Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN

CKD DI RS. KOESNADI BONDOWOSO

APLIKASI KEPERAWATAN KLINIS

Oleh
Faiqoh Salsabilah U
182310101186

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. KONSEP PENYAKIT
1.1 Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah suatu gangguan yang terjadi pada ginjal yang
berlangsung lebih dari tiga bulan dengan kriteria laju filtrasi glomerulus (LFG) <60
mL/min/1,73 m2. Gagal ginjal kronik ini biasanya ditandai dengan adanya protein
didalam urin, gangguan fungsi ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
(Kamasita dkk., 2018).
Gagal ginjal kronik ialah kerusakan yang terjadi pada ginjal dimana tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). Gagal ginjal kronik ini terjadi secara progresif dan lambat, biasanya
berlangsung selama beberapa bulan atau tahun dan sifatnya tidak dapat
disembuhkan dan harus menjalani pengobatan seumur hidup (Departemen
Kesehatan, 2017)
Dengan itu dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik merupakan suatu
gangguan pada ginjal yang ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi
ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan yang biasanya ditandai dengan dengan
adanya protein didalam urin, gangguan fungsi ginjal dan penurunan laju filtrasi
glomerulus.

1.2 Epidemiologi
Jumlah penderita gagal ginjal kronik pada tahun 2012 di Amerika Serikat
mencapai 2.020 kasus perjuta penduduk dengan tingkat pertumbuhan 7%.
Sedangkan di Guangzhou, China mencapai 12% yang menderita gagal ginjal
kronik.Di Indonesia sendiri termasuk salah satu negara dengan tingkat penderita
gagal ginjal kronik yang cukup tinggi bahkan mencapai urutan tertinggi ketiga.
Pada tahun 2011 mencapai sekitar 22.304 penduduk Indonesia yang menderita
Gagal ginjal kronik dan tahun berikutnya mengalami peningkatan menjadi
28.782 penduduk.Di negara-negara berkembang lainnya penderita penyakit gagal
ginjal kronik mencapai 40-60 kasus tiap 1 juta penduduk pertahunnya. Bahkan
penyakit gagal ginjal kronik menduduki peringkat 10 besar dengan tingkat
kematian yang tinggi (Kurnianto dkk., 2018).
Data dari RSU Dr koesnadi Bondowoso menunjukkan bahwa prevalensi
penderita Gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rs koesnadi
Bondowoso mengalami peningkatan dari tahun 2018-2020 dimana pada tahun 2018
tercatat sebanyak 155 penderita, tahun 2019 tercatat sebanyak 173 penderita, dan
pada tahun 2020 dari bulan januari sampai bulan desember tercatat sebanyak 163
penderita maka pada tahun ini cenderung lebih banyak pasien yang menderita
penyakit gagal ginjal kronik.

Daftar Pasien Gagal Ginjal Kronik RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso


No. Tahun Bulan Pasien HD
1. 2018 Januari - Desember 155
2. 2019 Januari - Desember 173
3. 2020 Januari - Desember 163
4. 2021 Januari - April 127

1.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi ketika suatu penyakit atau kondisi yang merusak
fungsi ginjal sehingga dapat menyebabkan ginjal menjadi rusak selama beberapa
bulan atau tahun (Nuari, 2017). Penyakit gagal ginjal kronik merupakan keadaan
klinis kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan irreversibel karena berbagai
penyebab diantaranya:
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vascular seperti hipertensi,nefrosklerosis benigna,nefrosklerosis
maligna,dan stenosis arteriarenalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritisnodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan congenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,danasi
dosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolic seperti diabetes militus,gout,dan hiperparatiroidisme
7. Nefropati toksik seperti penyalahgunaan analgetik, dan nefropati timah
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang
terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomaly congenital leher vesika
urinaria dan uretra

1.4 Klasifikasi
Menurut Rahmawati (2017) berdasarkan derajat penurunan laju filtrasi
glomerulus, gagal ginjal kronik dibagi menjadi 5 stadium yaitu:
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal: GFR >90
ml/menit/1,73 m2
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan: GFR 60 – 89
ml/menit/1,73 m2
3. Stadium 3
Kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal sedang: GFR 30 – 59
ml/menit/1,73 m2
4. Stadium 4
Kerusakan ginjal dengan Penurunan fungsi ginjal berat: GFR 15 – 29
ml/menit/1,73 m2. Pada stadium 4 ini biasanya dilakukan koreksi albumin.
5. Stadium 5
Gagal ginjal: GFR < 15 ml/menit/1,73 m2 atau sudah menjalani dialysis

1.5 Patofisioogi
Penyebab umum gagal ginjal kronik antara lain glomerulonephritis kronis,
diabetic nephropathy, hipertensi, penyakit renovaskuler, interstinal nephritis kronis,
penyakit ginjal keturunan, penyempitan saluran kemih berkepanjangan.Kronologi
terjadinya gagal ginjal kronik dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan
cairan, penanganan garam, dan penimbunan zat-zat sisa pada ginjal. Gagal ginjal
kronik ditandai adanya kerusakan dan menurunnya nefron dengan kehilangan
fungsi ginjal yang progresif sehingga nefron sisa yang sehat akan mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa akan meningkatkan kecepatan
filtrasi, reabsorpsi, serta mengalami hipertrofi. Dengan semakin berkurangnya kerja
dari nefron-nefron akan membentuk jaringan parut dan aliran darah yang menuju
ginjal semakin berkurang. Jika jumlah nefron yang tidak befungsi semakin
meningkat, maka ginjal tidak mampu untuk menyaring urin dengan baik. Pada
tahap ini glomerulus akan menjadi kaku dan plasma darah tidak dapat di saring
dengan mudah melalui tubulus sehingga akan terjadi kelebihan cairan dengan
retensi air dan natrium. Pada pasien gagal ginjal kronik dapat terjadi edema di
ektremitas seperti kelopak mata dan kaki (Aisara, 2018).
Ketika kerusakan ginjal berlanjut bahkan sampai bertahun-tahun tidak
kunjung sembuh dan terjadi penurunan jumlah nefron yang masih berfungsi, laju
filtrasi glomerulus total akan menurun lebih banyak sehingga tubuh tidak mampu
mengeluarkan kelebihan air, garam, dan produk limbah lainnya melalui ginjal.
Ketika laju filtrasi glomerulus kurang dari 10-20 mL/min, tubuh akan mengalami
keracunan ureum. Jika penyakit tidak diatasi dengan dialisis atau transplantasi
ginjal, maka hasil akhir dari gagal ginjal kronik adalah uremia dan kematian
(Aisara, 2018).

1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Nuari (2017) pada awal terjadinya gagal ginjal kronik tidak
menunjukkan gejala penyakit yang jelas, akan tetapi saat fungsi ginjal telah
memburuk atau rusak hingga stadium gagal ginjal berat (kurang dari 25% dari
fungsi ginjal yang normal) maka akan menyebabkan uremia yang ditandai dengan
gejala sebagai berikut:
a. Jumlah kencing harian menurun (oliguria)
b. Kehilangan nafsu makan, mual dan muntah
c. Kelelahan, anemia (wajah pucat)
d. Kaki bengkak, lingkar perut semakin besar (edema tungkai/ asites)
e. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
f. Sesak nafas
g. Edema (pembengkakan pergelangan kaki atau kelopak mata)
h. Mengantuk, tidak sadar, kejang, koma
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Laboratorium darah
- Pemeriksaan Blood Urea Nitrogen (BUN) : Nilai normal : 20-30 mg/dL
- Kreatinin serum : Nilai normal Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dL, Perempuan
0,5-1,1 mg/dL
- Glomerulus filtration rate (GFR): Nilai normal GFR pada laki-laki
antara 97 – 137 mL/menit per 1,73 m2 dan pada perempuan antara 88 –
128 mL/menit per 1,73 m2
- Tes urine: untuk mengetahui adanya protein dan darah dalam urine
yang menandakan bahwa terjadi penurunan fungsi ginjal (Verdiansah,
2016).
- Mikroalbuminuria: keadaan dimana terdapatnya albumin dalam urin
sebesar 30 – 300 mg/24 jam. Keadaan ini dapat memberikan tanda awal
dari penyakit ginjal. Kadar normal albumin dalam darah antara 3,5 –
4,5 mg/dL (Verdiansah, 2016).
- Kalium : Nilai K normal = 3,5 – 5 meq/L (Rahmawati, 2017).
- Natrium (Na) : Nilai normal natrium = 136 – 146 meq/L
- Kalsium (Ca) : Nilai normal kalsium total plasma/serum: 8,8 – 10,2
mg/dl (Rahmawati, 2017).
- Fosfat : Nilai normal fosfat plasma/serum normal: 2,5 – 4,5 mg/dl
(Rahmawati, 2017).
- Magnesium : Nilai normal magnesium serum: 0,6 – 1,1 mmol/L
(Rahmawati, 2017).
2. Pemeriksaan USG : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenki ginjal, anatomi system pelviokalises, uereter proksimal,
kandung kemih, serta prostat
3. Biopsi ginjal: Pemeriksaan biopsi ginjal ini menggunakan jarum untuk
mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal dengan bantuan anestesi lokal dan
memeriksa jaringan dibawah mikroskop. Biopsi ginjal bisa digunakan untuk
mendiagnosis radang ginjal (Rini, 2016).
1.8 Penatalaksanaan
a. Terapi Konservatif
1. Hemodialisis
Hemodialisis (cuci darah) merupakan proses pembuangan sampah berlebih
pada darah yang bertujuan untuk mengambil zat-zat nitrogen yang beracun
dalam tubuh dan mengeluarkan air yang berlebihan. Hemodialisis ini
menggunakan cara dengan mengalirkan darah ke dalam tabung ginjal buatan
(dialyzer) yang terdiri dari 2 komparten yaitu komparten darah dan
komparten dialisat yang berfungsi untuk membuang sisa-sisa metabolisme
berupa air, natrium, hidrogen, kalium, urea, kreatini dan zat-zat lain. Terapi
hemodialisis membutuhkan waktu 12-15 jam setiap minggunya dilakukan
sebanyak 2 atau 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam (Nuari, 2017).
2. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal (cuci darah lewat perut) merupakan prosedur lain yang
digunakan untuk membuang produk limbah dan mengeluarkan cairan yang
berlebih dalam tubuh. Keuntungan menggunakan dialisis peritoneal yaitu
efisiensi waktu atau dapat dilakukan sendiri di rumah tanpa membutuhkan
mesin hemodialisis, peralatan yang digunakan mudah dibawa hanya berupa
kantong cairan dialisat, dan dapat mengurangi beban kerja jantung dan
tekanan di dalam pembuluh darah. Akan tetapi Dialisis peritoneal juga
memiliki risiko pada penderita yang menjalaninya yaitu peningkatan berat
badan .hal ini karena cairan dialisat mengandung gula yang disebut dengan
dekstrosa yang. Terserapnya cairan ini dalam tubuh yang berlegihan maka
dapat menyebabkan tubuh kelebihan kalori dan mengalami peningkatan
berat badan (Nuari, 2017).
3. Transplanasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pengobatan yang dilakukan pada pasien
gagal ginjal kronik stadium akhir.Namun transplantasi ginjal sulit dilakukan
karena dipengaruhi oleh jumlah ketersediaan ginjal.Sehingga hal ini dapat
membatasi transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh
penderita (Nuari, 2017).
b. Terapi Non Konservatif
Terapi ini bertujuan untuk mencegah memburuknya fungsi ginjal secara
progresif, memperbaiki metabolisme secara optimal, meringankan keluhan
akibat toksin azotemia dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit. Berikut
ini hal yang dapat dilakukan dengan terapi konservatif yaitu:
a. Diet rendah protein dan rendah garam
Diet rendah protein dianjurkan untuk penderita gagal ginjal kronik untuk
mencegah atau mengurangi toksin azotemia. Pembatasan asupan protein
dalam makanan dapat mengurangi timbulnya gejala anoreksia, mual, dan
muntah. Asupan rendah protein dapat mengurangi beban ekskresi ginjal
sehingga menurunkan terjadinya hiperfiltrasi glomerulus, intraglomerulus,
dan cedera sekunder pada nefron intak. Jumlah protein yang diperbolehkan
untuk di konsumsi yaitu <0,6 g protein/kg/hari dengan LFG <10 ml/menit.
Diet rendah garam ini dapat membantu menghilangkan penimbunan cairan
dalam tubuh atau edema atau bengkak. Syarat yang harus dilaksanakan saat
diet rendah garam yaitu makanan beraneka ragam mengikuti pola gizi
seimbang, jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi
penderita, dan jumlah garam disesuaikan dengan berat ringannya penyakit
dan obat yang diberikan. Makanan yang dianjurkan yairu makanan segar
yang mengandung protein hewani dan nabati, sayuran dan buah-buahan,
makanan yang diolah atau tanpa menggunakan garam natrium, vetsin dan
kaldu bubuk.
b. Diet Kalium
Diet kalium pada pasien gagal ginjal kronik dapat dilakukan dengan cara
diet rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung
kalium tinggi. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet kalium ini adalah 40-
80 mEq/hari selain itu dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung kalium seperti sup, pisang, dan jus buah murni (Nuari, 2017).
c. Diet kalori
Kebutuhan jumlah kalori pada pasien gagal ginjal kronik harus adekuat
untuk mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi, dan status gizi. Untuk penderita gagal ginjal kronik untuk usia
kurang dari 60 tahun dengan LFG <25 ml/menit dan tidak menjalani dialisis
yaitu 35 kkal/kg/hari .sedangkan untuk usia lebih dari 60 tahun yaitu 30-35
kkal/kg/hari (Nuari, 2017).
d. Kebutuhan cairan
Dalam memberikan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik
membutuhkan regulasi yang hati-hati.Hal ini jika asupan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi, hipotensi dan pemburukan fungsi ginjal.Sedangkan
asupan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban
sirkulasi, edem dan intoksikasi cairan. Pada pasien dialisis cairan yang
dibutuhkan untuk penambahan berat badan yaitu 0,9 – 1,3 kg2 (Nuari,
2017).
BAB 2. CLINICAL PATHWAY
Glomerulonefritis,pielonefritis,hidronefrosis,s
indromnefrotik, dantumor ginjal

Kerusakan glomerulus

Turunnya filtrasi glomerulus

Meningkatnya BUN dan serum Sekresieri tropoitein Produksi Hb turun

Defisien pengetahuan Kurangya informasi GagalGinjalKronik SuplaiO2kejaringanturun

PerfusiPeriferTidakEfektif
Protein bocor
Penurunan produksi hormoneritropoietin Peningkatan kadarkreatinindanBUNserum

Penurunankadaralbumin
Penurunan pembentukaneritrosit Azotemia
Tekanan ekstra seluler dankapilerdarahmeningkat
Sindromuremia
Anemia
Cairan merembes ke Nyeri Akut Dx. 2
intersisial Efekpadakulit
Letih dan lesu

Edema Pruritus GangguanIntegritasKulit/Jaringan


Hipervolemia Dx. 1
Intoleransiaktivitas

Hemodialis
Pola tidur tidak
efektif Dx. 3
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan yang pertama dilakukan adalah pengkajian, didalam
pengkajian terdapat biodatapasien seperti nama, umur, dan jenis kelamin.
Alatam dapat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berad, dapat
mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi atau penyebab pencetus tumor
ota.Status perkawinan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau
lingkungan.Data harus seakurat mungkin untuk digunakan dalam ahap asuhan
keperawatan berikutnya.
a. Riwayat Kesehatan
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien yang didapatkan secara
langsung dari pasien atau keluarga sehingga mengharuskan klien
untuk mencari pertolongan. Pada pasien gagal ginjal kronik
mengalami keluhan seperti badan lemah, mua,muntah, anoreksia,
mulut terasa kering, nafas berbau (ureum), dan gatal pada kulit (Rini,
2016).
3. Riwayat kesehatan lalu
Pada klien gagal ginjal kronik biasanya terjadi penurunan frekuensi
urin yang ditandai dengan edema. Selain itu karena berdampak pada
proses metabolisme, maka akan terjadi anoreksia bahkan nausea
sehingga berisiko mengalami gangguan nutrisi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien gagal ginjal kronis biasanya memiliki riwayat penyakit
seperti glomerulonefritis, hipertensi, dan penyakit diabetes yang
pernah diderita (Rini, 2016).
5. Keboasaan/pola hidup/life style:
Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya memiliki kebiasaan jarang
minum yang dapat mengganggu kesehatan terutama organ ginjalnya.
b. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien dengan gagal ginjal kronik biasanya terjadi perubahan persepsi
dan kebiasaan hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak akibat dari gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan
persepsi yangnegatif terhadap dirinya dan lebih cenderung tidak
mematuhi prosedur pengobatan karena sudah merasa putus asa
terhadap sakit yang dirasakan.Pola nutrisi metabolic: antropometri,
biomedical sign
2. Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien gagal ginjal kronik akan terjadi peningkatan berat badan
(edema), anoreksia, mual dan muntah, serta mudah lelah. Hal tersebut
yang dapat menyebabkan klien mengalami gangguan nutrisi
3. Pola eliminasi
Klien gagal ginjal kronik pola eliminasi mengalami penurunan
frekuensi urine, oliguria, dan terjadi perubahan warna urine menjadi
pekat, merah, dan coklat
4. Pola aktivitas dan latihan
Pada klien gagal ginjal kronik akan mudah mengalami kelelahan,
penurunan rentang gerak, dan malaise yang dapat menyebabkan klien
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal
5. Pola tidur dan istirahat
Pada klien gagal ginjal mengalami ansietas dan gelisah sehingga pola
tidur klien akan terganggu.
6. Pola persepsi-kognisi
Pada klien gagal ginjal kronik yang ditandai dengan gejala yang parah
akan mengalami penurunan kesadaran. Akan tetapi tidak sampai
mengganggu proses penglihatannya
7. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi tubuh, lama perawatan, serta biaya
pengobatan yang tidak sedikit dapat mengakibatkan penderita gagal
ginjal kronik mengalami gangguan peran dan ideal diri
8. Pola seksualitas-reproduksi
Pada klien gagal ginjal kronik tidak dapat menjalankan hubungan
seksualitas dengan baik.Hal ini dikarenakan klien tidak dapat
menjalani aktivitas sehari-hari yang terlalu berat.
9. Pola peran hubungan dengan lingkungan
Pada klien gagal ginjal kronik umumnya sering mengalami gangguan
peran.Hal ini disebabkan karena klien tidak dapat menjalankan
perannya dengan baik selama sakit yang dideritanya.
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum:
Klien gagal ginjal kronik datang ke rumah sakit dengan beberapa
kondisi seperti komposmentis ataupun somnolen.Klien gagal ginjal
kronik biasanya ditandai dengan gejala lelah, mual, muntah serta
terdapat bengkak terutama pada bagian tangan, kaki, dan wajah (Rini,
2016).
2. Tanda-tanda vital
Pada klien gagal ginjal kronik didapatkan adanya perubahan pada RR
yang meningkat dan tekanan darah dari hipertensi ringan menjadi
berat sesuai dengan kondisi yang dirasakan oleh klien
3. Pemeriksaan Head To Toe (Data fokus)
- Kepala
Inspeksi: kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit
kepala kering.
Palpasi: tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba adanya benjolan
abnormal dibagian kepala.
- Mata
Inspeksi: perhatikan terdapat edema periorbita, eksoftalmus (mata
menonjol), anemis, kesulitan memfokuskan mata dan perhatikan
sebaran alis mata tebal atau tipis
Palpasi: tidak adanya nyeri tekan dan tidak teraba benjolan
abnormal pada kedua mata.
- Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal pada
telinga.
- Hidung
Inspeksi: kebersihan terjaga meliputi tidak terdapat kotoran pada
bagian luar ataupun dalam telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan pada hidung.
- Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan
lidah klien bersih. Pada pasien gagal ginjal kronik yaitu stomatitis
dan mulut seperti bau amonia.
Palpasi : tidak ada masalah.
- Leher
Inspeksi: leher simetris.
Palpasi: tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
- Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum
bentuk dada tidak ada masalah, pergerakan nafas normal,
krepitasi dan dilihat saat dilakukan perkusi (bunyi perkusi
sonor).pada pemeriksaan jantung meliputi bunyi jantung, irama
jantung dan bising jantung.
- Abdomen
Inspeksi: keadaan kulit, bentuk perut, gerakan dinding perut dan
keadaan umbilikus serta adanya massa atau pembengkakan. Pada
kasus gagal ginjal kronik umumnya kulit mengkilap dan tegang
yang mengindikasikan retensi cairan atau asites, distensi kandung
kemih dan pembesaran ginjal.
Palpasi: ketegangan otot, nyeri tekan pada bagian perut terasa
tergantung dengan perlukaan pada lambung, massa, keadaan hati,
lien, ginjal, pemeriksaan ascites dan ketok ginjall
Perkusi: tanda pembesaran organ, adanya udara dan cairan bebas,
penentuan batas dan tanda pembesaran hati.
Auskultasi : bising dan peristaltik usus, bunyi gerakan cairan, dan
bising pembuluh darah.
- Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah mengenai
bentuk,ukuran, kesimetrisan otot, kontraktur, tremor, tonus,
kekuatan otot, kelainan pada ekstremitas, deformitas, massa,
fraktur, mobilitas atau rentang gerak sendi serta gaya berjalan
pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
- Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna
kulit normal.Selain itu kaji cacat kulit dan turgor kulit.Pada kasus
gagal ginjal kronik umumnya tekstur kulit tampak kasar atau
kering.Penurunan turgor kulit pada gagal ginjal kronik merupakan
indikasi terjadinya dehidrasi, edema, indikasi retensi, dan
penumpukan cairan.

1.2 Diagnosa Keperawaan


Berdasarkan pada buku diagnosa keperawatan SDKI (2017), diagnosa
keperawatan yang dapat diambil pada pasien dengan gagal ginjal kronis
antara lain:
1. Hipervolemia b.d edema
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan suplai O2 kejaringan
3. Gangguan integritas kulit b.d peningkatan kadar kreatinin dan BUN
serum
4. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, lesu dan anemia
5. Defisit pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai proses penyakit,
perawatan, dan pengobatan
6. Nyeri akut b.d tekanan ekstraseluler meningkat d.d edema abdomen
7. Pola tidur tidak efektif b.d Hemodialisa d.d masalah tidur dan durasi tidur
menurun
1.3 Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia (I.03114)
(D.0023) perawatan selama 3x24 jam, 1. Periksa tanda gejala hipervolemia (edema, JVP.CVP
diharapkan keseimbangan meningkat, dan suara napas bantuan
cairan membaik dengan 2. Monitor TTV
kriteria hasil: 3. Monitor tanda hemokonsentrasi (kadar natrium, BUN,
Keseimbangan cairan hematokrit, dan berat jenis urine)
(L.03020) 4. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (kadar
1. Edema membaik protein dan albumin meningkat)
2. Asites membaik 5. Timbang berat badan setiap hari
3. Tenana darah membaik 6. Batasi asupan cairan dan garam
4. Berat badan membaik 7. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
8. Anjurkan melaporkan jika BB bertambah>1kg dalam
sehari
9. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
2. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan perawatan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
tidak efektif selama 3x24 jam, diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer (edema, nadi, warna, dan suhu)
(D.0009) perifer membaik dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (diabtes, dan
Perfusi perifer (L.02011) hipertensi)
1. Warna kullit pucat menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
2. Edema perifer menurun ekstremitas
3. Pengisian perifer membak 4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
4. Arkal membaik keterbatasan perfusi
5. Teanan darah sistolik membaik 5. Anjurkan menggunakan obat penurunan tekanan darah,
6. Tekanan darah diastolic membaik antikoagulan dan kolesterol
6. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
Pemantauan cairan (I.03121)
1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
2. Monitor rr
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor elastisitas atau turgor kulit
6. Monitor output dan input cairan
7. Identivitas hypervolemia (dispneu, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, BB menurun dalam
waktu singkat)
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan perawatan Perawatan integritas kulit (I.11353)
integritas kulit selama 3x24 jam, diharapkan 1. Idenifikasi penyebab gangguan integritas kulit (perubahan
(D.129) integritas kulit/jaringan membaik siirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan,
dengan kriteria hasil: suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas
Integritas kulit dan jaringan 2. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit
(L.14125) kering
1. Elastisitas meningkat 3. Hindari produk berbahan dasar alcohol
2. Kerusakan jaringan menurun 4. Anjurkan menggunakan pelembab
3. Kerusakan lapisan kulit menurun Promosi kebersihan (I.11358)
1. Identifikasi kemampuan umum pasien
2. Fasilitasi dalam melakukan upaya kebersihan diri sesuai
kebutuhan
3. Jelaskan manfaat kebersihan terhadap kesehatan
4. Ajarkan upaya-upaya peningkatan kebersihan sesuai tingkat
kemanidrian
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan perawatan Manajemen energi (I.05178)
(D.0056) selama 3x24 jam, diharapkan toleransi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
terhadap aktivitas pasien meningkat kelelahan
dengan kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik
Toleransi aktivitas (L.05047) 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Kemudahan dalam melakukan 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas sehari-hari membaik aktivitas
2. Keluhan lelah menurun 5. Sediakan lingkungan yang nyaman
6. Lakukan latihan rentang gerak aktiv dan pasif
7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Terapi aktiivtas (I.05186)
1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
2. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
3. Identifikasi srategi meningkatkan partisipan dalam aktivitas
4. Fasilitasi focus pada kemampuan bukan deficit yang dialami
5. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan sisik, psikologis dan sosial
6. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
7. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasikan otot
8. Fasilitasi pasien dan keluarga mengembangkan motivasi
9. Ajurkan aktivitas fiisk, sosial , spiritual, dan kognitif dalam
menjada fungsi dan kesehatan
Terapi relaksasi otot progresif (I.10347)
1. Identifikasi tempat yang tenang dna nyaman
2. Monior secara berkala untuk memastikan otot rileks
3. Monitor adanya indicator tidak rileks (adanya gerakan,
pernapasan berat)
4. Berikan posisi bersandar pada kursi atau posisi lain yang
nyamn
5. Hentikan sesi relaksasi secara bertahap
6. Anjurkan melakukan relaksasi otot rahang
7. Anjurkan mennegangkan otot selama 5 sampai 10 deti
kemuadian relaksasikan 20-30 detik
8. Ajurkan menegangkan otot kaki selama tidak lebih dari 5 dit
untuk menghindari kram
9. Ajurkan focus pada sensasi otot menegang
10. Ajurkan focus pada sensasi otot relaks
11. Ajurkan napas dalam dan perlahan
5. Defisit Setelah dilakukan tindakan perawatan Edukasi kesehatan (I.12383)
pengetahuan selama 3x24 jam, diharapkan tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
(D.0111) pengetahuan meningkat dengan informasi
kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkkatkan dan
Tingkat pengetahuan (L.12111) menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat 3. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
2. Kemampuan menjelaskan 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
pengetahuan tentang suatu topic 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
meningkat 6. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
3. Kemampuan menggambarkan
pengalaman sebelumnya yang
sesuai dengan topic meningkat
4. Perilaku sesuai dnegan
pengetahuan mengnkat
1.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberi intervensi berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan dan implementasi. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP yaitu :
- S (Subjektif) : bagaimana respon pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan
- O (Objektif) : data pasien yang diperoleh dari perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan
- A (Analisis) : masalah keperawatan pada pasien, apakah sudah teratasi,
belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
- P (Planning) : rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi.
1.5
BAB 4. DISCHARGE PLANING
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat :
4. No. Register :
5. Rencana Kepulangan pasien
- Diet TKRPRG (Tinggi Kalori, Rendah Protein, Rendah Garam)
- Membatasi meminum air
- Mempertahankan pola aktivitas yang tidak memperberat penyakit
- Minum obat secara teratur
- Control rutin sesuai jadwal HD
DAFTAR PUSTAKA

Brunner&Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8


Volume 2. Jakarta EGC.
Aisara, S., S. Azmi., dan M. Yanni.2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 7(1): 42-50
Evelyn, C. E. 2017. Anatomi dan Fisiologi untuk Medis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Infodantin. 2017. Siatuasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republlik Indonesia
Kamasita, S. E., S. Y. Nurdiana., Y. Hermasnyah., E. Junaidi.,dan M.
Fatekurohman. 2018. Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kinetik Segmen
Ventrikel Kiri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V. Nurseline
Journal. Vol 3(1): 10-19.
Nuari, N. A., dan D. Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Pranandari, R., dan W. Supadmi. 2015. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Di
Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Vol 11(2): 316-320
PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNII
Rahmawati, F. 2017. Aspek Laboratorium Gagal Ginjal Kronik. Jurnal Ilmiah
Kedokteran Wijaya Kusuma. Vol 6(1): 14-22.
Verdiansah. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CKD-237. Vol 43(2): 148-154.

Anda mungkin juga menyukai