Anda di halaman 1dari 57

KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DEWASA PADA SISTEM NEUROLOGI : CEREBRO VASCULAR


ATTACK (CVA) / STROKE

KEPERAWATAN MEDIKAL

Oleh :

Synthia Dwi Setiyaningrum

NIM 182310101176 / Kelas D 2018

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DEWASA PADA SISTEM NEUROLOGI : STROKE /
CEREBROVASCULAR ATTACK (CVA)

KEPERAWATAN MEDIKAL

Digunakan guna memenuhi Tugas mata kuliah Keperawatan Medikal dengan


Dosen Pembimbing :

Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep. MB

Oleh :

Synthia Dwi Setiyaningrum

NIM 182310101176

Kelas D / 2018

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat
dan karunia Nya sehingga dapat terselesaikannya tugas pada mata Kuliah
Keperawatan Medikal dengan judul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada Pasien Dewasa dengan Stroke / Cerebro Vascular Attack
(CVA)”. Kami selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
bimbingannya pada :

1. Ns. John Hafan S, M.Kep., Sp.Kep. MB selaku dosen Penanggung


Jawab Mata Kuliah (PJMK) Keperawatan Medikal
2. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep. MB selaku dosen pembimbing
pada mata kuliah Keperawatan Medikal
3. Orang tua dan teman teman kelas D 2018

Kami menyadari bahwa tugas yang kami susun masih terdapat


kekurangannya, oleh karena itu kami berharap kritik dan saran yang membangun
dari seluruh pihak untuk evaluasi dan perbaikan. Kami berharap tugas yang kami
susun dapat memberikan manfaat baik bagi penulis, pembaca, dan penerapan pada
bidang Keperawatan khususnya.

Malang, 10 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................................4
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................5
1.1 Latar Belakang...................................................................................................5
1.2 Epidemiologi......................................................................................................5
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT............................................................................7
2.1 Review Anatomi Fisiologi........................................................................................7
2.2 Pengertian.........................................................................................................11
2.3 Patofisiologi.....................................................................................................11
2.4 Klasifikasi.........................................................................................................12
2.5 Faktor Resiko...................................................................................................15
2.6 Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinik...............................................................17
2.7 Komplikasi.......................................................................................................18
2.8 Prosedur Diagnostik.........................................................................................19
2.9 Penatalaksanaan................................................................................................21
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................28
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................................28
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................32
4.1 Pengkajian Keperawatan..................................................................................32
4.2 Pathway............................................................................................................41
4.3 Analisa Data.....................................................................................................41
4.4 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................45
4.5 Intervensi Keperawatan....................................................................................46
4.6 Implementasi Keperawatan..............................................................................51
4.7 Evaluasi Keperawatan......................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................57
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerebrovascular Attack (CVA) adalah penyakit pada sistem
persarafan yang paling sering ditemukan. Stroke menjadi salah satu bagian
dari CVA, stroke merupakan defisit (gangguan) pada fungsi sistem saraf
yang terjadi secara mendadak serta disebabkan karena gangguan peredaran
darah pada otak. Stroke atau gangguan peredaran darah pada otak adalah
penyakit neurologis yang sering ditemukan dan harus segera mendapatkan
penanganan yang tepat. Stroke dapat terjadi pada siapa saja baik dari
rentang usia, gender atau jenis kelamin, dan dapat terjadi kapan saja.
Stroke adalah penyakit yang sering mengakibatkan cacat yang mana
berupa kelumpuhan pada ekstremitas atau anggota gerak, gangguan dalam
proses berpikir, berbicara, daya ingat, serta kecacatan bentuk lainnya yang
mana sebagai akibat dari gangguan fungsi pada otak. Berbagai faktor dapat
mengakibatkan stroke seperti pola hidup, hubungan dengan penyakit
kronis seperti jantung, diabetes, stress, gaya hidup, kolestrol, hipertensi,
dan obesitas.
Menurut WHO, stroke merupakan tanda-tanda klinik yang
berkembang dengan cepat karena gangguan pada fungsi otak fokal (atau
global) dengan gejala yang dapat terjadi selama 24 jam atau lebih yang
dapat mengakibatkan kematian tanpa sebab lain yang jelas selain vascular
(Hendro Susilo, 2000). Pada fakta di rumah sakit, terdapat banyak pasien
ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran, dalam keadaan tersebut
membutuhkan penanganan serta perawatan yang bersifat umum, khusus,
rehabilitasi, dan kerja sama antar tim kesehatan dengan baik.
1.2 Epidemiologi

Data pada World Stroke Organization menunjukkan bahwa pada


setiap tahun terdapat 13,7 juta kasus baru stroke dan sekitar 5,5 juta
kematian terjadi karena stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 87%
kematian serta disabilitas karena stroke terjadi pada negara-negara dengan
pendapat rendah hingga menengah. Penelitian yang dilakukan oleh Feigin
dkk sejak 2009 menunjukkan bahwa lebih dari sekitar 4 dekade terakhir,
kejadian penyakit stroke menurun sebanyak 42% pada negara maju. Pada
15 tahun terakhir, kejadian stroke dan lebih banyak mengakibatkan
kematian pada negara dengan pendapatan rendah hingga menengah
daripada dengan negara dengan pendapatan tinggi. Stroke termasuk pada
penyakit katastropik karena memiliki dampak yang luas secara sosial
ekonomi. Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terdapat
peningkatan pembiayaan pelayanan penyakit katastropik pada Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2016-2018, penyakit stroke menjadi
salah satu penyakit dengan biaya tertinggi. Jumlah pasien yang meningkat
setiap tahun juga mengakibatkan peningkatan biaya pelayanan kesehatan.
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Review Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Fisiologi Otak


Otak manusia mempunyai berat sekitar 1.400 gram, tersusun dari
sekitar 100 triliun neuron. Otak merupakan organ dengan konsistensi
lunak dan terletak tertutup dengan cranium atau tengkorak. Otak adalah
organ yang dapat beradaptasi dengan mudah walaupun neuron pada otak
telah mati dan tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif otak pada
keadaan tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi bagian
yang telah rusak. Hal tersebut menjadi mekanisme penting yang
mempuyai peran dalam pemulihan penyakit stroke (Feigin, 2006). Bagian
– bagian otak :

1. Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian otak paling besar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri yang tersusun dari korteks cerebrum (massa
kelabu/ substansia grisea), massa putih (substansia alba), dan ganglia
basal. Kedua hemisfer cerebrum dihubungkan dengan korpus kalosum
dengan fungsi menyampaikan impuls diantara keduanya. Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus :
a) Lobus frontalis (motoric)
Terletak pada fosa anterior. Lobus frontalis berfungsi pada cerebral
utama yaitu sebagai kontrol motoric gerakan volunteer termasuk
fungsi bicara, dan kontrol pada fungsi ekspresi emosi, moral, etika,
dan tingkah laku.
b) Lobus temporalis
Terletak paling dekat dengan area telinga, mempunyai peran yang
berhubungan dengan pendengaran, keseimbangan, dan sebagaian
mengenai emosi dan memori. Lobus temporalis memiliki 2 sulkus
yaitu sullkus temporalis superior dan sulkus temporalis inferior.
c) Lobus parietalis
Area pusat kesadaran sensorik pada gyrus postsentralis (area
sensorik primer) pada rasa peraba dan pendengaran.
d) Lobus oksipitalis
Berperan pada pusat pengelihatan dan area asosiasi pengelihatan
dalam interpretasi dan proses ransang pengelihatan dari nervous
optikus serta mengasosiasi ransang dengan informasi saran lainnya
dan memori.
e) Lobus limbic
Berada pada permukaan medial pada setiap hemisfer dan
mengililingi pusat-pusat kutub cerebrum. Tersusun dari struktur
girus cingudi, isthmus, parahipokampus, dan tankus. Berfungsi
sebagai pengaturan dalam persarafan otonom dan emosi.
2. Cerebelum (Otak Kecil)
Bertempat pada fosa kranialis posterior yang memiliki atap tentorium
sebagai pemisah antara cerebellum dan cerebrum. Permukaan
cerebellum berlapis-lapis. Hemisfer pada cerebellum dipisahkan oleh
vermis (subdivisi kortikal berbentuk seperti cacing). Cerebellum
menjadi pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot,
mengendalikan kontraksi-kontraksi otot volunteer dengan optimal.
3. Batang Otak
Berhubungan dengan diensefalon pada bagian atas dan dengan medulla
spinalis pada bagian bawah. Berfungsi untuk menyampaikan pesan
antara otak dan medulla spinalis. Batang otak terdiri dari :
a. Pons
Penghubung antara otak tengah dan medulla oblongata. Struktur
pons terdiri dari :
1. Pons bagian ventral, terdiri dari nucleus pontis. Penyampaian
jaras kortiko ponto serebralis
2. Pons bagian dorsal, disusun oleh farmasio retikulari. Beberapa
nukelus berhubungan dengan jaras sensorik, saraf kranial, dan
beberapa pada serabut jaas motoric desenden.
b. Medula Oblongata
Berada paling bawah pada struktur batang otak, telihat jelas pada
aspek ventral. Terdiri dari piramis, inti beberapa saraf otak, oliva,
4. Otak tengah
Otak tengah merupakan segmen batang otak yang terletak diantara
densefalon dan pons. Menjadi penghubung antara pons, dan serebelum
dan serebrum. Terdiri dari tegmentum, substansia nigra tektum,
pedunkulus serebri.
b. Anatomi Peredaran Darah pada Otak

Darah mengangkut zat-zat pada tubuh yang diperluka untuk kehidupan


jaringan dengan baik. Kebutuhan darah pada otak merupakan kebutuhan yang
vital, sehingga peredaran darah harus konstan dan dipertahankan.

1. Peredaran Arteri
Suplai arteri yang utama pada otak terdapat 2 arteri karotis utama
termasuk pada percabangannya disebut dengan sirkulasi anterior
dan dua arteri vertebral tergabung membentuk arteri basilaris yang
disebut dengan sirkulasi posterior (Contrell J.E,dkk . 2010). Arteri
basilaris naik menuju ventral dari pons dan berakhir pada
pontomesencephalic junction. Arteri basilaris menyuplai arteri
cerebral inferior anterior (serebral superior dan serebral posterior).
2. Peredaran Vena
Sistem vena serebral terdiri dari :
a. Vena serebral superfisial, mengalir dari permukaan dan korteks
serebral hemisphere.
b. Vena serebral dalam, mengalir dari basal ganglia,white matter,
serebelum, dan batang otak.

Sistem vena ini mengandung sebagian besar cerebral blood volume


sehingga apabila terdapat perubahan kecil dengan diameter vena
maka aka nada kemungkinan menimbulkan efek yang signifikan
pada volume darah intracranial.

c. Fisiologi Aliran Darah Cerebral


Otak hanya dapat bertahan pada waktu yang sangat singkat apabila
terjadi kekurangan suplai darah (iskemia). Hal tersebut karena neuron
penghasil energy yang sebagian besar oleh metabolisme oksidatif dari
substrat termasuk pada glukosa dan keton bodies pada kapasitas yang
sangat terbatas untuk metabolisme anaerob. Tidak adanya oksigen maka
proses bergantung dengan energy berhenti yang akan mengakibatkan
cedera
selurler ireversibel apabila aliran darah tidak kembali mengalir dengan
cepat (sebagian besar keadaan pada 3-8 menit). Aliran darah pada otak
yang cukup harus tetap dijaga untuk memastikan distribusi oksigen dan
substrat tetap konstan, dan pengeluaran produk sisa dari hasil metabolisme
juga tetap konstan.
2.2 Pengertian
Stroke merupakan kehilangan fungsi otak yang dikarenakan oleh suplai
darah ke bagian otak terhenti (Smeltzer and Bare, 2002). Stroke adalah cedera
vascular akut pada otak yang diakibatkan karena adanya pembekuan darah,
pembuluh darah yang menyempit, sumbatan dan penyempitan pembuluh
darah, atau karena pembuluh darah yang pecah. Keadaan tersebut
mengakibatkan pasokan darah akan berkurang dengan menimbulkan gejala
yang tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan (Feigin, 2006). Menurut
WHO, stroke merupakan adanya tanda-tanda klinik yang berkembang dengan
cepat yang disebabkan oleh gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
diikuti gejala-gejala yang dapat berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
dapat mengakibatkan kematian dengan tidak adanya sebab lain yang jelas
selain vaskuler (Susilo,2000).
Stroke adalah serangan pada otak yang muncul secara mendadak karena
adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah pada otak sehingga
mengaibatkan sel-sel tertentu pada otak kekurangan darah, oksigen, atau zat
makanan yang mana dapat menimbulkan kematian sel-sel tersebut dalam
waktu yang relative sangat singkat (Raine, 2006). Jadi stroke merupakan
gangguan fungsi saraf karena adanya gangguan aliran darah pada otak yang
terjadi secara medadak dengan tanda dan gejala yang timbul sesuai dengan
daerah yang terganggu.

2.3 Patofisiologi

Organ tuuh manusia yaitu otak merupakan organ tubuh yang berperan
penting bagi kesehatan dan kehidupan. Otak merupakan organ yang
kompleks, berukuran relative kecil dari pada bagian tubuh lainnya. Aliran
darah yang
konstan membawa nutrisi untuk saraf pada otak(neuronutrient) seperti
vitamin, mineral, asam amino. Neuronutrient akan membuat energy untuk
otak bersama dengan oksigen dan glukosa. Gangguan pada aliran darah otak
dengan waktu yang relative singkat akan menurunkan fungsi-fungsi otak,
apabila dengan waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan permanen
pada otak.

Apabila aliran darah pada tiap bagian otak terhambat karena adanya
thrombus atau embolus makan akan mulai terjadi kekurangan oksigen ke
jaringan otak, dalam wakti sekitar 1 menit akan mengarah ke gejala nekrosis
mikroskopik pada neuron yang kemudian disebut dengan infark. Stroke
karena embolus akan mengakibatkan pembekuan darah, udara, plak atheroma
fragmen lemak. Stroke dengan etiologic hemorhagi yaitu abnormalitas
vaskuler, aneurisma serabut hingga terjadi rupture maka faktor penyebabnya
adalah hipertensi. Apabila stroke thrombosis atau metabolic otak akan
mengalami iskemia dan infark yang akan sulit ditemukan. Prognosis
bergantung pada area otak yang terkena dan luas yang terkena (Wijaya&Putri,
2013).

2.4 Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebab :
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik merupakan stroke yang disebabkan karena
sumbatan pembekuan darah, arteri yang menyempit, atau embolus
(kotoran) yang telepas dari jantung atau arteri ekstrakranial (arteri
luar tengkorak). Pada lansia atau seseorang dengan usia lanjut
penyumpatan atau penyempitan dapat diakibatkan karena
aterosklerosis (arteri yang mengeras). Emboli cenderung pada
orang yang mempunyai penyakit jantung, biasanya bekuan darah
terbentuk karena denyut jantung yang tidak teratur (contoh fibrilasi
atrium), kelainan pada katup jantug, infeksi pada jantung. Sebagian
stroke iskemik terjadi pada hemisfer otak dan sebagian terjadi pada
serebelum (otak kecil) dan batang otak. Stroke iskemik pada
hemisfer dapat bersifat asimptomatik atau tidak bergejala atau
hanya
timbul kelemahan ringat atau masalah daya ingat. Stroke ringan
seperti itu dapat berulang dan menimbulkan cacar beran,
penurunan kognitif, dan demensia (Irfan, 2012).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan karena pendarahan atau
pecahnyanya pembuluh darah ke dalam jaringan otak atau ke
dalam ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak. Keadaan tersebut
mengakibatkan ruang jaringan sel-sel pada otak tertutupi sehingga
menimbulkan kerusakan fungsi kontrol otak dan kerusakan
jaringan sel otak, dan stroke ini dapat mengakibatkan akibat fatal
yaitu kematian. Stroke hemoragik umumnya terjadi pada lansia
karena adanya sumbatan pada dinding pembuluh darah yang telah
rapuh (aneurisma), pembuluh darah yang rapuh disebabkan karena
faktor usia atau keturunan, atau pada keadaan yang sering terjadi
karena tertimbun plak atau arteriosclerosis dan akan diperparah
apabila disertai dengan darah tinggi.
Jenis Stroke Hemoragik (Feigin,2007) :
a) Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural),
kedaruratan pada bedah neuro yang membutuhkan
perawatan segera. Biasanya stroke ini diikuti
dengan fraktur pada tengkorak dengan robekan
arteri tengah atau arteri meninges lainnya. Pasien
harus dapat diatasi setelah beberapa jam mengalami
cedera untuk dapat bertahan.
b) Hemoragi subdural (subdural akut), hematoma
subdural yang robek pada bagian vena sehingga
pembentukan hematoma akan lebih lama dan
mengakibatkan tekanan pada otak.
c) Hemoragi subaraknoid (hemoragi pada ruang
subaraknoid), terjadi karena trauma atau hipertensi
namun paling sering disebabkan karena kebocoran
aneurisma.
d) Hemoragi intraserebal, hemoragi pada subtansi
dalam otak, keadaan umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral karena
adanya perubahan degenerative dan pada hemoragi
intraserebral ini dapat mengakibatkan rupture
pembuluh darah.
b. Berdasarkan defisit neurologis :
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
Gangguan pada fungsi lokal serebral dengan gejala yang
berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara yang
disebabkan oleh thrombus atau emboli. Terjadinya TIA dapat menjadi
peringatan bahwa serangan stroke selanjutnya dapat muncul sehingga
tidak dapat diabaikan begitu saja (Irfan, 2012). Biasanya pada 1-2 jam
TIA dapat ditangani namun pada sampai 3 jam belum dapat teratasi
maka sekitar 50% pasien telah terkena infark (Grofir, 2009;
Brust,2007; Junaidi, 2011).
2) Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Keadaan RIND hampir sama dengan TIA namun berlangsung lebih
lama sekitar 1-2 hari. RIND tidak menimbulkan atau meninggalkan
gejala sisa.
3) Complete Stroke
Keadaan yang telah menetap, tidak dapat berkembang lagi dan
tergantung pada area otak yang mengalami infark.
4) Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Tanda atau gejala neurologis fokal terus berkembang dan semakin
berat dan meemburuk setelah 48 jam. Berlangsung bertahap dari
ringan hingga berat pada defisit neurologis yang muncul.
c. Berdasarkan keadaan klinis :
1) Lacunar Syndrome (LACS)
Penyumbatan tunggal pada lubang arteri yang mengakibatkan
terbatasnya area aliran karena infark yang disebut lacune. Sebagian
besar lacune terjadi pada area seerti nucleus lentiform, tanda gejala
klinis belum diketahui namun terkadang terjadi kemunduran pada
keadaan kognitif pasien. lacunar juga dapat terjadi pada kapsula
interna dan pons yang akan mempengaruhi traktus asendens dan
desendes sehingga menimbulkan defisit klinis yang luas.
2) Posterior Circulation Syndromes (POCS)
Adanya kelumpuhan pada bagian saraf cranial ipsilateral dengan
kontralateral defisit sensorik atau motoric.
2.5 Faktor Resiko
1) Usia
Pembuluh darah pada seseorang dengan usia semakin tua akan cenderung
semakin kaki karena adanya plak, hal ini berhubungan dengan proses
degenerasi yang terjadi secara alamiah. Semakin usia bertambah keadaan
jaringan tubuh akan mengalami penurunan fleksibilitas dan lebih kaku,
termasuk pada pembuluh darah.
2) Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai faktor resiko lebih tinggi terserang stroke, karena
berhubungan dengan gaya hidup merokok. Zat pada rokokok seperti
nikotik dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah yang
mengakibatkan elastisitas darah berkurang dan pengerasan pembuluh
darah arteri meningkat dan pembekuan darah akan meningkat karena
fibrinogen darah tinggi, fibrinogen yang tinggi akan memicu adanya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah sempit dan kaku
kemudian menimbulkan stroke.
3) Riwayat stroke keluarga
Keturunan dari penderita stroke akan mengakibatkan perubahan pada
penanda aterosklerosis awal yaitu proses timbunan lemak pada laposan
bawah dinding pembuluh darah yang memicu stroke terjadi (Aguslina,
2005).
4) Hipertensi
Hipertensi akan mempercepat terjadinya aterosklerosis (penumpukan
kolestrol pada dinding pembuluh darah arteri) dengan cara mengakibatkan
luka secar mekanis pada sel endotel (dinding pembuluh darah) pada area
yang mengalami tekanan darah tinggi akan meransang pembentukan plak
aterosklerosis pada pembuluh arteri dan arteriol dalam otak serta
menginduksi adanya lipphialinosis (kerusakan vaskuler yang ditandai
hilangnya struktur arteri normal, sel busa dan adanya nekrosis fibrinoid
pada dinding pembuluh darah) pada pembuluh ganglia basal hingga
mengakibatkan infark lakunal atau pendarahan pada otak.
5) Merokok
Zat yang terkandung pada rokok seperti nikotin karbon monoksida, dan zat
lainnya pada rokok mempunyai potensi mengakibatkan kerusakan pada
dinding pembuluh darah. pembekuan darah akan meningkat karena
fibrinogen darah tinggi, fibrinogen yang tinggi akan memicu adanya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah sempit dan kaku
kemudian menimbulkan stroke.
6) Stress
Stess dapat meningkatkan kekentalan darah yag akan mengakibatkan
ketidak stabilan tekanan darah. Darah yang kental karena kekurangan
cairan darah atau trombosit akan mempermudah darah melekat satu sama
lain, kekentalan darah juga terjadi karena aliran darah yang tidak lancar,
pasokan oksigen pada sel-sel tubuh juga akan terhambat. Apabila darah
yang kental tesebut menuju pembuluh darah yang halus pada otak untuk
memasok oksigen ke otak dan pembuluh darah tidak elastis dan tersumbat
maka hal tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya stroke.
7) Obesitas
Pola hidup yang pasif seperti kurang aktivitas dan olahraga, kegemukan
atau makan berlebihan, dengan konsumsi makanan yang banyak
mengandung lemak akan mengakibatkan penimbunan lemak di pembuluh
darah. Kemudian akan timbul penyempitan pembuluh darah yang
mengakibatkan
aliran darah tidak lancar dan memicu terjadinya aterosklerosis yang
kemudian beresiko terkena stroke.
8) Diabetes mellitus
Stroke iskemik dapat menjadi resiko dari penderita diabetes, karena pada
diabetes mellitus akan terjadi mikrovaskuler dan terjadinya aterosklerosis
yang dapat mengakibatkan emboli yang dapat menyumbat dan terjadi
iskemia kemudian perfusi pada otak akan menurun dan terjadi stroke.
9) Penyakit kardiovaskuler
Beberapa penyakit jantung seperti jantung coroner, jantung rematik,
fibrilasi atrial beresiko pada terjadi stroke. Seperti pada fibrilasi atrium
aliran oksigen akan menurun sehingga perfusi darah menuju otak akan
turut menurun, kemudian otak dapat kekurangan oksigen sehingga dapat
terjadi stroke.
2.6 Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinik
Pada manifestasi klinis stroke bergantung dengan bagian otak pada fungsi
otak mana yang terkena, arteri sebral yang terkena, keparahan kerusakan, dan
ukuran area otak yang terkena selain juga bergantung dengan sirkulasi
kolateral. Manifestasi klinik menurut Smeltzer&Bare (2002) :
a) Defisit Lapang Pandang
- Tidak menyadari adanya objek atau orak di tempat kehilangan
pengelihatan
- Diplopia
- Kesulitan menilai jarak
b) Defisit Motorik
- Hemiplegi (paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama)
- Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki sisi yang sama)
- Ataksia (berjalan tidak mantapm tidak dapat menyatukan kaki)
- Disatria (kesulitan bicara), ditunjukkan dengan bicara sulit dimengerti
karena paralisis otot yang menghasilkan bicara.
- Disfagia (kesulitan menelan)
c) Defisit Sensorik
- Kebas dan kesemutan di bagian tubuh
d) Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
- Perubahan penilaian
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan dalam berkonsentrasi
e) Defisit Verbal
- Afasia ekspresif (tidak dapat membentuk kata yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (tidak dapat memahami kata yang diucapkan)
- Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
f) Defisit Emosional
- Depresi
- Menarik diri
- Kehilangan kontrol diri
- Rasa takut, bermusuhan dan marah,
- Perasaan isolasi
- Penurunan toleransi pada keadaan yang mengakbatkan stress
- Labilitas emosional
2.7 Komplikasi
Menurut Smeltzer&Bare(2002) :
a. Hipoksia serebral diminimalisir dengan pemberian oksigenasi darah
yang adekuat pada otak. Pemberian oksigen suplemen dan
haemoglobin yang dipertahankan dan heotokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu pada mempertahankan oksigenasi jaringan.
Fungsi otak yang bergantung dengan ketersediaan oksigen yang
dikirim ke jaringan.
b. Aliran darah serebral tergatung dengan tekanan darah, curah jantug,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hipertensi dan hipotensi
ekstrem harus dihindari untuk mencegah adanya perubahan pada aliran
darah serebral dan potensi meluasnya area-area cidera. Hidrasi yang
adekuat (cairan intravena) harus dipertahankan untuk menjamin
penurunan vesikositas darah dan aliran darah serebral dapat diperbaiki.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau katup dari katup jantung prostetik. Embolisme dapat
menurunkan aliran darah ke otak yang kemudian akan menurunkan
aliran darah serebral.

Komplikasi yang dapat terjadi :

1) Komplikasi mobilisasi
Pasien dengan stroke apabila tidak bermobilisasi atau berpindah-
pindah tentunya akan menimbulkan risiko komplikasi seperti ulkus
decubitus, lesi pada bagian tubuh yang tidak dimobilisasi.
2) Kekurangan nutrisi
Pada pasien dengan mengalami kelemahan seperti pada bagian muluh
tenggorokan (bagian tubuh kanan), cenderung akan kesulitan menelan,
kesulitan mengunyah atau makan, dari hal tersebut akan dapat
mempengaruhi asupan yang diterima pasien.
3) Adanya infeksi
Risiko infeksi timbul dari pemasangan benda asing pada tubuh seperti
pemasangan kateter, apabila tidak dilakukan perawatan dan kebersihan
dengan tepat.
2.8 Prosedur Diagnostik
Prosedur diagnostic dilakukan untuk dapat memastikas jenis serangan
stroke, letak area sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak
pendarahan, luas jaringan otak yang mengalami kerusakan.
a) CT Scan
Mengetahui adanya edema, hematoma, iskemia, dan infark.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menunjukkan area yang mengalami infark atau hemoragik. MRI lebih
sensitif dalam mendeteksi adanya infark terutama pada area batang
otak dan serebelum.
c) Magnetic Resonance Angiography (MRA)
Metode non infasif yang menunjukkan arteri karotis dan sirkulasi
serebral dan dapat menunjukkan adanya oklusi.
d) Pemeriksaan Ultrasonografi karotis dan dopler transkranial
Mengukur aliran darah pada serebral dan mendeteksi adanya
penurunan pada aliran darah stenosis pada arteri karotis dan arteri
vetebrobasilaris selain menunjukkan area luasnya sirkulasi kolateral.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengkaji perburukan penyakit
vaskuler dan evaluasi efek terapi yang ditimbulkan pada vasospasme
seperti adanya pedarahan pada subaraknoid.
e) Pemeriksaan EKG
Mengidentifikasi penyebab cardiac apabila stroke emboli dicurigai
muncul dan terjadi.
f) Pemeriksaan lumbal fungsi
Menunjukkan adanya tekanan. Tekanan normal biasanya terdapat
thrombosis, emboli, dan TIA, tekanan yang meningkat dan cairan
mengandung darah dapat menunjukkan adanya pendarahan
subaraknoid atau intracranial.
g) EEG (Electro Enchepalografi)
Dapat mengidentifikasi masalah yang berdasarkan gelombang otak
atau dapat memperlihatkan adanya area lesi yang spesifik.
h) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti adanya
pendarahan, oklusi atau rupture, obstruksi arteri.
i) Pemeriksaan Foto Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung apakah ada pembesaran ventrikel kiri
yang menjadi salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke,
menggambarkan adanya perubahan kelenjar lempeng pineal pada area
yang berlawanan dari masa yang luas.
j) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal pada area yang
berlawanan dari masa yang luas.
2.9 Penatalaksanaan
Penanganan stroke ditentukan dari penyebab stoke yang dapat berupa
terapi farmakologi, radiologi, atau pembedahan. Pada stroke iskemik terapi
bertujuan pada peningkatan perfusi darah ke otak, membantu lisis pada
pembekuan darah dah mencegah adanya thrombosis lanjutan, melindungi
jaringan otak yang masih aktif, dan mencegah cedera skunder lainnya. Pada
stroke hemoragik terapi bertujuan untuk mencegah kerusakan skunder dengan
pengendalian tekanan intrakrania dan vasopasme, serta mencegah adanya
pendarahan yang lebih lanjut.
a. Farmakologi
1) Pemberian histamine, asetazolamid, aminophilin, papaverin
intraarterial
2) Medikasi antitrombosit, trombosit berperan penting pada pembentukan
thrombus dan embolisasi. Antiagresi thrombosis seperti aspiris dapat
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis
yang terjadi setelah ulserasi alteroma.
3) Antikoagulan, untuk mencegah adanya atau thrombosis yang berat
atau embolisasi dari area lain pada sistem kardiovaskuler.
4) Neuroprotektan
Menjadi rekomendasi sebagai agen saraf yang dapat mengurangi
cedera otak iskemik dengan mengurangi metabolisme otak atau
mengganggu mekanisme sitotoksis yang di picu oleh iskemia (Simon,
et al, 2009).
5) Sitikolin
Sebagai membrane stabilizer yang mana menjadi precursor dari
phospatidykolin, konsitituen utama dari membrane sel. Mekanime
kerja pada obat ini dengan mencegah kerusakan membrane dan
mengusahakan memperbaiki membrane cedera dengan sintesa
acetylcholine ditingkatkan. Obat ini juga bekerja dengan dapat
mencegah penimbunan asam lemak bebas, asam arakhidonat, dan
digliserida pada tempat rusaknya sel pada otak. Efek samping dari obat
ini hampir tidak ada hanya mempunyai efek samping kecil pada
komplikasi GIT (C Clark 1998, Junaidi 2011).
6) Antiplatelet
Berfung pencegahan gumpalan trombosit darah dan mencegah adanya
terbentuk thrombus atau gumpalan darah yang akan atau bisa
menyumbat lumen pembuluh darah. Dipergunakan terutama pada
pasien dengan stroke iskemik atau TIA.
b. Non Farmakologi
Jenis terapi yang dapat digunakan pada proses pemulihan keadaan pasca
stroke :
1) Fisioterapi, biasanya digunakan dalam keadaan stroke stadium akut
dengan tujuan mencegah adanya komplikasi, menghambat adanya
spatisitas, mengurangi edema pada anggota gerak, meningkatkan
kemampuan aktivitas fungsional
2) Terapi wicara
3) Akupuntur , dapat memperpendek waktu dalam penyembuhan,
pemulihan gerak motorik pada pasien dan aktivitas fungsional.
4) Hidroterapi, untuk merehabilitasi gangguan saraf motrik pasien pasca
stroke. Kolam hidroterapi berisiair hangat yang dapat memperlancar
aliran darah.
5) Yoga atau terapi meditasi, menurunkan resiko terkena stroke dan
merehabilitasi fungsi organ.
6) Terapi music
7) Senam ergonomic, melatih otot yang kaku dengan gerakan ringan dan
tidak menimbulkan rasa sakit bagi pasien.
8) Terapi nutrisi, pemberian nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien
dan menunjang peningkatan proses penyembuhan.
9) Terapi bekam, menurunkan tekanan darah, pengeluaran darah kotor
pada tubuh atau darah yang tidak berfungsi lagi. Dapat terhindar dari
adanya penggumpalan darah dan tekanan darah tinggi.
10) Psikoterapi, gangguan emosional dan psikologis lain seperti depresi
dapat timbul karena adanya ketidak siapan pasien dalam penurunan
aktivitas dan produktivitasnya. Psikoterapi dapat dilakukan dengan
mengajak penderita melakukan hal-hal yang menyenangkan, atau
memotivasi pasien.
11) Aromaterpi, untuk memperlancar sirkulasi darah, memperkuat fungsi
saraf dan kekuatan otot. Dengan menggunakan teknik pemijatan atau
berendam dengan minyak esensial dan air hangat.
12) Terapi herbal, membantu peningkatan fleksibilitas pembuluh darah dan
stimulasi sirkulasi darah.
13) Hypnoterapi, untuk membatnu pasien memahami capaian kesembuhan
dan pasien dapat menjalankan proses serta tahapan penyembuhan
dengan nyaman dan tanpa paksaan.
c. Pembedahan
Bertujuan pada perbaikan aliran darah serebri dengan :
1) Endoseterektomi karotis, membentuk arteri karotis kembali dengan
membuka arteri karotis pada leher.
2) Revaskularisasi, paling sering berpengaruh pada pasien TIA.
3) Evaluasi pembekuan darah pada pasien stroke akut
4) Ligase arteri karotis komunis pada leher khususnya pada aneurisma.

Pembedahan untuk Profilaksis :

a. Endarterectomi Karotis
Bertujuan menghilangkan plak arterosklerosis yang terbentuk pada
percabangan arteri karotis komunis. Pembedahan arteri karotis
menunjukkan risiko stroke menurun daripada hanya melakukan terapi
medis (Mc Donnel, 2006).
b. Bypass Arteri Serebri
Prosedur revaskulariasi serebri dengan tujuan pengembalian perfusi
pada area otak yang mengalami kekurangan aliran darah karena
obstruksi arteri proksimal, dan apabila area obstruksi tidak dapat di
akses secara langsung. Indikasi pada pembedahan ini dilakukan pada
pasien dengan kolateral yang terganggu dan menyebabkan gangguan
aliran darah serebri regional dan kegagalan terapi medis dengan
maksimal.

Pembedahan terapi stroke iskemik :

a. Kraniektomi dekompresi
Hemikraniektomi dekompresi pada iskemia serebri hemisferik
termasuk pada tindakan life saving yang mana merupakan tindakan
harus segera dilakukan apabila edema pada intracranial tidak merespon
pada terapi konservatif atau apabila terjadi pergeseran struktur penting
dalam otak digaris tengah , serta pada pasien dengan defisit motoric
dan gangguan kesadaran (Merenda& De Georgia, 2010 ; Valenca, dkk,
2012). Rekomendasi teknik operasi dilakukan pada daerah
frontotemporoperieta hingga dasar os frontal dan menyisakan kalvaria
kurang lebih 1 cm dari garis tengah untuk mencegah adanya injuri
pada bridging vein dan tambahan pendarahan (Valenca, dkk. 2012).
b. Duraplasti
Kraniektomi akan menurunkan TIK 15% dan duraplasti akan
meningkatkan penurunan TIK 55% yang biasanya menggunakan insisi
kulit dengan cukup besar sebagai graft dura, hal tersebut juga dpat
menurunkan infeksi daripada menggunakan materi asing seperti
neuropatch.

Pembedahan pada stroke hemoragik :

a. Kraniotomi
Studi yang dilakukan International Surgical Trial for Intra Cerebral
Haemorrhage (STICH) mengenai studi multicentre yang berhubungan
dengan pendarahan pada intraserebral kraniotomi dan evakuasi
hematom pada pendaraha intraserebral dikaitkan dengan luaran yang
baik apabila hematom berada pada 1 cm dari permukaan otak (Javed,
2008).
b. Pembedahan invasive minimal
1) Prodedur Blind
Dilakukan dengan aspirasi burr hole, menggunakan atau tidak
mengguanakan bantuan sterotaksis dan fibrinolysis. Sterotaksis aka
memnambah presisi dari prosedur sementara fibrinolis membuat
klot lebih mudah pada saat dikeluarkan, fibrinolysis akan secara
kimiawi dengan urokinase atau t-PA atau secara mekanik dengan
Archimedes screw, aspirator ultrasound, atau pemotong oscillating.
Prosedur ini akan memberi keberhasilan apabila lesi berada di
dalam.
2) Neuroendoskopi
Prosedur ini dapat dikatakan lebih baik dari sterotaksis dan
kraniotomi untuk evakuasi klot pendarahan intraserebral apada
area basal ganglia pada pasien yang tidak sedang mengaami koma.
Evakuasi kllot dengan menggunakan neuroendoskopi pada
pendarahan intraventikular daripada dengan drainasi ventricular
eksternal (EVD).
c.Pendarahan Subaraknoid
Terapi utama yang dapat dilakukan pada aneurisma intracranial
pada sebelum atau sesudah rupture yaitu dengan pemasangan klip dan
coiling endovascular.
1) Klipping neurosurgical
Aliran darah ke aneurisma. Cara ini akan membuat aneurisma
tidak terlalu pulatil pada persiapan klip permanen dan akan
mengendalikan pendarahan yang kemungkinan dapat terjadi
akibat rupture aneurisma premature intraoperasi
2) Pembedahan endovascular
Prosedur coiling dengan kateter yang kurang invasive daripada
klipping neurosurgical menurunkan angka morbiditas yang
terutama pada pasien dengan usia tua. Coiling endovascular
menjadi standar terapi pada lesi vertebrobasilar yang sulit
dioperasi terutama pada apeks a. basilaris.
d. Pemeriksaan saraf kranial
e. Terapi khusus stroke iskemik
Prinsip utama dalam terapi stroke iskemik yaitu membuka dan
melancarkan aliran darah karena sumbatan (thrombus atau emboli) tanpa
menimbulkan komplikasi pendarahan. Upaya dari reperfusi ditujukan
untuk menurunkan adanya timbulnya kecacatan dan kematian karena
stroke dan upaya ini harus dilakukan pada fase akut (Bahrudin, 2013).
Pendekatan terapi fase akut stroke iskemik berfokus pada restorasi aliran
darah otak dengan menghilangkan sumbatan dan memberhentikan
kerusakan seluler yang berhubungan dengan iskemik atau hipoksia. Pada
fase akut Tharapeutic window yaitu pada antara 12-24 jam pertama setelah
onsen dan golden period pada 3-6 jam petama. Terapi pada periode ini
akan memungkinkan area sekitar otak akan mengalami iskemik namun
masih bisa diselamatkan. Sasaran dari terapi khusus stroke iskemik untuk
menyelamatkan area iskemik atau penumbra yang masih dapat
disembuhkan dengan upaya memperbaiki mikrosirkulasi dan melakukan
usaha dalam perlindungan saraf otak sehingga terhindar dari kerusakan
permanen atau infark (Junaidi, 2011).
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) :
1) Fase Akut :
a. Mempertahankan fungsi vital, seperti jalan nafas,
pernafasan, oksigenasi, dan sirkulaso
b. Reperfusi dengan tromolitik atau vasodilatasi (nimotop),
diharapkan mencegah terjadinya trombolitik atau embolitik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
derajat untuk menghindari flexi dan rotasi pada kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethasone
d. Mengurangi edema dengan cerebral dengan diretik
e. Penempatan pasien dengan posisi lateral atau semu telungkup
dengan kepala tempet tidur ditinggikan hingga tekanan vena serebral
berkurang.
2) Post Fase Akut :
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodic
b. Program fisioterapi
c. Penanganan pada masalah psikosial

Masa Golden Period / Time Window

Apabila terapi dimulai setelah lewat pada batas waktu tertentu maka akan
menghasilkan hasil yang tidak diharapkan meskipun pasien diberikan obat-obatan
dengan benar. Hal tersebut berlaku juga pada pengobatan stroke, bataasan waktu
pada saat terapi akan membawa hasil yang baik disebut “time window”atau
dengan nama lain “therapeutic window”, “window of opportunity” atau “golden
period”. Pada stroke iskemik batas waktu yang disebutkan sekitar kurang lebih 6
jam. Berbagai ahli mengemukakan banyak pendapat akan batas waktu ini karena
sudut pandang dan permasalahan yang dihadapi berbeda-beda. Pada pengobatan
trombolitik dengan r-tPA batas waktu yang ada bahkan dapat lebih singkat yaitu
sekitar kurang dari 3 jam. Batasan waktu atau time window/golden period ini
bervariasi antara 3-12 jam tergantung keadaan, gizi, usia, berat penyakit yang
diderita. Pada golden period ini menjadi kesempatan terbaik untuk penyelamatan
sel saraf walaupun fungsinya terganggu namun strukturnya masih untuh yang
disebut dengan penumbra. Jaringan penumbra dapat bertahan sekitar sampai 12
jam, maka dari itu terapi dapat memberikan hasil yang optimal apabila stroke
iskemik diobati sebelum 12 jam setelah onset (Baron dalam Junaidi, 2011). Faktor
yang mempengaruhi keterlambatan golden hour pada pasien stroke (Pizon, 2010) :

a. Tingkat pengetahuan
b. Pendidikan
c. Ekonomi
d. Persepsi
e. Transportasi
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan


3.1.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan kasus terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama, alasan pasien membutuhkan pertolongan kesehatan
atau masuk rumah sakit. Adanya kelemahan yang terjadi pada
anggota gerak badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasim,
kesadaran menurun.
b) Riwayat penyakit sekarang, pada sebagian besar kasus stoke non
hemoragik terjadi secara mendadak atau saat pasien beraktivitas.
Biasanya timbul nyeri kepala, kelemahan pada anggota tubuh, mual,
muntah, hingga hilang kesadaran.
c) Riwayat penyakit dahuu, adanya riwayat penyakit seperti hipertensi,
riwayat stroke sebelumnya, diabetes jantung, trauma kepala,
penggunaan obat-obatan anti koagulan, dan lain-lain.
d) Riwayat penyakit keluarga, penyakit dalam anggota keluarga yang
bersifat genetic, atau seperti menderita hipertensi, diabetes, dan
lain- lain.
3. Pengkajian psiko,sosiso,spiritual
Pengkajian psikologis untuk perawat dapat mendapatkan persepsi jelas
mengenai status emosi, perilaku, dan kognitif pasien. pengkajian
mekanisme koping untuk menilai respon emosi pada penyakit yang
diderita serta perubahan peran yang terajdi pada pasien dalam
keluarganya dan lingkungannya.
4. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis pada pasien yang mengarah pada keluahan pasien,
pemeriksaan fisik digunakan untuk mendukung data dari anamnesis
pengkajian. Pemeriksaan fisik dilakukan pada setiap sistem B1 –B6
dengan berfokus pada pemeriksaan fisik B3 (Brain) yang secara terarah
dihubungkan dengan keluhan pasien. Pemeriksaan fisik B1-B6 :
a. B1 (Breathing)
b. B2 (Blood)
c. B3 (Brain)
d. B4 (Stroke)
e. B5(Bowel)
f. B6(Bone)
5. Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat keasadaran dan respon pasien pada lingkungan menajdi indicator
yang paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
6. Pengkajian fungsi serebral
Meliputi status mental, kamampuan, bahasa, lobus fromtal, hemisfer, dan
fungsi intelektual.
7. Pengkajian kekuatan otot
Presentasi Keuatan
Skala Karakteristik
otot
0 1 Paralisi sempurna
1 10 Tidak ada gerakan,
kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh
melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal
melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi
dan melawan tahanan
minimal
5 100 Kekuatan normal gerakan
penuh yang normal
melawan gravitasi dan
tahanan penuh

8. Pengkajian saraf kranial


Meliputi seluruh pemeriksaan saraf kranial I – XII

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul yaitu :

a) Gangguan perfusi jaringan serebral b.d oksigen otak menurun


b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan absorbsi nutrisi
c) Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
d) Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor resiko ; lembab
e) Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara

3.1.3 Intervensi Keperawatan

Setelah perumuasan diagnose dilakukan kemudian dilanjutkan


dengan perencanaan dan aktivitas keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan pada pasien.
intervensi keperawatan merupakan segaala treatment yang dilakukan
perawat berdasarkan pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
outcome atau luaran yang diharapkan. Memberikan perawat, pasien, dan
orang terdekat untuk mengatasi maslaah pada pasien dan membuat urutan
diagnose keperawatan. Sebelum menentukan intervensi keperawatan,
perawat menentukan tujuan terlebih dahulu. Setelah penentuan tujuan
dilanjutkan dengan perencanaan keperawatan. Outcome keperawatan
merupakan aspek yang dapat diukur dan diobservasi meliputi keadaan,
persepsi pasien, dan perilaku, keluarga atau komunitasnya dapat sebagai
respon dalam intervensi.

3.1.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap perawat melaksanakan rencana


atau intervensi yang telah dilaksanakan atau disusun sebelumya. Implementasi
terdiri dari melakukan tindakan dan mendokumentasikan. Sebelum melakukan
impelementasi perawat harus mengeathui alasan dilakukannya tindakan tersebut.
Perawat akan menerapkan pengetahuan intelektual , pencegahan infeksi dan
komplikasi, mengupayakan rasa nyaman dan amat serta keselamatan pasien,
kemapuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuaan teknis
keperawatan.

3.1.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.


Terdiri dari evaluasi formatif yaitu evaluasi yang menghasilkan umpan balik pada
saat proses berlangsung, dan evaluasi sumatif yang dilakukan setelah tindakan
atau proses program selesai dan memperoleh informasi mengenai efektivitas
pengambilan keputusan. Evaluasi keperawatan didokumentasikan menggunakan
bentuk S (Subjektif), O (Objektif), A (Analisa), P(Planning). Evaluasi dibutuhkan
untuk menilai status kesehatan pasien setelah adanya dilakukan tindakan
keperawatan, selain itu juga untuk menilai capaian tujuan baik pada tujuan jangka
panjang atau pendek, serta memperoleh infomasi yang tepat dengan jelas untuk
meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan asuhan-asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien (Deswani,2011).

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian Keperawatan


1. Identitas :
Nama : Tn. M
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Polisi
Alamat : Jalan Diponegoro 61
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengeluh kaki dan tangan kanan mengalami kelemahan untuk
bergerak, dan pasien bicara pelo.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Alasan masuk Rumah Sakit, pasien mengalami penuurunan kesadaran
dan mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan.
Riwayat kesehatan pasien, pasien mempunyai penyakit hipertensi
pada 2 tahun yang lalu kemudian dirawat di rumah sakit.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan pernah menjalani rawat inap di rumah sakit
kurang lebih selama 3 bulang karena hipertensi, pasien belum pernah
melakukan operasi. Pasien tidak mempunyai alergi
makanan,minuman, atau obat-obatan.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Orang tua pasien mempunyai riwayat penyakit yang sama yaitu
hipertensi.

3. Kesehatan
Fungsional
a) Aspek fisik biologis
1. Nutrisi
Sebelum sakit : Makan 3x sehari, 1 posi habis,makanan
yang dikonsumsi berupa sayur, nasi, lauk. Minum 6-5 gelas air
putih perhari.
Selama sakit : pasien mengatakan nafsu makan
berkurang,pasien hanya makan 3-5 sendok setiap 1 kali makan.
Istri pasien mengatakan pasien minum 4 gelas air selama sakit.
2. Pola eliminasi
Sebelum sakit : BAB teratur setiap pagi, bentuk dan warna
kuning kecoklatan, lunak. BAK lancar kurang lebih 5- 6 kali.
Selama sakit : pasien sudah 2 hari tidak BAB. BAK
pasien terpasang kateter, urin berwarna kuning jernih kurang lebih
500 cc.
3. Pola aktivitas
Sebelum sakit :
a. Keadaan aktivitas sehari hari, pasien tidka membutuhkan
bantuan dalam pekerjaannya. Dapat beraktivitas mandiri tidak
menggunakan alat bantu
b. Keadaan pernafasan., pernafasan teratur
c. Keadaan kardiovaskuler, pasien mengatakan tiak mempunyai
penyakit jantung

Selama sakit :

Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan diri
Makan /Minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas di tempat V
tidur
Berpindah V
Ambulasi / ROM V
Ket :

0 : Mandiri
1 : Alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total
4. Kebutuhan Istirahat tidur
Sebelum sakit : kebutuhan istirahat tidur pasien tercukupi,
pasien biasanya tidur 6-8 jam perhari
Selama sakit : pasien mengatakan tidak ada pola tidur
selama sakit di rumah sakit, pasien lebih punya banyak waktu
untuk istirahat.
b) Aspek psikososial spiritual
1. Pemeliharaan pengetahuan pada kesehatan
Sejak mengalami hipertensi, pasien dan keluarga mengurangi
makanan yang mengandung garam dan pasien belum paham
mengenai perawatan penderita stroke.
2. Pola hubungan
Pasien menikah satu kali dan tinggl bersama dengan istrinya
3. Koping atau toleransi stress
Pengambilan keputusan mengenai tindakan dilakukan dengan pihak
keluarga terutama pada pasien dan istri pasien.
4. Kognitif dan persepsi penyakit
Keadaan mental Pasien dalam keadaan
composmentris
berbicara Pasien tidak dapat berbicara
dengan lancar (pelo)
Bahasa yang digunakan Menggunakan bahasa jawa dan
Indonesia
Kemampuan bicara Ada gangguan
Pengetahuan pasien pada Pasien mengatakan menegerti
penyakit dan paham tentang penyakit
yang dialami. Pasien
mengetahui penyakitnya
selama ini adalah hipertensi
Persepsi penyakit Pasien menurut da
menjalankan saran yang
disarankan
keluarga.

5. Konsep diri
a) Gambaran diri, pasien menggambarkan dirinya termasuk
orang yang sabar
b) Harga diri, pasien dapat menghargai dirinya dan memiliki
harapan pada kehidupannya
c) Peran diri, pasien berperan sebagai kepala keluarga, pasien
mengatakan ingin segera sembuh dan dapat berkumpul dengan
keluarganya
d) Ideal diri, pasien dapat lebih menurut pada keluarganya
e) Identitas diri, pasien mengenali dirinya sendiri
6. Seksual, pasien tidak memikirkan mengenai kebutuhan seksualnya
7. Nilai , pasien memahami nilai yang berlaku pada masyarakt,
pasien memahami hal yang baik dan benar.
c) Aspek lingkungan fisik
Rumah pasien termasuk pada area perkotaan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1. Kesadaran : composmentris
2. Tanda –tanda vital
TD : 200/100 mmHg
Suhu : 36,8 C
Nadi : 60x/menit
RR : 24x/ menit
3. Skala Nyeri
Pasien mengatakan skala nyeri 1
b. Pemeriksaan
1. Kulit, bewarna putih , tidak ada lesi, rambut tumbuh rata, turgor
kulit baik
2. Kepala
Rambut Rambut pendek, hitam terdapat uban,
rambut tebal, rapi
Mata Konjungtiva tidak anemis, dilatasi
pupil normal, reflek pupil baik, sclera
baik
Hidung Normal dan sinmetris tidak ada lesi
Telinga Kedua lubang telinga bersih tidak
mengeluarkan cairan
Mulut Mulut bersih, gigi rapi berwarna putih
kekunigan, mukosa bibir lembat, tidak
berbau mulut.

3. Leher
Tidak ada benjolan, tidak ada edema
4. Tengkuk
Tidak ada benjolan abnormal
5. Thorax
a) Inpeksi : simetris, tidak ada rambut, warna kulita rata, ekspansi
dada simetris
b) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada massa
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasi : vesikuler
6. Kardiovaskuler
a) Inpeksi : tidak ada lesi, warna kulit rata, sebaran rambut rata
b) Palpasi : iktus kordis teraba interostalis ke 5
c) Perkusi : suara redup
d) Auskultasi : suara S1 dan S2
7. Punggung
Simetris, tidak ada bekas luka atau lesi, terdapat beberapa jerawat
punggung, kulit bewarna sawo matang
8. Abdomen
a) Inpeksi : warna kulit sawo matang, warna kulit rata, tidak ada bekas
luka
b) Auskultasi : peristaltic usus 10 kali/ menit, terdengar jelas
c) Perkusi : timpani
d) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema, tidak ada massa
atau benjolan abnormal
9. Panggul
Bentuk panggul normal warna kulit merata sawomatang, tidak ada lesi,
rambut tipis merata
10. Anus dan rectum
Normal, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan
11. Genetalia
Genetalia normal, tidak ada luka
12. Ekstremitas
Ekstremitas atas :
Tangan kanan mengalami kelemahan dan tangan kiri dapat digerakkan
normal. Kekuatan otot kanan4 dan kiri 5. Kuku jari bersih
Ekstremitas bawah :
Kaki kanan mengalami kelemahan dan kiri tidak mengalami kelemahan,
anggota gerak lengkap tidak ada edema, kekuatan otot kanan 2 kiri 5 kuku
jari bersih
13. Pemeriksaan Fungsi Saraf Kranialis

Saraf Kranialis Jenis Fungsi Fungsi

Pasien bisa membedakan


I Olfakktorius Sensorik bau minyak wangi dan bau
teh
Tidak ada gangguan pada
II Optikus Sensorik
pengelihatan
Tidak ada gangguan pada
IV Troklearis Motorik
pergerakan bola mata
Sensorik
Wajah Perot
V Trigeminalis
Motorik
Terdapat sedikit gangguan
pada saat mengunyah
Tidak ada gerakan bola
VI Abdusens Motorik
mata ke samping
Ada gangguan pada saat
VII Fasiali Motorik
berbicara, berbicara pelo
VII Tidak terdapat gangguan
Sensorik
Vestibulokoklear pendengaran
IX Tidak ada kesulitan dalam
Sensorik Motorik
Glosofaringeus menelan
X Vagus Sensorik Motorik Tidak terdapat gangguan
Ekstremitas kanan anggota
XI Asesorius badan kanan kesulitan
Sensorik
Spinal digerakkan dan dapat
mengangkat bahu kiri
Respon lidah tidak baik,
pasien tidak bisa
XII Hipoglosus Motorik menggerakkan lidah dari
sisi satu ke yang lainnya,
ada kesulitan menelan

5. Pemeriksaan Lab
a. Pemeriksaan patologi klinik
Jenis Nilai
No Hasil Satuan
Pemeriksaan Rujukan
1. Glukosa 89 Mg/dL 70-115
2. Glukosa 2 jam PP 100 Mg/dL 70-140
3. Leukosit 7,5 K/uL 3,6-11,0

b. Hasil CT Scan
Dx Klinis : CVA
Kesan :
- Tidak terlihat laterasi
- ICH (intracerebral hemmorrhage) putamen sinistra (Slice 6-9 , ukuran
L.K 2,1 X 3,8 cm . Hu 64,88)
- Penyempitan pada ventrikel lateralis dan cornu enterior posterior
sinistra
- Tidak terlihat oedema cerebri
- Suspect hematosinus shenoidalis sinistra , DD : sinusitis
- Lain lain tidak terlihat kelainan
c. Terapi Pengobatan
Dosis dan
Hari / Tanggal Obat Rute
satuan
Senin, 14 Cairan infus 20 tpm IV
Agustus 2020 Asering
Manitol 6 x 100 IV
Neorages 3x1 Oral
Amlodipin 1 x 10 mg Oral
Ranitidin 50 mg / 12 jam IV
Ondansetron 4 mg / 12 jam IV
Piracetam 3 g / 12 jam IV
4.2 Pathway

Thrombus / emboli cerebral

Suplai darah ke jaringan cerebral tidak adekuat

Perfusi jaringan
cerebral tidak adekuat

Defisit neuorologi Hemisfer kiri Defisit Perawatan


diri

Kurang pengetahuan
Hambatan mobilitas fisik

4.3 Analisa Data

No Data Penyebab Masalah

1. DS : Hipertensi stroke Ketidakefektifan


- Pasien mengatakan non hemoragik perfusi jaringan
mempunyai riwayat perifer
darah tinggi
- Pasienmengatakan
kepala pusing
- Pasien mengatakan
bicara pelo sebelum
masuk RS

DO :
TD : 200/100 mmHg
Nadi : 60x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
- Bicara pelo
- Ada gangguan
pada saraf IX
dan XII
2. DS: Penurunan Hambaran
- Pasien kekuaatan otot mobilitas fisik
mengatakan (kerusakan neuron)
tangan dan kaki
sebelah kanan
mengalami
kelemahan
- Pasien
mengatakan
kebutuhannya
dibantu
keluarga
DO :
TD : 200/100 mmHg
Nadi : 60x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
Kekuatan skala otot :
45
45
- Aktivitas
pasien dibantu
- Pasien
mengalami
gangguan pada
anggota badan
sebelah kanan
hanya dapat
fleksi dan
ekstensi
sedangkan kaki
kanan
pergelangan
kaki hany dapat
abduksi dan
adduksi
3. DS Kurang terpapar Kurang
- Pasien informasi pengetahuan
mengatakan
mengetahui
bahwa
mengalami
stroke namun
tidak
mengetahui
cara
perawatannya
DO :
- Pasien belum
memahami
manfaat
menggerakkan
anggota tubuh
pada penderita
stroke
4. DS : Gangguan Defisit perawata
- Keluarga neuromuskular diri
pasien
mengatakan
kebutuhan
pasien dibantu
keuarga
DO :
TD : 200/100 mmHg
Nadi : 60x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
- Pasien tampak
lemas
- Bagian tubuh
kanan , tangan
dan kaki kanan
pasien
mengalami
kelemahan
- Pada bagian
pergelangan
tangan kanan
hanya dapat
fleksi dan
ekstensi , pada
bagian kaki
kanan hanya
dapat aduksi
dan abduksi

4.4 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d hipertensi, stroke non
hemoragik d.d riwayat darah tinggi, kepala terasa pusing, bicara pelo
seelum masuk RS, tekanan darah pasien tinggi
2. Hambatan mobilitsa fisik b.d penurunan kekuatan otot (kerusakan neuron)
d.d tangan dan kaki sebelah kanan mengalami kelemahan, kebutuhan
dibantu keluarga, hasil dari skala kekuatan otot, anggota badan kanan dan
tangan kanan hanya bisa fleksi dan ekstensi, kaki kanan hanya dapat
abduksi dan adduksi pada pergelangan kaki
3. Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar menerima informasi d.d
pasiekon megetahui bahwa menderita stroke namun tidak tahu cara
perawatannya, pasien belum paham mengenai manfaat
mengerakkan anggota tubuh
4. Defisit Perawatan diri b.d gangguan neuromuscular d.d aktivitas
kebutuhan pasien dibantu keluarga seluruhnya, anggota badan kanan
dan kaki dan tangan kanan mengalami kelemahan

5. 4
5.1 Intervensi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional

Senin, 14 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. mengkaji tanda- 1. Untuk memudahkan


Agustus perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 tanda vital intervensi
2020 perifer b.d hipertensi jam, mencapai circulation 2. Batasi gerakan selanjutnya
Jam 09.00 ,stroke non status dengan kriteria hasil pada bagian 2. Teknik non
WIB hemoragik : kepala, leher, dan farmakologi
1. Tekanan sistol dan punggung membantu penurunan
diastole berada 3. Anjurkan pasien tanda-tanda vital
pada rentang untuk banyak 3. Memberikan
normal (130/90) istirahat kenyamaan pada
2. Tidak ada tanda- 4. Kelola obat pasien
tanda tekanan amlodipine 10 4. Amlodipine untuk
intracranial lebih mg.24 jam dan penurunan tekanan
dari 15 mmhg injeksi piracetam 3 darah secara
3. TD : 110-120 / 60 gr farmaklogi
-80 ; N 60-100
x/menit ; RR 16-
20x / menit ; Suhu
: 36-36,5 C
Senin , 14 Hambatan mobilitas Setelah diberi tindakan 1. Kaji kekuatan otot 1. Mengetahui tanda
Agustus fisik b.d penurunan keperawatan selama 3x24 2. Lakukan dan skala kekuatan otot
2020 kekuatan otot jam diharapkan dapat ajarkan tindakan 2. Tindakan non
Jam 09.00 mencapai mobility level ROM pada pasien farmokologi untuk
WIB dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan pasien pningkatan kekuatan
1. Skala kekuatan mengurangi otot
otot bertambah makanan minuman 3. Membantu
2. Mampu melakukan yang banyak penurunan tekanan
aktivitas mandiri mengandung darah
3. Tangan sebelah garam 4. Tindakan non
kanan dapat 4. Kolaborasi dengan farmakologi untuk
digerakkan secara ahli fisioterapi peningkatan kekuatan
bertaham apabila dibutuhkan otot
Senin, 14 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pengetahuan 1. Untuk mempermudah
Agustus b.d kurang terpapar keperawatan 1x24 jam pasien mengenai memberikan
2020 informasi pasien diharapkan stroke
Jam 09.00 mamahami penyakitnya 2. Jelaskan menenai penjelasan pada
WIB dengan kriteria hasil : proses penyakit pasien
1. Menjelaskan (tanda gejala, 2. Meningkatkan
kembali tentang identifikasi pengetahuan pasien
penyakit yang penyebab, keadaan dan keluarga dan
dialami pasien saat ini, mengurangi cemas
2. Mengenal pengobatan dan 3. Mencegah adanya
kebutuhan tindakan yang akan keparahan penyakit
perawatan dan dilakukan atau 4. Evaluai kemampuan
pengobatan tanpa dapat dilakukan) pengetahuan pasien
cemas 3. Diskusi perubahan
gaya hidup yang
mungkin dapat
digunakan untuk
mencegah
komplikasi
4. Tanyakan kembali
mengenai
pengetahuan
penyakit, proses
perawatan dan
pengobatan pasien
Senin, 14 Defisit Perawatan Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Identifikasi dan
Agustus diri b.d gangguan tindakan keperawatan kebutuhan mengetahui
2020 neuromuscular 1x24 jam diharapkan pasien terutama perkembangan pasien
Jam 09.00 kebutuhan pasien dapat pada 2. Mendorong pasien
terpenuhi secara mandiri. kebersihan diri, untuk beraktivitas
Dengan Kriteria Hasil : makan, 3. Mendorong pasien
1. Pasien tidak bau toileting dapat melengkapi
badan 2. Sediakan kebutuhannya secara
2. Pasien menyatakan bantuan hingga mandiri
rasa nyaman pada pasien dapat 4. Membantu
kemampuan melakukan peningkatan
aktivitas selfcare secara kemandirian pasien
kebutuhannya mandiri
3. Dorong pasien
untuk
melakukan
aktivitas sehari
hari dengan
normal sesuai
dengan
kemampuannya
4. Ajarkan pasien
dan keluarga
mendorong
kemandirian
pasien
5.2 Implementasi Keperawatan

Hari
Diagnosa Implementasi Paraf
Tanggal

Senin, 14 Ketidakefektifan 1. Mengkaji tanda-tanda vital pasien dan S


Agustus perfusi jaringan keluhan pasiien
2020 perifer b.d hipertensi 2. Batasi gerakan pada bagian kepala,
,stroke non leher, dan punggung
hemoragik 3. Menganjurkan pasien banyak istirahat
Senin, 14 Hambatan mobilitas 1. Mengkaji kekuatan otot S
Agustus fisik b.d penurunan 2. Menganjurkan pasien mengurangi
2020 kekuatan otot makanan minuman yang banyak
mengandung garam
3. Melakukan dan mengajarkan gerakan
ROM pada pasien
Sabtu, 14 Kurang pengetahuan 1. Melakukan dan mengajarkan ROM S
Agustus b.d kurang terpapar pada pasien
2020 informasi
Sabtu, 14 Defisit Perawatan 1. Monitor kebutuhan pasien terutama S
Agustus diri b.d gangguan pada kebersihan diri, makan, toileting
2020 neuromuscular 2. Sediakan bantuan hingga pasien
dapat melakukan selfcare secara
mandiri
3. Dorong pasien untuk melakukan
aktivitas sehari hari dengan normal
sesuai dengan kemampuannya
5.3 Evaluasi Keperawatan

Tanggal No Dx Evaluasi Paraf

Senin 14 Dx 1 S: S
Agstus Pasien mengatakan merasa pusing dan badan
2020 lemas
O:
- Pasien terlihat lemas
- Bicara pelo
- TD : 200/100 mmHg
- Nadi : 60x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,8 C
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Senin 14 Dx 2 S: S
Agustus Pasien mengatakan tangan dan kaki kanan
2020 lemah, pasien mengatakan pemenuhan
kebutuhannya dibantu keluarga
O:
- TD : 200/100 mmHg
- Nadi : 60x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,8 C
- Kekuatan otot
2 5
2 5
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan dan ulangi intervensi
Senin 14 Dx 3 S: S
Agustus Pasien mengatakan memahami ROM, dan
2020 akan dapat melakukan secara mandiri
O:
Pasien terlihat antusias dan koorperatif saat
melakukan ROM bersama, pasien dapat
mengulangi dan menyebutkan manfaat ROM
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan intervensi
Senin 14 Dx 4 S: S
Agustus Pasien dan keluarga mengatakan masih
2020 membutuhkan bantuan untuk melengkapi
kebutuhannya
O:
Pasien terlihat berusaha, pasien masih
mengalami kelemahan pada anggota tubuh
bagian kanannya
A:
Masalah belum teratasi
P:
Ulangi dan lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Lingga L. 2013. All About Stroke : Hidup Sebelum dan Pasca Stroke. Jakarta : PT
Elex Media Komputindo

Pinzon R, dkk. Awas Stroke : Pengertian , Gejala, Tindakan, Perawatan , dan


pencegahan.

Muttaqin A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klieen dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Suwaryo P A W,dkk. 2019. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Stroke.


Vol. 11 No.4 . Kendal : Jurnal Keperawatan LPPM STIK Kendal

Darotin R, dkk. 2017. Analisis Faktor Prediktor Mortalitas Stroke Hemoragik di


Rumah Sakit Daerah Dr. Soebandi Jember. Malang : Nurseline Journal

Brainin M, Wolf D H. 2010. Textbook of Stroke Medicine. New York : Cambridge


University Press.

Arif M, dkk. 2018. Hubunga Ketepatan Golden Period dengan Derajat Kerusakan
Neurologi pada Pasien Stroke Iskemik di Ruang Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit tinggi Tahun 2018. Padang : Stikes
Perintis Padang

Anda mungkin juga menyukai