Anda di halaman 1dari 22

JUSTITIA JURNAL HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

SOSIAL BUDAYA SEBAGAI OTENTISITAS HUKUM KE-


INDONESIAAN
Yogi Prasetyo
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Jl. Budi Utomo No.10 Ponorogo, Jawa Timur Indonesia, Telp. (0352) 481124, 487662 -
Fax : (0352) 461796
Email: yogiprasetyomadiun@gmail.com

Diterima: 18 Januari 2020 Review: 7 April 2020 Publish: 22 April 2020

Abstrak
Artikel ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pemahaman tetang
hukum dan keaslian hukum di Indonesia berdasarkan nilai-nilai sosial budaya yang ada di
masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah filsafat. Dengan metode filsafat dapat
menganalisis dan menjelaskan permasalahan hukum lebih dalam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hukum lebih dominan dipahami sebagai positivisme hukum dalam
bentuk peraturan perundang-undangan tertulis yang dibuat oleh negara. Padahal sosial budaya
yang dipraktikkan oleh masyarakat dapat menjadi sumber hukum yang otentik di Indonesia,
karena mengandung nilai-nilai kebijaksanaan pandangan hidup yang tercermin dari adat
istiadat dan agama yang dianut masyarakat. Oleh masyarakat dianggap lebih memiliki

Kata Kunci: Sosial Budaya, Hukum Otentik, Indonesia

A. Pendahuluan
kedudukan yang tinggi dibanding dengan
Hukum di Indonesia dipahami
norma-norma hukum lainnya. Sehingga
sebagai peraturan perundang-undangan.
berdampak pada peran yang sangat
Cara pandang demikian telah menjadi
dominan dalam sistem hukum nasional.
paradigma yang mendarah daging dalam
Pemahaman tersebut sama dengan apa yang
kehidupan berbangsa. Ketika seseorang
di sampaikan Herbert Lionel Adolpus
ditanya tentang hukum, maka jawabannya
(H.L.A) Hart seorang tokoh pencetus teori
adalah peraturan perundang-undangan.
positivisme hukum. Hukum diakui sebagai
Padahal pemahaman tersebut tidak
the most influential modern positivist in the
seharusnya dapat dibenarkan begitu saja
english speaking world.1 Hukum dalam
tanpa mempertimbangkan aspek-aspek
pemahamannya sebagaimana bunyi yang
yang lain. Peraturan perundang-undangan

1
H.L.A Hart, (1994), The Concept of Law,
Clarendon: Oxford University Press, hlm. 91.
199
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

terdapat dalam peraturan perundang- menjadi daya yang cukup kuat untuk
undangan. diakuinya hukum. Negara dalam hal ini
Ketika hukum dipahami sebagai sebagai pelaksana dari organisasi memiliki
peraturan perundang-undangan, maka kewenangan yang sentral dalam
hukum adalah tulisan-tulisan yang berisi menciptakan hukum. Hanya hukum yang
perintah, ketaatan dan sanksi dalam buku dibentuk oleh negara yang diakui
lembaran negara. Pemahaman hukum ini berlakunya.3 Meskipun terdapat peraturan-
juga seperti pemikiran John Austin tentang peraturan yang berlaku dalam kehidupan
command, duty, and sanction.2 Menurut masyarakat, maka kekuatan berlakunya
Austin, penguasa memiliki otoritas untuk harus di bawah hukum negara. Bahkan
menerapkan hukum secara paksa kepada segala bentuk peraturan yang berlaku hanya
rakyatnya, karena hukum dibentuk untuk akan dapat diakui secara sah sebagai hukum
kepentingan penguasa. Dalam hal ini jika telah diakui/disahkan berlakunya oleh
hukum memiliki sifat materiil, yaitu dapat negara. Hal tersebut juga masih terkendala
dibuktikan secara tertulis dengan adanya dengan teknis pelaksaan implementasi
tulisan-tulisan tersebut sebagaimana yang hukum di masyarakat Indonesia yang penuh
terdapat dalam kitab peraturan peraturan dengan pluralitas keanekaragaman. Padahal
perundang-undangan. Norma lain yang banyak sekali norma dalam kearifan lokal
tidak tertulis bukan dianggap sebagai yang terbentuk dari nilai-nilai kehidupan
hukum. Pemahaman ini menciderai nilai- masyarakat.
nilai kehidupan yang banyak tumbuh dan Hukum juga dipahami sebagai
berkembang dalam kehidupan masyarakat. aturan yang dipraktekkan secara formal
Jika hukum harus tertulis, maka hukum oleh aparatur negara. Bekerjanya aparatur
tidak akan pernah mampu untuk negara adalah sebagai pelaksana peraturan
menuliskan nilai-nilai makna simbolik perundang-undangan. Sehingga segala
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. tindakan aparatur negara harus berdasarkan
Selain itu hukum juga sering pada hukum. Cara pandang demikian sesuai
dipahami sebagai peraturan yang dengan teori positivisme hukum yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Artinya
otoritas negara dalam membentuk hukum

2 3
John Austin, (1995), The Province of M.R. Zafer, (1984), Jurisprudence an Outline,
Jurisprudence Determined, Cambridge: University Kuala Lumpur: International Law Book Services,
Cambridge Press, hlm. 18. hlm. 6-7.
200
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

dibangun oleh Hans Kelsen.4 Positivisme utama hukum adalah mencapai kepastian,
hukum yang ditopang teori hukum murni tanpa menghiraukan rasa keadilan
lebih menjamin tingkat kepastian hukum. masyarakat. Kejelasan dan ketegasan
Positivisme hukum yang dijalankan negara hukum dalam peraturan perundang-
membuat sistem hukum semakin formal undangan mampu mengukuhkan kekuatan
dan terjamin keberlakuannya. Selain itu legalitasnya kepada siapapun. Sifat inilah
hukum menurut Kelsen harus dipisah dari yang sering menjadi sandaran utama hukum
unsure moral dan social masyarakat, karena dalam mempertahankan kepentingannya.
itu semua dianggap tidak ada kaitanya Cara pandang hukum dalam hal ini telah
dengan cara kerja hukum. Aparatur negara dipersempit seperti hanya yang terdapat
merupakan alat dari sistem yang bergerak dalam bunyi peraturan perundang-
untuk menegakkan hukum. Dengan undangan saja.5 Berarti hal-hal lain yang
demikian hukum seolah-olah diwakili oleh tidak disebutkan secara jelas dan tegas
tindakan aparatur negara dalam bekerja. dalam peraturan perundang-undangan
Pandangan ini dapat dilihat dari masih bukan merupakan hukum. Jika demikian
kuatnya pengaruh pemegang kebijakan. nilai-nilai sosial budaya dalam kehidupan
Pejabat negara dipandang sebagai sosok masyarakat dapat terabaikan.
yang mewakili negara dalam menentukan Pemahaman hukum tersebut di atas
kebijakan, dampaknya tidak jarang banyak merupakan pemahaman positivisme hukum
terjadi korupsi yang melibatkan pejabat hasil warisan dari penjajahan Belanda.
negara. Karena terlalu lamanya penjajah menguasai
Hukum sebagai aturan harus Indonesia mengakibatkan sistem hukum
mempunyai sanksi jelas dan tegas terbelah menjadi beberapa garis demarkasi
sebagaimana disebutkan dalam peraturan sesuai dengan kepentingan penjajah, yang
perundang-undangan. Segala macam pada intinya lebih pada menempatkan
tindakan hukum telah diatur sedemikian sistem hukum positif menjadi aturan hukum
rupa dalam peraturan perundang-undangan, utama dan tertinggi. Sistem hukum warisan
sehingga tingkat kejelasan dan ketegasan penjajah Belanda ini lebih dikenal dengan
dari hukum dapat mencapai sebuah istilah civil law system.
kepastian. Dalam keadaan seperti ini tujuan

4 5
Hans Kelsen, (1976), The Pure Theory of Law, Hans Kelsen, (1973), General Theory of Law and
Trans.by Max Knight, California: University of State, Trans.by Anders Wedberg. Renewed, New
California Press, hlm. 1-2. York: Russel & Russel, hlm. 124
201
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Indonesia sampai sekarang ini Kandungan nilai-nilai sosial budaya yang


belum mampu untuk lepas dari sistem mencakup segala aspek kehidupan
hukum warisan penjajahan Belanda masyarakat menjadi sumber utama pranata
tersebut. Mungkin karena hukum yang kehidupan.
dipelajari dan dipraktikkan selama ini telah Oleh karena itu perlu
berkiblat pada sistem hukum penjajah, mengembalikan hukum Indonesia sesuai
sehingga sulit bagi Indonesia untuk lepas dengan otentisitas hukum yang asli, yaitu
dari sistem hukum tersebut. Hal itu bukan hukum yang sesuai dengan sosial budaya
merupakan alasan yang bijak, karena kita masyarakat Indonesia. Sudah saatnya
adalah negara yang merdeka dan berdaulat Indonesia mengambil hukum dari sumber
atas kekuasaan yang ada pada negara ini. hukum sendiri yang berasal dari sosial
Perlu kemauan dan keberanian untuk budaya masyarakat. Hukum harus dibentuk
merubah paradigma hukum Indonesia berdasarkan sosial budaya masyarakat,
kembali kesumber asal yang asli atau karena hukum untuk masyarakat, bukan
otentik yang berasal dari nilai-nilai sosial masyarakat untuk hukum. Perlu perubahan
budaya masyarakat Indonesia. pemahaman hukum yang lebih menghargai
Pemahaman positivisme hukum dan menghormati nilai-nilai sosial budaya
yang didukung oleh civil law system yang hidup dan berkembang di masyarakat.
tersebut jelas bukan merupakan cermin dari Memahami hukum sebagai sosial budaya
sosial budaya masyarakat Indonesia. masyarakat merupakan bentuk dari
Masyarakat serasa menggunakan hukum kedaulatan hukum Indonesia yang dapat
asing yang bukan berasal dari dirinya menentukan tercapainya tujuan nasional.
sendiri. Bahkan masih banyak masyarakat Kearifan lokal telah terintegrasi
yang tidak mengetahui adanya hukum, dalam sebuah sistem kehidupan dalam
karena hukum yang mereka pahami jauh sosial budaya masyarakat Indonesia yang
berbeda dengan apa yang mereka tidak dapat terpisahkan. Hal ini dapat
praktikkan sehari-hari. Akibat dari dilihat dari akulturasi adat istiadat dan
pemahaman hukum tersebut, maka hukum agama dalam berbagai kegiatan sosial
dinilai telah menciderai rasa keadilan, budaya masyarakat, seperti acara kelahiran,
karena hukum tidak sesuai dengan nilai- perkawianan dan kematian. Nilai-nilai
nilai sosial budaya masyarakat. Padahal kehidupan yang baik warisan para leluhur
sosial budaya merupakan bentuk dari bangsa telah disempurnakan dengan nilai-
otentisitas hukum di masyarakat. nilai agama sehingga menjadi sebuah nilai-
202
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

nilai sosial budaya yang layak untuk utama dalam pembentukan hukum
menjadi pedoman dan sumber hokum. nasional. Memahami hukum sebagai nilai-
Pembentukan hukum yang baik nilai sosial budaya yang otentik dari adat
tidak dapat lepas dari proses sejarah yang istiadat, kultur dan sejarah bangsa sesuai
menjadi latar belakang dan alasannya. dengan teori sejarah hukum (historical
Artinya hukum di Indonesia harus dibentuk school jurisprudence) yang dikemukakan
sesuai dengan keadaan sosial budaya Friedrich Karl von Savigny. Menurut
masyarakat Indonesia, bukan hukum asing. Savigny, hukum merupakan cermin dari
Sosial budaya masyarakat merupakan latar volksgeist, yaitu manifestasi dari spirit dan
belakang yang cukup kuat untuk menjadi jiwa bangsa yang digali dari realitas sosial
dasar alasan bagi negara untuk membentuk budaya masyarakat. Untuk melihat
hukum. Dalam hal ini perlu kajian tentang otentisitas hukum yang benar-benar asli
sejarah hukum untuk menggali dan menurut pandangan teori ini adalah dengan
memperoleh basis epistemologi hukum asli melihat sejarah yang telah dipraktekkan
Indonesia yang pada intinya berasal dari dalam kehidupan sosial budaya
tradisi, adat istiadat dan ajaran agam. Dasar masyarakat, karena hukum itu ditemukan,
pemikiran ini didukung oleh fakta-fakta bukan dibuat.6 Berdasarkan uraian
bahwa mayoritas sebagaian besar tersebut, maka terdapat pokok permaslahan
masyarakat Indonesia telah memiliki nilai- yang penting, yaitu tentang bagimana
nilai sosial budaya yang mengandung pemahaman hukum dan otentisitas
cirikhas dan karakteristik daerah masing- keaslian hukum Indonesia
masing yang menyatu berakulturasi dengan
nilai ajaran agama. B. Metode Penelitian
Sosial budaya yang di dalamnya Dalam penelitian ini menggunakan
mengandung nilai-nilai kebiasaan adi- metode penelitian filsafat. Metode
luhur nenek moyang bangsa telah penelitian filsafat dapat memberikan
bersinergi dan disempurnakan dengan informasi, ferifikasi, koreksi, pelengkap dan
nilai-nilai agama yang dianut masyarakat penjelasan secara lebih rinci.7 Kajian filsafat
Indonesia. Oleh karena itu sosial budaya yang mengandung makna aktivitas berpikir
wajib menjadi dasar bagi sumber hukum murni (reflective thinking) atau kegiatan

6 7
Mathias Reimann, (1988), The Historical School Anton Bakker (ed), (1990), Metodologi Penelitian
Against Codification: Savigny, Carter and the Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, hlm. 94.
Defeat of the New York Civil Code, American
Journal of Comparative Law Vol.37, hlm. 95-97.
203
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

akal manusia dalam usaha mengerti secara dipengaruhi oleh peranan kaum academic
mendalam sampai ke akar-akarnya.8 jurists Belanda yang mengawali tonggak
Pendekatan filsafat dilakukan untuk pendidikan dan penelitian hukum di
mengkaji tentang otentisitas hukum di Indonesia. Sebagai sebuah negara yang
Indonesia. Filsafat hukum sering disebut mewarisi tradisi civil law system,
sebagai pendekatan yang tertinggi dalam perkembangan hukum di Indonesia sangat
hukum.9 Filsafat hukum sebagai pisau ditentukan oleh kaum academic jurists, di
analisis mempunyai wilayah yang lebih luas tangan mereka terletak kewenangan
dan dalam dari pada normatif hukum yang akademik dan profesional dalam
hanya mengkaji tentang cara kerja hukum mengajarkan hukum. Dalam hubungan ini
dalam arti peraturan perundang-undangan.10 suatu teorisasi mengenai adanya suatu
Sumber dan jenis data dalam tatanan hukum yang kukuh dan rasional
penelitian ini berasal dari: buku, jurnal, menjadi obsesi kuat aliran positivisme
artikel dan berbagai karya ilmiah lain yang hukum. Dengan hal tersebut hukum harus
terkait dengan tema penelitian. Data-data dapat dilihat sebagai suatu bangunan yang
dalam penelitian ini dikumpulkan melalui rasional dan logis, karena bidang profesi
studi kepustakaan. Data-data yang telah memerlukan dukungan itu. Hakim, jaksa
terkumpul selanjutnya akan dilakukan dan polisi selalu mengkonseptualisasikan
analisis secara deskriptif untuk memperoleh hukum sebagai peraturan perundang-
gambaran penjelasan terkait dengan undangan yang memang dibutuhkan untuk
permasalahan hukum dan otentisitas hukum memperlancar kerja profesi mereka.
di Indonesia. Dengan demikian perspektif hukum
terkungkung paradigm positivisme
C. Pembahasan hukum.11
Pemahaman Hukum Di Indonesia Hukum di Indonesia masih
Masuknya mainstream pemikiran didominasi oleh penggambaran mengenai
positivisme hukum ke Indonesia selain paradigma profesional daripada empiris.
karena dari kolonisasi Belanda, juga Keadaan seperti itu tampaknya dipengaruhi

8 10
Busro Muqadas, (1989), Nilai dan Berbagai Aspek Dewa Gede Sudika, (2013), Fungsi Evaluatif
dalam Hukum Suatu Pengantar Studi Filsafat Filsafat Hukum terhadap Hukum Positif Indonesia,
Hukum, Jakarta: Bhratara Niaga Media, hlm. 25. Jurnal Pandecta Vol.8 No.1, hlm. 35.
9 11
Otje Salman, (2010), Filsafat Hukum Khudzaifah Dimyati, (2008), Dialektika Hukum:
(Perkembangan & Dinamika Masalah), Bandung: Karakteristik dan Orientasi Pemikiran Hukum
PT Refika Aditama, hlm. 27. Berbasis Nilai Budaya Hukum Indonesia,
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Press, hlm.
97.
204
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

oleh kuatnya kepentingan hukum untuk bermain di wilayah aman dengan metode
melayani kebutuhan professional yang penafsiran konvensional. Jarang mereka
dijalankan di lingkup formal. Selama ini yang menyeberang ke metode konstruksi.
out put dari para pekerja profesional di Hakim dalam hukum pidana bahkan
bidang hukum hanya menghasilkan mengharamkan penggunaan argumentum
kepastian hukum yang sesuai dengan per analogiam karena dianggap
peraturan perundang-undangan, belum bertentangan dengan asas legalitas.
mampu menghasilkan keadilan hukum Larangan ini tidak sekedar doktrin,
yang sebenarnya. Mereka hanya melainkan sudah diformulasikan secara
berpandangan normatif dan tidak mampu tegas dalam asas legalitas (Nullum
melihat kebenaran hukum yang delictum nulla poena sine praevia lege
sesungguhnya, sehingga cenderung poenali) yang diatur dalam pasal 1 ayat (1)
melihat hukum sebagai rule and logic KUHP.13
semata. Cara pandang ini seperti melihat Bukti kuatnya pengaruh positivisme
hukum dengan kaca mata kuda. Dimensi hukum dalam sistem hukum di Indonesia
moralitas yang seharusnya terbentuk dari antara lain ditandai oleh keinginan
nilai-nilai sosial budaya masyarakat tidak melakukan unifikasi (eenheidsbeginsel)
ada, implikasinya pemahaman tentang dan kodifikasi hukum secara tekstualitas.
hukum di Indonesia menjadi buruk.12 Akan tetapi keadaan masyarakat Indonesia
Para profesional di bidang hukum yang mejemuk, penyeragaman hukum
biasanya lebih mengandalkan penafsiran demi mencapai kepastian hukum tersebut
gramatikal dan cenderung tekstual secara justru dapat menimbulkan resistensi.
leksikal sebagaimana bunyi dalam Dalam tataran tertentu, justru masyarakat
peraturan perundang-undangan. Penafsiran yang majemuk ini mampu mengurangi
tersebut sebenarnya hanyalah salah satu dominasi positivisme hukum, terutama
metode penemuan hukum (rechtsvinding). bidang hukum yang bersentuhan dengan
Meskipun di luar dikenal metode lain masyarakat, seperti hukum perkawinan dan
seperti konstruksi atau argumentasi, namun pewarisan.14 Dalam masyarakat yang
para profesional hukum umumnya sering majemuk untuk memberikan rasa keadilan,

12 13
Satjipto Rahardjo, (2002), Sosiologi Hukum: Moeljatno, (2002), Asas-Asas Hukum Pidana,
Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 24.
14
Surakarta: Muhammadiyah University Press, hlm. Shidarta, (2006), Karakteristik Penalaran Hukum
9-10. Dalam Konteks Keindonesiaan, Bandung: CV
Utomo, hlm. 526.
205
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

hakim tidak cukup menjadi corong diperbolehkan secara hukum. Akhirnya


undang-undang, melainkan harus Tukirin dianggap bersalah dan dijatuhi
membuka lebar-lebar mata, telinga, akal hukuman percobaan 1 tahun tidak boleh
dan hati nuraninya untuk melihat, menanam jagung dan dikenai denda
memikirkan dan merasakan realitas hukum Rp.200.000. Jika dalam waktu tersebut
yang nyata otentisitasnya di masyarakat. melakukan pelanggaran maka dapat
Positivisme hukum memberi dikenai penjara selama 6 bulan.
pemahaman kepada profesional hukum Positivisme hukum sebagai sebuah
bahwa hukum adalah peraturan perundang- mainstream menempatkan dirinya
undangan. Bahkan tidak dalamposisi yang sulit dibela15, oleh karena
mempermasalahkan apakah substansinya pandangan-pandangannya terhadap hukum
adil atau tidak, baik atau buruk, dan yang sangat simplistic jika harus
bertentangan dengan moral, etika, agama berhadapan dengan suatu problem
atau tidak. Pemahaman yang demikian masyarakat yang kompleks dan rumit.
membuat positivisme hukum melihat Positivisme hukum hanya bisa melihat
persoalan secara hitam-putih sebagaimana persoalan secara tekstual, sementara
dalam teks undang-undang, padahal problem yang dihadapi dapat menjadi
masalah dalam masyarakat terlalu besar sangat kompleks. Dominasi pemahaman
untuk dimasukkan dalam pasal-pasal normatif ini juga sangat dipengaruhi oleh
peraturan perundang-undangan. Contoh; perkembangan kehidupan bangsa. Kurun
pada Tahun 2005 Tukirin (62 tahun) petani waktu 350 tahun dalam cengkeraman
Nganjuk yang didakwa Jaksa Penuntut sistem hukum penjajahan Belanda,
Umum mencuri hak paten benih jagung PT membuat bangsa Indonesia terbiasa dengan
BISI . Tukirin dituduh mencuri benih sistem hukum yang buruk ini.16
induk, namun karena telah dijelaskan Sistem hukum seperti ini dapat
secara meyakinkan bahwa benih dibeli dari berpengaruh buruk terhadap pembangunan
toko, maka pertanyaan mengarah ke cara hukum, oleh karena jika hukum hanya
menanam jagung. Pada pemeriksaan di dipandang sebagai sistem norma belaka,
pengadilan, hakim menyatakan bahwa maka pembangunan hukum juga hanya
meniru cara menanam adalah tidak berorientasi kepada pembangunan

15 16
Andre Ata Ujan, (2001), Keadilan dan Lili Rasjidi, (1995), Pembangunan Sistem Hukum
Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls, Dalam Rangka Pembinaan Hukum Nasional.
Yogyakarta: Kanisius, hlm. 32. Dalam Bunga Rampai Pembangunan Hukum
Indonesia, Bandung: Eresco, hlm. 357.
206
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

komponen hukum yang berkaitan dengan hukum, karena terkungkung dogma


sistem pembentukan atau penerapan norma prosedur formal.
itu, padahal dalam kenyataannya Sisi gelap kinerja profesional hukum
penerapan hukum sebagai suatu norma seringkali menimbulkan protes,
tidaklah cukup hanya dengan melibatkan demonstrasi yang menjurus pada
komponen yang bersangkutan dengan kekacauan dalam masyarakat. Meskipun
sistem norma saja. Permasalahan ini hukum memiliki tujuan utama
membuat hukum menjadi kaku, kering, mewujudkan ketertiban (order), akan
sempit dan picik. tetapi memunculkan apa yang disebut
Positivisme hukum biasanya mampu Charles Sampford sebagai disorder of
bertahan dalam keadaan masyarakat yang law.17 Hal ini terjadi karena hukum
stabil. Akan tetapi pada masa krisis, di dipahami secara sempit secara formalistik,
mana hukum yang disiapkan menata proses involutif, lambat dan kekurangan kapasitas
interaksi dalam masyarakat gagal untuk beradaptasi serta mengantisipasi
menjalankan fungsinya, asumsi perkembangan. Ini kegagalan positivisme
positivisme hukum tentang kepastian hukum yang tak mampu memahami hukum
hukum mulai dipermasalahkan. Sejak jauh ke dalam. Sikap para profesional yang
permulaan krisis hingga sekarang, bekerja di bidang hukum yang sering
pendekatan hukum yang dilakukan para mengabaikan rasa keadilan masyarakat.
profesional hukum masih menggunakan Selain itu, pemahaman hukum positif yang
cara konvensional, padahal keadaan dan terpisah dengan makna kehidupan spiritual
kualitas masyarakat sudah berubah. Masih agama, karena kesalahan hanya dinilai
berpikir menggunakan metode yang lazim dengan hukuman penjara, bukan suatu
dipakai menangani masalah hukum dalam beban dosa yang harus dimintakan ampun
keadaan normal. Bahkan untuk kepada Tuhan.
menghadapi masalah yang luar biasa Masyarakat yang pada awalnya
seperti korupsi, HAM dan terorisme masih mempercayakan persoalan hukum kepada
menggunakan logika positivisme hukum. lembaga penegak hukum, kini mulai
Akibatnya penegakan hukum mengalami mempertanyakan kredibilitas lembaga
kesulitan untuk melakukan terobosan tersebut. Penegakan hukum sebagai fokus
utama dalam proses reformasi sampai saat

17
Ahmad Ali, (2009), Menguak Teori Hukum dan
Teori Peradian, Jakarta; Kencana, hlm. 45.
207
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

ini masih sangat lemah. Kepercayaan perkembangan mutakhir masyarakat


masyarakat terhadap hukum telah hilang. Indonesia. Implikasi dari fenomena itu
Kewibawaan aparat penegak hukum adalah banyaknya resistensi produk hukum
semakin merosot sehingga hukum dinilai dalam masyarakat Indonesia.
tidak memberikan kemanfaatan. Hukum Sejarah perkembangan bangsa telah
tidak dapat menyelesaikan permasalahan berdampak terhadap pemahaman hukum.
yang terjadi di masyarakat. Hukum Di Indonesia terdapat keanekaragaman
menjadi tidak berdaya menghadapi pemikiran hukum yang juga menjadi
pelanggaran dan kejahatan yang terjadi bagian dari disiplin hukum, yang mana
sehingga keadilan semakin sulit masing-masing memiliki metode
diwujudkan dalam masyarakat.18 Lembaga epistemologi untuk memperoleh kebenaran
penegak hukum tampak belum mampu hukum, seperti; sosiologi hukum
melepaskan diri dari pengaruh buruk menggunakan penalaran induktif-empiris
positivisme hukum yang memposisikan untuk melihat kebenaran hukum di
peraturan perundang-undangan sebagai masyarakat; positivisme hukum
satu-satunya hukum. menggunakan penalaran deduktif-logis
Hukum yang berlaku di negeri ini untuk menarik kebenaran hukum dari
mengalami apa yang disebut sebagai peraturan perundang-undangan; hukum
kemiskinan ideologi ke-Indonesiaan yang berbasis moral-etik dan hati nurani untuk
secara substantif telah kehilangan ruh yang memahami kebenaran hukum dengan
seharusnya di emban oleh hukum itu melalui perasaan dan intuisi; hukum
sendiri. Hal ini disebabkan institusi yang profetik yang berbasis wahyu untuk
memiliki otoritas untuk menciptakan memahami hukum.
hukum telah menafikkan referensi yang Keanekaragaman pemikiran hukum
bisa diperoleh melalui relasi dan dialog yang ada menimbulkan hubungan yang
pemikiran hukum dan sosial budaya pada tidak baik, seperti memahami hukum
umumnya. Ketika dihadapkan pada realitas hanya searah dan tidak pernah ada
otentik, hukum yang berlaku kurang fasih keterkaitan satu dengan yang lain.
membaca fenomena-fenomena sosial Kebenaran hukum berjalan lurus sesuai
budaya yang merepresentasikan dengan alur tata kerjanya, meskipun

18
Syariah, Rabiatul, (2008), Keterkaitan Budaya
Hukum Dengan Pembangunan Hukum Nasional,
Jurnal Equality Vol.13 No.1, hlm. 2.
208
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

menurut pemahaman yang lain tidak benar, sendiri dan bangsa Indonesia tidak bisa
asal telah sesuai dengan alur tata kerjanya dipaksa untuk mengikuti cara-cara
dianggap benar. Sifat independensi dalam penyelenggaraan hukum yang telah mapan
hukum sangat tegas, masing-masing tidak seperti di Negara Barat. Pemikir hukum
dapat menginterfensi yang lain. Dalam seharusnya mengajukan main-stream
hukum terjadi dominasi dan klaim atas hukum orisinil yang sesuai dengan nilai-
kebenaran hukum, karena hanya ada satu nilai kehidupan masyarakat Indonesia.20
yang dianggap paling benar. Dalam pola Sosial budaya sebagai otentisitas hukum
hubungan ini berusaha untuk menarik ke-Indonesiaan merupakan seperangkat
beberapa epistemologi hukum kedalam nilai-nilai bersama yang dapat diperoleh
salah satunya, sehingga hukum yang dari adat istiadat masyarakat Indonesia.
diunggulkan dapat mendominasi Nilai-nilai sosial budaya Indonesia
kebenarnya, seperti dalam praktek hukum, seperti tercermin dari Pancasila;
positivisme hukum menjadi arus utama Ketuhanan, kemanusiaan, nasionalisme,
penegakkan hukum. demokrasi dan keadilan sosial. Meskipun
masing-masing daerah di Indonesia
Sosial Budaya Sebagai Otentisitas berbeda-beda, akan tetapi nilai-nilai sosial
Hukum Ke-Indonesia budaya yang mencerminkan karakter ke-
Kebutuhan untuk meletakkan sosial Indonesiaan tetap sama. Seperti di
budaya dalam domain hukum Indonesia masyarakat Jawa terdapat falsafah
sebagai otentisitas hukum merupakan semangat kebersamaan gotong royong holo
sebuah keniscayaan. Langkah yang perlu bis kuntul baris, penyelesaian sengketa
ditegaskan adalah, bahwa bangsa yang bijak dengan prinsip menang tanpa
Indonesia berani menentukan apa yang ngasorake dan prinsip demokrasi dengan
paling baik bagi bangsa ini, termasuk berembug. Semua falsafah tersebut telah
dalam membangun hukum yang menjadi hukum lokal atau adat yang ditaati
berkarakter ke-Indonesiaan.19 Keadaan ini dalam kehidupan sosial budaya masyarakat
dapat dipahami, karena hukum yang jawa. Makna yang terkandung di dalamnya
berasal dari luar memiliki ciri persoalannya tentu telah melalui berbagai penilaian dan

