Anda di halaman 1dari 22

FAKTOR RISIKO DAN CARA MENCEGAH TERJADINYA PENYAKIT

KARDIOVASKULAR (PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN


STROKE)

KEPERAWATAN PENYAKIT GLOBAL

oleh:
Kelompok 12 / Kelas D
Nekiles Yigibalon 172310101220
Rafi Izuddin Al Alawi 192310101046
Lutfiyyah Rizqi Nur F 192310101133
Nisa Nabila Sandy 192310101189

Dosen Pembimbing:
Ns. Ahmad Zainur Ridla, M. AdvN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
Faktor Risiko Dan Cara Mencegah Terjadinya Penyakit Kardiovaskular
(Penyakit Jantung Koroner Dan Stroke)

Lutfiyyah Rizqi Nur Faizah1), Nekiles Yigibalon2), Nisa Nabila Sandy3), Rafi
Izuddin Al Alawi4)

Pengantar
Penyakit kardiovaskular muncul karena diakibatkan adanya gangguan pada
fungsi jantung serta pada pembuluh darah. Salah satu contoh penyakit
kardiovaskular disease adalah penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit
jantung koroner terjadi karena adanya proses aterosklerosis yang menyebabkan
penyempitan pada arteri koroner, sedangkan pada stroke terjadi karena pembuluh
darah yang pecah atau pembuluh darah yang tersumbat sehingga suplai darah
menuju otak terganggu. Essay ini bertujuan untuk menganalisis terkait dengan
penyakit jantung koroner dan stroke, dimana berfokus pada factor risiko, penyebab
terjadinya Jantung coroner dan stroke serta cara pencegahannya. Dalam penulisan
essay ini, data yang digunakan merupakan data sekunder atau data yang tidak di
peroleh dari pengamatan langsung.

Latar Belakang
Salah satu penyakit yang memiliki angka prevalensi yang cukup besar pada
penyakit tidak menular adalah penyakit cardiovascular. Penyakit ini merupakan
penyakit yang terjadi karena terganggunya fungsi jantung dan pembuluh darah
seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit ini menjadi penyebab
kematian nomor satu setiap tahunnya secara global, dimana angka kematian dini
karena penyakit cardiovascular berkisar 4% pada negara dengan penghasilan tinggi
dan 42% pada negara dengan penghasilan rendah (Martiningsih & Haris, 2019).
Pada data WHO disebutkan bahwa, terdapat lebih dari 17 juta orang meninggal di
dunia karena penyakit kardiovaskular. Kemudian berdasarkan data dari Riskesdas
tahun 2018, tingkat penyakit kardiovaskuler terjadi peningkatan dari tahun ke
tahun, dimana 15 dari 100 orang yaitu sekitar 2.784.064 penduduk yang ada di
Indonesia menderita penyakit kardiovaskular. Penyakit ini dapat menyerang
kelompok usia produktif, yang mengakibatkan beban ekonomi serta sosial pada
masyarakat karena kejadian mortalitas yang terjadi pada usia produktif tersebut
(PERKI, 2019). Terdapat banyak macam dari penyakit kardiovaskular ini, namun
yang paling dikenal dan umum yaitu penyakit jantung koroner dan stroke (Pusdatin,
Kemenkes RI, 2014).
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit pada arteri koroner karena
adanya proses aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan pada arteri koroner.
Proses itu terjadi perlemakan pada dinding arteri koroner yang dimulai saat usia
muda sampai usia lanjut (Marlemi & Alhabib, 2017). Pada data WHO tahun 2014,
penyakit jantung koroner masuk dalam peringkat pertama pada sepuluh penyakit
yang mematikan. Pada kasus 9,4 juta kematian di tiap tahunnya yang diakibatkan
oleh kardiovaskular, penyakit jantung koroner menyumbang dengan perolehan
persentase 45%. Selanjutnya pada survei sample registration system (SRS) di
Indonesia tahun 2014, penyakit jantung coroner merupakan penyebab paling tinggi
di semua umur setelah stroke, dengan persentase 12,9%.
Penyakit stroke dapat terjadi apabila pembuluh darah ada yang pecah atau
pembuluh darah yang tersumbat sehingga suplai darah menuju otak terganggu.
Keadaan tersumbatnya pembuluh darah dapat berakibat terputusnya suplai oksigen
serta nutrisi sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak (Suwaryo et al,
2019). Sekitar 15 juta orang mengalami penyakit ini di tiap tahunnya secara global,
serta memiliki angka kematian sebanyak 30% dan sisanya mengalami masalah
kecacatan secara permanen. Penyakit stroke masuk posisi ke empat dalam penyebab
kematian di seluruh dunia dan masuk dalam posisi kelima sebagai penyebab utama
kematian di Amerika serikat dengan kejadian 795.00 kasus di tiap tahunnya
(Boehme., et al, 2017). Kemudian di Indonesia sendiri, prevalensi stroke
berdasarkan data Rikedas tahun 2013 sebanyak 12, 1 per mil, hal ini berdasarkan
atas diagnosis tenaga kesehatan atau gejala, dimana prevalensi tersebut terjadi
kenaikan dari tahun 2007 dengan 8,3 kasus per mil (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan pemaparan terkait dengan kasus penyakit kardiovaskuler,
utamanya pada penyakit jantung koroner dan stroke, dimana penyakit
kardiovaskuler sendiri sebagai pemuncak penyebab utama kematian dunia, perlu
adanya tindakan pencegahan yang dapat dijalankan tanpa adanya hambatan baik
dari pemberi informasi atau pelaksana, maupun sebagai penerima informasi atau
penerima layanan. Sehingga tujuan utama dari pemberian informasi dan layanan,
angka kejadian penyakit kardiovaskuler dapat menurun dan dapat tertangani dengan
baik.

