PENDAHULUAN
1
di Indonesia, sehingga antisipasi pencegahan dan pengendaliannya dapat
dilakukan sedini mungkin.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Etiologi Encephalitis
1. Bakteri
2. Virus
3. Parasit
4. Fungus
5. Riketsia
b. Sakit kepala.
c. Muntah-muntah lethargi.
3
f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang
Patofisiologi Encephalitis
Virus masuk ke dalam tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran
pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus akan menyebar ke seluruh tubuh
melalui cara :
4
2.2 Perkembangan Penyakit JE di Indonesia dan Cina
a. Perkembangan JE di Indonesia
5
untuk datang ke Bali. Hal ini akan menimbulkan kerugian yang besar bagi
pemerintah Indonesia dalam pemasukan devisa negara dari sektor pariwisata.
b. Perkembangan JE di Cina
6
Yang pertama pada tahun 1966, memiliki insiden tahunan sebanyak 15/100.000
dalam skala nasional dan yang kedua pada tahun 1971 tercatat174.932 kasus
morbiditas insiden JE atau dalam skala 20,92/100.000. Sejak tahun 1980an
vaksinasi JE telah banyak digunakan di Cina dan kasus JE telah mengalami tahap
penurunan hingga saat ini. Namun, sebelum tahun 1990an, angka morbiditas
tahunan berkisar antara 20.000 dan 40.000.
Kasus JE paling banyak ditemukan pada bulan Juli dan Agustus. Jumlah
morbiditas pada bulan Agustus sejumlah 41,14% dari total morbiditas tahunan.
Kemudan menurun dari bulan Oktober dan seterusnya. Kejadian JE di wilayah
utara dan selatan Cina memiliki perbedaan. Di wilayah utara, kasus JE mulai
meningkat di bulan Agustus dan menurun bulan September. Sedangkan di wilayah
selatan, kasus JE meningkat pada bulan Juli dan menurun secara signifikan pada
bulan Agustus. Distribusi geografis penyakit JE juga dikategorikan menjadi 4,
yaitu
1. Daerah yang sangat endemis dengan insiden rata-rata sekitar > 1/100.000
yang meliputi wilayah Provinsi Sinchuan, Guizhou, Kota Chongqing,
Provinsi Shaanxi, dan Yunnan. Setiap tahun jumlah morbiditas di daerah-
daerah ini menyumbang 50% dari total kasus secara nasional.
2. Daerah endemis sedang dengan insiden rata-rata sekitar 0,5/100.000-
1/100.000 yang meliputi wilayah-wilayah seperti Provinsi Shanxi, Henan,
Anhui, Hubei, Hunan, Jiangxi, dan Guangxi. Setiap tahun jumlah
morbiditas di daerah-daerah ini menyumbang 20% dari total kasus secara
nasional.
3. Daerah endemic rendah dengan insiden rata-rata antara 0,1/100.000-
0,5/100.000 yang meliputi wilayah-wilayah seperti Provinsi Shanxi,
Gansu, Jiangsu, Shandong, Fujian, Guangdong, dan Zhejiang. Selain itu,
ada 10 provinsi dengan insiden < 0,1/100.000, yaitu Provinsi Heibei,
Ningxia, Kota Shanghai, Provinsi Liaoning, Mongolia, Hainan, Tianjin,
Kota Beijing, Provinsi Jilin, dan Heilongjiang.
4. Daerah tidak endemic yang merupakan daerah yang belum terdapat
laporan mengenai kasus JE, meliputi Provinsi Qinghai, Otonomi Xinjiang
Uygur, dan Tibet. Walaupun terdapat beberapa kasus dari daerah lain yang
terekam disini, daerah-daerah ini masih dianggap sebagai non endemik.
7
Menurut jurnal The Incidence of Japanese Encephalitis in Taiwan-A
Population Based Study, tingkat kejadian JE pada berbagai kelompok umur dibagi
dalam beberapa tahap. Sebelum tahun 1991, kasus JE yang dikonfirmasi terutama
pada penduduk berusia 0-29 tahun berkisar antara 0,124 – 3.03 per 100.000
penduduk. Tingkat kejadian pada kelompok usia 0-29 tahun tertinggi terjadi
antara tahun 1966-1970 dengan 2,44 – 3,03 kasus per 100.000 penduduk. Dan
tingkat umur kedua yaitu umur 30 tahun keatas tercatat rendah dari tahun 1992
hingga 2000. Namun setelah tahun 2001, kejadiannya meningkat, kelompok umur
30 tahun keatas memiliki angka kejadian lebih tinggi daripada penduduk usia
dibawah 30 tahun, yakni 0,167 vs 0,052 kasus per 100.000 penduduk.
8
biji jarak (Ricinus communis) (SUWASONO, I997). Penggunaan vaksin JE
terbukti dapat menurunkan kasus JE secara signifikan di Jepang, Korea
Selatan, Cina, Taiwan dan Thailand (TsAI, 2000, SOHN, 200 I). Di
Indonesia, penggunaan vaksin JE pada manusia belum disosialisasikan,
karena kebijakan penggunaan vaksin masih belum diatur. Hal ini
disebabkan tidak cukup data untuk mengidentifikasi daerah beresiko paling
tinggi dan waktu paling baik untuk melakukan vaksinasi.Namun pada saat ini
penggunaan vaksin JE sudah banyak disosialisasikan ke masyarakat luas.
9
maju dengan program imunisasi yang diperluas terutama di daerah pedesaab dan
area yang terbelakang.
10
BAB III
3.1 Indonesia
11
wilayah Indonesia secara ilegal perlu diwaspadai. Pemberian larvasida misalnya
abate pada air yang menggenang, seperti bak air, disertai dengan penyemprotan
insektisida ataupun fogging untuk membunuh larva dan nyamuk dewasa
secara berkala, perlu dilakukan di rumah ataupun di sekitar kandang temak.
Senyawa kimia alami yang berasal dari tumbuhan juga perlu
dikembangkan sebagai larvasida yang baik, seperti ekstrak daun langsap
(lansium domesticum), bawang merah (A//ium cepa), dan biji jarak
(Ricinus communis). Pengumpulan data dasar dari tiap propinsi di
Indonesia baik pada manusia maupun hewan reservoir, serta pelatihan
diagnosis laboratorium akan menghasilkan data surveilen yang lebih
komprehensif sehingga dapat dijadikan arah kebijakan bagi pengendalian dan
pencegahan penyakit JE di Indonesia.
3.2 Cina
Pelaporan kasus penyakit JE saat ini sudah direkam dengan data elektronik
setiap tahunnya oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok,
Cina. Kasus JE paling banyak ditemukan pada bulan Juli dan Agustus. Jumlah
morbiditas pada bulan Agustus sejumlah 41,14% dari total morbiditas tahunan.
Kemudan menurun dari bulan Oktober dan seterusnya. Kejadian JE di wilayah
utara dan selatan Cina memiliki perbedaan. Di wilayah utara, kasus JE mulai
meningkat di bulan Agustus dan menurun bulan September. Sedangkan di wilayah
selatan, kasus JE meningkat pada bulan Juli dan menurun secara signifikan pada
bulan Agustus. Distribusi geografis penyakit JE juga dikategorikan menjadi 4,
yaitu
1. Daerah yang sangat endemis dengan insiden rata-rata sekitar > 1/100.000
yang meliputi wilayah Provinsi Sinchuan, Guizhou, Kota Chongqing,
Provinsi Shaanxi, dan Yunnan. Setiap tahun jumlah morbiditas di daerah-
daerah ini menyumbang 50% dari total kasus secara nasional.
2. Daerah endemis sedang dengan insiden rata-rata sekitar 0,5/100.000-
1/100.000 yang meliputi wilayah-wilayah seperti Provinsi Shanxi, Henan,
Anhui, Hubei, Hunan, Jiangxi, dan Guangxi. Setiap tahun jumlah
12
morbiditas di daerah-daerah ini menyumbang 20% dari total kasus secara
nasional.
3. Daerah endemic rendah dengan insiden rata-rata antara 0,1/100.000-
0,5/100.000 yang meliputi wilayah-wilayah seperti Provinsi Shanxi,
Gansu, Jiangsu, Shandong, Fujian, Guangdong, dan Zhejiang. Selain itu,
ada 10 provinsi dengan insiden < 0,1/100.000, yaitu Provinsi Heibei,
Ningxia, Kota Shanghai, Provinsi Liaoning, Mongolia, Hainan, Tianjin,
Kota Beijing, Provinsi Jilin, dan Heilongjiang.
4. Daerah tidak endemic yang merupakan daerah yang belum terdapat
laporan mengenai kasus JE, meliputi Provinsi Qinghai, Otonomi Xinjiang
Uygur, dan Tibet. Walaupun terdapat beberapa kasus dari daerah lain yang
terekam disini, daerah-daerah ini masih dianggap sebagai non endemik.
Pembahasan
13
mengetahui epidemic penyakit JE dari waktu ke waktu. Data-data yang
diperoleh dari jurnal Indonesia hanya menampilkan survei dari berbagai
provinsi saja dan survei dan penelitian hanya dilanjutkan pada daerah
dengan angka insiden tertinggi (Bali) untuk menentukan langkah
pencegahan yang tepat. Hal ini mengakibatkan terbengkalainya daerah lain
yang seharusnya diberikan penelitian lebih lanjut akan penyakit ini
sebelum daerah-daerah dengan angka insiden yang lebih rendah dari Bali
ini tidak menunjukkan peningkatan angka insiden JE.
2. Di Indonesia, penyakit JE banyak diderita oleh anak-anak berusia 5-9
tahun, sedangkan di Cina tercatat peningkatan angka insiden penyakit JE
pada usia 30 tahun keatas.
3. Metode pencegahan yang dilakukan di Indonesia yaitu dengan
menggunakan foging mengingat vector dari penyakit JE adalah nyamuk
yang dipadukan dengan larvasida alami yang didapat ekstrak daun
langsap (lansium domesticum), bawang merah (A//ium cepa), dan
biji jarak (Ricinus communis) . Metode lainnya adalah dengan melakukan
pengawasan terhadap penyakit JE secara lebih ketat dengan pengumpulan
data secara rutin dan lebih spesifik di tiap wilayah dan penegakan
diagnosis yang lebih akurat. Sedangkan di Cina, pencegahan lebih
ditekankan pada penggunaan vaksin JE (SA14-14-2) dan pengawasan
penyakit JE oleh pemerintah Cina.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
15
4.2.2 Sosialisasi vaksinasi JE di Indonesia perlu ditingkatkan lagi sehingga
pencegahan penyakit JE semakin baik karena dipadukan dengan vaksin,
bukan hanya pencegahan dari aspek lingkungan saja seperti penggunaan
foging dan larvasida alami.
16
DAFTAR PUSTAKA
17