19 20
Khudzaifah Dimyati, (2008), Putusan Hakim Khudzaifah Dimyati, (2010), Teorisasi Hukum:
Berbasis Keadilan: Studi Atas Putusan Pengadilan Studi Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990,
Negeri, Laporan Penelitian Kerjasama Pascasarjana Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. 119.
Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Komisi
Yudisial Republik Indonesia, hlm. 105.
209
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

penyesuaian, termasuk dengan nilai-nilai pemikiran ideologis sosial budaya ke-


ajaran agama (Islam khususnya yang Indonesiaan yang itu berorientasi pada aras
tumbuh subur menjadi agama mayoritas).21 substantif. Dalam konteks demikian,
Hukum sebagai sebuah produk perlunya penguatan dalam pemikiran
politik belum menampilkan wajah hukum ideologis substantif, karena tanpa itu
Indonesia yang sesungguhnya dan hanya hukum tidak memiliki basis sosial budaya,
bergerak pada wilayah bentuk dan simbol. tempat dimana hukum itu menjalankan
Hukum dibuat pada hakikatnya sebagai fungsi dan perannya dalam kehidupan.
social order yang muaranya memberikan Untuk memahami otentitas hukum ke-
perlindungan pada seluruh masyarakat. Indonesiaan yang berbasis sosial budaya
Akan tetapi, dalam realitasnya idiom- dapat dilihat dari adat istiadat masyarakat
idiom yang ditampilkan hanya Indonesia. Akulturasi adat istiadat dan
merefleksikan bentuk formal hukum dan agama sebagai cermin dari realitas sosial
bukan pada substansi. J.E. Sahetapy budaya mengandung berbagai pranata
sampai kini masih meragukan tentang untuk mengatur kehidupan manusia.
keberadaan ilmu hukum Indonesia, Dominasi pemikiran positivisme
mengingat sampai kini belum ditemukan hukum sebenarnya mendapat tantangan
pembentukan dan pengembangan oleh munculnya pemikiran yang
paradigma hukum Indonesia yang berbasis menempatkan studi hukum tidak lagi
murni dari paradigma sosial budaya bangsa memusatkan perhatiannya pada peraturan
sebagaimana termaktub dalam ideologis perundang-undangan semata, melainkan
Pancasila.22 pada konteks yang lebih luas, yaitu hokum
Persoalannya sekarang, bagaimana sebagai perilaku dan struktur sosial
membongkar sistem hukum yang hanya budaya. Pemikiran hokum berbasis
berorientasi pada bentuk hukum tanpa struktur sosial budaya di Indonesia tetap
memerhatikan ranah paling esensial dalam menjadi pemikiran alternatif dan
dunia hukum. Memang, hukum pada merupakan pemikiran arus bawah yang
bentuk akhirnya adalah merepresentasakan lebih bersifat oposisi. Seperti pandangan
keadilan, akan tetapi hukum tidak akan mengamati perkembangan studisosial dari
menjadi adil jika tidak memiliki kerangka hukum yang membicarakan tentang the

21 22
Komisi Yudisial RI, (2012), Dialektika J.E Sahetapy, (1998), Paradigma Ilmu Hukum Di
Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: Indonesia Dalam Perspektif Kritis, Makalah,
Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Simposium Nasional Ilmu Hukum Program Doktor,
Indonesia, hlm. 206-208. Semarang: Universitas Diponegoro, hlm. 1.
210
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

increasing intellectual ascendancy of berangkat dari identifikasi fenomena sosial


sociology.23 budaya. Nilai-nilai sosial budaya yang
Dalam proses peradilan tidak hanya dapat dijadikan dasar untuk melihat
dilihat sebagai suatu hukum semata, otentitas hukum di Indonesia seperti
melainkan memiliki aspek sosial budaya. berlakunya adat istiadat yang telah
Kasus hukum juga dilihat dari struktur dipengaruhi oleh unsur ajaran agama. Hal
sosial budaya, sehingga dapat dikaji ini dapat dilihat di hampir seluruh wilayah
tentang the sociology of a case. Analisis Indonesia yang mayoritas masyarakat
hukum perlu berangkat dari identifikasinya beragama Islam, tetapi tetap menjalankan
sebagai suatu fenomen sosial budaya. Hal tradisi adat istiadatnya. Seperti kehidupan
ini seperti juga dikatakan Donald Black, masyarakat Suku Akit yang telah
bahwa perlu melihat perkembangan hukum menganut agama, namun dalam praktiknya
yang terjadi dalam kehidupan mereka masih tetap mempertahankan
masyarakat.24 Pemahaman sosiologis kepercayaan dan trasisi lama yang hidup
makin bergerak maju untuk membedah menyatu dengan alam.25
praktik, proses serta institusi yang ada di Bidang profesional hukum dalam
masyarakat. Hukum tidak dapat hanya dunia global seharusnya merujuk kepada
dilihat sebagai bangunan yang rasional dan realitas dinamika masyarakat, bukan
abstrak, akan tetapi hukum memiliki mengingkarinya sehingga tercabut dari
dimensi yang luas, termasuk di dalamnya akar kehidupan masyarakatnya. Oleh
yang dilihat adalah realitas berbagai karena itu, para profesional hukum
dimensi sosial budaya yang kompleks di merupakan bagian yang tak terpisahkan
masyarakat. dari kehidupan masyarakat dunia yang
Pemikiran hukum yang berbasis pada senantiasa berubah. Dengan demikian,
nilai-nilai sosial budaya sedikit perkembangan hukum harus dilihat sebagai
mempengaruhi perkembangan hukum di sebuah proses dialektik yang merupakan
Indonesia. Hal itu memungkinkan untuk bagian dari khasanah pergulatan
hukum dilihat dalam perspektif intelektual. Untuk merubah paradigma
“behavior” dan “social structure”, agar pemikiran hokum harus dimulai dengan
terhadap hukum dilakukan analisis yang merubah secara funda mental hukum

23 25
Alan Hunt, (1978), The Sociological Movement Hasbullah, (2018), Kehidupan Keberagamaan
in Law, London: Macmillan Press, hlm. 3. Masyarakat Suku Akit Di Desa Sonde Kabupaten
24
Donald Black, (1988), Sociological Justice, New Kepulauan Meranti, Jurnal Sosial Budaya Vol.15
York: Oxford University Press, hlm. 102-103. No.1, hlm. 1-2.
211
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

sebagai realitas kehidupan sosial budaya menempatkan nasib Indonesia dalam


masyarakat, sehingga pemahaman tentang tangannya sendiri. Dengan berakhirnya
hukum menjadi lebih nyata.26 penjajahan, Indonesia dihadapkan pada
Sosial budaya yang sangat penting masalah penataan Indonesia yang berarti
untuk melihat otentitas hukum di mengganti hukum penjajah dan
masyarakat adalah berlakunya adat istiadat menciptakan hukum baru berdasarkan
dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh niali-nilai sosial budaya masyarakat
pranata kehidupan masyarakat bekerja Indonesia sesuai dengan perkembangan
menurut ketentuan yang dianut dalam adat zaman.
istiadat, karena Indonesia adalah negara Menurut Soepomo hukum adat
yang beranekaragam suku bangsa, etnik merupakan hukum yang hidup dan tidak
dan agama. Kompleksitas tersebut menjadi tertulis dikemudian hari akan tetap minta
suatu tantangan dalam membentuk hukum perhatian dari negara yang mengikuti
nasional yang mencerminkan otentisitas perkembangan tata hukum di Indonesia,
hukum ke-Indonesiaan. Keadaan ini oleh karena juga di dalam sistem kodifikasi
menjadi pendukung dan sekaligus terdapat hal-hal baru yang tidak atau belum
merupakan aspek yang relatif rentan diatur dengan peraturan yang tertulis.
terhadap kesatuan dan persatuan bangsa.27 Hukum adat akan mempunyai fungsi
Berdasarkan nilai-nilai sosial budaya sebagai hukum yang selama belum
yang berideologi ke-Indonesiaan hukum diadakan peraturan oleh pembuat undang-
melahirkan prototype yang khas. Menurut undang akan meladeni kebutuhan-
Soepomo,28 pandangan tentang kebutuhan hukum baru tersebut. Perlu
keaslianhukum Indonesia dapat dilihat dari membina tata negara Indonesia
hukum adat. Revolusi melawan penjajah berdasarkan kebangsaan, kemanusiaan,
tak hanya semata-mata suatu perjuangan demokrasi dan keadilan sosial, memberi
untuk mencapai kemerdekaan, tetapi tugas para pemimpin nasional Indonesia
merupakan suatu revolusi sosial budaya untuk menemukan kembali tradisi
yang ditimbulkan oleh suatu bangsa yang kebudayaan dan pula nilai-nilai yang
telah bertekad sebulat-bulatnya untuk berlaku di masyarakat.29

26 28
Khudzaifah Dimyati, (2010), Teorisasi Hukum.., Soepomo, (1984), Sejarah Hukum Adat, Dari
Op. Cit, hlm. 22. Zaman Kompeni Hingga Tahun 1848, Jakarta:
27
Arbi Yasin, (2017), Hegemoni Ekonomi Etnik Pradnya Paramita, hlm. 3.
29
Tionghoa Di Pesisir Kabupaten Bengkalis Riau, Soepomo, (1951), Kedudukan Hukum Adat di
Jurnal Sosial Budaya Vol.14 No.2, hlm. 165. Kemudian Hari, Makalah disajikan dalam Pidato
212
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Indonesia sebagai negara yang dibandingkan dengan hukum negara lain.


merdeka dan bedaulat dapat menentukan Hukum adat harus diakui supaya mendapat
nasibnya menurut kemauannya sendiri dan penghargaan yang selayaknya, bukan oleh
dapat menetapkan bagaimana bentuk dan kita sendiri, tetapi juga oleh bangsa lain.
sifatnya tata hukum sesuai dengan sosial Pemahaman tentang hukum adat tentu
budaya masyarakat di Indonesia. Penting sudah ada sejak dahulu kala, akan tetapi
untuk menjamin kedaulatan hukum, bukan pemahaman hukum adat tersebut belum
hukum penjajah yang berlaku, tetapi dipahami oleh bangsa lain.31
hukum asli Indonesia yang tumbuh dan Hukum adat harus dikaji dan
berkembang dalam kehidupan sosial ditemukan (ontdekt), oleh karena itu tidak
budaya masyarakat. Sebagai negara yang perlu untuk menonjolkan baik buruknya
berdaulat, Indonesia dapat menentukan hukum adat. Refleksi Soekanto dalam
hukum sendiri. Dalam menjaga bidang hukum adat pada dasarnya adalah
kehormatan negara, maka harus melakukan upaya yang signifikan terhadap
mempunyai tata hukum yang digali dari pemikiran dan orientasi hukum yang
peradaban sosial budaya masyarakat menekankan manifestasi substansial dari
Indonesia sendiri.30 nilai-nilai sosial budaya Indonesia.
Senada dengan itu Soekanto Soekanto menyadari, bahwa eksistensi dan
mengemukakan, bahwa kita adalah orang artikulasi nilai-nilai hukum adat yang
Indonesia yang hidup dalam suasana adat digali dari khasanah sosial budaya
kita sendiri. Masyarakat Indonesia Indonesia yang intrinsik lebih penting dan
sesungguhnya tidak usah meragukan adat sangat memadai untuk mengembangkan
sendiri. Akan tetapi, adat harus pemikiran hukum agar mendapatkan
diungkapkan, diketahui, dimengerti dan perlakuan yang sama dengan hukum
disadari bahwa hukum adat kita adalah modern yang dikembangkan negara-negara
hukum yang tak dapat diabaikan bagitu lain. Hukum adat yang juga bersumber dari
saja. Masyarakat Indonesia adalah orang adat pada dasarnya juga berfungsi sebagai
yang hidup dalam suasana adat kita sendiri. kontrol dan local Wisdom bagi masyarakat
Hukum adat derajatnya tidak lebih rendah dalam menjaga kehidupan sosial budaya.32

32
Dies, 17 Maret 1947, Universitas Gadjah Mada, Rian Vebrianto (ed), (2017), Education Of Local
Yogyakarta: Pustaka Rakyat, hlm. 20. Wisdom To Prevent Forest Fires In Riau Province:
30
Ibid., hlm. 14 Challenges, Potentials, And Solutions, Jurnal Sosial
31
Soekanto, (1996), Meninjau Hukum Indonesia, Budaya Vol.14 No.1, hlm. 80.
Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm 5.
213
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Adat-istiadat menurut Soekanto dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.


merupakan kaidah yang tidak hanya Hal ini seperti dapat dilihat dalam kegiatan
dikenal, diakui dan dihargai, akan tetapi selamatan atau kenduri dalam masyarakat
juga ditaati. Adat-istiadat mempunyai Jawa Timur. Akan tetapi dalam kegiatan
ikatan dan pengaruh yang kuat dalam tersebut telah dielaborasi dengan
masyarakat. Kekuatan mengikatnya menambahkan doa-doa yang bersumber
tergantung pada masyarakat yang dari syariat Islam. Sehingga kegiatan
mendukung adat istiadat tersebut. Suatu tersebut menjadi pedoman aturan yang
kepastian akan dapat dihasilkan oleh dijunjung tinggi berlakunya, karena
kaidah-kaidah yang mempunyai kekuatan banyak kemanfaatan yang dapat diperoleh
mengikat yang lebih kuat yang mengatur dari kegiatan tersebut.
tata kehidupan masyarakat. Oleh karena Hal yang sama juga dapat dilihat di
diperlukan kaidah-kaidah tegas Kampung Naga Tasikmalaya. Adat istiadat
menetapkan hak dan kewajiban warga yang diwarisi dari para leluhur berjalan
masyarakat dan bila mungkin diperkuat bersama dengan ajaran Islam dalam
dengan sanksi jika kaidah tersebut kehidupan masyarakatnya. Fenomena ini
dilanggar. Semua tercakup dalam hukum dapat dilihat seperti tembok yang harus
adat yang berisikan perintah dan terbuat dari kayu atau bambu, maka dalam
larangan.33 membuat masjid pun juga terbuat dari kayu
Hukum adat sebagai komponen dan bambu. Disini menunjukkan adanya
pembentuk otentisitas hukum ke- akulturasi adat istiadat dengan ajaran Islam
Indonesiaan yang berbasis sosial budaya dalam mencapai tujuan hidup yang lebih
mengandung nilai-nilai pandangan hidup baik.34 Otentisitas hukum, seperti dalam
dan kepercayaan, khususnya ajaran agama contoh di atas pada dasarnya dapat dilihat
Islam yang telah dianut oleh mayoritas dari kegiatan dan praktek-praktek adat
masyarakat Indonesia. Unsur-unsur yang istiadat masyarakat yang menjadi pedoman
mengandung nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupannya.
dalam adat istiadat melebur dengan nilai- Nilai-nilai agama Islam yang telah
nilai ajaran agama menjadi kesatuan sistem berakulturasi menajdi suatu adat istiadat
hukum yang ditaati oleh masyarakat dan bersama dalam kehidupan sosial

33
Soekanto, Op.Cit, hlm. 14. Perubahan, Jurnal Maarif Vol.7 No.1, hlm. 111-
34
Amin Mudzakkir, (2012), Antara Masyarakat 113.
Adat dan Umat: Masyarakat Kampung Naga dalam
214
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

masyarakat banyak dijumpai di wilayah kesatuan hukum adat yang ditaati bersama.
Indonesia. Sehingga hal itu menjadi hukum Realitas ini menjadi bukti otentisitas
adat yang berlaku untuk mengatur hukum yang perlu di analisis dengan bijak
kehidupan masyarakat. Seperti di Jambi untuk membentuk hukum yang berkarakter
terdapat juga falsafah hidup adat basandi ke-Indonesiaan.
syarak, syarak basandi kitabullah. Dengan Sosial budaya yang menjadi otentitas
demikian, tidak mengherankan jika model hukum ke-Indonesiaan sebenarnya di
pemerintahan adat istiadat di Jambi sangat dalamnya mengandung banyak nilai dan
kental dengan nilai-nilai ajaran Islam yang prinsip dari pandangan hidup para leluhur
bercampur dengan budaya Melayu. Nilai- serta pengaruh dari agama. Realitas
nilai inilah yang menjadi karakteristik khas kehidupan masyarakat Indonesia telah
kehidupan sosial budaya masyarakat Jambi menunjukkan hal yang demikian, sehingga
sejak dahulu.35 ini menjadi bukti nyata dari otentitas
Di Riau juga terdapat falsafah hukum yang tidak dapat disangkal lagi.
kehidupan sosial budaya bernuansa Islami Nilai-nilai agama telah masuk menjadi
yang terkait dengan tugas seorang salah satu unsur yang sangat penting dalam
pemimpin. Raja Ali Haji meyebutkan membentuk sosial budaya masyarakat. Hal
bahwa penguasa dan pembesar kejaraan itu seperti dikemukakan oleh Clifford
harus menjaga tiga unsur pembentuk Geertz,37 bahwa simbol-simbol perilaku
manusia, yaitu unsur jasmani, psikis dan masyarakat dalam kehidupan sosial
rohani. Falsafah ini sebagai nilai lokal budayanya mengandung unsur agama
wisdom Riau yang syarat dengan unsur sebagai bagian penting yang tidak dapat
ajaran Islam di dalamnya.36 Pemandangan dipisahkan. Hal yang sama juga
tersebut telah menjadi hal yang umum dan dikemukakan oleh Daniel L. Pals,
lazim juga terdapat di hampir seluruh menurutnya nilai-nilai sosial budaya
wilayah Indonesia, karena nilai-nilai lokal masyarakat berhubungan erat dengan
yang menjadi adat istiadat berakulturasi agama.38 Melalui simbol yang diwujudkan
dengan ajaran Islam dan menajdi satu dalam bentuk sikap dan perilaku

35 37
Yudi Armansyah, (2017), Kontribusi Seloko Adat Clifford Geertz, (1992), Kebudayaan dan Agama,
Jambi Dalam Penguatan Demokrasi Lokal, Jurnal Yogyakarta: Kanisius, hlm. 5.
38
Sosial Budaya Vol.14 No.1, hlm. 2. Daniel L Pals, (2001), Seven Theories of
36
Alimuddin Hassan Palawa, (2017), Pemeliharaan Religion: Dari Animisme E.B. Taylor, Materialisme
Diri: Pesan-Pesan Etik Raja Ali Haji Kepada Marx, hingga Antropologi Budaya C. Geertz,
Penguasa, Jurnal Sosial Budaya Vol.14 No.1, hlm. Trans.by Ali Noer Zaman, Yogyakarta: Qalam,
100. hlm. 413.
215
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

masyarakat, nilai-nilai ajaran agama mengandung nilai-nilai kearifan lokal,


melebur menjadi satu sistem pranata adatistiadat, pandangan hidup dan nilai-
kehidupan masyarakat yang harus ditaati. nilai yang terdapat dalam ajaran agama.
Dengan demikian dapat dikatakan Seperti agama Islam di Indonesia telah
bahwa ajaran agama merupakan sistem menjadi pandangan hidup bersama dalam
sosial budaya yang tumbuh dan sistem sosial budaya masyarakat yang
berkembang di masyarakat dan sebagai mampu memberikan gambaran otentik dari
simbol identitas mereka. Hal ini hukum di Indonesia.
merupakan realitas otentik dari hukum Dimensi kepercayaan atau spiritual
yang bersumber dari sosial budaya dalam kehidupan sosial budaya masyarakat
masyarakat, bukan hukum yang dibuat Indonesia terasa sangat kental. Seperti
dengan angan-angan ideologis yang jauh contoh dalam event pacu jalur di Kuantan
dari kenyataan hidup. Begitu pentingnya Singingi. Masyarakat mempercayai bahwa
peran agama dalam mempengaruhi hal tersebut tersebut mempunyai kekuatan
kehidupan sosial budaya masyarakat. dan berpengaruh dalam memenangkan
Seperti keadaan yang terjadi dalam perlombaan.41 Dalam konteks yang lebih
kehidupan masyarakat Indonesia, dimana luas, sosial budaya masyarakat Indonesia
agama telah menjadi satu sistem kesatuan pada dasarnya tidak lepas dari unsur
yang mengandung nilai-nilai yang menjadi agama. Dengan demikian, maka tergantung
modal membangun bangsa,39 termasuk dari kemampuan pemimpin negeri ini
dalam hal ini adalah membentuk hukum. untuk memahami dan menjadikan sosial
Menurut UNESCO sistem sosial budaya menjadi sumber hukum utama
budaya merupakan hasil dari kerja manusia yang lahir, tumbuh dan berkambang di
yang menyangkut segala aspek kehidupan masyarakat.
manusia, termasuk kepercayaan dan Kemampuan menerjemahkan nilai-
spiritual.40 Oleh karena itu, untuk melihat nilai agama oleh para pemimpin negeri ini
otentisitas hukum yang sebenarnya, maka menjadi hal yang sangat penting dalam
akan diperoleh sebuah bentuk dari sikap upaya membentuk hukum yang
dan perilaku masyarakat yang di dalamnya mencerminkan otentisitas hukum ke-

39 41
Khadiq, (2005), Agama Sebagai Modal Hasbullah, (2017), Dimensi Mistik Dalam Event
Pembangunan Masyarakat, Jurnal Aplikasi llmu- Pacu Jalur, Jurnal Sosial Budaya Vol.14, No.2,
ilmu Agama Vol.VI No.2, hlm. 124-125. hlm. 190.
40
Amri Marzali, (2014), Memajukan Kebudayaan
Nasional Indonesia, Jurnal Humanioran Vol.36
No.3, hlm. 262.
216
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Indonesiaan. Seperti yang dikemukakan bentuk sikap perilaku dalam kehidupan


oleh K.H Ainun Najib (Cak Nun) dalam sehari-hari.
setiap acara sinau bareng yang diadakan di Apabila dibuat dalam konsep bagan
beberapa daerah di Jawa, bahwa segala tentang sosial budaya sebagai otentisitas
bentuk sikap dan perilaku masyarakat pada hukum ke-Indonesiaan dapat ditunjukkan
dasarnya dapat dikaji secara agama. sebgai berikut:
Artinya agama bukan hanya sekedar
syariat yang tertulis dalam kitab, tetapi
harus dipahami sebagai keseluruhan
bentuk yang ada, dimana makna
hakikatnya dapat ditangkap dari simbol-
simbol yang ada di masyarakat. Kehidupan
yang menggambarkan sosial budaya
masyarakat Indonesia dapat dipahami
Bagan tersebut di atas menggambarkan
sebagai nilai-nilai agama sesuai dengan
adanya pembelokan hukum Indonesia.
konteks dan maksudnya.
Akibat dari penjajahan Belanda,
Kenyataan tentang otentisitas hukum
pemahaman tentang hukum menjadi
tersebut dapat menjadi kebijakan
identik dengan peraturan perundang-
pemerintah dalam membentuk hukum.
undangan. Positivisme hukum yang di
Nilai-nilai sosial budaya yang dipahami
dukung civil law sistem tersebut tentu tidak
masyarakat sebagai pranata yang dapat
sesuai dengan keadaan masyarakat
menjadi sumber hukum nasional. Sistem
Indonesia, karena itu hukum asing yang
hukum lokal tersebut dapat menunjukkan
dipaksakan berlakunya. Oleh karena itu
mekanisme dari seperangkat fungsi dan
hukum di Indonesia harus dikembalikan
peranan yang saling bertautan dalam
dengan mengambil sosial budaya sebagai
proses hukum yang berkesinambungan
sumber otentisitas hukum.
dari masa lampau, sekarang dan yang akan
datang dengan mengikuti perilaku manusia
dalam kehidupan masyarakat. Sistem
hukum lokal tersebut terikat sosial budaya
yang dikehendaki berlaku oleh masyarakat
tertentu yang tercermin dalam berbagai

217
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

D. Penutup kebajikan hidup. Nilai-nilai tersebut


Pemahaman hukum di Indonesia sebagai basis dasar penopang kehidupan
cenderung pada hukum sebagai bentuk dari sosial budaya masyarakat Indonesia yang
peraturan perundang-undangan. Hukum dijadikan pedoman utama dalam kehidupan
sebagai bentuk aturan tertulis hitam di atas sehari-hari. Dengan demikian otentisitas
putih. Hukum juga dipahami sebagai hukum sebenarnya telah ada dalam
bentuk peraturan yang dikeluarkan oleh kehidupan masyarakat Indonesia.
pemerintah. Oleh karena itu pemahaman
hukum menjadi seperangkat aturan yang E. Daftar Pustaka
bersifat formal dalam hukum positif negara. Alan Hunt, (1978), The Sociological
Bekerjanya aparatur negara harus sesuai Movement in Law, London:
dengan peraturan perundang-undangan. Macmillan Press.
Sistem hukum hanya dapat dipahami secara Andre Ata Ujan, (2001), Keadilan dan
logika rasional tertutup sebagaimana yang Demokrasi: Telaah Filsafat Politik
tertulis dalam teks. Hal-hal di luar itu, John Rawls, Yogyakarta:Kanisius.
seperti nilai-nilai sosial budaya bukan Anton Bakker (ed), (1990), Metodologi
diakui sebagai hukum. Asas legalitas Penelitian Filsafat, Yogyakarta:
menjamin tercapainya kepastian hukum. Kanisius.
Dampaknya hukum terasa sangat kaku, Charles Sampford, (1989), The Disorder of
kering dan picik, karena hukum kehilangan Law: A Critique of Legal Theory,
ruh yang telah menjadikan hukum hidup di 1989, Oxford: Basil Blackwell.
dalam masyarakat Clifford Geertz, (1992), Kebudayaan dan
Hukum yang bersumber dari Agama, Yogyakarta: Kanisius.
warisan penjajah Belanda harus diganti Daniel L Pas, (2001), Seven Theories of
dengan otentisitas hukum yang digali dari Religion: Dari Animisme E.B. Taylor,
nilai-nilai kehidupan sosial budaya Materialisme Marx, hingga
masyarakat Indonesia. Indonesia pada Antropologi Budaya C. Geertz,
dasarnya telah memiliki adat istiadat yang Trans.by Ali Noer Zaman,
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari Yogyakarta: Qalam.
oleh masyarakat yang dapat dijadikan Donald Black, (1988), Sociological
sebagai hukum. Nilai-nilai sosial budaya Justice, New York: Oxford University
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Press.
mengandung makna ajaran falsafah
218
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Hans Kelsen, (1973), General Theory of Indonesia 1945-1990, Yogyakarta:


Law and State, Trans.by Anders Genta Publishing.
Wedberg, Renewed, New York: Khudzaifah Dimyati, (2014), Pemikiran
Russel & Russel. Hukum; Kontruksi Epistemologis
Hans Kelsen, (1976), The Pure Theory of Berbasis Budaya Hukum Indonesia,
Law, Trans.by Max Knight, Yogyakarta: Genta Publishing.
California: University of California Komisi Yudisial RI, (2012), Dialektika
Press. Pembaruan Sistem Hukum Indonesia,
H.L.A Hart, (1994), The Concept of Law, Jakarta, Sekretariat Jenderal Komisi
Clarendon: Oxford University Press. Yudisial Republik Indonesia.
J.E Sahetapy, (1998), Paradigma Ilmu Lili Rasjidi, (1995), Pembangunan Sistem
Hukum Di Indonesia Dalam Hukum Dalam Rangka Pembinaan
Perspektif Kritis, Makalah, Hukum Nasional. Dalam Bunga
Simposium Nasional Ilmu Hukum Rampai Pembangunan Hukum
Program Doktor, Semarang: Indonesia, Bandung: Eresco.
Universitas Diponegoro. Moeljatno, (2002), Asas-Asas Hukum
John Austin, (1995), The Province of Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.
Jurisprudence Determined, M.R. Zafer, (1984), Jurisprudence an
Cambridge: University Cambridge Outline, International Law Book
Press. Services, Kuala Lumpur.
Khudzaifah Dimyati, (2008), Putusan Satjipto Rahardjo, (2002), Sosiologi
Hakim Berbasis Keadilan: Studi Atas Hukum: Perkembangan Metode dan
Putusan Pengadilan Negeri, Laporan Pilihan Masalah, Surakarta:
Penelitian Kerjasama Pascasarjana Muhammadiyah University Press.
Universitas Muhammadiyah Surakarta Shidarta, (2006), Karakteristik Penalaran
dan Komisi Yudisial RI. Hukum Dalam Konteks
Khudzaifah Dimyati, (2008), Dialektika Keindonesiaan, Bandung: CV Utomo.
Hukum: Karakteristik dan Orientasi Soekanto, (1996), Meninjau Hukum
Pemikiran Hukum Berbasis Nilai Indonesia, Suatu Pengantar Untuk
Budaya Hukum Indonesia, Surakarta: Mempelajari Hukum Adat, Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Press. Raja Grafindo Persada.
Khudzaifah DImyati, (2010), Teorisasi Soepomo, (1951), Kedudukan Hukum Adat
Hukum: Studi Pemikiran Hukum di di Kemudian Hari, Makalah disajikan
219
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

dalam Pidato Dies, 17 Maret 1947, Khadiq, (2005), Agama Sebagai Modal
Universitas Gadjah Mada, Pembangunan Masyarakat, Jurnal
Yogyakarta: Pustaka Rakyat. Aplikasi llmu-ilmu Agama Vol.VI
Soepomo, (1984), Sejarah Hukum Adat, No.2.
Dari Zaman Kompeni Hingga Tahun Mathias Reimann, (1988), The Historical
1848, Jakarta: Pradnya Paramita. School Against Codification: Savigny,
Alimuddin Hassan Palawa, (2017), Carter and the Defeat of the New York
Pemeliharaan Diri: Pesan-Pesan Etik Civil Code, American Journal of
Raja Ali Haji Kepada Penguasa, Comparative Law Vol.37.
Jurnal Sosial Budaya Vol.14 No.1. Rabiatul Syariah, (2008), Keterkaitan
Amin Mudzakkir, (2012), Antara Budaya Hukum Dengan
Masyarakat Adat dan Umat: Pembangunan Hukum Nasional,
Masyarakat Kampung Naga dalam Jurnal Equality Vol.13 No.1.
Perubahan, Jurnal Maarif Vol.7 No.1. Rian Vebrianto (ed), (2017), Education Of
Amri Marzali, (2014), Memajukan Local Wisdom To Prevent Forest Fires
Kebudayaan Nasional Indonesia, In Riau Province: Challenges,
Jurnal Humanioran Vol.36 No.3. Potentials, And Solutions, Jurnal
Arbi Yasin, (2017), Hegemoni Ekonomi Sosial Budaya Vol.14 No.1.
Etnik Tionghoa Di Pesisir Kabupaten Yudi Armansyah, (2017), Kontribusi
Bengkalis Riau, Jurnal Sosial Budaya Seloko Adat Jambi Dalam Penguatan
Vol.14 No.2. Demokrasi Lokal, Jurnal Sosial
Hasbullah, (2017), Dimensi Mistik Dalam Budaya Vol.14 No.1
Event Pacu Jalur, Jurnal Sosial
Budaya Vol.14 No.2.
Hasbullah, (2018), Kehidupan
Keberagamaan Masyarakat Suku Akit
Di Desa Sonde Kabupaten Kepulauan
Meranti, Jurnal Sosial Budaya Vol.15
No.1.

220
Volume 4, No.1 April 2020
ISSN Cetak: 2579-9983,E-ISSN: 2579-6380
Halaman. 199 - 220

Anda mungkin juga menyukai