Anda di halaman 1dari 27

JAPANESE

ENCEPHALITIS
KELOMPOK 4
ANGGOTA KELOMPOK 4

1. Ervina B. C. Sinlaeloe 7. Klarita Finit


2. Falentinus K. Payon 8. Marselina Keke Kalana
3. Firanggi Z. A. Benu 9. Ni Putu A. Chandraningsih
4. Gregoria L. Nahak 10. odilia Nanus
5. Hepri A. Bathuk 11. Yuliana Nanung
6. Karmila Finit
Pengertian Japanese
Encephalitis
Japanese Encephalitis merupakan penyakit infeksi akut yang
menyerang susunan saraf pusat sehingga menyebabkan radang
pada otak (ensefalitis) yang ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi
virus JE.

Penyakit Japanese Encephalitis atau disebut juga


Japanese B Encephalitis ditemukan pertama kali di Jepang
pada tahun 1871. Berdasarkan data publikasi WHO
diperkirakan 67.900 kasus baru/ tahun di 24 negara di
kawasan Asia dan Oceana dengan CFR 20-30%

Virus JE pertama kali diisolasi tahun 1934 dari jaringan


otak penderita ensefalitis yang meninggal. Pertama kali
terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 1935.
Penyebaran penyakit ini umumnya terjadi pada musim
hujan. Penyakit ini telah menjadi endemik dibeberapa
negara di Asia yakni Jepang, Filipina, Taiwan, Korea,
China, Indo China, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan
India.
Karakteristik Virus
Virus Japanese Encephalitis atauu virus JE termasuk
dalam Arbovirus grup B, genus flavirus, famili
flaviviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan diameter
40-60 nm dengan inti virion yang terdiri dari RNA
rantai tunggal yang sering bergabung dengan protein
yang disebut nukleoprotein. Materi genetik virus
Japanese Encephalitis adalah RNA rantai tunggal positif
yang mengkode 3 protein struktural (C, M, E). Protein C
merupakan precusor dari protein membarne (PrM) dan
protein selubung (E), bersama dengan RNA protein C
membentuk nucleocapsid.

Protein membaran yang fungsional (M) terbentuk dari


PrM sesaat sebelum virion dilepaskan. Protein E
berperan penting dalam proses masuknya virus
JAPANESE ENCEPHALITIS VIRUS kedalam sel inang dan dalam diagnosa infeksi serta
evaluasi vaksin. Virus Japanese Encephalitis memiliki4
varian genotipe utama yatu isolat virus JE tipe 1
VJE
Virus Japanese Encephalitis
Sifat dari virus Japanese
Encephailitis
Virus JE umumnya labilyakni : tinggi dan
terhadap suhu
akan mati apabila dipanaskan pada suhu 56 derajat
selama 30 menit
virusJE memiliki infektivitas yang paling stabil
pada pH 7-9 dan derajat keasaman yang paling
baik untuk virus ini yakni pada pH 8,5.

Virus JE berkembangbiak dalam sel hidup,


tepatnya didalam sitoplasma
Virus ini sulit sulit untuk diisolasi dari darah pasien
karena memiliki masa viremia yang pendek.
Virus JE rentan terhadap pengaruh disinfektan,
pelarut lemak, deterjen, serta enzim proteolik,
tetapi tahan terhadap aktinomisin D atau
guanidine
Virus JE dapat dilemahkan oleh eter, radiasi
elektromagnetik, dan natrium deoksikolat.
HOSPES DEFINITIF JAPANESE ENCEPHALITIS

Babi telah diketahui merupakan


hodpes utama yang potensial dan • Vektor utama dari penyakit JE.
merupakan amplifier (penguatan ditularkan oleh nyamuk Culex
atau meningkatkan jumalah) virus sp. Khususnya Culex
JE yang efektif. tritaeniorhynchus dan Culex
Selain babi, burung liar diduga gelidus.
merupakan reservoir yang • Umur vektor JE, nyamuk Culex,
potensial untuk meningkatkan berkisar antara 14-21 hari dan
perkembangbiakan virus JE yang jarak terbang Culex dapat
siap ditularkan kepada hewan mencapai lebih dari 3 km
atau manusia melalui nyamuk (WINARNO, 2005)
• Culex umumnya berkembang
biak pada genangan air yang
banyak ditumbuhi tanaman
seperti sawah dan saluran
irigasinya, selokan

HOSPES PERANTARA
RANTAI PENULARAN
Japanese Encephalitis
• Penularan penyakit Japanese encephalitis tidak dapat
ditularkan melalui kontak langsung dan harus melalui
vektor.
•secara alamiah siklus virus JE terjadi diantara hewan
seperti, babi, unggas liar, kuda dan hewan besar
lainnya.
• babi sebagai amplifier terbaik menjadi sumber
penularan dalam siklus virus JE.
•Kemudian darah babi yang terdapat virus JE dihisap
oleh nyamuk, maka nyamuk tersebut akan
menyebarkan virus ini melalui gigitannya
•Nyamuk yang mengandung virus JE akan menularkan
virus ini ke hewan lainnya dan manusia sebagai dead
end
• Nyamuk genus culex dalam rantai penularan ini
berperan sebagai vektor penularan terutama nyamu
culex tritaeniorhynchus
PATHOGENESIS
JAPANESE ENCEPHALITIS
Gambaran umum patogenesis virus JE pada manusia maupun hewan yakni :

Dalam proses patogenesis virus JE terdapat 2 karakteristik seluler yang berperan penting yakni
protein M yang berperan dalam membantu penempelan virus ke dalam sel inang dan protein E yang
beperan dalam memediasi fusi membran antara envelope virus dengan membran sel sehingga virus
dapat masuk ke dalam sel inang. Siklus replikasi virus JE dimulai dari interaksi virus JEdengan
reseptor sel inang, kemudian endositosis yang diperantarai oleh reseptor, fusi dari membran virus dan
sel inang, pelepasan genom virus sitoplasmik dan dilanjutkan oleh proses transkripsi dan pre-
translasi. Maturasi partikel virus terjadi di dalam kompleks Golgi, diikuti oleh pelepasan virus JE. Pada
tingkat sel, setelah virus JEmenempel dengan sel inang, terjadi kerusakan membran lokal sehingga
menyebabkan masuknya virus JE ke dalam sel, kemudian terjadi viremia pertama yang umumnya
berlangsung sebentar dan sangat ringan.
Lanjutan…
Patogenesis Japanese Encephalitis

01 PADA MANUSIA 02 PADA HEWAN


Bila viremia pertama tetap berlangsung maka Pada babi, viraemia terjadi selama 2-4 hari dan
akan terjadi penyebaran melalui aliran darah diikuti dengan pembentukan antibodi dalam
dan menimbulkan perubahan inflamatorik pada waktu 1 hingga 4 minggu. Virus JE dapat
jantung, paru, hati, sistem retikuloendotelial dan menembus plasenta tergantung pada umur
SSP yang dapat menimbulkan penyakit kebuntingan dan jalur virus JE.
subklinis dan sistemik. Kematian janin dapat terjadi apabila infeksi JE
berlangsung pada umur kebuntingan 40-60 hari.
Sedangkan infeksi JE sesudah umur
kebuntingan 85 hari, kelainan yang ditimbulkan
sangat sedikit
Gejala
Klinis
1. Gejala Klinis Pada Babi
1. Babi merupakan reservoir JE yang paling baik, namun
gejala ensefalitis pada babi sangat jarang ditemukan.
2. Pada babi betina yang sedang bunting terinfeksi virus
JE, dapat mengakibatkan lahir mati, keguguran
3. Bayi babi lahir dalam keadaan lemah, kadang-kadang
disertai dengan gejala syaraf yang kemudian disertai
dengan kematian .
4. Sering juga terlihat adanya kelainan pada bayi babi
yang dilahirkan seperti hidrosefalus, oedema subkutan
dan kekerdilan pada babi yang mengalami mumifikasi.
5. Pada babi jantan yang terinfeksi JE, terlihat adanya
pembendungan pada testes, pengerasan pada
epididimis, serta menurunnya libido .
6. Mutu semen menurun karena banyak sperma yang
tidak aktif bergerak dan terdapat kelainan dari
spermatozoa sehingga dapat mengakibatkan
kemandulan
2. KUDA JAPANESE ENCEPHALITIS

Gejala klinis ensefalitis dapat


terlihat pada kuda dan keledai
seperti yang terjadi pada manusia.

Pada ternak lain seperti kambing,


domba, sapi, kerbau ataupun
unggas, gejala klinis infeksi JE
sering tidak tampak, walaupun
antibodi terhadap JE dapat
terdeteksi

3. TERNAK LAINNYA
Gejala Klinis Pada Manusia
Manifestasi klinis penyakit JE pada manusia bervariasi, mulai dari
gejala ringan seperti demam flu biasa sampai berat bahkan
kematian. Masa inkubasi penyakit JEbervariasi antara 4 sampai 14
hari. Perkembangan gejala terbagi atas 4 stadium yakni:
Stadium ini berlangsung selama 2-3 hari, mulai dari
timbulnya keluhan sampai timbulnya gejala SSP. Gejala
yang sangat dominan ialah :
Stadium Prodormal 1. demam,
2. nyeri kepala dengan atau tanpa menggigil. Nyeri
hebat pada kepala dirasakan di dahi atau seluruh
kepala.
3. malaise,
4. anoreksia,
5. Gangguan pernapasan seperti batuk, pilek
6. Gangguan pencernaan seperti mual, muntah dan
nyeri di daerah epigastrium.
Lanjutan…

Stadium ini berlangsung selama 3-4 hari, ditandai dengan :


•demam tinggi yang tidak turun dengan pemberian antipiretik.
•Bila selaput otak telah terinfeksi dan membengkak ditandai dengan :
nyeri serta kekakuan pada leher
gangguan keseimbangan dan koordinasi,
kelemahan otot-otot,
tremor, Stadium Akut
kekakuan pada wajah,
nyeri kepala,
Mual dan muntah,
kejang,
penurunan kesadaran dari apatis hingga koma.
Berat badan menurun disertai dehidrasi.
Pada hari ke-6 atau ke-7 gejala ekstrapiramidal muncul seperti Parkinson
berupa wajah menyerupai topeng (masklike facies), tremor, rigiditas dan
gerakan choreoathetoid sering terjadi.
Lanjutan…
Gejala klinis pada manusia
Stadium Sub Akut Stadium Konvalensens

Stadium ini berlangsung selama 7-10 hari. Stadium ini berlangsung lama, 4-7 minggu Stadium ini
Gejala gangguan SSP berkurang, namun dimulai saat menghilangnya inflamasi yaitu pada saat
seringkali pasien menghadapi masalah : suhu kembali normal dan ditandai dengan :
1. pneumonia ortostatik, 1. kelemahan,
2. infeksi saluran kemih (ISK), dan 2. letargi,
3. dekubitus. 3. gangguan koordinasi,
Gangguan fungsi saraf dapat menetap 4. tremor
seperti : 5. Neurosis
4. paralisis spastik, 6. Berat badan dapat sangat menurun..
5. hipotrofi otot sebagai akibat perawatan Gejala sisa yang sering dijumpai ialah :
lama dan pemasangan kateter urin, gangguan mental berupa emosi tidak stabil, paralisis
fasikulasi, gangguan saraf cranial. dan upper atau lower motor neuron. umumnya pada anak
gangguan ekstrapiramidal. usia di bawah 10 tahun, dan pada bayi akan lebih
berat
DIAGNOSA
Pada Manusia & Hewan
Diagnosis pada Uji Elisa

hewan
Uji HI • uji Elisa merupakan uji serologis yang
umum digunakan pada imunologi untuk
•Uji Haemaglutination Inhibition atau hambatan mendeteksi keberadaan antibodi atau
hemaglutinasi merupakan pengujian yang ditujukan antigen dalam tubuh.
untuk mengetahui titer antibodi atau antiserum agar •Pada kasus positif Japanese encephalitis
mengetahui status kekebalan tubuh dan mendeteksi antibodi IgM akan terbentuk pada hari ke 7-
suatu virus. 10 setelah terinfeksi virus JE.
•Untuk mendeteksi vrus JE dalam tubuh hewan
maka dilakukan pengambilan titer. Titer dengan 16 Isolasi Virus
atau lebih pada uji HI dapat dijadikan patokan
bahwa hewan tersebut telah terinfeksi JE Isolasi virus JE dari spesimen klinis atau
identifikasi sekuens viral genetik positif
di dalam jaringan, darah atau CSS.
Merupakan pemeriksaan baku emas
untuk diagnostik JE.
Lanjutan…
Diagnosis JE pada hewan berdasarkan penentuan antibodi terhadap JE dengan
menggunakan uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dan uji ELISA. Sesuai dengan sifat
virus JE, yang memiliki daya aglutinasi butir darah merah, maka uji HI dinilai
sebagai uji yang paling banyak digunakan. Selain mudah, murah, uji HI juga
dapat diterapkan di laboratorium yang memiliki fasilitas sederhana. Kendala
yang ada adalah hasil uji HI tidak dapat mengkonfirmasi adanya infeksi JE,
karena pada uji ini reaksi silang dengan virus Dengue dapat terjadi, sehingga uji
lanjutan masih diperlukan.
Diagnosis pada
manusia
Pasien dengan gejala klinis Japanese encephalitis, pada
pemeriksaan darah lengkapnya dapat ditemukan gambaran
anemia, laju endap darah meningkat, dan leukositosis ringan
dengan jenis polimorfonuklear yang lebih banyak dibanding
sel mononuklear. Pada cairan serebrospinal umumnya
menunjukkan jumlah sel 100-1000/ml yang pada awalnya
berupa sel polimorfonuklear yang dengan cepat menjadi sel
mononuklear. Sedangkan uji laboratorium yang berperan
sebagai standar baku diagnostik Japanese encephalitis adalah
menggunakan teknik ELISA (enzyme linked immune sorbent
assay).
Anamnesi
Isolasi Virus Orang harus didiagnosis sebagai
ensefalitis bila memiliki gejala
Isolasi virus JE dari spesimen klinis
penurunan kesadaran, letargi, dan
atau identifikasi sequence virus
perubahan kepribadian yang menetap
genetik positif sering dari jaringan
selama 24 jam tanpa sebab yang jelas.
otak dan jarang didapat dari darah
Gejala neurologik penyakit
dan CSS. Dari darah JE virus dapat
JEbervariasi. Kelemahan tubuh
diisolasi selama stadium akut,
menyeluruh (generalized weakness),
sedangkan dari CSS virus dapat
hipertonia dan hiperrefleksia termasuk
diisolasi pada permulaan
adanya refleksrefleks patologik sering
ensefalitis. Dari jaringan otak segar
terjadi. Papiledema dialami pada
pasien yang meninggal pada
kurang dari 10% pasien dan 33%
minggu pertama sakit dapat
pasien mengalami gejala-gejala saraf
terdeteksi cukup banyak JE virus. 2
kranial seperti disconjugate gaze dan
Isolasi virus merupakan
cranial nerve palsies. Gejala-gejala
pemeriksaan baku emas untuk
ekstrapiramidal menyerupai Parkinson
mendeteksi JE, namun sangat sulit
juga umum terjadi, termasuk wajah
pada manusia karena masa viremia
Lanjutan… Uji Elisa

•Sampel yang digunakan dalam uji Elisa


MRI dan Ct scan yakni darah dan cairan cerebro spinalis
(CCS). Pegambilan sampel sebaiknya
MRI adalah pemeiksaan medis dilakukan secepatnya, dibawah 4 hari
menggunakan medan magnet dan setelah muncul gejala klinis.
energi gelombang radio dan CT scan •uji ELISA yang digunakan sangat sensitif
adalah pemeriksaan menggunakan untuk mendeteksi IgM baik pada serum
kombinassi teknologi rontgen atau maupun pada CCS manusia serta
sinar X dan sistem komputer khusus. menggunakan antibodi monoklonal. Uji ini
MRI dan CT scan sering menunjukkan menggunakan antigen mati yang aman
adanya lesi talamus bilateral dengan untuk pekerja dan lingkungan sekitarnya.
perdarahan. Kadangkala ditemukan
adanya abnormalitas pada ganglia
basal, putamen, pons, medula
spinalis dan serebelum. Lesi
PENGOBATAN
PADA
• Tidak ada pengobatan antivirus untuk
MANUSIA
pasien dengan JE. Pengobatan bersifat
suportif untuk meredakan gejala dan
menstabilkan pasien
• Terapi yang dapat diberikan untuk
mengatasi ensefalitis dapat berupa
obat-obatan untuk mengurangi keluhan
serta mengatasi penyebab yang
mendasarinya. Obat-obat untuk
mengurangi keluhan dapat berupa obat
penghilang nyeri, obat anti-inflamasi,
obat anti-kejang .
• Sedangkan obat untuk mengatasi
penyebab ensefalitis tergantung dari
penyebab pastinya, apabila disebabkan
oleh virus maka diberikan obat anti-
virus.
Pencegahan
Untuk mengurangi penyebaran penyakit JE pada ternak dan
manusia, maka pemutusan rantai penularan (virus, vektor
nyamuk dan induk semang) perlu dilakukan.

Manusia Vektor Ternak


1. Dapat dilakukan 1. Pembasmian nyamuk Ditetapkannya
dengan menghindari dewasa dapat dilakukan relokasi peternakan
diri dari gigitan dengan cara konvensional babi yang jauh dari
nyamuk Culex yaitu melakukan pemukiman
2. Menggunakan penyemprotan foging penduduk yang padat
kelambu bila tidur dengan insektisida seperti untuk menghindari
pada malam hari malathion dan fenitrothion. kontak antara vektor
3. Penyuluhan kepada 2. Pemberantasan larva dengan manusia
masyarakat akan dilakukan dengan cara yang dapat
bahaya infeksi JE pengaturan pengaliran air menyebabkan radang
pada manusia (irigası) di sawah dengan otak.
terutama pada anak- baik atau dapat
anak mempergunakan obat
Distribusi Japanese Enchepalitis di
Indonesia
Tahun 2016, surveilans sentinel
JE dikembangkan sehingga
menjadi 11 provinsi. Data
surveilans kasus JE di Indonesia
tahun 2016 menunjukkan bahwa
Di Indonesia, virus JEpertama kali
terdapat sembilan provinsi yang diisolasi dari nyamuk pada tahun 1972
melaporkan adanya kasus JE, di daerah Bekasi. Endemisitas JE
diantaranya adalah Provinsi Bali, ditemukan di hampir seluruh provinsi di
Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Indonesia, dimana umumnya
Nusa Tenggara Timur, DKI masyarakat hidup berdekatan dengan
Jakarta, D.I Yogyakarta, Jawa hewan ternak mereka
Tengah, Nusa Tenggara Barat,
dan Kepulauan Riau
Hasil surveilans sentinel 2016 di 11
provinsi menunjukkan bahwa terdapat 326
kasus AES (Acute Encephalitis Syndrome)
dengan 43 kasus (13%) diantaranya
Kasus JE terbanyak terdapat di provinsi Bali. Pada tahun 2016 dari 326 positif JE. Sebanyak 85% kasus JE di
kasus di Indonesia, Bali menymbang 226 kasus. Daerah yang paling Indonesia terdapat pada kelompok usia
15 tahun dan 15% pada kelompok usia
banyak menyumbang kasus yakni Jembrana dan Buleleng >15 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

• PERKEMBANGAN JAPANESE ENCEPHALITIS DI INDONESIA


http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=944234&val=14633&title=Th
e%20Development%20of%20Japanese%20Encephalitis%20in%20Indonesia
(diakses pada tanggal 14 oktober 2020)
• Mengenal Penyakit Radang otak Japanese Enchepalitis
https://www.kemkes.go.id/article/view/18030500001/mengenal-penyakit-radang-otak-japanese-e
nchepalitis.html
(diakses pada tanggal 14 oktober 2020)
• Japanese Enchepalitis Etiologi
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025002-3-BAGIAN%20II.pdf (diakses pada
tanggal 14 Oktober 20200
• Japanese Enchepalitis
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/japanese-encephalitis
( Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020)
• Enchepalitis : Gejala, penyebab, pengobatan
https://www.honestdocs.id/encephalitis (diakses pada tanggal 14 oktober 2020)
• Surveilans Japanese Encephalitis (JE) di DIY
https://www.dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detail/surveilans-je-japanese-encephalitis-nyamuk-vektor-arbo
virosis-pencegahan-pengendalian-penyakit-diy-virus-je-culex-surveilans-japanese-encephalitis-je-di-diy
(diakses pada tanggal 14 Oktober 2020)
• Japanese Enchepalitis
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/12697/12295 (diakses pada tanggal 14
oktober 2020)
• Ayu Widiasih, Dyah. 2018. Epidemiologi Zoonosis Di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
• Indrawati, Basuki. 2005. Perkembangan Japanese Encephalitis Di Indonesia. Jurnal Penelitian. 15(3). 111-118.
• Hariastuti. 2012. Japanese Encephalitis. Jurnal Penelitian. 8(2). 55-57.
• Suardana, I Wayan. 2015. Buku Ajar Zoonosis : Penyakit Menular Dari Hewan Ke Manusia. D.I. Yogyakarta :
PT Kanisius.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai