Anda di halaman 1dari 16

PENGAWETAN SPECIMEN

Oleh
Didik Priyandoko, M.Si., Ph.D.

didikpriyandoko@upi.edu

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 1


PENGAWETAN SPECIMEN

Pendahuluan

Kegiatan belajar mengajar di sekolah ataupun di Perguruan Tinggi


membutuhkan media pembelajaran yang berasal dari bahan asli, baik berupa
tumbuhan ataupun hewan. Tumbuhan diklasifikasikan menjadi dua, pertama
adalah tumbuhan tingkat tinggi yang meliputi angiospermae dan
gimnospermae, dan kedua adalah tumbuhan tingkat rendah yang meliputi
paku-pakuan, lumut dan alga. Tumbuhan yang digunakan untuk media
pembelajaran ada yang mensyaratkan dalam kondisi segar dan ada pula yang
sebaliknya. Bagian-bagian tumbuhan yang biasa digunakan untuk tujuan
pengamatan morfologi diantaranya adalah daun, bunga, buah, batang dan akar.
Bagian-bagian tersebut kadang ada yang dengan mudah didapatkan, bahkan
ada pula yang sukar didapatkan karena beberapa hal. Oleh karena alasan
musim, habitat bahkan siklus hidup tumbuhan, beberapa jenis tumbuhan sulit
didapatkan sehingga diperlukan teknik atau strategi untuk mendapatkan media
pembelajaran dari bahan asli pada saat dibutuhkan untuk digunakan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru


masih minim dalam memanfaatkan media atau alat peraga dalam proses
belajar mengajar biologi di kelas, umumnya masih mengimplementasikan
strategi konvensional atau ceramah. Strategi pembelajaran seperti ini kurang
dapat meningkatkan daya nalar, minat dan motivasi siswa untuk belajar
biologi. Fenomena ini terjadi karena beberapa alasan, diantaranya tidak
memiliki banyak waktu untuk menyediakan atau membuat media
pembelajaran, dan di laboratorium sekolah tidak mempunyai alat/bahan yang
memadai. Disisi lain, ada beberapa guru yang beralasan lain yaitu kurangnya
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dalam pembuatan dan penyediaan
media atau alat peraga. Kemauan, ide dan kreativitas, guru dalam
memanfaatkan objek-objek alam sekitar sebagai media atau alat peraga dalam
pembelajaran sangat dibutuhkan untuk mengembangkan pengetahuan,
ketrampilan dan koleksi media di sekolah. Penggunaan spesimen biologi tentu
saja akan menambah minat, ketertarikan dan motivasi siswa untuk belajar
biologi, mengembangkan ketrampilan anak dalam hal pengamatan,
mendeskripsi suatu gejala, mengukur, mengklasifikasi, menemukan masalah,

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 2


dan menginterpretasi data hasil pengamatannya.
Media pembelajaran dari bahan asli lainnya adalah hewan yang
akan digunakan untuk pengamatan morfologi, anatomi, atau bahkan
pengamatan pada tingkat organ dan jaringan atau histologi. Hewan
diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu vertebrata dan
invertebrata/avertebrata. Kelompok vertebrata terdiri atas pisces (ikan),
amphibia (katak), reptilia (hewan melata), aves (bangsa burung), dan mamalia
(hewan menyusui). Kelompok invertebrata/avertebrata terdiri atas protozoa,
porifera, coelenterata, platyhelmintes, nemathelmintes, anelida, arthropoda, dan
echinodermata. Keanekaragaman hewan yang tinggi memudahkan bagi guru
maupun siswa untuk dapat menyediakan specimen hewan untuk digunakan
sebagai media pembelajaran, akan tetapi oleh karena berbagai
kendala/hambatan dan alasan lainnya guru dan siswa tidak mudah
mendapatkannya. Sekolah yang jauh dari pantai, tidak mudah mendapatkan
hewan-hewan laut yang biasa ditampilkan fotonya dalam buku-buku pelajaran.
Untuk itu, diperlukan suatu cara atau teknik untuk menyediakan bahan asli
untuk media belajar yang dapat dimanfaatkan dalam waktu yang cukup lama.

Ada beberapa kelebihan atau keuntungan penggunaan media pembelajaran


biologi berupa spesimen atau preparat awetan, diantaranya adalah:

1. Dapat dilakukan setiap saat untuk pembelajaran biologi di kelas.


2. Tidak merusak sumber daya alam hayati
3. Mudah untuk dibawa, dipindahkan, dan diobservasi
4. Mempermudah pengenalan objek, terutama untuk objek yang sulit
ditemukan, jumlah terbatas, atau tidak setiap saat tersedia.
5. Membangkitkan atau meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa

Pengawetan hewan dan tumbuhan merupakan salah satu strategi untuk


menyediakan bahan asli untuk media pembelajaran di sekolah. Pengawetan
specimen pada prinsipnya bertujuan untuk mencegah kerusakan akibat
pembusukan oleh aktivitas mikroorganisme. Pengawetan tumbuhan dan hewan
membutuhkan alat, bahan, dan teknik yang berbeda. Karakteristik jaringan
yang berbeda antara tumbuhan dan hewan sehingga memerlukan teknik
pengawetan yang berbeda pula. Koleksi sampel atau specimen, preparasi hingga
proses pengawetan dan tampilan hasil awetan memerlukan keterampilan
khusus yang sebaiknya dimiliki oleh guru atau siswa di sekolah.

Pengawetan specimen, baik hewan maupun tumbuhan dapat dilakukan


melalui dua jenis pengawetan, yaitu pengawetan basah dan pengawetan kering.

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 3


Pengawetan basah dilakukan dengan cara memasukan specimen, baik hewan
ataupun tumbuhan, baik bagian tubuh ataupun utuh ke dalam wadah yang
berisi cairan atau larutan pengawet. Wadah tempat menyimpan awetan basah
harus tertutup rapat dan spesimen di dalamnya harus sepenuhnya terendam di
dalam larutan pengawetnya. Pengawetan basah pada tumbuhan biasanya
dilakukan terhadap buah atau biji. Pengawetan kering dilakukan dengan cara
mengeringkan specimen, tumbuhan atau bagian tubuh hewan sehingga
specimen tidak mengandung air. Pengeringan dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya melalui cahaya matahari secara langsung, memasukan ke dalam
oven pengering, dan menggunakan bahan kimia tertentu. Pengawetan kering
pada tumbuhan dinamakan herbarium, sedangkan pada hewan dinamakan
taksidermi, serta insektarium untuk pengawetan kering serangga. Herbarium
biasa dilakukan terhadap daun, akar dan batang, serta bunga.

Specimen biologi yang berukuran kecil misalnya: serangga, plankton,


cacing, dan protozoa diawetkan dalam bentuk slide mikroskop. Slide
mikroskopis dilakukan melalui serangkaian tahapan untuk mendapatkan hasil
yang maksimal untuk keperluan pengamatan, mulai dari fiksasi, dehidrasi
hingga penempelan pada gelas objek atau mounting. Pengawetan specimen
berukuran kecil, baik dari tumbuhan maupun hewan dapat dilakukan dengan
memasukannya ke dalam larutan resin atau dikenal dengan istilah bioplastik.
Bioplastik merupakan teknik pengawetan specimen yang memungkinkan
specimen bertahan sangat lama hingga puluhan tahun. Teknik ini memerlukan
keterampilan khusus mulai dari proses pembuatan larutan resin, preparasi
sampel/specimen hingga cara mendesain tampilan.

Pada penjelasan berikutnya akan diuraikan tentang macam-macam


larutan pengawet, larutan fiksatif, proses pengawetan specime tumbuhan, dan
proses pengawetan hewan. Selanjutnya juga akan diuraikan secara umum
tentang proses pembuatan biolplastik.

1. Macam Larutan Pengawet atau Larutan Fiksatif


Ada beberapa larutan fiksastif yang dapat digunakan dalam proses
pengawetan specimen hewan dan tumbuhan, diantaranya yaitu :
a. Formalin atau formaldehid.
Formalin atau formaldehid merupakan larutan pengawet yang
sering digunakan, baik untuk specimen hewan maupun tumbuhan.
Formalin merupakan aldehida dengan rumus kimia H2CO, yang berwujud
cair dan bersifat volatil atau mudah menguap. Formaldehida atau
formalin lebih cocok digunakan sebagai larutan pengawet specimen

