Disusun Oleh:
1. Febita Bella Pratidila (2001032003)
2. Yayuk Rahayuningtyas (2001032007)
3. Edi Santoso (2001032016)
4. Seby Prasasti Ritaningsih (2001032017)
5. Mirah Susanti Kartika (2001032010)
6. Yunita Riskiyawati (2001031003)
7. Yulanda Irma Tiara (2001031004)
8. Rizky Pradana (2001031025)
9. Rungkut Rizaki (2001031044)
10. Riska Handayani (2001031007)
11. Firda Devi Candranita (2001031008)
12. Gunawan Tri Sutrisno (2001031026)
13. Bambang Triono (2001031045)
2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun
2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi
dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan
infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65%
(Sudoyo, 2006 dalam Rahayu, 2019).
Penyebab yang paling sering muncul adalah:
1. Diabetes Melitus Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes
melitus.
Jika kadar gula darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal (WebMD, 2015).
2. Hipertensi Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab
penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama
terjadinya CKD (WebMD, 2015).
Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara lain:
1. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan oleh kista
2. Memiliki arteri renal yang sempit.
3. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal. Seperti
obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti Celecoxib dan
Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik (WebMD, 2015).
3. Tanda Gejala
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Amenore dan atrofi testikuler
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10%
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita syndrome
uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi
metabolik nitrogen akibat gagal ginjal. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada
sindrom uremik, yaitu :
1. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen serta metabolit lainya,
serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal (eritropoeitin).
2. Gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan
lainya (dasar kelainan system ini belum banyak diketahui).
Manifestasi klinis menurut (Smeltzer, 2001; 1449) di dalam (Oktaviani, 2017) antara
lain hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas system
reninangiotensi-aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat
cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi.
4. Klasifikasi
Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus):
Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal (> 90 ml / menit / 1,73 m2)
Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2),
Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2),
Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73 m2)
Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal
terminal (Pebriyana, 2015 dalam Rustandi, 2018).
Tertimbun dalam
Reaksi antigen
Aterosklerosis ginjal Refluks
antibodi
Peningkatan
Iskemia
tekanan
ginjal
Nefron rusak
GFR turun
CKD
Penurunan fungsi Peningkatan Tidak mampu Sekresi
ekskresi ginjal retensi Na & H2O mengekskresi asam (H) eritropoitin turun
Anoreksia mual
Edema paru Suplai O2 jaringan
muntah
turun
Gangguan
Intake turun pertukaran gas Kelelahan otot Kelelahan otot
kandung kemih
Defisit nutrisi
Intoleransi
Retensi Urine aktivitas
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Hipervolemia berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan dan
natrium.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi paru.
4. Defisit nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder.
6. Retensi urin berhubungan dengan kerusakan arkus reflex.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
9. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Hipervolemia b.d penurunan Volume cairan pasien menurun setelah Observasi:
haluaran urin dan retensi cairan dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,
dan natrium. 3x24 jam. keseimbangan masukan dan haluaran, turgor
kulit dan adanya edema
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi sumber potensial cairan
1. Terbebas dari edema, efusi, 3. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
anasarka pernapasan, dan tekanan darah untuk
2. Bunyi nafas bersih,tidak adanya mengevaluasi respon terhadap terapi.
dipsnea Terapeutik:
3. Memilihara tekanan vena sentral, 1. Batasi masukan cairan
tekanan kapiler paru, output 2. Ambil sampel darah dan meninjau kimia
jantung dan vital sign normal. darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium,
pottasium, tingkat phospor) sebelum
perawatan untuk mengevaluasi respon
terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk
menghilangkan jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh pasien.
Edukasi:
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
pembatasan cairan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Gangguan pertukaran gas b.d Pertukaran gas pasien meningkat setelah Observasi:
kerusakan alveolus sekunder dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
terhadap adanya edema pulmoner. 3x24 jam. alat jalan nafas buatan.
2. Monitor respirasi dan status O2
Kriteria Hasil : 3. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
1. Mendemonstrasikan peningkatan usaha respirasi.
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
ventilasi dan oksigenasi yang 4. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
adekuat. penggunaan otot tambahan, retraksi otot
2. Memelihara kebersihan paru paru supraclavicular danintercostal
dan bebas dari tanda tanda 5. Monitor suara nafas, seperti dengkur
distress pernafasan. 6. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
3. Mendemonstrasikan batuk efektif kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
dan suara nafas yang bersih, tidak 7. Catat lokasi trakea.
ada sianosis dan dyspneu (mampu 8. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
mengeluarkan sputum, mampu paradoksis )
bernafas dengan mudah, tidak ada Terapeutik:
pursed lips). 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
4. Tanda tanda vital dalam rentang atau jaw thrust bila perlu.
normal 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Pasang mayo bila perlu.
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan.
7. Berikan pelembab udara.
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Kolaborasi:
1. Berikan bronkodilator bial perlu.
2. Monitor AGD, tingkat elektrolit
Pola nafas tidak efektif Pola nafas pasien meningkat setelah Observasi:
berhubungan dengan hiperventilasi dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
paru 3x24 jam. usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil: supraclavicular dan intercostal
1. Peningkatan ventilasi dan 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
oksigenasi yang adekuat kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes
2. Bebas dari tanda tanda distress Terapeutik:
pernafasan 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
3. Suara nafas yang bersih, tidak ada 2. Ajarkan pasien nafas dalam
sianosis dan dyspneu (mampu 3. Atur posisi senyaman mungkin
mengeluarkan sputum, mampu
Retensi urine berhubungan dengan Retensi urine pasien menurun setelah Observasi:
kerusakan arkus reflex. dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Periksa kondisi pasien (kesadaran, TTV,
3x24 jam. distensi kandung kemih, inkontinensia urine,
reflex berkemih)
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi tanda dan gejala retensi urin
1. Adanya sensasi berkemih 3. dentifikasi faktor yang menyebabkan retensi
2. Tidak ada distensi kandung kemih urin
3. Jumlah urine 24 jam normal 4. Monitor eliminasi urine (frekuensi,
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
4. Anuria / olguria menurun konsistensi, aroma, volume, dan warna)
Terapeutik:
1. Batasi asupan cairan, jika perlu
2. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau
kultur
3. Pemasangan selang kateter urine ke dalam
kandung kemih
Edukasi:
1. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
2. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk berkemih
3. Anjurkan minum yang cukup,jika tidak ada
kontraindikasi
4. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
panggul/perkemihan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria
uretra, jika perlu
Fadilla, Ivan, Dkk. 2018. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease (Ckd) Dengan
Menggunakan Metode Extreme Learning Machine (ELM). Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, Volume 2 No 10.
Oktaviani, Marianne Lusi. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Chronic
Kidney Disease (Ckd) Di Irna Non Bedah Penyakit Dalam Wanita Rsup Dr. M.
Djamil Padang. Padang: Program Studi D Iii Keperawatan Padang.
Veronika, Erna & Hartono, Budi. 2019. Nilai Estimasi Glomerulus Filtration Rate (GFR)
Menggunakan Persamaan Cockcroft And Gault Pada Masyarakat Terpajan
Merkuri Di Area Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) Desa Lebaksitu
Kabupaten Lebak Banten. Forum Ilmiah, Volume 16 Nomor 2.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M
DENGAN KASUS CKD + HIPERTENSI + ANEMIA DI RUANG ANTURIUM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
DATA SUBYEKTIF
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn M
Alamat : Pontang Utara Ambulu
Usia : 46 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. S
Alamat : Pontang Utara Ambulu
Usia : 43 tahun
Pekerjaan : Petani
Hubungan : Isteri
2. KELUHAN UTAMA
Badan lemas
TERAPI
1. Infus PZ 7 tpm
2. Injeksi Ceftriaxone 1x1 gram
3. Injeksi Antrain 3 x 1 ampul
4. Peroral Amlodipin 5 mg 1 x 1
5. Tranfusi PRC 1 kolf/hari pre Lasix 1 ampul
6. HD regular setiap hari Senin dan Kamis jam 10.00 wib
ANALISA DATA
NO Tanggal/jam DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
1. 27-4-21 DS: CKD Perfusi perifer tidak
08.00 Pasien mengatakan efektif
badan terasa lemas penurunan fungsi
DO: ginjal
Kulit dan
konjungtiva tampak sekresi hormone
anemis eritropuitin
CRT 3 detik menurun
Akral dingin
Kadar Hb 5,4 gr/dl produksi HB turun
Edema kaki (+)
TD 140/90 mmhg Oksihemoglobin
Nadi 88 x/menit turun
Suhu 36,7ºC
RR 22 x/menit perfusi perifer
tidak efektif
DS:
2. 27-4-21 CKD Risiko defisit nutrisi
Pasien mengatakan
08.00
sering mual, muntah dan
tidak selera makan Penurunan fungsi
DO: ekskresi ginjal
Pasien tampak
malas makan sindrom uremia
Hanya mampu
menghabiskan ¼ Anoreksia, mual,
porsi makan
muntah
yang disajikan
Pasien tampak
lemah intake nutrisi turun
Muntah (+)
Bising usus 10 Risiko defisit
x/menit nutrisi
Membrane
mukosa tampak
pucat
Bibir kering dan
pecah-pecah
Kadar albumin
3,3 gram %
3. 27-4-21 DS: CKD Hipervolemia
08.00 Pasien mengatakan
sering haus
DO :
Peningkatan
- Bibir kering
pecah-pecah retensi Na+H2O
- Odem bagian
ekstermitas Edema
bawah
- Asites minimalis Hipervolemia
- Kulit kering
- Turgor kulit
3detik
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Perfusi perifer tidak efektif yang Perfusi perifer pasien meningkat setelah . Observasi:
dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor TTV dan kadar HB
berhubungan dengan penurunan
3x24 jam. 2. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan 3. Monitor status cairan intake dan output
Kriteria Hasil: Terapeutik:
sekunder.
1. Membran mukosa merah muda 4. Lakukan penilaian secara komprehensif
2. Kulit dan Conjunctiva tidak fungsi sirkulasi periper. (cek nadi
anemis priper,oedema, kapiler refil, temperatur
3. Akral hangat ekstremitas).
4. TTV dalam batas normal. 5. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih
5. Tidak ada edema rendah untuk memperbaiki sirkulasi.
6. Hemoglobin dalam batas normal 6. Evaluasi nadi, oedema
Kolaborasi:
7. Berikan therapi tranfusi PRC 1 kolf/hari .
Edukasi:
1. Informasikan pada pasien dan keluraga
tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet sesuai terapi
Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan
Berkumur Air Matang
Corresponding author:
Ulya Najikhah
ulyanajikhah.unimus@gmail.com
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020
e-ISSN: 2723-8067
DOI: 10.26714/nm.v1i2.5655
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 109
hemodialisis setiap hari. Pasien biasanya berkumur air matang efektif terhadap
menjalani hemodialisis 2-3 kali seminggu penurunan rasa haus pasien CKD
dengan lama durasi tiap hemodialisis 3 (Makrumah, 2017). Gerakan berkumur
sampai 5 jam, artinya ketika pasien tidak juga akan membuat otot-otot bibir, lidah
menjalani hemodialisis pada hari-hari dan pipi berkontraksi. Kontraksi tersebut
diantara dua waktu dialisis pasien akan akan merangsang kelenjar saliva di mulut
mengalami masalah penumpukan cairan untuk menghasilkan saliva (Pratama,
dalam tubuh. Agar tidak terjadi overhidrasi, 2014).
pasien tetap harus membatasi asupan
cairan pada hari-hari ketika tidak menjalani Saat kelenjar ludah gagal memberikan
hemodialisis (interdialisis). Pengaturan cairan yang cukup untuk melembabkan
pola makan atau diet pada penderita gagal mulut maka menghasilkan rasa haus. Efek
ginjal yang menjalani hemodialisa pada rasa haus mengubah sensasi oral. Rasa
merupakan anjuran yang wajib dipatuhi haus normalnya akan segera hilang dengan
oleh setiap penderita gagal ginjal (Dewa, cara minum, rasa haus juga dapat diatasi
2012). Besarnya dampak yang ditimbulkan hanya dengan membasahi mulut tanpa ada
dari adanya overhidrasi terhadap pasien air yang tertelan. Membasahi mulut dengan
CKD membuat hal ini harus diatasi dengan berkumur dapat mengurangi rasa haus.
baik. Salah satu penatalaksanaan yang Berkumur menyebabkan otot-otot
sering dilakukan di rumah sakit untuk penguyah berkerja merangsang kelenjar
mengatasi masalah tersebut adalah dengan parotis yang memproduksi kelenjar saliva
melakukan program pembatasan intake menjadi meningkat sehingga rasa haus
cairan (Sulistyaningsih, 2011). mengalami penurunan (Ardiyanti, A.,
Armiyati, Y., & Arif, M. S., 2015) .
Adanya pembatasan intake cairan yang
dilakukan pada pasien yang menjalani METODE
hemodialisa menimbulkan efek timbul rasa
haus yang menyebabkan mulut pasien Penerapan ini menggunakan desain
kering karena produksi saliva yang descriptive study, dimana menggambarkan
berkurang (xerostomia), sehingga pasien pengelolaan kasus dalam mengaplikasikan
akan minum banyak untuk mengurangi evidence based nursing dengan
keluhan tersebut. Hal ini dikarenakan menggunakan pendekatan proses
dalam kondisi normal manusia tidak dapat keperawatan yaitu dengan berkumur air
bertahan lama tanpa asupan cairan matang untuk menurunkan rasa haus.
dibandingkan dengan makanan (Potter & Sampel penerapan pasien CKD di ruang
Perry, 2008). Menurut penelitian Ayyub 2 RS Roemani Muhammadiyah
(Fransisca, 2013) beberapa cara untuk Semarang sebanyak 2 orang dan tehnik
mengurangi rasa haus yang dapat dilakukan sampling menggunakan purposive sampling
oleh penderita CKD. Salah satunya adalah sesuai kriteria inklusi. Kriteria inklusi
berkumur dengan air dingin yang dicampur penerapan adalah: Pasien CKD yang
dengan daun mint. Menurut penelitian yang menjalani hemodialisis di RS Roemani,
dilakukan, berkumur dengan bahan bersedia menjadi responden, berumur 15-
tersebut akan berdampak pada penurunan 64 tahun, bersedia diberi intervensi dengan
rasa kering di mulut akibat program berkumur air matang. Kriteria eksklusi ini
pembatasan intake cairan, sehingga hal adalah mengundurkan diri saat proses
tersebut akan dapat menurunkan rasa haus penerapan, tidak patuh terhadap prosedur
yang muncul. Hasil penelitian lain tentang penerapan, pasien yang baru saja minum
“Efektivitas mengulum es batu dan saat akan diberi perlakuan dan dengan
berkumur air matang terhadap penurunan sengaja menelan air saat diberikan
rasa haus pasien CKD” , di dapatkan hasil intervensi berkumur air matang.
bahwa mengulum es batu maupun
Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 110
Setelah calon responden yang terpilih haus”, dan nilai 10 digunakan untuk
setuju, selanjutnya penerapan diawali kategori “sangat haus sekali”. Pengukuran
dengan menjelaskan prosedur penerapan. lama waktu menahan rasa haus
Penerapan dilakukan di ruang ayyub 2. menggunakan stopwatch. Lama menahan
Instrumen penerapan menggunakan rasa haus di ukur dengan menghitung lama
instrument pengukuran Visual Analog Scale waktu pasien menahan rasa haus setelah
(VAS) untuk mengukur rasa haus, skala diberikan intervensi sampai merasa haus
pengukuran berada dalam rentang 0-10. kembali.
Nilai 0 digunakan untuk kategori “tidak
0 10
Tidak Haus Sama Sekali Haus Berat
Perlakukan pada ke dua responden diberi makan menurun, tidak ada keluhan mual
air matang 25 ml untuk berkumur selama muntah. BB sebelumnya 59 kg saat ini 57 kg
30 detik yang di ukur dengan stopwatch dan TB 165 cm. Pada pemeriksaan
setelah itu air bekas kumuran dibuang pada laboratorium di dapatkan hasil Hb 10,2
gelas yang sudah di siapkan untuk g/dL, Hematokrit 28,3%, Jumlah Leukosit
memastikan volume air yang keluar tidak 22,90 ul. Untuk pemeriksaan fungsi ginjal di
kurang dari 25 ml. Lama waktu menahan dapatkan hasil ureum 187 mg/dL, Kreatinin
rasa haus di ukur dengan menanyakan lama 12,89 mg/dL. Hasil Analisa Gas Darah PH
pasien menahan rasa haus dari waktu awal 7,27 mmHg, PCO2 25,3 mmHg, PO2 128,5
setelah selesai perlakuan sampai mulai mmHg, HCO3 11,9 mmHg, SaO2 98,4%.
merasa haus kembali. Pasien terdiagnosa CKD tahun 2015 dan
mulai menjalani hemodialisa sejak 2017.
HASIL
Pasien 2 usia 64 tahun, pendidikan SMP,
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah agama Islam, suku jawa, pekerjaan buruh.
dilakukan pada Pasien 1 dan Pasien 2 Klien datang dengan keluhan pusing dan
dengan diagnosa CKD di ruang ayyub 2 RS badan terasa lemas. Pemeriksaan fisik
Roemani Semarang didapatkan hasil Pasien didapatkan kesadaran composmentis,
1, usia 51 tahun datang ke IGD pada 25 tanda-tanda vital tekanan darah 100/70
Agustus 2019. Pendidikan SD, agama islam, mmHg, nadi 75x/menit, respirasi rate
suku jawa, pekerjaan tidak bekerja. Pasien 1 20x/menit, suhu 37,00C. Pada pemeriksaan
masuk rumah sakit dengan keluhan sesak labolatorium didapatkan hasil Hb 8,4 g/dL,
sejak 2 bulan dan memberat sejak 1 minggu Hematokrit 24,7%., Ureum 166 mg/dL,
yang lalu. Sesak bertambah ketika Kreatinin 13, 4 mg/dL, GDS 74 mg/dL.
berbaring, sesak seperti tertimpa benda Pasien terdiagnosa CKD pada tahun 2014
berat. Pasien mempunyai riwayat dan sudah mulai menjalani hemodialisa
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, TD pada 2015.
masuk 160/90 mmHg. Pemeriksaan fisik
kesadaran composmentis, nadi 98x/menit, Masalah keperawatan yang muncul pada
suhu 36°C, mukosa bibir kering, Pasien 1 dan Pasien 2 adalah kelebihan
konjungtiva anemis. Pasien sehari-hari volume cairan. Kelebihan volume
makan 3 kali sehari. Pasien mengeluh nafsu berhubungan dengan kelebihan asupan
Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 111
cairan dijadikan sebagai prioritas masalah Penerapan berkumur air matang yang
yang perlu penanganan khusus yaitu bertujuan untuk mengurangi rasa haus
hemodialisis. Dimana program pembatasan pada pasien yang dilakukan dan diobservasi
cairan sangatlah penting bagi pasien yang pada waktu 3 kali pertemuan. Dimana
menjalani hemodialisis. Jumlah cairan yang pertemuan pertama pada tanggal 26
dikonsumsi penderita penyakit ginjal Agustus 2019, pertemuan ke-2 pada
kronik harus dibatasi dan dipatuhi. tanggal 27 Agustus 2019 dan ke-3 pada
Parameter yang efektif agar bisa terkontrol tanggal 30 Agustus 2019. Intervensi yang
dengan berat badan pasien itu sendiri. Jika dilakukan juga baik untuk program
pasien mengalami peningkatan berat kesehatan mulut pasien CKD yang memiliki
badan, akan menyebabkan komplikasi aroma khas amoniak serta bisa dilakukan
penyakit lainnya dan juga membuat edema secara mandiri saat dirumah nanti dan di
pada tubuh. lakukan feedback saat sedang menjalankan
hemodialisis.
Aturan yang dipakai untuk menentukan
asupan cairan adalah produksi urine yang Hasil penerapan menunjukkan rata-rata
dikeluarkan selama 24 jam terakhir+500 lama waktu menahan rasa haus responden
ml (IWL). Asupan cairan ini membutuhkan yang diberi perlakuan berkumur air matang
pengaturan yang harus dijaga dan dipatuhi, adalah 50 menit, lama waktu menahan rasa
karena pada pasien CKD sering merasakan haus tercepat 10 menit dan terlama 65
rasa haus dan mulut yang terasa kering. menit.
Hasil pengkajian didapatkan data tentang
asupan cairan ≥ 1200 ml/hari. Bila Berikut tabel hasil penerapan “Penurunan
menerapkan aturan yang dipakai untuk Rasa Haus Pada Pasien CKD Dengan
menetukan asupan cairan, kebutuhan Berkumur Air Matang” :
cairan pasien dalam 24 jam hanya ≤ 600 ml.
Tabel 1
Distribusi frekwensi Penurunan Rasa Haus Pada Pasien CKD Dengan Berkumur Air Matang
Skala haus Lama waktu menahan haus
Tanggal 26/8/19 27/8/19 30/8/19 26/8/19 27/8/19 30/8/19
Pertemuan I II III I II III
Pasien 1 5 9 8 10 menit 20 menit 35 menit
Pasien 2 8 5 5 30 menit 40 menit 65 menit
Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 112
memicu rasa haus muncul sebagai respon keseimbangan cairan melalui kehausan,
tubuh manusia untuk memenuhi kebutuhan variabel umpan balik yang dikendalikan,
cairan tubuh yang hilang. Lama menjalani diatur secara akut oleh pusat dan
hemodialisis terkait dengan kemampuan mekanisme periferal (Millard-Stafford,
pasien dalam beradaptasi. Semakin lama Wendland, O’Dea, & Norman, 2012).
pasien menjalani hemodialisis diharapkan
pasien semakin beradaptasi terhadap Hasil penerapan menggunakan metode
kondisi penyakitnya terutama beradaptasi manajemen rasa haus berkumur dengan air
dengan pembatasan cairan dengan baik. matang sejalan dengan penelitian oleh
peneliti sebelumnya. Penelitian di RS
Pemeriksaan fisik pada kedua pasien Kariadi yang menunjukkan bahwas
menunjukkan mukosa bibir kering, kondisi berkumur dengan suhu ruangan (±25°C)
ini sesuai dengan teori yang menyatakan sebanyak 25 ml selama 30 detik efektif
salah satu faktor yang menimbulkan rasa dalam mengurangi rasa haus pada pasien
haus muncul adalah efek langsung CKD (Suryono, A., Armiyati, Y., & Mustofa,
membran mukosa kering namun hal ini 2016). Gerakan bekumur mengaktifkan
tidak memicu vasopressin (Arfany, Musculus Masseter yang kemudian
Armiyati, Argo, & Kusuma, 2014). Saat merangsang kelenjar parotis untuk
kelenjar ludah gagal memberikan cairan memproduksi saliva atau liur,
yang cukup untuk melembabkan mulut konsekuensinya produksi saliva meningkat
yang menghasilkan rasa haus. Efek pada sehingga rasa haus dapat berkurang
rasa haus mengubah sensasi oral. Kita (Arfany et al., 2014)
minum ketika kita haus untuk
menghapuskan sensasi yang tidak Kekeringan mulut yang mengakibatkan
menyenangkan yang muncul di mulut peningkatan rasa haus akan meningkatkan
ketika air liur tidak cukup untuk menjaga asupan cairan (Kozier, B., Glenora, Berman,
mulut dan faring dalam kondisi lembab A., & Snyder, 2011). Pasien CKD dengan
(Kozier, B., Glenora, Berman, A., & Snyder, pembatasan asupan cairan dapat memilih
2011). Rasa haus normalnya akan segera intervensi yang paling sesuai. Rasa haus
hilang dengan cara minum, bahkan sebelum akibat mulut kering dapat dikendalikan
cairan diserap saluran pencerna orang sakit dengan memilih intervensi manajemen rasa
selama periode panas yang haus yang aman. Pasien yang sensitif
berkepanjangan(Kozier, B., Glenora, terhadap mint dan es dapat memilih
Berman, A., & Snyder, 2011). Rasa haus juga mengurangi rasa haus dengan berkumur
dapat diatasi hanya dengan membasahi menggunakan air matang. Hasil penelitian
mulut tanpa ada air yang tertelan. menjadi rujukan pasien hemodialisis untuk
Membasahi mulut dengan berkumur dapat melakukan perwatan diri (self care) dalam
mengurangi rasa haus. pembatasan intake cairan dengan
pemilihan intervensi “manajemen rasa
Penerapan ini untuk melihat efektifitas haus” yang tepat. Studi literatur review
intervensi ”manajemen rasa haus” dengan “Gambaran self care status cairan pada
berkumur air matang terhadap kemampuan pasien hemodialisa” dengan melihat artikel
pengendalian intake cairan tubuh melalui yang bersumber dari elektronik data base
pengendalian rasa haus. Penerapan ini seperti Proquest, google scholar dan
memberikan kontribusi terhadap pilihan pubmed kurun waktu 2008 – 2019
intervensi menahan rasa haus untuk menunjukkan bahwa bahwa kemampuan
mencegah ketidakseimbangan tubuh pasien hemodialisa pemenuhan self care
karena overhidrasi. Hasil evaluasi kedua status cairan masih rendah (Faradisa
pasien terdapat peningkatan dalam Yuanita Fahmi, 2016). Hasil penelitian ini
menahan rasa haus. Kondisi tersebut dapat memberikan informasi kepada
mendukung dalam mepertahankan pasien, keluarga pasien dan tenaga
Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 113
kesehatan untuk memilih intervensi yang Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012).
sesuai dalam mengatasi rasa haus dan Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
mengurangi asupan cairan.
LeMone, P., Burke, K.M,. & Bauldoff, G. 2012. Buku
ajar keperawatan medikal bedah gangguan
SIMPULAN
eliminasi gangguan kardiovaskular. Jakarta:
EGC
Berkumur dengan air matang dapat
Makrumah, N. (2017). Efektifitas mengulum es batu
menurunkan rasa haus pada pasien CKD. dan berkumur air matang terhadap lama
Lama waktu menahan rasa haus berkumur waktu menahan rasa haus pasien yang
air matang rata-rata 50 menit. menjalani hemodialisis di RS Roemani
Muhammadiyah semarang (Minithesis,
UCAPAN TERIMAKASIH Unimus).
Millard-Stafford, M., Wendland, D. M., O'Dea, N. K., &
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Norman, T. L. (2012).Thirst and hidration
semua pasien yang telah bersedia menjadi status in everyday life. Nutrition Reviews, Vol
70 (Suppl. 2): S147-S151.
subjek studi kasus. Peneliti juga
mengucapkan terimakasih kepada semua Pratama, Moh.A.B.P. (2014). Perbedaan sekresi
saliva sebelum dan sesudah berkumur
pihak yang telah membantu dalam menggunakan baking soda pada penderita
penyelesaian artikel ini. diabetes melitus.
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456
REFERENSI 789/11853. Diperoleh pada tanggal 06 Juni
2017.
Ardiyanti, A., Armiyati, Y., & Arif, M. S. (2015). Purnomo, B.B. (2011). Dasar-dasar urologi. Edisi III.
Pengaruh Kumur dengan Obat Jakarta: Sagung Seto
Kumur Rasa Mint terahadap Rasa Haus pada Riskesdas. (2013). Badan penelitian dan
Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani pengembangan kesehatan kementrian
Hemodialisa di SMC RS Telogorejo. Jurnal kesehatan RI.
Keperawatan dan Kebidanan, 1 - 9. http://www.depkes.go.id/resources/download
Arfany, N.W., Armiyati, Y., Kusuma, M.A.B. (2015). /general/Hasil%20Riskesdas%2013.pdf.
Efektifitas mengunyah permen karet rendah Diperoleh pada tanggal 02 Juli 2017.
gula dan mengulum es batu terhadap Sulistyaningsih. (2011). Metodologi penelitian
penurunan rasa haus pada pasien Penyakit kebidanan kuantitatif-kualitatif. Edisi I.
Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisis di Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan STIKES Suryono, A., Armiyati, Y., & Mustofa, A. (2016).
Telogorejo. Vol. 1, No. 6. Diperoleh pada Efektifitas mengulum es batu dan berkumur air
tanggal 12 Mei 2017. matang terhadap penurunan rasa haus pasien
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di RSUP. Dr.
Fahmi, F. Y., & Hidayati, T. (2016). Gambaran self care Kariadi Semarang.
status cairan pada pasien hemodialisa http://jurma.unimus.ac.id/index.php/peraw
(literatur review). Jurnal Care, vol. 4, No. 2, at/article/view/290, diperoleh 20 Februari
Tahun 2016. 2019.
Fransisca, K. (2013). Dialife: Berat interdialisis. Tortora, G.J., Derrickson, B. ( 2011). Principles of
https://www.google.com/search?q=Buletin%2 anatomy and physiology maintanance and
0informasi%20kesehatan%2095. Diperoleh continuity of the human body. 13th Edition.
pada tanggal 15 Mei 2017. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
Kozier, B., Glenora, Berman, A., & Snyder, J. S. (2011).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.
Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang