Anda di halaman 1dari 8

Cerita Rakyat Lampung : Aminah yang Cerdik

Aminah sedang mencuci di sungai. Kali ini ia sendirian, tidak bersama


teman-temannya. Aminah adalah gadis yang cantik dan pintar. La
tinggal bersama ayah dan ibunya di sebuah desa di dekat Sungai Tulang
Bawang, Lampung. Saat mencuci, Aminah tak sadar bahwa ada
sepasang mata dalam sungai yang sedang mengawasinya. Ya, itu adalah
mata Buaya Perompak, buaya Penunggu Sungai Tulang Bawang.
Keganasan Buaya Perompak sudah terkenal. Banyak manusia yang
hilang begitu saja saat mencuci di sungai itu. Namun Aminah tidak
takut, ia tetap mencuci sambil bersenandung kecil.

Tiba-tiba, byuurrrrrrr... muncullah Buaya Perompak dari dalam sungai.


Aminah sangat terkejut. Ia tak mengira bahwa Buaya Perompak
berwajah begitu mengerikan. Badannya sungguh besar, giginya runcing
dan tajam. Aminah pingsan seketika.

"Di mana aku? Ibu... Ibu.." panggil Aminah lemah. Aminah berusaha
bangkit dari tidurnya.

Tiba-tiba terdengar suara "Ah... rupanya kau sudah sadar." Aminah


menoleh. Ternyata Buaya Perompak yang mengajaknya bicara. Meski
ketakutan, Aminah berusaha tenang. Aminah yakin, jika ia tak
melawan, buaya itu pasti tak akan membunuhnya. "Kau sekarang
berada di gua kediamanku. Gua ini Ietaknya jauh di dasar sungai. Tak
ada seorang pun yang bisa menolongmu," kata Buaya Perompak.

"Apa yang kau inginkan dariku? Mengapa kau tak membunuh dan
memakanku saja?" tanya Aminah.

"Ha... ha... ha... kau terlalu cantik untuk kumakan. Aku ingin
menjadikanmu istri. Kau bersedia, bukan? Lihat perhiasan emas berlian
di ujung sana. Aku akan memberikan semuanya padamu jika kau
bersedia," jawab Buaya Perompak.

Aminah heran, dari mana asal semua perhiasan itu? Ia lalu berpikir
keras. "Jika aku menolak, pasti aku akan dibunuhnya. Lebih baik
kuterima saja Iamarannya, sambil mencari akal bagaimana keluar dari
gua ini." Aminah lalu menyetujui permintaan buaya itu. Mereka pun
menikah dan menjadi suami-istri. Buaya itu benar-benar memanjakan
Aminah. Ia memberi banyak perhiasan yang indah-indah pada istrinya.
Ia juga menyediakan aneka makanan yang lezat.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Aminah merasa bosan. Ia
merasa sudah saatnya keluar dari gua itu dan kembali pada orang
tuanya. Pelan- pelan, Aminah berusaha mengorek keterangan dari
Buaya Perompak.

"Dari mana kau mendapatkan semua perhiasan ini, Suamiku?" tanya


Aminah suatu hari. Sambil bertanya, ia berpura-pura mengagumi
sebuah kalung mutiara yang cantik.

"Itu adalah hasil dari merampok orang-orang kaya. Sebenarnya aku


adalah seekor buaya jadi-jadian. Namaku Somad, aku dulu adalah
seorang perompak yang termahsyur.

Namun kemudian aku dikutuk karena perbuatan jahatku. Jadilah


wujudku seperti sekarang," jawab Buaya Perompak panjang lebar.
Aminah mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Pantas saja kau bicara seperti manusia. Lalu dari mana kau
mendapatkan semua makanan ini? Tiap hari kau memberiku makanan
yang lezat.” tanya Aminah lagi.

"Itu mudah saja. Setiap bulan purnama, aku akan berubah wujud
kembali menjadi manusia. Pada saat itu aku akan menjual sedikit
perhiasan-perhiasan untuk ditukarkan dengan bahan makanan,"
jelasnya.

“Oh begitu.” jawab Aminah sambil mengangguk-angguk.

"Apa orang-orang tidak curiga jika secara tiba-tiba kau keluar dari
sungai ini?" tanya Aminah memancing. Buaya Perompak tak sadar kalau
Aminah sedang berusaha mengorek keterangan darinya. "Ha... ha...
tentu saja aku tak sebodoh itu. Aku telah membangun terowongan di
balik gua ini. Terowongan itu langsung terhubung dengan desa yang
kutuju," kata buaya itu.

Aminah mengingat semua perkataan suaminya dengan baik. Sekarang


ia tahu cara untuk melarikan diri. Ia akan menunggu sampai buaya itu
lengah, lalu ia akan Ian melalui terowongan itu.

Saat yang ditunggu pun tiba. Suatu siang, Buaya Perompak tidur
dengan pulasnya. Ia bahkan lupa menutup gua, sehingga Aminah dapat
keluar dengan mudah. Aminah berjingkat- jingkat keluar menuju ke
balik gua itu. "Ah, ternyata ini terowongannya," kata Aminah dalam hati.
Ia lalu menoleh ke belakang, memastikan bahwa Buaya Perompak tidak
mengikutinya.

Setelah memastikan semuanya aman, Aminah lalu masuk ke


terowongan itu dan berjalan dengan cepat. Sesekali ia tersandung batu,
karena keadaaan dalam terowongan itu gelap gulita. Kemudian, Aminah
melihat seberkas cahaya. "Syukurlah, sebentar lagi aku akan sampai,"
kata Aminah sambil mempercepat langkahnya. Aminah sampai juga di
ujung terowongan itu. Buaya Perompak benar, ternyata ujung
terowongan ini adalah sebuah desa di tepi Sungai Tulang Bawang.
Aminah amat senang, akhirnya ia bebas. Ia menyusuri desa itu dan
bertanya jalan tercepat menuju desa tempat tinggalnya. Setelah
mendapatkan petunjuk dari beberapa orang, Aminah pun bergegas
pulang ke desanya, ke rumah orangtuanya.

Ayah dan ibunya menyambutnya dengan gembira. Mereka tak


menyangka kalau Aminah masih hidup. "Kami kira kau sudah mati
dimakan Buaya Perompak, Nak," kata ibunya sambil memeluk Aminah
erat-erat.

Aminah tersenyum dan menceritakan pengalamannya. Berkat


kecerdikannya, Aminah lolos dari sekapan Buaya Perompak. Berkat
kecerdikannya pula, semua penduduk desa mengetahui rahasia Buaya
Perompak. Sejak saat itu, penduduk desa menjadi lebih berhati-hati bila
mencuci di Sungai Tulang Bawang.
Cerita Rakyat Lampung : Kumbang Macan dan Seekor Tawon

Seekor tawon keluar dari sarangnya untuk mencari sebuah kebun


penuh dengan bunga, sang tawon bersarang di hutan dan ketika
para tawon mencari makanan mereka harus melewati hutan dan
mencari kebun yang penuh dengan bunga, sang tawon terbang
menyusuri hutan dan ditengah perjalanan sang tawon melihat
seekor kumbang macan sedang diam di atas sebuah dahan kering,
sang tawon menghampiri kumbang macan itu dan bertanya
kepadanya “selamat siang tuan kumbang macan yang gagah
perkasa maaf aku mengganggu mu, aku tawon yang bersarang di
hutan ini dan aku dalam perjalanan untuk menari sebuah kebun
yang dipenuhi oleh bunga untuk kami ambil sarinya, apa kau
pernah melihat kebun itu?” sang kumbang macan menjawab “tuan
tawon tidak usah memujiku seperti itu, selama aku terbang aku
sama sekali tidak pernah melihat bunga di luar hutan ini tapi aku
pernah mendengar kabar dari beberapa ekor lebah madu pekerja
bahwa diluar hutan ke arah utara ada sebuah tempat yang
dipenuhi oleh berbagai macam bunga, namun jarak dari hutan ini
sangatlah jauh, kau harus melewati berbagai macam rintangan
yang sangat sulit.