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 4


hewan. Untuk digunakan sebagai larutan pengawet tumbuhan, formalin
biasanya dicampur dengan bahan pelarut lainnya, misalnya larutan FAA.
Konsentrasi larutan pengawet berbahan formaldehid atau formalin
dibedakan menjadi formalin 4% untuk mengawetkan jenis-jenis mollusca,
gastropoda, dan serangga. Formalin 5% digunakan untuk mengawetkan
jenis-jenis amphibia dan reptilia, dan formalin 10% digunakan untuk
mengawetkan mamalia. Formalin 10% ini umum digunakan untuk
mengawetkan organ-organ tubuh karena jaringan mendi liat dan tidak
rapuh. Proses pengenceran formalin sangat penting dilakukan, karena
formalin dengan kadar yang terlalu tinggi dapat merusak jaringan
beberapa jenis hewan, misalnya jaringan hewan menjadi rapuh.

b. Larutan FAA (Formal Acetid Alcohol Solution)


Larutan ini mengandung 6,5 mL Formalin, 2,5 mL asam cuka atau
asam asetat, dan 100 mL alkohol 50%. Larutan pengawet ini lebih cocok
digunakan pada proses pengawetan tumbuhan, karena sifatnya yang
tidak terlalu asam sehingga menjaga jaringan tumbuhan tetap utuh.
Larutan FAA ini juga sering digunakan untuk proses pengawetan hewan-
hewan kecil.

c. Alkohol
Etil alkohol yang biasa digunakan untuk proses fiksasi, mulai dari
alkohol absolut (lebih dari 90%), alkohol 70%, alkohol 30% sampai 35%,
merupakan fiksatif yang baik untuk insekta atau serangga dan jenis-jenis
hewan lain yang memiliki kulit yang keras. Specimen yang dimasukan ke
dalam alkohol absolut, tidak boleh lebih dari 1 jam karena akan merusak
atau merapuhkan jaringan.
d. Larutan Lo Bianco
Larutan ini biasa digunakan untuk memfiksasi invertebrata
berukuran kecil dan hewan-hewan laut yang kecil. Larutan Lo Bianco ini
dapat dibuat dengan komposisi sebagai berikut: aquades 100 mL, asam
kromium 1 gram, dan asam asetat dingin sebanyak 5 mL. Fikasatif ini

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 5


idealnya dibuat segar saat akan dilakukan fiksasi. Lama fiksasi kurang
lebih 30 menit untuk larva invertebrata, semalam untuk jenis-jenis
polychaeta. Setelah difiksasi, specimen dicuci dengan air mengalir sampai
warna fiksatif hilang dan selanjutnya specimen disimpan.
e. Asam Pikrin
Fiksatif berbahan asam pikrin yang terkenal memiliki komposisi
sebagai berikut: asam pikrin jenuh sebanyak 75 mL, formalin 40%
sebanyak 25 mL, dan asam asetat dingin sebanyak 5 mL. Komposisi
larutan ini dinamakan larutan Bouin (baca ‘boang’). Fikastif ini apat
digunakan untuk hewan maupun tumbuhan. Specimen dapat disimpan
lama dalam fiksatif ini, dan tidak rusak selama mengeras.

2. Tahapan Proses Pengawetan Specimen secara Umum


Tahapan dalam proses pengawetan spesimen hewan atau tumbuhan terdiri
dari:
a. Koleksi
Hewan-hewan atau tumbuhan yang akan diawetkan dalam bentuk
utuh ataupun bagian tumbuhan dan akan dibawa ke laboratorium atau ke
kelas biasanya memiliki ukuran yang relatif kecil. Hewan-hewan yang
akan diawetkan ditangkap atau dijebak menggunakan alat yang sesuai,
misalnya insect net untuk menangkap serangga dll. Hewan yang
tertangkap dimasukkan dalam botol atau wadah koleksi yang sudah
diberi label. Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang akan dikoleksi juga
harus dimasukan ke dalam wadah koleksi dan selanjutnya di label.
b. Mematikan (Killing), Fiksasi (Fixing), dan Pengawetan (Preserving)
Untuk hewan diperlukan proses mematikan dan fiksasi dengan
teknik atau cara dan bahan tertentu. Untuk mematikan hewan-hewan
yang akan digunakan untuk proses pengawetan biasanya menggunakan
Trikloroetilen (ether), Kloroform, HCN/KCN, Karbon Tetracloride (CCl4)
atau Ethyl acetat, serta nembutal (natrium pentobarbital). Pembiusan
untuk melemahkan atau mematikan specimen dilakukan untuk
memudahkan dalam preparasi sebelum proses pengawetan. Untuk

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 6


specimen tumbuhan, preparasi sebelum pengawetan dilakukan biasanya
tumbuhan dibersihkan dari bagian-bagian atau bahan-bahan yang bukan
merupakan bagian tumbuhan sehingga pengawetan hanya dilakukan
terhadap tumbuhan atau bagian tumbuhan secara utuh.
Fiksasi pada specimen hewan maupun tumbuhan dilakukan untuk
memastikan bahwa specimen tersebut siap untuk diawetkan. Fiksasi
dilakukan untuk menyediakan kondisi atau keadaan morfologi dan warna
yang utuh, serta untuk menyediakan jaringan untuk pengamatan
mikroskopis. Fiksatif yang digunakan tergantung dari karakteristik
jaringan specimen specimen sehingga pengawetan yang dilakukan tidak
menyebabkan kerusakan pada specimen.

3. Proses Pengawetan Tumbuhan


a. Cara pembuatan awetan basah
1. Specimen yang telah diberi etiket atau label, dimasukkan ke
dalam botol atau wadah pengawetan
2. Mengatur posisi atau tata letak specimen dengan cara
menempelkan specimen pada potongan kaca atau dimasukan
langsung sesuai tujuan
3. Larutan pengawet dimasukan ke dalam botol atau wadah
pengawetan yang telah berisi specimen
4. Menutup secara rapat dengan penutup botolnya
5. Memberikan etiket atau label pada botolnya, kemudian
menempatkannya pada tempat yang aman

b. Cara pembuatan awetan kering


1. Herbarium
Teknik yang paling sederhana dalam pembuatan awetan kering
tumbuhan adalah dengan cara mengeringkan tumbuhan atau
bagian-bagian dari organ tumbuhan, kemudian disusun tata
letaknya dan dilabel, kemudian disimpan. Untuk mendapatkan hasil
yang sangat bagus dan tahan lama maka diperlukan proses
pengawetan. Persiapan untuk melakukan pengawetan kering pada
tumbuhan meliputi:
a. Menyediakan bahan-bahan untuk pengawetan dan alat-alat
pengeringan
b. Mencari specimen tumbuhan yang akan diawetkan
c. Melakukan labelisasi dan mengatur penyimpanan

a) Alat dan bahan untuk pembuatan awetan kering


 Sasak / pengepres

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 7


 Wadah pengumpul specimen hasil koleksi (vaskulum)
 Gunting, pisau, cutter, penggaris, pencil atau pena
 Stoples atau botol-botol specimen
 Label atau etiket gantung: berisi nama kolektor, tempat dan
tanggal pengambilan specimen
 Kertas Koran, tali raffia, benang kasur
 Kertas gambar 29 x 43 cm,
 Bahan-bahan atau larutan pengawet
 Kertas label

Larutan yang digunakan dalam pengawetan kering


Larutan pengawet umum:
 Akuades ( 1000 mL)
 Formaldehid 4 % ( 25 mL)
 Asam cuka 40 % asam asetat 40% (1 mL)
 Terusi (cuprisulfat) (15 mL)

Larutan Pengawet lainnya (alternatif):


 AlKohol 50 % (90 mL)
 Formaldehid 4 % (5 mL)
 Gliserin (2,5 mL)

Larutan pengawet untuk bunga:


 Alkohol 70 % ( 9 bagian)
 Formaldehid 4 % (0,5 bagian)
 Asam cuka atau asam asetat (0,5 bagian)

Tahapan pembuatan awetan kering:


 Memberikan label atau etiket gantung pada specimen
tumbuhan yang akan dibuat untuk herbarium
 Mengatur posisi atau tata letak bagian akar, batang dan
daunnya. Membungkus tumbuhan atau bagian tumbuhan
dengan kertas koran. Sebagian daun menengadah dan
sebagian lainnya telungkup.
 Menjepit bungkusan daun tersebut di atas dengan sasak
pengepres.
 Membiarkan specimen yang dijepit kering angin secara alami
sampai benar-benar kering
 Setelah kering, specimen dicelupkan ke dalam larutan
pengawet. Larutan pengawet yang dimaksud terbuat dari:
Alkohol 70 % ( 1 L) dan sublimat atau formalin tablet ( 40 g)
 Setelah specimen dicelupkan, kemudian dikeringkan lagi
sampai benar-benar kering
 Mengatur posisi atau tata letak specimen pada kertas
herbarium, dengan cara melekatkan dengan menggunakan
selotip bening.
 Memberikan label/etiket, dengan format seperti di bawah ini:

