Anda di halaman 1dari 29

Pemberian Dukungan

Masa Duka
(Grief and Bereavement Care)


d r. S i t i A . N u h o n n i , S p K F R - K
Masyarakat Paliatif Indonesia (MPI)

 Bereavement :
 Keadaan seseorang yang kehilangan orang yang dekat
karena wafat
 Grief :
 Reaksi psikologis dan emosi pada seseorang dalam
kondisi bereavement
 Mourning :
 Tampilan yang muncul sebagai ekspresi grief
 Attachment :
 Kecenderungan yang kuat untuk tetap dekat dari waktu ke
waktu terhadap seseorang

 Anticipatory Grief :

 Reaksi psikologis dan emosional untuk mengantisipasi
kondisi bereavement

 Grief adalah suatu reaksi normal pada kondisi bereavement.


 Manifestasinya bervariasi, tidak sama pada setiap individu
 Reaksi tersebut dapat termasuk elemen :
 Fisik
 Kognitif
 Perilaku
 Emosi

MANIFESTASI GRIEF
NORMAL
MANIFESTASI GRIEF NORMAL
Manifestasi Fisik :

 Rasa perut kosong, pedih.
 Rasa berat / tercekik di dada dan atau tenggorokan
 Hipersensitif terhadap kebisingan
 Bernafas pendek
 Kelemahan otot
 Rasa tak ada energi
 Mulut kering

Manifestasi Grief Normal terkadang mirip dengan penyakit yang


serius. Karenanya harus cermat dalam menentukan asesmen
dan diagnosis tepat
MANIFESTASI NORMAL GRIEF
Manifestasi Emosional :

 Respons awal : shock dan seperti mati rasa.
 Rasa marah dan rasa salah.
 Gelisah, seolah tak ada yang bisa menolong
dan tak bisa berpikir.
 Kesedihan yang sangat dalam, sampai
berbulan-bulan pasca ditinggal orang yang
disayangi.
MANIFESTASI NORMAL GRIEF
Manifestasi Kognitif :

 Rasa tak percaya dan seolah tidak
nyata.
 Merasa melihat, mendengar suara
orang yang sudah meninggal.
 Kehilangan kemampuan memori dekat
dan konsentrasi.
MANIFESTASI NORMAL GRIEF
Manifestasi Perilaku :

 Gangguan napsu makan dan gangguan tidur.
 Gangguan terkait dengan orang yang sudah meninggal.
 Menolak bersosialisasi.
 Tidak mau mengingat yang sudah meninggal, berperilaku
seolah-olah melupakannya.
 Tidak tenang.
 Menngujungi atau mengenang kembali hal-hal terkait
dengan yang meninggal.
 Secara cepat dan radikal mengubah perilaku menjadi
tidak normal.
Model Pendekatan Psikologi

 Analisa tentang Grief dan Berevement sudah
dilakukan bertahun tahun.
 Belum ada satupun teori yang dinyatakan benar
yang bisa menerangkan pengalaman emosi dan
aspek budaya praktis yang karakteristik untuk grief
dan mourning.
Teori Grief
Model Psikologi

 Bereavement adalah suatu proses.
 Seseorang membutuhkan tahapan sampai dia
menerima keadaan yang sebenarnya.
 Setiap orang mempunyai kemampuan mengontrol
perasaan dan fikirannya.
 Proses ini di dapat disalurkan melalui saling
berbicara.
Model Psikologi lanjutan…

 Grief adalah suatu proses yang memerlukan waktu
untuk bereaksi sampai mencapai penyesuaian yang
lengkap.
1) Menerima realitas bahwa ia kehilangan seseorang.
2) Mengalami pengalaman menyakitkan saat grief.
3) Menyesuaikan dengan kondisi lingkungan bahwa
orang yang disayangi sudah tidak ada.
4) Menempatkan pemikiran tentang orang yang sudah
tidak ada ditempat yang khusus dihatinya sambil
terus menjalani hidup normal.
Mengatasi Stres dan Coping

 Stressor pada jumlah tertentu akan memicu stres
fisik maupun psikologis.
 Setiap orang punya kemampuan beradaptasi.
 Namun tantangan dalam proses adaptasi sering
menimbulkan stres.
 Kognitif diperlukan untuk memobilisasi sumber
kemampuan coping.
Model Sosial dan Hubungan antar
personal

 Setiap orang ingin memelihara kelangsungan
hubungan sosial dengan seseorang, sekalipun
secara fisik orang tersebut sudah wafat.
 Hubungan ini dapat ditransformasikan melalui
memori.
 Kelanjutan hubungan ditekankan pada pentingnya
seseorang mengintegrasikan memori orang yang
sudah meninggal dalam kehidupannya.
Dukungan Duka

Sebuah tim multidisiplin (MDT), termasuk pekerja sosial, perawat,
pendeta, konselor, dan dokter, biasanya terlibat

3 komponen dukungan:

1
Semua orang yang berduka harus
diberikan informasi layanan grief
dan cara mengakses layanan
tersebut.

2 1/3 mungkin memerlukan dukungan tambahan

3 Sebagian kecil (7-10%) memerlukan intervensi


spesialis yang melibatkan rujukan ke berbagai
layanan (kesehatan mental, dukungan psikologis,
konseling spesialis, dll)

Kesedihan yang kompleks


Complicated Grief
Kesedihan yang kompleks

 Respon abnormal grief ditentukan oleh:
 Intensitas reaksi,
 Adanya berbagai perilaku kesedihan, dan
 Waktu.
Kesedihan yang kompleks

 Adanya gejala terkait kedukaan pada waktu yang
seharusnya sudah adaptif.
 Gejala yang berlangsung selama 6 bulan memiliki
risiko tinggi gangguan sosial, psikologis dan medis.

Prigerson,et al;1995
Kesedihan yang kompleks

 ... Lebih terkait dengan intensitas reaksi atau durasi
reaksi dibanding ada atau tidaknya perilaku tertentu.

Worden,1982
Faktor risiko terjadinya
kesedihan yang kompleks

 Pribadi
 Kemarahan, adanya perasaan yang bertentangan
atau ketergantungan dengan almarhum
 Riwayat beberapa kali kehilangan atau kehilangan
yang bersamaan.
 Masalah kesehatan mental.
 Kurangnya dukungan social.
Faktor risiko untuk kesedihan yang
kompleks

 Kematian tiba-tiba, kematian tak terduga, terutama
karena kejahatan, mutilasi atau acak
 Kematian dari penyakit yang berlangsung lama seperti
demensia
 Kehilangan anak
 Persepsi kematian yang dapat dicegah
Faktor risiko untuk kesedihan
yang kompleks

 Historis
 Pengalaman sebelumnya dengan kesedihan yang
kompleks
 Rasa tidak aman di masa kanak-kanak
 Kepribadian
 Ketidakmampuan untuk mentolerir tekanan emosional
ekstrim
 Ketidakmampuan untuk mentolerir perasaan
ketergantungan
 Konsep diri, peran dan nilai 'yang kuat'

 Sosial
 Kehilangan sosial yang tak dapat diungkapkan
(mis. Bunuh diri)
 Kehilangan yang merugikan secara sosial
(misalnya Kehilangan pasangan)
 Tidak adanya dukungan sosial
 Tidak adanya jenazah yang dimakamkan
(misalnya hilang di laut)
Tanda Peringatan dari
kehilangan yang kompleks

 Gangguan fungsional jangka panjang
 Reaksi kesedihan yang berlebihan, berkepanjangan dan intens
 Mengabaikan perawatan diri
 Penggunaan dan penyalahgunaan obat
 Tema kehilangan yang sering dalam percakapan, aktivitas,
perilaku
 Idealisasi almarhum
 Pengambilan keputusan impulsif
 Gangguan mental setelah kehilangan
 Gejala PTSD
Hasil dari gangguan kesedihan
kompleks

 Peningkatan risiko pikiran dan perilaku bunuh diri
 Peningkatan risiko penyakit depresi
 Peningkatan risiko gangguan kecemasan (gangguan
kecemasan umum, pasca traumatic stress disorder, dan
gangguan panik)
 Peningkatan kejadian penyakit jantung
 Peningkatan kejadian tekanan darah tinggi
 Perubahan yang signifikan dalam konsumsi makanan, alkohol,
dan tembakau
 Peningkatan risiko penurunan fungsi sosial dan pekerjaan
 Kualitas Gangguan hidup

Ann M. Berger, et al. (2013) Principles and practice of Palliative Care and Supportive Oncology (3 rd ed), p. 721
Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer Business
Faktor risiko untuk gangguan
kesedihan yang kompleks

 Hubungan ketergantungan kepada almarhum
 Hubungan kekerabatan - orang tua dan pasangan
seringkali terkena dampak
 Rasa bersalah terhadap almarhum
 Riwayat kecemasan akibat kehilangan seseorang
pada masa muda
 Cenderung berkehidupan teratur dan nyaman – sulit
beradaptasi terhadap perubahan
 Kurangnya persiapan untuk kematian

Ann M. Berger, et al. (2013) Principles and practice of Palliative Care and Supportive Oncology (3 rd ed), p. 723
Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer Business
Cara Membantu Orang yang
ditinggalkan

 Kami ada untuk mereka
 Mendengarkan tidak menghakimi
 Mendorong mereka untuk berbicara tentang
almarhum
 Memberi kesempatan untuk mengekspresikan
perasaan
 Masa duka adalah proses yang normal.
 Mendampingi mereka untuk beradaptasi mengatasi
kehidupan yang baru.
Peran perawat dalam
perawatan masa duka

 Dukungan terhadap keluarga sebelum masa duka
 Penilaian risiko kematian
 Dukungan untuk keluarga pada saat kematian
 Perawatan masa duka di rumah keluarga
Peran relawan dalam
perawatan masa duka

1. Harus dapat menilai risiko kehilangan dan kebutuhan untuk konseling
2. Harus bisa mengenali, menjelaskan, dan meyakinkan keluarga tentang
proses masa duka yang normal.
3. Harus mampu memberikan dukungan emosional dan memfasilitasi
ekspresi kesedihan.
4. Harus mampu mengenali keterbatasan kemampuan relawan, bila perlu
dirujuk ke psikolog/psikiater/dokter.
5. Membantu mengenali asumsi keluarga/anggota keluarga tentang diri
mereka sendiri dan dunia mereka dengan harapan bahwa mereka
akan menemukan makna baru, peran, dan arah dalam hidup.
6. Mampu mengenali kondisi dan kebutuhan relawan sendiri untuk
melakukan perawatan masa duka.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai