Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN CASE CONFERENCE MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUANG

ANTURIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh:
1. Febita Bella Pratidila (2001032003)
2. Yayuk Rahayuningtyas (2001032007)
3. Edi Santoso (2001032016)
4. Seby Prasasti Ritaningsih (2001032017)
5. Mirah Susanti Kartika (2001032010)
6. Yunita Riskiyawati (2001031003)
7. Yulanda Irma Tiara (2001031004)
8. Rizky Pradana (2001031025)
9. Rungkut Rizaki (2001031044)
10. Riska Handayani (2001031007)
11. Firda Devi Candranita (2001031008)
12. Gunawan Tri Sutrisno (2001031026)
13. Bambang Triono (2001031045)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
BAB I
KONSEP PENYAKIT

A. KONSEP Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Definisi
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah
dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan
dalam tubuh , menjaga level elektrolit seperti sodium, potassium dan fosfat tetap
stabil, serta memproduksi hormone enzim yang dapat membantu mengendalikan
dalam tekanan darah memproduksi sel darah merah serta menjaga susunan tulang
menjadi lebih kuat. Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120-150 liter darah dan
menghasilkan sekitar 1-2 liter urin.Ginjal tersusun atas unit penyaring yang
dinamakan nefron.Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.Glomelurus menyaring
cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta mencegah keluarnya sel darah dan molekul
besar yang sebagian besar berupa protein.Selanjutnya melewati tubulus yang
mengambil kembali mineral yang dibutuhkan tubuh dan membuang limbahnya. Ginjal
juga menghasilkan enzim renin yang menjaga tekanan darah dan kadar garam serta
hormon erythropoietin(Fadilla, 2018).
CKD (Chronic Kidney Disease) atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan
sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009 dalam Rahayu, 2019).
Gambar 1. Anatomi Ginjal (http://p2ptm.kemkes.go.id)

2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun
2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi
dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan
infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65%
(Sudoyo, 2006 dalam Rahayu, 2019).
Penyebab yang paling sering muncul adalah:
1. Diabetes Melitus Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes
melitus.
Jika kadar gula darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal (WebMD, 2015).
2. Hipertensi Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab
penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama
terjadinya CKD (WebMD, 2015).

Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara lain:
1. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan oleh kista
2. Memiliki arteri renal yang sempit.
3. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal. Seperti
obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti Celecoxib dan
Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik (WebMD, 2015).

3. Tanda Gejala
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Amenore dan atrofi testikuler

Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10%
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita syndrome
uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi
metabolik nitrogen akibat gagal ginjal. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada
sindrom uremik, yaitu :
1. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen serta metabolit lainya,
serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal (eritropoeitin).
2. Gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan
lainya (dasar kelainan system ini belum banyak diketahui).

Manifestasi klinis menurut (Smeltzer, 2001; 1449) di dalam (Oktaviani, 2017) antara
lain hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas system
reninangiotensi-aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat
cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi.

4. Klasifikasi
Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus):
Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal (> 90 ml / menit / 1,73 m2)
Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2),
Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2),
Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73 m2)
Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal
terminal (Pebriyana, 2015 dalam Rustandi, 2018).

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit ginjal yang ditandai


dengan penurunan nilai laju filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR)
selama tiga bulan atau lebih. Menurut (Derebail, et al., 2011), klasifikasi CKD dapat
diklarifikasi CKD Berdasarkan Nilai GFR Stage Deskripsi GFR (ml/min per 1.73m2 )
1. Kerusakan ginjal dengan GFR normal >90
2. Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan 60 – 89
3. Penurunan GFR sedang 30 – 59
4. Penurunan GFR berat 15 – 29
5. Gagal ginjal<15
Perhitungan nilai GFR menggunakan formula persamaan Cockcroft and Gault (1976)
dalam (Veronika & Hartono, 2019) dengan rumus:
GFR laki-laki =(140-usia ) xBerat Badan (kg)
72 x Scr (mg/dl)
GFR perempuan = (140-usia ) xBerat Badan (kg) x 0,85
72 x Scr (mg/dl)
5. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition).
3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:
Tabel 1. Penatalaksanaan CKD berdasarkan LFG
LFG
Derajat Perencanaan Penatalaksanaan Terapi
(ml/mnt/1.73 m2)
Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya, kondisi
1 >90 komorbid, evaluasi pemburukan (progresional)
fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler
Menghambat pemburukan (progresional) fungsi
2 60-89
ginjal
Mengevaluasi dan melakukan terapi pada
3 30-59
komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis)
Dialisis dan mempersiapkan terapi penggantian
5 <15
ginjal (transplantasi ginjal)

Pedoman Untuk Gaya Hidup Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronik


1. Berhenti merokok
2. Mengurangi berat badan
3. Kontrol protein diet
4. Asupan alkohol
5. Olahraga
6. Asupan garam

6. Patofisiologi Pathway (WOC)


Pada awalnya, ginjal yang normal mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan nilai Glomerulus Filtration Rate (GFR). Namun, karena beberapa
faktor, ginjal mengalami penurunan jumlah nefron. Karena penurunan jumlah nefron,
glomerulus mengalami hiperfiltrasi yaitu peningkatan tekanan glomerular yang dapat
menyebabkan hipertensi sistemik di dalam glomerulus. Peningkatan tekanan
glomerulus ini akan menyebabkan hipertrofi pada nefron yang sehat sebagai
mekanisme kompensasi. Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan
dehidrasi dan hiponatremia akibat eksresi natrium melalui urin meningkat.
Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkanproteinuria. Derajat
proteinuria sebanding dengan tingkat perkembangan dari gagal ginjal.
Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi saluran
(Hipertensi, DM) kemih

Tertimbun dalam
Reaksi antigen
Aterosklerosis ginjal Refluks
antibodi

Suplai darah Vaskularisasi


Hidronefrosis
ginjal turun ginjal

Peningkatan
Iskemia
tekanan
ginjal

Nefron rusak

GFR turun

CKD
Penurunan fungsi Peningkatan Tidak mampu Sekresi
ekskresi ginjal retensi Na & H2O mengekskresi asam (H) eritropoitin turun

Sindrom uremia CES meningkat Edema jaringan Asidosis Produksi Hb turun

Pruritus Tekanan kapiler Hipervolemia Hiperventilasi Oksihemoglobin


naik turun

Gangguan integritas Pola nafas tidak


kulit/jaringan Volume efektif
Gangguan
interstisial naik
perfusi jaringan

Anoreksia mual
Edema paru Suplai O2 jaringan
muntah
turun

Gangguan
Intake turun pertukaran gas Kelelahan otot Kelelahan otot
kandung kemih

Defisit nutrisi
Intoleransi
Retensi Urine aktivitas

Bagan 1. Pathway Chronic Kidney Disease (CKD) (Rahayu, 2019)


7. Fokus Pengkajian
1. Pengumpulan Data Awal
1) Identitas klien Terdiri dari nama, no.rekam medis, tanggal lahir, umur, agama,
jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk, diagnosa
medis dan nama identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, hubungan
dengan pasien, pekerjaan dan alamat.
2. Pengumpulan Data Dasar
1) Keluhan utama Biasanya Klien datang dengan keluhan utama yang didapat
bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan
nutrisi. Kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalah dan
mendapat pengobatan apa.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya ada riwayat penyakit gagal ginjal gagal
akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, pengguanaan obat-obat
nefrotoksik. Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi. Dan biasanya
adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi presdiposisi penyebab. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obatobatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya klien mempunyai anggota keluarga
yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien yaitu CKD, maupun
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus
terjadinya penyakit CKD.
3. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari
1) Pola aktivitas / istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise. Gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen). Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak.
2) Pola nutrisi Makan / cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tidak sedap pada
mulut (pernafasan ammonia). Tanda : distensi abdomen, pembesaran hati,
perubahan turgor kulit edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, penurunan
otot, penurunan lemak sub kutan, penampilan tidak bertenaga.
3) Pola eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut,
abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tanda : perubahan warna urin,
contoh : kuning pekat, merah, coklat berawan, oliguria , dapat menjadi anuria.
4) Pola sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina).
Tanda : hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umumdan pitting pada kaki,
telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi, ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat,kulit
coklat kehijauan, kuning, kecendrungan perdarahan. Integritas ego
Gejala : faktor stress, contoh : financial, hubungan, persaan tidak berdaya,
tidak ada kekuatan. Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah
tersinggung, perubahan kepribadian.
5) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/ kejang sindrom “kaki
gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki. Tanda : gangguan status mental,
contoh : penurunan lapang perhatian , ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis,
kuku rapuh dan tipis.
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaku (memburuk saat
malam hari) Tanda : perlu berhati-hati, distraksi, gelisah.
8) Pernafasan Gejala : nafas pendek, dyspenia, nocturnal paroksimal, batuk
dengan atau tampa sputum kental dan banyak.
9) Keamanan Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi. Tanda : pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), normotemia dapat secara actual terjadi peningkatan
pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (depresi
respons imun), petekie, area ekimosis pada kulit.
10) Seksualitas Gejala : penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11) Interaksi Sosial Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
12) Penyuluhan/ pembelajaran Gejala : riwayat DM keluarga (risiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakit polikistik, nefitis herediter, kulkulus urinaria,
malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, rancun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
4. Pemeriksaan Fisik
1). Keadaan Umum dan TTV
a) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b) Tingakat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi system saraf pusat
c) TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi
2. Kepala
a) Rambut : Biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien sering sakit, kepala,
kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : Biasanya klien berwajah pucat
c) Mata : Biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur, konjungtiva
anemis, dan sclera tidak ikterik.
d) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan klien bernafas
pendek dan kusmaul
e) Bibir:Biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,
perdarahan gusi, dan napas berbau
f) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
g) Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan
3. Leher Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau kelenjar getah
bening
4. Dada / Thorak
Inspeksi : Biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan kusmaul
(cepat/dalam)
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : Biasanya Sonor
Auskultasi : Biasanya vesicular
5. Jantung
Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya ictus Cordis teraba di ruang inter costal 2 linea dekstra
sinistra
Perkusi : Biasanya ada nyeri
Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6. Abdomen
Inspeksi :Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan cairan,
klien tampak mual dan muntah
Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35 kali/menit
Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya
pembesaran hepar pada stadium akhir.
Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
7. Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, anuria distensi abdomen, diare atau
konstipasi, perubahan warna urine menjadi kuning pekat, merah coklat dan
berwarna.
8. Ekstremitas
Biasanya diadapatkan adanya nyeri panggul, oedema pada ekstermitas, kram
otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, keterbatasan gerak
sendi.
9. Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik adanya area
ekimosis pada kulit.
10. Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingkat kesadaran,
disfungsi serebral, seperti perubahan proses piker dan disorientasi. Klien sering
didapati kejang, dan adanya neuropati perifer.
H. Test Diagnostik
1. Radiologi : Menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
2. Foto Polos Abdomen : Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau
obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena : Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi
penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram : Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung : Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis.
7. Pemeriksaan radiologi Tulang : Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari)
kalsifikasi metatastik.
8. Pemeriksaan radiologi Paru : Mencari uremik lung yang disebabkan karena
bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde : Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang
reversible.
10. EKG : Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi Ginjal : Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
- Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
- Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
- Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
- Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
- Ureum
- Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Hipervolemia berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan dan
natrium.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi paru.
4. Defisit nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder.
6. Retensi urin berhubungan dengan kerusakan arkus reflex.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
9. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Hipervolemia b.d penurunan Volume cairan pasien menurun setelah Observasi:
haluaran urin dan retensi cairan dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,
dan natrium. 3x24 jam. keseimbangan masukan dan haluaran, turgor
kulit dan adanya edema
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi sumber potensial cairan
1. Terbebas dari edema, efusi, 3. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
anasarka pernapasan, dan tekanan darah untuk
2. Bunyi nafas bersih,tidak adanya mengevaluasi respon terhadap terapi.
dipsnea Terapeutik:
3. Memilihara tekanan vena sentral, 1. Batasi masukan cairan
tekanan kapiler paru, output 2. Ambil sampel darah dan meninjau kimia
jantung dan vital sign normal. darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium,
pottasium, tingkat phospor) sebelum
perawatan untuk mengevaluasi respon
terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk
menghilangkan jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh pasien.
Edukasi:
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
pembatasan cairan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

Gangguan pertukaran gas b.d Pertukaran gas pasien meningkat setelah Observasi:
kerusakan alveolus sekunder dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
terhadap adanya edema pulmoner. 3x24 jam. alat jalan nafas buatan.
2. Monitor respirasi dan status O2
Kriteria Hasil : 3. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
1. Mendemonstrasikan peningkatan usaha respirasi.
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
ventilasi dan oksigenasi yang 4. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
adekuat. penggunaan otot tambahan, retraksi otot
2. Memelihara kebersihan paru paru supraclavicular danintercostal
dan bebas dari tanda tanda 5. Monitor suara nafas, seperti dengkur
distress pernafasan. 6. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
3. Mendemonstrasikan batuk efektif kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
dan suara nafas yang bersih, tidak 7. Catat lokasi trakea.
ada sianosis dan dyspneu (mampu 8. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
mengeluarkan sputum, mampu paradoksis )
bernafas dengan mudah, tidak ada Terapeutik:
pursed lips). 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
4. Tanda tanda vital dalam rentang atau jaw thrust bila perlu.
normal 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Pasang mayo bila perlu.
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan.
7. Berikan pelembab udara.
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Kolaborasi:
1. Berikan bronkodilator bial perlu.
2. Monitor AGD, tingkat elektrolit

Pola nafas tidak efektif Pola nafas pasien meningkat setelah Observasi:
berhubungan dengan hiperventilasi dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
paru 3x24 jam. usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil: supraclavicular dan intercostal
1. Peningkatan ventilasi dan 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
oksigenasi yang adekuat kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes
2. Bebas dari tanda tanda distress Terapeutik:
pernafasan 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
3. Suara nafas yang bersih, tidak ada 2. Ajarkan pasien nafas dalam
sianosis dan dyspneu (mampu 3. Atur posisi senyaman mungkin
mengeluarkan sputum, mampu

Defisit nutrisi kurang dari Nutrisi pasien meningkat setelah Observasi:


kebutuhan tubuh b.d anoreksia dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor adanya mual dan muntah
mual muntah 3x24 jam. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan
perubahan status nutrisi.
Kriteria Hasil: 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin,
1. Nafsu makan meningkat dan hematocrit level yang menindikasikan
2. Tidak terjadi penurunan BB status nutrisi dan untuk perencanaan
3. Masukan nutrisi adekuat treatment selanjutnya.
4. Menghabiskan porsi makan 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
5. Hasil lab normal (albumin, Terapeutik:
kalium) 1. Tingkatkan intake makan melalui :
2. Sajikan makanan dalam kondisi hangat.
3. Selingi makan dengan minum.
4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
5. Berikan makanan sering tapi sedikit pada
pasien
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan.
7. Berikan semangat dan pujian positif untuk
mendorong kepatuhan.
8. Berikan makanan sedikit tapi sering
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
9. Berikan perawatan mulut sering
Edukasi:
1. Informasikan pada pasien dan keluraga
tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet sesuai terapi

Gangguan perfusi jaringan Perfusi jaringan pasien meningkat setelah Observasi:


penurunan suplai O2 dan nutrisi ke dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji nyeri
jaringan sekunder 3x24 jam. 2. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
berhubungan dengan 3. Monitor status cairan intake dan output
Kriteria Hasil: Terapeutik:
1. Membran mukosa merah muda 1. Lakukan penilaian secara komprehensif
2. Conjunctiva tidak anemis fungsi sirkulasi periper. (cek nadi
3. Akral hangat priper,oedema, kapiler refil, temperatur
4. TTV dalam batas normal. ekstremitas).
5. Tidak ada edema 2. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih
rendah untuk memperbaiki sirkulasi.
3. Evaluasi nadi, oedema
Kolaborasi:
1. Berikan therapi antikoagulan.

Retensi urine berhubungan dengan Retensi urine pasien menurun setelah Observasi:
kerusakan arkus reflex. dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Periksa kondisi pasien (kesadaran, TTV,
3x24 jam. distensi kandung kemih, inkontinensia urine,
reflex berkemih)
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi tanda dan gejala retensi urin
1. Adanya sensasi berkemih 3. dentifikasi faktor yang menyebabkan retensi
2. Tidak ada distensi kandung kemih urin
3. Jumlah urine 24 jam normal 4. Monitor eliminasi urine (frekuensi,
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
4. Anuria / olguria menurun konsistensi, aroma, volume, dan warna)
Terapeutik:
1. Batasi asupan cairan, jika perlu
2. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau
kultur
3. Pemasangan selang kateter urine ke dalam
kandung kemih
Edukasi:
1. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
2. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk berkemih
3. Anjurkan minum yang cukup,jika tidak ada
kontraindikasi
4. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
panggul/perkemihan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria
uretra, jika perlu

Intoleransi aktivitas berhubungan Intoleransi aktivitas pasien menurun Observasi:


dengan keletihan, anemia, retensi setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
produk. selama 3x24 jam. melakukan aktivitas.
2. Kaji adanya factor yang menyebabkan
Kriteria Hasil : kelelahan.
1. Berpartisipasi dalam aktivitas 3. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
fisik tanpa disertai peningkatan dan emosi secara berlebihan.
tekanan darah, nadi dan RR 4. Monitor respon kardivaskuler terhadap
2. Mampu melakukan aktivitas aktivitas.
sehari hari (ADLs) secara mandiri 5. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Terapeutik:
1. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan.
2. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social.
3. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan.
4. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek.
5. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang.
6. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
7. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas.
8. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan.
Kolaborasi:
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam merencanakan progran terapi
yang tepat.
Daftar Pustaka

Fadilla, Ivan, Dkk. 2018. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease (Ckd) Dengan
Menggunakan Metode Extreme Learning Machine (ELM). Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, Volume 2 No 10.

Oktaviani, Marianne Lusi. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Chronic
Kidney Disease (Ckd) Di Irna Non Bedah Penyakit Dalam Wanita Rsup Dr. M.
Djamil Padang. Padang: Program Studi D Iii Keperawatan Padang.

Rahayu, Oktaviani. 2019.Laporan Pendahuluan Chronic Kidney Disease


(CKD).Bandung:Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bale Bandung.

Repository.Usu.Ac.Id › Bitstream › Handle.Chronic Kidney Disease (Ckd) - Usu


Repository.

Rustandi, Handi, Dkk. 2018.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien


Chronic Kidney Disease (Ckd) Yang Menjalani Hemodialisa.Jurnal Keperawatan
Silampari, Volume 1, Nomor 2.

Veronika, Erna & Hartono, Budi. 2019. Nilai Estimasi Glomerulus Filtration Rate (GFR)
Menggunakan Persamaan Cockcroft And Gault Pada Masyarakat Terpajan
Merkuri Di Area Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) Desa Lebaksitu
Kabupaten Lebak Banten. Forum Ilmiah, Volume 16 Nomor 2.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M
DENGAN KASUS CKD + HIPERTENSI + ANEMIA DI RUANG ANTURIUM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

DATA SUBYEKTIF
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn M
Alamat : Pontang Utara Ambulu
Usia : 46 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani

PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. S
Alamat : Pontang Utara Ambulu
Usia : 43 tahun
Pekerjaan : Petani
Hubungan : Isteri

2. KELUHAN UTAMA
Badan lemas

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien terjadwal Hemodialisis regular dua kali seminggu, saat datang ke RSD dr
Soebandi tanggal 26 April 2021 jam 11.00 wib pasien mengeluh sesak, nyeri ulu
hati dan badan terasa lemas, terapi yang diberikan di RSD dr Soebandi adalah
dilakukan Hemodialis kemudian pasien dipindahkan di ruang Anturium.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien mempunyai riwayat penyakit Diabetes mellitus sejak tahun 2012, riwayat
penyakit TB paru tahun 2015 dan penyakit gagal ginjal sejak 2019, pasien menjalani
program Hemodialis rutin 2 x/minggu di RSD dr. Soebandi.
DATA OBYEKTIF
1. B1 (Breathing)
a. Jalan nafas paten
b. Tidak ada suara tambahan
c. RR: 22 x/menit
d. SpO2 96%
5. Blood (Sirkulasi)
a. CRT 3 detik
b. Suhu 36,7 ºC
c. Akral dingin
d. Nadi 88 x/ menit
e. Tekanan darah 140/80 mmhg
6. Brain (Persyarafan)
a. Keadaan umum lemah
b. GCS 4 5 6
7. Bladder (Perkemihan)
a. BAK : pasien jarang BAK, 1 x sehari hanya 2 tetes
b. Warna seperti teh
c. Bau khas
8. Bowel (Pencernaan)
a. Bibir kering
b. Sudut bibir pecah-pecah
c. Klien mengeluh sering mual, muntah dan tidak nafsu makan
d. Bising usus normal 10 x / menit
e. Pasien hanya mampu menghabiskan makan ¼ porsi
f. BAB 2 hari sekali
g. Membrane mukosa tampak pucat
9. Bone (Musculoskeletal)
a. Sendi bebas
b. Kekuatan otot maksimal
c. ADL dibantu sebagian
d. Permukaan kulit kering
e. Kulit dan konjungtiva tampak anemis
f. Odema ekstrimitas bawah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap
Hb 5,4 gr/dl
Leukosit 5,8 10⁹/L
Hitung jenis -/-/-/71/20/9
Hematocrit 16,1 %
Trombosit 149 10⁹/L
2. Faal Hati
Bilirubin direk 0,20 mg/dl
Bilirubin total 0,57 mg/dl
SGOT 63 U/L
SGPT 169 U/L
Albumin 3,3 gr/dl
3. Gula darah sewaktu 176 mg/dl
4. Elektrolit
Natrium 140,1 mmol/L
Kalium 3,52 mmol/L
Clorida 100,6 mmol/L
Calcium 2,76 mmol/L
5. Faal Ginjal
Kreatinin Serum 5,2 mg/dl
BUN 35 mg/dl
Urea 74 mg/dl
Asam Urat 1,9 mg/dl

TERAPI
1. Infus PZ 7 tpm
2. Injeksi Ceftriaxone 1x1 gram
3. Injeksi Antrain 3 x 1 ampul
4. Peroral Amlodipin 5 mg 1 x 1
5. Tranfusi PRC 1 kolf/hari pre Lasix 1 ampul
6. HD regular setiap hari Senin dan Kamis jam 10.00 wib
ANALISA DATA
NO Tanggal/jam DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
1. 27-4-21 DS: CKD Perfusi perifer tidak
08.00 Pasien mengatakan  efektif
badan terasa lemas penurunan fungsi
DO: ginjal
 Kulit dan 
konjungtiva tampak sekresi hormone
anemis eritropuitin
 CRT 3 detik menurun
 Akral dingin 
 Kadar Hb 5,4 gr/dl produksi HB turun
 Edema kaki (+) 
 TD 140/90 mmhg Oksihemoglobin
 Nadi 88 x/menit turun
 Suhu 36,7ºC 
 RR 22 x/menit perfusi perifer
tidak efektif

DS:
2. 27-4-21 CKD Risiko defisit nutrisi
Pasien mengatakan
08.00
sering mual, muntah dan 
tidak selera makan Penurunan fungsi
DO: ekskresi ginjal
 Pasien tampak 
malas makan sindrom uremia
 Hanya mampu 
menghabiskan ¼ Anoreksia, mual,
porsi makan
muntah
yang disajikan
 Pasien tampak 
lemah intake nutrisi turun
 Muntah (+) 
 Bising usus 10 Risiko defisit
x/menit nutrisi
 Membrane
mukosa tampak
pucat
 Bibir kering dan
pecah-pecah
 Kadar albumin
3,3 gram %
3. 27-4-21 DS: CKD Hipervolemia
08.00 Pasien mengatakan 
sering haus
DO :
Peningkatan
- Bibir kering
pecah-pecah retensi Na+H2O
- Odem bagian 
ekstermitas Edema
bawah 
- Asites minimalis Hipervolemia
- Kulit kering
- Turgor kulit
3detik
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Perfusi perifer tidak efektif yang Perfusi perifer pasien meningkat setelah . Observasi:
dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor TTV dan kadar HB
berhubungan dengan penurunan
3x24 jam. 2. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan 3. Monitor status cairan intake dan output
Kriteria Hasil: Terapeutik:
sekunder.
1. Membran mukosa merah muda 4. Lakukan penilaian secara komprehensif
2. Kulit dan Conjunctiva tidak fungsi sirkulasi periper. (cek nadi
anemis priper,oedema, kapiler refil, temperatur
3. Akral hangat ekstremitas).
4. TTV dalam batas normal. 5. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih
5. Tidak ada edema rendah untuk memperbaiki sirkulasi.
6. Hemoglobin dalam batas normal 6. Evaluasi nadi, oedema
Kolaborasi:
7. Berikan therapi tranfusi PRC 1 kolf/hari .

RisikoDefisit nutrisi kurang dari Nutrisi pasien meningkat setelah Observasi:


kebutuhan tubuh b.d anoreksia dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor adanya mual dan muntah
mual muntah 3x24 jam. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan
perubahan status nutrisi.
Kriteria Hasil: 3. Monitor kadar albumin
1. Nafsu makan meningkat 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
2. Tidak terjadi penurunan BB
3. Masukan nutrisi adekuat Terapeutik:
4. Menghabiskan porsi makan 1. Tingkatkan intake makanan tinggi kalori
5. Hasil lab normal (albumin, 2. Sajikan makanan dalam kondisi hangat.
kalium) 3. Berikan diet yang mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
4. Anjurkan makan sedikit tapi sering
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan.
6. Berikan semangat dan pujian positif untuk
mendorong kepatuhan.
7. Lakukan oral hygiene secara teratur

Edukasi:
1. Informasikan pada pasien dan keluraga
tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet sesuai terapi

Hipervolemia b.d penurunan Volume cairan pasien menurun setelah Observasi:


haluaran urin dan retensi cairan dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,
dan natrium. 3x24 jam. keseimbangan masukan dan haluaran, turgor
kulit dan adanya edema
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi sumber potensial cairan
1. Terbebas dari edema, efusi, 3. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
anasarka pernapasan, dan tekanan darah untuk
2. Bunyi nafas bersih,tidak adanya mengevaluasi respon terhadap terapi.
dipsnea Terapeutik:
3. Memilihara tekanan vena sentral, 1. Batasi masukan cairan
tekanan kapiler paru, output 2. Ambil sampel darah dan meninjau kimia
jantung dan vital sign normal. darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium,
pottasium, tingkat phospor) sebelum
perawatan untuk mengevaluasi respon
terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk
menghilangkan jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh pasien.
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Edukasi:
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
pembatasan cairan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TANGGAL TINDAKAN CATATAN PERKEMBANGAN
/ JAM
27/04/2021 DX 1
1. Melakukan pemeriksaan S:
08.00 WIB TTV Pasien mengeluh badan masih terasa
2. Melakukan Injeksi lemas
Ceftriaxone 1 x 1 gram O:
3. Melakukan injeksi Antrain - Kulit dan konjuntiva anemis
3 x 1 ampul berkurang
12.00 WIB 4. Melakukan pemeriksaan - Akral hangat
TTV - CRT 2 detik
5. Mengobservasi keadaan - TTV : TD: 150/80 mmHg
umum klien N: 84x/menit
6. Melakukan peghitungan RR: 20x/menit
urine yang keluar S : 370C
7. Memberi posisi semifowler A : Masalah teratasi sebagian
15.00 WIB
8. Menganjurkan klien untuk P : Intervensi dilanjutkan
meningkatkan porsi makan
9. Menganjurkan klien untuk DX 2
makan sedikit-sedikit tapi S:
sering Pasien mengatakan masih merasa mual
10. Melakukan Pemeriksaan dan tidak nafsu makan
TTV O:
11. Melakukan injeksi Antrain 3 - Porsi makan hanya ¼ porsi
x 1 ampul - Tampak tidak nafsu makan
12. Memberikan tranfusi darah - Intake nutrisi belum adekuat
PRC 1 kolf - TTV : TD: 150/80 mmHg
13. Mengobservasi reaksi N: 84x/menit
tranfusi RR: 20x/menit
16.00 WIB 14. Kaji status cairan ; timbang S : 370C
berat badan, keseimbangan A : Masalah belum teratasi
masukan dan haluaran, P : Intervensi dilanjutkan
turgor kulit dan adanya
edema DX 3
15. Identifikasi sumber S: Pasien mengatakan sering haus
potensial cairan O:
16. Rekam tanda vital: berat - Bibir kering pecah-pecah
badan, denyut nadi, - Odem bagian ekstermitas bawah
pernapasan, dan tekanan - Asites minimalis
darah untuk mengevaluasi - Kulit kering
respon terhadap terapi. - Turgor kulit 3detik
17. Batasi asupan cairan - TTV : TD: 150/80 mmHg
N: 84x/menit
RR: 20x/menit
S : 370C
A : Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
28/04/2021 18. Mengobservasi TTV
08.30 WIB 19. Mengobservasi KU pasien DX 1
20. Melakukan injeksi S:
Ceftriaxon 1x1 gram Pasien mengeluh lemas berkurang
21. Melakukan injeksi antrain 3 O:
x 1 ampul - Kulit dan konjuntiva anemis
22. Melakukan penghitungan berkurang
urine yang keluar - Akral hangat
12.00 WIB 23. Observasi ttv - CRT 2 detik
24. Memberikan posisi - TTV : TD: 150/90 mmHg
semifowler N: 80x/menit
25. Menciptakan lingkungan RR: 23x/menit
terapetik S : 370C
26. Memberikan diet rendah A : Masalah teratasi sebagian
protein tinggi kalori dari P : Intervensi dilanjutkan
tim gizi
27. Menganjurkan klien makan DX 2
sedikit tapi sering S:
28. Menjelaskan pentingnya Pasien mengatakan masih merasa mual
nutrisi untuk kesehatan dan tidak nafsu makan
klien O:
29. Melakukan penghitungan - Porsi makan hanya ¼ porsi
urine yang keluar - Tampak tidak nafsu makan
30. Observasi TTV - Intake nutrisi belum adekuat
16.00 WIB 31. Memberikan injeksi Antrain - TTV : TD: 150/90 mmHg
3x 1 ampul N: 80x/menit
32. Memasukan tranfusi darah RR: 23x/menit
PRC 1 kolf/hari S : 370C
33. Mengobservasi reaksi A : Masalah belum teratasi
tranfusi P : Intervensi dilanjutkan
34. Kaji status cairan ; timbang
berat badan, keseimbangan DX 3
masukan dan haluaran, S:
turgor kulit dan adanya Pasien mengatakan sering haus
edema O:
35. Identifikasi sumber - Bibir kering pecah-pecah
potensial cairan - Odem bagian ekstermitas bawah
36. Rekam tanda vital: berat - Asites minimalis
badan, denyut nadi, - Kulit kering
pernapasan, dan tekanan - Turgor kulit 3detik
darah untuk mengevaluasi - TTV : TD: 150/90 mmHg
respon terhadap terapi. N: 80x/menit
37. Batasi asupan cairan RR: 23x/menit
S : 370C
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Studi Kasus

Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan
Berkumur Air Matang

Ulya Najikhah1, Warsono2


1,2 Program
Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Semarang

Informasi Artikel Abstrak


Riwayat Artikel: Pasien gagal ginjal kronik mempunyai kondisi dimana ginjal tidak dapat
• Submit 23 April 2020 membuang hasil metabolik yang menumpuk dalam darah, yang
• Diterima 25 Agustus 2020 menyebabkan perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. Terapi
pengganti ginjal yang paling banyak dipilih adalah terapi hemodialisis.
Kata kunci: Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis sering
Kumur air matang; CKD; merasakan haus akibat dari adanya program pembatasan cairan yang
Rasa haus diwajibkan. Kumur air matang merupakan salah satu dari banyak metode
manajemen rasa haus pada pasien CKD. Tujuan studi ini adalah untuk
menganalisis intervensi berkumur air matang terhadap penurunan rasa
haus pada klien CKD. Penerapan ini menggunakan desain descriptive study
yang dilakukan terhadap 2 pasien dengan diagnosa CKD yang menjalani
hemodialisa. Hasil pemberian intervensi selama 3x pertemuan, terjadi
penurunan rasa haus. Hasil penerapan menunjukkan rata-rata lama waktu
menahan rasa haus responden yang diberi perlakuan berkumur air matang
adalah 50 menit, lama waktu menahan rasa haus tercepat 10 menit dan
terlama 65 menit. Intervensi ini dapat menjadi salah satu manajemen terapi
yang dapat di aplikasikan untuk mengurangi keluhan rasa haus baik di
rumah maupun di rumah sakit.

PENDAHULUAN Fungsi hemodialisis terapi pengganti fungsi


ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa
Gagal ginjal kronik adalah kondisi ginjal metabolisme atau racun dari peredaran
tidak dapat membuang hasil metabolik yang darah manusia seperti air, natrium, kalium,
menumpuk dalam darah, yang hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan
menyebabkan perubahan keseimbangan zat-zat lain melalui membran semi
cairan, elektrolit dan asam basa (LeMone, P., permeable sebagai pemisah darah dan
Burke, K.M,. & Bauldoff, 2012). Berdasarkan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana
data dari Riset Kesehatan Dasar, prevalensi terjadi proses difusi, osmosis dan ultra
gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar filtrasi untuk mengatasi
0.2%. Dimana prevalensi dari kelompok ketidakseimbangan cairan dan membantu
umur ≥ 75 tahun dengan 0.6% lebih tinggi mengendalikan penyakit ginjal serta
dibandingkan dengan kelompok umur meningkatkan kualitas hidup pasien CKD
lainnya (Riskesdas, 2013). (Kusuma, Hardhi & Amin, 2012).
Hemodialisis idealnya dilakukan 10-12 jam
Saat ini hemodialisis menjadi terapi per minggu agar tercapai adekuasi. Pasien
pengganti ginjal yang paling banyak dipilih. hemodialisis di Indonesia tidak menjalani

Corresponding author:
Ulya Najikhah
ulyanajikhah.unimus@gmail.com
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020
e-ISSN: 2723-8067
DOI: 10.26714/nm.v1i2.5655
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 109

hemodialisis setiap hari. Pasien biasanya berkumur air matang efektif terhadap
menjalani hemodialisis 2-3 kali seminggu penurunan rasa haus pasien CKD
dengan lama durasi tiap hemodialisis 3 (Makrumah, 2017). Gerakan berkumur
sampai 5 jam, artinya ketika pasien tidak juga akan membuat otot-otot bibir, lidah
menjalani hemodialisis pada hari-hari dan pipi berkontraksi. Kontraksi tersebut
diantara dua waktu dialisis pasien akan akan merangsang kelenjar saliva di mulut
mengalami masalah penumpukan cairan untuk menghasilkan saliva (Pratama,
dalam tubuh. Agar tidak terjadi overhidrasi, 2014).
pasien tetap harus membatasi asupan
cairan pada hari-hari ketika tidak menjalani Saat kelenjar ludah gagal memberikan
hemodialisis (interdialisis). Pengaturan cairan yang cukup untuk melembabkan
pola makan atau diet pada penderita gagal mulut maka menghasilkan rasa haus. Efek
ginjal yang menjalani hemodialisa pada rasa haus mengubah sensasi oral. Rasa
merupakan anjuran yang wajib dipatuhi haus normalnya akan segera hilang dengan
oleh setiap penderita gagal ginjal (Dewa, cara minum, rasa haus juga dapat diatasi
2012). Besarnya dampak yang ditimbulkan hanya dengan membasahi mulut tanpa ada
dari adanya overhidrasi terhadap pasien air yang tertelan. Membasahi mulut dengan
CKD membuat hal ini harus diatasi dengan berkumur dapat mengurangi rasa haus.
baik. Salah satu penatalaksanaan yang Berkumur menyebabkan otot-otot
sering dilakukan di rumah sakit untuk penguyah berkerja merangsang kelenjar
mengatasi masalah tersebut adalah dengan parotis yang memproduksi kelenjar saliva
melakukan program pembatasan intake menjadi meningkat sehingga rasa haus
cairan (Sulistyaningsih, 2011). mengalami penurunan (Ardiyanti, A.,
Armiyati, Y., & Arif, M. S., 2015) .
Adanya pembatasan intake cairan yang
dilakukan pada pasien yang menjalani METODE
hemodialisa menimbulkan efek timbul rasa
haus yang menyebabkan mulut pasien Penerapan ini menggunakan desain
kering karena produksi saliva yang descriptive study, dimana menggambarkan
berkurang (xerostomia), sehingga pasien pengelolaan kasus dalam mengaplikasikan
akan minum banyak untuk mengurangi evidence based nursing dengan
keluhan tersebut. Hal ini dikarenakan menggunakan pendekatan proses
dalam kondisi normal manusia tidak dapat keperawatan yaitu dengan berkumur air
bertahan lama tanpa asupan cairan matang untuk menurunkan rasa haus.
dibandingkan dengan makanan (Potter & Sampel penerapan pasien CKD di ruang
Perry, 2008). Menurut penelitian Ayyub 2 RS Roemani Muhammadiyah
(Fransisca, 2013) beberapa cara untuk Semarang sebanyak 2 orang dan tehnik
mengurangi rasa haus yang dapat dilakukan sampling menggunakan purposive sampling
oleh penderita CKD. Salah satunya adalah sesuai kriteria inklusi. Kriteria inklusi
berkumur dengan air dingin yang dicampur penerapan adalah: Pasien CKD yang
dengan daun mint. Menurut penelitian yang menjalani hemodialisis di RS Roemani,
dilakukan, berkumur dengan bahan bersedia menjadi responden, berumur 15-
tersebut akan berdampak pada penurunan 64 tahun, bersedia diberi intervensi dengan
rasa kering di mulut akibat program berkumur air matang. Kriteria eksklusi ini
pembatasan intake cairan, sehingga hal adalah mengundurkan diri saat proses
tersebut akan dapat menurunkan rasa haus penerapan, tidak patuh terhadap prosedur
yang muncul. Hasil penelitian lain tentang penerapan, pasien yang baru saja minum
“Efektivitas mengulum es batu dan saat akan diberi perlakuan dan dengan
berkumur air matang terhadap penurunan sengaja menelan air saat diberikan
rasa haus pasien CKD” , di dapatkan hasil intervensi berkumur air matang.
bahwa mengulum es batu maupun

Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 110

Setelah calon responden yang terpilih haus”, dan nilai 10 digunakan untuk
setuju, selanjutnya penerapan diawali kategori “sangat haus sekali”. Pengukuran
dengan menjelaskan prosedur penerapan. lama waktu menahan rasa haus
Penerapan dilakukan di ruang ayyub 2. menggunakan stopwatch. Lama menahan
Instrumen penerapan menggunakan rasa haus di ukur dengan menghitung lama
instrument pengukuran Visual Analog Scale waktu pasien menahan rasa haus setelah
(VAS) untuk mengukur rasa haus, skala diberikan intervensi sampai merasa haus
pengukuran berada dalam rentang 0-10. kembali.
Nilai 0 digunakan untuk kategori “tidak

Visual Analog Scale (VAS)

0 10
Tidak Haus Sama Sekali Haus Berat

Gambar 1 Visual Analog Scale of Thirsty


Sumber : Staffrod, Deborah, O’Dea & Norman (2012)

Perlakukan pada ke dua responden diberi makan menurun, tidak ada keluhan mual
air matang 25 ml untuk berkumur selama muntah. BB sebelumnya 59 kg saat ini 57 kg
30 detik yang di ukur dengan stopwatch dan TB 165 cm. Pada pemeriksaan
setelah itu air bekas kumuran dibuang pada laboratorium di dapatkan hasil Hb 10,2
gelas yang sudah di siapkan untuk g/dL, Hematokrit 28,3%, Jumlah Leukosit
memastikan volume air yang keluar tidak 22,90 ul. Untuk pemeriksaan fungsi ginjal di
kurang dari 25 ml. Lama waktu menahan dapatkan hasil ureum 187 mg/dL, Kreatinin
rasa haus di ukur dengan menanyakan lama 12,89 mg/dL. Hasil Analisa Gas Darah PH
pasien menahan rasa haus dari waktu awal 7,27 mmHg, PCO2 25,3 mmHg, PO2 128,5
setelah selesai perlakuan sampai mulai mmHg, HCO3 11,9 mmHg, SaO2 98,4%.
merasa haus kembali. Pasien terdiagnosa CKD tahun 2015 dan
mulai menjalani hemodialisa sejak 2017.
HASIL
Pasien 2 usia 64 tahun, pendidikan SMP,
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah agama Islam, suku jawa, pekerjaan buruh.
dilakukan pada Pasien 1 dan Pasien 2 Klien datang dengan keluhan pusing dan
dengan diagnosa CKD di ruang ayyub 2 RS badan terasa lemas. Pemeriksaan fisik
Roemani Semarang didapatkan hasil Pasien didapatkan kesadaran composmentis,
1, usia 51 tahun datang ke IGD pada 25 tanda-tanda vital tekanan darah 100/70
Agustus 2019. Pendidikan SD, agama islam, mmHg, nadi 75x/menit, respirasi rate
suku jawa, pekerjaan tidak bekerja. Pasien 1 20x/menit, suhu 37,00C. Pada pemeriksaan
masuk rumah sakit dengan keluhan sesak labolatorium didapatkan hasil Hb 8,4 g/dL,
sejak 2 bulan dan memberat sejak 1 minggu Hematokrit 24,7%., Ureum 166 mg/dL,
yang lalu. Sesak bertambah ketika Kreatinin 13, 4 mg/dL, GDS 74 mg/dL.
berbaring, sesak seperti tertimpa benda Pasien terdiagnosa CKD pada tahun 2014
berat. Pasien mempunyai riwayat dan sudah mulai menjalani hemodialisa
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, TD pada 2015.
masuk 160/90 mmHg. Pemeriksaan fisik
kesadaran composmentis, nadi 98x/menit, Masalah keperawatan yang muncul pada
suhu 36°C, mukosa bibir kering, Pasien 1 dan Pasien 2 adalah kelebihan
konjungtiva anemis. Pasien sehari-hari volume cairan. Kelebihan volume
makan 3 kali sehari. Pasien mengeluh nafsu berhubungan dengan kelebihan asupan

Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 111

cairan dijadikan sebagai prioritas masalah Penerapan berkumur air matang yang
yang perlu penanganan khusus yaitu bertujuan untuk mengurangi rasa haus
hemodialisis. Dimana program pembatasan pada pasien yang dilakukan dan diobservasi
cairan sangatlah penting bagi pasien yang pada waktu 3 kali pertemuan. Dimana
menjalani hemodialisis. Jumlah cairan yang pertemuan pertama pada tanggal 26
dikonsumsi penderita penyakit ginjal Agustus 2019, pertemuan ke-2 pada
kronik harus dibatasi dan dipatuhi. tanggal 27 Agustus 2019 dan ke-3 pada
Parameter yang efektif agar bisa terkontrol tanggal 30 Agustus 2019. Intervensi yang
dengan berat badan pasien itu sendiri. Jika dilakukan juga baik untuk program
pasien mengalami peningkatan berat kesehatan mulut pasien CKD yang memiliki
badan, akan menyebabkan komplikasi aroma khas amoniak serta bisa dilakukan
penyakit lainnya dan juga membuat edema secara mandiri saat dirumah nanti dan di
pada tubuh. lakukan feedback saat sedang menjalankan
hemodialisis.
Aturan yang dipakai untuk menentukan
asupan cairan adalah produksi urine yang Hasil penerapan menunjukkan rata-rata
dikeluarkan selama 24 jam terakhir+500 lama waktu menahan rasa haus responden
ml (IWL). Asupan cairan ini membutuhkan yang diberi perlakuan berkumur air matang
pengaturan yang harus dijaga dan dipatuhi, adalah 50 menit, lama waktu menahan rasa
karena pada pasien CKD sering merasakan haus tercepat 10 menit dan terlama 65
rasa haus dan mulut yang terasa kering. menit.
Hasil pengkajian didapatkan data tentang
asupan cairan ≥ 1200 ml/hari. Bila Berikut tabel hasil penerapan “Penurunan
menerapkan aturan yang dipakai untuk Rasa Haus Pada Pasien CKD Dengan
menetukan asupan cairan, kebutuhan Berkumur Air Matang” :
cairan pasien dalam 24 jam hanya ≤ 600 ml.

Tabel 1
Distribusi frekwensi Penurunan Rasa Haus Pada Pasien CKD Dengan Berkumur Air Matang
Skala haus Lama waktu menahan haus
Tanggal 26/8/19 27/8/19 30/8/19 26/8/19 27/8/19 30/8/19
Pertemuan I II III I II III
Pasien 1 5 9 8 10 menit 20 menit 35 menit
Pasien 2 8 5 5 30 menit 40 menit 65 menit

PEMBAHASAN air sebagai respon terhadap anti diuretik


hormon (ADH) dan peningkatan kadar
Hasil pengkajian menunjukkan kedua natriuretik atrial (Kozier, B., Glenora,
pasien berusia > 50 tahun, hal ini sesuai Berman, A., & Snyder, 2011)
dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menyebutkan bahwa sebagian besar Skala haus pada kedua pasien yaitu ≥ 5, hal
responden dengan penyakit ginjal kronis ini terkait dengan tantangan besar pasien
yang menjalani hemodialisis berada pada CKD yang tinggal di daerah tropis terkait
rentang usia 41-60 tahun (Arfany dkk, pembatasan intake cairan adalah kesulitan
2014). Proses penuaan perlu mendapatkan mengendalikan rasa haus. Suhu lingkungan
perhatian pada pasien CKD, karena penuaan yang tinggi akan meningkatkan
menyebabkan perubahan normal yang pengeluaran cairan berlebihan, suhu
meningkatkan risiko dehidrasi, meliputi; lingkungan yang tinggi akan menyebabkan
respon haus yang kurang dirasakan sering kehilangan cairan tubuh melalui keringat
kali terjadi, kadar hormon antidiuretik yang karena sebagai upaya tubuh untuk
normal atau meningkat tetapi pada nefron menghilangkan panas dalam tubuh. Cairan
terjadi penurunan kemampuan menyimpan tubuh yang hilang melalui keringat akan

Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 112

memicu rasa haus muncul sebagai respon keseimbangan cairan melalui kehausan,
tubuh manusia untuk memenuhi kebutuhan variabel umpan balik yang dikendalikan,
cairan tubuh yang hilang. Lama menjalani diatur secara akut oleh pusat dan
hemodialisis terkait dengan kemampuan mekanisme periferal (Millard-Stafford,
pasien dalam beradaptasi. Semakin lama Wendland, O’Dea, & Norman, 2012).
pasien menjalani hemodialisis diharapkan
pasien semakin beradaptasi terhadap Hasil penerapan menggunakan metode
kondisi penyakitnya terutama beradaptasi manajemen rasa haus berkumur dengan air
dengan pembatasan cairan dengan baik. matang sejalan dengan penelitian oleh
peneliti sebelumnya. Penelitian di RS
Pemeriksaan fisik pada kedua pasien Kariadi yang menunjukkan bahwas
menunjukkan mukosa bibir kering, kondisi berkumur dengan suhu ruangan (±25°C)
ini sesuai dengan teori yang menyatakan sebanyak 25 ml selama 30 detik efektif
salah satu faktor yang menimbulkan rasa dalam mengurangi rasa haus pada pasien
haus muncul adalah efek langsung CKD (Suryono, A., Armiyati, Y., & Mustofa,
membran mukosa kering namun hal ini 2016). Gerakan bekumur mengaktifkan
tidak memicu vasopressin (Arfany, Musculus Masseter yang kemudian
Armiyati, Argo, & Kusuma, 2014). Saat merangsang kelenjar parotis untuk
kelenjar ludah gagal memberikan cairan memproduksi saliva atau liur,
yang cukup untuk melembabkan mulut konsekuensinya produksi saliva meningkat
yang menghasilkan rasa haus. Efek pada sehingga rasa haus dapat berkurang
rasa haus mengubah sensasi oral. Kita (Arfany et al., 2014)
minum ketika kita haus untuk
menghapuskan sensasi yang tidak Kekeringan mulut yang mengakibatkan
menyenangkan yang muncul di mulut peningkatan rasa haus akan meningkatkan
ketika air liur tidak cukup untuk menjaga asupan cairan (Kozier, B., Glenora, Berman,
mulut dan faring dalam kondisi lembab A., & Snyder, 2011). Pasien CKD dengan
(Kozier, B., Glenora, Berman, A., & Snyder, pembatasan asupan cairan dapat memilih
2011). Rasa haus normalnya akan segera intervensi yang paling sesuai. Rasa haus
hilang dengan cara minum, bahkan sebelum akibat mulut kering dapat dikendalikan
cairan diserap saluran pencerna orang sakit dengan memilih intervensi manajemen rasa
selama periode panas yang haus yang aman. Pasien yang sensitif
berkepanjangan(Kozier, B., Glenora, terhadap mint dan es dapat memilih
Berman, A., & Snyder, 2011). Rasa haus juga mengurangi rasa haus dengan berkumur
dapat diatasi hanya dengan membasahi menggunakan air matang. Hasil penelitian
mulut tanpa ada air yang tertelan. menjadi rujukan pasien hemodialisis untuk
Membasahi mulut dengan berkumur dapat melakukan perwatan diri (self care) dalam
mengurangi rasa haus. pembatasan intake cairan dengan
pemilihan intervensi “manajemen rasa
Penerapan ini untuk melihat efektifitas haus” yang tepat. Studi literatur review
intervensi ”manajemen rasa haus” dengan “Gambaran self care status cairan pada
berkumur air matang terhadap kemampuan pasien hemodialisa” dengan melihat artikel
pengendalian intake cairan tubuh melalui yang bersumber dari elektronik data base
pengendalian rasa haus. Penerapan ini seperti Proquest, google scholar dan
memberikan kontribusi terhadap pilihan pubmed kurun waktu 2008 – 2019
intervensi menahan rasa haus untuk menunjukkan bahwa bahwa kemampuan
mencegah ketidakseimbangan tubuh pasien hemodialisa pemenuhan self care
karena overhidrasi. Hasil evaluasi kedua status cairan masih rendah (Faradisa
pasien terdapat peningkatan dalam Yuanita Fahmi, 2016). Hasil penelitian ini
menahan rasa haus. Kondisi tersebut dapat memberikan informasi kepada
mendukung dalam mepertahankan pasien, keluarga pasien dan tenaga

Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang
Ners Muda, Vol 1 No 2, Agustus 2020/ page 108-113 113

kesehatan untuk memilih intervensi yang Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012).
sesuai dalam mengatasi rasa haus dan Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
mengurangi asupan cairan.
LeMone, P., Burke, K.M,. & Bauldoff, G. 2012. Buku
ajar keperawatan medikal bedah gangguan
SIMPULAN
eliminasi gangguan kardiovaskular. Jakarta:
EGC
Berkumur dengan air matang dapat
Makrumah, N. (2017). Efektifitas mengulum es batu
menurunkan rasa haus pada pasien CKD. dan berkumur air matang terhadap lama
Lama waktu menahan rasa haus berkumur waktu menahan rasa haus pasien yang
air matang rata-rata 50 menit. menjalani hemodialisis di RS Roemani
Muhammadiyah semarang (Minithesis,
UCAPAN TERIMAKASIH Unimus).
Millard-Stafford, M., Wendland, D. M., O'Dea, N. K., &
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Norman, T. L. (2012).Thirst and hidration
semua pasien yang telah bersedia menjadi status in everyday life. Nutrition Reviews, Vol
70 (Suppl. 2): S147-S151.
subjek studi kasus. Peneliti juga
mengucapkan terimakasih kepada semua Pratama, Moh.A.B.P. (2014). Perbedaan sekresi
saliva sebelum dan sesudah berkumur
pihak yang telah membantu dalam menggunakan baking soda pada penderita
penyelesaian artikel ini. diabetes melitus.
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456
REFERENSI 789/11853. Diperoleh pada tanggal 06 Juni
2017.
Ardiyanti, A., Armiyati, Y., & Arif, M. S. (2015). Purnomo, B.B. (2011). Dasar-dasar urologi. Edisi III.
Pengaruh Kumur dengan Obat Jakarta: Sagung Seto
Kumur Rasa Mint terahadap Rasa Haus pada Riskesdas. (2013). Badan penelitian dan
Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani pengembangan kesehatan kementrian
Hemodialisa di SMC RS Telogorejo. Jurnal kesehatan RI.
Keperawatan dan Kebidanan, 1 - 9. http://www.depkes.go.id/resources/download
Arfany, N.W., Armiyati, Y., Kusuma, M.A.B. (2015). /general/Hasil%20Riskesdas%2013.pdf.
Efektifitas mengunyah permen karet rendah Diperoleh pada tanggal 02 Juli 2017.
gula dan mengulum es batu terhadap Sulistyaningsih. (2011). Metodologi penelitian
penurunan rasa haus pada pasien Penyakit kebidanan kuantitatif-kualitatif. Edisi I.
Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisis di Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan STIKES Suryono, A., Armiyati, Y., & Mustofa, A. (2016).
Telogorejo. Vol. 1, No. 6. Diperoleh pada Efektifitas mengulum es batu dan berkumur air
tanggal 12 Mei 2017. matang terhadap penurunan rasa haus pasien
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di RSUP. Dr.
Fahmi, F. Y., & Hidayati, T. (2016). Gambaran self care Kariadi Semarang.
status cairan pada pasien hemodialisa http://jurma.unimus.ac.id/index.php/peraw
(literatur review). Jurnal Care, vol. 4, No. 2, at/article/view/290, diperoleh 20 Februari
Tahun 2016. 2019.
Fransisca, K. (2013). Dialife: Berat interdialisis. Tortora, G.J., Derrickson, B. ( 2011). Principles of
https://www.google.com/search?q=Buletin%2 anatomy and physiology maintanance and
0informasi%20kesehatan%2095. Diperoleh continuity of the human body. 13th Edition.
pada tanggal 15 Mei 2017. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
Kozier, B., Glenora, Berman, A., & Snyder, J. S. (2011).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.

Ulya Najikhah - Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang

Anda mungkin juga menyukai