Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS KESEHATAN LINGKUNGAN

PEMUKIMAN DAN PERKANTORAN

DOSEN PENGAMPU :

Nama Kelompok / Kesmas B :

1. Dian Utami 2016710065


2. Marina Ineza 2016710055
3. Ranita Darma Sari 2016710077
4. Syipa Anggraeni 2016710089

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018
KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Permukiman dan Perkantoran. Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Analisis
Kualitas Lingkungan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan maupun penulisan nya. Oleh karena itu, kami mengaharapkan kritik dan
saran yang sifat nya membangun, khususnya dari dosen mata Analisis Kualitas Lingkungan guna
menjadi acuan dalam bekal pengalaman kami untuk lebih baik dimasa yang akan datang.

Tangsel, 4 Oktober 2018

Kelompok 8
DAFTAR ISI

Daftar Isi ............................................................................................................. i


Daftar Tabel ....................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ...............................................................................
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1.2 Tujuan ............................................................................................
1.3 Manfaat ..........................................................................................
BAB 2. PEMBAHASAN ..................................................................................
2.1 Definisi Permukiman ......................................................................
2.2 Parameter dan Persyaratan Kualitas Lingkungan Permukiman ......
2.3 ABCD ……………………………………………………………..
2.4 Definisi Lingkungan Kerja…………………………………………
2.5 Parameter dan Syarat Kualitas Lingkungan Kerja…………………
2.6 Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber-AC di Lingkungan Kerja……
BAB 3. PENUTUP ............................................................................................
3.1 Kesimpulan .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO terkejut dan sibuk dengan adanya kasus baru virus polio liar di Indonesia
pada tahun 2005, setelah hamper 10 tahun Indonesia bebas polio liar. Kejadian tersebut
merupakan ancaman bagi negara lain yang mungkin tertular, sementara pada tahun 1988,
WHO telah merencanakan dunia bebas polio pada 17 tahun kemudian. Penyakit tersebut
kembali menarik perhatian banyak pihak karena peningkatan dan penularan kasusnya
yang cepat. Penularan polio sangat berhubungan dengan konsekuensi dampak sosial dan
ekonomi suatu negara.
Sejarah penyakit tersebut diketahui dengan ditemukan nya gambaran seorang
anak yang berjalan dengan tongkat dimana sebelah kaki mengecil pada lukisan artefak
mesir kuno tahun 1403-1365 sebelum masehi. Gambaran klinis polio pertamakali dibuat
oleh seorang dokter Inggris, Michael Underwood pada tahun 1789. Polio disebut sebagai
‘kelemahan tungkai bawah’. Dokter Jakob Heme dan Karl Oskar Medin, 1840
melanjutkan penelitian Underwood sehingga penyakit tersebut disebut juga penyakit
Heine-Medin.
Vaksin polio pertamakali dikembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1955 dan
Albert Sabin pada tahun 1962. Sejak saat itu, jumlah kasus polio menurun tajam. Saat ini
upaya imunisasi di banyak negara dibantu oleh Rotary Internasional, UNICEF, dan WHO
untuk mempercepat eradikasi global poli.

1.2 Tujuan Pengukuran Kualitas Lingkungan Permukiman dan Perkantoran


1. Penataan dan Pemukiman yang memenuhi persyaratan kesehatan.
2. Terwujudnya suatu kondisi perumahan yang layak huni dalam lingkungan yang
sehat.
3. Mengurangi resiko kebakaran, kecelakaan, penularan penyakit.
4. Memberikan acuan standar dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja yang
dapat digunakan dalam pengukuran kualitas lingkungan kerja di tempat kerja.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat bagi kami
Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan tentang kesehatan
lingkungan serta dapat menjadi acuan makalah berikutnya.
1.3.2 Manfaat bagi universitas
Makalah ini akan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan bagi Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Jakarta serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk
makalah berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Permukiman


Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan hutan lindung
baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan. Permukiman berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992). Kawasan permukiman di dominasi
oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan tempat bekerja yang memberi pelayanan dan
kesempatan kerja terbatas yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Permukiman atau perumahan sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi sosial,
pendidikan, tradisi atau kebiasaan, suku, geografi dan kondisi local. Selain itu lingkungan
perumahan atau permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan
kualitas lingkungan perumahan tersebut antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan,
peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental,
kesehatan sosial, bagi individu dan keluarganya.
Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan dasar fisik yang
memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Prasarana utama meliputi jaringan pembuangan air limbah dan sampah, jaringan
pematusan air hujan, jaringan pengadaan air bersih, jaringan listrik, telepon, gas, dan
sebagainya. Jaringan primer prasarana lingkungan adalah jaringan utama yang
menghubungkan antara kawasan pemukiman dengan kawasan lainnya. Jaringan sekunder
prasarana lingkungan adalah jaringan cabang dari jaringan primer yang melayani
kebutuhan di dalam satu satuan pemukiman lingkungan.
2.2 Parameter dan Persyaratan Kualitas Lingkungan Pemukiman
Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia dan
biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memungkinkan
penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukiman adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib
dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di
perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.
Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan
pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri , sangat diperlukan karena pembangunan
perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat (Sanropie,1992).
Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi
parameter sebagai berikut :
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa dan sebagainya;
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau
bekas tambang;
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur
pendaratan penerbangan.
2. Kualitas Udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimal 150 µg/m3
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm ;
d. Debu maksimum 350 mm 3/m2 per hari.
3. Kebisingan dan Getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik .
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg
5. Prasarana dan Sarana Lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi
yang aman dari kecelakaan;
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit;
c. Memiliki sarana jalan lingkunga n dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan
penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan
jalan tidak menyilaukan mata;
d. Tersedia cukup air bersih sepanj ang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan;
f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan;
g. Memiliki akses terhada p sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja,
tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya;
h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi
makanan yang dapat menimbulkan keracunan
6. Vektor Penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi syarat;
b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga
berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.

Persyaratan tersebut diatas berlaku juga terhadap kondominium, rumah susun,


rumah took, rumah kantor pada zona pemukiman : pelaksanaan ketentuan mengenai
persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menjadi tanggung
jawab pengembang atau penyelenggara pembangunan perumahan dan pemilik atau
penyelenggara pembangunan perumahan dan pemilik atau penghuni rumah tinggal
untuk rumah.
Penyelenggara pembangunan perumahan yang tidak memenuhi ketentuan tentang
persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman dapat dikenai sanksi
pidana dan/atau sanksi administrasi sesuai dengan UU No. 4/1992 tentang Perumahan
dan Pemukiman , dan UU No.23 / 1992 tentang Kesehatan, serta peraturan
pelaksanaan nya.
2.3 ABCD
2.4 Definisi Lingkungan Keja
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan perlu diperhatikan, hal ini disebabkan
karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan.
Lingkungan kerja yang kondusif dapat meningkatkan kinerja karyawan. Kondisi
lingkungan kerja dikatakan baik apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara
optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya
dalam jangka waktu yang lama. Lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut
tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung di perolehnya rancangan
sistem kerja yang efisien.
Danang Sunyoto (2012:43) mengemukakan “Lingkungan Kerja adalah segala
sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan, dan
lain-lain.”

Lingkungan kerja terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik yang melekat pada
karyawan sehingga tidak dapat dipisahkan untuk mendapatkan kinerja karyawan yang
baik Menurut Sedarmayanti (2009:31) lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan
berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
karayawan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan lingkungan kerja
non fisik adalah semua keadaan yang terjadi berkaitan dengan hubungan kerja, baik
hubungan dengan atasan maupun dengan rekan kerja, ataupun hubungan dengan
bawahan. Masalah lingkungan kerja dalam suatu organisasi sangatlah penting, dalam hal
ini diperlukan adanya pengaturan maupun penataan faktor-faktor lingkungan kerja dalam
penyelenggaraan aktivitas organisasi. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.
261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Pesyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja bahwa
lingkungan kerja perkantoran meliputi semua ruangan, halaman, dan area sekelilingnya
yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk kegiatan
perkantoran. Persyaratan kesehatan lingkungan kerja dalam keputusan ini diberlakukan
baik terhadap kantor yang berdiri sendiri maupun berkemlompok.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah sesuatu
yang ada disekitar karyawan pada saat bekerja baik berupa fisik maupun nonfisik yang
dapat mempengaruhi karyawan saat bekerja. Jika lingkungan kerja yang kondusif maka
karyawan bisa aman, nyaman dan jika lingkungan kerja tidak mendukung maka
karyawan tidak bisa aman dan nyaman.

