Anda di halaman 1dari 6

Makalah Kesultanan Sambas

Disusun oleh: Santri Albari


Kelas X IPS 3

SMA NEGERI 1 SEJANGKUNG


Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas taufik dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang "Sejarah Kesultanan Sambas".Shalawat serta salam
senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat,
serta semua umatnya hingga kini. Dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan
syafaatnya.
Harapan kami semoga setelah membaca makalah tentang "Sejarah Kesultanan
Sambas" yang telah tersusun ini,dapat menambah wawasan serta pengetahuan pembaca.

Sejangkung,28 mei 2022

Penyusun
Sejarah Kesultanan Sambas

Sejarah tentang asal usul Kerajaan Sambas tidak bisa terlepas dari Kerajaan di
Brunei Darussalam. Antara kedua kerajaan ini mempunyai kaitan persaudaraan yang sangat
erat. Pada zaman dahulu di Negeri Brunei Darussalam, ada seorang raja yang bergelar Sri
Paduka Sultan Muhammad. Setelah beliau wafat, tahta kerajaan diserahkan kepada anak
cucunya secara turun temurun. Sampailah pada keturunan yang ke-9 yaitu Sultan Abdul
Djalil Akbar. Beliau mempunyai putra yang bernama Sultan Raja Tengah. Raja tengah inilah
yang kemudian datang ke Kerajaan Tanjungpura (Sukadana). Karena perilaku dan tata
kramanya beliau disegani masyarakat, bahkan Raja Tanjungpura rela mengawinkan dengan
anaknya bernama Ratu Surya. Dari perkawinan ini lahir Raden Sulaiman.

Pada saat yang sama, di wilayah Sambas memerintah seorang ratu keturunan
Majapahit (Hinduisme) bernama Ratu Sepudak dengan pusat pemerintahannya di Kota
Lama. Ratu Sepudak dikaruniai dua orang putri. Yang sulung dikawinkan dengan keponakan
Ratu Sepudak bernama Raden Prabu Kencana dan ditetapkan menjadi penggantinya.
Ketika Ratu Sepudak memerintah, tibalah Raja Tengah beserta rombongannya di Sambas.
Kedatangan mereka disambut baik dan bahkan banyak rakyat Sambas menjadi pengikutnya
dan memeluk Agama Islam. Setelah Ratu Sepudak wafat, digantikan Raden Prabu Kencana
dengan gelar Ratu Anom Kesuma Yuda. Tidak berapa lama, putri kedua Ratu Sepudak
yang bernama Mas Ayu Bungsu kawin dengan Raden Sulaiman (Putera sulung Raja
Tengah). Perkawinan ini dikaruniai seorang putera bernama Raden Boma.

Dalam pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda, diangkatlah pembantu-pembantu


administrasi kerajaan. Adik kandungnya bernama Pangeran Mangkurat ditunjuk sebagai
Wazir Utama. Bertugas khusus mengurus perbendaharaan raja, terkadang juga mewakili
raja. Raden Sulaiman ditunjuk menjadi Wazir kedua yang khusus mengurus dalam dan luar
negeri dan dibantu menteri-menteri dan petinggi lainnya. Rakyat lebih menghargai Raden
Sulaiman dari pada Pangeran Mangkurat, hingga menimbulkan rasa iri Pangeran
Mangkurat. Orang kepercayaan Raden Sulaiman bernama Kyai Satia Bakti dibunuh
pengikut Pangeran Mangkurat. Hal tersebut dilaporkan kepada raja namun tak ada tindakan
apapun. Tekanan terhadap Raden Sulaiman oleh Raden Arya Mangkurat ini kemudian
semakin kuat hingga sampai pada mengancam keselamatan Raden Sulaiman beserta
keluarganya, sedangkan Ratu Anom Kesumayuda tampaknya tidak mampu berbuat banyak.
Maka Raden Sulaiman kemudian memutuskan untuk hijrah dari pusat Panembahan Sambas
dan mencari tempat menetap yang baru. Pada sekitar tahun 1655, berangkatlah Raden
Sulaiman beserta istri dan anaknya serta orang-orangnya, yaitu sebagian petinggi dan
penduduk Panembahan Sambas yang setia dan telah masuk Islam. Raden Sulaiman dan
rombongannya menuju daerah baru bernama Kota Bangun dan menetap disana selama
satu tahun. Kemudian melanjutkan perjalanan ke daerah Bandir.

Empat tahun menetap di Kota Bandir, Ratu Anom Kesumayuda datang menemui
Raden Sulaiman dan menyatakan bahwa ia dan sebagian besar petinggi dan penduduk
Panembahan Sambas di Kota Lama akan berhijrah dari wilayah Sungai Sambas ini dan
akan mencari tempat yang baru di wilayah Sungai Selakau dengan ibukota pemerintahan
Kota Balai Pinang. Ratu Anom Kesumayuda kemudian menyatakan menyerahkan
kekuasaan di wilayah Sungai Sambas ini kepada Raden Sulaiman dan agar melakukan
pemerintahan di wilayah Sungai Sambas ini. Sekitar lima tahun setelah mendapat mandat
dari Ratu Anom Kesumayuda, Raden Sulaiman kemudian memutuskan untuk mendirikan
sebuah kerajaan baru. Sekitar tahun 1671, Raden Sulaiman mendirikan Kesultanan Sambas
dengan Raden Sulaiman sebagai sultan pertama Kesultanan Sambas dengan gelar Sultan
Muhammad Shafiuddin. Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas ini adalah ditempat yang
baru di dekat muara Sungai Teberrau yang bernama Lubuk Madung. Saudara-saudaranya,
Raden Badaruddin digelar pangeran Bendahara Sri Maharaja dan Raden Abdul Wahab di
gelar Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma.

