Anda di halaman 1dari 14

GUDANG NYA ILMU

KESEHATAN
BERBAGI ILMU, SEMOGA BERMANFAAT UNTUK KITA SEMUA
google adsense

Monday, August 7, 2017


Aspek Etik dan Legal Dalam Keperawatan Bencana
A.    Aspek Etik dan Legal Dalam Keperawatan Bencana

The American Medical Association telah menciptakan aturan baru yang kuat menangani
tugas dokter untuk merawat pasien sejak peristiwa 11 September 2001, namun profesi lainnya
belum mengikuti. Sampai saat ini, penyedia layanan kesehatan akan terus dihadapkan pada
pembuatan keputusan etis menantang dengan sedikit arah (Grimaldi, 2007).

Berikut ini adalah dari kebijakan yang diadopsi oleh American Medical Association pada
tahun 2004: Bencana nasional, regional, dan tanggapan lokal untuk epidemi, serangan teroris dan
bencana lainnya memerlukan keterlibatan yang luas dari dokter. Karena komitmen mereka untuk
merawat orang sakit dan terluka, dokter individu memiliki kewajiban untuk memberikan perawatan
medis darurat selama bencana. kewajiban etis ini berlaku bahkan dalam menghadapi risiko lebih
besar dari biasanya untuk mengutamakan keselamatan, kesehatan, atau kehidupan mereka. Tenaga 
kerja dokter, bagaimanapun  bukan merupakan sumber daya terbatas, karena itu, ketika
berpartisipasi dalam respon bencana, dokter harus menyeimbangkan manfaat langsung kepada
pasien individu dengan kemampuan untuk merawat pasien di masa depan.

Pernyataan terkait pemberian pelayanan keperawatan: Perawat mempromosikan,


menganjurkan dan berusaha untuk melindungi kesehatan, keselamatan, dan hak-hak pasien".
Dipihak lain perawat berkewajiban menjaga dirinya sendiri. "Perawat berutang tugas yang sama
untuk dirinya sebelum merawat orang lain, termasuk tanggung jawab untuk menjaga integritas dan
keselamatan, untuk mempertahankan kompetensi dan untuk melanjutkan pertumbuhan pribadi dan
profesional. Perlu penyamaan persepsi lebih lanjut terkait pernyataan yang sedikit berlawanan di
atas yang menyatakan bahwa perawat memiliki kewajiban untuk memberikan perawatan bagi
pasien dan pernyataan bahwa perawat diwajibkan untuk menjaga keselamatan diri.
Wynia mendaftar tantangan utama etika yang dihadapi penyedia layanan kesehatan dalam
keadaan darurat kesehatan masyarakat yaitu penjatahan, pembatasan, dan tanggung jawab.
Penjatahan merupakan  penawaran khusus dengan alokasi sumber daya. Triage dapat menimbulkan
dilema etika karena mungkin ada sumber daya yang terbatas dalam kaitannya dengan sejumlah
besar orang yang membutuhkan pengobatan. Beberapa mungkin mempertanyakan apakah triase itu
etis.

Pembatasan dapat membatasi kebebasan dan kemerdekaan di kedua pasien dan pekerja
kesehatan. Tantangan ketiga adalah tanggung jawab etis. Ini mungkin merupakan tantangan
terbesar karena sulit untuk memprediksi apa yang akan dilakukan selama masa crisis. Seperti yang
dinyatakan sebelumnya, kode etik untuk sebagian besar profesi kesehatan hanya menyarankan
bahwa penyedia layanan melaksanakan kewajiban kepada pasien mereka, sementara pada saat yang
sama mereka ambigu dengan menyatakan bahwa ada juga ada kewajiban untuk mengurus diri
sendiri (Grimaldi, 2007).

Menurut ANA, Etik dalam Keperawatan Bencana adalah:

1. Perawat, dalam semua hubungan profesional, praktek dengan kasih sayang dan rasa hormat
terhadap martabat yang melekat, nilai, dan keunikan setiap individu, dibatasi oleh pertimbangan
status sosial atau ekonomi, atribut pribadi, atau sifat masalah kesehatan

2.      perawat komitmen utama adalah untuk pasien, baik individu, keluarga, kelompok , atau masyarakat

3.      perawat mempromosikan, menganjurkan, dan berusaha untuk melindungi kesehatan, keselamatan,


dan hak pasien

4.      perawat bertanggung jawab dan akuntabel untuk praktek keperawatan individu dan menentukan
delegasi yang sesuai tugas sesuai dengan kewajiban perawat untuk memberikan perawatan pasien
yang optimal.

