Anda di halaman 1dari 38

MATA KULIAH SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

MAKALAH SURVEILANS ACUTE FLACCID PARALYSIS (AFP)

DI SUSUN OLEH:

LJ GROBOGAN

1. IDA HURUL AINI NIM (A22A0035)


2. SETYANI IKA PERWITA SARI NIM (022A0036)
3. PUTRI ERNAWATI KUSUMANINGRUM NIM (A22A0037)
4. KRISTIANA PANGESTU TI NIM (A22A0038)
5. MITA ROHMAWATI NIM (A22A0039)
6. YUWANDINA NIM (A22A0040)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan prioritas pembangunan kesehatan


masyarakat di indonesia. Tantangan baru muncul dengan adanya potensi terjangkitnya kembali
penyakit-penyakit menular lama yang masa lalu sudah relatif sudah dapat dikendalikan.
Acute Flaccid Paralysis (AFP) didefinisikan sebagai paralysis atau kelemahan yang bersifat
fokal dengan awitan akut dan dicirikan dengan terdapatnya flaksid (penurunan tonus) tanpa
penyebab yang jelas dan sering terjadi pada anak usia dibawah 15 tahun. Banyak penyakit yang
memberikan gejala AFP, Diantaranya Poliomielitis (kasus terbanyak), Miastenia Gravis, Sindrom
Gullain Barre.
Pada penyakit ini sering dijumpai gejala gejala paresis flaksid yang dapat melibatkan fungsi
respirasi dengan/ tanpa mengenai medulla oblongata, arefleksis, kelemahan otot-otot proximal,
kelemahan otot akibat kelelahan, disfungsi otonom dan gejala-gejala lainnya.Acute Flaccid Paralysis
dapat disebabkan antara lain oleh kerusakan saraf tepi seperti Sindrom Gullain Barre, Anterior Horn
Cell Disease seperti Poliomyelitis anterior akut, kelainan otot seperti Poliomyositis, paralysis
periodic, penyakit sistemik, myelopati akut dan gangguan transmisi neuromuskuler.
Padatahun 1988, WHO mencanangkanrencanaeradikasi global virus polio padatahun
2000.Tujuaninitercapaidenganpemberianvaksinasi polio. Virus polio liar tipe 2
telahdibasmipadatahun 1999 dantidakadakasus virus polio liar tipe 3 yang
ditemukansejakkasusterakhir yang dilaporkan di Nigeria pada November 2012. Kedua virus polio
tersebuttelahsecararesmidieradikasisecara global.Padatahun 2020, virus polio liar tipe 1
dilaporkanmasihditemukan di 2 negara, yaitu Pakistan dan Afghanistan.
Indonesia mengalamikejadianluarbiasa polio padabulanMaret 2005 karenaditemukankasus
polio paralitikdi SukabumidanBanten, provinsiJawa Barat.Namun,
kejadianluarbiasainiberhasildiatasidenganbaik.Strategieradikasipenyakit polio
berhasiljikapemberian vaksin polio diterapkansepenuhnya.Sertifikasibebas polio di seluruh Wilayah
Asia Tenggara, termasuknegara Indonesia, diberikan WHO padabulanMaret 2014.
Poliomielitisatau polio telahditekanakibatcakupanimunisasi polio yang luas.Kasus virus
polio liar telahmenurunlebihdari 99% sejaktahun1988, darisekitar 350.000 kasus di 125
negaraendemictelahditekanmenjadihanya 175 kasus yang dilaporkanke WHO padatahun 2019.
Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar kasus poliomielitis bersifat non-paralitik atautidak
disertai manifestasi klinis yang jelas. Sebagian kecil ( 1 %) saja dari kasus poliomielitisyang
menimbulkan kelumpuhan (Poliomielitis paralitik). Ditemukannya kasus poliomielitis paralitik di
suatu wilayah menunjukkan adanya penyebaranvirus-polio liar di wilayah tersebut.Untuk
meningkatkan sensitifitas penemuan kasus polio, maka pengamatan dilakukanpada semua
kelumpuhan yang terjadi secara akut dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifatkelumpuhan pada
poliomielitis. Penyakit-penyakit ini yang mempunyai sifat kelumpuhanseperti poliomielitis disebut
kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) dan pengamatannyadisebut sebagai Surveilans AFP (SAFP).
Dalam surveilans AFP, pengamatandifokuskan pada kasus poliomielitis yang mudah
diidentifikasikan, yaitu poliomielitis paralitik.Satu kasus AFP merupakan suatu Kejadian Luar Biasa,
karena itu dilakukan surveilans AFP yang bertujuan menjaring kasus dengan gejala mirip polio
untuk membuktikan masih terdapat kasus polio atau tidak di populasi, sehingga dapat dilakukan
mopping up atau upaya khusus untuk memutus transmisi virus polio liar agar tidak mudah menyebar
ke wilayah yang lebih luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi

Kasus AFP adalah semua anak berusia dibawah 15 tahun dengan kelumpuhan yang bersifat
flaccid (layu), terjadi secara akut (mendadak)bukan disebabkan oleh ruda paksa dengan penyebab
terbesar adalah virus polio.
Yang dimaksud kelumpuhan secara akut adalah perkembangan kelumpuhan yang
berlangsung cepat (rapid progressive) antara 1-14 hari sejak terjadinya gejala awal (rasa nyeri,
kesemutan, rasa tebal/kebas) sampai kelumpuhan maksimal.
Yang dimaksud kelumpuhan flaccid adalah kelumpuhan bersifat lunglai, lemas atau layu
bukan kaku, atau terjadi penurunan tonus otot. Semua penderita berusia 15 tahun atau lebih yang
diduga kuat sebagai kasus Poliomyelitis oleh dokter, dilakukan tata laksana seperti kasus AFP.
Infeksi virus polio secaratipikalmemilikipolamusiman di daerahberiklim sub-tropis, yang
mencapaipuncaknyadalambulan-bulanmusimpanas.Wabahmusiman polio yang terjadipadaawalabad
ke-19 di EropadanAmerikaSerikatdapatmenyerangusialanjut yang
meningkatkanmorbiditasdanjumlahkematianakibat polio. Kasusmusimaninitidakditemukan di
Negaraberiklimtropis.Kematianakibatpoliomyelitismeningkatpadajenis polio bulbar ataubulbospinal.
Dari data WHO per 28 Oktober 2020, jumlah kasus AFP secara global sebanyak 54.436
kasus dengan Non Polio AFP rate sebesar 3,34, sedangkan di Asia Tenggara pada tahun yang sama
ditemukan sebanyak 17.036 kasus dengan Non Polio Rate sebesar 3,74. Di Indonesia sendiri
sebanyak 284 kasus dengan Non Polio Rate 0,58. Penemuan kasus terbesar terjadi di India yaitu
sebanyak 15.337 dengan Non Polio rate 4,58.
Virus poliobertahan hidup dalam bentuk endemis dengancara terus menerus menyebabkan
infeksi padabayi-bayi yang rentan dan dengan demikianberkembang di masyarakat.
Kebanyakaninfeksi polio adalah subklinis maka kasuskasusyang menimbulkan paralisis saja
yangmendapat perhatian, khususnya pada bayi dananak-anak. Apa yang dulu dikenal
sebagaiinfantile paralysis dapat pula dijumpai padaremaja dan dewasa muda.
Ketika virus bergerak dari tempatmasuknya (portal of entry) yaitu mulut,implantasi dan
multiplikasi terjadi di daerahorofaring dan usus halus. Masa inkubasi iniberlangsung antara 7-14
hari, tetapi dapatpula merentang dari 2 sampai 35 hari. Setelah3-5 hari sejak terjadinya paparan,
virus dapatditemukan dari tenggorok, darah dan tinja.Pada saat ini gejala-gejala ringan
dapatdijumpai atau penyakit dapat berlangsungtanpa gejala (asimtomatik). Viremia terjadibeberapa
hari sebelum onset dari gejalasusunan saraf pusat. Poliovirus hanyamenyerang tipe sel saraf tertentu
dan padaproses multiplikasi intraseluler, virusmenimbulkan kerusakan sel-sel tersebut.Bilamana
seseorang yang rentan terpapardengan poliovirus maka satu dari beberaparespons berikut ini akan
terjadi, yaitu:
1. Infeksi tidak nyata dan tanpa gejala-gejala
2. Timbul sakit ringan (abortive poliomyelitis)
3. Nonparalytic poliomyelitis
4. Paralytic poliomyelitis
Pada waktu infeksi berlangsung,salah satu repons yang terjadi mungkin akanbergabung
dengan respons lain yang lebihberat. Penyakit yang pada awalnya ringantanpa gejala, beberapa hari
kemudian akandisertai dengan gejala-gejala yang berat.Perjalanan penyakit yang sifatnya bifasik
inibiasanya lebih tampak dijumpai pada infeksipada anak-anak dari pada orang dewasa.
Hanya sekitar 1% infeksi polio berupapenyakit kelumpuhan.Manifestasi dari penyakit polio
yangberat berupa gejala-gejala umum dari suatuinfeksi disertai kelemahan yang menetap darisatu
atau lebih kelompok otot, baik ototskeletal maupun kranial dan dijumpai padasekitar 1% penderita.
Gejala yang menonjoladalah terjadinya kelumpuhan flasid sebagaiakibat dari kerusakan neuron
motor bagianbawah. Besarnya kerusakan sangat bervariasidan umumnya otot-otot yang terkena
secaramaksimal terjadi dalam beberapa hari.Penyembuhan secara maksimal terjadi dalamwaktu 6
bulan, namun paralisis residualberlangsung lebih lama, bahkan sering seumurhidup.
Untuk pembiakan virus digunakan kulturjaringan. Berbeda dari jenis enteroviruslainnya,
poliovirus jarang sekali dapatdiisolasi dari cairan serebrospinal. Poliovirusbisa didapatkan dari
usapan tenggorok (throatswab) yang diambil segera setelah terjadinyaserangan (onset) penyakit;
tetapi seringkalidari usapan dubur (rectal swab) atau tinjamemberikan hasil lebih baik bahkan
dalamwaktu 1-2 bulan setelah serangan penyakit(onset) meskipun dengan berjalannya
waktukonsentrasi virus itu menurun.
Poliovirusdapat diisolasi dari 80% penderita dalamwaktu 2 minggu masa sakitnya dan
angkaisolasi ini menurun menjadi 25% pada minggukeenam. Subyek yang imunokompeten
tidakpernah menjadi karier, sebaliknya penderitapenderitadengan imunosupresi
dilaporkanmengekskresi virus dalam jangka waktu yanglebih lama.
Pemeriksaan serologis dapat pula digunakanuntuk mendeteksi infeksi
polio.Bahanpemeriksaan berupa serum penderita yangdiambil berpasangan (paired) yaitu pada
waktuakut dan konvalesen diuji untuk melihat adanyakenaikan titer antibodi. Neutralizing
antibodytimbul awal dan biasanya sudah dapat dideteksipada saat penderita masuk rumah
sakit(hospitalisasi). Jika bahan pemeriksaan diambildalam waktu dini maka kenaikan titer
dapatdijumpai pada saat penyakit berlangsung.Hanya infeksi pertama dengan poliovirus
yangmemberikan respons fikasasi komplemen yangtipe-spesifik.
Infeksi-infeksi selanjutnyadengan poliovirus heterotopik menyebabkanproduksi antibodi
terhadap grup antigen yangsama-sama dimiliki oleh ketiga tipe poliovirus.Metode cepat, terutama
yang mendasarkankepada polymerase chain reaction (PCR), telahbanyak digunakan untuk deteksi
langsungpoliovirus dan lain-lain enterovirus darispesimen klinis.(3)
Secara epidemiologis, manusia adalahsatu-satunya reservoir infeksi poliovirus. Virusini
seringkali dijumpai di tempat-tempatpembuangan sampah (sewage) di daerah urbanyang selanjutnya
berlaku sebagai sumbertransmisi langsung ataupun tidak langsungmelalui lalat atau melalui air
yangterkontaminasi dan digunakan untuk minum,mencuci dan irigasi. Namun, kontak yang
erat(close contact) adalah cara utama untukterjadinya penyebaran penyakit.
Dari individuyang mengalami infeksi, tak perduli apakahmereka ini menunjukkan gejala-
gejala klinisatau tidak, poliovirus dapat diisolasi dariorofaring dan usus halus individu tersebut.Virus
yang dikeluarkan bersama-sama dengantinja dapat berlangsung selama satu atau duabulan, tetapi
yang melalui sekresi oropfaringberlangsung lebih singkat. Biasanyasumber penularan dan
penyebaran penyakitdari tinja yang terinfeksi adalah jari-jari tanganyang terkontaminasi. Keadaan
ini mudahterjadi di dalam lingkungan satu keluarga.
Sekali sudah didapatkan satu kasus di dalamkeluarga maka biasanya semua individu
yangrentan di dalam keluarga telah terinfeksi olehpoliovirus dan suatu penyebaran yang
cepatberlangsung.Penyakit dapat mengenai semua golonganumur, tetapi anak-anak biasanya lebih
rentandibandingkan dengan orang dewasa. Padapenduduk yang terisolasi seperti misalnyabangsa
Eskimo, poliomielitis menyerangpenduduk dari golongan semua usia. Di negaraberkembang, dengan
kondisi yang mendukungpenyebaran virus secara luas dan mudah, poliomerupakan penyakit yang
mengancam bayi dananak-anak.
Di bawah kondisi higiene dan sanitasiyang buruk di daerah tropik, dengan hampirsemua
anak-anak sudah menjadi kebal padausia dini dari hidupnya, poliomielitismempertahankan
keberadaannya dengan caramenyebabkan infeksi terus menerus secaraberkesinabungan pada
sejumlah kecil populasi.Iklim yang hangat mendukung perkembangandan penyebaran virus. Akan
tetapi poliovirustidak dapat hidup di luar tubuh manusia dansuatu vaksin yang efektif akan dapat
mencegahdan menghentikan transmisi virus.

Skema klasifikasi-virologis AFP

Virus-polio liar positif: Kasus Polio

 Kasus Paralisis residual (+),atau


 Hot case kontakpositif Tak dapat di-follow up karena
meninggal, alamat tidak
Polio
jelas,dsb
Kompatibel
AFP Pokja Ahli
Spesimen tidak adekuat
SAFP

Paralisis residual (-)


Virus-polio liar
negatif

Bukan kasus Polio


Spesimen adequat
B. Etiologi
Etiologi poliomielitis atau polio adalah virus polio, virus RNA yang berasal
dari famili Picornaviridae, genus Enterovirus. Virus ini memiliki inti dari single-
stranded RNA diliputi oleh kapsul protein tanpa sampul lipid, sehingga tahan
terhadap zat yang dapat melarutkan lipid dan stabil pada pH rendah. Virus polio
dapat dinonaktifkan dengan panas, formaldehida, klorin, dan sinar ultraviolet.
Virus polio yang menyebabkan poliomielitis atau paralisis infantil terdiri
dari 3 jenis strain antigen atau serotipe virus polio liar (wild poliovirus / WPV),
yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Hanya manusia yang diketahui
sebagai reservoir virus polio. Orang dengan defisiensi imun bisa
menjadi carrier asimtomatik dari virus ini.
1. Virus Polio Tipe
Virus polio tipe 1 merupakan penyebab dari 85% kasus polio paralitik. Virus ini
memiliki sifat imunitas heterotipik minimal, yaitu imunitas terhadap satu tipe,
tidak melindungi tubuh terhadap infeksi tipe lainnya. Namun, imunitas yang
timbul dari tiap tipe adalah untuk jangka panjang, atau seumur hidup.
2. Virus Polio Tipe 2 dan Tipe 3
Virus polio tipe 2 secara resmi dideklarasikan dan disertifikasi pada bulan
September 2015, sebagai tipe yang telah dieradikasi secara global. Virus polio
tipe 3 juga tidak terdeteksi sejak November 2012. Karenanya, diperkirakan
hanya tipe 1 WPV yang masih bersirkulasi saat ini.

C. Faktor Risiko
Transmisi penularan virus polio melalui rute fekal-oral, ditularkan melalui
orang ke orang atau melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Rute oral-
oral mungkin terjadi melalui saliva penderita namun hal ini sangat jarang terjadi.
Beberapa faktor risiko menderita polio adalah:
1) Seseorang yang tidak pernah mendapatkan vaksin polio
2) Imunisasi polio yang tidak lengkap
3) Seseorang dengan gangguan kekebalan tubuh
4) Seseorang yang tinggal di lingkungan yang kurang bersih, dengan higiene dan
sanitasi yang buruk
5) Seseorang yang rentan dengan virus polio, misalnya tinggal atau berkunjung ke
daerah yang terdapat sirkulasi virus polio

D. TUJUAN SURVEILANS AFP


1. Tujuan Umum
a. Mengidentifikasi daerah resiko tinggi, untuk mendapatkan informasi tentang
adanya transmisi VPL, VDPV dan daerah dengan kinerja surveilans AFP yang
tidak memenuhi standar atau indikator
b. Memantau kemajuan program eradikasi polio.
Surveilans AFP memberikan informasi dan rekomendasi kepada para pengambil
keputusan dalam rangka keberhasilan program ERAPO.
c. Membuktikan Indonesia bebas polio. Untuk menyatakan bahwa Indonesia bebas
polio, harus dapat dibuktikan bahwa:
 Tidak ada lagi penyebaran virus-polio liar maupun Vaccine Derived Polio
Virus (cVDPV) di Indonesia.
 Sistem surveilans terhadap polio mampu mendeteksi setiap kasus polio
paralitik yang mungkin terjadi.
2. .Tujuan Khusus
a. Menemukan semua kasus AFP yang ada di suatu wilayah.
b. Melacak semua kasus AFP yang ditemukan di suatu wilayah.
c. Mengumpulkan dua spesimen semua kasus AFP sesegera mungkin setelah
kelumpuhan.
d. Memeriksa spesimen tinja semua kasus AFP yang ditemukan di Laboratorium
Polio Nasional.
5. Memeriksa spesimen kontak terhadap Hot Case untuk mengetahui adanya sirkulasi
E. MEKANISME ATAU LANGKAH-LANGKAH SURVEILANS

1. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan :
a. Aktif
Mendapatkan data secara langsung dari Fasyankes, masyarakat atau sumber data
yang lain melalui kegiatan penyelidikan epidemiologi, surveilans aktif
Puskesmas atau Rumah Sakit, survey khusus dan kegiatan lainnya
b. Pasif
Dilakukan dengan cara menerima data dari Fasyankes, masyarakat atau sumber
data lainnya dalam bentuk rekam medis, buku register pasien, laporan data
kesakitan atau kematian, laporan kegiatan, laporan masyarakat atau bentuk
lainnya
a) PenemuanKasus
Surveilans AFP harus dapat menemukan semua kasus AFP dalam satu
wilayah yang diperkirakan minimal 2 kasus AFP diantara 100.000
penduduk usia < 15 tahun per tahun (Non Polio AFP rate minimal
2/100.000 per tahun - Format5).
Strategi penemuan kasus AFP dapat dilakukan melalui:

1. Sistem surveilans aktif rumah sakit (hospital basedsurveillance=HBS)


2. Sistem surveilans masyarakat (community basedsurveillance=CBS)
1. Surveilans Aktif Rumah Sakit/HBS
Surveilans Aktif RS bertujuan untuk menemukan kasus AFP yang
berobat ke rumah sakit. Surveilans AFP di rumah sakit merupakan salah
satu prioritas dengan asumsi bahwa sebagian besar kasus dengan
kelumpuhan akan berobat ke rumahsakit.
Surveilans AFP di RS dilakukan secara aktif oleh petugas surveilans
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan petugas surveilans rumah
sakit/contact person RS, yang diintegrasikan dengan surveilans PD3I, dan
penyakit lain yang penting untuk diamati di suatuwilayah.

a. Lokasi pengamatan (surveillancesite)

Pengumpulan data Surveilans Aktif RS dilakukan di semua bagian


rumah sakit yang merawat anak berusia < 15 tahun, seperti: Instalasi
Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan Anak; Instalasi Rawat Inap dan
Instalasi Rawat Jalan Syaraf; Instalasi Rehabilitasi Medik; Instalasi
Rawat Darurat; dan Instalasi lainnya yang merawat anak usia <15
tahun.
b. Pelaksana

Surveilans Aktif RS dilaksanakan oleh:

1) Petugaskabupaten/kota

2) Contact personRS.
c. Frekuensi pengamatan/pengumpulandata

1) Setiap minggu bagi petugaskabupaten/kota.

2) Setiap hari bagi contact person/petugas surveilansRS.


d. Persiapan Pelaksanaan surveilans aktifRS

1). Identifikasi RS yang potensial menemukan kasusAFP

2). Lakukan pendekatan dan berikan penjelasan kepada pihak RSmengenai:


 Program ERAPO dan surveilansAFP.
 Pentingnya peranan rumah sakit dalam menunjang keberhasilan
program ERAPO, khususnya surveilansAFP.
 Bantuan/kerjasama yang diharapkan dariRS.
3). Bersama dengan pihak RS mengidentifikasi unit perawatandiRS
bersangkutan yang memberikan pengobatan/perawatan penderita
AFP,misalnya:

 Instalasi rawat jalan/inap penyakitsyaraf


 Instalasi rawat jalan/inapanak
 Instalasi rehabilitasi medik
 Instalasi rawatdarurat
 Instalasi lain yang merawat anak usia < 15tahun
4). Bersama pihak RS menentukan contact person disetiap unit dan
ataukoordinator
contact person serta penetapan SK tim surveilans AFP RS.

5). Mengidentifikasi sumber data pada unit-unit tersebut diatas,


misalnya register ruangan, register poliklinik, catatan
statuspenderita.

6). Menyediakanbahan-
bahaninformasimengenaisurveilansAFP(bukupedoman,
leaflet, poster) untuk tim surveilans AFP RS.

7). Membuat daftar nomor telepon penting yang dapat dihubungi


(dokter dan contact person).

8). Melakukan pelatihan/on the job training bagi contact personRS.


9). Melakukan sosialisasi surveilans AFP kepada semua petugas RS
termasuk para dokter RS. Kegiatan ini dilakukan secara periodik
minimal 6 bulan sekali di setiap RS dengan memanfaatkan
pertemuan-pertemuan yang ada diRS.
e. Pelaksanaan Surveilans-Aktif Rumah Sakit oleh petugas
Surveilanskabupaten/kota
Petugas surveilans kabupaten/kota melakukan kegiatan:
1) Pengumpulan data kasus AFP di rumah sakit dilakukan secara aktif
(Surveilans aktif) oleh petugas surveilans kabupaten/kota, bukan
menunggu laporan dari rumahsakit.
2) Seminggu sekali mengunjungi RS yang merawat anak <15 tahun,
bersama contact person RS mengecek buku register dan
membubuhkan paraf serta tanggal pelaksanaan pada buku register
setiap kali selesai pengecekan. Termasuk melakukan pengecekan
gejala lumpuh pada data EWORS (early warning outbreak
recognition system) bagi RS yang sudah melaksanakan
sistemtersebut.
3) Mencatat data kasus pada formulir FP-PD, apabila tidak ada kasus
dan PD3I maka ditulis―nihil‖atau ―0‖(nol)
(Format6).Apabiladitemukankasuscampakmakadicatat dalam
formC1.
4) Berdiskusi dengan DSA/DSS atau dokter penanggung jawab
ruangan dan contact person tentang hasil Surveilans Aktif RS pada
saatitu.
5) Membuat absensipelaksanaan SurveilansAktif
RSdalambentuk―kelengkapandan ketepatan laporan mingguan RS‖
(Format28b).
6) Setiap bulan mengkompilasi data kasus AFP, Campak dan TN yang
ditemukan di RS ke dalam format laporan surveilans intergrasi
(Format34b).
f. Pelaksanaan Surveilans-Aktif Rumah Sakit oleh petugas
Surveilans/ContactPerson
RS
1) Surveilans aktif RS (Pengamatan/pengumpulan data) dilaksanakan
setiap hari oleh petugas surveilans RS atau kontak person yang telah
ditunjuk dengan cara berkoordinasi dengan penanggung jawab
ruangan yang merawat anak <15tahun.
2) Konsultasikan kepada DSA/DSS atau dokter penanggung jawab
lokasi pengamatan tentang kasus AFP yangditemukan.
3) Segera melaporkan dalam waktu < 24 jam ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota apabila menemukan kasus AFP, melalui
telepon/SMS ataukurir.
2. Surveilans AFP di masyarakat/CBS
Dalam surveilans AFP di masyarakat populasi yang diamati adalah anak-anak
berusia
< 15 tahun di masyarakat. Walaupun pada umumnya kasus AFP dibawa ke
RS untuk mendapatkan perawatan, namun masih terdapat kasus AFP yang
tidak dibawa berobat ke RS dengan berbagai alasan. Kasus-kasus
semacam ini diharapkan bisa ditemukan melalui sistem ini. Kegiatan
surveilans AFP di masyarakat dapat juga memanfaatkan kegiatan Desa
Siaga.
a. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaanCBS
 Menjelaskan strategi CBS dan peran puskesmas dalam surveilansAFP.
 Mengkoordinasikan pelaksanaan surveilans AFP dengan puskesmas
diwilayahnya.
 Menyiapkan bahan-bahan untuk penyebarluasan informasi
mengenai SAFP ke masyarakat.
 Melatih petugas puskesmas tentang pelaksanaan surveilans AFP di
puskesmas, termasuk mengidentifikasikan kasusAFP.
b. Peran Puskesmas dalam CBS
Puskesmas berperan sebagai koordinator surveilans AFP di
masyarakat dalam penemuan kasus AFP sedini mungkin di wilayah
kerjanya, dengan tugas utama sebagai berikut :
1). Menemukan kasus di pelayanankesehatan:
 Puskesmas
 Puskesmaspembantu
 Poliklinikdesa
 Klinikswasta
2). Menemukan kasus dan menyebarluaskan informasi di masyarakat
dan pelayanan kesehatandenganmelibatkan peran serta
masyarakat:
 Puskesmas
 Puskesmaspembantu
 Poliklinikdesa
 Klinikswasta
 Kaderkesehatan
 BidanDesa
 Pos kesehatanDesa
 Pengobat tradisional/dukunurut
 PKK
 Pesantren atau Pos kesehatanpesantren
 Tokoh masyarakat (Tokoh Agama, Guru, KepalaDesa)
 dll.
3). Menyebarluaskan informasi kepada masyarakatmengenai:

• Pengertian kasus AFP secara sederhana melalui poster,


leaflet, buku saku,

• Pengenalan kasus kelumpuhan dan cara menginformasikan ke


puskesmas/RS maupun petugas kesehatanterdekat.
4). Melacak setiap kelumpuhan yang dilaporkan oleh masyarakat
untukmemastikan bahwa kelumpuhan tersebut adalah AFP.
Pelacakan ini harus dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu
24 jam setelah laporan diterima, dan apabila memungkinkan harus
disertai oleh dokter yang ada dipuskesmas.
5). Melaporkan setiap kasus AFP ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam
setelahditemukan.
6). Bersama surveilans kabupaten/kota melakukan pelacakan dilapangan
7). Mengamankan spesimen tinja penderita sebelum dikirim ke
kabupaten/kota dengan mengontrol suhu specimencarrier.
8). Setiap minggu mengirimkan laporan Mingguan menggunakan
formulir PWS KLB (W-2) ke Dinas Kesehatankabupaten/kota.
Mengingat masyarakat awam sulit membedakan antara AFP dengan
kelumpuhan lainnya, maka kepada masyarakat diminta agar
melaporkan semua anak berusia
dibawah15tahunyangmengalamikelumpuhan-
apapunsebabnyakepuskesmas
terdekat.
b) Pelacakan Kasus AFP

Penemuan satu kasus KLB di suatu wilayah adalah Kejadian Luar


Biasa. Berdasarkan kriteria tersebut, maka setiap kasus AFP yang
ditemukan harus segera dilacak dan dilaporkan ke unit pelaporan yang
lebih tinggi selambat-lambatnya dalam waktu 48 jam setelah
laporanditerima.
1. Tujuan pelacakan kasusAFP

 Memastikan apakah kasus yang dilaporkan benar-benar kasusAFP.

 Mengumpulkan data epidemiologis (mengisi formulirpelacakan/FP1).


 Mengumpulkan spesimen tinja sedini mungkin dan mengirimkannya
keLaboratorium.
 Mencari kasustambahan.
 Memastikan ada/tidaknya sisa kelumpuhan (residual paralysis) pada
kunjungan ulang 60 hari kasus AFP dengan spesimen tidak adekuat
atau virus polio vaksinpositif.
 Mengumpulkan resume medik dan hasil pemeriksaan penunjang
lainnya, sebagai bahan kajian klasifikasi final oleh Kelompok Kerja
AhliNasional.

Tim pelacak kasus AFP terdiri dari petugas surveilans yang sudah terlatih
dari kabupaten/kota, koordinator surveilans puskesmas/dokter
puskesmas/RS, dan/atau petugas surveilans propinsi. Tim pelacak AFP ini
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai hal-hal berikut:

 Prosedur dan cara mengidentifikasikan kasus AFP sesuai dengandefinisi.

 Tata cara pemberian nomorEPID.

 Prosedur pengumpulan spesimen dan tatalaksana kasusAFP.

 Alamat DSA atau DSS terdekat dan kontak person RSterdekat.


Cara-cara sederhana untuk mengurangi/mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut
akibat kelumpuhan yang berlanjut.
2. Prosedur Pelacakan kasusAFP

a. Mengisi format pelacakan (FP1) antaralain:

• Menanyakan riwayat sakit dan vaksinasi polio serta data lain


yangdiperlukan.

• Melakukan pemeriksaan fisik kasusAFP.


b. Mengumpulkan 2 spesimen tinja dari setiap kasus AFP yang
kelumpuhannya kurang dari 2bulan.
c. Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya rehabilitasi medik dan
cara-cara perawatan sederhana untuk mengurangi/mencegah kecacatan
akibat kelumpuhan yangdiderita.
d. Sedapat mungkin mengupayakan agar setiap kasus AFP mendapat
perawatan tenaga medis terdekat. Bila diperlukan dapat dirujuk ke
dokter spesialis anak (DSA) atau dokter spesialis syaraf (DSS) terdekat
untuk pengobatan dan/ atau rehabilitasi medik sedinimungkin.
e. Mencari kasus tambahan dapat dilakukan tim pelacak dengan
menanyakan kemungkinan adanya anak berusia <15 tahun yang
mengalami kelumpuhan di daerah tersebutkepada:
• Orang tuapenderita,

• Para tokoh masyarakatsetempat,

• Kader,

• Guru,dll.

f. Melakukan follow up (kunjungan ulang) 60 hari terhadap kasus


AFP dengan spesimen tidak adekuat atau hasil laboratorium positif virus
poliovaksin.
c) Pengumpulan Spesimen KasusAFP
Spesimen yang diperlukan dari penderita AFP adalah spesimen tinja,
namun tidak semua kasus AFP yang dilacak harus dikumpulkan
spesimentinjanya.Pengumpulan spesimen tinja tergantung dari lamanya
kelumpuhan kasus AFP:
Bila kelumpuhan terjadi ≤ 2 bulan pada saat ditemukan, maka :

 Isi formulirFP1.
 Kumpulkan 2 spesimen tinja penderitaAFP.
Bila kelumpuhan terjadi ≥ 2 bulan pada saat ditemukan, maka :

 Isi formulir FP1 dan KU 60hari.


 Tidak perlu dilakukan pengumpulan spesimen tinja penderitaAFP.
 Membuat resumemedik.
d) Hot Case
Ada 3 Kategori yaitu :
A : (Spesimen tidak adekuat, usai < 5 tahun, demam, kelumpuhan tidak simetris)
B : (Spesimen Tdk adekuat & dokter mendiagnosis poliomyelettis
C :(spesimen Tdk adekuat & Cluster)
Cluster : 2 kasus atau lebih, satu wilayah, beda waktu kelumpuhan tidak lebih dari
1bulan)
Kontak : usia < 5 thn, berinteraksi dengan kasus sejak kelumpuhan sampai 3 bulan
kedapan)
Prosedur pengambilan spesimen Kontak
 Setiap hot case ambil 5 kontak 
 1 kontak ambil 1 spesimen 
 Beri label setiap spesimen : Nomor epid, Nama kontak, Tanggal
pengambilan 
 Pengepekan sama dengan spesimen AFP 
 Kirim ke Laboratorium Nasional 
e) Survey Status Imunisasi Polio
Dilakukan pada kasus AFP usia 6 bulan – 5 tahun dengan status imunisasi polio <
4 kali terhadap 20-50 anak usai balita di sekitar rumah penderita.
Target: Kasus AFP usia 6 bulan – 5 tahun dengan status OPV < 4 dosis
Tujuan: Untuk mengetahui alasan balita tidak mendapat imunisasi
Survey: balita di desa yang sama atau desa dekat dengan penderita
Hasil survey : diinformasikan kepada Program Imunisasi
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
1. Memasukkan hasil wawancara ke register data surveilans

SurveilansAktifdiRumah

RumahSakit :………………………………………….

Tanggal pengumpulandata :………………………………………….

No. No. Nama Alamat Umur Diagnosa Tanggal KeadaanSekarang


Uru regist L P Masih Sudah Mening
MRS
t er RS gal
dirawat pulang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penderita: Jl, RT, RW,
Kelurahan/Desa,
Orangtua:
Kecamatan:

Penderita: Jl, RT, RW,

Orangtua: Kelurahan/Desa,
Kecamatan:
Penderita: Jl, RT, RW,

Orangtua: Kelurahan/Desa,
Kecamatan:
Orangtua:
Format pelacakan kasus AFP

Kabupaten/kota: Propinsi: Nomor EPID:


Laporandari : 1. RS:………………………... 3.Dokter praktek:………………………………
2. Puskesmas:....…………… 4. Lainnya :……………………………….
Tanggal laporanditerima: Tanggal pelacakan:
I.IdentitasPenderita
Namapenderita:
Tanggal lahir: Umur:……..tahun; ……..bulan; ………..hari
Alamat: RT: RW:
Kelurahan/desa: Kecamatan:
Namaorangtua:

II.Riwayat Sakit
Tanggal mulai sakit: Tanggal mulai lumpuh:
Tanggal meninggal (bilapenderita meninggal):
Sebelum dilaporkan Ya
Apakahpenderita Tidak
berobatkeunit
pelayananlain? Tanggal berobat :
Diagnosis: No.rekam medik:
Apakahkelumpuhansifatnyaakut(1-14hari)? Tidak TidakJelas

Apakahkelumpuhansifatnyalayuh(flaccid)? Ya Tidak TidakJelas

Stop pelacakan
Apakahkelumpuhandisebabkanruda Ya Tidak TidakJelas

Bilakelumpuhanakut,layuh,tidak disebabkanrudapaksa,lanjutkanpelacakan,berinomor
EPID
III.Gejala/Tanda
Apakahpenderitademam sebelum lumpuh? Ya Tidak
Anggotagerak Kelumpuhan Gangguan rasaraba

Ya Tidak Ya Tidak


•Tungkai kanan Ya Tidak Ya Tidak
Ya Tidak Ya Tidak
•Tungkai kiri Ya Tidak Ya Tidak
•Lain-lain,sebutkan:Muka,leher,....................................................................................

Kabupaten/kota: Propinsi: Nomor EPID:


Tanggal kunjunganulangseharusnya:
Apakahkunjunganulangdilaksanakan?*
Ya Tanggal kunjungan:
Tidak Alasantidakdilakukankunjunganulang:

Pindah, alamattakjelas
Lain-lain,sebutkan:
Namapenderita Jeniskelamin:L P
Tanggal lahir: Umur: tahun; bulan
Alamat:Jl. RT: RW:
Kelurahan/desa: Kecamatan:
Apakahsudah ada diagnosis Ya Diagnosis:
dari rumahsakit ataudokter
Tidak
yangmerawat:

Apakah masih adaparalisisresidual? Ya Tidak


Bilaya, apakah sifatnyalayuh (flaccid)? Ya Tidak
Lokasikelumpuhandangangguanrasaraba:
Anggotagerak Paralisisresidual Gang aba
Tungkai kanan Ya Tidak Ya Tidak

Ya Tidak Ya Tidak


Ya Tidak Ya Tidak
Ya Tidak Ya Tidak
Lain-lain,sebutkan:

Kunjungan Ulang 60 hari


2. Mengklasifikasikan hasil final oleh tim kerja surveilans AFP
a) Menklasifikasikan kasus AP kedalam kasus Polio atau Polio Kompatibel atau
Vaccine Assiciated Polio Paralytic (VAPP)
b) Mengklasifikasikan kelompok Umur (0-5 th. 6-10th, 11-15 th)
c) Membedakan Pemeriksaan Hasil Spesimen < 28 hari dan hasil spesimen >
28hari
d) Menganalisis daerah yang terjadi kasus AFP apakah KLB Polio atau tidak

Bukankasuspolio Diagnosis:

Klasifikasi final? Poliokompatibel


VaccineAssociatedPolioParalytic(VAPP)

Isolasi virus-poliovaksindari spesimen


Adademam
Sifatkelumpuhansimetris/tidaksimetris
Kriteriauntuk Adagangguanrasaraba
menentukan Paralisisresidual padakunjunganulang60hari
klasifikasi Meninggal
final Mendapatimunisasi polio………dosis

(Pilih yang sesuai, Tanggal imunisasi polioterakhir 4–35hari /4–75hari sebelum

pilihan dapat lebih Lumpuh


Takdapat di-followup
darisatu)
DaerahKLBPolio
AdahubunganepidemiologidengankasuspoliodidaerahKLB

Clusteringkasus AFP
Lain-lain:

…………………………………..

…………………………………..
3. Menyusun instrumen tabel

Kabupaten/kota:……………………. Sampaidenganbulan:……………

Tahun:………........

Kabupa Umur Tanggal Kunjunganulang Tang Spesi Klasifi


ten/kot gal menA kasiFin
(th) Kondisi Hasil
a terim dekua al
spesime laboratori
a t
n um
Lumpuh Lapor Lacak Ambil Kirim Diteri Tanggal Paralisis hasil. Virus Entero
an spesimen Spesi ma lab kunjung residual lab. polio
I II I II I II Virus
diteri an
ma
60har
i
4. Menyusun Instumen Grafik Dan Peta Analisis Sulveilans

INTERPRETASI DATA

pengertian data yaitu sebuah deskripsi dan ungkapan yang mencoba untuk menggali pengetahuan
mengenai sebuah data atau peristiwa melalui pemikiran yang lebih mendalam.

Interpretasi data penelitian adalah sebuah bentuk dari kegiatan untuk melakukan penggabungan
terhadap sebuah hasil dari analisis dengan berbagai macam pertanyaan, kriteria, maupun pada sebuah
standar tertentu guna untuk dapat menciptakan sebuah makna dari adanya sebuah data yang idmana telah
dikumpulkan oleh seseorang guna untuk mencari sebuah jawaban terhadap permasalah yang dimana
teradapat di dalam sebuah penelitian yang dimana sedang diperbaiki.

Metode: Data yang dianalisis adalah data kasus AFP seluruh Indonesia periode tahun 2003-2013.
Data didapat dari laboratorium jejaring laboratorium Polio di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Sub
Direktorat Surveilans, Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. Data di analisis menggunakan program Microsoft Excel.

Hasil: Sebanyak 305 kasus AFP yang disebabkan oleh infeksi virus polio liar tipe 1 impor
ditemukan pada tahun 2005 dan 2006. Terdapat 39 kasus AFP yang disebabkan cVDPV tipe 1 ditemukan di
Pulau Madura pada tahun 2005. Virus polio liar tipe 1 hanya ditemukan di pulau Sumatera dan Jawa.
Penyebaran Virus polio berhasil dihentikan pada tahun 2006 dan sudah tidak ditemukan lagi hingga tahun
2013.

Kesimpulan: Surveilans AFP berbasis laboratorium yang baik berhasil memantau dan mendeteksi
sirkulasi virus polio. Peningkatan kinerja surveillance AFP diperlukan untuk membuktikan terhentinya
transmisi virus polio sehingga eradikasi polio secara global dapat diraih. 

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif, karena penelitian ini
bertujuan membuat gambaran atau diskripsi tentang variable penelitian secara obyektif, pendekatan yang
digunakan dalam penelitian adalah study dokumentasi dan dianalisis menggunakan penghitungan data yang
diperoleh, namun tidak diuji melainkan dibandingkan dengan target indikator kinerja surveilans. Populasi
studi berupa data sekunder dari dokumen di Dinas Kesehatan Kabupaten

METODE ANLISA / INTERPRETASI DATA YAITU

1. ANALIS DESKRIPTIF
Analisis deskriptif dapat digunakan untuk mengolah data kuantitatif. Cara ini dulakukan
untuk melihat performa data di masa lalu agar dapat mengambil kesimpulan dari hal tersebut.
Metode ini mengedepankan deskripsi yag memungkinkan kamu untuk belajar dari hal lalu.
Biasanya, metode analisis jenis ini diaplikasikan pada data dengan volume yang sangat besar seperti
data sensus misalnya.  Analisis deskriptif memiliki dua proses yang berbeda di dalamnya berupa
deskripsi dan interpretasi. Jenis metode ini biasa digunakan dalam menyajikan data statistik

2. ANLISA DEGRESI

Metode regresi adalah cara yang tepat untuk digunakan dalam membuat data prediksi dari
tren masa depan. Metode ini dapat mengukur hubungan antara variabel dependen yang ingin kamu
ukur dengan variabel independen.  Meskipun cara ini membatasi kamu karena hanya dapat memuat
satu variabel dependen, tetapi kamu dapat memiliki variabel independen yang tidak terbatas. Metode
ini baik dalam membantumu melihat hal yang dapat dioptimasi dengan menyoroti tren
dan hubungan antar data faktor.

3. ANALISA FAKTOR
Analisis faktor merupakan teknik analisis yang berdasarkan dari data analisis regresi. Metode
ini digunakan untuk menemukan struktur pokok dari kumpulan variabel-variabel.  Metode ini
berjalan dengan mencari faktor independen dari variabel yang dapat mendeskripsikan pola dan
metode dari variabel dependen orisinil. Analisis faktor menjadi metode yang cukup ppuler untuk
mengola topik kompleks seperti skala psikologis dan status sosio-ekonomi. Tidak seperti data
kuantitatif, data kualitatif memerlukan pendekatan dari data yang sifatnya lebih subyektif. Namun,
kamu tetap dapat melakukan ekstraksi data berguna dengan teknik analisis data yang berbeda-beda
tergantung kebutuhan. 

Beberapa metode analisis yang dapat memenuhi kebutuhan data kualitatifmu adalah sebagai berikut. 

1. Analisis konten 

Metode ini membantu untuk memahami keseluruhan tema yang ada di dalam data kualitatif
yang kamu miliki. Metode ini menggunakan teknik seperti penggunaan kode warna tema dan ide
tertentu untuk membantu mengurai data tekstual yang ada agar dapat menemukan rangkaian data
yang paling umum.

2. Analisis naratif 

Jenis analisis satu ini berfokus pada cara bagaimana sebuah cerita dan ide dikomunikasikan
ke seluruh bagian terkait. Metode ini juga membantumu untuk dapat lebih memahami kultur dari
sebuah organisasi. Analisis jenis ini dapat digunakan untuk menginterpretassi bagaimana
perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, bagaimana pelanggan menilai perusahaan kamu, dan
bagaimana proses operasional dikerjakan. Metode ini sanat berguna dalam mengembangkan
kultur perusahaan ataupun membantu merencanakan . 

3. Analisis wacana

Macam-macam metode analisis data selanjutnya yakni analisis wacana. Sama seperti analisis
naratif, analisis wacana juga digunakan untuk menganalisis interaksi dengan orang-orang.
Tapi, analisis ini berfokus pada konteks sosial dimana terjadi komunikasi antara peneliti dan
responden terjadi.  Nantinya analisis wacana juga akan melihat bagaimana lingkungan responden
sehari-hari dan menggunakan informasi itu selama analisis terjadi. 
5. DESIMINASI DAN INFORMASI

Desiminasi dilakukan dengan cara :

a. Menyampaikan informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dilaksanakan tindak lanjut

b. Menyampaikan informasi kepada pengelola program sebagai sumber data atau laporan
surveilans sesuai ketentuan perundang-undangan

c. Memberikan umpan balik kepada sumber data dalam rangka perbaikan kualitas data

 Di Pusat
a. Umpan balik data surveilans AFP dikirim melalui email setiap jumat kepada
seluruh kontak person dan jika terdapat ketidak konsistensian data segera
diinformasikan sebelum hari selasa kepada bagian data Surveilans AFPpusat.
b. Umpan balik Analisis Surveilans AFP diterbitkan setiap bulan dalam bentuk
Buletin Data Surveilans PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)
yang akan didesiminasikan kepada seluruh kontak person di pusat, propinsi dan
kabupaten.
 Propinsi

a. Umpan balik absensi laporan mingguan dan analisis kinerja surveilans AFP
dikirim setiap 3 bulan keseluruh Dinas KesehatanKabupaten/Kota.

b. Salinan hasil laboratorium yang diterima harus segera dikirimkan ke Dinas


Kesehatan kabupaten/kota asal kasus dan RS/puskesmas yang menemukan kasus.

 Kabupaten/Kota

Umpan balik absensi laporan mingguan dan analisis kinerja surveilans AFP dikirim
setiap 3 bulan keseluruh RS dan puskesmas.
SUMBER

https://www.slideshare.net/kartikaji/analisis-data-dan-interpretasi-52639802

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/07/interpretasi-adalah.html

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/poliomielitis/epidemiologi

http://www.ekrut.com/media/analisis-data

https://docplayer.info/47722419-Keputusan-menteri-kesehatan-republik-indonesia-nomor-483-menkes-sk-
iv-2007-tentang-pedoman-surveilans-acute-flaccid-paralysis-afp.html
Namadanta
nda
tanganketu
akomisi:

Anda mungkin juga menyukai