Raden Bima (anak Raden Sulaiman) menikah dengan puteri Raja Tanjungpura
bernama Puteri Indra Kesuma (adik bungsu Sultan Zainuddin) dan dikaruniai seorang putera
bernama Raden Meliau. Setahun kemudian mereka pamit ke hadapan Sultan Zainuddin
untuk pulang ke Sambas, oleh Raden Sulaiman dititahkan berangkat ke Negeri Brunai untuk
menemui kaum keluarga. Tahun 1685, Raden Bima dinobatkan menjadi Sultan dengan gelar
Sultan Muhammad Tadjuddin. Sekitar setahun setelah memerintah, sultan memindahkan
pusat pemerintahan Kesultanan Sambas dari Lubuk Madung ke suatu tempat tepat di depan
percabangan tiga buah Sungai yaitu Sungai Sambas, Sungai Teberau, dan Sungai Subah.
Tempat ini kemudian disebut dengan nama “Muara Ulakkan” yang menjadi pusat
pemerintahan Kesultanan Sambas seterusnya yaitu dari tahun 1685 hingga saat ini.

Wafatnya Sultan Muhammad Tadjuddin, pemerintahan dilanjutkan oleh Raden


Meliau dengan gelar Sultan Umar Akamuddin I. Berkat bantuan permaisurinya bernama Utin
Kemala yang bergelar Ratu Adil, pemerintahan berjalan lancar dan adil. Inilah sebabnya
dalam sejarah Sambas terkenal dengan sebutan Marhum Adil.

Wafatnya Sultan Umar Akamuddin I, puteranya Raden Bungsu naik tahta


dengan gelar Sultan Abubakar Kamaluddin. Kemudian diganti oleh Abubakar Tadjuddin I.
Berganti pula dengan Raden Pasu yang lebih terkenal dengan nama Pangeran Anom.
Setelah naik tahta beliau bergelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I. Sebagai wakilnya
diangkatlah Sultan Usman Kamaluddin dan Sultan Umar Akamuddin III. Pangeran Anom
dicatat sebagai tokoh yang sukar dicari tandingannya, penumpas perampok lanun. Setelah
memerintah kira-kira 13 tahun (1828), Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I wafat. Puteranya
Raden Ishak (Pangeran Ratu Nata Kesuma) baru berumur 6 tahun. Karena itu roda
pemerintahan diwakilkan kepada Sultan Usman Kamaluddin.

Tanggal 11 Juli 1831, Sultan Usman Kamaluddin wafat, yang digantikan Sultan
Umar Akamuddin III. Tanggal 5 Desember 1845 Sultan Umar Akamuddin III wafat, maka
diangkatlah Putera Mahkota Raden Ishak dengan gelar Sultan Abu Bakar Tadjuddin II.
Tanggal 17 Januari 1848 putera sulung beliau yang bernama Syafiuddin ditetapkan sebagai
putera Mahkota dengan gelar Pangeran Adipati. Tahun 1855 Sultan Abubakar Tadjuddin II
diasingkan ke Jawa oleh pemerintah Belanda (Kembali ke Sambas tahun 1879). Maka
sebagai wakil ditunjuklah Raden Toko’ (Pangeran Ratu Mangkunegara) dengan gelar Sultan
Umar Kamaluddin. Pada tahun itu juga atas perintah Belanda, Pangeran Adipati
diberangkatkan ke Jawa untuk sekolah.
Tahun 1861 Pangeran Adipati pulang ke Sambas dan diangkat menjadi Sultan
Muda. Baru pada tanggal 16 Agustus 1866 beliau diangkat menjadi sultan dengan gelar
Sultan Muhammad Syafiuddin II. Beliau mempunyai dua orang istri. Dari istri pertama, Ratu
Anom Kesumaningrat dikaruniai seorang putera bernama Raden Ahmad dan diangkat
sebagai putera Mahkota. Dari istri kedua, Encik Nana dikaruniai juga seorang putera
bernama Muhammad Arya Diningrat. Sebelum menjabat sebagai raja, Putera Mahkota
Raden Ahmad wafat mendahului ayahnya. Sebagai penggantinya ditunjuklah anaknya yaitu
Muhammad Mulia Ibrahim. Pada saat Raden Ahmad wafat, Sultan Muhammad Syafiuddin II
telah berkuasa selama 56 tahun. Beliau merasa sudah lanjut usia, maka dinobatkan Raden
Muhammad Arya Diningrat sebagai wakil raja dengan gelar Sultan Muhammad Ali
Syafiuddin II.

Setelah memerintah sekitar empat tahun, beliau wafat. Roda pemerintahan


diserahkan kepada Sultan Muhammad Mulia Ibrahim (1931-1943). Pada masa
pemerintahannya, dibangunlah Istana Alwatzikhoebillah yang sampai saat ini masih ada.
Pada masa pemerintahan raja inilah, bangsa Jepang datang ke Sambas. Sejak zaman
pendudukan Jepang dan NICA (1942-1950), Kerajaan Sambas mulai mengalami
kemunduran dan akhirnya hilang. Tahun 1950, Kalimantan Barat kembali bernaung di bawah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dibentuknya pemerintahan administratif. Tanggal
15 Juli 1999, daerah Sambas ditetapkan menjadi kabupaten dengan ibukota Sambas.

Daftar Pustaka

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcb
kaltim/profil-dan-sejarah-kesultanan-sa
mbas/

Anda mungkin juga menyukai