5.      perawat bertanggung jawab untuk dirinya dan untuk lainnya, termasuk tanggung jawab untuk
menjaga integritas dan keamanan, untuk menjaga kompetensi, dan melanjutkan pertumbuhan
pribadi dan profesional.

6.      perawat berpartisipasi dalam membangun, memelihara, dan meningkatkan lingkungan perawatan


kesehatan dan kondisi kerja yang kondusif bagi penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas
dan konsisten dengan nilai-nilai profesi melalui aksi individu dan kolektif
7.      perawat berpartisipasi dalam kemajuan profesi melalui kontribusi untuk berlatih, pendidikan,
administrasi, dan pengembangan pengetahuan

8.      perawat bekerja sama dengan profesional kesehatan lainnya dan masyarakat dalam
mempromosikan masyarakat, nasional, dan upaya internasional hanya untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan

9.      profesi keperawatan, yang diwakili oleh asosiasi dan anggotanya, bertanggung jawab untuk
mengartikulasikan nilai keperawatan, untuk menjaga integritas profesi dan praktek, dan untuk
membentuk kebijakan social

B.     Analisis Risiko Bencana dan Disaster Plan (Rumah Sakit/Regional)

1.      Analisis Resiko

Resiko adalah segala kemungkinan yang diperkirakan dapat terjadi pada seseorang atau
masyarakat di suatu tempat. Semua orang atau masyarakat dimanapun berada, selalu mempunyai
resiko terjadi bencana (besar ataupun kecil). Resiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU No. 24 tahun 2007).

Analisis risiko merupakan suatu metodologi untuk menentukan proses dan keadaan risiko
melalui analisis potensi bahaya (hazards) dan evaluasi kondisi kini dari kerentanan yang dapat
berpotensi membahayakan orang, harta, kehidupan, dan lingkungan tempat tinggal. (ISDR – Living
with Risk, 2004 dalam Muntohar 2012)

Hazard (ancaman) adalah suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, yang
berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia. Bahaya berpotensi
menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu menjadi bencana. Kerentanan
(vulnerability) adalah sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial,
ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan bencana. Kemampuan (capability) adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh
perorangan, keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-
siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.

Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut:

                                           Risiko Bencana = 


Penting untuk dicatat bahwa pendekatan ini tidak dapat disamakan dengan rumus
matematika. Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman,
kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif tingkat risiko bencana suatu kawasan.
Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko bencana amat bergantung pada:

a.     Tingkat ancaman kawasan

b.    Tngkat kerentanan kawasan yang terancam

c.     Tingkat kapasitas kawasan yang terancam

Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3 komponen
risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial agar mudah
dimengerti. Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan penyelenggaraan
penanggulangan bencana disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi
risiko bencana.

Upaya pengurangan risiko bencana berupa :

a.     Memperkecil ancaman kawasan;

b.    Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;

c.      Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.

Pengkajian risiko bencana memiliki ciri khas yang menjadi prinsip pengkajian. Oleh
karenanya pengkajian dilaksanakan berdasarkan:

a.       Data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada;

b.      Integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli dengan kearifan lokal masyarakat

c.       Kemampuan untuk menghitung potensi jumlah jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan
lingkungan

d.      Kemampuan untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan risiko bencana4

Fungsi pengkajian risiko bencana antara lain, paada tatanan pemerintah, hasil dari
pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan
bencana. Kebijakan ini nantinya merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana yang merupakan mekanisme untuk mengarusutamakan penanggulangan bencana dalam
rencana pembangunan.

Pada tatanan mitra pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai
dasar untuk melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas
terpapar untuk mengurangi risiko bencana. Pendampingan dan intervensi para mitra harus
dilaksanakan dengan berkoordinasi dan tersinkronasi terlebih dahulu dengan program pemerintah
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Pada tatanan masyarakat umum, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai
salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun
rencana dan jalur evakuasi, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal dan sebagainya.

Muntohar juga menjelaskan kerangka dalam analisis resiko seperti pada skema di bawah ini:

Penilaian Risiko Bencana


 

Disaster Risk Reduction Plan


 

Development: Disaster Preparedness

   Hazard prevention measure    Contingency plan

   Hazard mitigation measure    Early warning system

   Survivability enhancement measures for    Response structure capacity building


highrisk groups  capacity building    Building contingency funds

   Capacity development for community groups  

   Implementing development interventions


 

2.      Disaster Plan

Dua tipe utama dari disaster planning yaitu disaster plan yang menggunakan


pendekatan agent-spesific approach dan all-hazards approach.  Komunitas  yang menggunakan
pendekatan agent-spesific memusatkan aktivitas kesiapsiagaan mereka pada ancaman yang hampir
bisa dipastikan terjadi berdasar lokasi geografis mereka. Disaster plan dengan menggunakan
pendekatan all-hazard merupakan suatu model konseptual untuk kesiapsiagaan bencana yang
menyertakan komponen manajemen bencana yang konsisten pada semua jenis peristiwa bencana
untuk memaksimalkan sumber daya, pembelanjaan, dan usaha perencanaan. Hal tersebut telah
diamat, bahwa di samping perbedaan mereka, banyak bencana yang memilki persamaan
dikarenakan tantangan tertentu dan tugas serupa yang terjadi berulang-kali dan dapat diprediksi
(Venema, 2007).

a.    Hospital Disaster Plan (HDP)


Banyaknya korban yang membanjiri rumah sakit saat terjadi bencana harus dapat
diantisipasi oleh pihak Rumah Sakit, sehingga Rumah Sakit sebagai tempat rujukan bagi korban
bencana harus mampu menjadi tempat yang aman dan layak untuk para pasien. Untuk
meminimalkan resiko bencana dan mensiasati hal tersebut, institusi kesehatan khususnya Rumah
Sakit harus mempunyai perencanaan dan prosedur untuk penanganan bencana, sehingga dapat
menangani korban dalam jumlah yang sangat banyak dalam situasi bencana bahkan dapat
mengidentifikasi potensial terjadinya bencana di lingkungan Rumah Sakit. Rumah sakit (RS) dalam
hal ini memegang peranan utama dalam kesiapan menangani korban bencana. Sayangnya hampir
seluruh RS di Indonesia belum sepenuhnya dapat menangani korban bencana dengan cepat dan
tepat. Hal itu terjadi karena fungsi, struktur, medical support, dan management support  kolaps. Di
samping itu, masing-masing rumah sakit memiliki cara penanganan korban yang beragam sehingga
belum memiliki keseragaman dalam penanganan maupun kesiapannya. Rencana tersebut umumnya
disebut sebagai Rencana Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit, atau Hospital Disaster
Plan  (HDP).

Dalam setiap bencana akan selalu terjadi kekacauan (chaos). Dengan adanya HDP yang baik
maka kekacauan yang memang selalu terjadi akan dapat diusahakan waktunya sesingkat mungkin,
sehingga mortalitas dan morbiditas dapat ditekan seminimal mungkin. Hal yang sering muncul di
Rumah Sakit pada waktu terjadi bencana adalah:

1)      Penderita yang begitu banyak diperlukan persiapan yang lebih intensif dan menyeluruh. Tetapi
biasanya karena terlalu banyak maka persiapan yang dilakukan adalah sangat sederhana karena
tidak mencukupi (Organization for a Mass admission of Patients  – OMP).

2)      Kebutuhan yang melampaui kapasitas RS, dimana hal ini akan diperparah bila terjadi kekurangan
logistikdan SDM, atau terjadi kerusakan infra struktur dalam RS itu sendiri. Kedua hal tersebut diatas
wajib diperhitungkan baik untuk bencana yang terjadi diluar maupun didalam RS sendiri.

Penyusunan HDP diawali dengan mengenal keadaan dari daerah nya sendiri. Berdasarkan
dari ancaman yang ada di daerah tersebut dan membuat gambaran dari ancaman tersebut. Selain
itu, pengalaman yang sudah ada saat terjadi bencana atau pun berdasarkan bencana yang terjadi
pada daerah lainnya, ketersediaan sumber daya yang ada seperti SDM serta mengingat kebijakan
lokal maupun nasional.

