Anda di halaman 1dari 10

“DIKSI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN“ DALAM PUISI-MUTAKHIR

INDONESIA(KAJIAN SOSIOLINGUISTIK-GENDERISTIK)

“MEN AND WOMEN DICTION” 


IN MODERN INDONESIA POETRY 
(SOCIOLINGUISTIC-GENDERISTIC STUDIES)
Ganjal Harimansyah
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan Nasional
E-mail: ganjar_hwia@yahoo.com

ABSTRACT
This paper will describe the results of different studies of language choice between men and women in so-
phisticated Indonesia poems. This study uses sociolinguistics-genderistics paradigm which states that the gender
differences in language choice is not only describing what is commonly accepted as a fact that is reflected in the
text, but also what is behind the text. This study uses a qualitative approach method and the results of descriptive
data in the form of text or writing literary genre of poetry. The data were obtained by using sampling techniques.
This study deals only with the poems of Indonesia in the period 1990–2000’s with a comparison of the poems of
Indonesia in the period 1970–1980’s. In this study, the language of poem considered as an aspect which forms
and express a direct expression and attitude of speakers with their own nuances that cannot be separated from
ideological issues and the application of linguistic variations in language reproductive men and women.
Keywords: Language poetry, Diction, Sex, Gender, Ideology

ABSTRAK
Makalah ini memaparkan perbedaan pilihan bahasa antara laki-laki dan perempuan dalam pemakaian
bahasa karya sastra, khususnya dalam puisi-puisi Indonesia mutakhir yang muncul antara tahun 1990–2000.
Penelitian ini menggunakan paradigma sosiolinguistik-genderistik yang menyatakan bahwa perbedaan dalam
pilihan bahasa tidak hanya menggambarkan apa yang sering diterima sebagai fakta yang tercermin dalam teks,
tetapi juga apa yang ada di balik teks. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data deskriptif
berupa teks puisi. Data diperoleh dengan menggunakan teknik sampel. Penelitian ini hanya membahas puisi
Indonesia periode 1990–2000 dengan perbandingan puisi-puisi Indonesia periode 1970–1980. Dalam kajian
ini, bahasa puisi dianggap sebagai sesuatu yang mengekspresikan sikap penutur yang khas yang tidak dapat
dipisahkan dari isu-isu ideologi dan variasi bahasa antara laki-laki dan perempuan.
Kata Kunci: Bahasa puisi, Diksi, Seks, Gender, Ideologi

PENDAHULUAN Ada beberapa aspek variasi pilihan bahasa


yang menjadi tumpuan para sosiolinguis untuk
”Pada abad ke-18, di saat logika dan sains menunjukkan hubungan bahasa dan masyarakat
menjadi tren, perempuan berke­inginan berbicara penuturnya, seperti jenis kelamin, usia, kelas
seperti laki-laki. Na­m un, abad ke-20 telah dan kelompok sosial, etnik, serta pendidikan.
membalik proses tersebut”
Penelitian bahasa yang khusus berkaitan dengan
(Aldous Huxley, Two or Three Graces) jenis kelamin dalam sosiolinguistik mengalami
perkembangan yang sangat menarik. Hal itu

Diksi Laki-laki dan Perempuan ... | Ganjar Harimansyah | 143


terbukti dengan bergesernya paradigma penelitian Kajian ini bertujuan untuk memaparkan
ke arah penelitian yang tidak semata-mata aspek ideologis dalam bahasa Indonesia yang
meneliti variasi pilihan bahasa berkaitan dengan memperlihatkan isu genderistik dan memaparkan
seks dalam pengertian biologis, tetapi telah reproduksi dari variasi bahasa laki-laki dan
menuju paradigma penelitian gender sebagai perempuan yang tecermin dalam puisi Indonesia
konsep sosial budaya, bahkan aspek ideologis.1 mutakhir.
Hubungan bahasa dan gender ini merupakan hal Ada perbedaan pengertian seks dan gender.
yang kompleks dari segi bentuk-bentuk bahasa Istilah seks digunakan untuk mengacu pada
yang dipilih. Kajian tentang hubungan itu mem- perbedaan biologis atau anatomis antara pria
bantu untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dan wanita. Istilah gender mengacu pada
yang berkaitan dengan kemunculan variasi pilihan perbedaan sosial dan budaya antara laki-laki dan
bahasa antara laki-laki dan perempuan. perempuan.
Secara umum, hubungan yang kompleks Istilah gender dalam ilmu bahasa perlu pula
antara jenis kelamin dan perilaku berbahasa dibedakan antara pengertian secara sosiolinguistik
melibatkan formasi ideologi dari tradisi etnoli- maupun secara ilmu bahasa struktural perlu pula
nguistik komunitas penutur sebuah bahasa yang dibedakan. Gender dalam ilmu bahasa struktural
telah terbentuk sejak lama dari generasi terdahulu. mengacu pada pembagian kategori gramatikal
Peneliti yang mengkaji hal ini dapat menganalisis nomina ke dalam kelas yang dapat diberi ciri
apakah penutur itu berusaha mereproduksi atau secara mendasar berdasarkan seks. Pembagian
mengubah aturan yang sudah ada, baik disengaja itu, misalnya, meliputi maskulin, feminin, dan
maupun tidak disengaja.2 netral. Sementara gender dalam sosiolinguistik
Sehubungan dengan itu, tak dapat dipungkiri merupakan variasi pilihan bahasa dari laki-laki
bahwa setakat ini penilaian pemakaian bahasa, dan perempuan yang berkaitan dengan situasi
khususnya dalam karya sastra, sering subjektif masyarakat yang kompleks. Oleh karena itu pula,
dan lebih melihat nama pembuatnya dan bahkan ideologi dalam linguistik dari sudut pandang sosi-
jenis kelaminnya, bukan karyanya. Banyak karya olinguistik dipahami sebagai konstruksi makna
sastra yang ditulis para perempuan cenderung yang memberikan kontribusi ba­gi pemroduksian,
dikaji dari kacamata gender. Seolah-olah ada per- pereproduksian, dan transformasi hubungan-hu­
bedaan pendekatan yang harus dipakai ketika akan bung­an berbahasa dalam suatu masyarakat.1
mengkaji bahasa dalam karya-karya perempuan, Penelitian yang menunjukkan bahwa laki-
demikian pula halnya dengan karya-karya yang laki dan perempuan berbeda dalam menggunakan
dibuat laki-laki. bahasa sebetulnya sudah lama menjadi perhatian
Dalam kajian ini puisi dibubuhi kata beberapa linguis. Misalnya, pada tahun 1922,
mutakhir sebelum kata Indonesia. Hal itu Otto Jespersen (1922), dalam bukunya yang
ditujukan untuk membatasi bahwa pokok kajian berjudul Language: Its Nature, Development,
yang dipaparkan adalah pemakaian bahasa dalam and Origin, membahas secara khusus tentang
puisi-puisi karya penyair terkini, baik puisi karya bahasa perempuan pada salah satu bab buku
perempuan maupun laki-laki, yang muncul itu. Ia berpendapat bahwa perempuan agak
pada periode tahun 1990–2000-an, sekaligus malu-malu jika menyebut bagian anggota tubuh
diperbandingkan dengan puisi yang muncul mereka dengan cara terang-terangan, tidak seperti
pada periode sebelumnya, yaitu antara tahun laki-laki (muda) yang lebih suka menyebutnya
1970–1980-an. Sehubungan dengan itu, rumusan tanpa tedeng aling-aling. Jespersen juga setuju
masalah dalam kajian ini adalah sebagai berikut. bahwa bahasa yang digunakan oleh perempuan
”Bagaimanakah kerangka ideologi linguistik lebih kerap menggunakan kata sifat apabila diban-
dalam bahasa Indonesia memperlihatkan isu dingkan dengan laki-laki. Misalnya, perempuan
genderistik dan reproduksi variasi bahasa ”diksi sering menggunakan adorable, charming, sweet,
laki-laki dan perempuan” yang tercermin dalam atau lovely dibandingkan dengan kata-kata yang
puisi mutakhir Indonesia?” netral seperti great, terrific, cool, atau neat.3

144 | Widyariset, Vol. 14 No.1, 2011


Pada tahun 1975, Robin Lakoff4—seorang Kata-kata yang dipilih (diksi) penyair meru-
sosiolinguis terkemuka—menulis buku Language pakan kata-kata yang dianggap paling tepat dalam
and Woman’s Place yang kemudian menjadi buku konteks puisi tersebut. Usaha untuk mengubah
pelarap (best seller) di kalangan ilmuwan bahasa. kata-kata dalam larik-larik sebuah puisi dengan
Di dalam buku tersebut, Lakoff telah membuat kata-kata yang lain dapat mengubah kesan total
kajian terhadap isu bahasa dan gender. Ia meng- yang dibentuk oleh puisi tersebut.7
gambarkan bahwa bahasa laki-laki lebih tegas, Apabila kata (dan frasa) ditinjau dalam
matang, dan suka berbicara terang-terangan. keberadaannya sebagai lambang, hubungan
Namun sebaliknya, bahasa yang digunakan antara lambang dengan yang dilambangkan bukan
oleh perempuan tidak matang, tidak tegas, tidak sekadar berada dalam hubungan antara bentuk
secara terang-terangan (menggunakan kata-kata dengan sesuatu yang dinamai atau digambarkan,
kiasan) dan berhati-hati ketika mengungkapkan melainkan juga antara aspek bentuk (signifiant)
sesuatu, serta kerap menggunakan kata-kata dengan aspek arti (signifie). Sebagai contoh,
yang lebih halus dan sopan. Di samping itu, kata bunga bukan hanya ada dalam hubungan
menurut Lakoff, seorang perempuan jika merasa timbal balik dengan referen (hal yang ditunjuk)
kurang yakin terhadap suatu masalah, mereka yang dapat digambarkan sebagai , melainkan
akan mempersoalkan kepada dirinya dan tidak tergambarkan lewat lambang kebahasaannya
mempunyai keyakinan terhadap diri mereka yang terdiri atas huruf B, U, N, G, dan A. Dengan
sendiri. Oleh karena itu, banyak masalah yang demikian, hubungan antara lambang kebahasaan
timbul berakhir dengan tanda tanya. dengan sesuatu yang dilambangkannya ada dalam
Buku karya Lakoff telah menjadi inspirasi hubungan ganda.
bagi para sosiolinguis untuk memulai meneliti Oleh karena itulah, kata sebagai lambang
kebenaran pendapat tentang perbedaan bahasa kebahasaan memungkinkan untuk diubah rela-
perempuan dan laki-laki. Buku itu pun termasuk sinya menjadi makna lain. Kata yang membentuk
buku yang paling banyak dikutip oleh peneliti lain kelompok kata mampu menimbulkan makna baru
dalam masalah gender dan bahasa.5 Berdasarkan yang berbeda dari sekadar perpaduan makna
inspirasi Lakoff itu para sosiolinguis mulai unsur-unsurnya. Kata yang dikombinasikan
menumpukkan perhatian pada perbedaan peng- dengan kata-kata lain dalam berbagai variasi
gunaan bahasa antara laki-laki dan perempuan mampu menggambarkan bermacam-macam
dalam konteks jaringan sosial. ekspresi perasaan, ide, dan angan. Dalam kedudu-
Salah satu tulisan terkini yang berangkat kannya sebagai medium ekspresi ini, kesatuan
dari pendapat Lakoff itu dan cukup banyak antara lambang dengan yang dilambangkan sudah
dikutip adalah hasil kajian Lesley Milroy dan sangat padu. Sebagai contoh, kata bunga mengacu
James Milroy (1997) yang berjudul ”Varieties and kepada “bagian dari tumbuhan, berdaun, dan
Variation”6. Mereka mengemukakan bahwa pe- berasal dari kuncup yang kemudian mengembang
ranan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan biasanya berwarna indah dan wanginya
dalam jaringan sosial terefleksikan dalam bentuk harum”. Dalam prosesnya untuk mengekspresikan
tuturannya. Perempuan cenderung melakukan in- sesuatu, kata bunga dapat bermakna lain yang
teraksi dalam jaringan yang intens dan kompleks diandaikan melekat dalam lambang kebahasaan
serta menghubungkan variasi pilihan bahasanya itu sendiri. Kata bunga, misalnya, maknanya
dengan struktur jaringan personal daripada laki- dapat diekspresikan sebagai idea atau angan
laki. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kata yang tentang keindahan dan bukan lagi sebagai benda
memiliki variasi vokal depan rendah [ǽ] seperti atau tumbuh-tumbuhan.
dalam kata that memiliki variasi vokal belakang Lebih jauh kita bisa melihatnya dalam
[a]. Begitu juga pada kata-kata flat, trap, dan hubungannya dengan frasa bunga desa. Lambang
rather memiliki variasi vokal depan rendah [ǽ], bunga pada bunga desa dalam hal ini telah me-
sedangkan variasi standarnya adalah [ε]. Variasi ngalami perubahan makna. Ciri semantik bunga
standar lebih banyak digunakan oleh perempuan.1 sebagai mana arti sebelumnya telah mengalami
perubahan. Lambang bunga desa selain masih

Diksi Laki-laki dan Perempuan ... | Ganjar Harimansyah | 145


tetap dapat diacukan pada bunga yang tumbuh di termuat dalam antologi puisi Mimbar Penyair
desa dapat juga diacukan pada pengertian “gadis Abad 21 (1996) dan Angkatan 2000 Dalam Sastra
atau perawan yang menjadi rebutan” atau “gadis Indonesia (2000). Untuk mencapai keterandalan
yang paling cantik dan menjadi kebanggaan di dan kesahihan data, peneliti meng­g u­n akan
desa”. teknik triangulasi data (data triangulation) dan
Diksi bukan saja dipergunakan untuk triangulasi peneliti (inves­tigator triangulation).
menyatakan kata mana yang perlu dipakai untuk Untuk membantu mempertajam analisis,
mengungkapkan suatu gagasan, tetapi juga meli- kajian ini menggunakan data sekunder berupa
puti persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, (1) tulisan ilmiah atau komentar kritis (baik
dan sebagainya. Diksi juga tidak dapat dilihat dalam artikel koran, majalah, ataupun catatan
sebagai hal yang berdiri sendiri, tetapi harus pengantar/penutup dari antologi puisi-puisi yang
dilihat dalam konteks yang lebih luas karena dijadikan sampel), (2) rekaman hasil wawancara
karya sastra merupakan sebuah wacana yang dengan beberapa penyair dan akademisi sastra,
utuh. Hal yang sama dikemukakan oleh Umar serta (3) catatan-catatan dari hasil diskusi tentang
Junus8, bahwa konteks kata hendaknya dilihat perpuisian Indonesia yang berkaitan dengan
bagi kepentingan larik dan bait puisi secara masalah dalam kajian ini.
keseluruhan, bukan dalam arti sempit yang hanya Penelitian ini juga menggunakan prinsip
terbatas pada kalimat tempat kata tersebut berada. analisis isi (content analysis) kualitatif, yaitu
Dengan demikian, pembahasan hubungan metode untuk memahami pesan simbolik dari
bahasa dan gender dalam diksi puisi harus suatu objek penelitian de­ngan memperhatikan
tetap merujuk kepada konteks puisi yang konteksnya. Pesan simbolik yang dimaksud da­lam
sudah diandaikan sebagai subordinasi pemilikan penelitian ini adalah aspek genderistik dalam
diksi perempuan dari pemilikan diksi laki-laki. diksi (pilihan kata) yang ada pada teks puisi.
Dengan begitu, kita dapat melihat apakah benar Sementara konteksnya ialah kondisi masyarakat
ada ketegangan gender dalam puisi-mutakhir yang berkaitan de­n gan budaya dan segala
Indonesia yang memperlihatkan fenomena gejolaknya pada masanya yang mem­engaruhi
“diksi perempuan telah memasuki wilayah diksi penciptaan teks puisi. Analisis isi dalam penelitian
laki-laki”. ini sejalan dengan definisi dari Klauss Krip-
pendorff.9. Krippendorff mendefinisikan analisis
METODE PENELITIAN isi sebagai sua­tu teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi (atau po­kok makna yang lain)
Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dari teks yang dapat ditiru dan sahih dengan
dengan hasil data deskriptif berupa teks atau memerhatikan konteksnya. Dalam kerangka
tulisan berupa karya sastra bergenre puisi. Kajian kerjanya, analisis isi kualitatif mendefinisikan
ini hanya membahas puisi-puisi Indonesia dalam di­r inya sendiri sebagai pendekatan empiris,
kurun waktu atau periode tahun 1990–2000-an metodologi untuk mengontrol ana­lisis teks dalam
yang diperbandingkan dengan puisi-puisi yang konteks komunikasinya, serta sebagai peraturan
muncul pada periode sebelumnya, yaitu antara ta- ana­li­sis yang memperlihatkan model langkah-
hun 1970–1980-an, dengan menggunakan teknik langkah penelitian tanpa memperhatikan aspek
penarikan sampel bertujuan (purposive sampling). kuantitatif.10
Puisi-puisi yang menjadi sampel tersebut ber-
peran sebagai sumber data primer. Data tersebut
diambil dari antologi puisi perempuan penyair
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seserpih Pinang Sepucuk Sirih, Bunga Rampai
Puisi Wanita (1979), beberapa puisi karya penyair Ideologi Linguistik dan Isu Genderistik dalam
laki-laki, seperti puisi Sapardi Djoko Damono Diksi Puisi Indonesia Mutakhir
dan Soebagyo Sastrowardoyo yang dibuat Bahasa Indonesia memperlihatkan sejumlah
antara tahun 1970–1980-an, kumpulan puisi diksi yang seksis. Para penyair Indonesia harus
Wanita Penyair Indonesia (1997), serta beberapa berhadapan dengan bahasa Indonesia yang seperti
puisi karya penyair laki-laki dan perempuan yang mengesankan bahwa bangsa Indonesia mempu-

146 | Widyariset, Vol. 14 No.1, 2011


nyai dikotomi dalam pilihan bahasa: ada bahasa Ruang persepsi itu ialah BEING (ke-ada-an),
milik laki-laki dan ada bahasa milik perempuan. COSMOS (kosmos), ENERGY (energi), SUB-
Pendapat seperti itu mungkin mengherankan STANCE (substansi), TERRESTRIAL (terestrial),
karena bahasa dan kesusastraan Indonesia tidak OBJECT (objek), LIVING (kehidupan), ANIMATE
berjenis kelamin. Namun, dalam praktiknya (bernyawa), HUMAN (manusia). Terbatasnya
tersimpan banyak persoalan genderistik. Bahkan ruang persepsi itu terungkap salah satunya dalam
bisa jadi, penyairnya pun tidak berpikir tentang tema-tema yang diangkat wanita dalam puisinya.
persoalan itu ketika menulis puisi-puisinya. Ada semacam  subordinasi terhadap tema-tema
Ungkapan-ungkapan yang dipilih penyair, baik mikrokosmos yang diangkat wanita,  dalam hal
laki-laki maupun wanita, dipengaruhi oleh ini tema-tema seputar ‘’dunia dalam rumah’’ atau
kepribadian, dan hal ini berhubungan dengan terbatas pada “kehidupan rumah tangga”.
individualisasi dalam puisi. 11 Lalu, mengapa Rupanya, tema-tema domestik itu berpe-
persoalan genderistik dalam diksi puisi bisa ter- ngaruh besar dalam diksi-diksinya. Diksi yang
jadi? Jawabannya adalah karena sistem bahasa digunakan berkisar sekitar bunga, ibu, anak,
Indonesia yang tidak memiliki jenis kelamin dan perpisahan, sepi, kamar, langit, malam, lamunan,
fakta pemakaiannya tidak bebas dari budaya yang dan sejenisnya, meskipun Heraty berusaha
berlaku dalam masyarakat. meluaskan ruang persepsi mereka ke dalam
Diksi-diksi untuk adjektiva lembut, se- ruang persepsi yang lebih besar, seperti alam
tia, seksi, atau racun dunia sangat lekat dengan dan manusia, manusia dan masyarakat, cinta dan
perempuan. Sementara adjektiva gagah, jantan, kematian serta rekaman kesan, harapan, dan ko-
agresif, rasional, kasar, atau pengkhianat munikasi. Namun, ruang persepsi terbatas itu pula
sangat lekat dengan laki-laki. Diksi-diksi untuk yang membuat puisi dalam sebagian kumpulan
verba mencium, meraba, membelai, atau memeluk puisi itu tampil jernih, sederhana, dan tak banyak
dianggap tidak layak untuk perempuan, melainkan menciptakan sampiran yang kompleks.14
dicium, diraba, dibelai, atau dipeluk. Misalnya, pada puisi ”Pulasan Hidup”
Dalam kerangka ideologi linguistik semacam karya S. Rukiah (1948), terdapat tuturan yang
itulah bahasa Indonesia memperlihatkan isu memperlihatkan ruang persepsi yang terbatas
genderistiknya. Hal itu pada akhirnya ikut pada ruangan kamar ke dalam wacana lebih luas
mereproduksi berlakunya variasi bahasa yang tentang kepalsuan manusia: Depan cermin, berdiri
dianggap feminin dan maskulin dalam dunia aku menghias rupa, senyuman di bibir membunga
puisi Indonesia. Antologi puisi karya perempuan cinta, di bawah listrik yang menyorot empat puluh
Indonesia Seserpih Pinang Sepucuk Sirih, Bunga watt! ... lambang dunia, pulasan hidup, memalsu
Rampai Puisi Wanita (1979) yang dieditori oleh diri semata!. Atau dalam puisi ”Coctail Party”
Toety Heraty sebagian besar memperlihatkan karya Toety Heraty memperlihatkan tuturan ruang
representasi dari pendapat itu.12 Puisi perempuan persepsi yang terbatas pada pakaian di tubuh
yang ada dalam kumpulan puisi itu tidak semuanya perempuan ke dalam wacana lebih luas tentang
digunakan dalam pembicaraan ini. Antologi puisi pertarungan kehidupan: Meluruskan kain baju
itu memuat puisi karya Selasih, Hamidah, Maria dahulu, meletakkan lekat sanggul rapi, lembut
Amin, Walujati, S. Rukiah, Toety Heraty, Poppy ikal rambut di dahi, pertarungan dimulai ....
Hutagalung, dan Agnes Arswendo. Meskipun demikian, sebenarnya tema-tema
Diksi-diksi para perempuan penyair itu dan ruang persepsi yang terbatas pada ‘’dunia
sebagian besar memperlihatkan ruang persepsi dalam rumah’’ banyak pula diangkat laki-laki
yang terbatas. Istilah ruang persepsi ini diambil dalam puisinya, seperti pada puisi karya Sapardi
dari istilah Michael C. Haley yang dikutip Abdul Djoko Damono dan Soebagio Sastrowardoyo
Wahad13 untuk memperlihatkan persepsi manusia atau di luar penyair  laki-laki  tersebut, masih
yang memengaruhi daya cipta bahasa pada banyak puisi yang bertema dan berdiksi ‘’dunia
kalangan penyair atau sastrawan dimulai dari dalam rumah’’ yang ditulis laki-laki. Misalnya,
lingkungan yang terdekat sampai ke lingkungan pada sajak Sapardi Djoko Damono, seperti ”Bola
yang terjauh dan berlangsung secara hierarkis. Lampu”, ”Catatan Masa Kecil” (1–3), ”Cahaya

Diksi Laki-laki dan Perempuan ... | Ganjar Harimansyah | 147


Bulan Tengah Malam”, ”Telur 1”, ”Cermin 2”, Dari sudut pandang gender ini, para pengkaji
dan lain-lain. Sebagai contoh pada puisi ”Catatan sastra cenderung melihat ada diksi laki-laki dan
Masa Kecil, 3” terungkap ”dunia dalam rumah” diksi perempuan. Diksi laki-laki identik dengan
itu: Ia turun dari ranjang lalu berjingkat dan kekerasan, diksi perempuan dengan kelembutan.
membuka jendela menatap bintang-bintang ... dan Pandangan seperti itu tentu saja merupakan per-
ketika ia menoleh nampak ibunya sudah berdiri sepsi yang menyetujui wanita lemah (inferior).
di belakangnya berkata ”biar kututup jendela ini Tak ubahnya  seperti pandangan Robin Lakoff
kau tidurlah saja setelah semalam suntuk terjaga yang percaya bahwa bahasa perempuan ”rendah”
sedang udara malam jahat sekali perangainya” karena membuat pola ‘’kelemahan’’ dibandingkan
atau dalam puisi ”Bola Lampu”: Sebuah bola tuturan laki-laki yang menunjukkan pola ‘’lebih
lampu menyala tergantung dalam kamar. Lelaki kuat’’.
itu menyusun jari-jarinya dan bayang-bayangnya/ Kajian-kajian tentang karya sastra yang
nampak bergerak di dinding: ”Itu kijang,” ditulis oleh perempuan pun cenderung dipisahkan
katanya ... Sebuah bola lampu ingin memejamkan dari istilah penyair secara umum. Korrie Layun
dirinya. Ia merasa berada/ di tengah hutan .... Rampan, misalnya, ketika mengulas kumpulan
Puisi-puisi Soebagio  Satrowardoyo yang puisi Wanita Penyair Indonesia (1997) yang
memperlihatkan tema-tema dan ruang persepsi disuntingnya, di satu pihak kajiannya mengangkat
yang terbatas pada ‘’dunia dalam rumah’’, eksistensi karya puisi perempuan penyair, tetapi di
misalnya terdapat pada puisi ”Matahari Sudah lain pihak ia membuat kesan bahwa kepenyairan
Tua”, ”Perempuan yang  Berumah di Tepi perempuan adalah dunia tersendiri yang lepas dari
Pantai”, ”Doa Seorang WTS”, ”Lima Sajak sejarah kesusastraan Indonesia. Rampan seolah-
Tentang Perempuan”, dan lain-lain. Sebagai olah merekonstruksi adanya sejarah kesusastraan
contoh pada kutipan puisi ”Matahari Sudah tua” yang terpisah antara  laki-laki dan perempuan.
terungkap ”dunia dalam rumah” itu: Dia yang Hal ini tidak jauh beda ketika Toety Heraty
diam selalu/ terbayang pada ragamu,/ Adam ... menamakan kumpulan puisi-puisi perempuan
Di balik jendela tapi/tanganmu merenggut perut Indonesia dengan Seserpih Pinang Sepucuk Sirih,
hawa/ membersitkan anak/ dengan kerut-kerut Bunga Rampai Puisi Wanita (1979).
muka ..... Padahal, di dalam kumpulan puisi karya tiga
Disebutkan di atas bahwa tema-tema do- puluh wanita penyair yang disunting Rampan itu
mestik berpengaruh besar dalam diksi-diksi puisi terlihat sekali gagasan penyetaraan gender, seperti
penyair perempuan. Akan, benarkah tema rumah terlihat dalam “Aku Hadir” karya Abidah El-
tangga dan ‘’dunia dalam rumah’’ merupakan Khalieqy, dalam “Perjalanan Para Lelaki” karya
sesuatu yang sempit? Jika dilihat hanya dari satu Oka Rusmini, dan lain-lain. Misalnya, dalam puisi
segi itu saja mungkin benar. Akan tetapi, sebuah berjudul “Aku Hadir” karya Abidah El-Khalieqy
puisi bisa dipandang dari berbagai sudut dan kita dapat menemukan tuturan: Aku perempuan
bisa menimbulkan banyak interpretasi. ‘’Dunia yang menyebe­rangi zaman/Membara tanganku
dalam rumah’’ yang diangkat laki-laki maupun mengenggam pusaka, suara diam/ Menyaksikan
perempuan bisa jadi memiliki bias dan kandungan pertempuran memperanakkan tahta/Raja-
yang lebih luas dari itu. raja memecahkan wajah, silsilah kekuasa­an/Aku
perempuan yang merakit titian/Menabur lahar
Memang, setiap pengkaji puisi mempunyai
berapi di bukit sunyi/membentangkan impian
hak untuk mengkaji sebuah puisi dengan meng-
di ladang-ladang mati/musik gelisah dari kerak
gunakan pendekatan yang diinginkannya dan
bumi/Aku perempuan yang hadir dan mengalir/
dari sudut pandang yang berbeda, termasuk dari
membawa kemudi/ panji matahari/Aku perem-
sudut gender. Kecenderungan yang ada sekarang
puan yang kembali/dan berkemas pergi. Di dalam
ini, dan yang juga cukup mengherankan, mereka
puisi Abidah tersebut tidak ada sama sekali diksi
seperti lebih ‘’tergoda’’ untuk melakukan kajian
yang menunjukkan ”kelemahan”. Bahkan, di awal
dari sudut gender ini pada karya sastra yang ditulis
puisi tersebut dengan tegas penyair menyatakan
perempuan.
bahwa eksistensinya sebagai seorang perem-
puan dengan diksi yang kuat: aku perempuan

148 | Widyariset, Vol. 14 No.1, 2011


.Diksi-diksi yang terkesan ”jantan” pun telihat Menurut Korrie Layun Rampan hingga
dalam pemilihan tuturan membara tanganku, paruh pertama dekade 1990-an ada sekitar 110
menggemgam pusaka, menyaksikan pertempuran, orang penyair perempuan yang dicatatnya lewat
memperanakkan tahta, memecahkan wajah, berbagai antologi puisi yang terbit. Di antara para
merakit titian, menabur lahar, membentangkan perempuan penyair tersebut terus aktif menulis
impian, dan juga menunjukkan bahwa aku yang puisi hingga sekarang, misalnya Oka Rusmini,
perempuan itu adalah yang membawa kemudi bagi Dianing Widya Yudhistira, Intan Naom, Lastri
pilihan hidupnya (sebagai penyair). Fardani Kerton, Tuti Gintini, dan Azwina Aziz
Selain itu, ada bias gender dalam dua Miraza, Nenden Lilis A., dan beberapa penyair
penamaan kumpulan puisi dari kurun dua dari luar pulau Jawa seperti Upita Agustine, Tien
dasawarsa itu. Hal tersebut bisa dilihat dari, Marni, Nyoman Netiningsih, Maliarti Aryani,
misalnya, penamaan “wanita penyair” atau ”puisi dan I.A. Oka Suwati Sideman. Namun, ada juga
wanita”. Seolah-olah ada penyebutan khusus bagi sebagian dari mereka tidak menulis lagi setelah
perempuan yang menulis puisi atau puisi yang di- berkeluarga, seperti Free Hearty, Sastri Yunizarti,
tulis perempuan. Sementara untuk laki-laki cukup Budi Tunggal Rahayu, Fitri Nur Aini, Iriani R.
dikatakan: penyair dan puisi. Tak ada sebutan pria Tandy, Sri Hartati, Darmalia, Linda Christanty,
penyair atau puisi laki-laki. Seolah-olah leksikal Iin Muthmainnah, Siti Saidah Muthmainah, Joesi
penyair dan puisi melekat pada laki-laki. Kata Endah, Sri wahyuni, Yustina E. Widyastuti, dan
penyair tentu saja menunjukkan semantik kata Taty Haryati. Kenyataan seperti ini tidak hanya
yang digunakan untuk merujuk kepada laki-laki berhubungan dengan belenggu kodratisme perem-
dan juga perempuan yang menulis atau menga- puan, tetapi juga menjelaskan kian mudahnya
rang puisi/syair. Demikian juga leksikal puisi bisa perempuan memasuki industri media cetak,
dimiliki oleh laki-laki ataupun perempuan. dengan banyaknya kalangan mereka yang menulis
Sejarah puisi di Indonesia memang mencatat prosa, terutama novel.14
kualitas maupun kuantitas karya puisi dari para
perempuan yang relatif masih sedikit diband- Reproduksi Variasi Bahasa ”Laki-Laki
ingkan karya laki-laki. Selama tiga dasawarsa dan Perempuan” dalam Diksi Puisi-
tercatat hanya ada dua antologi puisi yang cukup Mutakhir Indonesia
menonjol, yaitu Seserpih Pinang Sepucuk Sirih,
Dalam puisi mutakhir Indonesia tahun 1990–2000-
Bunga Rampai Puisi Wanita (1979) dan Wanita
an, diksi-diksi yang dulu ditabukan mulai dipakai
Penyair Indonesia (1997). Meskipun demikian,
dalam puisi-puisi perempuan, seperti dalam puisi
tidak menutup kemungkinan sebenarnya masih
“Nikah Pisau” yang ditulis Dorothea Rosa Her-
banyak antologi puisi yang ditulis perempuan.
liany: ...Sampai kurampungkan kenikmatan
Linus Suryadi AG15 mencatat puisi-puisi pilihan
senggama/ Sebelum merampungkanmu juga:
yang terbit dari sekitar tahun 1920-an hingga
menikam jantung dan merobek zakarmu dalam
1987 dan hanya ada 21 perempuan penyair dari
segala ngilu. Atau, dalam puisi Oka Rusmini
179 penyair. Jumlah yang kini mungkin hanya
yang berjudul “Di Depan Meja Rias” terungkap:
bisa ditambah sekitar 10 sampai 15 perempuan
(seorang laki-laki mendekat)/ dia kagumi keliaran
penyair.
warna-warna yang melekat./ aku mulai meng-
Dalam buku Angkatan 2000 dalam Sastra
geliat, agak panas …. Herliany dan Rusmini telah
Indonesia yang memuat beragam karya sastra
menggunakan diksi-diksi yang umumnya dulu
(tidak hanya puisi) dari sastrawan Indonesia kon-
bisa membuat perempuan merah mukanya jika
temporer, Korri Layun Rampan16 pun mencatat
mendengarnya tanpa kiasan: senggama, zakar,
hanya ada 10 perempuan (Abidah El Kahalieqy,
dan menggeliat.
Dianing Widya Yudhistira, Dorothea Rosa Her-
liany, Endang Susasnti Rustamaji, Medy Lukito, Dikisi-diksi yang menyinggung-nyinggung
Nenden Lilis A., Oka Rusmini, Omi Intan Naomi, keadaan atau wilayah intim dianggap biasa
Ulfatin Ch., dan Taty Haryati) yang benar-benar jika dipakai oleh laki-laki, seperti dalam puisi
menggeluti dunia puisi dari 77 sastrawan yang “Setelah Dua ratus tahun terlupa” karya H.U.
ada dalam buku itu. Mardi Luhung: Aku ulurkan mani-hijauku/ istriku

Diksi Laki-laki dan Perempuan ... | Ganjar Harimansyah | 149


merajutnya dalam kepompong …mungkin tetek kapkan laki-laki: Oh, mungkin saya bisa pinjam
istriku yang menggunduk dengan aroma semesta suaminya/ Sebentar saya cuma ingin numpang
yang memancarkan sumber segala sumber … atau kencing ... . Ungkapan “suami yang bisa dipinjam”
dalam puisi “Sepi Itu” karya Aslan A. Abidin: dan pernyataan “numpang kencing” bukan lagi
... duduk sendiri/di meja pojok menyilangkan dianggap perilaku bahasa yang bisa menjatuhkan
pahanya yang mulus dan/ memperlihatkan citra perempuan.
sebagian buah dadanya yang montok .... Lalu, bagaimanakah laki-laki memandang
Fenomena kekerasan yang menjadi ke- dunia perempuan atau tentang perempuan dalam
nyataan budaya—yang banyak diperlihatkan di puisi-puisi mereka? Hampir seluruh puisi yang
media massa—banyak juga dimasuki penyair ditulis laki-laki pernah berbicara mengenai
perempuan. Diksi yang terkesan keras tidak perempuan. Perempuan bisa dikatakan meru-
lagi hanya dominasi laki-laki. Representasinya pakan diksi-diksi dari metafora yang luar biasa
dalam puisi dapat dilihat dalam puisi “Menjelang dalam kebanyakan puisi dari penyair laki-laki,
Hijrah” karya Abidah El Khalieqy: Kemarilah dibandingkan dengan metafora lainnya. Marilah
wahai pedang terasah/ tebas leherku kuliti kita lihat kutipan puisi “Lagu Bulan April” karya
tubuhku/ korek mataku kelupas telingaku/ cincang Acep Zamzam Noor berikut.17
dagingku uraikan sejarah kupas satu-satu .... ......
Diksi yang dipilih oleh Herliany, Rusmini, Sebuah kolam adalah kekekalan merah muda
atau El-Khalieqy yang sebelumnya diklaim hanya Tapi matamu lebih dalam dari seribu penga­
pantas diungkapkan oleh laki-laki bisa disebut kuan dosa
Di bahumu bunga-bunga bakung menjalin
sebagai ketegangan ideologi linguistik dari rezim rambut ikalnya
bahasa laki-laki. Munculnya puisi-puisi mereka Bunga-bunga tulip tersenyum malu diceruk
di awal tahun 1990-an menyertai pula munculnya pipimu
perempuan-perempuan penyair lainnya yang ba- Jauh di seberang ladang-ladang gandum,
nyak menggunakan diksi-diksi laki-laki dalam sebuah mata air jernih
puisi mereka. Diksi yang dipilih perempuan dalam Dengan roda airnya yang terus bergerak
laksana waktu
puisi mereka bukan lagi semata “dunia dalam
Nampak mengalir ke dalam matamu yang tak
rumah”, tetapi lebih sebagai “dunia luar rumah”. beriak itu
Namun, tentu saja ada pengecualian. Beberapa Semuanya, seperti cahaya langit musim semi
perempuan di era itu masih ada yang menulis yang megah
tentang ibu, anak, rumah, suami, atau kupu- Kolam anggur tak habis-habisnya direguk
kupu seperti puisi “Ibu”. “Untuk Suamiku”, dan bumi dahaga –
“Rumah” yang ditulis Dianing Widya Yudhistira Rambutmu lebih halus dari puisi dan lukisan
mana pun
serta puisi karya Medy Loekito dalam “Pengemis
Seperti anugerah bagi hamparan negeri yang
Perempuan dan Anaknya”, “Anakku”, dan penuh ciuman ini
“Kupu-Kupu”.
Diksi tentang dunia perempuan yang agung, Dalam puisi di atas berbagai diksi muncul
alam sebagai metafora keindahan perempuan, dari mitos-mitos “keindahan” dan sekaligus
dunia anak dalam dekapan sayang ibu, seperti “kelemahan” perempuan. Perempuan lekat
yang ditulis oleh perempuan pada masa Pujangga dengan diksi merah muda, bunga-bunga, mata air
baru dan dalam antologi Seserpih Pinang Sepucuk jernih, dan rambut yang lebih halus dari puisi dan
Sirih, Bunga Rampai Puisi Wanita (1979), sudah lukisan manapun, tetapi ia juga dilekatkan dengan
jarang menjadi diksi-diksi para penyair-mutakhir “kelemahan” melalui diksi pengakuan dosa dan
Indonesia. Perempuan telah biasa menyampaikan objek bagi hasrat laki-laki: ciuman.
keinginan dirinya secara terbuka. Mungkin puisi Hal itu tidak jauh beda dengan yang ditutur-
“Sajak Bertamu” karya Nana Ernawati menjadi kan Remmy Novaris D. M. dalam puisinya yang
representasi dari hal itu, seperti terekam dalam berjudul “Perempuan dalam Motor” berikut.18
diksi-diksi yang terasa tidak mencerminkan
sebotol savoy, jin dan jaket yang ketat
“keperempuanan” atau semestinya hanya diung-
menyimpan keperempuananmu

150 | Widyariset, Vol. 14 No.1, 2011


dalam bayangan laki-laki yang keras sikap penuturnya sendiri yang tidak terlepas
tak ada lagi catatan harian dari isu genderistik yang beredar di dalam
ia telah terbakar oleh masa silam masyarakat.
yang memadat dalam dirimu
Di aspek reproduksi variasi bahasa, puisi-
dan rumah tak menyisakan sebuah kamar mutakhir Indonesia karya penyair laki-laki mau-
apalagi sebuah jendela yang terbuka pun perempuan mempunyai beberapa kekhususan
kalaupun ada sebuah pintu
dalam pemakaian bahasanya dan setiap penyair
ia hanya menuju ke liang malam
yang mengajarkanmu selalu mempunyai cara tersendiri dalam memakainya
tentang sebuah pemberontakan sesuai kondisi sosial sekitarnya.
dengan nyanyian jalanan
tanpa peduli siapa yang mendengar
SARAN
maka kamu pun hidup seperti laron
yang selalu rindu menggapai cahaya
Saran yang berkaitan dengan hasil penelitian
tapi kemudian mati dengan sayap terlepas ini ditujukan kepada para peneliti bahasa yang
di lantai yang dingin pada sebuah hotel mengkaji bahasa dalam karya sastra, penyair
tempat orang selalu datang dan pergi (khususnya perempuan penyair), dan masyarakat
meninggalkan jejak pada tubuhmu umum penikmat puisi. Bagi peneliti yang
yang perlahan-lahan mengering mengkaji bahasa dalam karya sastra, kajian
dan kamu hanya dapat meratapi
tentang teks sastra hendaknya diletakkan dalam
sisa-sisa hakikat dari keperempuananmu
sebagai kodrat yang menjerat konteks komunikasi: di dalamya perlu ditinjau
aspek penyaji (pengarang) untuk mempertunjuk-
Namun, dalam puisi di atas berbagai diksi kan kepada pendengar/pembaca bahwa dia
muncul dari “kekuatan” perempuan dan sekaligus sedang mempertahankan satu set aturan dan
“tragedi” yang menyertainya. Setidaknya puisi mengharapkan pendengar/pembaca untuk
itu merepresentasikan puisi yang ditulis laki-laki mengevaluasinya.
tentang perempuan yang memiliki penderitaan Bagi para penyair, ‘’pembatasan-pem-
yang mendalam ketika perempuan hendak batasan’’ yang seksis, khususnya yang ditimpakan
menyamai “kekerasan” laki-laki. pada penyair perempuan oleh para kritikus sastra,
Sementara itu, dunia ibu menjadi tentunya tidak perlu memengaruhi proses kreatif.
wilayah tersendiri dalam tema khusus bagi para Karena, jika seorang penyair terpaksa mengikuti
laki-laki yang menulis puisi: Ibu adalah diksi yang pembatasan-pembatasan itu, ia sudah tidak jujur
dipersonifikasikan sedemikian rupa kesuciannya, lagi dalam berkarya.
tempat lelaki kembali dari seluruh luka-lukanya. Bagi penikmat puisi secara umum, ada
Isbedy Stiawan ZS merekam hal itu dalam kata baiknya ketika mengapresiasi puisi hendaknya
kunci ziarah, pangkuan, dan karat lewat puisinya meletakkan diksi dalam konteks tema puisi. Diksi
yang berjudul “Saatnya Aku Mengerti”: … Ibu, yang terang-terangan dari perempuan penyair,
aku kembali ziarah ke dalam pangkuan lautmu, seperti diksi senggama, zakar, payudara, dan
seperti perahu yang masuk ke galangan lantaran lain-lain, tidak dilihat dari segi  etis sosial dan
telah karat. Sebab peradaban telah membuatku kultur masyarakat yang sering menabukan hal
makin jauh dari lidah asin-manismu. itu pada wanita dan tidak dilihat sebagai bentuk
pemberontakan perempuan untuk mendapat
persamaan pengucapan dengan laki-laki. Namun,
KESIMPULAN
hal itu dipandang sebagai konsekuensi pemilihan
Berdasarkan kajian terhadap diksi laki-laki dan kata yang dilihat dari sisi dan sifat kemanusiaan
perempuan dalam puisi-mutakhir Indonesia dapat yang wajar dan umum, yang bisa dimiliki laki-laki
disimpulkan bahwa ideologi linguistik laki-laki maupun perempuan. Alangkah lebih baik pula
dan perempuan dalam bahasa puisi difungsikan apabila masalah gender ini tidak diletakkan dalam
untuk membentuk dan mengungkapkan ekspresi konteks  hierarkis dan dikotomis laki-laki dan
dan gagasan penyair sekaligus disertai nuansa

Diksi Laki-laki dan Perempuan ... | Ganjar Harimansyah | 151


perempuan, tetapi sebagai fenomena kebahasaan 9
Krippendorff, K. 2004. Content Analysis, An
dan kesusastraan di sekitar kita. Introduction to its Methodology. London: Sage
Publication.
10
Mayring, P. 2000. Qualitative Content Analysis.
DAFTAR PUSTAKA Forum Qualitative Sozialforschung­/Forum
1
Coulmas, F. 2005. Sociolinguistics, The Study of Qualitative Social Research: 1(2), Art. 20.
Speakers Choices. New York: Cambridge (http://nbnresolving.de/urn:nbn:de:0114-
University Press. fqs0002204, diakses 24 Maret 2010).
2
Duranti, A. 2001. Linguistics Anthropology. New 11
Aisyah, N. L. 1996. Puisi dan Problem “Gender”.
York: Cambridge University Press. Kompas, Minggu, 21 Juli: 5.
3
Kuntjara, E. 2004. Gender, Bahasa, dan Kekuasaan. 12
Heraty, T. 1979. Seserpih Pinang Sepucuk Sirih,
Jakarta: BPK Gunung Mulia. Bunga Rampai Puisi Wanita. Jakarta: Pustaka
4
Lakoff, R. 1975. Language and Woman’s Place. New Jaya.
York: Harper and Row, Publishern Inc. 13
Wahab, A. 1991. Isu-Isu Linguistik Pengajaran
5
Crawford, M. 1995. Talking Difference: On Gender Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga
and Language. London: Sage Publication. University Press.
6
Milroy, L. and J. Milroy. 1997. Varieties and Variation.
14
Malna, A. 2000. Sesuatu Indonesia. Yogyakarta:
Dalam F. Coulmas (Ed.). The Handbook of Bentang.
Sociolinguistics. Oxford: Blackwell. 15
Suryadi AG., L. 1987. Tonggak Puisi Indonesia
7
Burton, S. H. 1994. The Criticism of Poetry. England: Modern (4 Jilid). Jakarta: Gramedia.
Longman Group Ltd. 16
Rampan, K. L. 2000. Angkatan 2000 Dalam Sastra
8
Junus, U. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Harapan. 17
Noor, A. Z. 1996. Horison. No. 3-4-5/XXIX/1996.
Jakarta: Horison.
18
Novaris, R. D. M. 1997. Puisi. (No. 1, Juni 1997).
Jakarta: Jurnal Puisi.

152 | Widyariset, Vol. 14 No.1, 2011

Anda mungkin juga menyukai