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 8


Label/etiket:
No Identitas
1 Nomor Specimen ....................
2 Tanggal ………………...............
3 Familia (suku) ………………..
4 Genus (marga) ……………......
5 Species (jenis) …………………
6 Nama daerah ………….. ……..
7 Tanggal determinasi …………. …………….
8 Deskripsi tempat pengambilan specimen ....

4. Proses Pengawetan Hewan

a. Cara membuat awetan specimen Avertebrata


Ada tiga tahapan utama dalam pembuatan awetan hewan, yaitu:
1. Mematikan specimen
2. Fiksasi, dan
3. Pengawetan.

Ada beberapa cara mematikan hewan hasil koleksi, diantaranya


hewan dimasukkan ke botol pembius atau kaca penyungkup. Hewan-
hewan yang memiliki gerakan aktif perlu dilakukan anestesi/pembiusan
terlebih dahulu. Ada banyak macam larutan pembius untuk mematikan
atau melemahkan specimen, diantaranya magnesium chloride (MgCl2),
eter (untuk membius) atau kloroform, serta nembutal. Fiksasi
dimaksudkan untuk menstabilkan dan memastikan keadaan morfologi,
warna dan jaringan specimen. Larutan fiksatif juga bermacam-macam,
di antaranya formalin (formaldehyde), larutan Viets, larutan Bouin dan
lain-lain.

Cara membuat larutan fiksatif

 Larutan Viets : Alkohol 80% (6 bagian), dicampur dengan dengan


gliserin (11 bagian) dan asam asetat glacial (3 bagian)
 Larutan Bouin : Asam asetat glasial (5 ml) ditambah dengan
formalin 40 % (25 ml dan asam pikrat jenuh (75 ml)

Pengawetan merupakan tahapan lanjut setelah melakukan proses


fiksasi. Pengawetan ini bertujuan agar specimen menjadi awet atau tahan
lama, jaringannya tidak rusak, dan terhindar dari serangan
mikroorghanisme seperti bakteri dan jamur. Larutan pengawet yang
mudah dibuat dan disediakan adalah formalin/formaldehid (5 – 10 %),
alkohol 70 %. Untuk menghindari kerusakan terhadap jaringan, biasanya
proses fiksasi dilakukan secara bertahap. Specimen tidak langsung
direndam atau dimasukan ke dalam alkohol 70 %, tetapi mulai dari kadar
yang rendah (30 %) atau bertingkat.

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 9


Beberapa contoh larutan awetan basah
1. Pengawet umum :
a. Formalin 40 % : air = 1 : 10 ( formalin 4 % )
b. Formalin 40 % (6 bagian), Asam asetat 40 % (1 bagian), Alkohol
95 % ( 20 bagian) dan Akuades (40 bagian)
2. Pengawet Insekta :
a. Formalin 40 % (40 bagian)
b. Asam asetat 40 % (20 bagian)
c. Gliserin (50 bagian)
d. Akuades (280 bagian)

Pembuatan Awetan Kering Hewan


Objek disuntik dengan formalin atau dicelupkan dalam formalin yang lebih
pekat, lalu dikeringkan.

5. Bioplastik

Bioplastik adalah teknik mengawetkan spesimen hewan atau tumbuhan


dalam blok resin yang apabila sudah mengeras akan berbentuk seperti kaca
transparan. Bioplastik merupakan salah satu metode pengawetan kering
spesimen dalam sebuah blok resin yang dibuat menggunakan campuran resin
(Poliester resin) dan katalis (Hydrogen Peroksida) yang umumnya digunakan
sebagai media pembelajaran klasifikasi makhluk hidup atau biosistematika
hewan maupun tumbuhan, zoologi vertebrata dan invertebrata, zoologi,
entomologi dan lain-lain. Perbandingan antara resin dengan katalis dalam
pembuatan bioplastik merupakan hal paling menentukan keberhasilan dan
kualitas hasil pembuatan bioplastik.

Bioplastik dapat digunakan sebagai media pembelajaran, atau sebagai


ornamen. Sebagai media pembelajaran, cara ini dapat mengatasi hambatan
kesulitan dalam menghadirkan spesimen yang disebabkan oleh lokasi yang
jauh atau sulit dijangkau dan waktu kelimpahan yang tidak tepat. Spesimen
yang sesuai untuk diawetkan dalam blok resin adalah yang ukurannya tidak
terlalu kecil dan tidak rusak struktur/morfologinya dalam kondisi kering.
Bahan utama yang digunakan untuk pengawetan adalah cairan resin yang
biasa digunakan dalam pembuatan fiberglass, pin, gantungan kunci, piala dan
berbagai cindera mata yang lain. Resin merupakan senyawa organik hasil

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 10


metabolisme sekunder, tersusun atas karbon. Senyawa ini akan mengalami
polimerisasi dalam kondisi yang tepat. Reaksi polimerisasi bersifat eksoterm
sehingga akan menimbulkan panas. Apabila dibiarkan di udara terbuka,
secara alami maka proses polimerisasi berlangsung secara lambat. Untuk
mempercepat reaksi polimerisasi resin biasa digunakan katalis dengan rasio
atau perbandingan yang tepat.

Alat dan Bahan untuk Pembuatan bioplastik atau pengawetan


Spesimen dalam Blok Resin
Beberapa bahan utama yang harus disediakan untuk proses pembuatan
bioplastik, diantaranya adalah:
1. Spesimen hewan atau tumbuhan yang sudah dimatikan dan
dikeringkan.
2. Cairan resin (dapat diperoleh dari Toko Bahan Kimia)
3. Cairan katalis, yang digunakan untuk mempercepat polimerisasi resin.
Jumlah dan cara menambahkan cairan katalis ke dalam cairan resin
memengaruhi terhadap waktu/kecepatan proses polimerisasi.
4. Peralatan dan bahan lain yang diperlukan antara lain gurinda atau
kikir, amplas duco dengan berbagai ukuran, gelas plastik (ukuran 250
mL), batang pengaduk habis pakai, pinset, gunting, cetakan, label
terbuat dari plastik transparan.
5. Untuk proses finishing biasanya digunakan compound, sanpoly atau kit
dan kain halus untuk menggosok permukaan blok resin yang telah
mengeras.

Tahapan dalam Proses Pembuatan bioplastik


1. Preparasi spesimen
Preparasi awal spesimen sebelum dimasukan ke dalam blok resin
menentukan keberhasilan. Kesalahan dalam penanganan dapat
mengakibatkan kegagalan atau mendapatkan hasil yang tidak
memuaskan misalnya perubahan warna, bentuk, dan ukuran spesimen.
Spesimen yang akan diblok dalam resin harus dalam kondisi kering.
Pengeringan spesimen dapat dilakukan dengan cara dehidrasi di udara

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 11


terbuka, menggunakan alkohol, kloroform, eter, atau dimasukan dalam
oven pengering. Untuk spesimen tumbuhan dapat dikeringkan dengan
cara herbarium atau dikeringkan menggunakan setrika pengaturan suhu
yang memadai.

Pembuatan Blok Resin

Setelah preparasi spesimen selesai, maka langkah berikutnya adalah


pembuatan blok resin untuk menempatkan specimen di dalam blok resin
dengan posisi atau tata letak yang telah disiapkan. Adapaun langkah-
langkah dalam pembuatan blok resin adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan cetakan, harus dipastikan bahwa cetakan tidak bocor,


utamanya pada bagian sudut dan tepi cetakan
b. Menuangkan secara perlahan campuran homogen resin dengan katalis
yang telah disiapkan dalam gelas plastik ke dalam cetakan. Menurut
Suryana (2019) perbandingan optimal antara resin dengan katalis
kurang lebih 20-25 : 1. Perbandingan ini dapat berubah-ubah, hasil-
hasil hasil eksperimen biasanya akan mendapatkan angka
perbandingan resin dan katalis untuk reaksi cepat, reaksi sedang, dan
reaksi lambat. Apabila terlalu banyak katalis dapat menyebabkan
spesimen mengalami pemanasan dan blok menjadi retak atau pecah.
Jumlah katalis yang terlalu sedikit juga menyebabkan pembentukan
blok menjadi lambat atau tidak kering dalam waktu yang
dikehendaki. Dalam kondisi normal tanpa katalis resin akan memadat
sekitar 24-48 jam. Suhu ruangan juga berpengaruh pada lamanya
pemadatan resin.
c. Pembuatan blok resin biasanya dilakukan bertingkat atau berlapis.
Untuk membuat lapisan dasar, tuangkan campuran resin dan katalis
pada cetakan dengan ketebalan sekitar 0,5 cm (tergantung ketinggian
cetakan).
d. Apabila lapisan dasar sudah cukup kering, spesimen ditempatkan di
permukaan atas campuran resin-katalis secara hati-hati sesuai tata
letaknya. Jika diperlukan label, tempatkan dalam waktu bersamaan
dengan waktu penempatan specimen.

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 12


e. Setelah specimen ditata pada permukaan lapisan dasar, disiapkan
sedikit campuran resin dan katalis untuk lapisan pengikat dan
dituangkan secara hati-hati pada spesimen yang telah diletakkan
pada lapisan dasar untuk menghindari dislokasi specimen.
f. Apabila lapisan pengikat sudah membentuk gel (cek dengan ujung
tusuk gigi). Siapkan campuran Resin-katalis sebagai lapisan penutup,
dan tuangkan campuran penutup sampai batas tertentu dari
ketinggian cetakan. Gambar di bawah menunjukkan penuangan
campuran resin dan katalis untuk lapisan penutup.

Gambar . Penuangan campuran resin dan katalis sebagai lapisan


penutup

2. Pembentukan, Penghalusan, dan Finishing


Pembentukan dapat menggunakan gerinda, kikir atau amplas kasar,
tetapi bentuk dasar dari bioplastik akan mengikuti bentuk cetakannya.
Pembentukan bertujuan untuk meratakan permukaan yang kasar dan
membentuk blok yang tepat sesuai dengan tujuan. Setelah proses
pembentukan, kemudian dilanjutkan dengan proses penghalusan yangdapat
dilakukan dengan menggunakan amplas bertingkat dari yang kasar hingga
yang halus. Proses terakhir adalah finishing, yang bertujuan untuk
menghaluskan dan membuat transparan atau bening permukaan blok resin.
Untuk proses finishing biasanya digunakan compound, sanpoly atau kit dan
digosok dengan kain yang halus. Hasil finishing blok resin akan menunjukan
kualitas blpk resin yang sangat transparan, bening dan specimen terlihat
sangat jelas.

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 13


Penutup dan Saran

Awetan spesimen dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu awetan basah
dan awetan kering. Awetan basah umumnya menggunakan cairan pengawet
atau fiksatif. Setiap jenis spesimen membutuhkan jenis cairan pengawet yang
berbeda-beda, hal ini disebabkan karakteristik jaringan penyusun yang
berbeda-beda. Awetan kering dapat dilakukan melalui herbarium pada
tumbuhan, insektarium pada jenis-jenis serangga, dan taksidermi pada
vertebrata. Langkah-langkah umum dalam pembuatan awetan specimen
meliputi koleksi specimen, preparasi specimen, pengawetan dan penyimpanan.
Pengawetan kering jaringan tumbuhan ataupun hewan dilakukan melalui
sediaan mikroskopis atau sediaan mikroskopis. Bioplastik merupakan jenis
pengawetan kering yang dilakukan dengan menggunakan campuran resin
dengan katalis, specimen akan berada dalam blok resin yang tahan lama
hingga bertahun-tahun.

Untuk proses pembuatan awetan diperlukan pemahaman, pengetahuan


dan ketrampilan yang perlu terus dikembangkan melalui latihan atau
percobaan. Guru atau laboran diharapkan mampu menguasai beberapa teknik
dasar pengawetan tumbuhan/hewan dalam rangka untuk penyediaan media
pembelajaran yang alamiah, sehingga diharapkan mampu membangkitkan
minat dan motivasi belajar siswa.

Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 14


Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 15
Materi Bimbingan Teknis di FPMIPA UPI Februari-Maret 2021 Page 16

Anda mungkin juga menyukai