oleh:
Kelompok 12 / Kelas D
Nekiles Yigibalon 172310101220
Rafi Izuddin Al Alawi 192310101046
Lutfiyyah Rizqi Nur F 192310101133
Nisa Nabila Sandy 192310101189
Dosen Pembimbing:
Ns. Ahmad Zainur Ridla, M. AdvN
Lutfiyyah Rizqi Nur Faizah1), Nekiles Yigibalon2), Nisa Nabila Sandy3), Rafi
Izuddin Al Alawi4)
Pengantar
Penyakit kardiovaskular muncul karena diakibatkan adanya gangguan pada
fungsi jantung serta pada pembuluh darah. Salah satu contoh penyakit
kardiovaskular disease adalah penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit
jantung koroner terjadi karena adanya proses aterosklerosis yang menyebabkan
penyempitan pada arteri koroner, sedangkan pada stroke terjadi karena pembuluh
darah yang pecah atau pembuluh darah yang tersumbat sehingga suplai darah
menuju otak terganggu. Essay ini bertujuan untuk menganalisis terkait dengan
penyakit jantung koroner dan stroke, dimana berfokus pada factor risiko, penyebab
terjadinya Jantung coroner dan stroke serta cara pencegahannya. Dalam penulisan
essay ini, data yang digunakan merupakan data sekunder atau data yang tidak di
peroleh dari pengamatan langsung.
Latar Belakang
Salah satu penyakit yang memiliki angka prevalensi yang cukup besar pada
penyakit tidak menular adalah penyakit cardiovascular. Penyakit ini merupakan
penyakit yang terjadi karena terganggunya fungsi jantung dan pembuluh darah
seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit ini menjadi penyebab
kematian nomor satu setiap tahunnya secara global, dimana angka kematian dini
karena penyakit cardiovascular berkisar 4% pada negara dengan penghasilan tinggi
dan 42% pada negara dengan penghasilan rendah (Martiningsih & Haris, 2019).
Pada data WHO disebutkan bahwa, terdapat lebih dari 17 juta orang meninggal di
dunia karena penyakit kardiovaskular. Kemudian berdasarkan data dari Riskesdas
tahun 2018, tingkat penyakit kardiovaskuler terjadi peningkatan dari tahun ke
tahun, dimana 15 dari 100 orang yaitu sekitar 2.784.064 penduduk yang ada di
Indonesia menderita penyakit kardiovaskular. Penyakit ini dapat menyerang
kelompok usia produktif, yang mengakibatkan beban ekonomi serta sosial pada
masyarakat karena kejadian mortalitas yang terjadi pada usia produktif tersebut
(PERKI, 2019). Terdapat banyak macam dari penyakit kardiovaskular ini, namun
yang paling dikenal dan umum yaitu penyakit jantung koroner dan stroke (Pusdatin,
Kemenkes RI, 2014).
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit pada arteri koroner karena
adanya proses aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan pada arteri koroner.
Proses itu terjadi perlemakan pada dinding arteri koroner yang dimulai saat usia
muda sampai usia lanjut (Marlemi & Alhabib, 2017). Pada data WHO tahun 2014,
penyakit jantung koroner masuk dalam peringkat pertama pada sepuluh penyakit
yang mematikan. Pada kasus 9,4 juta kematian di tiap tahunnya yang diakibatkan
oleh kardiovaskular, penyakit jantung koroner menyumbang dengan perolehan
persentase 45%. Selanjutnya pada survei sample registration system (SRS) di
Indonesia tahun 2014, penyakit jantung coroner merupakan penyebab paling tinggi
di semua umur setelah stroke, dengan persentase 12,9%.
Penyakit stroke dapat terjadi apabila pembuluh darah ada yang pecah atau
pembuluh darah yang tersumbat sehingga suplai darah menuju otak terganggu.
Keadaan tersumbatnya pembuluh darah dapat berakibat terputusnya suplai oksigen
serta nutrisi sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak (Suwaryo et al,
2019). Sekitar 15 juta orang mengalami penyakit ini di tiap tahunnya secara global,
serta memiliki angka kematian sebanyak 30% dan sisanya mengalami masalah
kecacatan secara permanen. Penyakit stroke masuk posisi ke empat dalam penyebab
kematian di seluruh dunia dan masuk dalam posisi kelima sebagai penyebab utama
kematian di Amerika serikat dengan kejadian 795.00 kasus di tiap tahunnya
(Boehme., et al, 2017). Kemudian di Indonesia sendiri, prevalensi stroke
berdasarkan data Rikedas tahun 2013 sebanyak 12, 1 per mil, hal ini berdasarkan
atas diagnosis tenaga kesehatan atau gejala, dimana prevalensi tersebut terjadi
kenaikan dari tahun 2007 dengan 8,3 kasus per mil (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan pemaparan terkait dengan kasus penyakit kardiovaskuler,
utamanya pada penyakit jantung koroner dan stroke, dimana penyakit
kardiovaskuler sendiri sebagai pemuncak penyebab utama kematian dunia, perlu
adanya tindakan pencegahan yang dapat dijalankan tanpa adanya hambatan baik
dari pemberi informasi atau pelaksana, maupun sebagai penerima informasi atau
penerima layanan. Sehingga tujuan utama dari pemberian informasi dan layanan,
angka kejadian penyakit kardiovaskuler dapat menurun dan dapat tertangani dengan
baik.
DISKUSI
Menurut WHO, penyakit kardiovaskuler merupakan sekelompok gangguan
pada jantung dan juga pembuluh darah. Yang termasuk kedalam penyakit
kardiovaskuler antara lain penyakit jantung koroner, stroke, cerebrovascular
disease, peripheral arterial disease, penyakit jantung rematik, penyakit jantung
bawaan, thrombosis vena dalam, dan emboli pulmonal. Penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab utama kematian di berbagai negara maju dan juga terdapat
kecenderungan meningkat di negara berkembang.
Sedangkan berdasarkan rentang usia, kasus PJK yang dilakukan rawat inap di
rumah sakit terbanyak pada usia 45-64 tahun dengan 29.074 kasus (gambar 2).
Selanjutnya, data provinsi dengan kasus PJK terbanyak pada tahun 2015 yaitu pada
provinsi Jawa Tengah dengan total kasus 7.737 (gambar 3).
(Gambar 3. Kasus PJK tahun 2015 tertinggi di Indonesia)
1. Pola konsumsi pangan sumber energi menjadi faktor risiko terjadinya penyakit
jantung koroner, hal tersebut sesuai dengan teori bahwa ketika berlebihan
mengonsumsi karbohidrat, maka akan disimpan menjadi lemak dimana
nantinya akan meningkatkan kada kolesterol darah. Ketika kadar kolesterol
darah meningkat, maka risiko terjadinya penyempitan pembuluh darah pun
meningkat.
2. Hipertensi menjadi faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, ini bisa
terjadi karena tekanan darah tinggi dapat meningkatkan tekanan dinding arteri
dan kerusakan endotel sehingga terjadi arterosklerosis.
3. Dislipidemia menjadi faktor risiko paling berpengaruh terjadinya penyakit
jantung koroner. Ini terjadi karena, ketika kadar kolesterol dalam darah tinggi,
maka akan terjadi pengendapan kolesterol di pembuluh darah sehingga arteri
tersumbat dan beban kerja jantung juga meningkat.
4. Adanya perbedaan hasil jurnal yang dianalisis, dimana jurnal pertama
mengatakan tidak terdapat hubungan antara diabetes melitus dengan PJK,
sedangkan jurnal kedua mengatakan terdapat hubungan antara keduanya.
Perbedaan hasil tersebut kemungkinan dikarenakan oleh faktor lain seperti
perbedaan karakteristik sampel. Sedangkan berdasarkan teori, DM merupakan
faktor risiko kejadian PJK. Dikarenakan pada penderita diabetes melitus, akan
lebih cepat mengalami degenerasi jaringan dan disfungsi endotel yang
kemudian menimbulkan penebalan dan penyempitan pembuluh darah. Selain
itu kadar glukosa tinggi dalam darah cenderung meningkatkan kadar kolesterol
dan trigliserida dan berisiko menyebabkan penyempitan aliran darah.
5. Tidak terdapat hubungan antara Pendidikan dan kejadian PJK. Hasil tersebut
tidak sejalan dengan teori yang ada dan mungkin disebabkan oleh lingkungan
tempat tinggal dan pola hidup responden. Sedangkan berdasarkan teori,
Pendidikan lebih tinggi memiliki kesadaran akan kesehatan lebih baik
sehingga faktor terjadinya PJK juga kecil.
6. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dan kejadian PJK. Hasil tersebut
tidak sejalan dengan teori. Menurut teori, pekerjaan selalu dihubungkan
dengan tingkat stress, dimana ketika seseorang mengalami stress
berkepanjangan akan berisiko mengalami darah tinggi. Namun status
pekerjaan bukan penentu utama terjadinya PJK apabila seseorang tersebut
memiliki gaya hidup baik dan dapat mengelola beban kerja dan stress.
7. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya PJK. Hal tersebut dikarenakan
obesitas dapat meningkatkan kerja jantung terutama jika lemak yang
terkumpul.
8. Tidak terdapat hubungan antara merokok dan kejadian PJK. Hasil tersebut
tidak sejalan dengan teori kemungkinan dikarenakan karena responden yang
digunakan perempuan, dan juga jarang terpapar asap rokok. Pada responden
perempuan yang merokok, mereka merokok tanda filter yang dibuat sendiri
dengan kertas rokok. Menurut teori, merokok dapat meningkatkan risiko
terjadi penyakit jantung karena zat yang ada dalam rokok. Menurut suatu
penelitian perlu juga diperhatikan faktor lain yang mendukung terjadinya PJK
akibat merokok, seperti lamanya merokok dan jumlah rokok perhari.
9. Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan kejadian PJK. Hasil tersebut
tidak sejalan dengan teori. Menurut teori, aktivitas fisik dapat membantu
menurunkan risiko kejadian PJK, serta dengan melakukan aktivitas dapat
bermanfaat banyak pada kesehatan seseorang.
b. Penyakit stroke
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian ke dua dan penyebab
disabilitas ke tiga di dunia, stroke menurut World Health Organization adalah suatu
keadaan dimana ditemukan tanda klinis yang berkembang cepat berupa deficit
neurologic fokal dan global yang dapat memperberat dan berlangsung selama 24
jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. Selain itu penyakit stroke juga merupakan factor
penyebab demensia dan depresi. Stroke terjadi apabila pembuluh darah di otak
mengalami penyumbatan atau pecah yang mengakibatkan sebagian otak tidak
mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang di perlukan sehingga
mengalami kematian sel atau jaringan.
Dalam data world Stroke Organization menujukkan bahwa setiap tahunnya
ada 13,7 juta kasus baru stroke sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat penyakit
stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 80% kematian dan disabilitas akibat stroke
terjadi pada negara yang memilki pendapatan rendah sampai menengah. Lebih dari
empat decade terakhir, kejadian stroke pada negara yang memiliki pendapatan
rendah dan menengah mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Sementara
itu kejadian penyakit stroke sebanyak 42% mengalami penurunan yang terjadi di
negara yang memilki pendapatan tinggi. Selama 15 tahun terakhir.
Secara nasional prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan
diagnosis dokter pada penduduk umur >15 tahun sebesar 10,9%, atau diperkirakan
sekitar 2.120.362 orang. Provinsi yang memilki prevalensi tertinggi yaitu provinsi
Kalimantan Timur (14, %) dan DI Yogyakarta (14,6%).
REKOMENDASI
a. Penyakit jantung koroner
Dalam mencegah terjadinya penyakit jantung koroner, terdapat beberapa
rekomendasi pencegahan yang bisa dilakukan, seperti:
1. Melakukan promosi kesehatan jantung,
2. Melakukan senam jantung sehat dan lain sebagainya
3. Melakukan deteksi dini faktor risiko PJK dan upaya pengendaliannya
4. Menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga pola makan, tidak merokok,
berolahraga
5. Rutin melakukan pemeriksaan kolesterol di fasilitas kesehatan
6. Rutin melakukan pemeriksaan gula darah di fasilitas kesehatan
b. Penyakit stroke
Bentuk-bentuk upaya untuk pencegahan penyakit stroke yang dapat
dilakukan oleh masyarakat yang bertujuan untuk mengendalikan angka kematian,
memperkecil kemungkinan disabilitas akibat stroke, serta mencegah terjadinya
penyakit stroke yang berulang. Bentuk-bentuk pencegahan tersebut diantaranya,
yaitu:
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah suatu upaya pencegahan yang dapat di lakukan
pada orang sehat atau kelompok yang memilki risiko terkena stroke bahkan
orang yang belum pernah terkena stroke untuk mencegah kemungkinan
terjadinya serangan stroke yang pertama, dengan cara mengendalikan factor
resiko dan dapat di lakukan deteksi dini serangan stroke yang mungkin akan
terjadi.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah suatu upaya pencegahan yang di lakukan
kepada orang yang sudah pernah mengalami serangan stroke, hal ini bertujuan
agar tidak terjadi serangan stroke kembali atau serang stroke yang berulang.
Dalam pencegahan ini hal yang di lakukan adalah penambahan obat pengencer
darah seperti aspirin. Di samping pengendalian factor risiko lainnya, individu
pasca mengalami penyakit stroke harus tetap rutin dan teratur dalam
mengontrol factor risiko. Hal ini untuk mencegah terjadinya stroke yang
berulang secara tiba-tiba.
Sedangkan dalam hal tata laksana penyakit stroke, ada beberapa tata
laksana yang optimal pada fase akut penyakit stroke yang bertujuan untuk
menentukan proses perbaikan pasca terkena penyakit stroke dan mengurangi
terjadinya kecacatan atau disabilitas. Untuk meringankan cedera otak pasca terkena
penyakit stroke dapat di lakukan dengan penanganan segera. Penanganan stroke
yang paling efektif yaitu setelah 4,5 jam setelah gejala utama di ketahui.
Kemenkes RI telah memberikan pesan kepada masyarakat yang bertujuan
untuk peningkatan kesadaran penyandang stroke, di antaranya yaitu:
1) P: Periksakan kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
2) A: Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
3) T: Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
4) U: Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
5) H: Hindari rokok, alcohol dan zat karsinogenik lainnya.
Kesimpulan
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang terjadi karena
terganggunya fungsi jantung dan pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner
dan stroke. Pada penyakit jantung koroner diakibatkan karena adanya proses
aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan pada arteri koroner. Pada
pencegahannya, dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan
jantung, senam jantung sehat, deteksi dini faktor risiko Penyakit Jantung Koroner
dan upaya pengendaliannya, menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga pola
makan, tidak merokok, berolahraga, rutin melakukan pemeriksaan kolesterol di
fasilitas kesehatan dan gula darah. Sedangkan penyebab terjadinya penyakit stroke
apabila pembuluh darah yang pecah atau pembuluh darah yang tersumbat sehingga
suplai darah menuju otak terganggu. Pada pencegahannya, cara yang dapat
dilakukan dengan cara mengendalikan factor risiko dan dapat di lakukan deteksi
dini serangan stroke yang mungkin akan terjadi serta individu pasca mengalami
penyakit stroke harus tetap rutin dan teratur dalam mengontrol factor risiko.
Referensi
Boehme, A., C. Esenwa and M. S. V Elkind. 2017. Stroke Risk Factors, Genetics,
and Prevention. Circulation Research. 12 (3): 472-495.
Kemenkes RI. 2012. Penyakit Tidak Menular Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013.
Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2017. Profil Penyakit Tidak Menular Tahun 2016. Jakarta:
Direktorat Jenderal Penyakit Tidak Menular. Kementerian Kesehatan.
Marleni, L and A. Alhabib. 2017. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner di RSI
SITI Khadijah Palembang. Jurnal Kesehatan. 8 (3): 478-483.
Masriadi., H. H. Idrus and Arman. 2016. Coronary Heart Disease Risk Factors
Among Women Aged Older Than 45 Years Old in Makassar. National
Public Health Journal. 11 (2): 79-85.
Nafshoh, T. Y., O. M. Adam and S. Ejt. 2020. Hubungan Jumlah Lekosit dengan
Derajat Keparahan Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan National Institute of
Health Stroke Scale. Hang Tuah Medical Journal. 17 (2): 130-138.
Naomi, W. S., I. Picauly and S. M. Toy. 2021. Faktor Risiko Kejadian Penyakit
Jantung Koroner (Studi Kasus Di RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang).
Media Kesehatan Masyarakat. 3 (1): 99-107.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), 2019. Hari
Jantung Sedunia (World Heart Day): Your Heart is Our Heart Too.
http://www.inaheart.org/news_and_events/ne
ws/2019/9/26/press_release_world_heart_da y_perki_2019. [Accessed on
20 Mei 2021].
Ritongga, N., D. Ramadini and Y. Farida. 2019. Analisis Determinan Obesitas dan
Kebiasaan Makan Terhadap Kejadian Stroke di Kota Padangsidimpuan
Tahun 2017. Jurnal Pengembangan Edukasi Indonesia. 2 (1): 6-8.
Tarawan, V. M., Lesmana, R., Gunawan, H. and Gunadi, J. W., 2020. Gambaran
Pengetahuan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner Pada Warga Dusun III
Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat, 4 (1): 10-14.