Anda di halaman 1dari 29

INVESTRY

BOVINE
EPHEMERA
L FEVER

1 www.rrgraph.com
BOVINE EPHEMERAL FEVER (BEF)

• Penyakit Bovine ephemeral Fever memiliki nama lain, yaitu:


1. Three Days Sickness
2. Stiff Sikness
3. Dengue Fever of Cattle
4. Bovine Epizootic Fever
5. Lazy Man Fever
Distribusi Geografis

• Bovine ephemeral fever banya muncul


pada daerah beriklim:
1. Tropis
2. Subtropis
3. Iklim panas di Afrika, Australia,
Timur Tengah dan Asia

• Negara yang tidak terjadi wabah BEV:


1. Eropa
2. Amerika utara dan Selatan
3. Kepulauan Pasifik
4. Selandia Baru
Perkembangan Penyakit BEF di Indonesia

• Penyakit BEF pertama kali ditemukan pada tahun 1867 pada sapi di Afrika
Tengah, setelah itu menyebar di Afrika, Asia dan Australia.
• Penyakit BEF pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1919 ketika
terjadi outbreak pada sapi perah di Jawa Barat.
• Pada tahun 1928 – 1931 laporan kasus berlanjut di pulau Sumatra
• Kemudian dilaporkan lagi outbreak di Jawa Timur pada tahun 1978 dan
kasus terus terjadi hingga 1985
• Di Kalimantan pada tahun 1991 juga dilaporkan terjadi outbreak kasus
BEF.
Perkembangan Penyakit BEF di Indonesia

• Pada tahun 1991 dilakukan surveilens serologis untuk mendeteksi


prevalensi kasus BEF.
• Prevalensi BEF tinggi mencapai 78,9% antibodi netralisasi BEF pada sapi
di jawa dan Bali.
• Surveilensyang dilakukan pada tahun 1987 dan 1990 juga mendeteksi
prevaleni antibody netralisasi sapi simental di perbatasan antar negara
meliputi Sumatra, Jawa, Bali, Timor, Kalimantan, Sulawesi dan Papua
Barat.
Perkembangan Penyakit BEF di Indonesia

• Pada sekitar tahun 2013 hingga juni 2013 di 23 desa di kecamatan Soko
kabupaten Tuban, prevalensi BEF sangatkecil hanya sekitar 0,56% atauu
81 kasus dari jumlah populasi 15000 ekor.
• Nururrozi et al. (2017) mencatat kejadian BEF di Gunungkidul, DIY
selama periode Oktober hingga Desember 2016. Hasil anamnesa dan
pemeriksaan gejala klinis di empat Unit Pengembangan Teknis (UPT)
Puskeswan Nglipar, Karangmojo, Patuk dan Panggang pada periode
tersebut diketahui tingkat kejadian BEF sangat tinggi mencapai 48% yakni
134 kasus dari 277 kasus berbagai macam penyakit pada sapi yang
ditangani.
Perkembangan Penyakit BEF di Indonesia

• Lebih lanjut, menurut Winoto dan Sjafarjanto (2014) iklim di Indonesia


menguntungkan untuk keberlangsungan hidup vektor sepanjang tahun,
sehingga penyakit BEF diperkirakan bersifat enzootik.
• Penelitian lain menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pada bulan
basah atau musim penghujan yang dimulai pada bulan Oktober-November
biasanya akan terjadi peningkatan jumlah vektor pembawa penyakit BEF
yakni artropoda seperti nyamuk yang dapat terbang bersama angin dan
banyak diamati di kandang.
Kerugian Ekonomi

Penyakit BEF menimbulkan kerugian yang berarti pada ekonomi masyarakat:


1. Penurunan produksi susu
2. Penurunan produksi daging kaena mengakibatkan penurunan nafsu makan
3. Abortus
4. Penyembuhan yang lama pada beberapa ternak

Penyakit BEF memiliki morbiditas yang tinggi mencapai hingga 80%


sedangkan angka mortalitas rendah berkisar 2-5%
Etiologi Bovine
Ephemeral Fever

• BEF (Bovine Ephemeral Fever) disebabkan


oleh Bovine Ephemeral Fever Virus (BEFR)
• Virus BEF merupkan virus Double Stranded
Ribonucleic Acid (ds-RNA).
• BEFV memiliki amplop, berbentuk peluru
dengan ukuran 80 x 120x 140 nm yang
mempunyai tonjolan pada amplopnya.
• Anggota dari genus Ephemerovirus yang
merupakan family Rhabdoviridae.
• Pada BEF ditemukan 4 subtipe antigenik
dan hanya terdapat satu sterotipe yang
bersifat patogen.
Sifat Alami Agen

• Peka terhadap pelarut lemak (ethyl ether 20%, kloroform 5% dan deoxycolate
0,1%.
• Dapat diinaktifkan dengan penambahan defco trypsin 1:250 pada konsentrasi 1%
dam 0,5 %.
• Virus tahan selama 8 hari berada di dalam darah bersitrat yang disimpan dalam
suhu 2-4 °C.
• Virus kehilangan infektivitas pada pH rendah (2,5) atau pH tinggi (12) dalam
waktu 10 menit.
• Virus inaktif pada suhu 56 °C. Selama 10 menit, suhu 30 °C. Selama 18 jam dan
suhu 25 °C selama 120 jam.
Sifat Alami Agen

• Virus dapat dibiakkan di dalam telur ayam bertunas, dalam anak mencit
setelah inokulasi intracerebral, dalam biakan sel, sel BHK-21 (baby
hamster kidney) dan ginjal kera.
• Efek sitopatogenic (Cytophatogenic efek = CPE) dapat dilihat dalam
biakkan sel BHK 21(babyhamster kidney) yang dapat digunakan sebagai
dasar uji netralisasi.
• CPE timbul 48-72 jam pasca inokulasi.
Spesies yang Terinfeksi

• Speies utama yang menjadi host dari BEF adalah Sapi dan yaks (keduanya
merupakan anggota dari genus Bos) dan kerbau (Babulus bubalis)
• Unta (Cameus dromedarius) dapat menjadi seropositif. Penyakit menyerupai BEF
telah dilaporkan namun belum diketahui penyebabnya.
• Antibodi terhadap BEFV juga ditemukan dibeberapa spesies (kumungkinan berperan
sebagai inang reservior), yaitu:
1. Domba, kambing dan babi tanpa gejala
2. Pada berbagai satwa liar(rusa, kijang, kerbau afrika, kuda nil, gajah, jerapah, dll)
• Infesi eksperimental telah terjadi pada domba, namun belum ada data yang
menunjukkan spesies ini berperan dalam epidemologi penyakit BEF pada sapi
Penularan BEF

• Penularan BEF terjadi melalui vetor


• Penularan BEF tidak dapat terjadi dari sapi kespi secara kontak langsung,
• BEF tida menular karena kontak yang berdekatan, baik karena cairan tubuh maupun,droplet
aersol.
• Vektor yang berperan dalam penularan adalah nyamuk dari golongan Culicuoides sp., Aedes
sp., Culex sp., Anopheles sp.
• Virus BEF hanya menyebar setelah adanya multipikasi pada tubuh vektor nyamuk dan masa
inkubasinya bervariasi antara 2-5 hari dengan mksimum 10-11 hari. Viremia berlangsung
singkat 3-5 hari
• Penyebaran virus BEF kemungkinan karena serangga yang terinfeksi dapat terbawa oleh
angin dan menyebabka penyebaran virus diberbagai negara.
Penularan BEF
Hubungan Antar Wabah

• Bovine Ephemeral FeverVirus telah berevolusi menjadi tiga garis


keturunan:
1. Garis keturunan Australia
2. Garis keturunan Asia Timur
3. Garis keturunan Timur Tengah
Hubungan Antar Wabah

• Konstruksi filogeni berdasarkan pada perbandingan urutan nukleotida gen


glikoprotein virus.
• Pola nampak dimana sebagian besar virus dipisahkan berdasarkan asal
isolasinya.
• Konstruksi filogeni menunjukkan bahwa BEF di alam berkembang dalam
wilayah yang relatif teratas, dan virus diwilayah teesebut membentuk
kumpulan genetik yang stabil.
• BEFV Australia kemungkinan akan beredar ke negara-negara Asia
termasuk asia tenggara
Hubungan Antar
Wabah
•Berdasarkan uutan kronologis dan kedekatan
geografis:
1. Turkey dan Israel pada tahun 2004-2010
2. Di jepang pada taun 2001-2004 dan di
taiwan pada tahun 1989-2012
3. Jepang dan koreatahu 1988 dan 1991
4. Di cina 2011-2012 dan di taiwan pada
2013-2014
5. Di jepang tahun 2015 dan di thailand tahun
2017
6. Turki dan iran pada 2012
7. Filogeni mengejutkan terdeteksi di Iran dan
turki pada 2012 dengan yang adadi cina
tahun 2011, menunjukkan penyebaran yang
jauh
Struktur molekul BEF

• BEF memili morfologi berbetuk peluru khas rhabdovirus.


• Genom BEF 14,9 kb jauh lebih besar dan lebih kompleks dibanding genom
Vesikular Stomatitis virus (VSV) dan virus Rabies (RABV).
• Nukleocap-sid eliks terdiri dari genom RNA berantai negatif, berantai tunggal
yang terikat erat dengan nukleo protein (N) 52 kDa yng bersama dengan
fosfoprotein (P) 43 kDA dan enzim multifungsi (L) yang besar membentuk
ribokompleks nukleoprotein
• Nukleokapsid terbungkus dalam matriks protein (M) 29kDa dan selubung lipid
yang melaluinya glikoproteon (G) ttransmembran kelas 1 81 kDa menonjol
untuk membentuk proyeksi permukaan.
• Genom berisi total 10 kerangka open reading frames (ORF)
yang tersusun dalam urutan
Struktr Molekul 3′‐N‐P‐M‐G‐[GNS‐α1‐α2‐ β‐γ]‐L‐5′
(Dalam arti negatif)
Variasi antigenik

• BEFV dianggap sebagai serotipe tunggal di seluuh dunia


• Berbagai uji netralisasi yang dilakukan menggunakan isolat dari Autralia, Cina, jepng,
Kenya, Nigeria, dan Afrika selatan menunjukkan reaksi silang antigen yang kuat.
• Terdapat bukti bahwa vaksin yang dikembangkan di beberapa negara menggunakan
galur BEFV yang diisolasi lebih dari 40 tahun lalu tetap efektif melawan galur yang
beredar saat ini.
• Vakin yang dikembangkan untuk melawan galur virus di suatu wilayah efektif
melawan virus di wilayah lain. Namun titer netralisasi homolog tetap lebih tinggi
dibandingkan titer heterolog di antara virus yang diisasi pada waktu yang brbeda atau
ari wilaah geografis yang berbeda
Periode Inkubasi

• Berdasarkan sifat di alam dan pada saat penelitian, periode inkubasi viru
BEF adalah 2-4 hari di kebanyakan kasus dan maksimum 10-11 haari.
Gejala Klinis

• Gejala klinis bervariasi pada tiap hewan


• Gejala klinis diawali dengan demam, yang sering kali biphasik, triphasik dan
polyphasik.
• Puncak demam biasanya muncul pada 12-18 jam.
• Pada sapi perah, produksi susu sering mengalami penurunan drastis pada puncak
demam yang pertaa.
• Gejala lain yang mungkin muncul yaitu depresi, kaku otot dan kesulitan bergerak,
kaku dan nyeri pada sendi.
• Gejala lanjutan yaitu hewan mengalami penurunan nafsu makan, peningkatan
detak jantung, tachypne, dan keluarnya cairan mukoid atausorus pada hidung.
• Hipersalivasi, kejang otot dan lakrimasi juga nampak
Gejala Klinis

• Beberapa hewan mengalami edema mandibular, periorbital, atau edema


pada kepala
• Kebanyakan hewa yang sakit akan berbaring terlentng, nmun pada kasus
yang berat akan rebah lateral
• Beberapa hewan yang terinfeksi akan kehilangan reflek dan tidak dapat
berdiri
• Kebanyakan hewan yang terjangkit akan pulih pada 2-3 hari. Pada kasus
yang berat mungkin membutuhkan waktu seminggu yang pulih
• Umumnya hewan yang terjangkin akan kehilangan berat badan secara
drastis, namun jika sudah sembuh BB akan kembali secara perlahan
Gejala Klinis

• Kematian jarang terjadi, dapat terjadi umumnya karena adanya komplikasi


atau infeksi sekunder
• Gejala klinis umumnya akan lebih berat pada sapi dewasa dibanding pedet.
• Kerbauu memiliki gejala yang mirip namun biasanya lebih ringan
dibanding sapi
• Pada domba secara eksperimental berssifat asomtomatik
Lesi PostMortem

• Lesi yang paling jelas, ditemukan jumlah sedikit fibrin rich fluidpada
pleural, peritoneal dan pericardial, kibat dari poliserositis pada permukaan
pleura, perikardial dan peritonial.
• Edema kongesti lobular dn atelektasis pada paru
• Emfisema juga dapat ditemukan pada jaringan paru
• Pendarahan dan ptekie pada kelenjar getah bening
• Nekrosis fokal pada otot kerangka dan kulit
• Pembengkakan limmfoglandula.
Diagnosa

• Diagnosa dapat didasarkan atas gejala klinis


• Diagnosa secara serologis antibodi dapat dideteksi dengan CFT (complement fixation
test), serum nutrilization test (SNT), Agar Gel Precipitation Tets (AGPT) dan Enzym
Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang diambil saat kondisi akut dan konvalesen.
• Secara molekular dapat didiagnosa dengan Polymerase Chain Reacton (PCR) dot blot
hybridization dan sequencing.
• Isolasi virus dapat dilakukan dari sampel darah (tapi sering mengalami kegagalan) sel
BHK-21 dan Vero sel dapat digunakan untuk perkembang biakan virus
• Bovine ephemeral fever juga dapat dipastikan dengan inokulasi intraserebral pada
mencit yang tidak disapih.
Vaksin

• Empat jenis vaksin BEF telah dikembangkan hingga saat ini:


1. vaksin hidup yang dilemahkan; menggunakan campuran adjuvan
aluminium hidroksida
2. vaksin yang tidak aktif;
3. vaksin berbasis protein sub-unit G; dan
4. vaksin rekombinan. Vaksin live‐attenuated, inactivated, dan subunit
sedang digunakan di lapangan.
Pengobatan dan Kontrol

• Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk penyakit BEF.
Pemberian antibiotika berspektrum luas dianjurkan untuk mencegah
infeksi sekunder dan multi vitamin untuk mengatasi adanya stress.
• Pemberian insektisida untuk mengurangi penyebaran nyamuk

Anda mungkin juga menyukai