terbuka dan setengah
tertutup dan di mana interaksi antara individu-individu
dalam kelompok berlangsung. Masyarakat merupakan
suatu sistem, yaitu adanya individu yang berada dalam
komunitas terhubung atau berinteraksi satu sama lain,
misalnya dengan bekerja bersama untuk memenuhi
kebutuhan setiap kehidupan.
Secara etimologis, masyarakat berasal dari bahasa
Arab “Musyarak”, yang berarti hubungan (interaksi).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-
luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka
anggap sama. Jadi definisi masyarakat adalah
sekelompok orang yang hidup bersama di satu tempat dan
berinteraksi satu sama lain dalam komunitas yang
terorganisir. Masyarakat diciptakan karena setiap orang
menggunakan perasaan, pikiran, dan keinginan mereka
untuk bereaksi terhadap lingkungan mereka. Ini
menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial
yang secara alami saling membutuhkan.

Pengantar Antropologi 41
Pengantar Antropologi

E. Unsur-Unsur Masyarakat

1. Unsur-unsur masyarakat
Terdapat beberapa unsur dalam masyarakat,
diantaranya ialah sebagai berikut:
a. Kategori Sosial
Masyarakat sebagai kelompok orang, yang
sifatnya sangat umum, mengandung dalam
sebuah entitas yang lebih spesifik tetapi tidak
harus memiliki kondisi ikatan yang sama dengan
sebuah kalangan masyarakat. Kategori sosial
merupakan adanya sebuah kesatuan manusia
yang diwujudkan yakni dengan melalui kehadiran
fitur atau kompleks fitur obyektif pada manusia.
Karakteristik obyektif dibentuk oleh pihak di luar
kategori sosial itu sendiri, hal ini tanpa disadari
terhadap orang yang bersangkutan, sebab kategori
sosial terbentuk karena tujuan praktis.
b. Kelompok dan Perkumpulan
Suatu kelompok atau perkumpulan
merupakan kategori dari masyarakat apabila
memenuhi persyaratannya, yaitu memiliki
karakteristik masyarakat, juga memiliki
karakteristik tambahan, yaitu struktur organisasi
dan kepemimpinan, dan terdiri dari unit individu
dalam periode yang dapat berubah setiap
masanya. Kelompok dapat kembali berkumpul dan
kemudian bubar lagi.
c. Golongan Sosial
Golongan sosial adalah suatu kesatuan
manusia yang ditandai oleh ciri ciri tertentu dan
mempunyai ikatan identitas sosial. Golongan
sosial dapat disebut juga sebagai stratifikasi sosial
merupakan perbedaan atau pengelompokan ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat. Misalnya
perbedaan kelas antara borjuis dan proletar.
Borjuis merupakan mereka yang pemilik usaha,

42 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

pemilik modal memiliki alat produksi. Dan proletar


adalah buruh atau budaknya.
2. Ciri-ciri Masyarakat
Terdapat beberapa ciri-ciri dalam masyarakat,
diantaranya ialah sebagai berikut:
a. Manusia Yang Hidup Berkelompok
Masyarakat adalah individu yang hidup
bersama dan dapat membentuk sebuah kelompok.
Kelompok ini nantinya akan dibentuk dalam
kalangan masyarakat.
b. Masyarakat Yang Melahirkan Kebudayaan
Apabila tidak tercipta masyarakat, maka tidak
akan ada kebudayaan dan sebaliknya. Sebab
masyarakat adalah individu yang menciptakan
budaya, dan budaya ini diturunkan dari generasi
ke generasi dengan berbagai proses adaptasi.
c. Masyarakat Mengalami Perubahan
Kebudayaan mengalami proses perubahan,
masyarakat juga mengalami perubahan. Suatu
perubahan yang terjadi karena faktor yang berasal
dari komunitas itu sendiri. Misalnya terdapat
penemuan baru, hal ini dapat menyebabkan
perubahan kebudayaan di masyarakat.
d. Masyarakat adalah Manusia Yang Berinteraksi
Salah satu prasyarat terciptanya masyarakat
adalah adanya hubungan antar individu, sehingga
menciptakan interaksi. Interaksi dapat secara
lisan/verbal dan tertulis, serta adanya komunikasi
yang terjadi ketika masyarakat bertemu.
e. Masyarakat Memiliki Struktur Kepemimpinan
Dalam hal ini, pemimpin terdiri dari kepala
negara, kepala keluarga, kepala desa, dan lain
sebagainya. Dalam suatu kepemimpinan yang
terstruktur di masyarakat merupakan hasil dari
pemilihan yang dilaksanakan oleh masyarakat itu
sendiri.

Pengantar Antropologi 43
Pengantar Antropologi

f. Masyarakat terdapat Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial dapat menempatkan
seseorang dalam sebuah posisi dan peran yang
harus dilaksanakan oleh setiap individu
3. Syarat-syarat Masyarakat
Sebuah kondisi dimana sekelompok individu dapat
disebut sebagai masyarakat meliputi:
a. Manusia yang Hidup Bersama
Individu sebagai makhluk sosial tentunya tidak
dapat hidup sendiri, oleh sebab itu manusia
membutuhkan manusia lain dengan demikian
dapat membentuk interaksi sosial pada
masyarakat. Interaksi yang terbentuk setidaknya
terdiri dari dua individu atau lebih yang tinggal
dalam suatu kawasan atau teritorial yang sama,
bersosialisasi, menjalin hubungan atau
mempertahankan hubungan sosial dengan
individu lain.
b. Melakukan Sosialisasi
Pada kelompok sosial, masyarakat melakukan
pengajaran atau membagi pengetahuan kepada
generasi berikutnya. Pada bagian ini, masyarakat
memperkenalkan dan mewariskan kebudayaan
kepada generasi baru pada kelompok masyarakat.
c. Menciptakan Komunikasi dan Peraturan
Sistem hubungan manusia tidak dapat
dipisahkan dari konflik sosial yang menjadi bagian
penting dari kehidupan manusia. Untuk
mengamankan hubungan soisal pada masyarakat,
diciptakanlah berbagai peraturan yang didasarkan
pada kesepakatan bersama, sehingga tercipta
komunikasi dan peraturan yang merupakan
bagian dari persyaratan komunitas terhadap
prosedur tersebut.

44 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

d. Bergaul dalam Waktu Cukup Lama


Syarat berikutnya bagi masyarakat adalah
bergaul dengan seseorang di lingkungan sosial,
bukan hanya sekali seumur hidup. Syarat utama
kelompok sosial disebut sebagai masyarakat
adalah bahwa anggota masyarakat harus masuk
ke dalam hubungan sosial pada periode waktu
tersebut.
e. Menyadari Integrasi Sosial
Masyarakat terbentuk karena adanya tingkat
kesadaran mengenai pentingnya hidup bersama
(integrasi). Oleh karena itu, masyarakat dari
semua lapisan harus melakukan kerjasama. Mulai
dari keluarga, individu, lembaga, dan juga
masyarakat itu sendiri. Sehingga hal tersebut
dapat menghasilkan kesepakatan tentang nilai,
yang kemudian dijunjung tinggi bersama-sama.

F. Hubungan Kepribadian dan Masyarakat

Kepribadian seorang individu disesuaikan dengan


sistem norma yang berlaku dalam masyarakat,
kesesuaian kepribadian dan nilai atau norma
membutuhkan proses sosialisasi. Sifat kebudayaan yang
dinamis juga memerlukan sosialisasi agar sesuai dengan
kepribadian masyarakatnya. Saling keterkaitan antara
kehidupan tersebut berlangsung terus dalam lingkaran
kehidupan. Kebudayaan merupakan karakter masyarakat
bukan karakter secara individual. Semua yang dipelajari
dalam kehidupan sosial dan diwariskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya merupakan kebudayaan.
Kebudayaan selalu digunakan sebagai pedoman hidup
artinya sebagai sarana untuk menyelenggarakan seluruh
tata kehidupan warga masyarakat tersebut.
Bagi generasi baru, kebudayaan akan berfungsi
membentuk atau mencetak pola-pola perilaku yang
selanjutnya akan membentuk suatu kepribadian bagi
warga generasi baru tersebut. Dalam proses pembentukan
kepribadian seseorang, kebudayaan merupakan

Pengantar Antropologi 45
Pengantar Antropologi

komponen yang akan menentukan bagaimana corak


kepribadian dari warga masyarakat khususnya generasi
baru.
Menurut Koentjaraningrat (2009), suatu
kebudayaan menampakkan suatu watak khas tertentu
yang tampak dari luar. Watak inilah yang terlihat oleh
orang asing. Watak khas itu sering tampak pada gaya
tingkah laku masyarakatnya, kebiasaan-kebiasaannya,
maupun dari hasil karya benda mereka. Menurut
Soekanto (2012) ada beberapa tipe kebudayaan khusus
yang secara nyata dapat mempengaruhi bentuk
kepribadian seorang individu, yaitu: budaya khusus atas
dasar faktor kedaerahan. Budaya khusus masyarakat
desa dan kota, budaya khusus kelas sosial, budaya
khusus atas dasar agama dan budaya khusus
berdasarkan profesi.

Ringkasan

A. Menurut Horton, kepribadian adalah keseluruhan


sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen seseorang.
Kartono dan Gulo, menyatakan bahwa kepribadian
adalah tingkah laku khas dan sifat seseorang yang
membuatnya berbeda dengan orang lain. Sedangkan,
Koetjaraningrat menjelaskan bahwa kepribadian
adalah beberapa ciri watak yang diperlihatkan
seseorang secara lahir, konsisten, dan konsekuen
dalam bertingkah laku, sehingga individu memiliki
identitas khusus yang berbeda dengan orang lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepribadian
adalah sikap, perasaan, ekspresi dan temperamen
yang diwujudkan dalam tingkah laku dan watak yang
diperlihatkan oleh seorang individu sehingga berbeda
dengan individu lainnya. Unsur-unsur kepribadian
yaitu (1) pengetahuan adalah unsur yang mengisi akal
dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara
nyata terkandung dalam otaknya, (2) perasaan adalah
perasaan yang selalu bersifat subyektif karena adanya
unsur penilaian, yang biasanya menimbulkan suatu

46 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

kehendak dalam kesadaran seorang individu dan (3)


naluri adalah sebuah keinginan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan hidup, baik yang bersifat
rohaniah maupun jasmaniah
B. Manusia memiliki beberapa faktor dalam proses
pembentukan kepribadian yaitu (1) faktor lingkungan
(environment) yaitu ciri-ciri kepribadian seseorang
dalam hal ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas,
dan kelainan merupakan hasil pengaruh lingkungan.
Seperti: lingkungan fisik dan lingkungan sosial. (2)
faktor kejiwaan adalah bersumber pada proses
interaksi dan sosialisasi dengan masyarakat sebagai
hasil dari proses sosial serta berpengaruh terhadap
pembentukan kepribadian seseorang.
C. Kepribadian manusia dapat dibedakan menjadi 3
macam yaitu: (1) kepribadian individu yaitu
kepribadian yang terjadi pada seseorang atau individu
yang terbentuk dari pengetahuan, perasaan, dan
naluri lalu menyebabkan satu tingkah laku berpola
yang disebut kebiasaan, (2)
kepribadian umum yaitu kepribadian yang terjadi
pada sebagian besar atau sekelompok masyarakat
yang dipengaruhi oleh adat istiadat atau sistem
kebudayaan yang sama selama masa tumbuhnya,
serta (3) kepribadian barat dan kepribadian timur
yaitu kepribadian manusia yang berasal dari
kebudayaan barat dan dari kebudayaan timur terdapat
dalam tulisan-tulisan (deskripsi) para sarjana sejarah
kebudayaan, mengenai kebudayaan Asia seperti
kebudayaan Islam, Hindu, Budha, dan Cina yang
lokasi geografinya memang disebelah timur Eropa.
Sehingga disebut kebudayaan timur. Lalu timbul dua
konsep yang kontras, yaitu kepribadian barat, yang
merupakan kebudayaan yang berasal dari Eropa
D. Masyarakat berasal dari bahasa Arab “Musyarak”,
yang berarti hubungan (interaksi). Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), masyarakat adalah
sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan
terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap
sama. Jadi, definisi masyarakat adalah sekelompok

Pengantar Antropologi 47
Pengantar Antropologi

orang yang hidup bersama di satu tempat dan


berinteraksi satu sama lain dalam komunitas yang
terorganisir. Perihal ini menunjukkan bahwa manusia
adalah makhluk sosial yang secara alami saling
membutuhkan.
E. Masyarakat memiliki unsur-unsur yaitu sebagai
berikut: (1) kategori sosial, yaitu kesatuan manusia
yang tidak harus memiliki kondisi ikatan yang sama
dengan sebuah kalangan masyarakat, (2) kelompok
dan perkumpulan, yaitu kategori dari masyarakat
apabila memenuhi persyaratannya, memiliki
karakteristik masyarakat, juga memiliki karakteristik
tambahan, yaitu struktur organisasi dan
kepemimpinan, dan terdiri dari unit individu dalam
periode yang dapat berubah setiap masanya, (3)
golongan sosial adalah suatu kesatuan manusia yang
ditandai oleh ciri ciri tertentu dan mempunyai ikatan
identitas sosial yaitu stratifikasi sosial yang
merupakan perbedaan atau pengelompokan ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat.
F. Hubungan kepribadian dan masyarakat yaitu
kepribadian seorang individu disesuaikan dengan
sistem norma yang berlaku dalam masyarakat,
kesesuaian kepribadian dan nilai atau norma
membutuhkan proses sosialisasi. Sifat kebudayaan
yang dinamis juga memerlukan sosialisasi agar sesuai
dengan kepribadian masyarakatnya.

48 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Tugas atau Latihan

1. Jelaskan yang dimaksud dengan kepribadian?


Sebutkan unsur-unsur pembentuk kepribadian
manusia !
2. Faktor pembentuk kepribadian ada 2. Jelaskan
definisi serta berikan contoh fenomenanya masing-
masing.
3. Adapun pewarisan kebudayaan yang dilakukan
melalui proses sosialisasi sangat erat berkaitan dengan
proses belajar kebudayaan dalam hubungannya
dengan sistem sosial. Dalam proses ini seorang
individu mulai dari masa kanak-kanak, masa dewasa,
hingga masa tuanya, belajar bermacam-macam pola
tindakan seperti makan menggunakan tangan kanan,
berbicara yang baik dan sopan, serta santun
perilakunya. Perihal ini termasuk kepribadian
manusia tipe apa ? jelaskan alasannya !
4. Jelaskan yang dimaksud dengan “Masyarakat”!
5. Karang taruna adalah wadah pengembangan generasi
muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan
untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah
desa/ kelurahan dan terutama bergerak di bidang
usaha kesejahteraan sosial. Menurut saudara
termasuk unsur masyarakat apa fenomena tersebut?
jelaskan alasannya !
6. Bagaimana hubungan kepribadian dan masyarakat?
jelaskan menurut pendapat masing-masing

Pengantar Antropologi 49
Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Brown, J.D. 1998. The Self. Boston: Mc Graw-Hill


Horton, M. 2003. The Myles Horton Reader: Education for
Social Change. Knoxville: University of Tennessee
Press
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Kartono, Kartini & Gulo, Dali. 2006. Psikologi Kepribadian.
Jakarta: Bumi Aksara
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Antropologi Sosial dan
Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Terbuka
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Rustiawan, H. 2021. Potensi Kepribadian (Faktor
Essoteris Pembentuk Kepribadian). Tazkiya, 22(1) 23
- 40.
Schaefer, R. T., & Lamm, R. P. 1992. Sociology. New York:
McGraw-Hill.
Soekanto, Soejono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

50 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB IV
INDIVIDU, MASYARAKAT, DAN
KEBUDAYAAN INDONESIA

A. Kebudayaan Nasional

1. Pengertian Budaya Nasional


Sebelum menguraikan tentang kebudayaan
nasional, terlebih dahulu penulis menjelaskan
pengertian “budaya” menurut para ahli sebagai
berikut:
Menurut Lehman, Himstreet, dan Batty (1996),
budaya adalah sekumpulan pengalaman hidup yang
ada dalam masyarakat. Pengalaman hidup
masyarakat banyak dan variatif, termasuk di
dalamnya bagaimana perilaku, keyakinan, serta
kepercayaan masyarakat.
Sedangkan menurut Bovee dan Thil (2015), budaya
adalah sistem sharing dan sebuah simbol atas
kepercayaan, sikap, nilai-nilai moral, harapan, dan
norma-norma dalam berperilaku. Pengertian budaya
menurut para ahli tersebut berbeda-beda, namun
tetap mengarah pada satu pengertian, yaitu budaya
adalah sesuatu yang digunakan untuk
menggambarkan nilai dan norma yang berlaku dalam
suatu kelompok masyarakat tertentu dan telah
mengakar didalamnya.
Budaya Indonesia merupakan semua kebudayaan
nasional, kebudayaan lokal, ataupun kebudayaan
asal asing yang sudah ada di Indonesia sebelum
merdeka pada tahun 1945 (Koentjaraningrat, 2009).
Sedangkan kebudayaan nasional diartikan sebagai

Pengantar Antropologi 51
Pengantar Antropologi

sebuah seperangkat norma, kepercayaan, perilaku,


adat istiadat dan nilai-nilai yang dimiliki oleh
masyarakat yang berdaulat. Seperti bahasa, identitas
etnis, agama, dan ras, tradisi budaya, dan sejarah.
Konsep kebudayaan Indonesia sebenarnya dimulai
dan dibangun oleh para pendahulu kita, yang
mengacu pada nilai-nilai yang dipahami, dianut, dan
dipedomani oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Nilai-
nilai tersebut ada dan terkandung dalam sistem
budaya etnik yang ada di Indonesia ini. Nilai-nilai
tersebut telah dianggap sebagai puncak dari
kebudayaan daerah, sebagaimana ciri khas
kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan nasional
Indonesia adalah kebudayaan yang berasal dari
bangsa Indonesia, yaitu semua nilai-nilai luhur dan
falsafah bangsa yang berada didalam masyarakat dan
hal tersebut murni.
Sedangkan menurut Sanusi Pane
(Koentjaraningrat, 1985) menyatakan bahwa
Kebudayaan Nasional Indonesia adalah kebudayaan
timur, oleh karena itu harus mementingkan unsur-
unsur kerohanian, perasaan dan kegotongroyongan.
Kebudayaan nasional adalah gabungan dari berbagai
macam budaya daerah di Indonesia. Indonesia
mempunyai beraneka ragam kebudayaan, tetapi hal
tersebut tidak menjadikan Indonesia menjadi
terpecah belah, melainkan hal tersebut membuat
Indonesia menjadi satu kesatuan yang kuat dan
kokoh, sebagaimana dengan prinsipnya yaitu
‘Bhinneka Tunggal Ika’, yang berarti berbeda-beda
tetapi tetap satu. Meskipun demikian, kita harus
melestarikan budaya nasional kita supaya budaya
kita tidak diambil dan diakui oleh negara lain.
2. Fungsi Budaya Nasional
Usman Pelly (2014), berpendapat bahwa budaya
nasional berfungsi (1) sebagai panduan untuk menuju
persatuan dan integritas nasional untuk masyarakat
majemuk.

52 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

(2) sebagai sistem gagasan dan pralambang yang


memberikan identitas kepada warga masyarakat atau
warga Indonesia. (3) sebagai sistem gagasan dan
pralambang yang dapat digunakan oleh semua warga
masyarakat atau bangsa Indonesia yang majemuk
atau Bhineka itu, sehingga dapat saling
berkomunikasi untuk memperkuat solidaritas.

Gambar 4.1 Macam-macam Budaya Indonesia


Sumber: https://budayaindonesiakusite.wordpress.com

B. Proses Pembentukan Kebudayaan Nasional

Bangsa Indonesia yang plural, terbentuk atas


beragam etnis, agama, ras, dll. Bukan hanya pengaruh
dari dalam, dari luar pun turut mewarnai kebudayaan
Indonesia, lewat proses asimilasi dan akulturasi.
Kebudayaan Indonesia telah dipengaruhi Hindu-Budha
yang datang dari India sejak 400 tahun sebelum Masehi.
Mahabharata dan Ramayana telah banyak diadaptasi
dalam kebudayaan Indonesia bahkan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya telah mengakar pada
kepribadian penduduk Indonesia.
Selain Hindu-Budha, kebudayaan Islam juga telah
beradaptasi di Indonesia, sejak awal abad ke 13. Bahkan
Islam kini menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia.
Kebudayaan Barat masuk ke Indonesia sejak orang

Pengantar Antropologi 53
Pengantar Antropologi

Portugis pertama mendarat di Nusantara, menyebarkan


agama Katolik, dan orang-orang Belanda mendarat di
Nusantara sekitar tahun 1500 Masehi membawa agama
Protestan. Bukanlah hal mudah untuk
mempersatukannya dalam wujud kebudayaan nasional
yang tunggal. Perbedaan ini harus diterima dengan satu
kontrak kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga
seluruh perbedaan dapat menyetu dalam Indonesia.
Bingkai nasionalisme Indonesia ini bagai the imagine
society (komunitas yang dibayangkan).
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang
ini telah banyak pengalaman yang diperoleh bangsa kita
tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
negara Republik Indonesia, pedoman acuan bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai
dan norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain
bagi terbentuknya kebudayaan nasional. Di masa lalu,
kebudayaan nasional digambarkan sebagai “puncak-
puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh
Indonesia”. Namun selanjutnya, kebudayaan nasional
Indonesia perlu diisi oleh nilai-nilai dan norma-norma
nasional sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia.
Termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai yang
menjaga kedaulatan negara dan integritas teritorial yang
menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah
air, serta kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan,
saling menghormati, saling mencintai dan saling
menolong antar sesama warganegara, untuk bersama-
sama menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.
Singkatnya, untuk memberikan jawaban atas pertanyaan:
“Siapa kita (apa identitas kita)? Akan kita jadikan seperti
apa bangsa kita? Watak bangsa semacam apa yang kita
inginkan? Bagaimana kita harus mengukir wujud masa
depan bangsa dan tanah air kita?” kebudayaan nasional
adalah sarana bagi
Pembentukan identitas dan karakter bangsa sebagai
sarana bagi pembentukan pola pikir (mindset) dan sikap
mental, memajukan adab dan kemampuan bangsa,

54 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

merupakan tugas utama dari pembangunan kebudayaan


nasional. Gagasan tentang kebudayaan nasional
Indonesia yang menyangkut kesadaran dan identitas
sebagai satu bangsa sudah dirancang saat bangsa kita
belum merdeka. Hampir dua dekade sesudah Boedi
Oetomo, Perhimpunan Indonesia telah menanamkan
kesadaran tentang identitas Indonesia dalam Manifesto
Politik 1925, yang dikemukakan dalam tiga hakekat,
yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3)
persatuan Indonesia. Gagasan ini kemudian segera
direspons dengan semangat tinggi oleh Sumpah Pemuda
pada tahun 1928.
Kebudayaan nasional, yaitu: (1) identitas nasional
dan (2) kesadaran nasional. Dalam kaitan ini, “Bhineka
Tunggal Ika” adalah suatu manifesto kultural (pernyataan
das Sollen) dan sekaligus merupakan suatu titik-tolak
strategi budaya untuk bersatu sebagai satu bangsa. Di
masa awal Indonesia merdeka, identitas nasional ditandai
oleh bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh
rakyat Indonesia (di antaranya adalah penghormatan
terhadap Sang Saka Merah-Putih, lagu kebangsaan
Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR yang
kemudian menjadi TNI, PNS, sistem pendidikan nasional,
sistem hukum nasional, sistem perekonomian nasional,
sistem pemerintahan dan sistem birokrasi nasional).
Di pihak lain, kesadaran nasional dipupuk dengan
menanamkan gagasan nasionalisme dan patriotisme.
Kesadaran nasional selanjutnya menjadi dasar dari
keyakinan akan perlunya memelihara dan
mengembangkan harga diri bangsa, harkat dan martabat
bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban, sebagai
upaya melepaskan bangsa dari subordinasi
(ketergantungan, ketertundukan, keterhinaan) terhadap
bangsa asing atau kekuatan asing.
Konsep tentang kebudayaan Indonesia yang
kemudian diperjelas menjadi kebudayaan nasional
(Indonesia) atau kebudayaan bangsa bukan merupakan
pembahasan baru dalam konteks kehidupan masyarakat
Indonesia. Alisyahbana (1982), menyebutkan bahwa
kebudayaan nasional Indonesia sebagai suatu

Pengantar Antropologi 55
Pengantar Antropologi

kebudayaan yang universal. Unsur-unsur dikreasikan


terutama yang masih langka dan dimiliki masyarakat
Indonesia masa itu, yaitu: teknologi, ekonomi,
keterampilan berorganisasi, ilmu pengetahuan.
Kebudayaan nasional Indonesia harus berakar pada
kebudayaan Indonesia sendiri, artinya harus berakar
pada kebudayaan suku-suku bangsa yang ada di
Nusantara.
Dianjurkan pula agar manusia Indonesia banyak
mempelajari sejarah kebudayaan sendiri. Menurut
Dewantara (1977), kebudayaan nasional Indonesia adalah
puncak kebudayaan daerah. Dalam hal ini ia telah
memasukkan aspek mutu karena ungkapan puncak
berarti unsur-unsur kebudayaan daerah yang paling
tinggi mutunya. Keajekan konsep kebudayaan nasional
ini dianggap penting karena selain di dalamnya termuat
berbagai pedoman nilai juga mencerminkan simbol
identitas bangsa, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 32 Tentang
Pendidikan menyatakan bahwa “Negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Selanjutnya, penjelasan pasal tersebut menyatakan
bahwa kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul
sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya.
Kebudayaan lama dan asli sebagai puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia
terhitung sebagai kebudayaan bangsa.
Menurut Undang-undang RI Nomor 5 tahun 2017
bahwa Pemajuan Kebudayaan dilaksanakan
berlandaskan Pancasila, Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sedangkan, asas pemajuan kebudayaan Indonesia
adalah: toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah,
partisipatif, manfaat, keberlanjutan, kebebasan
berekspresi, keterpaduan, kesederajatan dan gotong
royong. Objek pemajuan kebudayaan meliputi: tradisi
lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan

56 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

tradisional, teknologi tradisional, seni, permainan rakyat


dan olahraga tradisional.

C. Kebudayaan Nasional Sebagai Identitas Bangsa


Indonesia

Identitas nasional dalam etimologis berasal dari


kata "Identity" dan "Nasional". Identity secara harfiah
diartikan ciri, tanda atau jati diri yang melekat sehingga
membedakan dengan yang lain. Sedangkan kata nasional
merujuk pada konsep kebangsaan yang terdiri dari
pengkelompokan bahasa, budaya, ras, agama dan budaya
(Winarno, 2006). Identitas nasional secara terminologis
diartikan sebagai suatu ciri yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut
dengan bangsa lain.
Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder.
Bersifat buatan karena identitas nasional dibuat,
dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa sebagai
identitas mereka. Bersifat sekunder karena identitas
nasional lahir setelah adanya identitas kesukubangsaan
yang sudah dimiliki oleh warga negara. Unsur-unsur
pembentuk identitas (ICCE, 2005) sebagai berikut:
1. Suku bangsa adalah golongan sosial yang bersifat ada
sejak lahir. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku
bangsa atau kelompok etnis sampai 300 dialeg bangsa.
Diantara suku bangsa yang ada di Indonesia adalah
Suku Serawai dari Bengkulu, Suku Sunda dari Jawa
Barat, Suku Madura dari Jawa Timur dll.
2. Agama, bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat
yang agamis. Keragaman agama didalamnya hidup
rukun berdampingan. Agama yang ada di Indonesia
adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha,
dan Kong Hu Cu.
3. Kebudayaan adalah pengetahuan manusia yang
digunakan sebagai mahluk sosial dalam memahami
dan menafsirkan lingkungan yang dihadapinya.

Pengantar Antropologi 57
Pengantar Antropologi

4. Bahasa merupakan unsur pendukung identitas


sebagai media interaksi antar sesama manusia.
Dari unsur-unsur diatas dapat dirumuskan identitas
nasional Indonesia dibagi menjadi tiga:
1. Identitas fundamental, yaitu pancasila sebagai dasar
Negara, falsafah Negara dan ideologi Negara.
2. Identitas instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata
perundangannya, bahasa Indonesia, lambang Negara,
bendera Negara, dan lagu kebangsaan "Indonesia
Raya".
3. Identitas alamiah meliputi Negara kepulauan,
pluralisme dalam suku, bahasa, budaya dan agama,
serta kepercayaan.
Identitas nasional Indonesia adalah ciri-ciri yang
membedakan Negara Indonesia dari Negara lain, perihal
ini termaktub dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945
Pasal 35-36C Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, Serta Lagu Kebangsaan, bahwa identitas nasional
tersebut adalah sebagai berikut: Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pemersatuan, Bendera Negara yaitu sang
Merah Putih, Lagu kebangsaan Indonesia Raya, Lambang
Negara yaitu Garuda Pancasila, Semboyan Negara yaitu
Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah Negara yaitu
Pancasila, Konstitusi Negara yaitu UUD 1945, Bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Berkedaulatan
Rakyat, Konsepsi Wawasan Nusantara dan Kebudayaan
daerah yang diterima sebagai Kebudayaan Nasional.
Identitas nasional yang beraneka ragam menjadi
kekayaan yang sangat istimewa. Dimana kerukunan
damai tercipta dalam seluk kehidupan masyarakatnya,
hamparan alam yang kaya sumber daya juga menghiasi
dari sabang sampai merauke. Wawasan yang dianut
bangsa Indonesia adalah wawasan kebangsaan yang
berlandaskan Pancasila. Pancasila merupakan konsep
kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, pikiran
yang terdalam dan gagasan dari suatu bangsa mengenai
wujud kehidupan yang dianggap baik. Pandangan hidup
suatu bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai

58 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini


kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu
mewujudkannya. Oleh karena itu pandangan hidup suatu
bangsa merupakan masalah yang sangat asasi bagi
kekokohan bangsa dan kelestarian suatu bangsa.
Identitas nasional ini berorientasi pada kepentingan
rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan
menyeluruh. Implementasi identitas ini mencakup
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan. Implementasi ini dimulai secara
sederhana dalam kehidupan sehari-hari yang
menerapkan nilai-nilai Pancasila.

Rangkuman

1. Menurut Lehman, Himstreet, dan Batty (1996), budaya


adalah sekumpulan pengalaman hidup yang ada
dalam masyarakat. Pengalaman hidup masyarakat
banyak dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana
perilaku, keyakinan, serta kepercayaan masyarakat.
Kebudayaan nasional diartikan sebagai sebuah
seperangkat norma, kepercayaan, perilaku, adat
istiadat dan nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat
yang berdaulat. Seperti bahasa, identitas etnis, agama,
dan ras, tradisi budaya, dan sejarah. Kebudayaan
nasional adalah gabungan dari berbagai macam
budaya daerah di Indonesia. Indonesia mempunyai
beraneka ragam kebudayaan, tetapi hal tersebut tidak
menjadikan Indonesia menjadi terpecah belah,
melainkan hal tersebut membuat Indonesia menjadi
satu kesatuan yang kuat dan kokoh, sebagaimana
dengan prinsipnya yaitu ‘Bhinneka Tunggal Ika’, yang
berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Fungsi budaya
nasional: (1) sebagai panduan untuk menuju
persatuan dan integritas nasional untuk masyarakat
majemuk. (2) sebagai sistem gagasan dan pralambang
yang memberikan identitas kepada warga masyarakat
atau warga Indonesia. (3) sebagai sistem gagasan dan
pralambang yang dapat digunakan oleh semua warga
masyarakat atau bangsa Indonesia yang majemuk

Pengantar Antropologi 59
Pengantar Antropologi

atau Bhinneka itu, sehingga dapat saling


berkomunikasi untuk memperkuat solidaritas
2. Proses pembentukan kebudayaan nasional yaitu atas
beragam etnis, agama, ras, dll. Bukan hanya pengaruh
dari dalam, dari luar pun turut mewarnai kebudayaan
Indonesia, lewat proses asimilasi dan akulturasi.
Kebudayaan Indonesia telah dipengaruhi Hindu-
Budha yang datang dari India sejak 400 tahun
sebelum Masehi. Sejak proklamasi kemerdekaan
hingga saat sekarang ini telah banyak pengalaman
yang diperoleh bangsa kita tentang kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam negara Republik
Indonesia, pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan norma-norma
yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi
terbentuknya kebudayaan nasional. Di masa lalu,
kebudayaan nasional digambarkan sebagai “puncak-
puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh
Indonesia”. Namun selanjutnya, kebudayaan nasional
Indonesia perlu diisi oleh nilai-nilai dan norma-norma
nasional sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia.
Kebudayaan nasional, yaitu: (1) identitas nasional dan
(2) kesadaran nasional. Dalam kaitan ini, “Bhineka
Tunggal Ika” adalah suatu manifesto kultural
(pernyataan das Sollen) dan sekaligus merupakan
suatu titik-tolak strategi budaya untuk bersatu
sebagai satu bangsa.
3. Kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa
Indonesia identitas nasional dalam etimologis berasal
dari kata "Identity" dan "Nasional". Identity secara
harfiah diartikan ciri, tanda atau jati diri yang melekat
sehingga membedakan dengan yang lain. Sedangkan
kata nasional merujuk pada konsep kebangsaan yang
terdiri dari pengkelompokan bahasa, budaya, ras,
agama dan budaya. Identitas nasional secara
terminologis diartikan sebagai suatu ciri yang dimiliki
oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan
bangsa tersebut dengan bangsa lain. Identitas nasional

60 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Indonesia adalah ciri-ciri yang membedakan Negara


Indonesia dari Negara lain, perihal ini termaktub
dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 35-
36C Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
Serta Lagu Kebangsaan, bahwa identitas nasional
tersebut adalah sebagai berikut: Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pemersatuan, Bendera Negara yaitu
sang Merah Putih, Lagu kebangsaan Indonesia Raya,
Lambang Negara yaitu Garuda Pancasila, Semboyan
Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah
Negara yaitu Pancasila, Konstitusi Negara yaitu UUD
1945, Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang Berkedaulatan Rakyat, Konsepsi Wawasan
Nusantara dan Kebudayaan daerah yang diterima
sebagai Kebudayaan Nasional. Identitas nasional yang
beraneka ragam menjadi kekayaan yang sangat
istimewa. Dimana kerukunan damai tercipta dalam
seluk kehidupan masyarakatnya, hamparan alam
yang kaya sumber daya juga menghiasi dari sabang
sampai merauke

Tugas atau Latihan

1. Jelaskan yang dimaksud dengan budaya nasional


serta berikan contoh budaya nasional yang ada di
Indonesia !
2. Bagaimana proses pembentukan kebudayaan nasional
di Indonesia ?
3. Jelaskan yang dimaksud kebudayaan nasional sebagai
identitas bangsa Indonesia !

Pengantar Antropologi 61
Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Alisyahbana, S. T. 1982. Sejarah Kebudayaan Indonesia


Dilihat Dari Segi Nilai-Nilai. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Bovée, C. L., & Thill, J. V. 2015. Business in Action. New
Jersey: Pearson Higher Ed.
Dewantara, K. H. 1977. Bagian Pertama
Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Leluhur Taman
Siswa.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan, Mentalitas, dan
Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Lehman, C. M.; Himstreet, W. C.; dan Batty, W. M. 1996.
Business Communications (11th ed). Ohio:
Intemational Thomson Publishing Co
Mitchel, D. (2008). A note on rising food prices. The World
Bank.
Pelly, U. 2014. Akar Kerusuhan Etnis di Indonesia: Suatu
Kajian Awal Konflik dan Disintegrasi Nasional di Era
Reformasi. Antropologi Indonesia
TIM ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN
Jakarta. 2005. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media
Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 32 Tentang
Pendidikan
Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 35-36C Tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan
Undang-undang RI Nomor 5 tahun 2017 Tentang
Pemajuan Kebudayaan
Winarno, D. 2006. Paradigma Baru Pendidikan
Kewarganegaraan: Panduan Kuliah di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara.

62 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB V
ANEKA WARNA MASYARAKAT DAN
KEBUDAYAAN

A. Konsep Suku Bangsa

Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu


masyarakat baik berwujud sebagai komunitas desa, kota,
sebagai kelompok atau kelompok adat yang lain bentuk
kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, dapat
menampilkan corak yang khas terutama terlihat oleh
penduduk diluar masyarakat yang bersangkutan. Corak
khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena
kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil.
1. Suku Bangsa
Suku bangsa merupakan golongan sosial yang ada
di masyarakat yang digunakan sebagai pembeda suatu
golongan satu dengan golongan yang lainnya.
Golongan ini umumnya mempunyai ciri khasnya
tersendiri yang dapat digunakan untuk membedakan
golongannya diantara golongan lainnya yang
berdasarkan kepada tempat dan asal usulnya serta
kebudayaannya. Suku bangsa juga dapat berarti suatu
golongan manusia yang secara sadar telah terikat
dengan identitas pada kesatuan kebudayaan. Suku
bangsa ialah penggabungan sosial yang terbedakan
berdasar golongan-golongan sosial lain dikarenakan
memiliki ciri mendasar dari hubungan asal usul,
tempat tinggal dan juga budaya yang ada di
daerahnya.
Suku bangsa menurut para ahli mempunyai
beberapa pendapat yang dikemukakan, argumen yang

Pengantar Antropologi 63
Pengantar Antropologi

dikemukakan oleh para ahli akan dijelaskan sebagai


berikut:
a. Frederick Barth (1998)
Pengertian suku ialah berupa himpunan manusia
karena adanya kesamaan ras, agama, asal-usul
bangsa ataupun merupakan kombinasi dari
kategori yang masuk terikat pada sistem nilai
budaya.
b. Koentjaraningrat (2009)
Suku bangsa ialah sekelompok manusia yang
memiliki kesatuan dalam budaya dan terikat oleh
kesadarannya akan identitasnya tersebut,
kesadaran dan identitas yang dimiliki biasanya di
perkuat dengan kesatuan bahasa.
c. Hasan Shadily (1993)
Suku bangsa “etnis” ialah segolongan rakyat yang
dianggap memiliki hubungan biologis. Perihal ini
terjadi karena masyarakat yang tinggal di suatu
wilayah tertentu memiliki kedekatan dan ikatan
darah.
2. Perbedaan Suku Bangsa
Kehidupan masyarakat suku bangsa satu dengan
lainnya memang terdapat perbedaan-perbedaan,
antara lain meliputi:
a. Perbedaan bahasa daerahnya – bahasa Jawa,
Sunda, Madura, Bali, Batak, Banjar, Makasar,
Ambon, Irian dan sebagainya.
b. Perbedaan adat-istiadat dalam perkawinan –
upacara ritual, hukum adat.
c. Perbedaan kesenian daerah – seni musik, seni tari,
seni lukis, seni ukir, maupun seni pahat.
d. Perbedaan agama dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa – Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Budha, Konghucu

64 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

e. Perbedaan tata susunan kekerabatan – matrilineal,


patrilineal dan parental.
f. Perbedaan seni bangunan rumah, peralatan kerja
di sawah dan lain-lain – Rumah Krong Bade,
Rumah Bolon, Rumah Gadang, Rumah Panggung,
Rumah Limas
3. Ciri – Ciri Suku Bangsa
Berikut ini merupakan ciri – ciri suku bangsa:
a. Kesamaan budaya,
b. Kesamaan bahasa,
c. Kesamaan agama,
d. Kesamaan perilaku,
e. Kesamaan ciri-ciri biologis
4. Klasifikasi Suku Bangsa di Indonesia
Berikut ini merupakan klasifikasi suku bangsa di
Indonesia.
a. Suku masyarakat Pulau Sumatera: Aceh, Batak,
Minangkabau, Bengkulu, Jambi, Palembang,
Melayu, dsb
b. Suku masyarakat Pulau Jawa: Sunda, Betawi,
Jawa, Madura, Tengger, dsb
c. Suku masyarakat Pulau Kalimantan: Dayak,
Banjar, dsb
d. Suku masyarakat Pulau Sulawesi: Bugis,
Makassar, Toraja, Minahasa, Toli-Toli, Bolang-
Mongondow, dan Gorontalo, dsb
e. Suku masyarakat di Kepulauan Nusa Tenggara:
Sasak, Sumbawa, Mbojo, Bali, Flores, Timur, dan
Rote, dsb.
f. Suku masyarakat di Kepulauan Maluku dan
Papua: Ternate, Tidore, Biak, Merauke, Dani,
Ayamaru, dan Asmat, dsb

Pengantar Antropologi 65
Pengantar Antropologi

5. Faktor-Faktor Pembentuk Bangsa


Berikut ini merupakan faktor–faktor pembentuk
bangsa:
a. Primordial
Ikatan kekerabatan, kesamaan suku bangsa,
daerah, bahasa, dan adat istiadat.
b. Sakral
Adanya kesamaan agama yang dianut oleh
masyarakat tersebut, agama dapat membentuk
suatu ideologi atau doktrin yang kuat dalam
masyarakat, sehingga keterkaitannya dapat
menimbulkan bangsa.
c. Tokoh
Salah satu faktor pembentuk bangsa karena bagi
masyarakat, tokoh dijadikan sebagai panutan
untuk mewujudkan visi-misi bangsa.
d. Sejarah
Pengalaman masa lalu seperti penderitaan
(memoria passionis) akan melahirkan solidaritas
sehingga memungkinkan untuk membentuk satu
tekad dan satu tujuan antar kelompok masyarakat.
e. Perkembangan Ekonomi
Semakin meningkatnya perkembangan ekonomi,
semakin beragam kebutuhan masyarakat,
sehingga timbul saling ketergantungan sehingga
membentuk satu kesatuan yaitu bangsa sebagai
jalan untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain.
6. Faktor-Faktor Pembentuk Bangsa Indonesia
Berikut ini merupakan faktor-faktor pembentuk
bangsa Indonesia:
a. Persamaan asal keturunan etnis
b. Persamaan pola kebudayaan
c. Persamaan tempat tinggal yang disebut dengan
tanah air

66 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

d. Persamaan sejarah
e. Persamaan cita-cita atau ideologi
7. Faktor-Faktor Pemersatu Bangsa Indonesia
Berikut ini merupakan faktor-faktor pemersatu bangsa
Indonesia:
a. Dasar negara (Pancasila)
b. UUD Negara RI Tahun 1945
c. Bendera kebangsaan merah putih
d. Lagu kebangsaan Indonesia Raya
e. Bahasa Indonesia
f. Satu wilayah Indonesia
g. Satu pemerintahan Negara

B. Pembagian Ras-ras di Dunia

Pengertian ras menurut para ahli, diantaranya:


a. Dunn dan Dobshansky (1946)
Menurut Dunn dan Dobshansky, Ras adalah
persamaan gen kategori individu secara turun-
temurun mempunyai ciri-ciri fisik dan biologis
tertentu, ras mempunyai pengertian sercara biologis
dan fisik tidak termasuk sifat-sifat budayanya.
b. Banton (1998)
Menurut Banton, Ras adalah suatu tanda peran,
perbedaan fisik yang dijadikan dasar untuk
menetapkan peran yang berbeda-beda, pengertian ras
ini menyangkut aspek biologis ”ciri fisik, warna kulit,
bentuk tubuh, dan lain-lain” dan aspek sosial
berkaitan peran dan kebiasaan yang dilakukan.
c. Chainur Arrasjid (2000)
Ras adalah segolongan manusia yang memiliki
persamaan sifat-sifat lahir tertentu yang dilanjutkan

Pengantar Antropologi 67
Pengantar Antropologi

kepada keturunannya. Negara di dunia ini


mempunyai berbagai macam ras. Sebelumnya mari
kita simak apa yang dimaksud dengan ras. Ras
merupakan sistem pengelompokkan atau
penggolongan manusia yang ada di muka bumi ini
berdasarkan ciri-ciri fisik secara umum.
d. Bruce J. Cohen (2003)
Ras merupakan pengelompokkan manusia
berdasarkan ciri-ciri fisik atau biologis individu di
dalamnya yang sama dan diwariskan secara turun
temurun. Ciri-ciri fisik yang dijadikan dasar
pengelompokkan ras adalah ciri-ciri yang dapat
terlihat atau tampak oleh orang lain seperti: bentuk
hidung, warna kulit, warna mata, warna rambut, dan
lain-lain. Ciri-ciri fisik/ciri biologis karena secara
biologis (genetika) diwariskan kepada keturunan-
keturunan berikutnya. Berikut ini ada ilmu yang
mempelajari keberagaman ras manusia dengan
mengamati ciri-ciri fisik yakni somantologi.

Gambar 5.1 Macam-macam Jenis Ras Manusia


sumber: idntimes.com
e. A.L. Krober (2004)
Macam-macam jenis ras di didunia, dibedakan
menjadi 4 yaitu:
1) Ras Mongoloid

68 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Ciri khas utama yang dilihat pada ras ini adalah


rambut berwarna hitam yang lurus, bercak mongol
pada saat lahir, dan kelopak mata yang unik yang
disebut dengan istilah mata sipit. Selain itu,
perawakannya seringkali berukuran lebih kecil
dan pendek.
Golongan bangsa yang termasuk ras mongoloid
diantaranya: Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia
tengah dan Asia Timur). Malayan Mongoloid (Asia
Tenggara, Kepulauan Indonesia, Malaysia dan
Filipina). American Mongoloid (Orang Eskimo di
Amerika Utara hingga penduduk Terra del Frugo di
Amerika Selatan).
2) Ras Negroid
Ciri khas utama anggota ras Negroid adalah
kulit yang berwarna hitam dan rambut keriting.
Meskipun anggota ras Khoisan dan ras Australoid
juga berfenotipe kulit hitam dan rambut keriting,
mereka tidak dianggap termasuk ras Negroid.
Golongan bangsa yang termasuk dalam ras
negroid, diantaranya: African Negroid (Benua
Afrika). Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung
Melayu, Filipina). Melanisia (Papua dan Melanisia).
Sebagian besar penghuni Eropa, Afrika Utara,
Timur Tengah, Pakistan, dan India Utara,
Keturunan mereka juga menetap di Australia,
Amerika Utara sebagian dari Amerika Selatan,
Afrika Selatan dan Selandia Baru.
3) Ras Kaukasoid
Ras ini biasa disebut “berkulit putih”, namun
hal ini tidak selalu benar. Ras kaukasoid ini
sebagian besar menetap di Eropa, Afrika Utara,
Timur Tengah, Pakistan, dan India Utara.
Keturunan mereka juga menetap di Australia,
Amerika Utara, sebagian dari Amerika Selatan,
Afrika Selatan dan Selandia Baru.
Oleh beberapa pakar misalkan orang Ethiopia
dan orang Somalia dianggap termasuk ras

Pengantar Antropologi 69
Pengantar Antropologi

Kaukasoid, meski mereka berambut keriting dan


berkulit hitam, hamper sama dengan anggota ras
Negroid. Namun mereka tengkoraknya lebih mirip
tengkorak anggota ras Kaukasoid.
Ras khusus adalah ras manusia yang tidak
dapat diklasifikasikan dalam keempat ras pokok,
antara lain:
1) Bushman (Penduduk di daerah Gurun
Kalahari, Afrika Selatan);
2) Veddoid (Penduduk di daerah pedalaman Sri
Lanka );
3) Polynesian (Kepulauan Mikronesia dan
Polynesia); serta
4) Ainu (Penduduk di daerah Pulau Karafuto dan
Hokkaido, Jepang).

C. Ras, Bahasa, dan Kebudayaan

1. Ras
Ras adalah sekelompok orang yang tinggal
terisolasi di suatu daerah yang menampilkan suatu
bentuk ciri tubuh tertentu. Bentuk ciri khas ini
menjadi kuat karena perkawinan yang cenderung
menonjol dalam bentuk fisik manusia dari suatu
kelompok keturunan tertentu. Ras merupakan
kumpulan manusia yang memiliki sejumlah ciri khas
yang tampak dalam presentase besar.
Ciri khas yang dijadikan tolak ukur pembedaan
suatu ras sebagian besar berdasarkan ciri-ciri fenotipe
yang terdiri dari ciri kualitatif (misalnya: warna kulit,
bentuk hidung, dan bulu atau rambut, serta mata)
dan ciri kuantitatif (misalnya berat badan dan indeks
cephalicus) yang dapat dihitung menggunakan metode
antropometri. Untuk beberapa hal, dibawah ini
terdapat beberapa contoh yang membahas bentuk
hidung, mata dan bulu di tubuh.

70 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

2. Bahasa
a. Pengertian bahasa
Beberapa pengertian bahasa menurut para ahli
(Siminto, 2013):
1) Plato
Bahasa adalah pernyataan pikiran
seseorang dengan perantaraan onomata (nama
benda) dan rhemata (ucapan) yang merupakan
cermin dari ide seseorang dalam arus udara
lewat mulut.
2) Ferdinand De Saussure
Bahasa merupakan ciri pembeda yang
paling menonjol karena dengan bahasa setiap
kelompok sosial merasa dirinya sebagai
kesatuan yang berbeda dari kelompok yang
lain.
3) Bill Adams
Definisi bahasa adalah suatu sistem
pengembangan psikologi individu dalam
sebuah konteks inter-subyektif.
4) Wahyu Wibowo
Bahasa merupakan sistem simbol bunyi
yang bermakna dan berartikulasi yang bersifat
arbitrer dan konvensional.
b. Sejarah singkat
Meski belum bisa dipastikan secara lengkap
awal mula bahasa, beberapa teori mampu
menjelaskan sejarah ditemukannya bahasa.
Sekitar 6.000-7.000 bahasa ditemukan dari
seluruh dunia. Termasuk bahasa yang sering
diucapkan dan bahasa isyarat yang menggunakan
media lain.
c. Fungsi bahasa
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
berinteraksi dengan manusia, alat untuk berpikir,

Pengantar Antropologi 71
Pengantar Antropologi

serta menyalurkan arti kepercayaan di


masyarakat. Selain sebagai alat komunikasi
maupun berinteraksi, bahasa juga memiliki arti
penting sebagai metode pembelajaran pada
lingkup bahasa itu sendiri. Bahasa juga berfungsi
sebagai identitas suatu suku atau bangsa karena
keunikannya. Karena setiap suku atau bangsa
tentunya memiliki bahasa yang berbeda.
d. Manfaat bahasa
Sejalan dengan pengertiannya, bahasa
memiliki manfaat yang didapat oleh manusia
adalah sebagai berikut:
1) Bahasa resmi suatu negara
2) Beberapa negara memiliki banyak bahasa
daerah, salah satunya Indonesia. Hal ini
karena suku di Indonesia beragam. Sehingga
bahasa resmi dibutuhkan untuk
mempersatukan masyarakat dari berbagai
suku, yaitu Bahasa Indonesia.
3) Alat pengembangan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan untuk mengembangkan
kebudayaan yang ada di sebuah negara,
dibutuhkan bahasa. Sehingga komunikasi
antar individu maupun kelompok bisa tercapai
dengan maksimal. Pengantar pada dunia
pendidikan menggunakan bahasa resmi
sehingga masyarakat dapat mengerti dan
paham. Khususnya menyangkut dunia
pendidikan. Dengan penyampaian
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
maka ilmu pendidikan bisa diterima dengan
baik.
3. Budaya
a. Pengertian Budaya
Budaya memiliki makna yang berkaitan dengan
akal, budi, adat istiadat dan tingkah laku
manusia. Budaya ini tumbuh di tengah

72 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

masyarakat dan diwariskan secara turun


temurun. Kata budaya berasal dari Bahasa
Sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jaman dari
“buddhi” yang memiliki arti budi atau akal. Dalam
bahasa Inggris, budaya dikenal dengan “culture”.
Berdasarkan arti katanya tersebut, pengertian
budaya bisa berkaitan dengan cara hidup
sekelompok manusia yang berkembang kemudian
diwariskan turun temurun.
Budaya sebagai pola hidup yang sudah tumbuh
lalu berkembang di sekelompok manusia untuk
mengatur tingkah lakunya serta mengatur antar
individu tentang apa yang boleh dilakukan dalam
melakukan interaksi dengan kelompok manusia
lainnya. Para ahli juga mendefinisikan budaya
secara beragam.
1) Koentjaraningrat (2009)
Pengertian budaya sebagai sistem ide, rasa,
tindakan, gagasan dan karya yang dihasilkan
manusia dalam kehidupannya di masyarakat.
Levis Strauss mendefinisikan budaya secara
berbeda, dimana menurutnya yang dimaksud
budaya adalah perwujudan dari komponen
struktur sosial yang asalnya adalah dari
pikiran manusia, dilakukan secara berulang-
ulang hingga kemudian membentuk sebuah
kebiasaan.
2) Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
(1964)
Pengertian budaya adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Masyarakat
menciptakan budaya yang berwujud hasil
karya atau artefak, hasil rasa atau idea /
gagasan, serta hasil cipta, dapat berupa
tindakan atau tata cara tradisi atau budaya.
3) Andreas Eppink (1979)
Pengertian budaya adalah keseluruhan nilai
sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta

Pengantar Antropologi 73
Pengantar Antropologi

keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,


dan lain-lain, serta segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas
suatu masyarakat.
4) Ki Hajar Dewantara (1967)
Kebudayaan merupakan buah budi manusia
dalam hidup bermasyarakat. Dengan kata lain,
kebudayaan adalah hasil budi atau hasil cipta
manusia yang terbentuk dalam sebuah
kelompok masyarakat
5) Koentjaraningrat (2002)
Budaya adalah keseluruhan sistem,
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan cara
belajar. Dengan kata lain, budaya diwariskan
dari satu generasi ke generasi selanjutnya
melalui sosialisasi atau dengan proses belajar
6) William A. Haviland (2002)
Budaya adalah seperangkat peraturan dan
norma yang dimiliki bersama oleh para anggota
masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para
anggotanya akan melahirkan perilaku yang
dipandang layak dan dapat di terima oleh
semua masyarakat.
7) Edward Burnett Tylor (1871)
Budaya merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat.
8) Herskovits (1990)
Budaya adalah sesuatu yang turun temurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang
kemudian disebut sebagai superorganic.
Dengan kata lain, budaya merupakan sesuatu

74 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

yang dihasilkan oleh manusia yang terkandung


ide, tindakan, dan artefak yang diwariskan dari
satu generasi ke generasi
9) Kroeber dan Kluckhohn (1952)
Budaya terdiri dari pola, eksplisit dan
implisit, untuk perilaku yang diperoleh dan
disebarkan oleh simbol, yang merupakan ciri
khas dari kelompok manusia, termasuk
perwujudan dalam artefak, inti penting dari
budaya terdiri dari kehidupan tradisional
(historis asal dan yang terpilih) yaitu ide-ide
dan terutama nilai-nilai yang melekat pada
masyarakat serta sistem kultur.
b. Unsur dan Faktor Budaya
Budaya tidak bisa berdiri sendiri. Ada beberapa
unsur yang menyusun terciptanya budaya. Unsur-
unsur yang ada di dalam budaya itu antara lain
adalah sebagai berikut (Koentjaraningrat, 2007).
1) Bahasa
Unsur pertama yang ada di dalam budaya
adalah bahasa. Bahasa merupakan sebuah
media yang berfungsi sebagai cara atau metode
bagi manusia untuk berkomunikasi. Dalam
melakukan komunikasi, bahasa yang
digunakan bisa berupa bahasa lisan maupun
tulisan. Adanya budaya juga bisa menjadi
indikasi atau tanda akan adanya budaya pada
sebuah peradaban.
2) Sistem Pengetahuan
Unsur selanjutnya dalam kebudayaan
adalah sistem pengetahuan. Unsur ini
mencakup pengetahuan tentang berbagai hal,
mulai dari kondisi alam sekitar hingga perilaku
sosial manusia. Adanya sistem pengetahuan
menjadi penanda adanya budaya pada sebuah
peradaban.

Pengantar Antropologi 75
Pengantar Antropologi

3) Sistem Religi
Sistem religi mencakup agama dan aliran
kepercayaan yang dianut oleh sekelompok
masyarakat. Unsur ini merupakan unsur yang
penting dalam budaya karena mengatur
kehidupan antara manusia dengan manusia
dan antara manusia dengan Tuhan. Unsur
agama dalam sebuah budaya juga meliputi
kegiatan atau praktek yang bersifat suci, baik
itu berupa upacara keagamaan maupun tradisi
yang berkaitan dengan keagamaan.
4) Sistem Kemasyarakatan
Unsur sistem kemasyarakatan merupakan
unsur budaya sekelompok masyarakat dimana
di dalamnya memiliki kesamaan atau berada
dalam satu sistem kekerabatan tertentu.
Adanya unsur berupa sistem kemasyarakatan
ini berperan sangat penting dalam pewarisan
budaya. Sistem kemasyarakatan yang ada
tidak hanya berlaku secara general seperti
kehidupan bermasyarakat saja, namun bahkan
sudah dimulai dari keluarga sebab keluarga
merupakan sebuah sistem kemasyarakatan
paling dasar yang ada.
5) Sistem Mata Pencaharian dan Ekonomi
Unsur berikutnya yang ada di dalam budaya
adalah sistem mata pencaharian. Unsur ini
merupakan upaya manusia untuk bertahan
hidup dengan melakukan berbagai kegiatan
yang bisa menghasilkan barang atau jasa yang
diperlukan. Kegiatan yang dilakukan bisa
berupa bercocok tanam, perdagangan,
berkebun dan lain sebagainya.
6) Sistem Teknologi dan Peralatan
Dalam unsur budaya terdapat unsur sistem
teknologi dan peralatan yang diciptakan oleh
peradaban manusia. Sistem ini merupakan
cara manusia untuk mengolah bahan-bahan

76 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

mentah menjadi barang jadi yang berhubungan


dengan peralatan kerja, pakaian transportasi
dan kebutuhan lain. Budaya yang berasal dari
akal dan budi manusia kemudian
dilaksanakan dengan sebuah tindakan
memungkinkan manusia untuk membuat atau
menciptakan sistem teknologi dan peralatan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
7) Kesenian
Unsur terakhir dalam budaya adalah
kesenian. Unsur ini berupa setiap karya atau
produk yang dibuat oleh manusia dan
mengandung unsur estetika atau keindahan di
dalamnya. Unsur ini meliputi berbagai bentuk,
mulai dari seni tari, musik, lukis, arsitektur
dan lain sebagainya. Unsur kesenian juga
menjadi unsur dari budaya karena seni ini juga
berasal dari gagasan dan pemikiran manusia
yang diimplementasikan melalui sebuah
tindakan.
Selain unsur, budaya berkembang dan
terbentuk dengan sangat beragam bukan
hanya merupakan peran dari manusia yang
memiliki budaya itu sendiri saja. Selain
manusia, ada pula faktor lain yang menjadi
penyebab dari keragaman budaya yang ada di
tengah masyarakat. Apa sajakah faktor itu?
Berikut adalah beberapa diantaranya:
a) Lingkungan
Kondisi alam yang ditempati manusia
untuk tinggal membawa pengaruh besar
pada keragaman budaya yang ada di
dalamnya. Kondisi alam ini jugalah yang
nantinya bisa memunculkan corak budaya
dari sebuah kelompok masyarakat. Dari
keadaan alam atau lingkungannya inilah
dapat berpengaruh pada sistem mata
pencaharian masyarakat setempat. Seperti
yang disebutkan sebelumnya, mata

Pengantar Antropologi 77
Pengantar Antropologi

pencaharian juga menjadi salah satu unsur


dari budaya.
b) Pertemuan Antar Bangsa
Faktor selanjutnya yang berperan dalam
menciptakan keragaman budaya adalah
pertemuan antar bangsa. Sebagai contoh
yang terjadi di Indonesia. Munculnya
penjajah di era kolonialisme sedikit banyak
berpengaruh pada keragaman budaya yang
ada di Indonesia. Mulai dari bahasa hingga
kebiasaan lainnya kemudian turut
memperkaya budaya bangsa ini.
c) Kepercayaan yang Mengakar Kuat
Faktor kepercayaan yang juga bisa
menjadi faktor keragaman budaya di
Indonesia. Kepercayaan yang mengakar kuat
juga bisa menjadi faktor beragamnya budaya
yang ada dunia, khususnya di Indonesia.
Misalnya: di Pulau Bali. Masyarakat Bali
yang masih memegang kepercayaan Hindu
sangat kuat memberikan keragaman dalam
hal budaya di Indonesia yang mayoritas
penduduknya adalah Muslim.
d) Ras
Faktor terakhir adalah ras yang
berdasarkan penelitian bisa dilihat dari ciri
tubuhnya. Namun, penelitian lain juga
menyatakan jika perbedaan ras juga bisa
dilihat dari rohani atau jiwanya. Hal inilah
yang membuat budaya di dunia semakin
beragam.
c. Fungsi dan Tujuan Budaya
Berdasarkan pengertian budaya yang sudah
dijelaskan di atas, budaya merupakan hasil dari
ide, gagasan serta tindakan dan karya yang
dihasilkan oleh manusia dalam kelompok
masyarakat di sebuah peradaban. Budaya dalam

78 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

masyarakat memiliki beberapa fungsi atau


kegunaan bagi masyarakat yang ada di peradaban
atau daerah tertentu. Berikut adalah beberapa
fungsi dari budaya.
1) Sebagai Identitas
Dari pengertian budaya yang sudah
disebutkan sebelumnya, budaya dalam
masyarakat berfungsi sebagai identitas.
Dengan demikian, adanya budaya adalah
identitas yang menunjukkan peradaban suatu
masyarakat atau sebuah negara. Identitas yang
dimaksud ini bisa menjadi pembeda dengan
bangsa atau kelompok masyarakat lain.
2) Sebagai Batas
Fungsi budaya selanjutnya adalah sebagai
batas. Dengan demikian, budaya menjadi
penentu batas-batas yang menciptakan adanya
perbedaan antara kelompok masyarakat atau
perbedaan antara bangsa satu dengan
kelompok atau bangsa lain. Adanya budaya
inilah yang membuat sebuah negara menjadi
unik.
3) Pembentuk Perilaku dan Sikap
Fungsi dari budaya adalah sebagai
pembentuk perilaku dan sikap. Budaya
merupakan wujud dari struktur sosial yang
berasal dari pemikiran dan gagasan manusia,
lalu dilakukan secara berulang hingga
kemudian membentuk sebuah kebiasaan.
Budaya dalam hal ini bertindak sebagai sebuah
mekanisme yang membuat kendali,
memberikan makna serta menuntun sekaligus
membentuk perilaku dan sikap dari
sekelompok masyarakat.
4) Sebagai Komitmen
Adanya budaya dalam kelompok masyarakat
berfungsi sebagai sebuah komitmen. Budaya

Pengantar Antropologi 79
Pengantar Antropologi

akan memfasilitasi komitmen atas suatu hal


dalam kelompok masyarakat yang bernilai
lebih besar dari kepentingan masing-masing
individu. Karena itu dibutuhkan budaya dalam
peradaban sebuah kelompok masyarakat.
5) Sebagai Media Komunikasi
Dalam budaya terdapat unsur bahasa, baik
berupa bahasa lisan maupun tulisan, yang
merupakan sarana komunikasi bagi manusia.
Ini jugalah yang menjadi fungsi dari budaya,
yakni sebagai media komunikasi. Budaya yang
terdiri atas berbagai bentuk bisa juga menjadi
media komunikasi yang digunakan untuk
menyampaikan pesan atau makna tertentu
melalui produk budaya tersebut, seperti
melalui budaya tari, musik dan lain
sebagainya.
d. Jenis-Jenis Budaya
Budaya memiliki berbagai macam jenis dan
dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai
kategori. Budaya yang ada dan berkembang di
Indonesia sebagai bentuk adanya peradaban
sehingga terbagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan wujudnya. Berikut ini adalah
beberapa jenis budaya yang ada di Indonesia:
1) Ide atau Gagasan
Jenis budaya yang pertama adalah budaya
yang berwujud gagasan atau ide. Gagasan
merupakan sebuah pola pikir, yang terbentuk
dari adanya ide-ide abstrak yang terkumpul
menjadi satu. Dalam hal ini dapat dikatakan
jika setiap manusia memiliki ekspektasi atas
semua hal yang dilihat serta dijalani dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Aktifitas
Jenis budaya selanjutnya berwujud
aktifitas. Adanya aktifitas yang melibatkan

80 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

interaksi antar sesama manusia atau anggota


dalam sebuah kelompok, jika dilakukan secara
berulang-ulang dapat menjadi kebiasaan.
Sesuai dengan apa yang dijelaskan sebagai
salah satu definisi budaya di atas, yang
menyebutkan jika budaya merupakan hasil dari
struktur sosial yang berasal dari pemikiran
manusia kemudian dilakukan secara berulang
hingga menjadi kebiasaan. Dari pengertian ini,
segala aktifitas dari kelompok atau golongan
manusia yang dilakukan secara berulang pun
bisa menjadi sebuah budaya yang berwujud
aktifitas.
3) Hasil Karya
Jenis selanjutnya dari budaya adalah hasil
karya yang merupakan sebuah peninggalan-
peninggalan budaya. Diantara berbagai jenis
budaya lainnya, hasil karya ini merupakan jenis
budaya yang dibagi berdasarkan wujudnya
yang memiliki bentuk paling kongkrit. Jenis ini
bisa dilihat, didengar maupun dirasakan seperti
berbagai. Seperti: tari, musik, sastra dan lain
sebagainya.

D. Dinamika Percampuran Ras dan Pengaruhnya Pada


Kebudayaan Manusia

Eurasia adalah penduduk yang memiliki darah


campuran Asia dan Eropa. Istilah tersebut awalnya
dipakai di India Britania (India, Bangladesh, Pakistan,
dan Myanmar) pada abad ke-19 untuk menyebut orang
yang lahir (biasanya) dari ayah Inggris dan ibu India.
Kalangan campuran tersebut kemudian disebut Anglo-
India. Selain Inggris, beberapa juga berdarah campuran
seperti: Portugis, Belanda, India, atau Perancis.
Meskipun istilah "Eurasia" terkadang masih
diterapkan kepada penduduk berdarah Eropa dan Asia
Selatan (termasuk penduduk Burgher dari Sri Lanka),

Pengantar Antropologi 81
Pengantar Antropologi

pada saat ini istilah tersebut lebih dipakai untuk


penduduk berdarah campuran Eropa dan Asia
Timur atau Tenggara. Istilah tersebut telah dipakai dalam
kesusastraan antropologi sejak 1960an. Istilah tersebut
juga dipakai untuk menyebut penduduk berdarah Asia
Tengah
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai
suku bangsa, yang masing-masing memiliki budaya yang
berbeda-beda. Perbedaan itulah yang menjadi ciri khas
dan keunggulan Indonesia. Di samping itu, Indonesia
menjadi unik karena budayanya yang beragam.
Keanekaragaman itu ditambah lagi dengan masuknya
unsur-unsur budaya asing ke Indonesia. Masuknya
budaya asing memperkaya warna kebudayaan Indonesia.
Budaya asing itu sendiri masuk melalui tiga macam cara
yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi (Rachman, 2013).
Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur
kebudayaan ke seluruh dunia. Proses difusi tidak hanya
dilihat dari berpindahnya unsur-unsur budaya dari satu
tempat ke tempat lain, akan tetapi dapat dilihat dari
proses dibawanya dan diterimanya kebudayaan tersebut
oleh individu.
Kata akulturasi diartikan sebagai proses
percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling
bertemu dan saling mempengaruhi atau proses masuknya
pengaruh kebudayaan asing terhadap suatu masyarakat,
sebagian menyerap secara selektif atau banyak unsur
kebudayaan asing itu dan sebagian berusaha menolak
pengaruh itu atau hasil pertemuan kebudayaan atau
bahasa di antara anggota dua bahasa masyarakat,
ditandai oleh peminjaman atau bilingualism.
Enkulturasi merupakan suatu proses pembudayaan,
dimana proses ini mentrasmisikan kultur dari satu
generasi ke generasi berikutnya, dengan kata lain generasi
baru mempelajari kultur sekaligus mewarisinya. Kultur
ditransmisikan melalui proses belajar. Proses ini
berlangsung sejak kecil dari lingkungan keluarga menuju
ke lingkungan yang lebih besar yakni masyarakat
(Latuheru dan Muskita, 2020).

82 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Asimilasi sebagai salah satu bentuk proses sosial


erat kaitannya dengan proses dan pertemuan dua
kebudayaan atau lebih. Sejak lama, para ahli antropologi
tertarik pada peristiwa pertemuan dua kebudayaan atau
lebih, terutama sejauh manakah hal tersebut dapat
menyebabkan perubahan, baik sosial maupun budaya.

Rangkuman

A. Suku bangsa merupakan golongan sosial yang ada di


masyarakat yang digunakan sebagai pembeda suatu
golongan satu dengan golongan yang lainnya.
Golongan ini umumnya mempunyai ciri khasnya
tersendiri yang dapat digunakan untuk membedakan
golongannya diantara golongan lainnya yang
berdasarkan kepada tempat dan asal usulnya serta
kebudayaannya. Disisi lain, suku bangsa ialah
penggabungan sosial yang terbedakan berdasar
golongan-golongan sosial di karenakan memiliki ciri
mendasar dari hubungan asal usul dan tempat tinggal
dan juga budaya yang ada di daerahnya. Faktor-faktor
pembentuk bangsa adalah primordial, sakral, tokoh,
sejarah, dan perkembangan ekonomi.
B. Pembagian ras-ras di dunia, sebagai berikut:
(1) Ras Mongoloid yaitu ciri khas utama yang dilihat
pada ras ini adalah rambut berwarna hitam yang
lurus, bercak mongol pada saat lahir, dan kelopak
mata yang unik yang disebut dengan istilah mata sipit.
Selain itu, perawakannya seringkali berukuran lebih
kecil dan pendek. (2) Ras Negroid yaitu adalah kulit
yang berwarna hitam dan rambut keriting golongan
bangsa yang termasuk dalam ras negroid, diantaranya:
African Negroid (Benua Afrika). Negrito (Afrika Tengah,
Semenanjung Melayu, Filipina). Melanisia (Papua dan
Melanisia). 3) Ras Kaukasoid yaitu ras yang biasa
disebut “berkulit putih”, namun hal ini tidak selalu
benar. Ras Kaukasoid ini sebagian besar menetap di
Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Pakistan, dan
India Utara. Keturunan mereka juga menetap di

Pengantar Antropologi 83
Pengantar Antropologi

Australia, Amerika Utara, sebagian dari Amerika


Selatan, Afrika Selatan dan Selandia Baru
C. Ras, Bahasa, dan Kebudayaan. (1) Ras adalah
sekelompok orang yang tinggal terisolasi di suatu
daerah yang menampilkan suatu bentuk ciri tubuh
tertentu. Bentuk ciri khas ini menjadi kuat karena
perkawinan sehingga cenderung menonjol dalam
bentuk fisik manusia dari suatu kelompok keturunan
tertentu. (2) Bahasa adalah sebagai alat berinteraksi
dengan manusia, alat untuk berpikir, serta
menyalurkan arti kepercayaan di masyarakat. Selain
sebagai alat komunikasi maupun berinteraksi, bahasa
juga memiliki arti penting sebagai metode
pembelajaran pada lingkup bahasa itu sendiri. Bahasa
juga berfungsi sebagai identitas suatu suku atau
bangsa karena keunikannya. Karena setiap suku atau
bangsa tentunya memiliki bahasa yang berbeda.
(3) Kebudayaan memiliki makna yang berkaitan
dengan akal, budi, adat istiadat dan tingkah laku
manusia. Budaya ini tumbuh di tengah masyarakat
dan diwariskan secara turun temurun. Pengertian
budaya bisa berkaitan dengan cara hidup sekelompok
manusia yang berkembang kemudian diwariskan
turun temurun.
D. Dinamika percampuran ras dan pengaruhnya pada
kebudayaan manusia sebagai berikut: Indonesia
adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa,
yang masing-masing memiliki budaya yang berbeda-
beda. Perbedaan itulah yang menjadi ciri khas dan
keunggulan Indonesia. Di samping itu, Indonesia
menjadi unik karena budayanya yang beragam.
Keanekaragaman itu ditambah lagi dengan masuknya
unsur-unsur budaya asing ke Indonesia. Masuknya
budaya asing memperkaya warna kebudayaan
Indonesia. Budaya asing itu sendiri masuk melalui tiga
macam cara yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi. (1)
Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur
kebudayaan ke seluruh dunia. Proses difusi tidak
hanya dilihat dari berpindahnya unsurunsur budaya
dari satu tempat ke tempat lain, akan tetapi dapat

84 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

dilihat dari proses dibawanya dan diterimanya


kebudayaan tersebut oleh individu. (2) Akulturasi
diartikan sebagai proses percampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling
mempengaruhi atau proses masuknya pengaruh
kebudayaan asing terhadap suatu masyarakat,
sebagian menyerap secara selektif atau banyak unsur
kebudayaan asing itu dan sebagian berusaha menolak
pengaruh itu atau hasil pertemuan kebudayaan atau
bahasa di antara anggota dua bahasa masyarakat.
(3) Asimilasi sebagai salah satu bentuk proses sosial
erat kaitannya dengan proses dan pertemuan dua
kebudayaan atau lebih. Sejak lama, para ahli
antropologi tertarik pada peristiwa pertemuan dua
kebudayaan atau lebih, terutama sejauh manakah hal
tersebut dapat menyebabkan perubahan, baik sosial
maupun budaya

Tugas/Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan suku bangsa? Berikut ini


adalah fenomena faktor pembentuk suku bangsa:
Pulau Lombok sejatinya adalah kampung halaman
dari Suku Sasak. Ini karena penduduk Sasak sudah
menghuni pulau ini selama berabad-abad, yaitu sejak
4.000 sebelum Masehi. Secara etimologi, banyak
anggapan bahwa nama Sasak berasal dari kata "sak-
sak" yang artinya satu atau utama. Hal ini
berhubungan dengan kitab Nagarakertagama oleh
Mpu Prapanca yang berisi catatan kekuasaan
Majapahit di abad ke-14. Di dalam kitab tersebut,
terdapat ungkapan "Lombok Sasak Mirah Adi" yang
diartikan sebagai "kejujuran adalah permata yang
utama". Menurut saudara fenomena tersebut
termasuk dalam faktor apa ?

Pengantar Antropologi 85
Pengantar Antropologi

2. Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3

Klasifikasikan ketiga gambar diatas masing-masing


sesuai dengan penggolongan ras menurut A.L. Krober
serta deskripsikan ciri khas masing-masing ras !
3. Jelaskan yang dimaksud dengan ras, bahasa, dan
budaya !
4. Amalgamasi adalah perkawinan antarras atau
antarsuku yang memiliki ciri fisik yang berbeda,
sehingga menjadi satu rumpun. Menurut saudara, apa
dampak dari adanya amalgamasi tersebut terhadap
kebudayaan masing-masing individu ?

86 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Daftar Pustaka

Arrasjid, C. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta:


Sinar Grafika.
Banton, M. 1998. Racial Theories. Cambridge: Cambridge
University Press.
Barth, F. 1998. Ethnic Groups and Boundaries: The Social
Organization of Culture Difference. Wisconsin:
Waveland Press.
Cohen, B. J. 2003. Theory and Practice of Psychiatry.
Oxford: Oxford University Press.
Dewantara, K. H. 1967. Pendidikan: Bagian
Pertama. Yogjakarta: Majelis Leluhur Taman Siswa.
Dunn, L. C., & Dobzhansky, T. 1946. Heredity, Race, and
Society. New York: Penguin
Eppink, A. 1979. Socio-Psychological Problems of Migrant
Children and Cultural Conflicts. International
Migration, 17(1/2), 87-119
Haviland, W. A. 2002. Cultural Anthropology. Belmont:
Wadsworth Publishing Company.
Herskovits, M. J. 1990. The Myth of the Negro Past. Boston:
Beacon Press.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: Balai Pustaka,
Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia. Jakarta: Djambatan
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Krober, A. L. 2004. Izbrannoe: Priroda Kul'tury (Selected:
The Nature of Culture). Moscow: ROSSPEN
Kroeber, A. L., & Kluckhohn, C. 1952. Culture: a Critical
Review of Concepts and Definitions. Papers. Peabody
Museum of Archaeology & Ethnology. Harvard
University.

Pengantar Antropologi 87
Pengantar Antropologi

Latuheru, RD., & Muskita, M. 2020. Enkulturasi Budaya


Panama. BADATI 2 (1), 107-113
Moedjanto, G. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya
oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Rachman, Maman. 2013. Pengembangan Pendidikan
Karakter Berwawasan Konservasi Nilai-Nilai Sosial.
FORUM ILMU SOSIAL 40(1)
Shadily, H. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Siminto. 2013. Pengantar Linguistik. Semarang: Cipta
Prima Nusantara
Soemardjan, S., & Soemardi, S. 1964. Setangkai Bunga
Sosiologi. Djakarta: Jajasan Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi.
Tylor, E. B. 1871. Primitive Culture: Researches Into The
Development Of Mythology, Philosophy, Religion, Art
And Custom. J. Murray Vol.2

88 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB VI
REKONSTRUKSI BUDAYA LOKAL DI
INDONESIA

A. Budaya Lokal

Para ahli kebudayaan memberi pengertian budaya


lokal sebagai berikut: Superculture, kebudayaan yang
berlaku bagi seluruh masyarakat, contohnya kebudayaan
nasional. Culture, lebih khusus, misalnya berdasarkan
golongan etnis, profesi, wilayah atau daerah, contohnya
budaya Sunda. Subculture, merupakan kebudayaan
khusus dalam sebuah culture, tetapi tidak bertentangan
dengan kebudayaan induknya, contohnya budaya gotong
royong. Counter-culture, tingkatannya sama dengan
subculture, yaitu bagian turunan dari culture, tetapi
counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan
induknya, contohnya budaya individualisme (Sulistiani,
2017).
Berdasarkan skema sosial budaya yang ada di
Indonesia, yang terdiri atas masyarakat yang bersifat
majemuk dalam struktur sosial, budaya dan ekonomi,
budaya lokal berada pada tingkat culture. Hal ini jika
dilihat dari struktur dan tingkatannya. Jacobus Ranjabar
dalam Keesing (2014) mengatakan bahwa dilihat dari sifat
majemuk masyarakat Indonesia, ada 3 golongan
kebudayaan yang masing-masing mempunyai corak
sendiri, yaitu: kebudayaan suku bangsa/kebudayaan
daerah, kebudayaan umum lokal dan kebudayaan
nasional. Kebudayaan suku bangsa, artinya sama dengan
budaya lokal atau budaya daerah, sedangkan kebudayaan
umum lokal bergantung pada aspek ruang, biasanya pada
ruang perkotaan ketika berbagai budaya lokal atau

Pengantar Antropologi 89
Pengantar Antropologi

daerah yang dibawa oleh setiap pendatang. Akan tetapi,


ada budaya dominan yang berkembang, yaitu budaya
lokal yang ada di kota atau tempat tersebut, sedangkan
kebudayaan nasional adalah akumulasi dari budaya
daerah (Keesing, 2014).
Berikut adalah pengertian budaya lokal menurut
para ahli:
1. Ismail
Budaya lokal adalah semua ide, aktivitas dan hasil
aktivitas manusia dalam suatu kelompok masyarakat
di lokasi tertentu. Budaya lokal tersebut secara aktual
masih tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
serta disepakati dan dijadikan pedoman bersama.
2. J.W. Ajawaila
Budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah
kelompok masyarakat lokal. Tetapi, tidak mudah
untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep
budaya lokal.
3. Irwan Abdullah
Budaya lokal adalah kebudayaan yang hampir
selalu terikat dengan batas-batas fisik dan geografis
yang jelas.
4. Mitchel
Budaya lokal adalah seperangkat nilai-nilai inti,
kepercayaan, standar, pengetahuan, moral hukum
dan perilaku yang disampaikan oleh individu-individu
dan masyarakat yang menentukan cara seseorang
berperasaan, bertindak dan menilai dirinya maupun
orang lain.
5. Lehman, Himstreet dan Batty
Budaya lokal sekumpulan pengalaman hidup yang
ada di dalam masyarakat yang sangat variatif
termasuk perilaku dan keyakinan atau kepercayaan
masyarakat itu sendiri.

90 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

6. Britannica
Budaya lokal adalah istilah yang menggambarkan
pengalaman kehidupan sehari-hari di tempat-tempat
tertentu yang bisa diidentifikasi.
Dengan demikian sumber budaya lokal bukan hanya
berupa nilai, aktivitas dan hasil aktivitas tradisional atau
warisan nenek moyang masyarakat setempat, namun juga
semua komponen atau unsur budaya yang berlaku dalam
masyarakat serta menjadi ciri khas dan atau hanya
berkembang dalam masyarakat tertentu.

B. Berbagai Budaya Lokal di Indonesia

Indonesia terkenal akan keragaman budayanya yang


terkenal hingga ke mancanegara. Bukan hanya terkenal
namun telah diakui dan masyarakat dunia ingin
mempelajari budaya Indonesia. Berikut budaya Indonesia
yang terkenal di mancanegara:
1. Kesenian Tradisional
Kesenian tradisional menjadi bagian hidup
masyarakat dalam suatu kaum atau suku bangsa
tertentu. Sebab kesenian tradisional merupakan aksi
dan tingkah laku yang terwujud alamiah karena
peninggalan dari nenek moyang. Berikut adalah
contoh kesenian tradisional:
a. Reog Ponorogo
b. Sendratari Ramayana
c. Batik
d. Ludruk
e. Tari Jaipong
f. Wayang Golek

Pengantar Antropologi 91
Pengantar Antropologi

2. Alat Musik Tradisional


Alat musik tradisional termasuk salah satu contoh
budaya di Indonesia yang biasa digunakan untuk
upacara adat dan berkembang secara turun-temurun
di suatu daerah atau wilayah tertentu.
a. Gamelan
b. Angklung
c. Sasando
3. Senjata Tradisional
Merupakan simbol pemegang kedudukan tertinggi
dalam tradisi atau adat istiadat. Setiap daerah di
Indonesia memiliki senjata tradisional masing-masing
yang digunakan bersamaan dengan pakaian adat
dalam pelaksanaan upacara adat. Berikut ini, contoh
senjata tradisional:
a. Keris
b. Klewang
c. Kujang
4. Pakaian Tradisional
Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian adat
yang berbeda-beda. Pakaian adat ini biasa digunakan
dalam ritual adat, tradisi adat, pernikahan atau acara
adat lainnya. Berikut ini, 3 contoh budaya lokal di
Indonesia yang berupa pakaian tradisional:
a. Kain Ulos
b. Baju Bodo
c. Baju Kurung
5. Lagu Daerah
Lagu daerah dinyanyikan serta dipopulerkan oleh
masyarakat di daerah tersebut. Lagu daerah sama
halnya dengan lagu kebangsaan yang bersifat
kedaerahan. Sehingga, lirik dan bahasanya pun sesuai
dengan asal daerah lagu tersebut. Indonesia sendiri
memiliki banyak lagu-lagu daerah, antara lain:

92 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

a. Bungong Jeumpa
b. Ampar-ampar Pisang
c. Injit-injit Semut
6. Rumah Adat
Rumah adat merupakan rumah yang dibangun
dengan cara sama dari generasi ke generasi dan tidak
sama sekali bahkan sedikit mengalami perubahan.
Rumah adat juga bisa diartikan sebagai rumah yang
dibangun berdasarkan kegunaan, fungsi sosial budaya
dan arti budayanya dari corak maupun gaya
bangunannya. Setiap daerah di Indonesia pasti
memiliki rumah adat yang berbeda-beda, sebagai
berikut:
a. Rumah Honai
b. Rumah Joglo
c. Rumah Gadang
7. Wirausaha Kerajinan
Wirausaha kerajinan di Indonesia banyak yang
sudah berhasil bahkan memiliki manfaat yang bisa
digunakan sampai saat ini. Contohnya adalah:
a. Batik Khas Berbagai Daerah di Indonesia
b. Kerajinan Pahat/Ukir
c. Kerajinan Anyam
d. Kerajinan Tenun

Pengantar Antropologi 93
Pengantar Antropologi

Gambar 6.1 Macam-macam Budaya Lokal Indonesia


Sumber: https://www.gurupendidikan.co.id/budaya/ pada
tanggal 24 November 2020 pukul 09.00 WITA

C. Rekonstruksi Budaya Lokal di Provinsi Nusa


Tenggara Barat (Sasambo, Arab, Tionghoa, Jawa,
dan Bali)

1. Suku SASAMBO (Sasak, Samawa, Mbojo)


Karakteristik budaya yang multietnik dari tiga
suku besar yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara
Barat, yang lebih dikenal dengan sebutan SASAMBO
(Sasak, Samawa, Mbojo). Suku Sasak adalah suku asli
dan kelompok etnik mayoritas di pulau Lombok.
Mereka meliputi lebih dari 90% keseluruhan
penduduk Lombok (Budiwanti, 2000) sedangkan Suku
Samawa dan Mbojo merupakan 2 suku besar yang ada
di Pulau Sumbawa. Di Pulau Lombok juga dihuni oleh
etnik Bali serta adanya campuran etnis maupun
budaya yang sudah ada sejak masa kerajaan dulu
seperti etnik Jawa, Melayu, Banjar, Bugis dan Mandar,
Timor, Cina dan Arab, yang memiliki adat istiadat
budaya dan bahasa masing-masing yang saling
berakulturasi satu dengan yang lainnya, sehingga
menggambarkan Provinsi Nusa Tenggara Barat

94 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

sebagai miniatur Indonesia dan mozaik budaya


nusantara
a. Suku Sasak merupakan suku bangsa yang
mendiami Pulau Lombok. Sebagian besar
masyarakat suku Sasak memeluk agama Islam dan
berbicara dengan Bahasa Sasak. Dalam hal
kepercayaan, ada yang berbeda antara Islam yang
diajarkan secara umum dengan Islam yang
dijalankan oleh Suku Sasak. Agama Islam yang
dipercayai sering disebut sebagai Islam Wetu Telu,
namun hanya 1% dari persebaran masyarakat asli
Suku Sasak yang melakukan ajaran ini. Meskipun
mengaku sebagai Muslim, masyarakat yang
memeluk kepercayaan ini terus memuja roh para
leluhur, berbagai dewa roh dan lain-lainnya di
dalam lokalitas mereka. Adat memainkan peran
dominan di kalangan komunitas Wetu Telu, dan
dalam beberapa hal praktek adat bertentangan
dengan Islam, seperti: memberi penghormatan
kepada leluhur di kuburan dan memuja roh-roh
mereka, kalangan ini memeliharanya sebagai
bagian dari tradisi keagamaan mereka (Budiwanti,
2000).
Seperti halnya dengan kebudayaan suku Bali
dan suku-suku lainnya yang ada di Indonesia,
suku Sasak juga memiliki beberapa kebudayaan
yang masih dipercaya dan dilaksanakan hingga
saat ini. Beberapa seni budaya yang berasal dari
suku Sasak adalah sebagai berikut: Kain tenun dan
budaya menenun serta adat istiadat dari suku
Sasak yang paling kerap dilihat adalah saat proses
pernikahan. Dalam prosesi pernikahan, seorang
wanita yang akan dinikahi oleh seorang laki laki
harus dilarikan dahulu kerumah keluarga dari
pihak laki laki, proses ini disebut sebagai merarik
atau pelarian. Pelarian merupakan tindakan nyata
untuk membebaskan gadis dari ikatan orang tua
serta keluarganya (Sumadi dkk, 2013).
Tradisi suku Sasak diantaranya seperti: Bau
nyale, legenda yang berkembang di Suku Sasak

Pengantar Antropologi 95
Pengantar Antropologi

yang menceritakan seorang putri yang berubah


menjadi Nyale (binatang laut sejenis cacing). Rebo
Bontong, hari yang dipercaya sebagai Suku Sasak
yang merupakan hari dimana datangnya bencana
serta penyakit. Akan ada upacara yang dilakukan
untuk memperingati hal tersebut. Bebubus Batu,
sebuah upacara yang dilakukan untuk meminta
berkah pada sang pencipta alam.
b. Suku Samawa
Tau samawa adalah orang asli penduduk dari
Pulau Sumbawa. Secara etimologi Tau samawa
berasal kata dari Tau yang berarti orang, Tana yang
berarti tanah, Samawa berasal dari kata sammava
(Bahasa Sanksekerta) artinya dari berbagai
penjuru (Akbar dan Putra, 2015). Kata Tau
Samawa mempunyai maksud tersendiri bagi
masyarakat di daerah tersebut. Masyarakat lokal
Sumbawa biasanya menggunakan sebutan Tana
Samawa untuk Pulau Sumbawa dan Tau Samawa
untuk penduduk Sumbawa. Suku Sumbawa atau
Tau Samawa yang mendiami Pulau Sumbawa
sebagai penduduk asli adalah pencampuran dari
berbagai daerah khususnya di Kepulauan Sunda
Kecil.
Berikut tradisi Suku Samawa: (1) Karaci
merupakan hiburan bagi para raja di Sumbawa.
Keahlian saling pukul dan menahan pukulan lawan
menjadi tontonan yang sangat menghibur. Inilah
awal mula karaci tersebar di masyarakat Sumbawa.
(2) Barapan kebo merupakan wujud rasa syukur
masyarakat Sumbawa kepada Yang Maha Kuasa,
sekaligus menjadi cara untuk menggemburkan
tanah. Barapan kebo adalah sebuah kesenian
tradisional dalam budaya masyarakat Kabupaten
Sumbawa yang berupa permainan rakyat. Dalam
Bahasa Indonesia, barapan adalah karapan dan
kebo yaitu kerbau jadi Barapan kebo berarti
karapan kerbau. Barapan kebo juga menjadi
penyambung tali silaturahmi masyarakat
Sumbawa. (3) Permainan barempuk disebut

96 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

permainan “baranak bawi”. Barempuk berarti


saling rempuk atau saling memukul antara dua
orang laki-laki yang besar dan kekuatannya
berimbang dengan masing-masing mengepalkan
tangkai bulir padi yang telah di potong di sawah.
Meskipun permainan barempuk dilakukan dengan
secara memukul namun tetap dalam suasana
kegembiraan, jadi bukanlah suatu perselisihan
atau perkelahian.

Gambar 6.2 Tradisi Permainan Barempuk atau “Baranak Bawi”


Sumber: https://www.genpilomboksumbawa.com

c. Suku Mbojo
Suku Mbojo atau dou Mbojo yang biasa pula
dinamakan Suku Bima. Mereka berdiam terutama
dalam wilayah Bima termasuk Pulau Sangeang dan
sebagian lainnya dalam wilayah Kabupaten
Dompu, di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Bunyamin, 2018). Di Bima mereka
merupakan kelompok yang jumlah dominan, yang
tersebar dalam 10 buah kecamatan, yaitu
Kecamatan Sanggar, RasanaE, Wera, Wawo, Woha,
Belo, Monta, Sape, Donggo, dan Bolo. Rimpu adalah
nama pakaian asal Suku Mbojo. Rimpu adalah
memakai sarung dengan melingkarkannya pada
kepala sehingga yang terlihat hanya wajah

Pengantar Antropologi 97
Pengantar Antropologi

pemakainya. Kebudayaan rimpu merupakan salah


satu hasil kebudayaan masyarakat Dompu-Bima.
Umumnya, kaum perempuan memakai rimpu
untuk menutup auratnya sebagaimana ajaran
Islam mengajarkan bahwa setiap kaum perempuan
yang sudah aqil balik harus menutup auratnya di
hadapan orang yang bukan muhrimnya. Ada dua
jenis busana rimpu yang di gunakan oleh
perempuan Dompu-Mbojo. Bagi perempuan yang
belum menikah memakai busana rimpu hanya
terlihat bagian mata dan telapak tangannya saja,
sedangkan bagi perempuan yang sudah menikah
atau berkeluarga memakai busana rimpu boleh
keliatan bagian wajah.
Adanya perbedaan penggunaan rimpu antara
yang masih gadis dengan yang telah bersuami,
sebenarnya secara tidak langsung menjelaskan
pada masyarakat terutama kaum pria tentang
status wanita, apakah wanita tersebut sudah
berkeluarga atau masih gadis, itulah yang unik dari
budaya rimpu Suku Mbojo tersebut.
2. Suku Arab
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat
keturunan Arab sejak abad ke-18 dan ke-19 yang
umumnya menjadi pedagang dan penyiar Islam.
Perdagangan di Pulau Lombok berpusat pada hasil-
hasil pertanian, khususnya beras, tembakau dan hasil
bumi lainnya, sedangkan di Pulau Sumbawa
perdagangan berpusat pada produk pertanian,
khususnya bawang dan kedelai serta ternak,
khususnya kerbau. Dalam perdagangan ternak,
pedagang Arab sangat berperan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur karena
berhubungan dengan konsumen di Pulau Jawa dan
luar negeri. Komunitas keturunan Arab ini dikoordinir
oleh Pemimpin Suku Arab sampai tahun 1950-an di
Pulau Lombok dan sampai penghapusan kesultanan
dan swapraja tahun 1960 di Pulau Sumbawa.
Pemimpin Suku Arab di Pulau Lombok berkedudukan

98 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

di kota pelabuhan Ampenan, sedangkan di Pulau


Sumbawa terdapat tiga kesultanan yaitu Kesultanan
Sumbawa, Kesultanan Dompu dan Kesultanan Bima.
Di kedua pulau itu penduduk keturunan Arab
tidak tinggal eksklusif dalam kampung-kampung yang
menyendiri, tetapi bercampur dengan penduduk lain
dengan rumah yang saling berdekatan. Walaupun
pedagang-pedagang Arab memiliki toko-toko di pasar
utama kota kabupaten, mereka tinggal berbaur
dengan penduduk lainnya, berbeda halnya dengan
pedagang-pedagang Tionghoa yang umumnya tinggal
pada rumah toko (ruko). Hal ini terutama disebabkan
oleh perlunya kegiatan keagamaan di mesjid-mesjid di
kampung dan juga karena seringnya terjadi
perkawinan campuran Suku Arab dengan penduduk
lokal.
Adanya unsur-unsur kegiatan agama Islam yang
dilakukan bersama-sama, perkawinan campuran dan
pemukiman yang sama ini membuat keturunan Arab
dianggap pribumi dan dibedakan dengan orang-orang
peranakan Tionghoa. Intensitas interaksi ini memang
meningkat setelah meningkatnya ”kampung-kampung
etnik” pada masa kolonial yang semakin mempercepat
proses asimilasi (Magenda, 2014)
3. Suku Tionghoa
Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak hanya
ditinggali Suku Sasak, Samawa dan Mbojo saja yang
merupakan suku asli. Tetapi, ada beberapa etnis yang
mendiami kawasan ini. Diantaranya etnis Arab,
Tionghoa dan juga Melayu. Ketiga etnis ini bahkan
mendiami di kawasan tersendiri. Misalkan di
perkampungan Melayu, perkampungan Arab dan juga
perkampungan Tionghoa. Etnis Tionghoa atau ‘Dengan
Cine’ (orang Cina), keberadaannya mampu
memberikan warna tersendiri dan telah mampu
merebut hati masyarakat asli. Etnis Tionghoa dengan
segala macam bentuknya secara tidak langsung telah
mempengaruhi perkembangan kultural di sebagian
besar wilayah Indonesia, mulai dari arsitektur, seni,

Pengantar Antropologi 99
Pengantar Antropologi

perdagangan, agama hingga perayaan ajaran


agamanya (diakses pada laman
https://ntb.kemenag.go.id/baca/1613440500/
imlek-akulturasi-budaya-dengan-cine-lek-lombok
pada tanggal 27 November 2020 pukul 10.00 WITA)
Imlek merupakan salah satunya. Perayaan tahun
baru Imlek merupakan perayaan tradisi tertua,
terpenting dan selalu dinanti dalam kehidupan
komunitas Tionghoa. Perayaan ini juga dikenal sebagai
chunjié (festival musim semi/spring festival), nónglì
xinnián (tahun baru), guònián atau sin tjia. Kata ‘Imlek’
berasal dari kata im yang berarti bulan, dan lek yang
berarti penanggalan berasal dari dialek Hokkian atau
Mandarinnya yin li yang berarti kalender bulan.
Sekaitan dengan perayaan Imlek, di beberapa tempat
telah mengalami akulturasi budaya, demikian juga
dengan beberapa daerah perayaan ditandai dengan
menyalakan kembang api, parade, dan barongsai. Tak
terkecuali di Lombok. Dengan Cine di Lombok sudah
menyatu dengan masyarakat setempat. Hal ini bisa
dilihat dengan adanya pernikahan dengan warga
Lombok. Mereka juga piawai berbahasa Sasak dan
memahami budaya serta adat istiadat di Lombok.
Meski tidak semuanya Muslim, namun jalinan
kekerabatan dan persaudaraan bisa terlihat.
Ketika Imlek datang, Dengan Cine Muslim Lombok
yang bermukim di seputaran Cakra, Praya atau pun
Gerung juga berbahagia karena even ini bisa dijadikan
sebagai ajang silaturrahim dengan keluarga Tionghoa
mereka. Berkumpul bersama keluarga besar disertai
jamuan makan dan pembagian angpao (THR)
sebagaimana perayaan Lebaran oleh kaum Muslim di
Indonesia pada umumnya.
4. Suku Jawa
Suku Jawa menjadi salah satu suku terbesar di
Indonesia, dengan jumlah sekitar 40,22% dari
populasi manusia di nusantara. Suku yang memiliki
banyak keunikan di bidang budaya, bahasa, dan
kuliner khasnya ini terkenal dengan sifat dan tutur

100 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

katanya yang halus (diakses pada laman


https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/04/07
/mengetahui-asal-usul-lahirnya-suku-jawa pada
tanggal 26 November 2020 pukul 10.00 WITA). Tidak
hanya bertempat tinggal di Pulau Jawa, Suku Jawa
juga tersebar di berbagai pelosok di Indonesia.
Peradaban suku Jawa termasuk maju. Hal ini dapat
dibuktikan karena adanya peninggalan kerajaan-
kerajaan besar yang berada di tanah Jawa, dan masih
dapat dilihat hingga kini. Misalnya Candi Borobudur,
Prambanan, Mendut, Singosari, dan sebagainya. Suku
Jawa telah tersebar di seluruh nusantara
Dalam percakapan sehari-hari, Suku Jawa
menggunakan bahasa Jawa. Bahasa daerah ini masih
lestari hingga kini dan di beberapa daerah menjadi
salah satu bidang studi di sekolah. Dalam
penggunaannya, bahasa Jawa memiliki beberapa
tingkat. Penggunaan tingkatan ini tergantung siapa
lawan bicaranya.
Tingkatan dalam bahasa Jawa, antara lain:
(1) Bahasa Jawa Ngoko, yaitu bahasa Jawa sehari-hari
yang tingkatannya berada di paling bawah. Bahasa ini
digunakan saat berbicara dengan yang usianya lebih
mudah. Di masa lalu juga digunakan kalangan
bangsawan atau kalangan atas dalam status sosial
masyarakat Jawa jika bicara kepada orang yang status
sosialnya berada di bawah mereka. (2) Bahasa Krama
Madya adalah bahasa Jawa yang dituturkan saat
berbicara dengan orang yang dianggap sederajat
dengan mereka. (3) Bahasa Krama Inggil, digunakan
saat bicara dengan orang yang lebih tua atau orang
yang dihormati, serta orang yang kedudukan sosialnya
berada di atas mereka.
5. Suku Bali
Suku Bali merupakan etnis terbesar kedua setelah
penduduk asli Sasak yang jumlahnya hampir 95%,
mereka lebih banyak bertempat tinggal di Kabupaten
Lombok Barat, terutama di sekitar Kota Mataram dan
Cakranegara (diakses pada laman

Pengantar Antropologi 101


Pengantar Antropologi

https://murdilalu.wordpress.com pada tanggal 26


November 2020 pukul 15.00 WITA). Keberadaan
mereka tidak salah jika diidentikkan dengan istilah
yang sering didengungkan yaitu “ada Bali di Pulau
Lombok”, hal ini tidak berlebihan, karena mereka
menerapkan adat-istiadat dari asal mereka di tengah-
tengah suku mayoritas. Sehingga terdapat istilah
tersendiri untuk menggambarkan keberadaan etnis
Bali di Pulau Lombok, yaitu “Penjelmaan Seribu Dewa
di Tengah-Tengah Seribu Masjid”. Selain mereka
membawa dan menerapkan budaya etnisnya, mereka
adalah masyarakat yang produktif dalam banyak hal.
Umat Hindu (Bali) di Pulau Lombok tersebar di
segala sektor kehidupan baik pemerintah maupun
swasta, dan hidup berdampingan/toleransi dengan
umat/suku lainnya. Aktivitas keagamaan/adat di Bali
juga bisa ditemui sehari-hari di Lombok pada
masyarakat Hindunya. Bahasa daerah Bali logat Bali
masih mudah di dengar di tempat-tempat umum dan
menjadi alat komunikasi keluarga. Seperti, bila ada
hari raya umat Hindu, umat Hindu di Lombok sangat
antusias dan marak merayakannya. Demikian halnya
saat hari raya Nyepi umat Hindu di Lombok juga
melaksanakannya termasuk juga menyelenggarakan
pawai Ogoh-ogoh. Organisasi tradisional Banjar juga
ada di beberapa tempat perkampungan Bali yang
tersebar di Kabupaten Lombok Barat dan Kota
Mataram. Seni tari dan gamelan gong Bali sering
digelar dalam acara-acara tertentu. Inilah suatu proses
difusi budaya yang merupakan sebagian kecil budaya
Bali yang dapat dilihat di Pulau Lombok.
Kesamaan/kemiripan tradisi budaya itu tidak saja
antara para umat Hindu tetapi juga antara para umat
Hindu dengan masyarakat Suku Sasak (Islam). Itu
dapat terlihat dalam: busana adat, seni teater/tari
cakepung, permainan tradisonal “perang rotan” yang
istilah Karangasem/Lombok disebut gebug/presean,
seni musik tradisional genggong, makan bersama
(istilah Karangasem/Lombok: megibung/gibungan),
menikah (istilah Karangasem/Lombok:

102 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

merangkat/merarik), dan juga banyak lagi tradisi


budaya lainnya yang sama. Kesamaan/kemiripan
tradisi budaya antara Bali dan Lombok tersebut, di
Pulau Bali sampai sekarang masih dilaksanakan
khususnya di Kabupaten Karangasem. Sedangkan di
Lombok baik masyarakat Bali (Hindu) maupun Sasak
(Islam) masih dilaksanakan secara turun–temurun
sampai sekarang.

Rangkuman

1. Pengertian budaya lokal sebagai berikut: Superculture,


kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat,
contohnya kebudayaan nasional. Culture, lebih
khusus, misalnya berdasarkan golongan etnis, profesi,
wilayah atau daerah, contohnya budaya Sunda.
Subculture, merupakan kebudayaan khusus dalam
sebuah culture, tetapi tidak bertentangan dengan
kebudayaan induknya, contohnya budaya gotong
royong. Counter-culture, tingkatannya sama dengan
subculture, yaitu bagian turunan dari culture, tetapi
counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan
induknya, contohnya budaya individualisme
2. Indonesia terkenal akan keragaman budayanya hingga
ke mancanegara. Bukan hanya terkenal namun telah
diakui dan masyarakat dunia ingin mempelajari
budaya Indonesia. Budaya Indonesia diklasifikasikan
sebagai berikut: kesenian tradisional, alat musik
tradisional, senjata tradisional, pakaian tradisional,
lagu daerah, rumah adat dan wirausaha kerajinan
3. Rekonstruksi budaya lokal di Provinsi Nusa Tenggara
Barat (Sasambo, Arab, Tionghoa, Jawa, Dan Bali). (1)
Suku Sasak merupakan suku bangsa yang mendiami
Pulau Lombok. Sebagian besar masyarakat suku
Sasak memeluk agama Islam dan berbicara dengan
Bahasa Sasak. Beberapa seni budaya yang berasal dari
suku Sasak adalah sebagai berikut: Kain tenun dan
budaya menenun, adat istiadat dari suku Sasak yang
paling kerap dilihat adalah proses pernikahan Sasak

Pengantar Antropologi 103


Pengantar Antropologi

(merariq), tradisi Bau nyale, tradisi bebubus batu. (2)


Suku Samawa adalah orang asli penduduk dari Pulau
Sumbawa. Suku ini memiliki tradisi seperti Karaci,
Barapan Kebo, dan Baranak Bawi. (3) Suku Mbojo atau
dou Mbojo yang biasa pula dinamakan Suku Bima.
Mereka berdiam terutama dalam wilayah Bima
termasuk Pulau Sangeang dan sebagian lainnya dalam
wilayah Kabupaten Dompu, di Pulau Sumbawa. Rimpu
adalah nama pakaian asal suku Mbojo, kaum
perempuan memakai rimpu untuk menutup auratnya
sebagaimana ajaran Islam. (4) Suku
Arab. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat
keturunan Arab sejak abad ke-18 dan ke-19 yang
umumnya menjadi pedagang dan penyiar Islam.
Perdagangan di Pulau Lombok berpusat pada hasil-
hasil pertanian, khususnya beras, tembakau dan hasil
bumi lainnya, sedangkan di Pulau Sumbawa
perdagangan berpusat pada produk pertanian,
khususnya bawang dan kedelai serta ternak,
khususnya kerbau. (5) Suku Cina. Etnis Tionghoa atau
‘Dengan Cine’ (orang Cina), keberadaannya mampu
memberikan warna tersendiri dan telah mampu
merebut hati masyarakat asli. Etnis Tionghoa dengan
segala macam bentuknya secara tidak langsung telah
mempengaruhi perkembangan kultural di sebagian
besar wilayah Indonesia, mulai dari arsitektur, seni,
perdagangan, agama hingga perayaan ajaran
agamanya. (6) Suku Jawa menjadi salah satu suku
terbesar di Indonesia, dengan jumlah sekitar 40,22%
dari populasi manusia di nusantara. Suku yang
memiliki banyak keunikan di bidang budaya, bahasa,
dan kuliner khasnya terkenal dengan sifat dan tutur
katanya yang halus. Dalam percakapan sehari-hari,
Suku Jawa menggunakan bahasa Jawa. Bahasa
daerah ini masih lestari hingga kini dan di beberapa
daerah menjadi salah satu bidang studi di sekolah. (7)
Suku Bali merupakan etnis terbesar kedua setelah
penduduk asli Sasak yang jumlahnya hampir 95%,
mereka lebih banyak bertempat tinggal di Kabupaten
Lombok Barat, terutama di sekitar Kota Mataram dan
Cakranegara. Umat Hindu (Bali) di Pulau Lombok

104 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

tersebar di segala sektor kehidupan baik pemerintah


maupun swasta, dan hidup berdampingan/toleransi
dengan umat/suku lainnya

Tugas/Latihan

1. Jelaskan yang dimaksud dengan budaya lokal! budaya


memiliki 3 tingkatan yaitu Superculture, Culture,
Subculture, dan Counter-culture. Menurut saudara,
budaya lokal termasuk dalam tingkatan apa? Mengapa
demikian ?
2. Budaya Indonesia telah terkenal hingga ke
mancanegara. Sebutkan apa saja budaya lokal di
Indonesia dan berilah masing-masing contohnya 3 saja
!
3. Berilah fenomena rekonstruksi budaya lokal di
Provinsi Nusa Tenggara Barat (1 saja berbeda dari yang
tertera di contoh) di sekitar lingkungan tempat tinggal
saudara !

Pengantar Antropologi 105


Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Akbar, Dzaari Qolbii dan Putra, Tommy Gustiansyah.


2015. SUKU SUMBAWA (TAU SAMAWA). Fakultas
Seni Rupa dan Desain. Institut Seni Indonesia
Budiwanti, Erni. 2000. Islam Sasak: Wetu Telu Versus
Waktu Lima. Yogyakarta: LKiS
Bunyamin. 2018. AMPA FARE Tradisi Menyimpan Padi
Masyarakat Wawo Nusa Tenggara Barat. Jakarta:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
https://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia pada
tanggal 26 November 2020 pukul 09.00 WITA
https://murdilalu.wordpress.com pada tanggal 26
November 2020 pukul 15.00 WITA
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/04/07/m
engetahui-asal-usul-lahirnya-suku-jawa pada
tanggal 26 November 2020 pukul 10.00 WITA
https://www.gurupendidikan.co.id/budaya/ pada
tanggal 24 November 2020 pukul 09.00 WITA
Keesing, Roger M. 2014. Teori-Teori Tentang Budaya.
ANTROPOLOGI INDONESIA
Magenda, Burhan D. 2005. Dinamika Peranan Politik
Keturunan Arab di Tingkat Lokal. ANTROPOLOGI
INDONESIA 29(2)
Sulistiani. 2017. Model Pembelajaran Berbasis Budaya
Lokal dalam Membentuk Jiwa. Profetik-Patriotik
Peserta Didik. Prosiding Konferensi Nasional
Kewarganegaraan III
Sumadi, I Wayan Suca; Jayanti, I Gusti Ngurah; Geria,
Anak Agung Rai. 2013. Tradisi Nyongkol dan
Eksistensinya di Pulau Lombok. Yogyakarta: Penerbit
Ombak

106 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB VII
BUDAYA, MENTALITAS, DAN
PEMBANGUNAN

A. Ciri-ciri Manusia Indonesia

Menurut Lubis (2008) tentang ciri manusia


Indonesia yang mengundang kontroversi karena terjadi
pro dan kontra sebagai berikut:
1. Hipokritis/Munafik
Apabila berkata bohong, apabila berjanji ingkar, dan
apabila dipercaya khianat. Tidak konsistennya antara
perkataan dengan perbuatan. Berpura-pura, lain di
muka, lain di belakang, terjadi karena mereka dipaksa
oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk
menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya
atau dipikirkannya atau pun yang sebenarnya
dikehendakinya, karena takut akan mendapat
ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.
2. Segan dan enggan bertanggung jawab
Segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatan,
keputusan, perilaku, pemikiran, dan sebagainya.
“Bukan saya” adalah kalimat yang cukup populer pula
di mulut manusia Indonesia. Jika terjadi kegagalan
terhadap dirinya, manusia lndonesia cenderung
melemparkan kegagalan itu sebagai akibat perbuatan
orang lain.

Pengantar Antropologi 107


Pengantar Antropologi

3. Feodal
Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan
Indonesia ialah untuk membebaskan manusia
Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam
bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri
dan masyarakat manusia Indonesia.
4. Masih percaya pada tahayul
Apabila dulu manusia Indonesia percaya pada
kekuatan pohon, keris, gunung, maka saat ini
manusia Indonesia membuat mantera dan semboyan
baru, jimat-jimat baru: Tritura, Ampera, Orde Baru,
the rule of law. Manusia Indonesia sangat mudah
cenderung percaya pada menara dan semboyan dan
lambang yang dibuatnya sendiri.
5. Artistik
Manusia Indonesia dekat dengan alam, hidup lebih
banyak dengan naluri, dengan perasaannya, dengan
perasaan-perasaan sensualnya, dan semuanya untuk
mengembangkan daya artistik yang besar dalam
dirinya yang dituangkan dalam segala rupa ciptaan
artistik. Ciri ini adalah yang paling menarik dan
mempersonakan, dan merupakan sumber dan
tumpuan harapan bagi masa depan manusia
Indonesia
6. Punya watak lemah.
Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat
mempertahankan atau memperjuangkan
keyakinannya sehingga mudah, apalagi jika dipaksa,
dan demi untuk “survive”, bersedia mengubah
keyakinannya. Mudah dipaksa berubah keyakinannya
demi kelangsungan hidupnya. Watak lemah ini erat
kaitannya dengan munafik di atas.
Koentjaraningrat (2009) menambahkan ciri sifat
mentalitas bangsa Indonesia yaitu:
(1) suka meremehkan mutu, (2) suka menerabas, (3) tidak
percaya pada diri sendiri, (4) tidak berdisiplin murni, dan
(5) suka mengabaikan tanggungjawab.

108 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Gambar. 7.1 Antrian Bantuan Langsung Tunai (BLT)


Sumber: https://www.antarafoto.com/

B. Mental Bangsa Indonesia

Dalam masa post-revolusi, jika kemerdekaan formal


sudah tercapai, timbul banyak masalah lain, dan
biasanya mulai dengan segera. Menurut Koentjaraningrat,
dibelakang kemunduran-kemunduran dalam kehidupan
ekonomi dan sosial budaya, dalam zaman post-revolusi
timbul beberapa kelemahan dalam mentalitas banyak
orang Indonesia yang lebih menjauhkan kita dari jiwa
pembangunan (Koentjaraningrat, 2009). Rendahnya
mentalitas pembangunan setelah reformasi yaitu: sifat
mentalitas yang meremehkan mutu, suka menerabas,
tidak percaya pada diri sendiri, sifat tidak disiplin murni,
dan sifat mentalitas yang suka mengabaikan
tanggungjawab.
Setiap manusia sejak kecil telah diresapi dengan
nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya,
sehingga konsepsi-konsepsi itu sejak lama telah berakar
dalam alam jiwa mereka. Nilai-nilai budaya yang
terbentuk tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui
proses panjang. Mentalitas Indonesia seperti pada zaman
sekarang tidak terlepas dari pengaruh zaman penjajahan
kolonial, sehingga membentuk identitas masyarakat

Pengantar Antropologi 109


Pengantar Antropologi

Indonesia. Mentalitas bukan suatu konsep ilmiah dengan


suatu arti yang ketat. Istilah mentalitas diartikan sebagai
keseluruhan dari isi serta kemampuan alam pikiran dan
alam jiwa manusia dalam hal menanggapi lingkungannya.
Menurut Sutrisno (2007), garis panjang sejarah
Indonesia dalam masa kolonialisme mengantarkan
bangsa ini menjadi bangsa perbudakan. Perbudakan pada
zaman kolonialisme menjadikan mentalitas Indonesia
menjadi feodalisme. Cara berpikir orang Indonesia adalah
cara berpikir dengan sifatnya yang pasrah, mudah
menyerah pada nasib dan percaya pada tahayul. Sikap itu
berdasar dari pola hidup yang berdasarkan mistik. Orang
semacam itu adalah orang yang tidak bisa diajak berpikir,
menyerah begitu saja pada alam. Akibatnya alam atau
realitas tidak diubahnya, tak percaya pada diri sendiri
serta mudah dieksploitasi oleh mereka yang sudah bisa
berpikir aktifrasional (Sutrisno, 2007).
Kita memang patut bangga dan kagum atas
semangat spontan dari rakyat dan para pejuang
kemerdekaan, yang dengan suatu revolusi fisik telah
berhasil mencapai suatu tahap yang konkret dalam proses
pembentukan bangsa. Sebaliknya, revolusi yang dialami
Indonesia, serupa dengan semua revolusi yang pernah
terjadi dalam sejarah manusia, telah membawa akibat-
akibat postrevolusi berupa kekerasan-kekerasan fisik dan
mental dalam mayarakat bangsa Indonesia.
Dalam masa post-revolusi, kalau kemerdekaan
formal sudah tercapai, timbul banyak masalah lain, dan
biasanya mulai dengan segera, suatu proses yang oleh
para ahli ilmu politik disebut proses dekolonisasi.
Masalah postrevolusi dan dekolonisasi yang dalam negara
kita berlangsung terlampau lama, telah mengakibatkan
bahwa usaha untuk merehabilitasi prasarana ekonomi
diabaikan semakin menambah keberantakan ekonomi.
Zaman revolusi menumbuhkan sifat-sifat kelemahan bagi
bangsa Indonesia (Mansyur, 2008), diantaranya:
1. Mentalitas yang meremehkan mutu
Kebutuhan akan kualitas dari hasil karya dan rasa
peka terhadap mutu, sudah hampir hilang. Hal ini

110 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

terjadi akibat dari kemiskinan yang melanda bangsa


kita dalam waktu yang cukup lama. Dengan demikian,
kita tidak sempat untuk memikirkan mengenai mutu
dari pekerjaan yang dihasilkan dan mutu dari barang
dan jasa yang kita konsumsi. Mentalitas yang
meremehkan mutu juga disebabkan karena proses
penyebaran, peluasan, pemerataan, dan extensifikasi
dari sistem pendidikan yang tidak diiringi dengan
perlengkapan yang memadai pada prasarana-
prasarana pendidikan.
2. Mentalitas yang suka menerabas
Mentalitas yang bernafsu untuk mencapai
tujuannya secepat-cepatnya tanpa banyak kerelaan
berusaha dari permulaan secara langkah demi
selangkah, untuk mudahnya dapat disebut sebagai
“mentalitas menerabas”, merupakan akibat dari
mentalitas yang meremehkan mutu. Mentalitas
menerabas bukan suatu akibat dari sikap tidak sadar
kualitas, sebaliknya mentalitas meremehkan mutu
atau kualitas terlahir dari mentalitas yang suka
menerabas. Menurut Koentjaraningrat, keduanya
saling berpengaruh, tetapi yang terang ialah bahwa
kedua-keduanya juga disebabkan oleh gejala krisis
norma-norma.
3. Sifat yang tidak percaya diri sendiri
Sikap tak percaya terhadap diri sendiri yang
memburuk itu adalah rupa-rupanya suatu
konsekuensi dari suatu rangkaian kegagalan,
terutama dalam bidang usaha pembangunan, yang
dialami oleh bangsa Indonesia dalam zaman post-
revolusi, sejak saat tercapainya kemerdekaan sampai
sekarang. Dalam zaman kolonial nilai-budaya itu telah
menimbulkan rasa kekurangan akan kemampuan
sendiri, dibandingkan dengan si penjajah berkulit
putih.
4. Sifat tidak berdisiplin murni
Sifat tidak berdisiplin secara murni juga
merupakan suatu sifat yang tampak memburuk,

Pengantar Antropologi 111


Pengantar Antropologi

justru dalam zaman setelah revolusi, yang merupakan


salah satu pangkal mula-mula daripada banyak
masalah sosial budaya yang sekarang ini tampak
dalam masyarakat kita.
5. Sifat tidak bertanggung jawab
Dalam zaman kolonial dahulu, orang diajarkan
bagaimana bertanggung jawab, dan memang banyak
orang zaman itu memperlihatkan rasa tanggung jawab
terhadap pekerjaannya walaupun sebagian besar
memperlihatkan rasa itu karena takut kepada
atasannya yang tidak akan ragu-ragu menjatuhkan
sangsi-sangsi yang keras. Dalam proses penjebolan
norma-norma kolonial, norma-norma yang juga
penting dalam hubungan dengan memupuk rasa
tanggung jawab itu, ikut terjebol.
Kalau ditinjau dari sudut yang dimaksudkan oleh
Koentjaraningrat, maka sifat tidak adanya rasa
tanggung jawab sekarang ini sebenarnya dapat pula
dikembalikan kepada nilai-budaya tradisional yang
terlampau banyak orientasi vertikal itu tadi, sehingga
tanggung jawab terhadap kewajiban itu hanya kuat
apabila ada pengawasan yang keras dari atas. Dengan
kendornya pengawasan dari norma-norma itu, maka
hilang pulalah rasa tanggung jawab. Menurunnya rasa
tanggung jawab dapat disamakan dengan
menurunnya rasa disiplin yang akhir-akhir ini juga
tampak sebagai suatu gejala yang meluas dalam
masyarakat Indonesia.

C. Mentalitas dan Pembangunan

Mentalitas yang relevan untuk pembangunan


adalah mentalitas yang memiliki ciri sebagai berikut:
menilai tinggi orientasi masa depan, hasrat eksplorasi
untuk mempertinggi kapasitas berinovasi, orientasi ke
arah achievement dari karya, berusaha atas kemampuan
sendiri, percaya kepada diri sendiri, dan berani
bertanggungjawab sendiri (Koentjaraningrat, 2009).

112 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Namun ciri mentalitas tersebut belum dimiliki sebagian


besar masyarakat Indonesia. Apabila masyarakat
Indonesia memiliki mentalitas seperti yang tertera diatas,
maka dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia
yang dapat membawa negara Indonesia menuju pada
perkembangan pembangunan negara. Sebab terdapat
perubahan perkembangan negara di tataran global,
khususnya di bidang teknologi, transportasi, dan
telekomunikasi. Namun, hal ini dapat terhambat apabila
masyarakat Indonesia masih memiliki mentalitas yang
tidak menyesuaikan diri perkembangan sektor
pembangunan tersebut.

Gambar 7.2 Mahasiswa Aksi Tolak Omnibus Law


Sumber: cnnindonesia.com
Menurut Koentjaraningrat terdapat 2 jenis
mentalitas dalam masyarakat Indonesia, yaitu:
a. Mentalitas yang cocok dengan jiwa pembangunan
1. Tidak berspekulasi tentang hakikat kehidupan,
karya, dan hasil karya manusia, tetapi manusia itu
bekerja keras untuk dapat makan.
2. Menghargai waktu, artinya selalu
memperhitungkan tahapan-tahapan aktivitas
dalam lingkaran waktu.

Pengantar Antropologi 113


Pengantar Antropologi

3. Tidak merasa tunduk pada alam, sebaliknya juga


tidak merasa mampu menguasainya. Hidup harus
selaras dengan alam sekelilingnya.
4. Memiliki rasa kehidupan bersama. Pada
hakikatnya manusia tidak berdiri sendiri
melainkan selalu membutuhkan bantuan dari
sesamanya. Hanya saja sisi negatifnya adalah
jangan dengan sengaja berusaha menonjolkan diri
diatas orang lain.
b. Mentalitas yang tidak cocok dengan jiwa
pembangunan
1. Tidak bersumber kepada suatu nilai yang
berorientasi terhadap hasil karya manusia, tetapi
hanya terhadap amal dari karya (ibarat orang
sekolah, tidak mengejar pengetahuan dan
keterampilan, melainkan mengejar ijazahnya saja).
2. Terdapat rasa sentimen yang agak berlebihan
terhadap benda-benda pusaka nenek moyang,
mitologi dan banyak hal mengenai masa lampau.
Hal ini bukannya melemahkan mentalitas, hanya
saja suatu orientasi yang terlampau banyak
terarah ke zaman dulu akan melemahkan
kemampuan seseorang untuk melihat masa depan.
3. Berspekulasi tentang masalah hubungan
antarmanusia dengan alam, serta terlalu
menggantungkan diri pada nasib. Dalam
menghadapi kesulitan hidup cenderung berlari ke
alam kebatinan (klenik).
4. Mentalitas yang orientasinya mengarah pada orang
yang berpangkat tinggi, senior, dan orang-orang
tua, sehingga hasrat untuk berdiri sendiri dan
berusaha sendiri masih lemah. Seperti: rendahnya
disiplin pribadi yang murni, orang cenderung taat
jika ada pengawasan dari atas. Juga
mentalitas yang selalu menunggu restu dari
atasan.

114 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

5. Sifat - sifat kelemahan yang bersumber pada


kehidupan keragu-raguan dan hidup tanpa
orientasi yang tegas, antara lain:
(1) Sifat mentalitas yang meremehkan mutu
(2) Sifat mentalitas yang suka mengambil jalan
pintas
(3) Sifat kurang percaya diri
(4) Sifat tidak berdisiplin murni
(5) Sifat mentalitas yang suka mengabaikan
tanggung jawab yang kokoh

Rangkuman

A. Terdapat ciri manusia Indonesia yang menimbulkan


kontroversi karena terjadi pro dan kontra menurut
Mochtar Lubis, sebagai berikut: (1) Hipokritis/Munafik
yaitu apabila berkata bohong, apabila berjanji ingkar,
dan apabila dipercaya khianat, (2) Segan dan enggan
bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya,
kelakukannya, pikirannya, dan sebagainya. “Bukan
saya” adalah kalimat yang cukup populer pula di
mulut manusia Indonesia, (3) Feodal dalam bentuk-
bentuk baru makin berkembang dalam diri dan
masyarakat manusia Indonesia, (4) Masih percaya
pada tahayul yaitu apabila dulu manusia Indonesia
percaya pada kekuatan pohon, keris, gunung, maka
saat ini manusia Indonesia membuat mantera dan
semboyan baru, jimat-jimat baru: Tritura, Ampera,
Orde Baru, the rule of law, (5) Artistik yaitu manusia
Indonesia dekat dengan alam. Dia hidup lebih banyak
dengan naluri, dengan perasaannya, dengan
perasaan-perasaan sensualnya, dan semuanya untuk
mengembangkan daya artistik yang besar dalam
dirinya yang dituangkan dalam segala rupa ciptaan
artistik, (6) Punya watak lemah yaitu karakter kurang
kuat. Manusia Indonesia kurang kuat

Pengantar Antropologi 115


Pengantar Antropologi

mempertahankan atau memperjuangkan


keyakinannya
B. Masalah postrevolusi dan dekolonisasi yang dalam
negara kita berlangsung terlampau lama, telah
mengakibatkan bahwa usaha untuk merehabilitasi
prasarana ekonomi diabaikan semakin menambah
keberantakan ekonomi. Zaman revolusi
menumbuhkan sifat-sifat kelemahan bagi bangsa
Indonesia (Mansyur, 2008), diantaranya: rendahnya
mentalitas pembangunan setelah reformasi yaitu sifat
mentalitas yang meremehkan mutu, suka menerabas,
tidak percaya pada diri sendiri, sifat tidak disiplin
murni, dan sifat mentalitas yang suka mengabaikan
tanggungjawab.
C. Mentalitas yang relevan untuk pembangunan
dikatakan oleh Koentjaraningrat (2009) adalah menilai
tinggi orientasi masa depan, hasrat eksplorasi untuk
mempertinggi kapasitas berinovasi, orientasi ke arah
achievement dari karya, berusaha atas kemampuan
sendiri, percaya kepada diri sendiri, dan berani
bertanggungjawab. Kemudian, menurut
Koentjaraningrat pula terdapat mentalitas yang cocok
dengan jiwa pembangunan seperti tidak berspekulasi
tentang hakikat kehidupan, karya, dan hasil karya
manusia, menghargai waktu, tidak merasa tunduk
pada alam, memiliki rasa kehidupan bersama.
Sedangkan, mentalitas yang tidak cocok dengan jiwa
pembangunan adalah tidak bersumber kepada suatu
nilai yang berorientasi terhadap hasil karya manusia,
terdapat rasa sentimen yang agak berlebihan terhadap
benda-benda pusaka nenek moyang, berspekulasi
tentang masalah hubungan antarmanusia dengan
alam, serta terlalu menggantungkan diri pada nasib,
mentalitas yang orientasinya mengarah pada orang
yang berpangkat tinggi, sifat keragu-raguan dan hidup
tanpa orientasi yang tegas

116 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Tugas/Latihan

1. Malas-malasan dalam bekerja, suka meremehkan


atasan, dan sering lepas tanggung jawab. Sikap buruk
tersebut dapat mempengaruhi kinerja pegawai lain
untuk mengikuti perilaku seperti itu. Oleh karena itu,
pegawai yang memiliki sikap demikian dapat segera
ditegur secara langsung supaya dapat menjadi pribadi
yang lebih baik. Apabila terdapat rekan kerja yang
kerap mengabaikan tanggung jawab maka untuk
bersikap tegas padanya. Menurut saudara, termasuk
kedalam ciri manusia Indonesia menurut Mochtar
Lubis tipe apa fenomena tersebut? Jelaskan alasannya
!
2. Praktek-praktek investasi asing berdampak besar
terhadap eksistensi sumber daya alam di Indonesia
yang semakin lama semakin habis terkikis.
Memanglah dalam pengelolaannya Indonesia yang
tergolong sebagai negara berkembang masih
membutuhkan bantuan dari negara-negara lain yang
notabene memiliki sumber daya manusia dan
teknologi yang lebih maju. Namun, yang terjadi para
pihak asing tersebut hanyalah memanfaatkan peluang
ini untuk mengeruk kekayaan alam yang dimiliki oleh
Indonesia. Hal ini seperti yang terjadi dalam kasus PT
Freeport Indonesia. Menurut saudara, termasuk
kedalam sifat-sifat kelemahan bagi bangsa Indonesia
tipe apa fenomena tersebut? Jelaskan alasannya
3. Berikan salah satu contoh fenomena mengenai
mentalitas manusia yang cocok dengan jiwa
pembangunan!

Pengantar Antropologi 117


Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Lubis, Mochtar. 2008. Manusia Indonesia: Sebuah
Pertanggung Jawaban. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Semma, Mansyur. 2008. Negara dan Korupsi: Pemikiran
Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia, dan
Perilaku Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Sutrisno, M. 2007. Cultural Studies: Tantangan Bagi Teori-
Teori Besar Kebudayaan. Depok: Koekoesan.

118 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB VIII
KEBUDAYAAN DAN INTEGRASI
NASIONAL

A. Konsep Integrasi Nasional

Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration”


yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi
sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara
unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi
sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat
memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-
nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu
integrasi dan nasional. Istilah integrasi mempunyai arti
pembauran/penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang
utuh/bulat. Istilah nasional mempunyai pengertian
kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, seperti cita-cita
nasional serta hal-hal yang menyangkut bangsa dapat
berupa adat istiadat, suku, warna kulit, keturunan,
agama, budaya, wilayah/daerah dan sebagainya.
Sehubungan dengan penjelasan kedua istilah di
atas maka integrasi nasional mempunyai pengertian:
Suatu proses penyatuan atau pembauran berbagai
aspek sosial budaya ke dalam kesatuan wilayah dan
pembentukan identitas nasional atau bangsa yang
harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan,
keserasian dan keseimbangan dalam mencapai tujuan
bersama sebagai suatu bangsa.

Pengantar Antropologi 119


Pengantar Antropologi

Di Indonesia istilah integrasi masih sering


disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi,
padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan.
Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi
sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran
dapat berarti penyesuaian antar dua atau lebih
kebudayaan mengenai beberapa unsur kebudayaan
(cultural traits) yaitu masyarakat yang berbeda atau
bertentangan, dibentuk menjadi suatu sistem
kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah
melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan
baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada
dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan
tradisional tertentu. Cara penanggulangan masalah
konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari
unsur-unsur kebudayaan baru dan lama. Perihal inilah
yang disebut sebagai integrasi sosial (Demartoto, 2015).
Integrasi nasional adalah usaha dan proses
mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada pada
suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional. Indonesia merupakan
bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun
wilayahnya. Di satu sisi, dapat membawa dampak positif
bagi bangsa karena dapat memanfaatkan kekayaan alam
Indonesia secara bijak atau mengelola potensi budaya
yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat. Disisi lain,
hal ini dapat menimbulkan masalah yang baru, sebab
wilayah dan budaya yang melimpah akan menghasilkan
karakter atau manusia yang berbeda-beda sehingga dapat
mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Integrasi secara politis berarti penyatuan berbagai
kelompok budaya dan sosial dalam kesatuan wilayah
nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
Integrasi secara antropologis berarti proses penyesuaian
di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda
sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam
kehidupan masyarakat.

120 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Tentang integrasi, Rofii (2020) memberikan lima


definisi mengenai integrasi yaitu:
a. Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai
kelompok budaya dan sosial dalam suatu wilayah,
serta proses pembentukan identitas nasional,
membangun rasa kebangsaan dengan cara
menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang yang
lebih sempit.
b. Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan
wewenang kekuasaan nasional pusat diatas unit-unit
sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompok-
kelompok sosial budaya masyarakat tertentu.
c. Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan
antara pemerintah dengan yang diperintah.
Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi
dan nilai pada kelompok elit dan massal
d. Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap
nilai yang minimum yang diperlukan dalam
memelihara tertib sosial.
e. Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku
yang terintegrasi dan yang diterima demi mencapai
tujuan bersama

Gambar 8.1 Kerukunan Antar Umat Beragama


Sumber: https://www.maxmanroe.com/
Integrasi nasional adalah usaha dan proses
mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada pada
suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan
keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui,

Pengantar Antropologi 121


Pengantar Antropologi

Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari


kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi, hal ini
membawa dampak positif bagi bangsa karena masyarakat
dapat memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara
bijak atau mengelola budaya yang melimpah untuk
kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah
keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah
yang baru. Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang
melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia
manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam
keutuhan bangsa Indonesia.
Konsep integrasi nasional terbagi secara vertikal
dan secara horizontal, yaitu: konsep integrasi nasional
secara vertikal mencakup bagaimana mempersatukan
rakyat dengan pemerintah yang hubungannya terintegral
secara vertikal. Konsep ini juga mencakup bagaimana
menyatukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Konsep integrasi nasional secara horizontal mencakup
bagaimana menyatukan rakyat Indonesia yang tingkat
kemajemukannya cukup tinggi. Bagaimana membangun
identitas kebangsaan yang sama meskipun masyarakat
memiliki jati diri golongan, agama, etnis dan lain lain yang
berbeda.
Syarat-syarat integrasi yaitu: (1) anggota
masyarakat merasa bahwa mereka semua berhasil untu
saling mengisi kebutuhan–kebutuhan yang satu dengan
yang lainnya. (2) terciptanya kesepakatan bersama
mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial yang
dilestarikan dan dijadikan sebagai pedoman. (3) norma-
norma dan nilai-nilai sosial yang di jadikan aturan yang
baku dalam melangsungkan proses integrasi.
Sedangkan menurut Usman (2004), syarat
integrasi adalah sebagai berikut: (1) masyarakat dapat
menentukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental
yang dapat dijadikan rujukan bersama. (2) masyarakat
terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki “cross
cutting loyality”. (3) masyarakat saling ketergantungan di
antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya,
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.

122 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Faktor-faktor pembentuk integrasi nasional adanya


faktor sejarah sebagai nasib bangsa terjajah. Rasa cinta
tanah air dari warga negara. Keinginan untuk bersatu
sesuai dengan peristiwa sumpah pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. Adanya kesepakatan dan konsensus
nasional berupa lagu kebangsaan dan bendera.
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional yaitu:
(1) adanya ancaman dari luar seperti terorisme. (2) kondisi
masyarakat yang heterogen menjadikan Negara susah
untuk di integrasi. (3) kurang meratanya pembangunan
menyebabkan beberapa daerah merasa saling iri. (4)
adanya faktor dalam yang dapat memecah belah beberapa
wilayah.

B. Bentuk-bentuk Integrasi Nasional

Terdapat 5 bentuk integrasi nasional yang dapat


dilaksanakan oleh masyarakat dengan proses panjang
dalam waktu lama. Terjadinya proses integrasi suatu
bangsa harus dilandasi suatu cita-cita atau tujuan yang
sama. Oleh karena itu, integrasi melalui sebuah proses
atau fase-fase untuk meredakan dan mengendalikan
konflik sebagai berikut (Agus, 2016):
1. Fase Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses ke arah
tercapainya kesepakatan sementara yang dapat
diterima oleh pihak yang terlibat konflik. Akomodasi
terjadi pada orang-orang atau kelompok yang mau
tidak mau harus bekerja sama walaupun dalam
kenyataannya mereka berbeda paham. Tanpa
akomodasi dan kesediaan akomodasi, pihak yang
terlibat konflik tidak akan mungkin bekerja sama
untuk selama-lamanya. Jadi, dengan adanya
akomodasi integrasi dapat terwujud.
a. Coercien e. Mediasi
b. Compromise f. Arbitrasi
c. Toleransi g. Stalamate
d. Konsiliasi h. Ajudication

Pengantar Antropologi 123


Pengantar Antropologi

2. Fase Kerjasama
Kerjasama merupakan suatu proses tercapai
kesepakatan dalam wujud bekerja bersama-sama
dalam suatu kesepahaman. Kerja sama dapat
dijumpai dalam masyarakat manapun, baik pada
kelompok kecil maupun besar.
a. Kerukunan (gotongroyong)
b. Bargaining
c. Kooptasi
d. Koalisi
e. Joint Venture
3. Fase Koordinasi
Individu atau kelompok akan mengoordinasikan
cara mencapai tindakan tertentu guna mendorong
terciptanya keteraturan dalam kehidupan
bermasyarakat. Tahap koordinasi sangatlah penting
pada masyarakat multikultural karena tanpa
koordinasi suatu tindakan cenderung akan berjalan
secara kurang optimal.
4. Fase Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial yang
menggabungkan dua atau lebih kebudayaan yang
berbeda (peleburan) menjadi kebudayaan baru.
Sehingga sifat khas dari unsur kebudayaan beberapa
golongan itu akan berubah menjadi unsur kebudayaan
baru.
Menurut Soekanto (2012), asimilasi adalah proses
sosial yang ditandai dengan adanya berbagai usaha
mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada di antara
orang per orang atau kelompok-kelompok manusia. Di
mana meliputi usaha untuk mempertinggi kesatuan
sikap, tindak dan proses mental dengan
memperhatikan juga tujuan dan kepentingan
bersama. Park dan Burgess (1925), asimilasi adalah
proses interpretasi di mana orang-orang serta
kelompok memperoleh kenangan, sentimen dan sikap

124 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

orang lain atau kelompok. Dan juga dengan berbagi


pengalaman dan sejarah, digabungkan dengan mereka
dalam kehidupan bersama.
Setelah mengetahui pengertian asimilasi, kini
beralih mengenal syarat asimilasi. Terdapat tiga syarat
yang bisa membentuk asimilasi yaitu: (1) terjadi
pergaulan antar individu atau kelompok secara
intensif dalam waktu yang cukup lama. (2) terdapat
sejumlah kelompok yang mempunyai kebudayaan
berbeda. (3) kebudayaan masing-masing kelompok
saling berubah serta menyesuaikan diri
5. Fase Akulturasi
Akulturasi yaitu proses sosial yang timbul
bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing tersebut lambat laun diterima dan diolah
kembali tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
budaya tersebut atau dengan kata lain menimbulkan
kebudayaan campuran akibat pembauran masing-
masing kebudayaan. Integrasi nasional adalah upaya
menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan
pemerintah dan wilayahnya. Integrasi berarti
membuat atau menyempurnakan dengan jalan
terpisah-pisah. Integrasi merupakan penyatuan
bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat
menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau
memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang
banyak menjadi suatu bangsa. Dengan demikian,
integrasi bangsa dilihat sebagai peralihan dari banyak
masyarakat dalam jumlah kecil menjadi suatu
masyarakat yang besar.

Pengantar Antropologi 125


Pengantar Antropologi

Gambar 8.2 Beragam Adat Istiadat Masyarakat Indonesia


Sumber: https://alfikriunj17.wordpress.com/

C. Faktor Pendorong dan Penghambat Integrasi


Nasional

Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai


berikut (Astawa, 2017):
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan
seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu pada diri bangsa Indonesia
sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia,
sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut,
menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan
Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak
pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam
perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila, UUD
1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan
Indonesia Raya, dan bahasa kesatuan Bahasa
Indonesia.

126 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Faktor-Faktor penghambat integrasi nasional


sebagai berikut:
1. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka
ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan
masing-masing kebudayaan daerah, bahasa daerah,
agama yang dianut, ras dan sebagainya
2. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan
kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
3. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan,
kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal
dari dalam maupun luar negeri.
4. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan
pembangunan dan hasil-hasil pembangunan
menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan
keputusasaan pada masalah SARA (Suku, Agama,
Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan
kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
5. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa
suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan
budayanya dan menganggap rendah budaya suku
bangsa lain.
Contoh wujud integrasi nasional, antara lain sebagai
berikut (Astawa, 2017):
1. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di
Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang
diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini
Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua
propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi).
Setiap anjungan menampilkan rumah adat beserta
aneka macam hasil budaya di provinsi itu, misalnya
adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan
sebagainya. Selain anjungan dari semua propinsi di
Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia
Indah juga terdapat bangunan tempat ibadah dari
agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid
(untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan
Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan wihara (untuk

Pengantar Antropologi 127


Pengantar Antropologi

agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu


agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
2. Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama
kita berbeda dengan teman, tetangga atau saudara,
kita harus saling menghormati.
3. Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki
kebudayan daerah lain, bahkan mau mempelajari
budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau
Sumatra, belajar menari Legong yang merupakan
salah satu tarian adat Bali.
Contoh-contoh pendorong integrasi nasional:
1. Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi
negara yang lebih maju dan tangguh di masa yang
akan datang.
2. Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia
3. Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena
untuk mencari kemerdekaan itu adalah hal yang
sangat sulit.
4. Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga
saat terjadi pertentangan pihak ini lebih baik
mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
5. Adanya rasa senasib dan sepenanggungan
6. Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi
bangsa dan negara demi terciptanya kedamaian

D. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Integrasi Nasional

Untuk mewujudkan integrasi nasional di Negara


Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak terlepas dari
upaya untuk mengatasi ancaman di bidang sosial budaya.
Selain ancaman terhadap integrasi nasional di bidang
sosial budaya, juga terdapat ancaman di bidang ideologi,
politik, ekonomi serta pertahanan dan keamanan (Siregar,
2006).

128 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

1. Ancaman integrasi sosial budaya dari dalam


Ancaman terhadap integrasi nasional bidang sosial
budaya dari dalam didorong oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Isu kemiskinan
b. Isu kebodohan
c. Isu keterbelakangan
d. Isu ketidakadilan
Isu-isu tersebut dapat menjadi titik pangkal
timbulnya permasalahan dalam bangsa Indonesia,
antara lain:
a. Separatisme
b. Terorisme
c. Kekerasan
d. Bencana akibat perbuatan manusia
Adanya isu-isu yang mejadi faktor pendorong
ancaman terhadap integrasi nasional tersebut akan
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,
nasionalisme dan patriotisme.
2. Ancaman integrasi sosial budaya dari luar
Penyebab ancaman terhadap integrasi sosial
budaya dari luar adalah pengaruh negatif globalisasi.
Berikut ini beberapa pengaruh negatif globalisasi
terhadap integrasi sosial budaya:
a. Munculnya gaya hidup konsumtif
Dampak negatif globalisasi adalah munculnya gaya
hidup konsumtif dan selalu mengonsumsi barang-
barang dari luar negeri.

Pengantar Antropologi 129


Pengantar Antropologi

b. Munculnya sifat hedonisme


Hedonisme adalah paham yang menganggap
kenikmatan pribadi sebagai suatu nilai hidup
tertinggi. Hedonisme berakibat membuat manusia
suka memaksakan diri untuk mencapai kepuasan
dan kenikmatan pribadinya meski harus melanggar
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Perilaku hedonisme yang dikhawatirkan merebak
pada masyarakat adalah mabuk-mabukan,
pergaulan bebas, foya-foya dan lain-lain.
Munculnya sikap individualisme Sikap
individualisme adalah sikap selalu mementingkan
diri sendiri serta memandang orang lain itu tidak
ada dan tidak bermakna. Sikap individualisme
dapat menimbulkan ketidakpedulian terhadap
orang lain. Misalnya sikap menghardik pengemis,
pengamen dan sebagainya.
c. Munculnya gejala westernisasi
Westernisasi adalah gaya hidup yang selalu
berorientasi kepada budaya barat tanpa diseleksi
terlebih dahulu. Misalnya meniru model pakaian
yang biasa dipakai orang-orang barat yang
sebenarnya bertentangan dengan nilai dan norma-
norma yang berlaku di masyarakat Indonesia.
Contoh: perempuan memakai rok mini, lelaki
memakai anting-anting, dan sebagainya.
d. Semakin memudarnya kepribadian luhur bangsa
Pengaruh negatif globalisasi di bidang sosial
budaya dapat terlihat dari semakin memudarnya
semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian
dan kesetiakawanan sosial.
e. Semakin lunturnya nilai agama
Dampak negatif globalisasi pada bidang sosial
budaya yaitu semakin lunturnya nilai-nilai
keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat.

130 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

3. Ancaman terhadap integrasi nasional


Ancaman terhadap integrasi nasional dapat
dibedakan menjadi dua yaitu: Ancaman militer dan
Ancaman nonmiliter (Irianto, 2015).
a. Ancaman militer
Ancaman militer adalah ancaman yang
menggunakan kekuatan bersenjata yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman militer terhadap integrasi nasional dapat
berasal dari luar negeri dan dari dalam negeri.
Beberapa contoh ancaman militer terhadap
integrasi nasional adalah:
a) Ancaman dari luar negeri, yaitu:
- Agresi militer
- Pelanggaran wilayah oleh negara lain
- Mata-mata (spionase)
- Sabotase
- Aksi teror dari jaringan internasional
b) Ancaman dari dalam negeri, yaitu:
- Pemberontakan bersenjata
- Konflik horisontal
- Aksi teror
- Sabotase
- Aksi kekerasan yang berbau SARA
- Gerakan separatis (upaya pemisahan diri
untuk membuat negara baru)
b. Ancaman nonmiliter
Ancaman nonmiliter adalah ancaman yang
tidak menggunakan senjata tetapi jika dibiarkan
akan membahayakan kedaulatan negera,
keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap

Pengantar Antropologi 131


Pengantar Antropologi

bangsa. Pada hakikatnya, ancaman nonmiliter


dinilai berpotensi membahayakan kedaulatan
negara, kepribadian bangsa, keutuhan wilayah
negara dan keselamatan segenap bangsa. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh negatif dari globalisasi.
Globalisasi menghilangkan sekat atau batas
pergaulan antar bangsa secara disadari atau tidak
telah menimbulkan dampak negatif yang
berpotensi menjadi ancaman bagi keutuhan
sebuah negara. Ancaman nonmiliter mencakup
dimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan bahkan teknologi dan
informasi. Karakteristiknya berbeda dengan
ancaman militer. Ciri-ciri ancaman nonmiliter
adalah tidak bersifat fisik dan bentuknya tidak
terlihat yaitu sebagai berikut:
- Pengaruh gaya hidup kebarat-baratan
- Tidak mencintai budaya sendiri
- Tidak menggunakan produk dalam negeri

Rangkuman

A. Integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi


dan nasional. Istilah integrasi mempunyai arti
pembauran/penyatuan sehingga menjadi kesatuan
yang utuh/bulat. Istilah nasional mempunyai
pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri,
meliputi suatu bangsa seperti cita-cita nasional, tarian
nasional, perusahaan nasional hal-hal yang
menyangkut bangsa dapat berupa adat istiadat,
suku, warna kulit, keturuna n, agama, budaya,
wilayah/daerah dan sebagainya. integrasi nasional
yaitu suatu proses penyatuan atau pembauran
berbagai aspek sosial budaya ke dalam kesatuan
wilayah dan pembentukan identitas nasional atau
bangsa yang harus dapat menjamin terwujudnya
keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam
mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa.

132 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

B. Terdapat 5 bentuk integrasi nasional yang dapat


dilaksanakan oleh masyarakat dalam proses panjang
dalam waktu lama yaitu (1) Fase Akomodasi adalah
suatu proses ke arah tercapainya kesepakatan
sementara yang dapat diterima oleh pihak yang terlibat
konflik, (2) Fase Kerjasama merupakan suatu proses
tercapai kesepakatan dalam wujud bekerja bersama-
sama dalam suatu kesepahaman, (3) Fase Koordinasi
yaitu Individu atau kelompok akan mengoordinasikan
cara mencapai tindakan tertentu guna mendorong
terciptanya keteraturan dalam kehidupan
bermasyarakat, (4) Fase Asimilasi adalah proses
sosial yang menggabungkan dua atau lebih
kebudayaan yang berbeda (peleburan) menjadi
kebudayaan baru. Sehingga sifat khas dari unsur
kebudayaan beberapa golongan itu akan berubah
menjadi unsur kebudayaan baru. (5) Fase Akulturasi
yaitu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing,
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut
lambat laun diterima dan diolah kembali tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian budaya itu
sendiri atau dengan kata lain menimbulkan
kebudayaan campuran akibat pembauran masing-
masing kebudayaan.
C. Faktor pendorong integrasi nasional adalah:
(1) faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan
seperjuangan.
(2) keinginan untuk bersatu pada diri bangsa
Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
(3) Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia,
sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut,
menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
(4) Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa
dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak
pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.

Pengantar Antropologi 133


Pengantar Antropologi

(5) Kesepakatan atau konsensus nasional dalam


perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila,
UUD 1945, dll.
Sedangkan, faktor penghambat integrasi nasional
adalah:
(1) Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka
ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan
dengan masing-masing kebudayaan daerahnya,
bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan
sebagainya.
(2) Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan
kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
(3) Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang merongrong
keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik
yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
(4) Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan
pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
(5) Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa
suku bangsa
D. Kebudayaan berpengaruh terhadap integrasi nasional
sebab untuk mewujudkan integrasi nasional tidak
terlepas dari upaya untuk mengatasi ancaman di
bidang sosial budaya. Ancaman-ancaman integrasi
secara umum dapat diklasifikasikan menjadi ancaman
integrasi sosial budaya dari dalam (isu kemiskinan,
kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan serta
terdapat isu separatism, terorisme, kekerasan, dan
bencana akibat perbuatan manusia), ancaman
integrasi sosial budaya dari luar (munculnya gaya
hidup konsumtif, sifat hedonisme, gejala westernisasi,
semakin memudarnya kepribadian luhur bangsa, dan
semakin lunturnya nilai agama) dan ancaman
terhadap integrasi nasional (ancaman militer dan
nonmiliter)

134 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Tugas/Latihan

1. Jelaskan yang dimaksud dengan integrasi nasional?


Sebutkan syarat-syarat terjadinya integrasi !
2. Integrasi nasional memiliki 5 fase yaitu fase
akomodasi, fase kerjasama, fase koordinasi, fase
asimilasi, dan fase akulturasi. Jelaskan pengertian
kelima fase tersebut. Pilihlah salah satu fase untuk
dibuat contoh fenomena integrasi sosial untuk
meredakan dan mengendalikan konflik!
3. Gambar 1 Gambar 2

1) Pada masa pendudukan Jepang, Sutan Syahrir


turut membangun jaringan untuk mempersiapkan
diri merebut kemerdekaan tanpa bekerja sama
dengan Jepang
2) Perbedaan pertumbuhan antara wilayah pusat kota
dengan daerah marginal
Klasifikasikan kedua gambar diatas termasuk
kedalam faktor pendorong integrasi atau faktor
penghambat integrasi, termasuk kedalam tipe apa?
Jelaskan masing-masing alasannya!
Ancaman terhadap integrasi nasional ada 2. Jelaskan
masing-masing tipenya dan beri contoh !

Pengantar Antropologi 135


Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Agus, Andi Aco. 2016. Integrasi Nasional Sebagai Salah


Satu Parameter Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Negara Republik Indonesia. Jurnal Sosialisasi: Jurnal
Hasil Pemikiran, Penelitian dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Astawa, I Putu Ari. 2017. Integrasi Nasional. Pendidikan
Kewarganegaraan Universitas Udayana
Demartoto, Argyo. 2015. Integrasi Sosial dan Nasional.
Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Irianto, Agus Maladi. 2013. Integrasi Nasional Sebagai
Penangkal Etnosentrisme Di Indonesia. Humanika:
Jurnal Ilmiah Kajian Humaniora
Park, R. E., Burgess, E. W., & McKenzie, R. D. 1925. Social
Change and Social Disorganization. Theories of
Deviance, 5, 71-74.
Rofii, Muhammad Syaroni. 2020. Integrasi Nasional:
Pengantar. School of Strategic and Global Studies
Universitas Indonesia
Siregar, Miko. 2006. Kebudayaan Nasional dan Intregasi
Bangsa. Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa
Sastra dan Seni Universitas Negeri Padang
Soekanto, S., & Sulistyowati, B. 2012. Sosiologi Suatu
Pengantar Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Usman, S. 2004. Sosiologi: Sejarah, Teori dan Metodologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

136 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB IX
KONFLIK BUDAYA

A. Definisi Konflik Budaya

Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari


bahasa Latin “con”yang berarti bersama dan “fligere” yang
berarti benturan atau tabrakan.Pada umumnya istilah
konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena
pertentangan dan pertikaian antar pribadi melalui dari
konflik kelas sampai pada pertentangan dan peperangan
internasional.
Coser (1998) mendefinisikan konflik sosial sebagai
suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap
status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-
sumber pertentangan di netralisir atau dilangsungkan
atau dieliminir saingannya. Konflik artinya percekcokan,
perselisihan dan pertentangan. Sedangkan konflik sosial
yaitu pertentangan antar anggota atau masyarakat yang
bersifat menyeluruh dikehidupan. Konflik yaitu proses
pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak
lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang
berlaku. Dalam pengertian lain, konflik adalah
merupakan suatu proses sosial yang berlangsung dengan
melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang
saling menantang dengan ancaman kekerasan.
Menurut Lawang (2004), konflik diartikan sebagai
perjuangan memperoleh status, nilai, kekuasaan, di mana
tujuan mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan
saingannya. Liliweri (2005) menyebutkan bahwa konflik
merupakan bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan
oleh individu atau kelompok karena pihak yang terlibat

Pengantar Antropologi 137


Pengantar Antropologi

berbeda sikap, kepercayaan, nilai, dan kebutuhannya.


Meski dipandang negatif, konflik merupakan fenomena
yang wajar dan alamiah terjadi di masyarakat mana pun.
Sedangkan, budaya adalah sekumpulan pengalaman
hidup yang ada dalam masyarakat. Pengalaman hidup
masyarakat banyak dan variatif, termasuk di dalamnya
bagaimana perilaku, keyakinan, serta kepercayaan
masyarakat (Lehman, Himstreet, dan Batty, 1996). Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa konflik budaya
adalah kondisi pertentangan antara kebudayaan satu
dengan kebudayaan lainnya yang dapat menimbulkan
suatu permasalahan atau konflik
Konflik identik dengan kekerasan dan perdamaian.
Dalam ilmu sosial, kekerasan memiliki dua pengertian.
Pertama, kekerasan merujuk pada semua kejadian
dengan unsur utama penggunaan atau ancaman
penggunaan kekerasan. Kedua, kekerasan dapat
diartikan sebagai “any avoidable impediment to self-
realization” atau segala sesuatu yang menyebabkan orang
terhalang untuk mengaktualisasi potensi diri secara
wajar. Solusi dari konflik dan kekerasan adalah
perdamaian. Perdamaian merupakan sebuah istilah yang
menyebut suatu kondisi adanya harmoni, keamanan,
serasi, dan adanya saling pengertian.

138 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Gambar 9.1 Konflik budaya


Sumber: https://pintarmengatasi.blogspot.com/
Terdapat setidaknya dua faktor yang menjadi
penyebab konflik, yaitu kemajemukan horizontal dan
kemajemukan vertical (Wahyudi, 2015). Kemajemukan
horizontal adalah struktur majemuk di masyarakat,
seperti perbedaan suku, agama, dan ras, yang dapat
mengakibatkan konflik. Sementara itu, kemajemukan
vertikal adalah struktur majemuk masyarakat yang
terpolarisasi, seperti perbedaan kekayaan, jabatan, dan
status sosial yang menjadi penyebab konflik.
Selain kedua faktor tersebut, latar belakang konflik
bisa juga dibagi menjadi empat kategori berdasarkan jenis
perbedaannya. Empat kategori tersebut adalah perbedaan
individual, perbedaan kebudayaan, perbedaan
kepentingan, dan perubahan sosial (Wahyudi, 2015).
Perbedaan individual berarti perbedaan pendirian
dan perasaan seseorang dalam masyarakat yang makin
tajam, sehingga berpotensi menimbulkan perselisihan,
pertentangan, rivalitas, bahkan bentrokan. Perbedaan
kebudayaan juga dapat memengaruhi pola pemikiran dan
tingkah laku perseorangan dalam kelompok kebudayaan
yang bersangkutan. Tidak jarang jika dua orang dari dua
kebudayaan yang berbeda terlibat dalam konflik akibat
perbedaan nilai dan cara pandang. Perbedaan
kepentingan terjadi akibat adanya bentrokan

Pengantar Antropologi 139


Pengantar Antropologi

antarkepentingan, baik perseorangan maupun kelompok.


Perbedaan kepentingan dapat berupa kepentingan
ekonomi, sosial, politik, ketertiban, dan keamanan.
Permasalahan di bidang ekonomi, seperti kelangkaan
beberapa kebutuhan pokok masyarakat, juga termasuk ke
dalam kategori ini.
Perubahan sosial juga dapat melatarbelakangi
terjadinya konflik di masyarakat. Dinamika perubahan
sosial yang terlalu cepat di dalam masyarakat sehingga
terjadi disorganisasi dan perbedaan pendirian mengenai
reorganisasi dari sistem nilai baru. Ditambah dengan
dampak ketidakadilan yang dirasakan oleh sebagian atau
seluruh kelompok masyarakat akibat lajunya perubahan
sosial tersebut.

B. Stereotipe, Primordialisme, dan Etnosentrisme

a. Streotipe
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang
hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di
mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe
merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan
secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan
hal-hal yang kompleks dan membantu dalam
pengambilan keputusan secara cepat. Namun,
stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga
negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk
melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian
beranggapan bahwa segala bentuk stereotipe adalah
negatif.
Berbagai stereotip negatif pada akhirnya
menimbulkan prasangka yang berujung pada
diskriminasi, bahkan kekerasan terhadap kelompok
sosial tertentu. Berbagai prasangka sosial,
diskriminasi dan kekerasan terhadap etnik minoritas
di Indonesia menunjukkan itu semua (Murdianto,
2019)

140 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

b. Primordialisme
Primordial atau Primordialisme berasal dari kata
bahasa Latin primus yang artinya pertama dan ordiri
yang artinya tenunan atau ikatan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Primordialisme
adalah perasaan kesukuan yang berlebihan. Ikatan
seseorang pada kelompok yang pertama atau asalnya
dengan segala nilai yang diperolehnya melalui
sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap
primordial. Di satu sisi, sikap primordial memiliki
fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya.
Tidak selamanya primordial merupakan tindakan
salah. Akan tetapi bisa saja dinilai sebagai sesuatu
yang mesti dipertahankan. Sikap primordialisme
merupakan ikatan seseorang dalam kehidupan sosial
yang sangat berpegang teguh terhadap hal-hal yang
dibawa sejak lahir baik berupa suku bangsa,
kepercayaan, ras, adat-istiadat, daerah kelahiran dan
lain sebagainya (Prayitno dkk, 2017). Sejak kecil
individu telah telah diresapi oleh berbagai nilai-nilai
kebudayaan yang berasal dari suku bangsanya ketika
hidup didalam masyarakat, sehingga konsep nilai-
nilai tersebut telah melekat dalam diri seseorang.
c. Etnosentrisme
Etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung
bersifat subyektif dalam memandang budaya orang
lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang
lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena
nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah
menjadi nilai yang mendarah daging (internalized
value) dan sangatlah susah untuk berubah dan
cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat
menguntungkan bagi dirinya. Etnosentrisme muncul
ketika individu menilai bahwa kelompok lain
berdasarkan standar kelompoknya sendiri, dalam arti
individu menilai bahwa kelompoknya sendiri lebih
baik dari pada kelompok lain (Baihaqi, 2016).
Pendapat ini juga didukung oleh Kusumowardhani
dkk (2013) yang menyatakan bahwa di dalam sebuah

Pengantar Antropologi 141


Pengantar Antropologi

kelompok terdapat proses membandingkan antara


kelompok sendiri dengan kelompok lain, individu di
dalam kelompok tersebut akan menbandingkan
kelompoknya dan menganggap kelompoknya lebih
positif, sedangkan kelompok lain akan selalu
dipandang lebih rendah atau negatif (out-group
derogation). Sikap etnosentrisme merupakan
pandangan suatu kelompok yang menunjukan pusat
segala sesuatu, dan segala pandangan diukur dari
perspektif kelompok tersebut, di dalam setiap
kelompok memiliki kebanggaan, kesombongan,
merasa kelompoknya kuat (superior), membenarkan
apa yang dilakukan oleh kelompoknya (in-group) dan
mengganggap remeh sesuatu yang berasal dari
kelompok luar (out-group), Sumner (dalam
Ramadhania, 2013). Dengan demikian dapat
dismpulkan bahwa etnosentrisme melahirkan
sinisme, ynag berupa sikap meremehkan dan apriori,
hal ini yang menjadikan adanya konflik laten antar
kelompok dalam jangka waktu yang cukup lama dan
sulit untuk terselesaiakan.

C. Konflik Budaya di Indonesia

Negara kita terdiri dari berbagai macam suku dan


etnis yang tentunya memiliki keberagaman dalam budaya.
Keberagaman ini kemudian memunculkan perbedaan
budaya antara satu dengan lainnya. Terlebih lagi,
terkadang terdapat pandangan yang saling bertolak
belakang antar budaya. Dimana hal yang dianggap biasa
dalam budaya A dapat berarti sebaliknya atau dianggap
tidak sopan dalam budaya B.
Gambaran hal diatas bukanlah hal yang bisa
dianggap sepele. Sebab perbedaan kebudayaan ini juga
dapat menjadi sebuah pemicu atau juga menjadi
penyebab timbulnya konflik horizontal. Terlebih lagi bagi
masyarakat yang masih memiliki pandangan sangat
tradisional dan kental, dimana masyarakat berusaha
memperjuangkan budaya yang dimiliki. Tidak salah

142 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

memang, sebab budaya adalah bagian dari hidup dan


perjuangan mereka. Maka konflik yang disebabkan oleh
budaya semacam sebuah pertaruhan harga diri.
Melihat realitas ini maka tidak salah jika kemudian
di Indonesia kerap terjadi konflik yang disebabkan
perbedaan budaya. Konflik tersebut bahkan sampai
menimbulkan korban jiwa yang jumlahnya tidak sedikit.
Bahkan kondisi ini dapat mengancam struktur keamanan
dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa peristiwa
berikut akan dapat mengambarkan betapa konflik antar
budaya membawa dampak yang besar. Berikut adalah 5
contoh konflik budaya di Indonesia:
1. Konflik Suku Moni dan Suku Dani di Papua
Wilayah Papua menjadi salah satu wilayah yang
paling sering dilanda konflik, penyebabnya tidak lain
adalah salah satunya disebabkan karena perbedaan
budaya. Meskipun di wilayah papua tersebar banyak
suku-suku yang mendiami, akibat sedikit percikan
saja dapat memicu adanya konflik. Perbedaan budaya
dinilai sebagai hal yang dapat menjadikan konflik
memanas dan berubah menjadi perang antar suku
(Wakerwa, 2007).
Bentrokan yang terjadi untuk kesekian kali dipicu
rebutan lokasi lahan untuk Jalan Trans Nabire.
Padahal ke-2 suku itu sudah pernah melakukan
upacara perdamaian sesuai adat pegunungan tengah
Papua yaitu dengan cara bakar batu. Namun ternyata
perang kembali pecah kendati pemicu utama soal
rebutan lahan untuk Jalan Trans Nabire sebagimana
tujuan dan sifat hukum ketenagakerjaan. Warga Suku
Moni dan Suku Dani sudah bersiap-siap untuk perang
di Distrik Kuala Kencana, Kampung Jayanti, Timika,
Papua. Masing-masing kubu juga melengkapi diri
dengan busur dan anak panah yang siap dilontarkan
ke arah lawan perang. Tak hanya di ruang terbuka,
perang juga berlangsung hingga ke dalam hutan
seperti pada contoh kasus sengketa perdata
internasional

Pengantar Antropologi 143


Pengantar Antropologi

Akibat perang antar suku ini, belasan orang dari


ke-2 belah pihak mengalami luka-luka. Mereka
dievakuasi ke rumah sakit yang berbeda di Timika.
Sebenarnya akibat bentrokan yang sudah berlangsung
sejak 3 bulan terakhir belasan orang meninggal dunia
dan ratusan orang dari ke-2 kubu mengalami luka-
luka. Namun ke-2 kelompok masih tetap melanjutkan
perang yang entah sampai kapan akan berakhir.
2. Konflik Etnik Bali dan Etnik Lampung di Lampung
Selatan
Lampung merupakan salah satu provinsi yang
berlokasi di wilayah ujung Kepulauan Sumatera.
Konflik yang terjadi sekitar tahun 2012. Fenomena
konflik kerusuhan yang melibatkan Etnik Bali dan
Etnik Lampung di Lampung Selatan awalnya hanya
merupakan konflik antar desa namun kemudian
berkembang menjadi konflik antar etnik (Ariestha,
2012). Konflik ini di picu oleh peristiwa kecelakaan
sepeda motor yang disertai pelecehan seksual yang
melibatkan pemuda dari Desa Balinuraga (Etnik Bali)
dan pemudi dari Desa Agom dan Desa Negeri Pandan
(Etnik Lampung). Konflik yang terjadi dipicu oleh
faktor utama, yaitu sikap Etnik Bali (Balinuraga)
dalam hidup bermasyarakat yang dianggap
menyinggung perasaan dan tidak sesuai dengan adat
istiadat etnik pribumi (Lampung).
Konflik ini cukup serius hingga menyita perhatian
baik media lokal hingga media nasional sebagaimana
contoh pelanggaran demokrasi. Pihak-pihak yang
berkonflik memiliki keterkaitan kuat dengan kedua
etnis yang terlibat, yakni etnis Lampung dan Bali.
Konflik yang terjadi dipicu oleh faktor utama, yaitu
sikap Etnik Bali (Balinuraga) dalam hidup
bermasyarakat yang dianggap menyinggung perasaan
dan tidak sesuai dengan adat istiadat etnik pribumi
(Lampung).

144 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

3. Konflik Etnis Madura dan Etnis Dayak di


Kalimantan
Program transmigrasi penduduk ini ternyata tidak
berjalan sebaik yang diharapkan. Perbedaan budaya,
pola pikir, hingga tingkah laku antara kedua etnis ini
secara tidak langsung akhirnya menjadi pemicu
terjadinya konflik diantara beberapa sebab pemicu
lainnya (Mumtazinur, 2017). Salah satu faktor
penyebab penting terjadinya ketegangan etnis ini yaitu
disebabkan oleh kebijakan peraturan baru dari
pemerintah terhadap eksploitasi kayu hutan secara
luas. Kekayaan sumber daya hutan dan kekayaan
alam lainnya dari bumi Kalimantan menjadi daya tarik
yang luar biasa bagi para pendatang. Kemiskinan dan
keterpurukan sosial yang dialami oleh para
transmigran Madura merupakan dampak dari sistem
ekonomi kapitalisme yang selama lebih dari dua
dekade membuat mereka lebih realistis dan pragmatis.
Kondisi dan pilihan rasional ini mendorong mereka
untuk bekerja sangat keras dan melakukan apa saja
termasuk memiliki dan menerapkan sikap dan
pandangan keagamaan yang berbeda dari orang lain
Kompetisi yang kurang adil dalam kegiatan
ekonomi seperti pengambilalihan dan pemindahan
secara perlahan-lahan lapangan kerja maupun aset
ekonomi dari tangan atau milik komunitas Dayak dan
Melayu, ketidakseganan kelompok Madura untuk
menganggap ternak dan hasil tanaman milik orang lain
sebagai milik mereka sendiri, ditambah lagi kurang
berbaurnya mereka dengan anggota komunitas
setempat, semakin mempersulit bagi terciptanya
hubungan sosial yang serasi antara mereka. Komunitas-
komunitas lokal (Dayak) sangat bergantung pada
sumber daya hutan.
Kelompok etnis Dayak sangat menjaga potensi
hutan Kalimantan untuk mamfaat bersama. Namun,
bagi beberapa kelompok lain, hutan ini cenderung
dieksploitasi secara berlebihan hingga menyebabkan

Pengantar Antropologi 145


Pengantar Antropologi

kebakaran, banjir, erosi tanah, bahkan banyak hewan-


hewan yang kehilangan tempat tinggalnya. Diantara
para transmigran ini, Etnis Madura salah satu yang
paling mendominasi. Peristiwa konflik masal dengan
kekerasan yang terjadi di Kalbar dan Kalteng serta
melibatkan etnik Madura, Dayak dan Melayu
merupakan peristiwa konflik yang telah terjadi.
4. Konflik Poso
Konflik di Kabupaten Poso Sulawesi Tengah ini
mulai pada bulan desember 1998, ini dianggap sebagai
tahap pertama, kemudian meletus lagi pada bulan
April dan Mei tahu 2000 tahap ini sebagai tahap
kedua, kemudian tahap ketiga meletus lagi pada bulan
Juli tahun 2001, dan selang beberapa bulan berhenti,
dan kemudian meletus lagi pada bulan November
2001, dan ini sebagai tahap keempat, setelah itu
pemerintah memaksa kedua belah pihak yaitu pihak
Kristen dan Islam untuk melakukan perjanjian damai
di Malino (Adam dan Malkan, 2017). Sejak terjadinya
perjanjian Malino, Poso relatif aman, walaupun ada
gangguan-gangguan kecil.
Gangguan-gangguan kecil itu merupakan tindakan
yang sporadis berupa teror baik di tujukan kepada
masyarakat sipil maupun ditujukan kepada pihak
keamanan. Gangguan-gangguan berupa teror ini
semakin hari semakin besar, gangguan-gangguan ini
mulai di fokuskan pada pihak keamanan yaitu Polisi di
Kabupaten Poso. Tembak menembak sering terjadi
antara pihak Polisi dengan pihak kelompok
masyarakat yang bersenjata sehingga Polisipun
menetapkan kelompok bersenjata dianggap sebag gai
kelompok terorisme yang harus dibasmi di Kabupaten
Poso.
5. Konflik Maluku
Konflik ini adalah konflik kekerasan dengan latar
belakang perbedaan agama yakni antara kelompok
Islam dan Kristen (Elewahan dkk, 2019). Konflik
Maluku disebut menelan korban terbanyak yakni
sekitar 8-9 ribu orang tewas. Selain itu, lebih dari 29

146 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

ribu rumah terbakar, serta 45 masjid, 47 gereja, 719


toko, 38 gedung pemerintahan, dan 4 bank hancur.
Rentang konflik yang terjadi juga yang paling lama,
yakni sampai 4 tahun.
6. Konflik 1998
Krisis ekonomi berujung menjadi konflik sosial
pada penghujung Orde Baru. Jatuhnya Soeharto
ditandai dengan merebaknya kerusuhan di berbagai
wilayah di Indonesia. Pada kerusuhan tersebut,
banyak toko dan perusahaan dihancurkan massa yang
mengamuk. Sasaran utama adalah properti milik
warga etnis Tionghoa. Perempuan keturunan Tionghoa
bahkan menjadi korban pelecahan dan pemerkosaan
dalam kerusuhan itu. Banyak yang diperkosa beramai-
ramai, dianiaya, lalu dibunuh. Di antara etnis
Tionghoa, banyak yang meninggalkan Indonesia untuk
mencari keselamatan. Perserikatan Bangsa-Bangsa
menetapkan 21 Mei sebagai Hari Dialog dan
Keberagaman sejak 2002. Kerusuhan Mei 1998 yang
terjadi merupakan hasil dari kumpulan peristiwa
politik, sosial dan ekonomi yang terjadi di masa orde
baru. Perisitiwa kerusuhan Mei 1998 di Kota
Surakarta memiliki pengaruh besar terhadap
kehidupan korban. Pasca kerusuhan Mei 1998
beberapa korban dinyatakan trauma hingga
mengalami kerusakkan tempat tinggal dan tempat
usaha. Kerusuhan Mei 1998 yang terjadi selama dua
hari menimbulkan kerusakan dan kerugian material.
Gerakan amuk massa terjadi secara teratur dengan
melakukan perusakan, penjarahan hingga
pembakaran di setiap sudut kota. Pasca kerusuhan
Mei 1998, sektor ekonomi kota tidak berjalan.
Beberapa pengusaha terpaksa berhenti produksi
untuk sementara waktu akibat kerusakan yang
dialaminya. Rekonstruksi ekonomi pasca bencana
dilakukan oleh pemerintah dan kelompok masyarakat
dengan memberikan bantuan kepada korban. Dari
kondisi sosial, pasca kerusuhan Mei 1998 beberapa
korban memutuskan untuk mengungsi ke daerah yang
aman dari konflik. Pasca kerusuhan Mei 1998 korban

Pengantar Antropologi 147


Pengantar Antropologi

mendapatkan tekanan dari masyarakat berupa stigma


negatif. Rasa tidak nyaman dan ketakutan yang
dialami masyarakat pasca kerusuhan mulai ditangani
dengan melibatkan lembaga agama. Lembaga agama
bekerjasama dalam membuat forum komunikasi antar
masyarakat. Dari segi kondisi psikologis, beberapa
korban mengalami trauma akibat menyaksikan secara
langsung kekejaman yang terjadi (Salim dan
Ramdhon, 2020)

Rangkuman

A. Konflik merupakan bentuk pertentangan alamiah yang


dihasilkan oleh individu atau kelompok karena pihak
yang terlibat berbeda sikap, kepercayaan, nilai, dan
kebutuhannya. Sedangkan, budaya adalah
sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam
masyarakat. Pengalaman hidup masyarakat banyak
dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana
perilaku, keyakinan, serta kepercayaan masyarakat.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konflik
budaya adalah kondisi pertentangan antara
kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya yang
dapat menimbulkan suatu permasalahan atau konflik
B. Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang
hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di
mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe
negatif pada akhirnya menimbulkan prasangka yang
berujung pada diskriminasi, bahkan kekerasan
terhadap kelompok sosial tertentu. Primordialisme
adalah sebuah pandangan atau paham yang
memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik
mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun
segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan
pertamanya. Etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang
cenderung bersifat subyektif dalam memandang
budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang
budaya orang lain dari kacamata budayanya.

148 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

C. Berikut adalah 5 contoh konflik budaya di Indonesia:


(1) Konflik Suku Moni dan Suku Dani di Papua, Konflik
Etnik Bali dan Etnik Lampung di Lampung Selatan,
Konflik Etnis Madura dan Etnis Dayak di Kalimantan,
Konflik Poso, Konflik Maluku, dan Konflik 1998

Tugas/Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan Konflik Budaya? Jelaskan


faktor-faktor penyebab terjadinya konflik
2. Bentrok antara mahasiswa Papua dengan mahasiswa
Maluku di Yogyakarta, terjadi ketegangan antara dua
kelompok tersebut sehingga memicu gesekan.
Kemudian kedua kelompok saling cek-cok dan
bertikai. Hal ini disebabkan masing-masing kelompok
memegang teguh budaya masing-masing dan
memandang subjektif budaya lain. Menurut saudara,
konflik tersebut termasuk stereotipe, primordialisme,
atau etnosentrisme ?
3. Carilah fenomena konflik budaya di Indonesia, selain
yang tertera pada materi diatas !

Pengantar Antropologi 149


Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Adam dan Malkan. 2017. Dinamika Konflik di Kabupaten


Poso. ISTIQRA 5(1)
Ariestha, Bethra. 2012. Akar Konflik Kerusuhan Antar
Etnik di Lampung Selatan. JSIP 1(2)
Baihaqi, A., & Pratiwi, L. 2016. Hubungan Etnosentrisme
dan Wisdom pada Masyarakat Komunitas Betawi.
Jurnal Ilmu Penelitian Psikologi , 9-16.
Coser, L. A. 1998. The Functions Of Social Conflict. London:
Routledge.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Elewahan, Jumidi; Mubin, Ilmiawan; Serena, Maria
Yasinta. Konflik Maluku dan Pelaksanaan Perjanjian
Maliko. HISTORIS: Jurnal Kajian, Penelitian &
Pengembangan Pendidikan Sejarah 4(2)
Kusumowardhani, R. P., Fathurrohman, O., & Ahmad, A.
2013. Identitas Sosial, Fundamentalisme, dan
Prasangka terhadap Pemeluk Agama yang Berbeda:
Perspektif Psikologis. Jurnal Multikultural &
Multireligius , 18-29
Lawang, R. M. 2004. Kapital Sosial dalam Perspektif
Sosiologik: Suatu Pengantar. Depok: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP
UI) Press.
Liliweri, A. 2005. Prasangka dan Konflik; Komunikasi
Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta:
LKiS Pelangi Aksara.
Mumtazinur. 2017. Konflik Etnis Dayak dan Madura
dalam Masalah Hutan Kalimantan :
Murdianto. 2019. Stereotipe, Prasangka dan
Resistensinya (Studi Kasus pada Etnis Madura dan
Tionghoa di Indonesia). Qalamuna - Jurnal
Pendidikan, Sosial, dan Agama 10(2) Perspektif
Green Thought. DUSTURIYAH 8(2)

150 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Prayitno; Pitoewas, Berchah; dan Yanzi, Hermi. 2017.


Pengaruh Sikap Primordialisme Terhadap Upaya
Pembentukan Proses Harmonisasi Masyarakat
Multikultur. JURNAL KULTUR DEMOKRASI 5(3)
Ramadhania. 2013. Pengaruh Karakteristik Personal
Terhadap Etnosentrisme Konsumen Pada Produk
Domestik. Jurnal Siasat Bisnis 239-250.
Salim, Lydiana dan Ramdhon, Akhmad. 2020. Dinamika
Konflik Kerusuhan Mei 1998 di Kota Surakarta
Melalui Perspektif Korban. Journal of Development
and Social Change 3(1)
Wahyudi, Andri. 2015. Konflik, Konsep Teori dan
Permasalahan. Publiciana 8 (1), 38-52
Wakerkwa, Yohn. 2007. Konflik antar etnik :: Tinjauan
Terhadap Penanganan Perang Suku di Distrik Mimika
Baru Kabupaten Mimika, Timika. Magister Sosiologi
(Kebijakan dan Kesejahteraan Sosial) Universitas
Gadjah Mada

Pengantar Antropologi 151


Pengantar Antropologi

152 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB X
ETNOGRAFI

A. Konsep Etnografi

Etnografi sebagai metode penelitian dikembangkan


dalam bidang ilmu sosiologi dan antropologi kultural sejak
abad 20. Sebagai metode riset, etnografi merupakan
tipikal penelitian kualitatif. Metode riset ini sangat
kontekstual dan berupaya mengungkap makna sosial dan
kultural dari kelompok atau organisasi sosial yang diteliti.
1. Pengertian Etnografi
Etnografi adalah jenis metode penelitian yang
diterapkan untuk mengungkap makna sosio-kultural
dengan cara mempelajari keseharian pola hidup dan
interaksi kelompok sosio-kultural (culture-sharing
group) tertentu dalam ruang atau konteks yang
spesifik. Seorang etnografer tak hanya mengamati
namun juga berupaya untuk menyatu dalam
kehidupan kultural suatu kelompok masyarakat yang
diteliti.
Istilah Etnografi berasal dari dua kata yaitu ethnos
yang berarti bangsa, dan graphy yang berarti tulisan
(Syafwan dan Fitriani, 2014). Karangan etnografi
termasuk ke dalam jenis karangan yang merupakan
karangan penting dalam pengolahan dan analisis
antropologi, karena dalam karangan etnografi
mengandung isi dari suatu deskripsi tentang
kebudayaan suatu suku bangsa.
Kemudian Spradley (2007), mengatakan bahwa
etnografi merupakan suatu kegiatan yang
menguraikan atau menjelaskan kebudayaan di

Pengantar Antropologi 153


Pengantar Antropologi

masyarakat suku bangsa tertentu. Jadi, dapat


disimpulkan bahwa etnografi merupakan salah satu
metode penelitian yang ditulis dalam bentuk karangan
yang berisikan mengenai penjelasan kebudayaan di
dalam masyarakat suku bangsa tertentu. Disamping
itu, etnografi dapat diartikan sebagai tulisan/laporan
tentang suku bangsa yang ditulis oleh seorang
antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work)
selama sekian bulan atau sekian tahun.
2. Jenis penelitian etnografi
Creswell (2008), mengidentifikasi ada beberapa
jenis penelitian etnografi, seperti etnografi realis, studi
kasus dan etnografi kritis.
a. Etnografi realis
Tipe ini adalah tipe yang tradisional dimana
peneliti berusaha memperoleh data individu atau
situasi menurut sudut pandang orang ketiga. Peran
orang ketiga sangat signifikan karena mampu
memberi pandangan yang dianggap objektif
terhadap fenomena yang diteliti. Tipe ini memberi
kesempatan etnografer untuk menarasikan suara
dari orang ketiga terkait apa yang diobservasi.
Etnografer mengambil posisi di ”belakang
panggung” dan memposisikan pandangan objektif
partisipan sebagai sebuah ”fakta sosial”. Laporan
yang disusun oleh etnografer realis ditulis tanpa
terkontaminasi bias personal dan politis serta
justifikasi terhadap ”fakta sosial” atau disebut juga
bebas nilai.
b. Studi Kasus
Studi kasus digunakan untuk menggambarkan
keadaan wilayah tertentu (seperti: aktivitas, proses,
atau individu) yang tidak dapat digeneralisasi
dengan wilayah lainnya meskipun memiliki
karakteristik yang sama. Sehingga, etnografi
sebagai pendekatan studi kasus diartikan sebagai
“an in-depth exploration of a bounded system based

154 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

on extensive collection” yang diteliti secara terpisah


dengan dimensi lainnya
c. Etnografi kritis
Tipe ini adalah tipe yang lebih kontemporer
dimana peneliti ikut menyuarakan atau
mengadvokasi suara kelompok sosio-kultural yang
diteliti. Etnografer kritis merespons kondisi
mayarakat kontemporer yang mengasumsikan
bahwa sistem relasi kuasa, prestise dan otoritas
cenderung memarjinalkan individu yang berasal
dari kelas, ras dan gender yang berbeda.
Salah satu karakteristik tipe etnografi ini adalah
adanya dorongan nilai emansipatoris yang
diadvokasi oleh peneliti, dengan kata lain, tidak
bebas nilai.

Gambar 10.1 Masyarakat Suku Anak Dalam Sumatera


Sumber: www.rimbakita.com

B. Kesatuan Sosial dalam Etnografi

Seorang ahli antropologi yang mengarang sebuah


etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup seluruh
suku bangsa yang besar itu dalam deskripsinya.
Sebelumnya telah disebut contoh bahwa suatu etnografi
tentang kebudayaan hanya akan dapat mencakup suatu

Pengantar Antropologi 155


Pengantar Antropologi

bagian atau suatu wujud tertentu dari kebudayaan


tersebut. Hanya suku-suku bangsa yang sangat kecil
jumlah penduduknya yang dapat dideskripsi secara
keseluruhan, seperti kebudayaan suku Bgu, di sebelah
barat Kota Jayapura, yang pada tahun 1963 hanya terdiri
dari 481 orang.
Kebudayaan suku-suku bangsa seperti pada
masyarakat Suku Bgu, membuat para ahli antropologi
menyusun deskripsi mengenai beragam suku-suku
bangsa yang populasinya lebih besar. Menurut Clifton
(1968) syarat deskripsi etnografi adalah sebagai berikut:
1. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh suatu desa
atau lebih.
2. Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang
mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa.
3. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh batas suatu
daerah politis administratif.
4. Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh
rasa identitas penduduk sendiri.
5. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu
wilayah geografi yang merupakan kesatuan daerah
fisik.
6. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan
ekologi.
7. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang
mengalami suatu pengalaman sejarah yang sama.
8. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang
frekuensi interaksinya satu dengan yang lain tingginya
merata.
9. Kesatuan masyarakat dengan sususan sosial yang
beragam

156 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

C. Kerangka Etnografi

Koentjaranigrat (2009), mengembangkan kerangka


etnografi berlandaskan pada tujuan unsur kebudayaan
universal, yaitu: lingkungan alam dan demografi; asal
mula suku bangsa atau desa; bahasa; sistem teknologi;
sistem mata pencaharian; sistem organisasi sosial; sistem
pengetahuan; kesenian dan sistem religi. Penyataan
tersebut di modifikasi menjadi tujuh unsur kebudayaan
yang universal seperti: bahasa, sistem teknologi, sistem
mata pencaharian, sistem organisasi sosial; sistem
pengetahuan; kesenian; dan sistem religi.
Sebuah karangan tentang kebudayaan suatu suku
bangsa yang disusun menurut kerangka etnografi terdiri
dari bab-bab seperti daftar dibawah ini. Sedang tiap bab
akan terdiri dari bagian-bagian khusus yang akan
diuraikan dengan lebih mendalam dalam sub-sub bab di
bawah ini:
1. Lokasi, lingkungan alam dan demografi
2. Asal mula dan sejarah suku bangsa
3. Bahasa
4. Sistem teknologi
5. Sistem mata pencaharian
6. Organisasi sosial
7. Sistem pengetahuan
8. Kesenian
9. Sistem religi

Pengantar Antropologi 157


Pengantar Antropologi

Rangkuman

A. Istilah Etnografi berasal dari dua kata yaitu ethnos


yang berarti bangsa, dan graphy yang berarti tulisan.
Etnografi adalah jenis metode penelitian yang
diterapkan untuk mengungkap makna sosio-kultural
dengan cara mempelajari keseharian pola hidup dan
interaksi kelompok sosio-kultural (culture-sharing
group) tertentu dalam ruang atau konteks yang
spesifik. Seorang etnografer tak hanya mengamati
namun juga berupaya untuk menyatu dalam
kehidupan kultural suatu kelompok masyarakat yang
diteliti. Terdapat 3 jenis penelitian etnografi yaitu
etnografi realis, studi kasus dan etnografi kritis.
B. Syarat deskripsi etnografi adalah sebagai berikut:
kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh suatu desa
atau lebih, penduduk yang mengucapkan satu bahasa
atau satu logat bahasa, dibatasi oleh batas suatu
daerah politis administratif, terdapat rasa identitas
penduduk sendiri, suatu wilayah geografi yang
merupakan kesatuan daerah fisik, kesatuan ekologi,
penduduk mengalami suatu pengalaman sejarah yang
sama, penduduk yang frekuensi interaksinya satu
dengan yang lain tingginya merata., memiliki sususan
sosial yang beragam
C. Kerangka etnografi berlandaskan pada tujuan unsur
kebudayaan universal, yaitu: lingkungan alam dan
demografi; asal mula suku bangsa atau desa; bahasa;
sistem teknologi; sistem mata pencaharian; sistem
organisasi sosial; sistem pengetahuan; kesenian dan
sistem religi. Penyataan tersebut di modifikasi menjadi
tujuh unsur kebudayaan yang universal seperti:
bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,
sistem organisasi sosial; sistem pengetahuan;
kesenian; dan sistem religi.

158 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Tugas/Latihan

1. Jelaskan yang dimaksud dengan metode penelitian


Etnografi !
2. Bagaimana syarat deskripsi etnografi? mengapa
etnografer tidak dapat mencakup suku bangsa yang
jumlahnya besar?
3. Komunitas nelayan Lungkak (Lombok Timur)
mempunyai kearifan lokal berupa pemahaman tentang
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya laut.
Pemahaman tentang biota laut bernilai ekonomi,
tempat penangkapan dan posisi rumah ikan, musim
(Pola musim dan waktu-waktu munculnya ikan),
tanda-tanda di laut dan di angkasa, lingkungan sosial
budaya, sistem keyakinan/kepercayaan
(upacara/ritual dan pantangan-pantangan). Menurut
saudara, termasuk dalam unsur kebudayaan apa?
Jelaskan alasannya !

Pengantar Antropologi 159


Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Clifton, J. A. (Ed.). 1968. Introduction to Cultural


Anthropology: Essays in the Scope and Methods of
the Science of Man. Boston: Houghton Mifflin
Company.
Cresswell, J. W. 2008. Research Design Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed
(Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Spradley, James. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT.
Tiara Wacana
Syafwan dan Fitriani, Erda. 2014. Etnografi Indonesia.
Handout Etnografi Indonesia Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang

160 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

BAB XI
DINAMIKA KEBUDAYAAN
MASYARAKAT

A. Perubahan Kebudayaan

Perubahan budaya dalam masyarakat meliputi


berbagai bentuk meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat dan lain sebagainya. Ruang lingkup
perubahan kebudayaan mencakup bagian yang lebih luas
dari perubahan sosial, namun didalamnya tidak termasuk
berkaitan dengan organisasi sosial. Hubungan antara
perubahan sosial dan perubahan kebudayaan sangat erat.
Kebudayaan adalah cara berpikir dan bertingkah laku,
yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif
seperti simbol-simbol dan bahasa yang menjadi alat
pertemuan antar individu atau kelompok. Kebudayaan
merupakan hubungan yang kompleks antara
pengetahuan, kepercayaan, kepercayaan, kesenian, adat
istiadat dan setiap kemampuan manusia untuk
mengembangkan kebiasaan sebagai warga masyarakat.
Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai
aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan
suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu
perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi
kebutuhannya (Soemardjan, 2017).
Kebudayaan sebagai sebuah pendekatan dalam
perubahan sosial berorientasi pada hal-hal yang lebih
mikro seperti pandangan, sikap, dan orientasi individu.
Hal ini yang membedakan antara disiplin sosiologi dan
antropologi mengenai perubahan sosial. Sosiologi lebih
menekankan aspek makro dalam perubahan sosial seperti
jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi. Sosiologi

Pengantar Antropologi 161


Pengantar Antropologi

memusatkan pada ketegangan antar kelompok sebagai


faktor penyebab perubahan. Meskipun terdapat
perbedaan, namun pendekatan sosiologi dan antropologi
cenderung saling berhimpitan.
1. Perubahan Kebudayaan
Perubahan sosial dalam perspektif materialistis
dan idealistis memiliki ciri pokok bahwa material
(teknologi) dan gagasan (ide) adalah sumber
perubahan sosial. Dari perspektif ini melahirkan dua
mazab besar dalam ilmu sosial yakni Marxisme dan
Weberian. Perspektif materialisme memandang bahwa
teknologi (material) yang menjadi penyebab perubahan
sosial. Masuknya teknologi telah menyebabkan
polarisasi kelas, yakni yang disebut kelas borjuis
pemilik modal dan kelas proletar. Kelas borjuis
menggunakan teknologi untuk efisiensi modal, dengan
demikian memunculkan kelas buruh upahan dalam
produksi yang lebih massal.
Corak terpenting dari perubahan sosial menurut
Marx (2000) adalah hubungan antar kelas dalam mode
of production. Sistem ekonomi yang eksploitatif dalam
hubungan produksi menyebabkan pertentangan kelas
yang menjadi penggerak utama perubahan. Konflik
yang ditimbulkan oleh corak produksi primitif dan
akumulatif yang menyebabkan masyarakat berada
dalam garis batas yang senantiasa bergerak kearah
perubahan yang disumberkan pada keinginan terus
mengakumulasi dan sekaligus upaya untuk
merebutnya. Kita sampai pada sebuah kesimpulan
bahwa perubahan sosial merupakan fungsi dari
produksi (sistem ekonomi) termasuk didalamnya
hubungan antar kelas dalam mode of production,
teknologi yang ada di dalam masyarakat.
Prinsip yang ditimbulkan dalam logika materilis
adalah bahwa ketimpangan dalam keseluruhan
hubungan dalam masyarakat seperti kelas,
penguasaan teknologi dan corak produksi. Dalam
masyarakat yang mendasarkan pada materialis maka
perubahan sosial adalah sebuah proses menuju

162 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

perubahan hirarkhi yang tumbuh diatas ketiga


persoalan tersebut diatas. Perubahan sosial berada
dalam spektrum mengubah dan mempertahankan
keadaan yang berlangsung. Dalam konteks ini secara
simultan akan terjadi pergeseran pada upaya-upaya
menguasai alat produksi, merombak dan
mempertahankan kelas, serta keunggulan teknologi
yang menggantikan corak produksi lama.
Dalam konteks perubahan kebudayaan dalam
perspektif materialis yang terjadi adalah perubahan
pola interaksi (relasi). Dengan adanya teknologi masuk
ke dalam satuan masyarakat maka menimbulkan
relasi baru yang berubah dari sebelumnya, ketika
teknologi belum hadir dalam masyarakat. Dalam
pengertian perubahan sosial klasik kebudayaan
menimbulkan hubungan produksi yang lebih rasional,
yakni sistem pengupahan. Corak produksi kapitalis
yang adalah produksi kebudayaan dari model
materialis.
Dalam kebudayaan produksi kapitalis, hubungan-
hubungan produksi yang sebelumnya bersifat
subsisten dan berorientasi ke dalam berubah menjadi
hubungan produksi yang bersifat akumulatif dan
berorientasi ke luar (pasar). Dalam perubahan sosial
kontemporer dengan masuknya teknologi telah
merubah pola relasi individu. Teknologi yang hadir
dalam masyarakat mengubah hubungan antar
individu, persepsi dan pola konsumsi. Teknologi TV
misalnya telah menghadirkan pola konsumsi yang
baru dalam masyarakat terhadap suatu barang.
Teknologi komunikasi membuat hubungan antar
individu menjadi lebih intensif dan mudah.
Sedangkan kaum Weber (2009), melihat bahwa
sumber perubahan sosial adalah ide. Menurut
pandangan Max Weber, perubahan hanya mungkin
terjadi kalau dalam masyarakat jika tumbuh (gagasan)
yang memacu produktifitas, seperti etos, hemat,
individualis, rasional, dan lain sebagainya. dalam
pandangan ini, norma atau etika dapat menjadi
sumber utama yang menggerakkan perubahan.

Pengantar Antropologi 163


Pengantar Antropologi

Masyarakat agraria subsisten dapat berubah menjadi


lebih sejahtera jika etos kerja dan prinsip-prinsip etika
kapitalisme diterapkan. Dengan etos kerja yang tinggi,
maka produktifitas akan meningkat dan mendorong
perubahan dalam masyarakat. Pandangan Weber
mengenai etika protestan yang dapat menjadi
pendorong perubahan dimana spirit ini muncul sejalan
dengan gerak perubahan sejalan dengan munculnya
sekularisasi gereja. Gerakan Calvinisme
(protestanisme) membangkitkan imajinasi rasio
manusia mengenai diri dan lingkungannya.
Didalamnya tumbuh etos produksi yang
didasarkan pada nilai-nilai yang tumbuh dari dalam
seperti prudent, kewirausahaan, dan sekaligus
akumulasi. Dalam pandangan Weber, pemisahan
agama dan masyarakat menumbuhkan rasionalistas
yang akan menjadi dasar teguh bagi upaya
kapitalisasi. Perspektif idealistis melihat bahwa
perubahan sosial dapat ditumbuhkan dari dalam
melalui rasionalitas masyarakat, yang tumbuh melalui
internalisasi subjektif atas masyarakat. Rasionalitas
ditumbuhkan untuk menggantikan doktrin-doktrin
tradisional dalam masyarakat. Spirit etos yang
menggantikan tata nilai lama yang menghambat
perubahan. Dengan spirit baru, masyarakat akan
dibawa kedalam tatanan yang lebih produktif. Inilah
konsepsi idealistis yang dibayangkan Weber. Weber
meyakini bahwa kalau setiap individu memiliki spirit
kewirausahaan maka akan ada cara untuk merombak
masyarakat ke arah kemajuan.
Apa yang paling berpengaruh didunia saat ini?
Dimasa lalu kita menemukan agama sebagai ideologi
yang paling berpengaruh di dunia. Setelah perang
dingin berakhir, praktis ideologi yang paling
berpengaruh adalah kebebasan (kapitalisme dan
demokrasi). Sebagai sebuah gagasan (ideologi)
perspektif ini telah mempengaruhi kebudayaan
manusia. Hubungan individu dan kekuasaan yang
rasional seperti pembentukan birokrasi negara dan
alat kelengkapan pemerintah melalui mekanisme yang

164 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

dipilih dari pada turun temurun. Individu cenderung


mencari keselamatan sosial melalui cara-cara yang
rasional dari pada dengan cara primitif seperti klenik.
Ciri perubahan dalam perspektif ideologi adalah
penggunaan rasio dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui rasio lahir gagasan yang mendorong inovasi-
inovasi yang melahirkan perubahan sosial.
Dalam perspektif antropologi, perubahan yang
paling menonjol pada tingkat perilaku individu yang
dipengaruhi oleh faktor psikologi (Sztompka, 1994).
Perubahan pada level ini lebih mikro dari pola
perubahan sebelumnya. Nilai atau pandangan
seseorang yang diterima secara luas menjadi
kebudayaan baru dalam masyarakat. Sebagai contoh
adalah kebudayaan gotong royong dalam masyarakat
yang bersumber pada kebutuhan–kebutuhan kolektif
dalam masyarakat pedesaan. Kebudayaan gotong
royong dapat berubah menjadi lebih komersial ketika
nilai-nilai individual mulai berkembang. Ronda
digantikan dengan satpam, gotong royong digantikan
dengan sistem upah, upacara perkawinan yang
memakan waktu berhari-hari diganti hanya dalam
waktu semalam.
Kebudayaan masyarakat mengalami pergeseran
sepanjang lahir kebudayaan baru yang diterima
sebagai bagian dari pola interaksi masyarakat.
Perkembangan kebudayaan dipengaruhi oleh sejauh
mana penerimaan masyarakat terhadap nilai-nilai
baru yang datang kemudian dan diikuti. Dalam hal ini
faktor psikologi berupa penerimaan terhadap nilai
baru menjadi faktor utama mengenai kebudayaan
yang berkembang dalam masyarakat.
Soemardjan dan Breazeale (1993) mencatat tujuh
bentuk pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah
untuk memodernisasi desa yaitu: listrik masuk desa,
pemberantasan buta huruf, penyebaran informasi
pembangunan melalui kelompok informasi, keluarga
berencana, pemberdayaan perempuan melalui PKK,
revolusi hijau melalui paket-paket kebijakan seperti
BIMAS/INMAS, dan pembentukan koperasi (KUD).

Pengantar Antropologi 165


Pengantar Antropologi

Ketujuh bentuk pendekatan tersebut dilakukan secara


intensif untuk mendorong perubahan dalam
kebudayaan masyarakat pedesaan menjadi lebih
modern.
Penelitian yang dilakukan oleh Soemardjan dan
Breazeale (1993) tersebut dikonsentrasikan pada
dampak sosial dan budaya dari pembangunan
masyarakat pedesaan di tiga provinsi yakni Aceh,
Sulawesi Selatan dan Yogyakarta. Modernisasi dalam
model pendekatan tersebut menjanjikan masa depan
masyarakat yang lebih baik dari masyarakat
tradisional sebelumnya. Negara ditempatkan sebagai
center dan masyarakat ditempatkan sebagai peri-peri.
Sekat-sekat kebudayaan antara desa dan kota
dipersempit melalui penumbuhan berbagai media yang
dapat memacu kebudayaan desa menjadi metropolis.
Melalui berbagai media, masyarakat desa diintrodusir
sebuah pengetahuan dan orientasi baru yang lebih
dianggap lebih produktif dengan memasukkan nilai-
nilai masyarakat ke desa-desa, sekalipun tidak semua
kebudayaan kota relevan dengan kehidupan
masyarakat desa.
Salah satu contohnya, bagaimana model
pembangunan pedesaan yang telah menyebabkan
perubahan kebudayaan pada masyarakat pedesaan.
Revolusi hijau misalnya telah menghancurkan ikatan
tradisional antar keluarga yang digantikan dengan
relasi yang lebih rasional dan memaksa sebagian
anggota keluarga untuk keluar mencari penghidupan
diluar sektor pertanian. Teknologi yang dicurahkan
kedalam satuan usaha tani telah menyebabkan
efisiensi usaha dengan memangkas penggunaan
tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan.
Dipergunakannya teknologi baru dalam persawahan
memang mengakibatkan kenaikan produksi perhektar
dan memungkinkan lebih banyak panen pertahun.
Tetapi bersamaan dengan itu terjadi pembalikan
dalam proses involusioner di bidang padat karya.
Peralihan ke usaha tani yang rasional telah berjalan
bersamaan dengan terjadinya ketidakmerataan dalam

166 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

penghasilan karena sebagian besar hasil kenaikan


produksi jatuh ke petani pemilik tanah dan modal.
Penghematan biaya upah kerja telah menyebabkan
hubungan produkdi yang lebih bersifat rasional
dengan ditandai oleh akumulasi tanah dan
penggunaan sistem upahan dalam pengolahan tanah.
Mereka akan menjadi buruh upahan dan tidak dapat
menikmati perkembangan kebudayaan karena jatuh
dalam lingkaran kemiskinan.
Selanjutnya bagi mereka yang tidak dapat bertahan
dalam sistem ekonomi yang demikian akan terlempar
keluar dengan bekerja sebagai buruh dan sektor
informal lainnya di kota. Revolusi hijau telah
menyebabkan berbagai persoalan dikalangan rakyat
tani antara lain akumulasi kepemilikan tanah pada
segelintir petani kaya, semakin besarnya buruh
upahan di pedesaan, peminggiran kaum perempuan
dari usaha tani, ketergantungan teknologi, sampai
dengan kerusakan ekologi.
Masuknya listrik telah mendorong tingkat
konsumsi yang lebih tinggi dengan penggunaan
teknologi baru seperti radio, tv dan lain sebagainya.
Dengan penggunaan teknologi informasi yang lebih
baru tersebut juga mendorong berubahan konsumsi
masyarakat desa. Teknologi telah mendorong
perubahan besar-besaran yang kebudayaan
masyarakat desa.
Pemberantasan buta huruf juga mendorong
masuknya kebudayaan baru yang ditandai dengan
etos dan konsumsi baru oleh masyarakat pedesaan.
Melek huruf telah mendorong tingkat konsumsi
menjadi lebih tinggi sekaligus memaju etos
produktifitas melalui penggunaan teknologi yang lebih
fleksibel. KB juga mendorong perencanaan yang
kelahiran yang berpengaruh pada relasi keluarga,
dimana anggota keluarga tidak lagi dianggap sebagai
aset khususnya dalam menyediakan tenaga kerja
untuk usaha tani. Berbagai model pendekatan
pembangunan tersebut telah menyebabkan
perubahan secara mendasar dalam kebudayaan

Pengantar Antropologi 167


Pengantar Antropologi

masyarakat desa yang bertumpu pada memudarnya


komunalisme yang digantikan dengan etos
modernisme.
Dari uraian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa
teknologi, ideologi dan nilai-nilai menjadi sumber
perubahan kebudayaan. Teknologi menyebabkan
perubahan kebudayaan dalam hubungan-hubungan
antar individu, khususnya ditandai dengan
rasionalisasi dan personalisasi. Sedangkan ideologi
telah menyebabkan pergeseran pada tingkat
konsumtivisme individu. Etos produksi telah
menyebabkan kompetisi menjadi lebih terbuka dan
memunculkan pola komsumsi yang lebih masif.
Sedangkan nilai telah mengubah relasi baik ke dalam
ataupun ke luar. Perubahan tersebut ditandai dengan
berbagai kegiatan dan ritual untuk berbagai keperluan
yang dilembagakan dalam bentuk nilai.
2. Bentuk Perubahan Sosial
Ada beberapa bentuk perubahan sosial budaya
(Suntari, 2017), sebagai berikut:
a. Proses perubahan
Pada dasar awalnya dari suatu perubahan
adalah komunikasi dari seseorang atau kelompok
lainnya. Pada proses komunikasi terjadi
penyampaian informasi tentang gagasan, ide,
keyakinan dan hasil budaya yang berupa fisik.
Proses perubahan budaya dapat terjadi secara
cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok
kehidupan masyarakat. Perubahan yang cepat itu
disebut revolusi. Pada perubahan tersebut dapat
direncana atau tanpa direncanakan, dijalankan
dengan kekerasan atau tanpa kekerasan.
Perubahan sosial budaya bisa berlangsung secara
lambat dan memerlukan waktu lama. Biasanya
perubahan tersebut merupakan rentetan
perubahan kecil yang saling mengikuti dengan
lambat.

168 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

b. Wujud Perubahan Sosial Budaya


Dalam wujud perubahan sosial budaya
tersebut bisa membawa kemajuan dan
kemunduran. Pada proses kemajuan berati
perubahan yang dikehendaki dan dapat
menguntungkan serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Bagi yang
menimbulkan kemunduran itu perubahan yang
tidak dikehendaki dan bisa merugikan kehidupan
masyarakat.
c. Pengaruh kebudayaan
Dalam pengaruh kebudayaan dibagi dua hal,
yakni:
1) Pengaruh perubahan besar dalam kebudayaan
Perubahan besar merupakan suatu
perubahan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Maka terjadi perubahan pada
sistem sosial budaya, terjadinya perubahan
pola berpikir struktur masyarakat.
2) Pengaruh perubahan kecil dalam kebudayaan
Perubahan kecil adalah perubahan yang
terjadi pada bagian kecil dari satu unsur
budaya. Di mana tidak membawa pengaruh
langsung bagi individu atau masyarakat.
d. Penerimaan perubahan kebudayaan
Ada beberapa hal dalam penerimaan
perubahan kebudayaan, yakni:
1) Penerimaan kebudayaan yang dikehendaki
Kebudayaan yang dikehendaki merupakan
perubahan yang diperlukan dan telah
direncanakan oleh pihak-pihak yang
mengadakan perubahan.

Pengantar Antropologi 169


Pengantar Antropologi

2) Penerimaan kebudayaan yang tidak


dikehendaki
Perubahan yang dikehendaki merupakan
perubahan yang terjadi tanpa sengaja atau
tidak diinginkan oleh pihak-pihak yang
mendagakan perubahan.
e. Perubahan yang direncanakan
Perubahan yang direncanakan adalah
perubahan yang sebelumnya telah diprogramkan
oleh masyarakat atau pemerintah.
f. Perubahan yang tidak direncanakan
Perubahan yang tidak direncanakan adalah
perubahan yang tidak dikehendaki dan
berlangsung di luar perkiraaan atau jangkauan
manusia. Biasanya menimbulkan dampak atau
akibat yang tidak dikendaki oleh manusia.
3. Faktor pendorong perubahan sosial budaya
a. Ketidakpuasan terhadap kondisi yang ada
b. Penemuan baru (discovery dan invention)
c. Sikap terbuka terhadap perubahan.
d. Perubahan standar hidup
e. Sikap pendidikan yang maju
f. Keadaan masyarakat yang majemuk.
4. Faktor penghambat perubahan sosial budaya
a. Alasan ideologi dan agama; Sikap tertutup
terhadap perubahan; Tingkat pendidikan yang
rendah pada masyarakat.
b. Struktur sosial; Kurangnya hubungan dengan
masyarakat lain;
c. Sikap masyarakat yang sangat tradisional.

170 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

5. Dampak perubahan sosial budaya


Adanya perubahan sosial budaya juga memiliki
dampak bagi masyarakat. Berikut dampak perubahan
sosial budaya:
a. Dekadensi moral
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
dekandesi adalah kemerosotan (tentang akhlak),
kemunduran (tentang seni, sastra). Dekandesi
moral adalah merosotnya moral seseorang yang
ditunjukkan dari perilaku yang bertentangan
dengan nilai dan norma di masyarakat. Biasanya
perilaku tersebut merugikan dirinya dan orang
lain.
b. Kriminalitas
Perubahan sosial budaya bisa berdampak pada
kriminalitas. Kriminalitas adalah suatu kondisi dan
proses sosial yang menghasilkan perilaku lain.
Kriminalitas merupakan tindakan yang melanggar
norma hukum.
c. Aksi protes atau demonstrasi
Demontrasi adalah pernyataan protes yang
dikemukakan secara massal.
d. Konsumerisme
Konsumerisme merupakan pandangan yang diikuti
dengan tindakan atau perbuatan penggunaan
barang secara berlebihan.

Gambar 11.1 Perubahan Sosial Budaya di Wilayah Pedesaan


Sumber: sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id

Pengantar Antropologi 171


Pengantar Antropologi

B. Evolusi Budaya

Teori evolusi kebudayaan merupakan salah satu


teori yang dikenal dalam antropologi. Evolusi merupakan
suatu proses perubahan yang terjadi secara bertahap dan
membutuhkan waktu yang lama (Prayogi dan Danial,
2016). Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan
karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan,
seni, susila, hukum adat, serta setiap kecakapan dan
kebiasaan. Evolusi kebudayaan merupakan suatu proses
perubahan kebudayaan yang terus terjadi hingga saat ini,
hal tersebut dapat dilihat dan diamati dalam banyak hal,
seperti gaya hidup, bahasa, dan lain sebagainya.
Manusia adalah makhluk sosial yang setiap saat
akan berinteraksi dengan manusia yang lainnya maupun
dengan lingkungannya. Dalam hal demikian, proses
evolusi kebudayaan dapat terjadi melalui beberapa hal,
yaitu: akulturasi budaya, asimilasi budaya dan inovasi
atau pembaruan kebudayaan.

C. Revolusi Budaya

Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan


yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar
atau pokok-pokok kehidupan masyarakat (Nurmansyah
dkk, 2019). Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi
dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih
dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau
melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan
sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan
waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang
memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap ‘cepat’
karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan
masyarakat, seperti: sistem kekeluargaan dan hubungan
antara buruh dan majikan, yang telah berlangsung
selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu
upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun
dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali

172 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika,


logika, romantika, menjebol dan membangun.
Dialektika revolusi mengatakan bahwa revolusi
merupakan suatu usaha menuju perubahan menuju
kemaslahatan rakyat yang ditunjang oleh beragam faktor,
tak hanya figur pemimpin, namun juga segenap elemen
perjuangan beserta sarananya. Logika revolusi
merupakan bagaimana revolusi dapat dilaksanakan
berdasarkan suatu perhitungan mapan, bahwa revolusi
tidak bisa dipercepat atau diperlambat, ia akan datang
pada waktunya. Kader-kader revolusi harus dibangun
sedemikian rupa dengan kesadaran kelas dan kondisi
nyata di sekelilingnya. Dalam pengertian umum, revolusi
mencakup jenis perubahan apapun yang memenuhi
syarat-syarat tersebut. Misalnya: Revolusi Industri yang
mengubah wajah dunia menjadi modern. Dalam definisi
yang lebih sempit, revolusi umumnya dipahami sebagai
perubahan politik
Revolusi adalah perubahan sosial budaya secara
cepat dengan perubahan yang begitu menonjol. Biasanya,
revolusi terjadi karena sudah direncanakan dengan baik
dan matang, sehingga dalam melaksanakan perubahan
tidak membutuhkan waktu lama. Penduduknya biasanya
mudah menerima perubahan. Misal: revolusi industri di
Inggris yang sudah berhasil membuat dongkrakan besar
pada industri dunia yang hanya membutuhkan waktu
singkat sebagai penggantian manusia ke mesin.

D. Difusi Budaya

Antropologi telah memperkirakan bahwa manusia


berasal dari suatu daerah dimuka bumi, yaitu sabana
tropical di Afrika Timur, dan sekarang manusia sudah
menduduki hampir seluruh permukaan bumi. Ini dapat
diterangkan dengan adanya proses migrasi yang disertai
dengan proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial
budaya dari manusia dalam jangka waktu beratus ribu
tahun lamanya. Berbagai macam sebab dari migrasi yang
lambat dan otomatis, serta peristiwa yang menyebabkan

Pengantar Antropologi 173


Pengantar Antropologi

migrasi cepat dan mendadak. Proses difusi (diffusion)


adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke
seluruh dunia (Nurmansyah dkk, 2019).
Difusi merupakan salah satu objek ilmu penelitian
antropologi, terutama sub-ilmu antropologi diakronik.
Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya
unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain
di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai proses di
mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu
kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu
dari kebudayaan lain. Migrasi lambat dan otomatis adalah
sejajar dengan perkembangan dari manusia yang selalu
banyak jumlahnya, sejak masa timbulnya dimuka bumi
hingga sekarang. Proses evolusi ini menyebabkan
manusia senantiasa memerlukan daerah yang makin
lama makin luas.
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan bersamaan
dengan penyebaran migrasi kelompok manusia ke
berbagai dunia yang disebut proses difusi. Penyebaran
dan migrasi kelompok-kelompok masyarakat dimuka
bumi ini turut tersebar pulaberbagai unsur kebudayaan.
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi
tanpa ada perpindahan kelompok-kelompok manusia
atau bangsa- bangsa tetapi karena unsur-unsur
kebudayaan itu memang sengaja dibawa oleh individu-
individu tertentu, seperti para pedagang dan pelaut. Pada
zaman modern seperti saat ini, penyebaran unsur-unsur
kebudayaan tidak lagi mengikuti migrasi-migrasi
kelompok, melainkan tanpa kontak langsung antar
individu yang berbeda, ini disebabkan sekarang sudah
banyak media-media yang membantu mempercepat
persebaran kebudayaan dari satu tempat ketempat lain,
seperti televisi, radio, surat kabar dan sebagainya.

174 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

E. Akulturasi, Asimilasi, dan Amalgamasi

1. Akulturasi
Akulturasi merupakan percampuran kebudayaan,
berasal dari istilah bahasa Inggris acculturation.
Percampuran merupakan suatu perubahan besar dari
suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh
dari kebudayaan asing. Menurut Koentjaraningrat
(2009), percampuran menyangkut konsep mengenai
proses sosial yang timbul jika sekelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada
unsur-unsur kebudayaan asing. Akibatnya, unsur-
unsur asing lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan asli. Proses percampuran
berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama.
Hal disebabkan adanya unsur-unsur kebudayaan
asing yang diserap atau diterima secara selektif dan
ada unsur-unsur yang tidak diterima sehingga proses
perubahan kebudayaan melalui mekanisme
percampuran masih memperlihatkan adanya unsur-
unsur kepribadian yang asli. Golongan minoritas
mengubah sifat khas unsur kebudayaan dan masuk
kebudayaan mayoritas
5 (lima) golongan masalah akulturasi, yaitu:
(1) Masalah metode untuk observasi, mencatat dan
melukiskan suatu proses akulturasi yang terjadi.
(2) Masalah unsur kebudayaan asing yang mudah
diterima dan yang sukar diterima. (3) Masalah unsur
apa yang mudah diganti dan tidak mudah diganti atau
diubah. (4) Masalah individu yang cepat dan sukar
menerima. (5) Masalah ketegangan dari krisis sosial
akibat akulturasi
Dalam peneletian jalannya suatu proses
akulturasi, seorang peneliti sebaiknya
memperhatikan beberapa poin khusus, yaitu:

Pengantar Antropologi 175


Pengantar Antropologi

a. Keadaan masyarakat penerima sebelum proses


akulturasi berjalan.
b. Individu-individu dari kebudayaan asing yang
membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
c. Saluran-saluran yang dimulai oleh unsur-unsur
kebudayaan asing untuk masuk kedalam
kebudayaan penerima.
d. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang
terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing
tadi.
e. Reaksi individu yang terkena unsur-unsur
kebudayaan asing
2. Asimilasi
Pembauran merupakan padanan kata dari istilah
asimilation; merupakan proses perubahan
kebudayaan secara total akibat membaurnya dua
kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan
yang asli atau lama tidak tampak lagi. Menurut
Koentjaraningrat (2009), pembauran adalah suatu
proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan
manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda.
Setelah mereka bergaul dengan intensif, sifat khas
dari unsur-unsur kebudayaan masing-masing
berubah menjadi unsur kebudayaan campuran.
Asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi
perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk
mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-
usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan
perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta
tujuan bersama. Hasil dari proses asimilasi adalah
semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu
dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas
antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan
identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya,
menyesuaikan kemauannya dengan kemauan
kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain.

176 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

3. Amalgamasi
Amalgamasi adalah pernikahan atau perkawinan
dari etnik atau ras yang berbeda (Koentjaraningrat,
2009). Di dunia berbahasa Inggris, istilah ini
digunakan dalam abad kedua puluh. Di Amerika
Serikat, sebagian diganti setelah 1863 dengan istilah
perkawinan antara suku atau bangsa. Sementara itu,
istilah amalgamasi dapat mengacu pada pernikahan
antara etnis atau ras yang berbeda yaitu pernikahan
khusus untuk orang kulit putih dan non-putih,
terutama Afrika-Amerika
Amalgamasi juga dapat diartikan sebagai
perkawinan campuran antar etnis, contohnya etnis
Jawa dan Madura. Amalgamasi biasa dikaitkan
dengan asimilasi budaya karena berkaitan dengan
interaksi antara dua budaya berbeda. Dalam
prosesnya, asimilasi pada amalgamasi biasa terjadi
konflik, baik antar individu pelaku amalgamasi, antar
keluarga pelaku amalgamasi, maupun antara individu
dan keluarga. Konflik biasa terjadi ketika ada
perbedaan kepentingan yang diperjuangkan oleh
kedua budaya tadi. Dalam amalgamasi, kepentingan
yang diperjuangkan adalah dominasi budaya. Konflik
tersebut akan terus terjadi selama egoisme budaya
tetap dipertahankan, dan tidak adanya keinginan
untuk memahami budaya lain.

F. Discovery, Invention, dan Inovasi

1. Discovery
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan
yang baru, baik berupa alat ataupun gagasan (Balai
Pengembangan Multimedia Pendidikan dan
Kebudayaan Belajar, 2010). Discovery dapat menjadi
invention jika masyarakat sudah mengakui,
menerima, dan memanfaatkan hasil penemuan
tersebut. Proses dari discovery hingga ke invention
sering memerlukan tidak hanya seorang individu,

Pengantar Antropologi 177


Pengantar Antropologi

yaitu penciptanya saja, tetapi suatu rangkaian yang


terdiri dari beberapa orang pencipta. Penemuan mobil
misalnya dimulai dengan aktivitas dari seorang
berbangsa amerika bernama S. Marcus, yang dalam
tahun 1875 mengembangkan motor gas pertama.
Sebenarnya sistem motor gas juga tekah
merupakan hasil dari suatu rangkaian gagasan yang
dikembangkan selangkah demi selangkah oleh
beberapa orang pencipta lain sebelum Marcus.
Walaupun demikian, Marcus lah yang menyelesaikan
penemuan itu dan yang pertama kali menghubungkan
motor gas dengan sebuah kereta dengan cara yang
sedemikian rupa hingga tadi dapat berjalan dengan
tanpa ditarik oleh kuda. Itulah saatnya mobil menjadi
suatu discovery.
2. Invention
Invention adalah proses munculnya suatu unsur
kebudayaan baru dari kombinasi unsur-unsur
kebudayaan lama yang telah ada dalam masyarakat.
Pada saat suatu penemuan menjadi suatu invention,
proses penemuan belum selesai
3. Inovasi
Proses sosial lain yang dapat terjadi dalam
masyarakat adalah inovasi. Inovasi adalah sebuah
proses pembaruan dalam unsur kebudayaan
masyarakat, yakni teknologi. Inovasi berarti
penemuan baru dalam teknologi manusia. Umumnya,
inovasi dibedakan atas inovasi yang terjadi karena
sengaja (invention) dan inovasi yang terjadi tanpa
sengaja (discovery).
Inovasi dapat menyebabkan perubahan pada
bidang-bidang lain dalam masyarakat. Inovasi dapat
menyebabkan perubahan-perubahan pada sistem
kemasyarakatan. Contoh, penemuan dalam bidang
teknologi pertanian tentu akan mempengaruhi teknik
atau cara para petani mengolah pertanian.

178 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Rangkuman

A. Perubahan budaya dalam masyarakat meliputi


berbagai bentuk meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat dan lain sebagainya. Perubahan
kebudayaan dalam perspektif materialis yang terjadi
adalah perubahan pola interaksi (relasi). Dengan
adanya teknologi masuk ke dalam satuan masyarakat
maka menimbulkan relasi baru yang berubah dari
sebelumnya, ketika teknologi belum hadir dalam
masyarakat. Kebudayaan masyarakat mengalami
pergeseran sepanjang lahir kebudayaan baru yang
diterima sebagai bagian dari pola interaksi
masyarakat. Perkembangan kebudayaan dipengaruhi
oleh sejauh mana penerimaan masyarakat terhadap
nilai-nilai baru yang datang kemudian dan diikuti.
Terdapat beberapa bentuk perubahan sosial budaya,
sebagai berikut: proses perubahan, wujud perubahan
sosial budaya, pengaruh kebudayaan, penerimaan
perubahan kebudayaan, perubahan yang
direncanakan, dan perubahan yang tidak
direncanakan
B. Teori evolusi kebudayaan merupakan salah satu teori
yang dikenal dalam antropologi. Evolusi merupakan
suatu proses perubahan yang terjadi secara bertahap
dan membutuhkan waktu yang lama. Evolusi
kebudayaan merupakan suatu proses perubahan
kebudayaan yang terus terjadi hingga saat ini, hal
tersebut dapat dilihat dan diamati dalam banyak hal,
seperti gaya hidup, bahasa, dan lain sebagainya
C. Revolusi budaya adalah perubahan sosial dan
kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan
menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan
masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi
dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih
dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau
melalui kekerasan
D. Difusi budaya, proses ini tidak hanya dilihat dari sudut
bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari satu
tempat ke tempat lain di muka bumi saja (migrasi),

Pengantar Antropologi 179


Pengantar Antropologi

tetapi terutama sebagai proses di mana unsur


kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu
kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-
individu dari kebudayaan lain.
E. Akulturasi merupakan percampuran kebudayaan,
berasal dari istilah bahasa Inggris acculturation.
Percampuran merupakan suatu perubahan besar dari
suatu kebudayaan sebagai akibat adanya pengaruh
dari kebudayaan asing. Asimilasi adalah pembauran /
asimilation; merupakan proses perubahan
kebudayaan secara total akibat membaurnya dua
kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan
yang asli atau lama tidak tampak lagi. Amalgamasi
adalah perkawinan dari etnik atau ras yang berbeda
yaitu pernikahan khusus untuk orang kulit putih dan
non-putih, terutama Afrika-Amerika atau etnis Jawa
dan etnis Madura.
F. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang
baru, baik berupa alat ataupun gagasan, invention
adalah proses munculnya suatu unsur kebudayaan
baru dari kombinasi unsur-unsur kebudayaan lama
yang telah ada dalam masyarakat dan inovasi adalah
sebuah proses pembaruan dalam unsur kebudayaan
masyarakat, yakni teknologi

180 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk


Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Tugas/Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan perubahan budaya? sebut


dan jelaskan mengenai bentuk perubahan sosial
budaya!
2. Apa yang dimaksud dengan evolusi budaya? Berikan
contoh fenomena!
3. Apa yang dimaksud dengan revolusi budaya? Berikan
contoh fenomena!
4. Apa yang dimaksud dengan difusi budaya? Berikan
contoh fenomena!
5. Apa yang dimaksud dengan akulturasi? Berikan
contoh fenomena!
6. Alat pertanian modern akan membuat aktivitas
pertanian masyarakat menjadi semakin mudah.
Peralatan ini dilengkapi dengan teknologi yang canggih
sehingga penggunannya tidak harus mengandalkan
metode manual. Dengan adanya alat-alat modern ini
diharapkan hasil panen yang akan didapatkan pun
dapat lebih maksimal. Yang awalnya membajak
menggunakan kerbau atau sapi sekarang
menggunakan kultivator, merupakan alat pertanian
modern yang memiliki fungsi untuk membajak sawah,
tepatnya berfungsi mengolah tanah sekunder
(penghancuran dan penghalusan tanah).
Menurut saudara, fenomena tersebut termasuk
discovery, invention, atau inovasi?

Pengantar Antropologi 181


Pengantar Antropologi

Daftar Pustaka

Balai Pengembangan Multimedia Pendidikan dan


Kebudayaan. 2010. Inovasi Sebagai Faktor Internal
Perubahan Kebudayaan. Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Marx, K. 2000. Karl Marx: Selected Writings. Oxford:
Oxford University Press
Nurmansyah, Gunsu; Rodliyah, Nunung; dan Hapsari,
Recca Ayu. 2019. PENGANTAR ANTROPOLOGI
Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi. Bandar
Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja (AURA)
Prayogi, Ryan dan Danial, Endang. 2016. Pergeseran Nilai-
Nilai Budaya Pada Suku Bonai Sebagai Civic Culture
Di Kecamatan Bonai Darussalam Kabupaten Rokan
Hulu Provinsi Riau. HUMANIKA 23(1)
Soemardjan, S. 2017. Sosiologi Pengantar. Jakarta:
Rajawali Pers
Soemardjan, Selo & Kennon Breazeale. 1993. Cultural
Change in Rural Indonesia: Impact of Village
Development. Jakarta: UNS-YIIS-East West Center
Suntari, Sri. 2007. Modul Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan Sosiologi. Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidian Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Sztompka. 1994. The Sociology of Social Change. Oxford:
Blackwell Publishers
Weber, M. 2009. From Max Weber: Essays in Sociology.
London: Routledge.

182 Ratih Rahmawati, S.Pd., M.Sos., dkk

Anda mungkin juga menyukai