Jika kau ingin pergi kesana aku juga akan pergi kesana karena
disana kudengar dari para lebah para kumbang macan berkumpul
disana.” jelas sang kumbang.

Sang tawon setuju untuk pergi bersama dan berkata kepada sang
kumbang “ya aku sangat ingin pergi kesana bersamamu, meskipun
rintangan menghadang jika kita bekerjasama layaknya teman baik
mungkin kita bisa mengatasinya.” setelah mereka berbincang kini
mereka pergi ke arah utara menuju tempat itu, awalnya perjalanan
mereka biasa saja tidak ada satupun dari mereka menghadapi
bahaya. Namun ketika sang kumbang macan beristirahat di
sebuah dahan karena lelah tiba-tiba seekor bunglon datang
menghampiri ketika sang bunglon akan memakan sang kumbang
sang tawon langsung menyengatnya beberapa kali hingga sang
kumbang selamat dari ancaman.
Setelah kejadian itu mereka melanjutkan perjalanan dan ditengah
perjalanan sang tawon lengah, dia terjerat di sebuah sarang laba-
laba, sang tawon berontak melepaskan dirinya dari jaring laba laba
yang lengket ketika itu seekor laba-laba mendekatinya, sang
kumbang yang melihat hal itu langsung menubruknya dengan
kedua tanduknya sambil terbang, sarang laba-laba itu rusak dan
sang tawon selamat meskipun sang kumbang terjerat oleh jaring-
jaring yang putus namun dia berhasil melepaskan diri dari jaring-
jaring itu.

Kini mereka melanjutkan kembali perjalanannya hingga mereka


sampai pada tempat yang diceritakan oleh para lebah, mereka
terkejut ketika sampai disana ternyata tempat itu melebihi apa
yang mereka pikirkan tempat itu sangat dipenuhi bunga, dan
tempat itu dipenuhi juga oleh para kumbang macan. Selama
perjalanan mereka saling membantu dalam menghadapi rintangan
hingga akhirnya mereka mampu mencapai tujuan dengan selamat.
Kisah Ratu Melinting dan Ratu Darah Putih

Ratu Dipugung atau Ratu Galuh mempunyai dua orang anak laki-
laki. Anak pertema bernama Seginder Alam dang yang kedua
bernama Gayung Gerunggung. Seginder Alam mempunyai seorang
anak gadis yang bernama Putri Sinar Kaca, sedangkan Gayung
Gerunggung juga mempunai seorang anak gadis yang bernama
Putri Sinar Alam.

Kala itu datanglah Sultan Banten ke Lampung, ia melihat cahaya


terang yang memenacar dari bumi ke langit. Sultan mendapat
firasat bahwa di Pugung ada seorang putri yang dapat
mengakibatkan hal baik jika menikah dengannya. Ratu Dipugung
menunjukkan cucunya yaitu putri Seginder Alam yang tak lain
adalah Putri Sinar Kaca. Dan kemudian Sultan pun menikahi Putri
Sinar Kaca.

Beberapa lama setelah Sultan menikahi Putri Sinar Kaca, Sultan


memutuskan untuk kembali sementara ke Banten tanpa Putri
Sinar Kaca. Belum lama Sultan berada di Banten, ia melihat
kembali cahaya terang yang memenacar dari bumi ke langit seperti
yang ia lihat sebelum menikahi Putri Sinar Kaca. Sang Sultan
berkata dalam hatinya, “Jika demikian, tentu putri itu masih ada
di Pugung (Lampung). Putri yang kunikahi ternyata bukanlah yang
terlihat sinarnya itu.” Oleh sebab itu, Sultan memutuskan untuk
kembali ke Lampung, tujuannya bukan untuk menemui istrinya
“Putri Sinar Kaca” tetapi akan mencari dan menikahi sesegera
mungkin Putri yang terlihat sinarnya tadi.

Setelah tiba di Pugung, ia terus berkata pada kakeknya yaitu Ratu


Dipugung, bahwasanya yang dinikahinya itu bukanlah putri yang
terlihat di dalam sinar yang dilihatnya. Ratu Dipugung lalu
menunjukkan cucunya yang lain, putri Gayung Gerunggung yaitu
Putri Sinar Alam. Akhirnya Sultan pun menikahinya. Beberapa
lama setelah Sultan menikahi Putri Sinar Alam, Sultan
memutuskan untuk kembali lagi sementara ke Banten tanpa Putri
Sinar Alam.

Beberapa lama sang Sultan berada di Banten, Putri Sinar Kaca


melahirkan seorang putra yang diberi nama Kejalo Bidin. Dan
kemudian Putri Sinar Alam pun melahirkan seorang putra yang
bernama Kejalo Ratu. Kejalo Bidin dan Kejali Ratu tumbuh dan
besar di Pugung Lampung. Saat mereka berdua bermain di halamn
rumah mereka, mereka melihat tiga ekor burung perkutut yang
hinggap di pelepah pohon kelapa, mereka memandang ketiga ekor
burung perkutut tersebut dan berlari kepada ibu mereka untuk
bertanya:

”Mengapa burung perkutut itu ada tiga ekor, biasanya hanya ada
sepasang burung perkutut? Tanya Kejalo Bidin (anak Putri Sinar
Kaca). Putri Sinar Kaca pun menjawab ”Yang di sebelah kiri adalah
induknya, di tengah adalah anaknya, dan di sebelah kanan adalah
anaknya”. Kejalo Bidin pun kembali melontarkan kata-kata ”berarti
kami pun mempunyai seorang ayah pula, siapa ayah kami Ibu??”

Putri Sinar Kaca pun tidak berkenan menjelaskan kepada


keduanya. Dengan bersikeras mereka berdua selalu memaksa Putri
Sinar Kaca untuk menjelaskan kepada mereka yang akhirnya Putri
Sinar Kaca pun menceritakan kepada mereka berdua bahwa ayah
mereka adalah sama yaitu Sultan Banten.

Setelah mereka tumbuh dewasa, mereka berdua pun memutuskan


pergi ke Banten untuk menemui ayah mereka yaitu Sultan Banten.
Tiba mereka di Banten dan bertemu Sultan Banten, Sultan Banten
pun tidak langsung percaya pada pernyataan mereka berdua, dan
sang Sultan memutuskan untuk menoreh pedangnya di dahi kedua
bersaudara tersebut, jika darah putih yang keluar dari dahi mereka
maka benar mereka berdua adalah putranya.

Sang Sultan pun mencabut pedangnya dan menorehkannya ke


dahi kedua bersaudara itu. Ternyata darah putih bercampur
kemerahan keluar dari dahi Kejalo Bidin, sedangkan darah putih
keluar dari dahi Kejalo Ratu. Sang Sultan pun langsung percaya
dan yakin bahwa mereka berdua adalah putra kandungnya.
Sultan pun memberikan gelar kepada kedua putra kandungnya.
Kejalo Bidin diberi gelar ”MINAK KEJALO BIDIN”, sedangkan Kejalo
Ratu diberi gelar ”MINAK KEJALO RATU DARAHPUTIH”.

Mereka berdualah yang menjadi cikal bakal kebuaian Melinting dan


kebuaian Ratu Darahputih. Minak Kejalo Bidin di Melinting dan
Minak Kejalo Ratu Darahputih di Kalianda.

Setelah bertahun-tahun sejak peristiwa itu, Ratu Dipugung


meminta dua orang ini mendirikan keratuan baru di dalam
keratuan Ratu Dipugung. Minak Kejalo Bidin diminta mendirikan
keratuan di Melinting (Labuhanmaringgai) dan Minak Kejalo Ratu
Darahputih di Kalianda. Keturunan Ratu Darahputih di Kalianda
diantaranya adalah Raden Intan yang menjadi pahlawan nasional
asal Lampung (perkiraannya Raden Intan keturunan yang ketujuh
dari Minak Kejalo Ratu Darahputih).

Anda mungkin juga menyukai