2.5 Parameter dan Syarat Kualitas Lingkungan Kerja (Perkantoran)


1. Sarana Bangunan
Sarana dan bangunan di lingkungan kerja dinyatakan memenuhi syarat kesehatan
lingkungan apabila memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan dapat mencegah
penularan penyakit antar pengguna, penghuni dan masyarakat sekitarnya serta harus
memenuhi persyaratan dalam pencegahan terjadinya kecelakaan. Oleh karena nya
kelayakan bangunan diharapkan memenuhi persyaratan ;
a. Fungsional
Sarana dan bangunan diharapkan dapat menampung lebih dari sekedar fungsi fisik
dengan baik, namun memberikan kualitas dalam melakukan aktivitas yang lebih
baik. Lebih lanjut bangunan diharapkan dapat menampung pengembangan
perkembangan fungsi yang sama dimasa depan.
b. Estetika
Sarana dan bangunan di harapkan tidak hanya memiliki estetika visual formal
yang terbatas pada komposisi dan proporsi bangunan saja, namun perlu
memperhatikan faktor-faktor yang memberikan kenyamanan penghuni seperti
suasana, karakter, kepentasan dan estetika, serta akustik.
c. Keamanan dan Kesalamatan
Persyaratan keamanan dan keselamatan gedung meliputi :
1. Pesyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan,
serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menggulangi
bahaya kebakaran dan bahaya petir.
2. Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan
nya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh
dalam mendukung beban muatan.
3. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan gedung
untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem
proteksi pastif atau proteksi aktif.
4. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir
sebagaimana merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan
pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir.
5. Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara
yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan atau ventilasi
alami atau ventilasi buatan
6. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi
alami. Sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud merupakan kebutuhan
pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui
pencahayaan alami atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat.
7. Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam
dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
pembuangan air kotor atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran
air hujan. Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus
dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, tidak
membahayakan serta tidak mengganggu lingkungan
8. Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan pengguna
bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
9. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak
dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta
tingkat getaran dan tingkat kebisingan. Kenyamanan ruang gerak sebagaimana
dimaksud merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang
dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan
10. Kenyamanan hubungan antarruang merupakan tingkat kenyamanan yang
diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antarruang dalam bangunan
gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung. Kenyamanan
kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh
dari temperatur dan kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
11. Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam
melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari
bangunan gedung lain di sekitarnya.
12. Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan sebagaimana dimaksud
merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang
tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh
getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung
maupun lingkungannya.
d. Aksesibilitas
1. Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam
bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan
bangunan gedung. Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan
gedung meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan
nyaman.
2. Kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung untuk kepentingan
umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang
ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas
komunikasi dan informasi.
3. Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan gedung
merupakan keharusan bangunan gedung untuk menyediakan pintu dan/atau
koridor antar ruang. Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi
teknis pintu dan koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung.
4. Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana
transportasi vertikal berupa penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift
atau tangga berjalan dalam bangunan gedung.
5. Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang
menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan
mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan dan kesehatan
pengguna
6. Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan kemiringan
tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan mempertimbangkan
kemudahan dan keamanan pengguna sesuai standar teknis yang berlaku
7. Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus dilengkapi
dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan
kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.
8. Akses evakuasi dalam keadaan darurat harus disediakan di dalam bangunan
gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar
darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran atau bencana
lainnya, kecuali rumah tinggal.
9. Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi
dengan penunjuk arah yang jelas.