Untuk memberikan hasil yang maksimal serta adanya komitmen dan konsistensi dari
manajemen RS maka perlu dibentuk tim penyusun HDP ini penting karena mengingat
penanggulangan bencana termasuk penyusunan HDP merupakan proses yang terus menerus,
sehingga perlu dipertahankan kinerja tim. Tim penyusun HDP adalah merupakan gabungan dari
unsur pimpinan, minimal kepala bidang/ instalasi,unsur pelayanan gawat darurat (kepala UGD),
unsur rumah tangga, unsur paramedis,dan unsur lainnya yang dipandang perlu.

Sebelum tim penyusun terbentuk, akan lebih baik jika dibentuk komite gawat darurat dan bencana.
Disebut gawat darurat dan bencana, karena keduanya adalah satu kesatuan yang memiliki
keterkaitan yang tinggi dan memerlukan manajemen bersama.

b.    Regional  Disaster Plan (RDP)

Manajemen bencana dari sudut pandang kesehatan dapat dilihat sebagai sebuah sistem
yang kompleks yang harus dipelajari untuk memberikan input sebagai dasar ilmiah untuk membuat
keputusan. Tujuan riset operasional ini adalah untuk mempelajari bencana yang terjadi di Aceh,
Nias, dan Yogyakarta-Jawa Tengah dalam perspektif manajemen bencana di sektor kesehatan.
Pembelajaran ini akan dipergunakan sebagai dasar ilmiah untuk membuat keputusan.
Penanggulangan Bencana (PB) sebaiknya bertumpu pada kemampuan lokal (local resiliencies), oleh
karena pada saat awal terjadinya bencana hanya kemampuan lokal inilah yang selalu ada.
Pertolongan dari luar umumya baru bisa tiba setelah 1 – 2 hari, bahkan dalam keadaan ekstrem, bisa
sampai satu minggu. Sesuai dengan sistim pemerintahan di Indonesia saat ini, maka yang dimaksud
dengan lokal adalah wilayah kabupaten yang merupakan unit terdepan dalam sistim otonomi
daerah. Pada penanggulangan bencana, sektor kesehatan hanya merupakan satu diantara sektor-
sektor lain yang harus ditangani. Namun demikian sektor ini merupakan sektor yang vital karena
menyangkut langsung hidup dan kehidupan manusia.

Prosedur Penanggulangan Bencana (disaster plan) adalah serangkaian prosedur yang sudah
disiapkan sebelumnya, untuk dilakukan bila terjadi bencana. Suatu disaster plan  akan dapat
dijalankan hanya bila sesuai dengan kapasitas dan kompetensi, dilatihkan, di evaluasi, dan diperbaiki
secara periodik. Disaster plan regional  merupakan gabungan dari disaster plan  dari berbagai
sektor/pembentukan tim-tim di suatu wilayah melalui suatu pelatihan agar mampu
menyusun disaster plan  yang kemudian dapat diterapkan. Oleh karena itu, disaster plan  di sektor
kesehatan harus merupakan bagian integral dari suatu disaster plan regional.

Metode yang digunakan adalah model Workshop  dan In House Training.


Dalam workshop  dilakukan table top exercise  sebagai suatu cara pembelajaran. Dalam table top
exercise  yang disiapkan secara sistematik dan berdasar peristiwa serta kondisi nyata suatu bencana.
Para peserta diminta menghadirkan pengalaman atau pengetahuannya untuk dibahas
dimeja workshop. Pembahasan diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan melalui proses
yang kemudian dihayati oleh peserta dan dapat diterapkan di wilayah masing-masing. In house
training  dilakukan langsung ke daerahnya masing-masing, agar peserta dapat langsung melihat
kondisi daerahnya. Selain itu peserta juga memahami dalam mengenal bahaya dan ancaman apa
yang ada di daerahnya masing-masing. Sehingga disaster plan  yang akan disusun sesuai dengan
keadaan daerahnya.

Proses penyusunan RDP ini bisa dilakukan ketika workshop, peserta pelatihan
pada workshop  adalah tim yang terdiri dari 4-6 personil yang sudah atau akan menjadi bagian dari
pelaksana penanggulangan bencana di wilayahnya. Diharapkan masing-masing peserta akan
mempelajari satu materi yang akan membantu tim di daerahnya nanti. Dalam disaster plan  yang
disusun, materi difokuskan untuk tahap preparedness, response, dan recovery. Materi dibagi 4
kelompok utama, yaitu: kontrol dan koordinasi (sistem komando), operasional, logistik serta
perencanaan dan keuangan.

Pelaksanaan pelatihan diawali dengan pengenalan mengenai regional disaster plan dan


selanjutnya diikuti bergantian penjelasan mengenai sistem komando, operasional serta perencanaan
dan keuangan. Selanjutnya peserta akan dibagi 4 kelompok untuk mengikuti table top
exercise  masing-masing kelompok. Kemudian anggota kelompok menyusun disaster plan  untuk
kelompoknya berdasarkan hasil diskusi sebelumnya dan masing-masing tim merangkum disaster
plan  dari 4 kelompok materi. Kemudian hasil yang ada di presentasikan karena itu akan
menjadi draft  bagi peserta saat peserta kembali ke daerahnya masing-masing untuk menyiapkan
secara keseluruhan dokumen regional disaster plan.

Para tim yang sudah ada akan membentuk tim penyusun rencana penanggulangan daerah
(RDP) dengan didahului oleh SK dari kepala dinas. Tujuannya pembentukan tim adalah penyusunan
dokumen ini akan secara berkala dilakukan dan selalu akan di uji coba dengan simulasi dan direvisi,
sehingga penting sekali pembentukan tim dilakukan. Pembentukan tim dilakukan dengan
pembuatan struktur organisasi serta membuat tugas tiap masing-masing pelaksana.

Setelah pembuatan dokumen, maka akan diuji coba dengan table top  dan kemudian
simulasi. Hasil yang tidak tercapai akan kelihatan pada saat table top  dan simulasi. Setelahnya akan
dilakukan revisi kegagalan dari hasil simulasi.

Daftar Pustaka

BNPB. 2012. Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana,
diunduh dari  www.bnpb.go.id/upload/pubs/1.pdf
Effendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan.
Jakarta: Selemba Medika.

Hospital Disaster Plan & Regional Disaster Plan, diunduh dari http://www.pusdiklat-


aparaturkes.net/index dan   www.bencana-kesehatan.net

Japanese Red Cross Society & PMI. (2009). Keperawatan Bencana.  Banda Aceh: Forum Keperawatan
Bencana

Pan America Health Organization. (2006). Bencana alam: perlindungan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC

Pan America Health Organization (2001).  Establishing a mass casualty management system. Washington:
PAHO

Seni, W. (2011). Siklus manajemen bencana.  Diakses pada tanggal 18 November 2013 pukul 22.35 WIB dari

Sukandarrumidi. (2010). Bencana Alam dan Bencana Anthropogene. Yogyakarta: Kanisius

Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007-PNPB. Diakses


dari http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana

Veenema, T.G. (2007 ). Disaster nursing and emergency preparedness for chemical, biological, and
radiological terorisme and other hazard ( 2 nd ed ). New York : Springer Publishing Company.

Zailani. 2009. Keperawatan Bencana.  Banda Aceh: Forum Keperawatan Bencana

(http://bakauhijau.wordpress.com/author/wildansenist/page/5/)

(http://endrosambodo1984.wordpress.com/2012/04/18/manajemen-bencana/)

(http://www.ptsd.va.gov/professional/pages/handouts-pdf/Reactions.pdf, diakses 19 november 2013)

di August 07, 2017   

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

1 comment:
1.

erection pills online viagraDecember 1, 2020 at 4:05 AM

Everything is very open with a really clear clarification of the issues. It was truly
informative. Your website is very helpful. Thanks for sharing!
Reply
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat
Newer PostOlder PostHome
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Search This Blog

Ns M. Abdul Jabbar S. Kep


jabbar
View my complete profile
ARSIP JABBAR

 ▼  2017 (129)
o ▼  August (129)
 Kompetensi Perawat Dalam Keperawatan Bencana Menur...

 Management mass casualty


 Aspek Etik dan Legal Dalam Keperawatan Bencana
 Disaster Management dan Peran Perawat Pada Disaste...
 Konsep Keperawatan Bencana
 BEBAN CAREGIVER (CAREGIVER BURDEN) DALAM KELUARGA ...
 PASUNG
 Sejarah Perkembangan Keperawatan Spiritual
 Masalah Spiritual
 KONSEP SPIRITUAL
 Konsep Keperawatan Jiwa Komunitas/Community Mental...
 Perkembangan Konsep Diri Berdasarkan Tumbuh Kembang
 Konsep dan Penanganan Resiko Gangguan Konsep Diri ...
 Konsep dan Penanganan Resiko Gangguan Konsep Diri ...
 Klasifikasi Konsep Diri
 Konsep Diri
 Konsep Model Keperawatan Kesehatan Jiwa
 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa
 Penyalahgunaan Napza
 Gangguan Kepribadian & Mood (Depresi)
 Gangguan Respon Sosial (Isolasi Diri)
 Harga Diri Rendah (HDR)
 Konsep Pencegahan Jatuh dan Cedera
 KONSEP NYERI
 Konsep Kebutuhan Kenyamanan
 Konsep Pencegahan Dekubitus
 Konsep Manajemen Obat
 Konsep Infeksi Nosokomial
 Konsep Infeksi
 konsep Sterilisasi
 Konsep Universal Precaution
 Konsep Handover
 Konsep Patient Safety
 Mekanisme Penanganan Nyeri dengan Terapi Musik
 Mekanisme Proses Pembentukan Beta Endorphin dalam ...
 Vital Event
 KONSEP DATA
 Konsep Statistik
 APLIKASI TEORI OREM DALAM KEPERAWATAN KELUARGA
 APLIKASI TEORI BETTY NEUMAN
 MODEL KONSEP DAN TEORI KEPERAWATAN SISTER CALISTA ROY
 KONSEP KELUARGA SEJAHTERA
 TUGAS KESEHATAN KELUARGA MENURUT FRIEDMAN
 KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA
 KONSEP KESEHATAN KELUARGA
 TAHAPAN PERKEMBANGAN KELUARGA
 Proses Keperawatan Keluarga
 Konsep Dasar Keluarga
 Sumber Daya Keluarga
 Perawatan Lansia di Berbagai Setting
 Asuhan Keperawatan pada Lansia yang Menjelang Ajal
 Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Agresi
 Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Depresi
 Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan nut...
 Asuhan Keperawatan Lansia dengan Imobilitas Dan In...
 Asuhan keperawatan lansia dengan resiko jatuh
 Peran Dukungan Keluarga dan Tugas Perkembangan Kel...
 Tugas Pekerbangan Lansia Menurut Erickson, Havighu...
 Kualitas Hidup Lansia, Aspek-aspek Kualitas Hidup ...
 Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
 Peran perawat upaya promotif dan preventif termasu...
 Konsep gerontik
 Konsep lanjut usia
 PROMOSI KESEHATAN
 Komunikasi kesehatan
 Teori-teori perubahan sikap sebagai dampak komunik...
 Evaluasi komunikasi kesehatan
 Konsep komunikasi massa
 Teori Kepribadian
 Diskriminasi Gender
 Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Reproduksi
 Gangguan Sistem Reproduksi
 Masalah-masalah Terkait Seksualitas
 Perubahan Fungsi Seksual
 Proses Keperawatan Kebutuhan Seksual
 Perilaku dan Tahapan Hubungan Seksual
 Peran dan Aspek Legal Etik Keperawatan Maternitas
 Faktor – faktor yang mempengaruhi seksualitas
 Proses Menstruasi
 Hormon Sistem Reproduksi
 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Manusia
 Konsep Kebutuhan Seksualitas
 Konsep Kontrasepsi
 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Partum
 Adaptasi Fisiologis dan Psikososial Pada periode p...
 Asuhan Persalinan Normal Kala III dan IV
 Asuhan Persalinan Normal Kala I dan II
 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil
 Komplikasi Yang Terjadi Pada Kehamilan
 Adaptasi Fisiologis dan Psikososial Pada Kehamilan
 Konsepsi dan Konsep Perkembangan Janin
 Konsep Genetika
 KONSEP SOLUSIO PLASENTA
 KONSEP PRE-EKLAMSIA
 KONSEP Plasenta previa
 klasifikasi eklamsia dan preeklamsia
 KONSEP EKLAMPSIA
 ASKEP PREEKLAMSIA DAN EKLAMSIA
 KONSEP ABORTUS

 ASKEP IBU DENGAN IUFD (intra uterin fetal death )


 ►  2014 (72)
 ►  2012 (9)

m abdul jabbar. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai