BOVINE
EPHEMERA
L FEVER
1 www.rrgraph.com
BOVINE EPHEMERAL FEVER (BEF)
• Penyakit BEF pertama kali ditemukan pada tahun 1867 pada sapi di Afrika
Tengah, setelah itu menyebar di Afrika, Asia dan Australia.
• Penyakit BEF pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1919 ketika
terjadi outbreak pada sapi perah di Jawa Barat.
• Pada tahun 1928 – 1931 laporan kasus berlanjut di pulau Sumatra
• Kemudian dilaporkan lagi outbreak di Jawa Timur pada tahun 1978 dan
kasus terus terjadi hingga 1985
• Di Kalimantan pada tahun 1991 juga dilaporkan terjadi outbreak kasus
BEF.
Perkembangan Penyakit BEF di Indonesia
• Pada sekitar tahun 2013 hingga juni 2013 di 23 desa di kecamatan Soko
kabupaten Tuban, prevalensi BEF sangatkecil hanya sekitar 0,56% atauu
81 kasus dari jumlah populasi 15000 ekor.
• Nururrozi et al. (2017) mencatat kejadian BEF di Gunungkidul, DIY
selama periode Oktober hingga Desember 2016. Hasil anamnesa dan
pemeriksaan gejala klinis di empat Unit Pengembangan Teknis (UPT)
Puskeswan Nglipar, Karangmojo, Patuk dan Panggang pada periode
tersebut diketahui tingkat kejadian BEF sangat tinggi mencapai 48% yakni
134 kasus dari 277 kasus berbagai macam penyakit pada sapi yang
ditangani.
Perkembangan Penyakit BEF di Indonesia
• Peka terhadap pelarut lemak (ethyl ether 20%, kloroform 5% dan deoxycolate
0,1%.
• Dapat diinaktifkan dengan penambahan defco trypsin 1:250 pada konsentrasi 1%
dam 0,5 %.
• Virus tahan selama 8 hari berada di dalam darah bersitrat yang disimpan dalam
suhu 2-4 °C.
• Virus kehilangan infektivitas pada pH rendah (2,5) atau pH tinggi (12) dalam
waktu 10 menit.
• Virus inaktif pada suhu 56 °C. Selama 10 menit, suhu 30 °C. Selama 18 jam dan
suhu 25 °C selama 120 jam.
Sifat Alami Agen
• Virus dapat dibiakkan di dalam telur ayam bertunas, dalam anak mencit
setelah inokulasi intracerebral, dalam biakan sel, sel BHK-21 (baby
hamster kidney) dan ginjal kera.
• Efek sitopatogenic (Cytophatogenic efek = CPE) dapat dilihat dalam
biakkan sel BHK 21(babyhamster kidney) yang dapat digunakan sebagai
dasar uji netralisasi.
• CPE timbul 48-72 jam pasca inokulasi.
Spesies yang Terinfeksi
• Speies utama yang menjadi host dari BEF adalah Sapi dan yaks (keduanya
merupakan anggota dari genus Bos) dan kerbau (Babulus bubalis)
• Unta (Cameus dromedarius) dapat menjadi seropositif. Penyakit menyerupai BEF
telah dilaporkan namun belum diketahui penyebabnya.
• Antibodi terhadap BEFV juga ditemukan dibeberapa spesies (kumungkinan berperan
sebagai inang reservior), yaitu:
1. Domba, kambing dan babi tanpa gejala
2. Pada berbagai satwa liar(rusa, kijang, kerbau afrika, kuda nil, gajah, jerapah, dll)
• Infesi eksperimental telah terjadi pada domba, namun belum ada data yang
menunjukkan spesies ini berperan dalam epidemologi penyakit BEF pada sapi
Penularan BEF
• Berdasarkan sifat di alam dan pada saat penelitian, periode inkubasi viru
BEF adalah 2-4 hari di kebanyakan kasus dan maksimum 10-11 haari.
Gejala Klinis
• Lesi yang paling jelas, ditemukan jumlah sedikit fibrin rich fluidpada
pleural, peritoneal dan pericardial, kibat dari poliserositis pada permukaan
pleura, perikardial dan peritonial.
• Edema kongesti lobular dn atelektasis pada paru
• Emfisema juga dapat ditemukan pada jaringan paru
• Pendarahan dan ptekie pada kelenjar getah bening
• Nekrosis fokal pada otot kerangka dan kulit
• Pembengkakan limmfoglandula.
Diagnosa
• Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk penyakit BEF.
Pemberian antibiotika berspektrum luas dianjurkan untuk mencegah
infeksi sekunder dan multi vitamin untuk mengatasi adanya stress.
• Pemberian insektisida untuk mengurangi penyebaran nyamuk