Analisis data dan Hasil


Pada essay ini, penulis mengambil topik tentang penyakit Jantung Koroner
dan Stroke yang setiap tahun tingkat prevalensinya meningkat. Kemudian fokus
essay ini adalah pada factor risiko dan penyebab terjadinya Jantung coroner serta
stroke. Data yang digunakan merupakan data sekunder atau data yang tidak di
peroleh dari pengamatan secara langsung, namun mengambil dari sumber literature
yang diperoleh dari penelitian sebelumnya.

a. Penyakit Jantung koroner


Judul Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner (Studi
Kasus di RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang)
Penulis Winda Sinthya Naomi, Intje Picauly, Sarci Magdalena Toy
Nama Jurnal / Media Kesehatan Masyarakat / Vol 3 / 2021
Volume / Tahun
Tujuan Menganalisis faktor risiko pola konsumsi pangan, riwayat
penyakit penyerta, tingkat pendidikan formal, dan pekerjaan
terhadap kejadian PJK di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang tahun 2020
Metode Menggunakan jenis penelitian observasional analitik
dengan rancangan case control. Analisis data menggunakan
deskriptif dan bivariat dengan uji chi-square.
Populasi / Populasi sebanyak 327 orang penderita rawat jalan PJK
Sampel yang teregistrasi di RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang
tahun 2019. Menggunakan 80 sampel dengan 40 kasus dan
40 kontrol, dengan teknik purposive sampling.
Hasil Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara
kejadian PJK dengan pola konsumsi pangan, riwayat
hipertensi, dan riwayat dyslipidemia. Hasil tersebut sesuai
dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Sedangkan pada
riwayat diabetes melitus, tingkat pendidikan, dan pekerjaan
tidak ditemukan hubungan dengan kejadian PJK.
Terdapat beberapa hal yang tidak sejalan dengan penelitian
yang sudah ada sebelumnya, seperti riwayat diabetes
melitus dan tingkat pendidikan yang tidak berhubungan
dengan kejadian PJK. Hal tersebut dikarenakan adanya
faktor lain yang mengakibatkan hasil dari penelitian yang
dilakukan tidak sejalan dengan penelitian lain dan teori yang
sudah ada.
Judul Coronary Heart Disease Risk Factors among Women Aged
Older Than 45 Years Old in Makassar
Penulis Masriadi, Hasta Handayani Idrus, Arman
Nama Jurnal / National Public Health Journal / vol 11 / 2016
Volume / Tahun
Tujuan Menganalisa faktor risiko kejadian PJK pada wanita usia >
45 tahun di RSUD Dody Sarjoto TNI AU Makassar tahun
2016
Metode Penentuan sampel menggunakan metode purposive
sampling. Data primer diperoleh melalui wawancara
terhadap responden dengan menggunakan kuesioner dan
wawancara langsung.
Populasi / Semua pasien wanita usia >45 tahun yang berobat di poli
Sampel penyakit dalam RSUD Dody Sarjoto Makassar pada tanggal
1 – 30 Januari 2016 (n=76)
Hasil Didapatkan adanya hubungan antara hipertensi, obesitas,
DM, dislipidemia dengan kejadian PJK pada wanita usia >
45 tahun di RSUD Dody Sarjoto Makassar. Sedangkan di
sisi lain tidak ditemukan hubungan antara merokok, dan
aktivitas fisik dengan kejadian PJK pada responden.
Didapatkan pula faktor yang paling berhubungan dengan
kejadian PJK pada wanita > 45 tahun yaitu dyslipidemia.
Pada hasil penelitian tersebut terdapat beberapa hal yang
tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya dan teori yang
sudah ada, seperti hasil penelitian terkait hubungan catatan
merokok dan kejadian PJK, serta hubungan aktivitas fisik
dengan kejadian PJK. Hal tersebut disebabkan oleh
kemungkinan adanya faktor lain yang mempengaruhi,
sehingga hasil penelitian tidak sejalan dengan teori dan
penelitian sebelumnya.
b. Penyakit stroke

Judul Sleep Disturbances as a Risk Factor for Stroke


Penulis Dae Lim Koo, Hyunwoo Nam, Robert J Thomas, Chang Ho
Yun
Nama jurnal/ Jurnal of Stroke, Vol. 20, No. (1), Tahun 2018
Volume/
Nomor/
Tahun
Metode Metode yang di lakukan dalam penelitian ini yaitu bersifat
observasi dengan pasien stroke yang berada di beberapa rumah
sakit. Kemudian di analisis dari segi pola tidur dan beberapa
gangguan tidur yang di bantu oleh alat medis dan uji klinis.
Populasi Pasien stroke yang berada di rumah sakit
Data dan Hasil A. Apnea tidur obstruktif
Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah gangguan tidur
yang terjadi saat pernafasan seseorang terganggu dengan
adanya periode henti naas secara berulang pada saat tidur.
Kondisi ini menyebabkan tubuh lain tidak mendapatkan
asupan oksigen yang cukup.
B. Durasi tidur
Hubungan antara durasi tidur dengan kejadian stroke
adalah bersifat universal. Risiko stroke meningkat pada
kelompok tidur jangka pendek dan anjang. Dalam meta
analisis (n=559, 252), HR yang di kumpulkan untuk stroke
adalah 1,15 sampai 1,224, untuk tidur singkat 1,45 (95%
CI, 1,30). Hubungan antara durasi tidur dengan mortalitas
stroke telah di nilai dalam prospektif dan analisis data.
C. Gangguan ritme sikardian dan stroke
Gangguan tidur kerja di tandai dengan keluhan yang
berlebihan kantuk atau insomnia yang terjadi saat jam kerja
tumpang tindih dengan waktu tidur yang biasa. Kerja shif
malam di kaitkan dengan gangguan yang signifikan dengan
darah nocturnal endogen penurunan tekanan, hal ini
menyebabkan tekanan darah meningkat. Shift bekerja
malam beresiko obesitas, hipertensi, diabetes, penyakit
kardiovaskuler.

Judul Analisis Determinan Obesitas dan Kebiasaan Makan


Terhadap Kejadian Stroke di Kota Padangsidimpuan Tahun
2017
Penulis Nefonafratilova Ritongga, Delfhi Ramadini, Yenni Farida
Nama jurnal/ Jurnal Pengembangan Edukasi Indonesia, Vol. 2. No. (1),
Volume/ Nomor/ Tahun 2019
Tahun
Metode Metode yang di gunakan dalam penelitian tersebut adalah
deskriptif analitik dengan desain case control. Analisa data di
lakukan dengan tiga tahap yaitu analisa univariat, bivariate,
dan multivariate.
Populasi Jumlah sampel sebanyak 90 orang yang di bag kasus
sebanyak 45 orang dan control sebanyak 45 orang dengan
menggunakan teknik pengambilan sampel consecutive
sampling.
Hasil Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh obesitas
dan kebiasaan makan terhadap kejadian stroke dengan nilai
p +0,010 dan 0, 018 (<0,05). Dari dua variabel tersebut yang
paling berpengaruh adalah kebiasaan makan dengan OR=
3,242 maka dapat disimpulkan bahwa responden yang
menderita stroke memilki 3,242 kali dengan kategori
kebiasaan makan tidak baik di bandingkan dengan pasien
yang tidak menderita stroke.

Setelah di lakukan uji multivariate dengan menggunakan


metode maka dilakukan uji kesesuaian. Hasilnya tidak ada
multikolineritas terhadap data yang di uji di lihat dari
VIF<10. Pengaruh independen terhadap variable dependen
sebesar 64% artinya bahwa kebiasaan makan dan variable
obesitas secara signifikan dapat memprediksi kejadian stroke
sedangkan 36% di prediksi oleh factor lain.

DISKUSI
Menurut WHO, penyakit kardiovaskuler merupakan sekelompok gangguan
pada jantung dan juga pembuluh darah. Yang termasuk kedalam penyakit
kardiovaskuler antara lain penyakit jantung koroner, stroke, cerebrovascular
disease, peripheral arterial disease, penyakit jantung rematik, penyakit jantung
bawaan, thrombosis vena dalam, dan emboli pulmonal. Penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab utama kematian di berbagai negara maju dan juga terdapat
kecenderungan meningkat di negara berkembang.

a. Penyakit Jantung koroner


Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskuler dengan
keadaan dimana berkurangnya suplai oksigen ke jantung akibat dari adanya
penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah koroner akibat proses
aterosklerosis, spasme, atau keduanya (Kemenkes, 2017). Secara klinis, penyakit
jantung koroner ditandai dengan adanya nyeri pada dada atau dada terasa tertekan
berat ketika sedang beraktivitas berat. Hal tersebut dikarenakan adanya aliran darah
yang terganggu akibat sumbatan pada pembuluh darah. Penyakit jantung koroner
menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan baik di negara maju maupun
negara berkembang. Sekitar 17 juta orang setiap tahunnya meninggal akibat
penyakit kardiovaskuler. Di Indonesia penyakit kardiovaskuler yang termasuk
penyakit tidak menular ini menjadi perhatian khusus.

Menurut WHO penyakit jantung koroner merupakan salah satu masalah


kardiovaskular yang jumlahnya meningkat dengan cepat dan dengan angka
kematian 6,7 juta kasus. WHO memperkirakan penyakit kardiovaskuler akan
menyumbang sekitar 25% dari angka kematian dan akan mengalami peningkatan
khususnya di negara berkembang, seperti Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri
angka kematian akibat PJK sudah mencapai 1,25 juta jiwa pada data Kemenkes RI
tahun 2014. Kemudian pada Data Riskesdas tahun 2013, PJK termasuk prevalensi
penyakit kardiovaskular tertinggi yaitu sebesar 1,5%. Kemudian berdasarkan data
WHO tahun 2012 terdapat 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit
kardiovaskuler. Dari seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskuler, 7,4 juta
diantaranya disebabkan oleh PJK dan 6,7 disebabkan oleh stroke (Kemenkes,
2017). Menurut system informasi rumah sakit, pada tahun 2015 kasus PJK yang
dirawat inap di rumah sakit di Indonesia lebih banyak pada pasien laki-laki
dibandingkan dengan perempuan dengan rincian 32.314 kasus pada laki laki, dan
18.846 kasus pada perempuan (gambar 1).

(Gambar 1. Kasus PJK tahun 2015 berdasarkan jenis kelamin)

Sedangkan berdasarkan rentang usia, kasus PJK yang dilakukan rawat inap di
rumah sakit terbanyak pada usia 45-64 tahun dengan 29.074 kasus (gambar 2).

(Gambar 2. Kasus PJK tahun 2015 berdasarkan usia)

Selanjutnya, data provinsi dengan kasus PJK terbanyak pada tahun 2015 yaitu pada
provinsi Jawa Tengah dengan total kasus 7.737 (gambar 3).
(Gambar 3. Kasus PJK tahun 2015 tertinggi di Indonesia)

Terdapat beberapa faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya penyakit


jantung koroner. Faktor risiko terjadinya PJK dibedakan menjadi dua, yaitu faktor
risiko dapat diubah dan faktor risiko tidak dapat diubah atau alami. Yang termasuk
faktor risiko yang dapat diubah yaitu kebiasaan merokok, dyslipidemia, hipertensi,
kurangnya aktivitas fisik, obesitas, diabetes melitus, stress, konsumsi alcohol, diet
yang buruk. Sedangkan yang termasuk faktor risiko tidak dapat diubah yaitu
mengenai usia, jenis kelamin, dan genetik. Berdasarkan dua jurnal penelitian terkait
faktor risiko kejadian penyakit jantung koroner yang telah dianalisa, didapatkan
hasil seperti berikut:

1. Pola konsumsi pangan sumber energi menjadi faktor risiko terjadinya penyakit
jantung koroner, hal tersebut sesuai dengan teori bahwa ketika berlebihan
mengonsumsi karbohidrat, maka akan disimpan menjadi lemak dimana
nantinya akan meningkatkan kada kolesterol darah. Ketika kadar kolesterol
darah meningkat, maka risiko terjadinya penyempitan pembuluh darah pun
meningkat.
2. Hipertensi menjadi faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, ini bisa
terjadi karena tekanan darah tinggi dapat meningkatkan tekanan dinding arteri
dan kerusakan endotel sehingga terjadi arterosklerosis.
3. Dislipidemia menjadi faktor risiko paling berpengaruh terjadinya penyakit
jantung koroner. Ini terjadi karena, ketika kadar kolesterol dalam darah tinggi,
maka akan terjadi pengendapan kolesterol di pembuluh darah sehingga arteri
tersumbat dan beban kerja jantung juga meningkat.
4. Adanya perbedaan hasil jurnal yang dianalisis, dimana jurnal pertama
mengatakan tidak terdapat hubungan antara diabetes melitus dengan PJK,
sedangkan jurnal kedua mengatakan terdapat hubungan antara keduanya.
Perbedaan hasil tersebut kemungkinan dikarenakan oleh faktor lain seperti
perbedaan karakteristik sampel. Sedangkan berdasarkan teori, DM merupakan
faktor risiko kejadian PJK. Dikarenakan pada penderita diabetes melitus, akan
lebih cepat mengalami degenerasi jaringan dan disfungsi endotel yang
kemudian menimbulkan penebalan dan penyempitan pembuluh darah. Selain
itu kadar glukosa tinggi dalam darah cenderung meningkatkan kadar kolesterol
dan trigliserida dan berisiko menyebabkan penyempitan aliran darah.
5. Tidak terdapat hubungan antara Pendidikan dan kejadian PJK. Hasil tersebut
tidak sejalan dengan teori yang ada dan mungkin disebabkan oleh lingkungan
tempat tinggal dan pola hidup responden. Sedangkan berdasarkan teori,
Pendidikan lebih tinggi memiliki kesadaran akan kesehatan lebih baik
sehingga faktor terjadinya PJK juga kecil.
6. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dan kejadian PJK. Hasil tersebut
tidak sejalan dengan teori. Menurut teori, pekerjaan selalu dihubungkan
dengan tingkat stress, dimana ketika seseorang mengalami stress
berkepanjangan akan berisiko mengalami darah tinggi. Namun status
pekerjaan bukan penentu utama terjadinya PJK apabila seseorang tersebut
memiliki gaya hidup baik dan dapat mengelola beban kerja dan stress.
7. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya PJK. Hal tersebut dikarenakan
obesitas dapat meningkatkan kerja jantung terutama jika lemak yang
terkumpul.
8. Tidak terdapat hubungan antara merokok dan kejadian PJK. Hasil tersebut
tidak sejalan dengan teori kemungkinan dikarenakan karena responden yang
digunakan perempuan, dan juga jarang terpapar asap rokok. Pada responden
perempuan yang merokok, mereka merokok tanda filter yang dibuat sendiri
dengan kertas rokok. Menurut teori, merokok dapat meningkatkan risiko
terjadi penyakit jantung karena zat yang ada dalam rokok. Menurut suatu
penelitian perlu juga diperhatikan faktor lain yang mendukung terjadinya PJK
akibat merokok, seperti lamanya merokok dan jumlah rokok perhari.
9. Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan kejadian PJK. Hasil tersebut
tidak sejalan dengan teori. Menurut teori, aktivitas fisik dapat membantu
menurunkan risiko kejadian PJK, serta dengan melakukan aktivitas dapat
bermanfaat banyak pada kesehatan seseorang.

Selain berakibat pada kematian, penyakit jantung koroner dapat berdampak


pada sosio-ekonomi, dikarenakan beberapa hal seperti biaya pengobatan yang tidak
murah, waktu pengobatan dan perawatan yang lama, serta membutuhkan biaya
untuk pemeriksaan penunjang. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang masih
menyepelekan penyakit jantung koroner ini, padahal dapat disebabkan oleh hal-hal
kecil yang biasa kita lakukan. Maka dari itu perlunya untuk menjaga kesehatan
jantung agar tidak menderita penyakit jantung koroner. Upaya pencegahan melalui
deteksi dini faktor risiko dan upaya pengendaliannya sangat penting untuk
dilakukan (Tarawan, et al., 2020).

b. Penyakit stroke
Penyakit stroke merupakan penyebab kematian ke dua dan penyebab
disabilitas ke tiga di dunia, stroke menurut World Health Organization adalah suatu
keadaan dimana ditemukan tanda klinis yang berkembang cepat berupa deficit
neurologic fokal dan global yang dapat memperberat dan berlangsung selama 24
jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. Selain itu penyakit stroke juga merupakan factor
penyebab demensia dan depresi. Stroke terjadi apabila pembuluh darah di otak
mengalami penyumbatan atau pecah yang mengakibatkan sebagian otak tidak
mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang di perlukan sehingga
mengalami kematian sel atau jaringan.
Dalam data world Stroke Organization menujukkan bahwa setiap tahunnya
ada 13,7 juta kasus baru stroke sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat penyakit
stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 80% kematian dan disabilitas akibat stroke
terjadi pada negara yang memilki pendapatan rendah sampai menengah. Lebih dari
empat decade terakhir, kejadian stroke pada negara yang memiliki pendapatan
rendah dan menengah mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Sementara
itu kejadian penyakit stroke sebanyak 42% mengalami penurunan yang terjadi di
negara yang memilki pendapatan tinggi. Selama 15 tahun terakhir.
Secara nasional prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan
diagnosis dokter pada penduduk umur >15 tahun sebesar 10,9%, atau diperkirakan
sekitar 2.120.362 orang. Provinsi yang memilki prevalensi tertinggi yaitu provinsi
Kalimantan Timur (14, %) dan DI Yogyakarta (14,6%).

Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2018, Balitbangkes, Kemenkes RI

Berdasarkan umur kejadian penyakit stroke paling banyak di derita oleh


kelompok umur 55-64 tahun sebesar (33,3%) dan proporsi paling sedikit pada umur
15-24 tahun. Laki-laki dan perempuan memilki proporsi yang hampir sama. Di
tinjau dari segi pendidikan, penduduk yang terkena stroke berpendidikan taman SD
dengan prevalensi sebesar 29,5%. Di tinjau dari tempat tinggal, penduduk tinggal
di kota lebih besar prevalensinya sebesar (63,9%).

Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2018, Balitbangkes, Kemenkes RI


Global Burden of Disease menunjukkan secara global risiko terkena penyakit
stroke telah mengalami peningkatan yang signifikan yang di mulai dari angka 1 dari
4 orang. Hal ni yang mendorong pola pikir World Stroke Organization untuk
mengadakan sebuah kampanye awareness stroke. Wakil presiden World Stroke
Organization Sheila Martins beserta dengan komitenya mengenai tema yang di
angkat pada peringatan stroke sedunia pada tanggal 29 Oktober adalah momentum
dimana orang-orang berkumpul dan mengajak sebanyak mungkin orang untuk
mengetahui penyakit stroke.
Factor risiko penyakit stroke hampir sama dengan factor risiko penyakit
jantung dan penyakit pembuluh darah lainnya. Strategi yang mungkin dapat diambil
dalam pencegahan factor risiko terjadinya stroke yaitu memodifikasi factor
risikonya. Sedangkan risiko yang berhubungan dengan gaya hidup seperti merokok,
diet tidak sehat, dan obesitas kita dapat melakukan intervensi. Kombinasi dan
strategi tersebut sudak di lakukan di negara berpendapatan tinggi sudah terbukti
dapat menurunkan factor risiko. Factor risiko yang sangat umum yang dapat
menyebabkan terjadinya stroke di antaranya yaitu:
1) Hipertensi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) mendapatkan sebuah data yang
mengejutkan yaitu di tahun 2018 mendapatkan data sebesar 34,1% penduduk
dengan umur kurang lebih 18 tahun di Indonesia mengalami penyakit
hipertensi. Sedangkan pulau yang memilki tingkat prevalensi yang tinggi di
duduki oleh kepulauan Jawa dan Kalimantan. Dua pulau tersebut menduduki
peringkat tertinggi terjadinya penyakit stroke.
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2018, Balitbangkes, Kemenkes RI

Berdasarkan karakteristik penderita hipertensi di Indonesia pada tahun


2018, menunjukkan bahwa umur 45-54 tahun merupakan usia penderita hipertensi
tertinggi dengan kisaran (24,0%) di bandingkan dengan kelompok umur lainnya.
Sedangkan di tinjau dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa perempuan
memilki prevalensi terjadinya penyakit hipertensi tertinggi dengan kisaran angka
(54,3%), sedangkan pria di kisaran (45,7%). Di tinjau dari pendidikannya
masyarakat yang tama SD memilki prevalensi lebih besar terjadinya penyakit
hipertensi dengan kisaran angka (28,4%), sementara itu penderita hipertensi sekitar
(7,7%). Ditinjau dari segi tempat tinggalnya sebagian besar hidup di daerah
perkotaan memilki tingkat terjadinya hipertensi lebih besar dengan kisaran angka
(55,9%). Hal ini dikarenakan pola hidup yang tidak sehat seperti konsumsi makanan
cepat saji dan lain-lain.
2) Penyakit jantung
Secara rasional penyakit jantung memilki prevalensi sebesar 1,5%.
Angka ini meningkat di bandingkan dengan prevalensi yang dimiliki oleh
jantung coroner berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0,5% dengan prevalensi
gagal jantung sebesar 0,3% pada tahun 2013.
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2018, Balitbangkes, Kemenkes RI

Penyakit jantung terbanyak di temukan pada kelompok umur dengan


kisaran 55-64 tahun yaitu sebesar 21,3%. Kemudian di lanjutkan dengan kelompok
umur 45-54 tahun berada di urutan ke dua sebesar (19,6%). Kelompok yang
memilki umur di bawah 1 tahun memilki prevalensi terendah sebesar 0,1%. Di
tinjau dari jenis kelamin penderita penyakit jantung di duduki oleh perempuan
sebesar (55,0%). Penyakit jantung banyak di temukan pada masyarakat yang
berpendidikan tamat SD dengan prevalensi (26,6%)., kemudian di ikuti oleh
pendidikan tamat SMA sebesar (21,6%). Ditinjau dari tempat tinggal, daerah
perkotaan memilki prevalensi lebih tinggi sebesar (59,8%), sedangkan daerah
pedesaan memilki prevalensi lebih renda sebesar (40,2%).
3) Diabetes mellitus
Berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah (kriteria ADA dan
PERKENI 2011) prevalensi diabetes di umur >15 tahun adah sebesar 8,5% di
Indonesia pada tahun 2018 menurut Riskesdas 2018. Dari data yang di dapat
proporsi diabetes mellitus berdasarkan karakteristik menunjukkan bahwa
diabetes mellitus banyak menyerang kelompok umur 45-54 tahun dengan
pravelensi sebesar (29,3%) dan kelompok umur 55-64 tahun memilki
pravelensi sebesar (28,4%). Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, perempuan
cenderung memilki pravensi yang lebih tinggi yaitu sebesar (60,7%). Di tinjau
dari segi tingkat pendidikan, tama SD memilki tingkat pravelensi yang lebih
tinggi sekitar (34,1%) sedangkan yang berpendidikan tama S1/D3 memilki
pravelensi terendah yaitu sekitar 5,6%. Di tinjau dari daerah tempat tinggal,
daerah perkotaan memilki tingkat pravelensi lebih tinggi yaitu sekitar (52,6%).

REKOMENDASI
a. Penyakit jantung koroner
Dalam mencegah terjadinya penyakit jantung koroner, terdapat beberapa
rekomendasi pencegahan yang bisa dilakukan, seperti:
1. Melakukan promosi kesehatan jantung,
2. Melakukan senam jantung sehat dan lain sebagainya
3. Melakukan deteksi dini faktor risiko PJK dan upaya pengendaliannya
4. Menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga pola makan, tidak merokok,
berolahraga
5. Rutin melakukan pemeriksaan kolesterol di fasilitas kesehatan
6. Rutin melakukan pemeriksaan gula darah di fasilitas kesehatan

Bagi tenaga kesehatan sendiri PJK masih merupakan masalah besar


kesehatan dan terdapat rekomendasi yang dapat dilakukan guna meminimalisir
kasus penyakit jantung koroner, antara lain melakukan promosi kesehatan jantung,
dapat dilakukan melalui poster, media social, film pendek, dan media lain
(Mandagi, et al., 2019).

b. Penyakit stroke
Bentuk-bentuk upaya untuk pencegahan penyakit stroke yang dapat
dilakukan oleh masyarakat yang bertujuan untuk mengendalikan angka kematian,
memperkecil kemungkinan disabilitas akibat stroke, serta mencegah terjadinya
penyakit stroke yang berulang. Bentuk-bentuk pencegahan tersebut diantaranya,
yaitu:
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah suatu upaya pencegahan yang dapat di lakukan
pada orang sehat atau kelompok yang memilki risiko terkena stroke bahkan
orang yang belum pernah terkena stroke untuk mencegah kemungkinan
terjadinya serangan stroke yang pertama, dengan cara mengendalikan factor
resiko dan dapat di lakukan deteksi dini serangan stroke yang mungkin akan
terjadi.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah suatu upaya pencegahan yang di lakukan
kepada orang yang sudah pernah mengalami serangan stroke, hal ini bertujuan
agar tidak terjadi serangan stroke kembali atau serang stroke yang berulang.
Dalam pencegahan ini hal yang di lakukan adalah penambahan obat pengencer
darah seperti aspirin. Di samping pengendalian factor risiko lainnya, individu
pasca mengalami penyakit stroke harus tetap rutin dan teratur dalam
mengontrol factor risiko. Hal ini untuk mencegah terjadinya stroke yang
berulang secara tiba-tiba.
Sedangkan dalam hal tata laksana penyakit stroke, ada beberapa tata
laksana yang optimal pada fase akut penyakit stroke yang bertujuan untuk
menentukan proses perbaikan pasca terkena penyakit stroke dan mengurangi
terjadinya kecacatan atau disabilitas. Untuk meringankan cedera otak pasca terkena
penyakit stroke dapat di lakukan dengan penanganan segera. Penanganan stroke
yang paling efektif yaitu setelah 4,5 jam setelah gejala utama di ketahui.
Kemenkes RI telah memberikan pesan kepada masyarakat yang bertujuan
untuk peningkatan kesadaran penyandang stroke, di antaranya yaitu:
1) P: Periksakan kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
2) A: Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
3) T: Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
4) U: Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
5) H: Hindari rokok, alcohol dan zat karsinogenik lainnya.

Kesimpulan
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang terjadi karena
terganggunya fungsi jantung dan pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner
dan stroke. Pada penyakit jantung koroner diakibatkan karena adanya proses
aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan pada arteri koroner. Pada
pencegahannya, dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan
jantung, senam jantung sehat, deteksi dini faktor risiko Penyakit Jantung Koroner
dan upaya pengendaliannya, menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga pola
makan, tidak merokok, berolahraga, rutin melakukan pemeriksaan kolesterol di
fasilitas kesehatan dan gula darah. Sedangkan penyebab terjadinya penyakit stroke
apabila pembuluh darah yang pecah atau pembuluh darah yang tersumbat sehingga
suplai darah menuju otak terganggu. Pada pencegahannya, cara yang dapat
dilakukan dengan cara mengendalikan factor risiko dan dapat di lakukan deteksi
dini serangan stroke yang mungkin akan terjadi serta individu pasca mengalami
penyakit stroke harus tetap rutin dan teratur dalam mengontrol factor risiko.
Referensi

Boehme, A., C. Esenwa and M. S. V Elkind. 2017. Stroke Risk Factors, Genetics,
and Prevention. Circulation Research. 12 (3): 472-495.

Kemenkes RI. 2012. Penyakit Tidak Menular Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013.
Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2014. Situasi Kesehatan Jantung. www.kemenkes.go.id. [Accessed


on 20 Mei 2021].

Kemenkes RI. 2017. Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi, Kemenkes


Ingatkan CERDIK.
https://kemkes.go.id/article/view/17073100005/penyakit-jantung-
penyebab-kematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html [Accessed
on 22 Mei 2021].

Kemenkes RI. 2017. Profil Penyakit Tidak Menular Tahun 2016. Jakarta:
Direktorat Jenderal Penyakit Tidak Menular. Kementerian Kesehatan.

Kemenkes RI. 2019. Infodatin Stroke Don’t be The One.


https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infod
atin/infodatin-stroke-dont-be-the-one.pdf. [Accessed on 22 Mei 2021].

Kemenkes RI. 2019. Pencegahan Primer Stroke.


http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/pencegahan-stroke-
primer#:~:text=Pencegahan%20Primer,dan%20mendeteksi%20dini%20se
rangan%20stroke. [Accessed on 22 Mei 2021].
Kemenkes RI. 2019. Pencegahan Sekunder Stroke.
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/pencegahan-
stroke-sekunder. [Accessed on 22 Mei 2021].

Kemenkes, R., 2017. Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi.


https://www.kemkes.go.id/article/view/17073100005/penyakit-jantung-
penyebab-kematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html [Accessed
on 24 Mei 2021].

Koo, D. L., H. Nam, R. J. Thomas and C. H. Yun. 2018. Sleep Disturbances as A


Risk Factor for Stroke. Journal Od Stroke. 20 (1): 12-32.

Marleni, L and A. Alhabib. 2017. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner di RSI
SITI Khadijah Palembang. Jurnal Kesehatan. 8 (3): 478-483.

Martiningsih and A. haris. 2019. Risiko Penyakit Kardiovaskuler Pada Peserta


Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Puskesmas Kota Bima:
Korelasinya dengan Ankle Brachial Index dan Obesitas. Jurnal
Keperawatan Indonesia. 22 (3): 200-208.

Masriadi., H. H. Idrus and Arman. 2016. Coronary Heart Disease Risk Factors
Among Women Aged Older Than 45 Years Old in Makassar. National
Public Health Journal. 11 (2): 79-85.

Nafshoh, T. Y., O. M. Adam and S. Ejt. 2020. Hubungan Jumlah Lekosit dengan
Derajat Keparahan Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan National Institute of
Health Stroke Scale. Hang Tuah Medical Journal. 17 (2): 130-138.

Naomi, W. S., I. Picauly and S. M. Toy. 2021. Faktor Risiko Kejadian Penyakit
Jantung Koroner (Studi Kasus Di RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang).
Media Kesehatan Masyarakat. 3 (1): 99-107.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), 2019. Hari
Jantung Sedunia (World Heart Day): Your Heart is Our Heart Too.
http://www.inaheart.org/news_and_events/ne
ws/2019/9/26/press_release_world_heart_da y_perki_2019. [Accessed on
20 Mei 2021].

Pradono, J. and Werdhasari, A., 2018. Faktor Determinan Penyakit Jantung


Koroner pada Kelompok Umur 25-65 Tahun di Kota Bogor, Data Kohor
2011-2012. Buletin Penelitian Kesehatan. 46 (1) :23-34.

Ritongga, N., D. Ramadini and Y. Farida. 2019. Analisis Determinan Obesitas dan
Kebiasaan Makan Terhadap Kejadian Stroke di Kota Padangsidimpuan
Tahun 2017. Jurnal Pengembangan Edukasi Indonesia. 2 (1): 6-8.

Sari, Y. A., W. Widiastuti and B. Fitriyasti. 2021. Gambaran Faktor Risiko


Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Poliklinik Jantung RSI Siti Rahmah
Padang Tahun 2017-2018. Heme. 3 (1): 20-28.

Suwaryo, P. A. W., W. T. Widodo and E. setianingsih. 2019. Faktor Risiko yang


Mempengaruhi Kejadian Stroke. Jurnal Keperawatan. 11 (4): 251-260.

Tarawan, V. M., Lesmana, R., Gunawan, H. and Gunadi, J. W., 2020. Gambaran
Pengetahuan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner Pada Warga Dusun III
Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat, 4 (1): 10-14.

Anda mungkin juga menyukai