2. Penyediaan Air
Air Bersih dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia untuk melakukan
segala kegiatan, sehingga harus memenuhi syarat kesehatan dalam jumlah yang
memadai untuk kebutuhan air minum, pembersihan ruangan, higienitas sehingga
mendukung kenyamanan pengguna. Air yang sehat adalah air bersih yang dapat
dipergunakan kegiatan manusia dan harus terhindar dari kuman-kuman penyakit dan
dari bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air tersebut sangat berperanan penting
dalam kehidupan manusia. Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan
sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak
atau diolah dengan macam-macam teknologi. Kualitas Air harus memenuhi syarat
kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif.
Kegiatan pengawasan kualitas air mencakup:
a. Pengamatan lapangan dan pengambilan contoh air termasuk pada proses produksi
dan distribusi.
b. Pemeriksaan contoh air.
c. Analisis hasil pemeriksaan.
d. Masalah yang timbul dari hasil kegiatan a,b, dan c.
e. Kegiatan tindak lanjut berupa pemantauan upaya penanggulangan/perbaikan
termasuk penyuluhan
f. Air bersih untuk keperluan perkantoran dapat diperoleh dari Perusahaan Air
Minum, sumber air tanah atau sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi
persyaratan kesehatan.
g. Tersedia air bersih untuk kebutuhan pekerja sesuai dengan persyaratan kesehatan.
h. Distribusi air bersih untuk perkantoran harus menggunakan sistem perpipaan
sesuai ketentuan yang berlaku.
i. Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran fisik, kimia
dan bakteriologis. Dilakukan pengambilan sampel air bersih pada sumber, bak
penampungan dan pada kran terjauh untuk diperiksakan di laboratorium minimal 2
kali setahun, yaitu secara berkala.
Berkaitan dengan air minum, kualitas air minum harus memenuhi persyaratan
fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang termuat dalam parameter wajib
dan parameter tambahan

3. Toilet
Setiap kantor harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan peturasan.
Beberapa ketentuan mengenai toilet sebagai berikut:
 Toilet karyawan wanita terpisah dengan toilet untuk karyawan pria.
 Lantai toilet hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air.
 Tersedia air bersih dan sabun.
 Toilet harus dibersihkan secara teratur.
 Memiliki penanggung jawab khusus.
 Tidak ada kotoran, serangga, kecoa dan tikus di Toilet.
 Bila ada kerusakan segera diperbaiki.
 Bila bangunan baru atau bangunan lama yang akan merencanakan renovasi
kamar mandi/toilet, dihimbau untuk merencanakan desain toilet yang mudah
perawatannya.
 Menyediakan akses ventilasi yang cukup untuk memberikan penerangan yang
alami.
 Memiliki program General Cleaning dan Deep Cleaning secara rutin
mingguan.
 Bila menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dalam penyediaan jasa
pelayanan untuk perawatan ruang kamar mandi/toilet maka dihimbau untuk
memilih dan menunjuk supplier yang mempunyai reputasi dalam hal higiene
dan sanitasi toilet.
 Mengunjungi supplier untuk menyakinkan bahwa mereka memiliki prosedur
yang baik.
 Memiliki media kampanye dan kegiatan sosialisasi untuk penggunaan toilet.
 Rasio Jumlah Toilet dan Peturasan dengan Jumlah Tenaga Kerja
 Pengelolaan Limbah wajib dilakukan agar terhindar dari penyebaran penyakit
dan kecelakaan, sehingga meningkatkan produktivitas kerja. Pengelolaan
limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Pentingnya perilaku sehat Cuci Tangan
Pakai Sabun (CTPS) untuk mencegah penyebaran penyakit-penyakit menular
belum dipahami masyarakat secara luas, dan prakteknya pun masih belum
banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku CTPS terbukti
merupakan cara yang efektif untuk upaya preventif. Persyaratan untuk CTPS
adalah tersedia air bersih yang mengalir dan tersedia sabun.
 Mencuci tangan pakai sabun merupakan salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun untuk
menjadikan bersih dan memutuskan mata rantai penularan kuman. CTPS
merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih
yang mengalir. Jika tidak tersedia air mengalir dan sabun maka dapat
menggunakan antiseptic/hand sanitizer lainnya.
4. Pengamanan Pangan
Pangan yang tersedia di lingkungan perkantoran bagi tenaga kerja/ pekerja harus
dikelola dengan baik, aman dan sehat agar tidak menyebabkan gangguan kesehatan
dan bermanfaat bagi tubuh. Cara pengelolaan pangan yang baik, aman dan sehat.
Beberapa ketentuan dalam pengamanan pangan, sebagai berikut:
a. Pangan yang berada di lingkungan perkantoran harus berasal dari tempat
pengelolaan makanan yang memenuhi syarat dan laik sehat.
b. Apabila pangan tersebut diolah di rumah tangga maka harus memperhatikan
syarat-syarat kesehatan dan keamanan pangan disamping nilai gizinya.
c. Apabila menggunakan pangan yang berasal dari rumah makan/ restoran maka
persyaratannya mengacu kepada Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah
Makan/Restoran.
d. Apabila menggunakan pangan yang berasal dari jasaboga maka
persyaratannya mengacu kepada Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga.
e. Apabila menggunakan pangan yang berasal dari makanan jajanan maka
persyaratannya mengacu kepada Persyaratan Higine dan Sanitasi Makanan
Jajanan.
f. Apabila menggunakan air minum yang berasal dari air  minum isi ulang
maka harus mengacu kepada Persyaratan Higiene dan Sanitasi Depot Air
Minum.

2.6 Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber-Ac di Lingkungan Kerja


Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu
(Aditama, 2002) :

a. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida,


bahan-bahan pembersih ruangan.
b. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan
bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung,
dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang
tidak tepat.
c. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem,
asbes, fiberglass dan bahan-bahan lain yang merupakan komponen pembentuk
gedung tersebut
d. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk
mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin
beserta seluruh sistem nya.
e. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta
buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara.
Kualitas udara didalam ruangan mempengaruhi kenyamanan lingkungan ruang
kerja. Kualitas udara yang buruk akan membawa dampak negative terhadap
pekerja/karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan.
Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada
daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ
sebagai berikut :
1. Iritasi selaput lendir, iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair.
2. Iritasi hidung, bersin, gatal : iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal batuk
kering
3. Gangguan neurotoksik: sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit
berkonsentrasi
4. Gangguan paru dan pernafasan: batuk, nafas berbunyi, sesak nafas, rasa berat
di dada
5. Gangguan kulit : kulit kering, kulit gatal
6. Gangguan saluran cerna: diare/mencret
7. Lain-lain: gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar.
Keluhan tersebut biasanya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan
kecacatan tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan
dan bahkan mengakibatkan menurunnya produktivitas kepada para pekerja.

 Kualiatas Udara dalam Ruangan


- Kualitas fisik udara
Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh manusia
menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolism basal dan muskuler.
Namun dari semua energy yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang
dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan. Jika di bandingkan
dengan standar baku mutu sesuai Kep.Men.Kesehatan 261 bahwa suhu yang
dianggap nyaman untuk suasana bekerja 18-26°C maka suhu ruangan masih
berada pada standar. Suhu udara ruang kerja yang terlalu dingin dapat
menimbulkan gangguan kerja bagi karyawan, salah satu nya gangguan
konsentrasi dimana pegawai tidak dapat bekerja dengan tenang karena
berusaha untuk menghilangkan rasa dingin tersebut..
Kelembapan udara yang relative rendah yaitu kurang dari 20% dapat
menyebabkan kekeringan salaput lendir membrane, sedangkan kelembapan
tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme.

 Kualitas Mikrobiologi Udara


Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa
yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan
bakteri. Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umumnya terjadi melalui
sistem ventilasi. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan
dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia teruatama bila
kondisi terlalu berdesekan (Crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan
oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu infeksi, alergi dan iritasi,
kontaminasi bioaerosol pada sumber air sistem ventilasi (humidifier) yaitu
terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai
ragam seperti demam, pilek, sesak nafas, dan nyeri otot dan tulang (Tan
Malaka, 1998)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra. Y. 2002. Kesehatahan dan Keselamatan Kerja, Jakarta: Universitas Indonesia
Press

Corie LP.,J.Mukono dan Sudarmaji. 2005. Pengaruh Kualiatas Udara.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Pesyaratan Kesehatan


Lingkungan Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan


kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman.

Malaka, Tan., 1998. Kualitas Udara Ruangan dan Kesehatan. Di dalam Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia. Tahun XXVI, Nomor 8: 440-444

Soedjajadi Keman. 2005. Kesehatan Perumahan

Sanropie D. 1992. Pedoman Bidang Studi Perencanaan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.


Jakarta : Departemen Kesehatan R.I

UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I

Anda mungkin juga menyukai