Anda di halaman 1dari 53

Japanese encephalitis

Oleh : Nur Lina, S.KM., M.Kes (Epid)


Japanese encephalitis (JE)
• Japanese encephalitis merupakan penyebab penyakit radang otak
tersering di sebagian besar Asia dan sebagian Pasifik Barat, termasuk
di Indonesia.
• Sejarahnya, penyakit ini awalnya ditemukan di Jepang pada tahun
1871 dengan sebutan “summer encephalitis”
• Virus Japanese encephalitis adalah virus golongan flavivirus..
• Penularan virus tersebut sebenarnya hanya terjadi antara nyamuk
Culex, Selain nyamuk, virus juga bisa ditularkan melalui kontak
dengan babi dan burung rawa.
EPIDEMIOLOGI
• Epidemiologi JE telah banyak dilaporkan di berbagai negara di Asia seperti
Kamboja, Cina, India, Jepang, Nepal, Filipina, Thailand dan Vietnam
• Indonesia merupakan negara kepulauan dan negara agraris, dimana
sebagian besar mata pencaharian penduduknya dari bertani, seperti
menanam padi di sawah yang merupakan habitat yang paling balk bagi
perkembangbiakan nyamuk termasuk vektor JE .
• Sebagai negara tropis dan negara agraris, Indonesia memiliki hamparan
sawah yang luas dengan populasi yang padat, yang apabila disertai dengan
banyaknya populasi babi di sekitarnya, maka akan sangat beresiko
munculnya wabah (meningkatnya kejadian) JE pada manusia .
• Migrasi nyamuk dari satu pulau ke pulau lain sering terjadi, bahkan migrasi
nyamuk dari satu negara ke Indonesia atau sebaliknya dapat terjadi
• Isolat virus JE yang berasal dari kasus wabah JE yang ditemukan di
Australia bagian Utara, yaitu di Torres Strait, berdasarkan sequen
genomnya, sama dengan isolat virus yang diisolasi dari Malaysia,
Thailand dan Indonesia yaitu termasuk dalam kelompok genotipe 3
• Isolat virus JE yang berasal dari kasus wabah JE yang ditemukan di
Australia bagian Utara, yaitu di Torres Strait, berdasarkan sequen
genomnya, sama dengan isolat virus yang diisolasi dari Malaysia,
Thailand dan Indonesia yaitu termasuk dalam kelompok genotipe 3.
Japanese Encephalitis di Indonesia

• Di Indonesia dilaporkan terdapat beberapa kasus pada tahun 2015, yaitu di


daerah provinsi Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Utara, Yogyakarta, Jawa Barat dan Jakarta.
• Kasus terbanyak dilaporkan terdapat di Provinsi Bali dikarenakan
banyaknya persawahan dan peternakan babi.
• Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional tahun 2016 berupaya
mengenalkan vaksin Japanese Encephalitis ke dalam progam imunisasi
nasional dengan menggunakan vaksin Japanese Encephalitis sebagai
bagian dari crash program di daerah paling endemis di Indonesia.
• pemerintah melalui Menteri Kesehatan REPUBLIK INDONESIA pada tahun
2017 melaksanakan kampanye dan pengenalan imunisasi JE di Provinsi
Bali.
Gejala Japanese encephalitis (JE)
• Sebagian besar orang yang terinfeksi virus JE tidak bergejala atau
gejala tidak spesifik menyerupai flu. Menurut CDC, hanya sekitar 1%
pasien yang mengalami gejala-gejala penyakit ini.
• Tanda dan gejala penyakit radang otak biasanya muncul antara 4-14
hari setelah gigitan nyamuk (masa inkubasi)
• Gejala utama berupa demam tinggi yang mendadak, perubahan
status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, disertai perubahan
gradual gangguan bicara dan berjalan
• Pada anak, gejala awal biasanya berupa demam, anak tampak rewel,
muntah, diare, dan kejang.
• Gejala Japanese encephalitis biasanya muncul 5-15 hari setelah
gigitan nyamuk yang terinfeksi virus. Berikut adalah gejala-gejala
awalnya:
• Demam
• Sakit kepala
• Tubuh menggigil
• Mual dan muntah
• Seiring berjalannya waktu, pasien mungkin akan menunjukkan gejala-
gejala berat yang berkaitan dengan peradangan pada otak, seperti:
• Tubuh melemah
• Disorientasi (linglung)
• Rasa kaku pada bagian tengkuk
• Kejang
• Lumpuh di beberapa bagian tubuh
• Penurunan kesadaran, bahkan koma
• Komplikasi terberat pada kasus Japanese encephalitis adalah
meninggal dunia (terjadi pada 20-30% kasus penyakit ini).
• Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan penyakit yang tepat agar
pasien terhindar dari komplikasi.
Bahaya Japanese Encephalitis
• JE bisa menyebabkan kematian.
• Didapatkan 67.900 kasus JE setiap tahunnya
• Angka kematian 20-30%
• Mengakibatkan gejala gangguan saraf sisa pada 30-50%.
• Angka kematian lebih tinggi pada anak, terutama usia kurang dari 10
tahun.
• Bilapun bertahan hidup, biasanya penderita seringkali mengalami
gejala sisa (sekuele),
Antara lain
• gangguan sistem motorik (motorik halus,
kelumpuhan, gerakan abnormal);
• gangguan perilaku (agresif, emosi tak terkontrol,
• gangguan perhatian, depresi);
• atau gangguan intelektual (retardasi);
• atau gangguan fungsi saraf lain (gangguan
ingatan/memori, epilepsi, kebutaan).
Cara penularan Japanese Encephalitis
• Penularan virus JE sebenarnya hanya terjadi antara nyamuk, babi, dan
atau burung rawa.
• Manusia bisa tertular virus JE bila tergigit oleh nyamuk Culex
tritaeniorhynchus yang terinfeksi.
• Biasanya nyamuk ini lebih aktif pada malam hari.
• Nyamuk golongan Culex ini banyak terdapat di persawahan dan area
irigasi.
• Kejadian penyakit JE pada manusia biasanya meningkat pada musim
hujan.
CARA PENULARAN
• Penyebaran penyakit JE tidak dapat ditularkan melalui kontak Iangsung,
tetapi harus melalui vektor, yaitu melalui gigitan nyamuk yang telah
mengandung virus JE .
• Masa inkubasi pada nyamuk penular antara 9-12 hari dan nyamuk yang
terinfeksi virus JE, selama hidupnya akan menjadi infektif yang dapat
menularkan ke hewan dan manusia
• Umur vektor JE, nyamuk Culex, berkisar antara 14-21 hari dan jarak
terbang Culex dapat mencapai lebih dari 3 km.
• Culex umumnya berkembang biak pada genangan air yang banyak
ditumbuhi tanaman seperti sawah dan saluran irigasinya, selokan yang
dangkal atau kolam yang sudah tidak terpakai.
faktor risiko

•1) Peningkatan populasi nyamuk pada musim hujan;


•2) Tidak adanya antibodi spesifik JE baik yang didapat secara
alamiah maupun melalui imunisasi;
•3) Tinggal di daerah endemik JE; serta
•4) Perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan digigit
oleh nyamuk misalnya tidur tanpa menggunakan kelambu.
• JE di Bali telah menjadi hiperendemik (yang biasanya sporadik) .
• Pada hewan kejadian JE hanya ditemukan berdasarkan serologis dan
isolasi virus penyebabnya,
• sedangkan keberadaan vektor berupa nyamuk telah ditemukan
berbagai spesies nyamuk yang potensial menularkan JE karena virus
penyebab JE berhasil diisolasi dari nyamuk .
AGEN PENYEBAB JAPANESE
ENCEPHALITIS
• Japanese encephalitis (JE) adalah salah satu penyakit arbovirus yang
disebabkan oleh virus JE .
• Virus JE termasuk dalam anggota kelompok Flavivirus, famili Flaviviridae .
• Virus ini mempunyai garis tengah antara 40-50 nm .
• Virus JE termasuk virus ribonucleic acid (RNA) yang beramplop, sehingga
tidak tahan terhadap pelarut lemak seperti eter, khloroform, sodium
deoksikholat dan enzim proteolitik atau enzim lipolitik .
• Virus ini juga sangat sensitif terhadap detergen dan tripsin, tetapi tahan
terhadap aktinomisin D atau guanidin .
• Dalam keadaan basa (pH 7-9) virus JE stabil, tetapi dengan pemanasan
56°C selama 30 menit dan penyinaran dengan sinar ultra lembayung, virus
JE menjadi inaktif (DONG et a! ., 2004) .
• Virus ini juga telah terbukti mempunyai daya aglutinasi terhadap butir
darah merah angsa dan anak ayam berumur satu hari.
• Virus JE dapat menginfeksi ternak dan manusia, yang terbukti dengan
adanya laporan
• terdeteksinya antibodi terhadap virus JE pada beberapa spesies
ternak seperti kerbau, sapi, kambing, domba, babi, ayam, itik, anjing,
kelinci, kuda, tikus, kelelawar (Rousettus leschenaulti), kera dan
burung liar seperti Japanesse tree sparrow (Passer montanus
saturatus stejneger), burung heron, burumg gereja, burung dara,
burung gagak, tikus rumah dan tikus
Reservoir
• Babi telah diketahui merupakan reservoir yang potensial dan
merupakan ampl jier virus JE yang efektif.
• Selain babi, burung liar diduga merupakan reservoir yang potensial
untuk meningkatkan perkembangbiakan virus JE yang siap ditularkan
kepada hewan atau manusia melalui nyamuk.
• Pada babi, viraemia terjadi selama 2-4 hari dan diikuti dengan
pembentukan antibodi dalam waktu I hingga 4 minggu.
• Virus JE dapat menembus plasenta tergantung pada umur
kebuntingan dan galur virus JE .
• Kematian janin dan mumifikasi dapat terjadi apabila infeksi JE
berlangsung pada umur kebuntingan 40-60 hari .
• Sedangkan infeksi JE sesudah umur kebuntingan 85 hari, kelainan
yang ditimbulkan sangat sedikit .
• Masa inkubasi JE pada manusia berkisar antara 4 hingga 14 hari
GEJALA KLINIS
• Pada hewan Infeksi JE pada hewan umumnya tidak menimbulkan
gejala klinis .
• Gejala klinis ensefalitis dapat terlihat pada kuda dan keledai seperti
yang terjadi pada manusia .
• Akan tetapi, kuda bukan merupakan sumber yang nyata untuk
penularan oleh nyamuk
• Pada ternak lainnya gejala tersebut tidak nampak .
• Walaupun babi merupakan reservoir JE yang paling baik, namun
gejala ensefalitis pada babi sangat jarang ditemukan .
• Pada babi dewasa antibodi dapat terdeteksi, walaupun gejala klinis berupa
gangguan syaraf umumnya tidak nampak, namun pada anak babi, kadang-
kadang gejala klinis tampak, tetapi hal ini sangat jarang sekali terjadi .
• Apabila induk babi yang sedang bunting terinfeksi virus JE, dapat
mengakibatkan lahir mati, keguguran, dan mumifikasi .
• Bayi babi lahir dalam keadaan lemah, kadang-kadang disertai dengan
gejala syaraf yang kemudian disertai dengan kematian .
• Sering juga terlihat adanya kelainan pada bayi babi yang dilahirkan .
• Kelainan tersebut antara lain berupa hidrosefalus, oedema subkutan dan
kekerdilan pada babi yang mengalami mumifikasi.
• Pada babi jantan yang terinfeksi JE, terlihat adanya pembendungan
pada testes, pengerasan pada epididimis, serta menurunnya libido .
• Virus dapat diekskresikan melalui semen, sehingga mutu semen
tersebut akan menurun karena banyak sperma yang tidak aktif
bergerak dan terdapat kelainan dari spermatozoa tersebut, sehingga
dapat mengakibatkan kemandulan.
• Pada ternak lain seperti kambing, domba, sapi, kerbau ataupun
unggas, gejala klinis infeksi JE sering tidak tampak, walaupun antibodi
terhadap JE dapat terdeteksi.
Pada manusia
• Pada manusia gangguan syaraf sangat dominan, terutama pada anak-
anak di bawah umur 14 tahun.
• Gejala tersebut antara lain demam (lebih dari 38°C),
• manifestasi neurologis yang meliputi gejala penurunan kesadaran,
kaku kuduk, konvulsi, penurunan sistem motor dan sensor,
• manifestasi meningeal meliputi mual, irritability, sakit kepala dan
ubun-ubun menonjol .
• Dapat terjadi abnormal mental status meliputi kelemahan anggota
gerak dan tonus otot flaccid
• Tidak adanya gejala klinis pada ternak menyebabkan sulitnya penetapan
diagnosis .
• Pengambilan pair sera pada saat akut dan telah sembuh dengan interval
waktu antara 2 hingga 3 minggu, pada hewan yang menunjukkan gejala
klinis dapat dilakukan untuk menentukan kenaikan titer.
• Sedangkan hewan yang tidak menunjukkan gejala klinis penentuan titer
antibodi merupakan kunci peneguhan diagnosis .
• Titer dengan 16 atau lebih pada uji HI dapat dijadikan patokan bahwa
hewan tersebut telah terinfeksi JE.
• titer antibodi lebih dari 40 digunakan untuk mengkonfirmasi bahwa hewan
terinfeksi JE .
• lsolasi virus JE perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis baik
dari hewan maupun manusia .
• Hingga saat ini, isolasi virus hanya berhasil diisolasi dari babi
• Mengingat JE termasuk dalam agen mikroba yang penanganannya
hares dilakukan pada laboratorium yang memiliki BSL 3, maka isolasi
virus JE serta diagnosis JE perlu dilakukan di laboratorium yang aman
baik bagi pekerja maupun lingkungan sekitarnya .
• Untuk menanggulangi kendala tersebut, uji reverse-transcriptase
polymerase chain reaction (RTPCR)
• pada manusia pengambilan sampel untuk pemeriksaan JE tidaklah
mudah.
• pengambilan sampel darah dan cairan cerebro spinal (CCS) tidak
dapat dilakukan hanya dengan persetujuan lisan tetapi harus disertai
dengan persetujuan tertulis, untuk menghindari tuntutan pasien dan
keluarga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan .
• Rumah Sakit Sanglah (Bali) telah ditunjuk sebagai proyek pilot
penerapan surveilen JE .
• JE pada hewan Masalah JE pada hewan di Indonesia, sampai saat ini
belum menimbulkan masalah yang besar.
• Hal ini disebabkan karena gejala klinis yang ditimbulkan pada ternak
tidak menunjukkan ciri-ciri yang khas sehingga tidak dapat
terdiagnosa, oleh karena itu penelitian JE pada hewan kurang
mendapat perhatian
• Hasil isolasi virus Isolat virus JE telah berhasil diisolasi dari babi di
daerah Jakarta .
• Studi mengenai vektor yang diduga telah banyak dilakukan oleh
• virus JE berhasil diisolasi dari beberapa spesies nyamuk di Indonesia
diantaranya Culex tritaeniorchynchus di Bogor, Kapuk Jakarta,
Semarang dan Lombok, Cx. gelidus di Bogor, Kapuk dan Lombok, Cx.
vishnui di Kapuk dan Pontianak, Cx . bitaeniorchynchus di Semarang,
Cx. fuscocephalus di Kapuk dan Semarang, Cx. annulus di Pontianak,
Cx. quinquefasciatus di Semarang, Anopheles vagus di Semarang dan
Lombok, An. annularis di Lombok, An. kochi di Semarang, dan
Armigeres subalbatus di Semarang.
• JE pada manusia Meskipun JE kurang berdampak pada kesehatan
hewan, namun hewan reservoir JE berdampak terhadap kesehatan
manusia, yang berfungsi sebagai amplifier virus JE sebelum ditularkan
ke manusia melalui gigitan vektor
• dua dari 12 pasien yang secara klinis menunjukkan gejala ensefalitis
telah terdiagnosa terinfeksi virus JE di Bali .
• rasio terjadinya klinis asimptomatis dan simptomatis infeksi JE adalah
25 : I dan 1000 : I .
• Namun demikian hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa JE di
Bali bukan merupakan sporadik tetapi merupakan hiperendemik,
• karena kasus ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus JE dapat
mencapai 36%.
• Keadaan ini dapat menimbulkan kekuatiran apabila JE tidak ditangani
secara menyeluruh .
• akan berdampak kepada kekhawatiran para turis untuk datang ke Bali
• Hal ini akan menimbulkan kerugian yang besar bagi pemerintah
Indonesia dalam pemasukan devisa negara dari sektor pariwisata .
• Rasio populasi manusia terhadap babi di Bali adalah 3 : 1 .
• Dari data tersebut terlihat bahwa babi merupakan induk semang potensial
yang dapat mengamplifikasi virus JE sehingga siap ditularkan ke manusia
dan hewan lainnya.
• Tingginya resiko JE di Bali, mengindikasikan bahwa penerapan vaksinasi
pada anak-anak perlu dipertimbangkan .
• Berdasarkan pengamatan klinis, kasus ensefalitis yang disebabkan oleh
infeksi JE di Jakarta lebih rendah dibanding kasus ensefalitis akibat infeksi
bakteri, Tuberculosis, hemophylus tipe B dan encephalitis herpes simplex
• Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa rasio JE
di Jakarta adalah 0 : 23.
Vektor JE
• Taksonomi nyamuk Culex sp.
• taksonomi atau nama ilmiah nyamuk Culex sp. adalah sbb : Domain :
Eukaryota
• Kingdom : Animalia
• Filum : Arthropoda
• Kelas : Insecta
• Ordo : Diptera
• Genus : Culex
• Spesies : Culex sp.
Morfologi nyamuk Culex sp
• Nyamuk Culex mempunyai tubuh berwarna kecokelat-cokelatan,
proboscis berwarna gelap dengan sisik yang pucat, scutum berwarna
cokelat, dan sisik yang berwarna emas keperakan.
• Sayap nyamuk Culex berwarna gelap, kaki belakangnya dilengkapi
femur yang berwarna pucat, serta seluruh permukaan kakinya
berwarna gelap kecuali pada bagian persendian
• Kekhasan dari nyamuk ini yaitu selalu hinggap dalam posisi menukik
membentuk sudut.
• Siklus hidup nyamuk Culex sp. Menurut Herdiana (2015), siklus hidup
nyamuk Culex sp. secara sempurna meliputi 4 tahap (Gambar 2.1),
yaitu
Stadium Telur
• Telur nyamuk Culex sp. diletakkan saling berlekatan diatas
permukaan air sehingga berbentuk rakit (raft).
• Warna telur yang baru diletakkan adalah putih, kemudian warnanya
berubah menjadi coklat setelah 1-2 jam. T
• elur nyamuk Culex sp. berbentuk menyerupai peluru senapan
(Gambar 2.2).
• Spesies-spesies nyamuk Culex sp. berkembang biak ditempat yang
berbedabeda,
sebagai contoh
• Nyamuk Culex quinquefasciatus bertelur di air comberan yang kotor
dan keruh,
• nyamuk Culex annulirostris bertelur di air sawah, daerah pantai dan
rawa berair payau,
• nyamuk Culex bitaeniorrhynchus bertelur di air yang mengandung
lumut dalam air tawar dan atau air payau
Stadium Larva
• Stadium larva terbagi menjadi empat tingkatan perkembangan
(instar) yang terjadi selama 6-8 hari.
• Instar ke-1 terjadi selama 1-2 hari,
• instar ke-2 terjadi selama 1-2 hari,
• instar ke-3 terjadi selama 1-2 hari dan
• instar ke-4 terjadi selama 1-3 hari .
• Untuk memenuhi kebutuhannya, larva mencari makan di tempat
perindukkannya.
• Larva nyamuk Culex sp. membutuhkan waktu 6-8 hari hingga menjadi
pupa.
Ciri khas larva Culex sp.
• adalah pada segmen yang terakhir terdapat corong udara,
• tidak ada rambut-rambut berbentuk kipas (Palmatus hairs) pada
segmen abdomen, terdapat pectin pada corong udara,
• pada corong (siphon) terdapat sepasang rambut serta jumbai, siphon
berbentuk kurus dan panjang, rumpun bulu lebih dari satu atau
banyak,
• terdapat comb scale sebanyak 8- 21 pada setiap sisi abdomen
segmen kedelapan, setiap comb scale berbentuk seperti duri,
• terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva pada sisi thorax, dan
terdapat sepasang rambut di kepala (Gambar 2.3)
Stadium Pupa
• Pupa jantan lebih cepat menetas menjadi nyamuk daripada pupa
betina.
• Pupa tidak memerlukan makanan, tetapi memerlukan oksigen yang
diambil melalui tabung pernapasan.
• Tabung pernapasannya berbentuk sempit dan panjang (Gambar 2.4).
Stadium nyamuk dewasa
• Nyamuk jantan tidak pergi jauh dari tempat perindukannya karena
menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi.
• Nyamuk betina akan mencari darah untuk pembentukkan telurnya.
Nyamuk Culex sp. betina memiliki palpi yang lebih pendek daripada
probosisnya, sedangkan nyamuk Culex sp. jantan memiliki palpi yang
lebih panjang daripada probosisnya.
• Sayap nyamuk Culex sp. berbentuk sempit dan panjang.
• Nyamuk Culex sp. biasanya mencari darah pada malam hari (Gambar
2.5).
Pengobatan
• bisa diobati?
• Hingga saat ini, belum ada pengobatan spesifik untuk penyakit
Japanese encephalitis. Pengobatan yang diberikan adalah
berdasarkan gejala yang diderita pasien, seperti istirahat, pemenuhan
kebutuhan cairan harian, pemberian obat pengurang demam, dan
pemberian obat pengurang nyeri.
• Selain itu, pasien perlu dirawat inap supaya dapat diawasi dengan
ketat oleh dokter dan tenaga medis, sehingga penanganan yang tepat
bisa segera diberikan bila timbul gejala gangguan saraf atau
komplikasi lainnya.
Upaya pencegahan dan pengendalian JE
• dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi/penyuluhan kepada
masyarakat untuk melakukan pemutusan rantai penularan (antara
virus JE, vektor nyamuk dan induk semang/reservoar) termasuk
• merelokasi peternakan terutama babi ke wilayah yang tidak padat
penduduk dan pemberantasan vektor .
• Perlu dilakukan pengembangan laboratorium regional (fasilitas dan
SDM) untuk mempercepat diagnosa JE dan pembangunan
laboratorium BSL 3 di tingkat pusat untuk melakukan kegiatan isolasi
virus dan penelitian lebih mendalam terutama peranan hewan dalam
penularan JE kepada manusia .
imunisasi Japanese Encephalitis
• Hingga saat ini masih belum ditemukan obat untuk mengatasi infeksi
Japanese Encephalitis.
• Walaupun penyakit ini dapat mengakibatkan kecacatan hingga
kematian, penyakit ini dapat dicegah dengan vaksin.
• Program vaksin terbukti sangat efektif dalam mencegah dan
menurunkan beban akibat dari penyakit ini.
• Di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Cina, Taiwan, Korea, dan
Thailand, program imunisasi sudah diadakan untuk anak-anak
sehingga insidensi JE menurun di beberapa dekade terakhir.
Program Imunisasi Japanese Encephalitis di
Indonesia
• Pelaksanaan kampanye imunisasi JE dilaksanakan dengan sasaran anak
usia 9 bulan sampai 15 tahun dan dilakukan di seluruh Provinsi Bali pada
tahun 2017.
• Setelah pelaksanaan program imunisasi JE di Bali selesai, maka imunisasi JE
akan dimasukkan ke dalam imunisasi dasar pada anak usia 9 bulan,
• Vaksin JE yang digunakan merupakan virus hidup yang dilemahkan.
Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan pemberian dosis tunggal
vaksin JE di area endemis.
• Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
berikutnya. Vaksin JE direkomendasikan untuk wisatawan yang akan
tinggal selama lebih dari 1 bulan di daerah endemis.
• Penyakit JE pada manusia merupakan suatu jalan akhir dalam siklus
penularan (dead-end), karena viraemia pada manusia terjadi hanya
beberapa jam saja sehingga sulit ditularkan lebih lanjut kepada orang
lain .
• Manusia yang terserang penyakit ini dapat berakibat kematian
apabila tidak segera ditangani dengan baik .
• rawan terinfeksi JE antara 5 hingga 9 tahun .
• Virus JE telah ditemukan hampir di semua negara Asia, termasuk
Indonesia (VAN PEENEN et al., 1975a ; b) .
• Pada ternak, penyakit JE tidak menimbulkan gejala klinis yang khas,
sehingga sukar terdiagnosa.
• Namun demikian angka kematiannya cukup rendah .
• Hewan yang terinfeksi biasanya menjadi reservoir atau carrier yang
dapat menularkan virus tersebut kepada manusia melalui serangga
nyamuk sebagai vektornya .
• Oleh karena itu peranan hewan, terutama babi sangat penting dalam
penularan JE kepada manusia
mencegah Japanese encephalitis

• Mencegah gigitan nyamuk


• Menggunakan antinyamuk berupa losion atau spray yang aman bagi
kulit
• Menggunakan pakaian yang menutupi tubuh bila beraktivitas di luar
rumah
• Menggunakan kelambu saat tidur
• Sebisa mungkin menghindari kegiatan di malam hari di area
pertanian, ladang, atau persawahan di mana banyak terdapat
nyamuk Culex.

Anda mungkin juga menyukai